2011-2-00271-SP Bab2001

download 2011-2-00271-SP Bab2001

of 39

description

paper

Transcript of 2011-2-00271-SP Bab2001

44

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

Obyek Penelitian adalah persimpangan Lebak Bulus, dengan batasan-batasan sebagai berikut :

Utara

: Jalan Raden Ajeng Kartini

Selatan: Jalan Raden Ajeng Kartini

Timur

: Jalan Metro Pondok Indah

Barat

: Jalan Pasar Jumat

(sumber : indotekken.com)

Gambar 2.1 Denah Lokasi Persimpangan2.1.1

Kondisi Geometrik

Persimpangan Lebak Bulus merupakan salah satu persimpangan yang cukup besar di daerah Jakarta Selatan. Di daerah sekitar persimpangan terdapat macam-macam fasilitas umum seperti pusat pendidikan, perkantoran, pusat perbelanjaan, apartemen, terminal dan tempat ibadah. Berikut adalah foto-foto lokasi masing-masing simpang dan lebar geometrik masing-masing yaitu simpang arah TB Simatupang, arah Pondok Indah, dan arah Pondok Pinang.

Gambar 2.2 Simpang Jl. R.A Kartini (Selatan) SHAPE \* MERGEFORMAT

Gambar 2.3 Lebar Eksisting Jl. R.A Kartini (Selatan)

Gambar 2.4 Simpang Jl. Metro Pondok Indah SHAPE \* MERGEFORMAT

Gambar 2.5 Lebar Eksisting Jl. Metro Pondok Indah

Gambar 2.6 Simpang Jl. R.A Kartini (Utara) SHAPE \* MERGEFORMAT

Gambar 2.7 Lebar Eksisting Jl. R.A Kartini (Utara)

2.2.Landasan Teori2.2.1 Klasifikasi Jalan

Jalan merupakan sebidang prasarana di darat, baik dengan konstruksi tertentu maupun tidak yang digunakan untuk kepentingan pergerakan kendaraan. Kegunaan dan fungsi jalan dapat didasarkan pada berbagai hal baik secara fisik maupun pelayanannya. Berdasarkan kapasitas jalan dan muatannya, menurut UU No.28 tahun 2004 klasifikasi jalan adalah sebagai berikut :

a) Jalan Arteri

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya gunab) Jalan Kolektor

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.c) Jalan Lokal

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.d) Jalan Lingkungan

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

2.2.2 Fungsi Jalan

Jalan memiliki suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan. Klasifikasi jalan adalah pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan, administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat suatu kendaraan. Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

a) Jalan Nasional

Jalan nasional adalah jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

b) Jalan Provinsi

Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten, atau antar ibukota, dan jalan strategis provinsi.

c) Jalan Kabupaten

Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

d) Jalan Kota

Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan antar pusat pemukiman dalam wilayah perkotaan.

e) Jalan Desa

Jalan desa adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar pemukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.2.2.3

Simpang JalanSimpang Jalan adalam simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan simpang. Pada jalan raya dikenal tiga macam pertemuan jalan, yaitu : pertemuan sebidang, pertemuan tidak sebidang dan persimpangan jalan.

Pertemuan sebidang dapat menampung arus lalu lintas baik yang menerus maupun yang membelok sampai batas tertentu. Jika kempampuan menampung arus lalu lintas tersebut telah dilampaui dan tampak dengan munculnya tanda-tanda kemacetan lalu lintas. Pertemuan ini terdiri dari berbagai cabang yang dikelompokkan menurut cabangny, yaitu : pertemuan sebidang bercabang tiga, pertemuan sebidang bercabang empat, pertemuan sebidang bercabang banyak.2.2.4Simpang Bersinyal

Simpang bersinyal adalah simpang yang dikendalikan oleh sinyal lalu lintas. Sinyal lalu lintas adalah semua peralatan pengatur lalu lintas yang menggunakan tenaga listrik, rambu dan marka jalan untuk mengarahkan atau memperingatkan pengemudi kendaraan bermotor, pengendara sepeda, atau pejalan kaki (Oglebsy dan Hick, 1982).. Berikut adalah fungsi sinyal lalu lintas, ciri-ciri fisik lampu lalu lintas, lokasi lampu lalu lintas, pengoperasian lampu lalu lintas, karakteristik lampu lalu lintas, dan fase sinyal. a) Fungsi sinyal lalu lintas Fungsi sinyal lalu lintas antara lain :

Mendapatkan gerakan lalu lintas yang teratur.

Mengurangi frekuensi kecelakaan.

Mengatur pengguna jalur lalu lintas.

Mengkoordinasikan lalu lintas di bawah kondisi jarak sinyal yang cukup baik, sehingga arus lalu lintas tetap berjalan menerus pada kecepatan tertentu.

Memutuskan arus lalu lintas tinggi agar memungkinkan adanya penyebrangan kendaraan lain atau pejalan kaki.

Sebagai pengendali pertemuan pada jalan masuk menuju jalan bebas hambatan.

Memutuskan arus lalu lintas bagi lewatnya kendaraan darurat (ambulance) atau pada jembatan baru.b) Ciri-ciri fisik lampu lalu lintas

Ciri-ciri fisik lampu lalu lintas yang disebutkan oleh Oglesby dan Hick (1982) adalah :

Sinyal modern yang dikendalikan dengan tenaga listrik. Setiap unit terdiri dari lampu berwarna merah, hijau dan kuning yang terpisah dengan diameter 0,203 0,305 cm.

