2009ama.pdf

download 2009ama.pdf

of 214

description

2009877thgghhgf

Transcript of 2009ama.pdf

  • ANALISIS STRATEGI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PADA MASYARAKAT NELAYAN

    DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN MALUKU TENGGARA

    ABUL MATDOAN

    SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2009

  • SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

    ANALISIS STRATEGI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PADA MASYARAKAT NELAYAN DI WILAYAH PESISIR

    KABUPATEN MALUKU TENGGARA

    Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan

    sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara

    jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

    Bogor, Pebruari 2009

    Yang menyatakan,

    ABUL MATDOAN H 051 060 061

  • ABUL MATDOAN, The Analysis of Poverty Reduction Policy Strategy on Fisherman Community at Coastal Area of South

    East Maluku Regency.

    The analysis of poverty reduction policy strategy on fisherman community was aimed

    to formulate marine and resources management and utilization strategies that integrating

    sustainable approach to achieve economic growth, that useful as benchmark for operation

    and planning policy arrangement both for stakeholders and fisheries entrepreneur to reduce

    poverty that attached on fisherman community. The researchs methods are quantitative and

    qualitative. The quantitative approach are including: first, bio-economic analysis, that aimed

    to achieve optimal fish management resources, biologically and economically; second,

    fisheries utilize optimizing analysis, that consider possible benefit and loss on such

    aspects, including biology, economic, legal, social and political aspects. Furthermore,

    income analysis was conducted to study fisherman income level and regression analysis to

    determine factors that affect the income. Fisherman poverty level was analyzed to study

    degree of fisherman community living. Qualitative analysis was conducted using PRA and

    FGD approach to absorb existing problems in the fisherman community with criteria as

    follow: problems coverage, incidence frequency, and problem severity level. The offered

    poverty reduction strategies are including : (a) fishing facilities development program (b)

    program for infrastructure facilities provision that empower the community, (c) program to

    improve human resources by on job training and training, (d) social security program and

    partnership arrangement, (e) program to improve traditional fisherman access on capital

    and market, (f) political commitment from policy maker, evaluate and arrange local regulation

    concerning sustainable fisheries management and utilization and involving local fisherman in

    the resources planning and management.

    Keywords : Fisherman, poverty, policy strategy, marine and resources management

  • RINGKASAN

    ABUL MATDOAN. Analisis Strategi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan pada Masyarakat Nelayan di Wilayah Pesisir Kabupaten Maluku Tenggara. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan SAHAT M.H. SIMANJUNTAK sebagai Komisi Pembimbing.

    Maluku Tenggara dengan luas total wilayah sebesar 55.932 km2, dimana luas daratan 4.049 km2 atau 7%, dan luas lautan 51.883 km2 atau 93%. Luas wilayah sedemikian, menunjukan bahwa Kabupaten Maluku Tenggara sebagai kabupaten kepulauan memiliki sumber daya alam perikanan yang potensial untuk dikelola secara bekelanjutan. Namun sejauh ini aspek pengelolaan sumber daya perikanan belum berjalan efektif dan terkontrol. Nelayan umumnya berusaha untuk memperoleh hasil tangkapan sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan aspek keberlanjutan. Disisi lain dengan keterbatasan sumber daya manusia, modal serta rendahnya akses informasi dan penguasaan teknologi oleh masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumber daya alamnya menyebabkan mereka hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu pembangunan harus dilaksanakan secara terintegrasi dalam semua aspek dan dapat mengoptimalkan sumber daya alam lokal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, serta dapat mengurangi tingkat kerentanan masyarakat miskin. Analisis strategi kebijakan penanggulangan kemiskinan pada masyarakat nelayan dimaksudkan untuk menyusun strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang mengintegrasikan pendekatan kelestarian untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, yang dapat digunakan sebagai acuan penyusunan kebijakan operasional dan perencanaan bagi para stakeholders dan pelaku usaha di bidang kelautan dan perikanan dalam pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan. Tujuan dari penelitian ini untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan diatas, yaitu : (1) mengetahui bagaimana model pemanfaatan dan pengelolaan potensi sumber daya perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara. (2) mengetahui tingkat pendapatan per kapita masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. (4) menganalisis hubungan tingkat kemiskinan masyarakat nelayan dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap. (5) menganalisis strategi kebijakan dan bentuk program bidang perikanan untuk pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan yang telah dijalankan di Kabupaten Maluku Tenggara.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini mencakup metode kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah : pertama, analisis bioekonomi dengan tujuan pengelolaan sumber daya ikan yang optimal secara biologi dan ekonomi, yang berbasis pada analisis sistim pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dalam konteks pengelolaan sumber daya yang dapat pulih, kedua, adalah analisis optimasi pemanfaatan perikanan dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk mempertimbangkan segala keuntungan dan kerugian pada aspek biologi, ekonomi, hukum (legal), sosial dan politik. Dari analisis optimasi dilanjutkan dengan analisis pertumbuhan untuk mengetahui daya dukung sumber daya yang tersedia. Selanjutnya dilakukan analisis pendapatan untuk mengetahui tingkat pendapatan nelayan dan analisis regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan. Kemudian dilakukan analisis tingkat kemiskinan nelayan untuk mengetahui derajat kehidupan masyarakat nelayan, dengan analisis yang digunakan yaitu : (a) the poverty headcount index atau the incidence of poverty untuk menggambarkan persentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita dibawah