Lampu lalu lintas dipasang di luar batas jalan atau digantung di atas persimpangan jalan. Tinggi lampu lalu lintas dipasang diluar 2,438 4,572 m di atas trotoar atau di atas perkerasan bila tidak ada trotoar. Sedangkang sinyal yang digantung, diberi jarak bebas vertikal antara 4,572 5,892 cm.

Sinyal modern dilengkapi dengan sinyal pengatur untuk pejalan kaki dan penyebrangan jalan.c) Lokasi lampu lalu lintasMenurut Oglesby dan Hick (1982), letak lampu lalu lintas diisyaratkan apabila dipasang menggunakan tiang berlengan atau digantung dengan kabel, diberi jarak antara 12,912 36,576 m garis henti. Bila kedua sinyal dipasang tegak sebaiknya dipasang di sisi kanan dan satunya di sisi kiri atau di atas median. Dengan syarat sudut yang terbentuk dengan garis pandang normal pengemudi tidak lebih dari 20.d) Pengoperasian lampu lalu lintas

Menurut HCM 1994 terdapat tiga macam cara pengoperasian lampu isyarat lalu lintas, yaitu :

Premtimed Operation, yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dalam putaran konstan dimana setiap siklus sama panjang dan panjang siklus serta fase tetap.

Semi Actuated Operation, yaitu pada operasi isyarat lampu lalu lintas ini, jalan utama selalu berisyarat hijau sampai alat deteksi pada jalan samping menentukan bahwa terdapat kendaraan yang datang pada satu atau kedua sisi jalan tersebut.

Full Actuated Operation, yaitu pada isyarat lampu lalu lintas di control dengan alat detektor, sehingga panjang siklus untuk fasenya berubah-ubah tergantung permintaan yang disarankan oleh detektor.e) Karakteristik lampu lalu lintas

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (merah, kuning, hijau) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Sistem perlampuan lalu lintas menggunakan jenis nyala lampu sebagai berikut :

Lampu Hijau

Kendaraan yang mendapatkan isyarat bergerak maju

Lampu Kuning

Kendaraan yang mendapatkan isyarat harus melakukanantisipasi, jika memungkinkan harus mengambil keputusan untuk berlakunya lampu yang selanjutnya menyala (merah ataupun hijau)

Lampu merah

Kendaraan yang mendapatkan isyarat harus berhenti sebelum garis henti (stop line).

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang salung bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang dating dari jalan-jalan yang saling berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal-sinyal dapat digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan-gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyebrang = konflik-konflik kedua. Keterangan sperti gambar di bawah (MKJI, 1997).

Gambar 2.8 Konflik-konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan empat lenganJika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mingkin untuk mengatur sinyal lampu lalu lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan seperti gambar 2.9. Metoda ini selalu dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu simpang telah dilarang. Karena pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa kejadian, maka pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalu lintas (MKJI, 1997)..

Gambar 2.9 Urutan waktu pada pengaturan sinyal dengan dua faseGambar di atas memberikan penjelasan tentang urutan perubahan sinyal dengan sistem dua fase termasuk definisidari waktu siklus, waktu hijau, dan periode antar hijau. Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua) di antara dua fase yang berurutan adalah untuk :1. Memperingatkan lalu lintas yangs edang ebrgerak bahwa fase telah ebrakhir

2. Menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja diakhiri memperoleh waktu yang cukup untuk ke luar dari daerah konfliks ebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memauki daerah yang sama.

Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi oleh waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antara dua fase. f) Fase sinyal

Pemilihan fase pergerakan tergantung dari banyaknya konflik utama, yaitu konflik yang terjadi pada volume kendaraan yang cukup besar. Menurut MKJI, 1997 Jika fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dilakukan berdasarkan pertimbangan kapasitas kalau gerakan membelok melebihi 200 smp/jam.2.2.5Pemilihan Jenis SimpangBerdasarkan buku MKJI 1997 terdapat 3 ketentuan untuk pemilihan jenis simpang, yaitu sebagai berikut :a) Umum

Pada umumnya sinyal lalu lintas digunakan dengan satu atau lebih alasan berikut :

Untuk menghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalu lintas yang berlawanan, sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas puncak.

Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh tabrakan antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah. Pemasangan sinyal lalu lintas dengan alas an keselamatan lalu lintas umumnya diperlukan bila kecepatan kendaraan yang mendekati simpang sangat tinggi dan/ jarak pandang terhadap gerakan lalu lintas yang berlawanan tidak memadai yang disebabkan oleh bangunan-bangunan atau tumbuh-tumbuhan yang dekat pada sudut-sudut simpang.

Untuk mempermudah menyebrangi jalan utama bagi kendaraan dan/pejalan kaki dari jalan minor.b) Pertimbangan ekonomi

Dalam pemilihan jenis simpang juga diperlukan saran mengenai tipe simpang yang paling ekonomis baik itu simpang bersinyal, simpang tidak bersinyal, dan bundaran.

Gambar 2.10 Jenis-Jenis Simpang Empat Lengan

Gambar 2.11 Jenis-Jenis Simpang Tiga Lengan

Gambar 2.12 Panduan untuk memilih simpang bersinyal paling ekonomis pada daerah perkotaanc) Perilaku lalu lintas (kualitas lalu lintas)Tujuan analisa perencanaan dan operasional (untuk meningkatkan) simpang bersinyal yang sudah ada, biasanya untuk penyesuaian waktu sinyal dan untuk perbaikan kecil pada geometri simpang agar perilaku lalu lintas yang diinginkan dapat dipertahankan baik pada ruas jalan maupun pada jaringan jalan bersinyald) Pertimbangan keselamatan lalu lintas

Angka kecelakaan lalu-lalu lintas pada simpang bersinyal diperkirakan 0,43 kecelakaan/juta kendaraan dibandingkan dengan 0,60 pada simpang tak bersinyal (MKJI, 1997).Dampak perencanaan geometri

Dampak yang akan terjadi karena perencanaan suatu geometri adalah sebagai berikut:

Sinyal lalu-lintas mengurangi jumlah kecelakaan pada simpang dengan empat lengan dibandingkan dengan simpang dengan tiga lengan.

Kanalisasi gerakan membelok (lajur terpisah dan pulau-pulau juga mengurangi jumlah kecelakaan.Dampak keselamatan akibat pengaturan sinyal

Dampak yang terjadi terhadap keselamatan akibat pengaturan sinyal antara lain :

Hijau awal dapat menambah jumlah kecelakaan.

Arus berangkat terlindung akan mengurangi jumlah kecelakaan dibandingkan dengan arus berangkat terlawan.

Penambahan antar hijau akan mengurangi jumlah kecelakaan.

e) Pertimbangan lingkungan

Tidak ada data empiris dari Indonesia tentang emisi kendaraan pada saat pembuatan MKJI 1997 ini. Asap kendaraan dari emisi kebisingan umumnya berkurang dalam keadaan-keadaan berikut :

Pengaturan sinyal terkoordinasi dan/atau sinyal aktuasi kendaraan akan mengurangi asap kendaraan dan emisi kebisingan bila dibandingkan dengan pengaturan sinyal waktu tetap utnuk simpang terisolir.

Waktu sinyal yang efisien akan mengurangi emisi.2.2.6Alih Gerak Kendaraan dan Konflik

Terdapat empat jenis dasar alih gerak kendaraan, yaitu : berpencar, bergabung, berpotongan, dan bersilangan. Alih gerak berpotongan lebih berbahaya dibandingkan alih gerak bersilangan dan alih gerak bersilangan lebih berbahaya dibandingkan alih gerak bergabung dan berpencar. Hal ini disebabkan karena adanya kecepatan relatif yang lebih besar antara satu lintasan kendaraan dengan lintasan kendaraan lainnya. Lalu lintas yang bergerak pada persimpangan dapat dikendalikan dengan berbagai cara. Pengendalian tersebut mengikuti hirarki tertentu sesuai dengan jenis-jenis jalan yang saling berpotongan dan besarnya arus lalu lintas yang memasuki persimpangan. Berikut adalah pembagiannya :a) Persimpangan Sebidang

Persimpangan sebidang merupakn persimpangan yang kaki-kakinya berpotongan pada satu bidang datar, sehingga memungkinkan terjadinya konflik antar satu arus dengan arus lainnya yang berpotongan. Jenis sistem pengendaliannya meliputi :

Jenis tanpa pengaturan lalu lintas

Jenis pengaturan berhenti

Jenis pengaturan manual

Jenis pengaturan dengan lampu lalu lintas

Jenis pengaturan dengan bundaran lalu lintasb) Persimpangan Tak Sebidang

Persimpangan tak sebidang merupakan persimpangan yang kaki kakinya tidak saling berpotongan satu dan lainnya, melainkan saling bersilangan dengan ketinggian yang berbeda antara satu kaki dengan kaki lainnya.

c) Persimpangan Tanpa Pengaturan Lalu Lintas

Persimpangan yang tidak dikendalikan ini umumnya hanya dapat digunakan pada pertemuan jalan-jalan local perumahan yang arus lalu lintasnya pada masing-masing kakinya kecil, sehingga konflik yang terjadi juga kecil dan tidak telalu perlu untuk dibuat suatu pengendalian lalu lintas pada persimpangan tersebut.d) Persimpangan Prioritas

Metode pengendalian terhadap pergerakan kendaraan pada persimpangan adalah diperlukan dengan maskud agar kendaraan yang melakukan pergerakan konflik tersebut tidak akan saling bertabrakan. Sistem pengendalian ini mempunyai prinsip-prinsip tertentu yaitu :

Aturan-aturan prioritas harus secara jelas dimengerti oleh semua pengemudi

Prioritas harus terbagi dengan baik, sehingga setiap orang mempunya kesempatan untuk bergerak.

Prioritas harus terorganisasi, sehingga titik-titik konflik dapat diperkecil.

Keputusan-keputusan yang harus dilakukan oleh pengemudi harus dijaga agar sesederhana mungkin.