  • garis kemiskinan. (b) the poverty gap index atau the dept of poverty adalah kedalaman kemiskinan di suatu wilayah yang merupakan perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis kemiskinan tersebut. (c) the severity of poverty menunjukan kepelikan kemiskinan di suatu wilayah. Indikator ini memperhitungkan jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan dan ketimpangan di antara orang miskin . Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan pendekatan PRA dan FGD untuk menyerap permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat nelayan dengan kriteria sebagai berikut : luas cakupan masalah, frekwensi kejadian, tingkat keparahan masalah. Dan selanjutnya membuat prioritas permasalahan dan strategi kebijakan untuk menyusun strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan untuk menjawab permasalahan kemiskinan yang terjadi pada masyarakat nelayan.

    Strategi kebijakan yang telah dilakukan oleh instansi terkait dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat nelayan yaitu, (a) program bantuan sarana prasarana penangkapan ikan (speed boat, mesin tempel, jaring, alat pancing, cool box, fish fender, GPS), (b) pelatihan budidaya ikan, dan rumput laut, (c) pendampingan usaha perikanan, (d) magang nelayan dan pembudidaya ikan (e) penyuluhan tentang dampak penggunaan bahan peledak dan zat nimia terhadap ekosistim pantai. Program bantuan yang telah dijalankan tersebut belum berdampak nyata terhadap pengentasan kemiskinan nelayan. Strategi yang dilakukan oleh nelayan untuk meningkatkan taraf hidup mereka adalah (a) adanya innovasi alat tangkap baru seperti rumpon dan jaring bobo, (b) nelayan berusaha mendatangkan pengusaha/pembeli hasil ikan dari luar daerah, (c) adanya pengawasan masyarakat desa terhadap wilayah lautnya agar tidak terjadi pencurian ikan, (d) nelayan berusaha untuk membeli sarana-prasarana penangkapan ikan secara pribadi. Hasil analisis menunjukan bahwa potensi perikanan tangkap di Maluku Tenggara sangat besar namun belum dikelola dan dimanfaatkan secara baik sehingga potensi yang besar tersebut belum memberikan nilai tambah bagi pendapatan masyarakat nelayan. Hasil penelitian menunjukan bahwa telah terjadi over fishing pada wilayah pesisir, karena sarana prasarana penangkapan ikan nelayan lokal masih tradisional dan terbatas ukurannya, sehingga nelayan melaut pada wilayah terbatas dan menyebabkan tingkat pendapatan nelayan rendah. Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa sebagian besar nelayan masih hidup dibawah garis kemiskinan, yaitu dibawah US$1-US$2 per kapita per hari.

    Strategi penanggulangan kemiskinan yang ditawarkan dalam penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan pada wilayah pesisir Maluku Tenggara adalah : (a) program pengembangan sarana prasarana penangkapan ikan, (b) program penyediaan prasarana infrastruktur yang dalam pemberdayaan masyarakat, (c) program peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) nelayan melalui magang dan pelatihan, (d) program perlindungan sosial dan penataan kemitraan, (e) program peningkatan akses nelayan tradisonal terhadap modal dan pasar (f) Menyatukan komitmen politik dari para penentu kebijakan, mengkaji dan menyusun peraturan daerah (Perda) tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan secara berkelanjutan, dan melibatkan masyarakat nelayan lokal dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya perikanan. (g) pemerintah daerah harus dapat menghilangkan rent sikking (korupsi) dengan cara : (1) peningkatan insentif pegawai terutama pelaksana program, (2) peningkatan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksana program, (3) penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku rent sikking.