Jumlah total hambatan-hambatan terhadap lalu lintas harus diperkecil.2.2.7Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang

Waktu antar hijau adalah periode kuning dan merah semua antara dua fase yang berurutan, arti dari keduanya adalah sebagai berkut :

a) Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia adalah 3 detik (MKJI, 1997) .

b) Waktu merah semua pendekat adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam semua pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan. Fungsi dari waktu merah semua adalah memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat sebelum kedatangan kendaraan pertama dari fase berikutnya.Waktu hilang adalah jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap. Waktu hilang dapat diperoleh dari beda antara waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase.

LTI = (semua merah + kuning)....(2.1)Ketentuan waktu antar hijau berdasarkan ukuran simpang menurut MKJI , 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.1Tabel 2.1 Waktu Antar HijauUkuran SimpangLebar Jalan Rata-RataNilai Normal Waktu Antar Hijau

Kecil6 - 9 m4 detik/fase

Sedang10 - 14 m5 detik/fase

Besar15 m< 6 detik/fase

(sumber: MKJI,1997)2.2.8Waktu Siklus dan Waktu HijauWaktu siklus adalah urutan lengkap dari indikasi sinyal (antara dua saat permulaan hijau yang berurutan di dalam pendekat yang sama). Waktu siklus yang paling rendah akan menyebabkan kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyebrang, sedangkan waktu siklus yang lebih besar menyebabkan memangjangnnya antrian kendaraan dan bertambahnya tundaan, sehingga akan mengurangi kapasitas keseluruhan simpang.a. Waktu siklus sebelum penyesuaian

(2.2)

Cu = Waktu siklus sebelum penyesuaian

LTI= Waktu hilang total per siklus

FR = Rasio arus simpang

b. Waktu hijau

Gi = (Cua LTI) x PRi (detik).(2.3)

Gi= Tampilan waktu hijau pada fase i

PRi= Rasio fase FR/ fr

c. Waktu siklus yang disesuaikan

c = G + LTI (detik)....(2.4)

2.2.9 Alinyemen dan ProfilPersimpangan harus direncanakan dengan baik agar pertemuan jalan di persimpangan mendekati sudut atau sama dengan 90. Sudut pertemuan antara 60 sampai 90 masih diijinkan. Alinyemen jalan-jalan yang berpotongan harus diusahakan agar menghasilkan perpotongan yang tegak lurus. Apabila jalan-jalan yang berpotongan membentuk sudut lancip, maka diperlukan area untuk membelok yang lebih luas lagi. Hal ini bertujuan untuk menghindari pelanggaran lajur dari kendaraan yang sedang berbelok.2.2.10 LajurLajur jalan merupakan bagian dari jalur lalu lintas tempat lalu lintas bergerak, untuk satu kendaraan. Lebar satu lajur yang dijadikan acuan adalah 3,5 meter, sehingga bila dilewati oleh kendaraan dengan lebar maksimum 2,5 meter masih ada ruang bebas sebesar 0,5 meter di kiri kanan kendaraan. Lajur yang sebelah kiri diperuntukkan untuk kendaraan yang berjalan dengan kecepatan rendah dan yang sebelah kanannya untuk kendaraan yang berjalan dengan kecepatan lebih tinggi, atau di jalan tol antar kota yang memiliki dua lajur, lajur kanan hanya diperuntukkan untuk kendaraan yang menyalip.

2.2.11 Kendaraan RencanaKendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi radius putarnya dipakai sebagai cauan dalam perencanaan geometric. Kendaraan rencana dikelompokkan dalam beberapa kategori sperti tabel di bawah ini.Tabel 2.2 Pembagian Tipe KendaraanKodeJenis Kendaraan

MCKendaraan Roda Dua ( Sepeda Motor)

LVKendaraan Bermotor 2 as beroda 4 dengan jarak as 2-3 m (mobil penumpang, pick up, truk kecil)

HVKendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,5 m (bus, truk besar)

2.2.12 Perilaku Lalu Lintas Perilaku lalu lintas menyatakan ukuran kuantitas yang menerangkan kondisi yang dinilai oleh Pembina jalan. Perilaku lalu lintas pada simpang bersinyal meliputi waktu sinyal, kapasitas, derajat kejenuhan, panjang antrian dan tundaan rata-rata (MKJI, 1997).a) Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas menurut MKJI 1997 adalah kendaraan yang lewat pada suatu jalan dalam satuan waktu (hari, jam, menit). Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar perkerasan jalan yang lebih besar. Satuan volume lalu lintas yang digunakan sehubungan dengan analisis antrian adalah volume jam perencanaan (VJP) dan kapasitas.b) Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan menunjukkan rasio arus lalu lintas pada pendekat tersebut terhadap kapasitas. Pada nilai tertentu, derajat kejenuhan dapat menyebabkan antrian yang panjang pada kondisi lalu lintas puncak (MKJI 1997). Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio volume (Q) terhadap kapasitas (C). Persamaan dasar untuk menentukan derajat kejenuhan (DS) adalah:

DS = Q/C..................................(2.5)

Derajat kejenuhan (DS) dihitung dengan menggunakan volume dan kapasitas yang dinyatakan dalam smp/jam. Derajat kejenuhan (DS) digunakan sebagai faktor yang penting dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu ruas jalan karena nilai derajat kejenuhan (DS) dapat menunjukkan bahwa kapasitas suatu ruas jalan masih mampu menampung volume lalu lintas yang ada atau tidak.

Berdasarkan MKI 1997, syarat derajat kejenuhan apabila lebih dari 0,85 maka dianggap sudah mendekati jenuh.c) Panjang Antrian

Antrian kendaraan sering kali dijumpai dalam suatu simpang pada jalan dengan kondisi tertentu misalnya pada jam-jam sibuk, hari libur atau pada akhir pekan. Panjang antrian merupakan jumlah kendaraan yang antri dalam suatu lengan/pendekat. Panjang antrian diperoleh dari perkalian jumlah rata-rata antrian (smp) pada awal sinyal dengan luas rata-rata yang digunakan per smp (20 m ) dan pembagian dengan lebar masuk simpang (MKJI 1997).d) TundaanTundaan di persimpangan adalah total waktu hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu simpang. Hambatan tersebut muncul apabila kendaraan berhenti karena terjadinya antrian di simpang sampai kendaraan itu keluar dari simpang karena adanya pengaruh kapasitas simpang yang sudah tidak memadai. Nilai tundaan mempengaruhi nilai waktu tempuh kendaraan. Semakin tinggi nilai tundaan, semakin tinggi pula waktu tempuh. Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal :

Tundaan Lalu Lintas (DT) karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang. Tundaan lalu lintas rata-rata suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut (didasarkan pada Akcelik 1988) :

....(2.6)Dimana :

DTj

= Tundaan lalu lintas rata-rata pendekat j (det/smp)

GR

= Rasio hijau (g/c)

DS

= Derajat kejenuhan

C

= Kapasitas (smp/jam)

NQ1

= Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya Tundaan Geometri (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah. Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut :

DGj = (1-Psw) x PT x 6 + (Psw x 4)....(2.7)

Dimana :

DGj

= Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)

Psv

= Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat

PT

= Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekatTundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai :

Dj=DTj +DGj(2.8)

Dimana:

Dj= Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

DTj= Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

DGj= Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

e) KapasitasKapasitas dapat didefinisikan sebagai arus lalu lintas yang dapat dipertahankan dari suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu, dalam kendaraan/jam atau smp/jam (MKJI 1997). Menurut Ahmad Munawar (2006), pengertian kapasitas adalah jumlah maksimum kendaraan yang melewati suatu persimpangan atau ruas jalan selama waktu tertentu pada kondisi jalan dan lalu lintas dengan tingkat kepadatan yang ditetapkan, kapasitas suatu ruas jalan dapat dilakukan dua pengukuran yaitu:

Pengukuran kuantitas, yaitu pengukuran mengenai kemampuan maksimum suatu ruas jalan atau jalur jalan dalam melayani lalu lintas ditinjau dari volume kendaraan yang dapat ditampung oleh jalan tersebut pada kondisi tertentu. Pengukuran kuantitas dibagi menjadi tiga, meliputi :

Kapasitas Dasar, yaitu jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang jalan atau ruas jalan selama satu jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang paling mendekati ideal.

Kapasitas yang mungkin, yaitu jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang jalan atau ruas jalan selama satu jam pada kondisi arus lalu lintas yang sedang berlaku pada jalan tersebut.

Kapasitas Praktis, yaitu jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang jalan atau ruas jalan selama satu jam dengan kepadatan lalu lintas yang cukup besar, yang menyebabkan perlambatan yang berarti bagi kebebasan pengemudi kendaraan melakukan gerakan pada kondisi jalan dan lalu lintas yang berlaku saat ini.f) Arus Lalu LintasPerhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang, dan sore. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap pergerakan (belok kiri QLT, lurus Q ST, dan belok kanan Q RT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (SMP) per-jam dengan menggunakan ekuivalen kendaraan penumpang (EMP) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan :

Tabel 2.3 Ekuivalen Kendaraan Penumpang

Jenis kendaraanEMP untuk tipe pendekat

TerlindungTerlawan

Kendaraan Ringan (LV)1,01,0

Kendaraan Berat (HV)1,31,3

Sepeda Motor (MC)0,20,4

(sumber: MKJI,1997)

Jika hanya arus lalu-lintas harian (LHRT) saja yang ada tanpa diketahui distribusi lalu-lintas setiap jamnya, maka arus rencana per jam dapat diperkirakan sebagai suatu persentase dari LHRT sebagai berikut :Tabel 2.4 Persentase LHRTTipe kota dan jalanFaktor persen k (k x LHRT = arus rencana/jam)

Kota-kota > 1 juta penduduk

1.Jalan-jalan pada daerah komersial dan Jalan arteri7 - 8%

2.Jalan pada daerah pemukiman8 - 9%

Kota-kota < 1 juta penduduk

1.Jalan-jalan pada daerah komersial dan Jalan arteri8 - 10%

2.Jalan pada daerah pemukiman9 - 12%

(sumber: MKJI,1997)Jika distribusi gerakan membelok tidak diketahui dan tidak dapat diperkirakan, 15% belok kanan dan 15% belok kiri dari arus pendekat total dapat dipergunakan (kecuali jika ada gerakan membelok tersebut yang akan dilarang):Nilai-nilai normal untuk komposisi lalu-lintas berikut dapat digunakan bila tidak ada taksiran lebih baik :Tabel 2.5 Nilai-Nilai Komposisi Lalu LintasUkuran kota

Komposisi lalu-lintas kendaraan bermotor %Rasio Kendaraan tak bermotor (UM)

Kendaraan ringan (LV)Kendaraan berat (HV)Sepeda motor (MC)

> 3 juta602,535,50,01

1-3 jta55,53,5410,05

0,5-1 juta403,0570,14

0,1-0,5 juta632,534,50,05

< 0,1 juta632,534,50,05

(sumber: MKJI,1997)2.2.13 Pengaturan FasePemisahan berdasarkan waktu untuk menghindari/mengurangi adanya konflik baik primer maupun sekunder dikenal istilah pengaturan fase. Pengaturan fase harus dilakukan analisa terhadap kelompok pergerakan kendaraan dari seluruh yang ada sehingga dapat terjadi : Pengurangan konflik baik konflik primer maupun konflik sekunder.