  • @ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

    1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

    karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

    b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

    tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

  • ANALISIS STRATEGI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PADA MASYARAKAT NELAYAN

    DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN MALUKU TENGGARA

    ABUL MATDOAN

    Tesis

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magster Sains pada

    Departemen Ekonomi dan Manajemen

    SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2009

  • Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS

  • Judul Tesis : Analisis Strategi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan pada Masyarakat Nelayan di Wilayah Pesisir Kabupaten Maluku Tenggara.

    Nama Mahasiswa : Abul Matdoan NRP. : H051 060 061 Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

    Perdesaan

    Menyetujui,

    1. Komisi Pembimbing

    Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M. Sc Ir. Sahat M. H. Simanjuntak, M. Sc Ketua Anggota

    Mengetahui,

    2. Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 02 Pebruari 2009 Tanggal Lulus :

  • KATA PENGANTAR

    Bismillaahirrohmaanirrohiim.

    Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan

    rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan

    judul Analisis Strategi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan pada Masyarakat

    Nelayan di Wilayah Pesisir Kabupaten Maluku Tenggara. Tesis ini merupakan tugas

    akhir pendidikan magister sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

    Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimah kasih yang tak terhingga

    kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Akhamad Fauzi, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing

    dan Bapak Ir. Sahat M. H. Simanjuntak, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing,

    yang dengan segala kesibukannya tetapi selalu menyempatkan waktu untuk membimbing,

    mengarahkan dan memotivasi penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

    Kepada Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bapak Prof. Dr. Ir.

    Khairil Anwar Notodiputro, MS dan Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan

    Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS, penulis

    menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga atas kesediaanya menerima penulis

    untuk mengikuti pendidikan magister serta segala bantuan dan kesempatan yang

    diberikan selama mengikuti pendidikan. Demikian juga penulis menyampaikan rasa

    terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada para Dosen PS. PWD dan Dosen Program

    Studi lainnya atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis, serta bimbingan,

    arahan dan modal sosial yang terjalain selama penulis mengikuti pendidikan di IPB.

    Terimah kasih yang sama saya sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS

    yang telah bersedia menjadi penguji pada saat ujian tesis.

    Kepada Pimpinan Yayasan Darur Rachman kanda Matdoan Mahmud (almarhum),

    Ketua STIA Darur Rachman kanda Drs A. Muuti Matdoan, kanda Usman Matdoan, S.Sos

    beserta staf Dosen,. Pimpinan Kopertis Wilayah XII Maluku, Maluku Utara, dan Papua,

    Bapak Drs Salim Tuharea, M. Si (almarhum), yang telah membantu penulis sehingga

    dapat melanjutkan pendidikan S2 di IPB Bogor. Kepada DIRJEN DIKTI yang telah

  • memberikan beasiswa kepada penulis untuk mengikuti program magister pada Institut

    Pertanian Bogor (IPB) penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga.

    Terima kasih penulis haturkan kepada Pemerintah Daerah Kabupeten Maluku

    Tenggara beserta semua dinas instansi yang telah membantu penulis selama penelitian.

    Dan kepada Kepala Desa Sungai, Kepala Desa Ngafan, Kepala Desa Lebetawi, Kepala

    Desa Dullah Laut, Kepala Desa Mastur Baru, Kepala Dusun Denwet, Kepala Dusun

    Selayar, Ketua RT Satheyan, beserta seluruh masyarakat desa dan nelayan yang dengan

    ihlas memberikan bantuan dan pelayanan selama penulis melakukan penelitian lapangan.

    Kepada kedua Orang Tua tercinta ayah handa Haji Muhammad Nur Matdoan

    (almarhum) dan ibunda Fatma Matdoan, yang dengan susah payah membesarkan,

    mendidik, dan mengurus penulis hingga saat ini dan kepada seluruh Kakak, Adik,

    Ponakan, Paman, Bibi, serta seluruh keluarga besar penulis, atas jerih payahnya yang

    diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan rasa terima kasih yang tak

    terhingga kepada semuanya.