Urutan yang optimum pergantian fase.

Mempertimbangkan waktu pengosongan pada daerah persimpangan.

Jika hanya untuk memisahkan konflik primer yang terjadi, maka pengaturan fase dapat dilakukan dengan dua fase. Hal ini dilakukan dengan masing-masing fase untuk masing-masing jalur jalan yang saling bersilangan, yaitu kaki simpang yang saling lurus menjadi satu fase. Pengaturan dua fase ini juga digunakan untuk kondisi yang terdapat larangan untuk berbelok kanan.Pergantian antar fase diatur dengan jarak waktu jeda supaya terjadi kelancaran ketika akan terjadi pergantian antar fase. Istilah ini disebut dengan waktu antar hijau yang berfungsi sebagai waktu pengosongan. Waktu antar hijau terdiri dari waktu kuning dan waktu semua merah. Waktu hijau bertujuan untuk :

Waktu Kuning

Peringatan bahwa kendaraan akan berangkat maupun berhenti. Besaran waktu kuning ditetapkan berdasarkan kemampuan seorang pegemudi untuk dapat melihat secara jelas namun singkat, sehingga dapat dijadikan sebagai informasi untuk ditindaklanjuti dalam pergerakannya. Penentuan ini biasanya ditetapkan sebesar 3 detik dengan anggapan bahwa waktu tersebut sudah dapat mengakomodasi ketika terjadi kedipan mata

Waktu semua arah

Untuk memberikan waktu pengosongan sehinggaresiko terjadinya kecelakaan dapat dikurangi. Hal ini dimaksudkan supaya akhirrombongan kendaraan pada fase sebelumnya tidak berbenturan dengan awal rombongan kendaraan pada fase berikutnya. Besaran waktu semua merah sangat tergantung pada kondisi geometric persimpangan, sehingga benar-benar cukup waktu untuk waktu pengosongan. Pertimbangan yang harus diperhitungkan adalah waktu percepatan dan jarak pada daerah waktu pengosongan pada persimpangan.

2.2.14 Survei Volume Lalu LintasSeiring dengan perkembangan dan kemajuan kota Jakarta, maka perkembangan jalan juga mengalami kemajuan. Hal ini dikarenakan jalan merupakan sarana akses keluar dan masuk suatu daerah. Di kota Jakarta, pertumbuhan penduduknya sangat tinggi, hal itu juga menyebabkan pertumbuhan jumlah kendaraan. Sehingga, sarana jalan harus menjadi perhatian yang utama. Tingkat pelayanan suatu jalan ditentukan oleh kapasitas jalan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu survey untuk mendapatkan data-data lalu lintas.a) Data Volume KendaraanData volume kendaraan digunakan untuk menghitung jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan Lebak Bulus. Untuk analisa perbaikan kapasitas simpang diperlukan volume kendaraan saat jam-jam padat.

b) Perhitungan Volume Lalu Lintas

Untuk menghitung jumlah kendaraan yang melintas pada persimpangan Lebak Bulus, digunakan alat berupa counter atau alat pencacah. Dan tipe kendaraan yang dihitung adalah kendaraan berat, kendaraan ringan, sepeda motor, dan kendaraan tak ebrmotor.c) Penentuan Waktu Survei

Waktu survei dilakukan selama dua minggu. Untuk pemilihan hari adalah hari Selasa dan Jumat untuk mewakili hari kerja, hari Sabtu dan Minggu untuk mewakili hari libur. Jadi total hari survey adalah selama 8 hari. Sedangkan untuk jam yang dipilih adalah pada pagi hari pkl 06.00 09.00, siang hari pkl. 12.00 14.00, dan sore hari pkl. 16.00 19.00.

Selain menghitung volume kendaraan, dilakukan jugasurvei waktu tempuh kendaraan untuk meleintasi persimpangan Lebak Bulus, survei ini dilakukan pada Selasa pagi untuk mewakili jam padat, dan Selasa siang untuk mewakili jam normal.2.2.15 Pola PergerakanDalam skala wilayah perkotaan, menurut Willumesn (Junari, 2001 : 34), terdapat empat jenis pergerakan, yaitu :a) Kota menuju kota

Berupa arah pergerakan dari dalam pusat kota ke CBD. Pergerakan ini dilakukan oleh para transit dan pekerja non terampil yang besarnya menggantungkan pada kendaraan dan alat transportasi lainnya.

b) Daerah pinggiran menuju kota

Merupakan pergerakan yang dimulai dari daerah pinggiran dan berakhir pada pusat kota di CBD atau di sekitar area kerja. Pergerakan ini meliputi pergerakan dengan kendaraan pada jalur cepat.