    Sahabat-sahabatku Subhan, Erenda, Fuad, Burhan, Nasrun, Riki, dll, yang banyak

    sekali membantu penulis selama ini, dan kepada teman-teman seperjuangan PWD 06 :

    caca Suriana, mba Novi, mba Rika, neng Ane, mba Lina, bung Weren, mas Galu, Ode

    Samsul, pa Maman, pace Nelson, dengan kebersamaan dan kekompakan yang terjalin

    selama studi di IPB, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, dan kepada

    teman-teman PWD seluruhnya dan semua pihak yang tak sempat disebutkan namanya

    satu per satu, yang telah membantu penyelesaian penulisan tesis ini, penulis sampaikan

    banyak terima kasih.

    Tesis ini jauh dari kesempurnaan sehingga segala saran dan kritik sangat

    diharapkan.

    Bogor, Pebruari 2009

    PENULIS

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juli 1973 di Desa Sungai Kecamatan Kei

    Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara, sebagai anak bungsu dari 9 (sembilan)

    orang bersaudara. Orang Tua : Ayah bernama Haji Muhammad Nur Matdoan (almarhum)

    dan Ibu bernama Fatma Matdoan.

    Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada STIA Darur Rachman, Kabupaten

    Maluku Tenggara sejak tahun 2005. Sebelum bekerja penulis aktif pada LSM dan OKP

    (Organisasi Kepemudaan).

    Pendidikan SD hingga SLTA berlansung di Tual Kabupaten Maluku Tenggara.

    Pendidikan Sarjana di tempuh pada Program Studi Konservasi Sumber Daya Hutan,

    Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon, pada tahun 1992

    dan Lulus pada tahun 2001. Tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan

    pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan,

    Institut Pertanian Bogor. Biaya pendidikan diperoleh dari Beasiswa BPPS DIKTI.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv

    DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii

    I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1

    1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 5

    1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 11

    1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 11

    II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 12

    2.1. Analisa Kebijakan............................................................................. 12

    2.2. Kemiskinan Nelayan ........................................................................ 13

    2.3. Kondisi Rumah Tangga Nelayan.. .................................................... 19

    2.4. Kemiskinan dan Problematika Masyarakat Pesisir di Indonesia...... 20

    2.5. Mengukur Penyebab dan Indikator Kemiskinan............................... 25

    2.6. Strategi Penanggulangan Kemiskinan........ ...................................... 28

    2.7. Perilaku Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Perikanan Tangkap.. 31

    2.8. Pengembangan Perikanan Wilayah Pesisir ....................................... 34

    2.9. Potensi Sumber Daya Alam Pesisir .................................................. 36

    2.10. Hasil Penelitian Sebelumnya .......................................................... 37

    III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ................................... 44

    3.1. Kerangka Pemikiran.......................................................................... 44

    3.2. Hipotesis ........................................................................................... 45

    IV. METODELOGI PENELITIAN............................................................. 47

    4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 47

    4.2. Metode Pengumpulan dan Jenis Data .............................................. 48

    4.3. Analisis Data..................................................................................... 50

    4.3.1. Analisis Bioekonomi................................................................ 50

  • 4.3.2. Standarisasi Alat Tangkap ....................................................... 52

    4.3.3. Analisis Tingkat Optimasi Pemanfaatan Sumber Daya Ikan... 53

    4.3.4. Standarisasi Biaya.................................................................... 55

    4.3.5. Analisis Tingkat Pendapatan Nelayan .................................... 56

    4.3.6. Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

    Nelayan .................................................................................... 58