c) CommutingArah pergerakan ini dari daerah dekat dengan pusat kota dan peralihan menuju lokasi pekerja dimana industry terkonsentrasi. Pergerakan ini biasanya menggunakan kendaraan umum, terutama yang digunakan oleh pekerja industri.d) Dari pinggiran menuju daerah pinggiran

Arah pergerakan ini menempuh perjalanan dari daerah lokasi permukiman ke lokasi pusat kota lainnya di daerah pinggiran.2.2.16 Model Sebaran PergerakanKarakteristik persimpangan Lebak Bulus merupakan simpang empat lengan dan merupakan simpul pertemuan tiga arah. Secara umum, kondisi arus lalu lintas pada perismpangan Lebak Bulus saat ini dapat dijelaskan sebagai berikut :a) Jl. R.A Kartini (Utara)

Terdapat 2 jalur namun terpisah oleh jalan layang tol JORR yang berada di atasnya.

Pada arah Pondok Pinang TB Simatupang terdapat lima lajur, dan arah TB Simatupang Pondok Pinang terdapat 4 lajur yang kemudian menyempit menjadi 2 lajur 100 m setelah lampu lalu lintas, dan menjadi kembali menjadi 4 lajur lagi 200 m setelah lampu lalu lintas.b) Jl. R.A. Kartini ( Selatan)

Terdapat 2 jalur namun terpisah oleh jalan layang tol JORR yang berada di atasnya.

Pada arah TB. Simatupang Pondok Pinang terdapat 4 lajur, 100 m sebelum lampu lalu lintas hanya terdapat 2 lajur. Untuk arah Pondok Pinang TB Simatupang terdapat 4 lajur dan 250 m dari lampu lalu lintas menyempit menjadi 2 lajur.c) Jl. Metro Pondok Indah

Terdapat 2 jalur yang dibatasi oleh median jalan. Untuk arah Pondok Indah Lebak Bulus terdapat 3 lajur begitu juga untuk arah TB Simatupang Pondok Indah.2.2.17 Satuan Mobil PenumpangKarakteristik pergerakan tiap jenis kendaraan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan dimensi, kecepatan, dan percepatan masing-masing jenis kendaraan berbeda-beda, selain pengaruh geometrik jalan. Untuk menyamakan satuan dari setiap jenis kendaraan, maka digunakan standar satuan yang biasa digunakan dalam perencanaan lalu lintas, yaitu Satuan Mobil Penumpang (SMP).

Satuan Mobil Penumpang adalah satuan kendaraan di dalam arus lalu lintas yang disertakan dengan kendaraan ringan/mobil penumpang, dimensi kendaraan, dan kemampuan olah gerak. SMP digunakan dalam melakukan rekayasa lalu lintas terutama dalam desain persimpangan, perhitungan waktu alat pengatur isyarat lalu lintas (APILL), ataupun dalam menentukan volume per kapasitas jalan (V/C) suatu ruas jalan. Berikut adalah besaran SMP berdasarkan pedoman MKJI 1997 :Tabel 2.6 Besaran SMP

Jenis kendaraanJalan rayaPerkotaan

Mobil penumpang, taxi, pickup, minibus11

Sepeda motor0,5 - 10,2 - 0,5

Bus, truk 2 dan 3 sumbu32

Bus tempel, truk > 3 sumbu43

(sumber: MKJI,1997)2.2.18 Faktor PenyesuaianFaktor penyesuaian menurt MKJI, 1997 dibagi menjadi 5 yaitu : faktor penysuaian ukuran kota, faktor penyesuaian hambatan samping, faktor penyesuaian parkir, faktor penyesuaian belok kanan, dan faktor penyesuaian belok kanan.a) Faktor penyesuaian kota ditentukan sebagai fungsi dari ukuran kota.Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota

Penduduk Kota (Juta Jiwa)Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs)

> 3,01,05

1,0 - 3,01,00

0,5 - 1,00,94

0,1 - 0,50,83

< 0,10,84

(sumber: MKJI,1997)b) Faktor penyesuaian hambatan sampingTabel 2.8 Faktor Penyesuaian Hambatan SampingLingkungan JalanHambatan sampingTipe faseRasio kendaraan tak bermotor

0,00,050,100,150,20 0,25

KomersialTinggiTerlawan0,930,880,840,790,740,70

(COM)Terlindung0,930,910,880,870,850,81

SedangTerlawan0,940,890,850,800,750,71

Terlindung0,940,920,890,880,860,82

RendahTerlawan0,950,900,860,810,760,73

Terlindung0,950,930,900,890,870,83

PemukimanTinggiTerlawan0,960,910,860,810,780,72

(RES)Terlindung0,960,940,920,890,860,84

SedangTerlawan0,970,920,870,820,790,73

Terlindung0,970,950,930,900,870,85

RendahTerlawan0,980,930,880,830,800,74

Terlindung0,980,960,940,910,880,86

Akses terbatasTinggi/Sedang/RendahTerlawan1,000,950,900,850,800,75

(RA)Terlindung1,000,980,950,930,900,88

(sumber: MKJI,1997)c) Faktor penyesuaian parkir

Faktor penyesuaian prkir merupakan jarak dari garis henti sampai kendaraan yang diparkir pertama dan lebar pendekat dapat juga diterapkan untuk kasus-kasus dengan panjang lajur belok kiri terbatas.