    4.3.7. Analisis Tingkat Kemiskinan................................................... 60

    4.3.8. Analisis Strategi Kebijakan dan Perancangan Program. ......... 63

    V. KEADAAN UMUM WIAYAH PENELITIAN..................................... 66

    5.1. Geografi dan Administrasi Pemerintahan......................................... 66

    5.2. Kondisi Fisik Pesisir dan Laut ............ ............................................ 67

    5.2.1. Iklim............................................................................................... 67

    5.2.2. Sumber Air Minum .......................................................................... 70

    5.2.3. Suhu dan Salinitas Perairan........ ................................................... 70

    5.2.4. Arus, Gelombang dan Keadaan Air Laut....................................... 71

    5.2.5. Luas Perairan .. .............................................................................. 72

    5.2.6. Luas Ekosisitim Mangrove, Lamun dan Karang ........................... 73

    5.3. Kependudukan dan Lapangan Usaha................................................ 74

    5.4. Tenaga Kerja dan Struktur Mata Pencaharian Penduduk ................. 75

    5.5. Pendidikan dan Kesehatan Penduduk.. ............................................. 76

    5.6. Ekonomi dan Sumber Daya Alam .................................................... 79

    5.7. Sosial Budaya dan Politik ................................................................. 88

    5.8. Permukiman, Sarana dan Prasarana.................................................. 93

    VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 99

    6.1. Keragaan Perikanan Tangkap .......................................................... 99

    6.1.1. Potensi Sumber Daya Ikan ............................................. 99

    6.1.2. Armada Penangkapan .................................................................... 105

    6.1.3. Jenis Alat Tangkap ......................................................................... 106

    6.1.4. Nelayan, RTN, Kelompok Nelayan .............................................. 108

    6.2. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Tangkap ................................ 109

    6.2.1. Standarisasi Unit Upaya................................................................. 109

    6.2.2. Aspek Biologi Pemanfaatan SD Perikanan Tangkap..................... 110

  • 6.2.3. Optimasi Pemanfaatan SD Perikanan Tangkap ............................. 113

    6.2.4. Model Pengelolaan Perikanan Tangkap......................................... 118

    6.3. Analisis Pendapatan .......................................................................... 124

    6.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan .............................. 126

    6.5. Analisis Kemiskinan ........................................................................ 137

    6.5.1. Tingkat Kesehatan ........................................................................ 137

    6.5.2. Tingkat Pendidikan ....................................................................... 139

    6.5.3. Tenaga Kerja.................................................................................. 141

    6.5.4. Mortalitas dan Fertalitas .. ............................................................ 142

    6.5.5. Perumahan dan Permukiman ......................................................... 143

    6.5.6. Penerimaan Nelayan ...................................................................... 144

    6.5.7. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga.. ....................................... 146

    6.5.8. Peta Kemiskinan di Maluku Tenggara........................................... 148

    6.6. Dampak Sosial Ekonomi Usaha Perikanan Skala Industri ............. 148

    6.7. Analisis PRA dan FGD .................................................................... 150

    6.7.1. Identifikasi Permasalahan Nelayan Lokal .................................... 150

    6.7.2. Prioritas Permasalahan................................................................... 152

    6.7.3. Pembahasan Permasalahan Nelayan .. .......................................... 154

    6.7.4. Diskusi Kelompok Terarah ............................................................ 164

    6.8. Strategi Kebijakan.......................................................................... 169

    6.8.1. Strategi Kebijakan Pemerintah Daerah.......................................... 169

    6.8.2. Strategi Kebijakan Nelayan ........................................................... 174

    6.9. Keterkaitan Analisis dalam Penelitian ............................................. 177

    VII. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 182

    A. Kesimpulan ......................................................................................... 182

    B. Saran ................................................................................................... 183

    V. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 186

    DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... 189

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Hasil Penangkapan Ikan/ Non Ikan Menurut Kecamatan .......... 08

    Tabel 2. Kriteria dan Garis Kemiskinan .................................................. 24

    Tabel 3. Hubungan antara Tujuan, Data, Sumber, Metode Analisis ........ 49

    Tabel 4. Jumlah Kecamatan, Desa, Kelurahan, Dusun dan Luas Daratan

    Menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara 67

    Tabel 5. Luas Perairan di Kabupaten Maluku Tenggara .. 73

    Tabel 6. Luas Ekosistim di Kabupaten Maluku Tenggara ... 74

    Tabel 7. Data Jumlah Penduduk, Sex Ratio dan Kepadatan Penduduk

    Menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara 75

    Tabel 8. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

    Lapangan Usaha di Kabupaten Maluku Tenggara Thn 2007 75

    Tabel 9. Jumlah Kelulusan Murid Berdasarkan Jenjang Pendidikan di

    Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2006/2007............... 76

    Tabel 10. PDRB Berdasarkan Harga Konstan dan Harga Beraku 80

    Tabel 11. PDRB Kabupaten Maluku Tenggara Menurut Lapangan Usaha

    Utama di Kabupaten Maluku Tenggara ................ 81

    Tabel 12. Persentase Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan dan

    Harga Berlaku .......................................................... 82

    Tabel 13. Simpanan Pada Bank Pemerintah & Bank Swasta

    Tahun 2006 .......................................................................... 83

    Tabel 14. Perkembangan KUD & Koperasi di Maluku Tenggara ........ 84

    Tabel 15. Potensi Perikanan serta Jumlah Tangkapan yang dibolehkan di

  • Laut Banda dan Laut Arafura ................................................ 100

    Tabel 16. Produksi Perikanan Tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara

    Tahun 1996/2008 ............................................................... 103

    Tabel 17. Produksi Hasil Perikanan Tangkap Menurut Jenis di Kabupaten

    Maluku Tenggara Tahun 1996/2007 ................................. 104

    Tabel 18. Jumlah Armada Penangkapan Ikan di Kabupaten Maluku

    Tenggara Tahun 1996/2007 ............................................. 105

    Tabel 19. Jumlah Alat Penangkapan Ikan, Trip di Kabupaten Maluku

    Tenggara Tahun 1996/2007 ............................................. 106

    Tabel 20. Perkembangan Rumah Tangga Perikanan (RTP), Kelompok

    Nelayan, dan Jumlah Unit Alat Tangkap di Kabupaten Maluku

    Tenggara Tahun 1996/200 ................................................ 108

    Tabel 21. Standarisasi Alat Tangkap pada Nelayan Mesin dan Nelayan

    Tanpa Mesin di Maluku Tenggara Tahun 1997-2008 ................ 111

    Tabel 22. Hasil Analisis Parameter r, q, K, Emsy, hMSY, Over Fishing dll.

    pada Nelayan Pakai Mesin Tahun 1997-2008 ............................ 114

    Tabel 23. Optimasi Bioekonomi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan

    pada Nelayan Mesin di Maluku Tenggara Tahun 1997-2008 .... 115

    Tabel 24. Hasil Analisis Parameter r, q, K, Emsy, hMSY, Over Fishing dll.

    pada Nelayan Tanpa Mesin Tahun 1997-2008 ........................... 116

    Tabel 25. Optimasi Bioekonomi Pemenfaatan Sumber Daya Perikanan pada

    Nelayan Tanpa Mesin di Maluku Tenggara Tahun 1997-2008 ...... 117

    Tabel 26. Kondisi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Tangkap oleh

    Nelayan Menggunakan Mesin ................................................... 120

    Tabel 27. Kondisi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Tangkap Oleh

    Nelayan Tanpa Mesin ................................................................. 124

    Tabel 28. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

    Pendapatan Nelayan Bermesin ................................................... 126

  • Tabel 29. Hasil Analisis Of Farian pada Nelayan Bermesin ..................... 126

    Tabel 30. Hasil Analisis Partial Variabel yang Mempengaruhi

    Pendapatan Nelayan Bermesin ................................................... 127

    Tabel 31. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

    Pendapatan Nelayan Tanpa Mesin.............................................. 130

    Tabel 32. Hasil Analisis Of Farian pada Nelayan Tanpa Mesin ................ 130

    Tabel 33. Hasil Analisis Partial Variabel yang Mempengaruhi

    Pendapatan Nelayan Tanpa Mesin.............................................. 131

    Tabel 34. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

    Pendapatan Nelayan .................................................................. 133

    Tabel 35. Hasil Analisis Of Farian ............................................................ 134

    Tabel 36. Hasil Analisis Partial Variabel yang Mempengaruhi

    Pendapatan Nelayan Tanpa Mesin.............................................. 135

    Tabel 37. Jumlah Gedung Sekolah dan Daya Tampung Sekolah .............. 140

    Tabel 38. Jumlah Kelulusan Murid Berdasaran Jenjang Pendidikan di

    Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2006/2007 ........................ 140

    Tabel 39. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

    Lapangan Usaha Utama di Maluku Tenggara Tahun 2007 ....... 142

    Tabel 40. Persentase Pendapatan Nelayan................................................. 145

    Tabel 41. Tingkat Pengeluaran Nelayan..................................................... 146

    Tabel 42. Prioritas Masalah yang Dihadapi Nelayan di Kabupaten Maluku

    Tenggara ..................................................................................... 153

    Tabel 43. Matriks strategi Penanggulangan Kemiskinan ........................... 178