Fp = [Lp/3 (WA 2) X (Lp/3 g) / WA] / g (2.9)

Lp= Jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m)

WA= Lebar pendekat (m)

G= Waktu hijau pada pendekat

d)Faktor penyesuaian belok kanan

Ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan (PRT)

F RT= 1,0 + P RT x 0,26 .(2.10)

Gambar 2.13 Faktor Penyesuaian Belok Kanane) Faktor penyesuaian belok kiri

Ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kiri (PLT)

F LT= 1,0 - P LT x 0,16 .(2.11)

Gambar 2. 14 Faktor Penyesuaian Belok Kiri

2.2.19 Arus Dan Komposisi Lalu LintasDalam lalu lintas di suatu perkotaan, terdapat juga nilai-nilai komposisi kendaraan yang normal tergantung ukuran kota tersebut. Berikut adalah tabel dari nilai normal untuk komposisi lalu lintas perkotaan berdasarkan jumlah penduduknya.Tabel 2.9 Nilai normal untuk komposisi lalu lintas

Nilai normal untuk komposisi lalu lintas

Ukuran kotaLV (%)HV (%)MC (%)

< 0,1 juta penduduk451145

0,1 - 0,5 juta penduduk451045

0,5 - 1,0 juta penduduk53938

1,0 - 3,0 juta penduduk60832

> 3,0 juta penduduk69724

(sumber: MKJI,1997)2.2.20 Kecepatan RencanaKecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan, yang memungkinkan kendaraan dapat ebrgerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu lintas lengang dan pengaruh samping jalan tidak berarti. Untuk perencanaan jalan antar kota, nilai kecepatan rencana ditetetapkan dengan berdasar pada klasifikasi dan medan jalan, sebagaimana disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.10 Kecepatan Rencana Berdasarkan Klasifikasi Jalan dan Medan Jalan

Fungsi JalanKecepatan Rencana (km/jam)

DatarBukitGunung

Arteri70-12060-8040-70

Kolektor60-9050-6030-50

Lokal40-7030-5020-30

(sumber: MKJI,1997)2.2.21Pengelompokan Jenis Kendaraan Menurut Karakteristik Kendaraan

Berdasarkan jenis kendaraan yang dilayani jalan raya, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 mengelompokkan jenis kendaraan dengan sistem kelas kendaraan sebagai berikut :

Kendaraan kelas I, yaitu kendaraan berukuran lebar 2.50 meter,

panjang 18 meter dan muatan sumbu terberat (MST) > 10 ton.

Kendaraan kelas II, yaitu kendaraan berukuran lebar 2.50 meter,

panjang 18 meter dan muatan sumbu terberat (MST) 10 ton.

Kendaraan kelas IIIA, yaitu kendaraan berukuran lebar 2.50 meter,

panjang 18 meter dan muatan sumbu terberat (MST) 8 ton.

Kendaraan kelas IIIB, yaitu kendaraan berukuran lebar 2.50 meter,

panjang 12 meter dan muatan sumbu terberat (MST) 8 ton.

Kendaraan kelas IIIC, yaitu kendaraan berukuran lebar 2.10 meter,

panjang 9 meter dan muatan sumbu terberat (MST) 8 ton.2.2.22 Keperluan Untuk Perbaikan Simpang

Untuk menganalisa kinerja suatu simpang dapat dilihat dari nilai derajat kejenuhannya. Berdasarkan MKJI,1997 apabila suatu simpang nilai derajat kejnuhannya lebih dari 0,85, maka simpang tersebut mendekati lewat jenuh, yang akan menyebabkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak. Untuk menambah kapasitas simpang dapat dipertimbangkan dengan melakukan beberapa langkah perbaikan apabila kondisi pada simpang yang ditinjau memungkinkan. Penambahan lebar pendekat

Jika mungkin untuk menambah lebar pendekat, pengaruh terbaik dari tindakan seperti ini akan diperoleh jika pelebaran dilakukan pada pendekat-pendekat dengan jumlah arus kendaraan yang tertinggi.

Perubahan fase sinyal

Jika ingin meningkatkan fase sinyal pada suatu simpang, maka akan membuat kapasitas simpang turun. Jika ingin menurunkan fase sinyal maka akan membuat kapasitas simpang naik, teteapi konflik akan bertambah.

Perubahan arus kendaraan

Jika ingin merubah arus kendaraan, maka perlu ditinjau terlebih dahul arah-arah mana saja yang mempunyai arus kendaraan paling padat saat jam puncak. Dengan begitu dapat dipikirkan rencana untuk merubah arus kendaraan pada arah yang tidak terlalu banyak arus kendaraannya.

Pelebaran lajur masuk

Jika ingin melakukan pelebaran lajur masuk, maka otomatis akan mengurangi lebar lajur belok kiri langsung. Di sini perlu dilihat arus lalu-lintas yang terpadat dari suatu pendekat. Apabila arus lurus dan belok kanan yang terpadat, maka bisa direncanakan untuk pelebaran lajur masuk.

2 m

2 m

13,8 m

2 m

0.9 m

2 m

10,4 m

8 m

2 m

2 m

15,6 m

_1406646687.unknown

_1393557687.unknown