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Kerangka Pikir Analisis Kebijakan ........................................ 46

    Gambar 2. Peta Wilayah Propinsi Maluku ............................................... 47

    Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian di Maluku Tenggara ........................... 48

    Gambar 4. Variasi Arah dan Kecepatan Angin 1999-2003 . ................... 70

    Gambar 5. PDRB Menurut Harga Konstan & Harga Berlaku ............... 80

    Gambar 6. Simpanan pada Bank Pemerintah & Swasta Thn 2006 .......... 83

    Gambar 7. Produksi Hasil Perikanan Tangkap Thn 1996-2007 . ........... 103

    Gambar 8. Jumlah Armada Penangkapan Ikan 1996-2007. .................... 106

    Gambar 9. Jumlah Alat Penangkapan Ikan, Trip Thn 1996 - 2007 ....... 107

    Gambar 10. Perkembangan Rumah Tangga Perikanan ........................... 109

    Gambar 11. Standarisasi Alat Tangkap Nelayan Mesin dan Nelayan

    Tanpa Mesin di Maluku Tenggara ........................................ 112

    Gambar 12. Perbandingan Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan

    pada Nelayan Menggunakan Mesin ........................................ 115

    Gambar 13. Perbandingan Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan

    pada Nelayan Tanpa Mesin di Maluku Tenggara .................... 117

    Gambar 14. Kurva Pertumbuhan Logistik pada Nelayan Bermesin........... 119

    Gambar 15. Kurva Produksi Lestari - Upaya pada nelayan Bermesin ...... 119

    Gambar 16. Kurva Produksi Optimum pada Nelayan Bermesin ................ 119

    Gambar 17. Kurva Pertumbuhan Logistik pada Nelayan Tanpa Mesin ..... 122

    Gambar 18. Kurva Produksi Lestari - Upaya pada nelayan Tanpa Mesin.. 122

    Gambar 19. Kurva Produksi Optimum pada Nelayan Tanpa Mesin .......... 123

    Gambar 20. Persentase pendapatan nelayan di Maluku Tenggara. ............. 122

    Gambar 21. Tingkat pengeluaran nelayan di Maluku Tenggara ................. 123

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Catch, Effort, dan CPUE Nelayan Bermesin di Kabupaten Maluku Tenggara dari Tahun 1997-2008 190 .................. 189

    Lampiran 2. Catch, Effort, dan CPUE Nelayan Tanpa Mesin Tahun 1997-2008 ............................................................. 190

    Lampiran 3. Regresi nelayan menggunakan mesin 192 ...................... 191

    Lampiran 4. Nelayan tanpa mesin ........................................................ 192

    Lampiran 5. Analisis optimasi sumber daya perikanan tangkap pada

    nelayan mesin Tahun 19972008 ........................................ 193

    Lampiran 6. Analisis optimasi sumber daya perikanan tangkap pada

    nelayan tanpa mesin Tahun 19972008 ............................ 198

    Lampiran 7. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

    nelayan bermesin Tahun 19972008 ................................. 202

    Lampiran 8. Hasil analisis of varians pada nelayan bermesin . ................ 202

    Lampiran 9 . Analisis partial variabel yang mempengaruhi pendapatan

    nelayan bermesin Tahun 19972008 ............................. 202

    Lampiran 10 . Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

    nelayan tanpa mesin Tahun 19972008 .......................... 202

    Lampiran 11. Hasil analisis of varians pada nelayan tanpa mesin ............. 202

    Lampiran 12 . Analisis partial variabel yang mempengaruhi pendapatan

    nelayan tanpa mesin Tahun 19972008 .......................... 202

    Lampiran 13 . Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

    (gabungan nelayan mesin dan tanpa mesin) ................. 203

    Lampiran 14 . Analisis of varian yang mempengaruhi pendapatan

    (gabungan nelayan mesin dan tanpa mesin) ............. 203

    Lampiran 15 . Analisis partial variabel yang mempengaruhi pendapatan

    (gabungan nelayan mesin dan tanpa mesin) ................. 203

    DAFTAR PUSTAKA

  • Abubakar, M. 2004. Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Tangkap Kota Ternate. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

    Adisasmita, R. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

    Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. P4W .Bogor.

    Arianto. 2003. Program Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

    Badan Pusat Statistik Kabupaten Maluku Tenggara. 2007. Kabupaten Maluku Tenggara dalam Angka.

    Basri, Y.Z. 2007. Bunga Rampai Pembangunan Ekonomi Pesisir. Universitas Trisakti. Jakarta.

    Buku Maluku Tenggara Dalam Angka (2007). BAPPEDA dan BPS Kabupaten Maluku Tenggara. Tual.

    Chambers, R. 19888. Pembangunan Desa Mulai dari Beakang. LP3ES, Jakarta.

    Chamsyah, B. 2006. Teologi Penaggulangan Kemiskinan. RMBOOKS. Jakarta.

    Chamsyah, B. 2006. Reinventing Departemen Sosial; Dalam Konteks Pembangunan Sosial Indonesia. RMBOOKS. Jakarta.

    Dahuri, R. 1998. Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Indonesia. PKSPL. IPB.

    Dahuri, R. Dkk. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

    Dinas Kelautan dan Perikanan (2007) Evaluasi Pengeolaan dan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Perikanan di Perairan Kabupaten Maluku Tenggara dengan Berbagai Prospek Pengembangan dan Permasalahannya. (Makalah). Disampaikan dalam rangka peaksanaan FKPPS Tingkat Propinsi (2007). Ambon.

    Dinas Sosial (2007) Angka Kemiskinan. Kabupaten Maluku Tenggara.

    Dunn, W. N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. PT. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

    Dwidjowijoto, R. N. 2004. Kebijakan Publik. Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. PT. Gramedia, Jakarta.

    Dwidjowijoto, R. N. 2007. Analisis Kebijakan. PT. Gramedia, Jakarta.

  • Faradiba. 2006. Analisis Pengelolaan Perikanan Tangkap Secara Optimal Dalam Upaya Mendukung Pembangunan Berkelanjutan. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

    Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan Apikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Isu, Sintesis, dan Gagasan. PT. Grafika Mardiyuana. Bogor.

    Gustiar, Ch. 2005. Analisis Kelembagaan dan Peranannya Dalam Penataan Ruang Di Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwangi. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

    Heleosi, S. 2006. Kajian Lingkungan Strategik Kebijakan Pembangunan Daerah. Studi Kasus Kebijakan Pembangunan Sektor Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2001-2005. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

    Imron, M. 2003. Kemiskinan dalam Masyarakat Nelayan, dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol. V No. 1/2003. Jakarta, Pusat Peneitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI. Hal 63-82.

    IPB. 2008. Pokok Pikiran IPB: Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Untuk Kesejahteraan Rakyat Disampaikan Dalam Rangka Memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bogor.

    Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press.

    Kurniawan, I. 2007. Kajian Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (Co-Fish Project) dan Dampaknya Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Bangkalis. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

    Lopulalan, Y. 2003. Analisis Ekonomi Kelembagaan Kemitraan Dalam Pemberdayaan Nelayan di Pulau Saparua. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

    Muhajar. 2005. Kendala Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Pulau-Pulau Kecil Oleh Nelayan Pancing Ulur di Kepulauan Wangi-Wangi. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

    Muhamad, S. 2002. Ekonomi Rumahtangga Nelayan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Jawa Timur; Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. (Desertasi). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Nugroho, H. 1995. Kemiskinan, Ketimpangan, dan Pemberdayaan, daam Awan Setya Dewanta, dkk, (ed): Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Yogyakarta, Aditya Media. Hal 31.

  • Nurfiarini, A. 2003. Kajian Budidaya Perikanan Pesisir dan Pengaruhnya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Teluk Saleh Kabupaten Dompu. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

    Pancasasti, R. 2008. Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga dan Peluang Kemiskinan Nelayan Tradisional. (Tesis). Sekoah Pascasarjana, IPB. Bogor.

    Riswandi. 2006. Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

    Rustiadi, E. dkk. 2007. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Institut Pertanian Bogor.

    Rustiadi, E. dkk. 2007. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Institut Pertanian Bogor.

    RPJM. 2007. Kabupaten Maluku Tenggara.

    Saefulhakim, HRS. 1993. Model Pemetaan Potensi Ekonomi Untuk Perumusan Kebijakan Pembangunan Daerah. Konsep, Metode, Aplikasi, dan Teknik Komputasi. CORDIA (Community and Regional Development Institue of Aqwati). Bogor.

    Saaty, TL. 2008. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

    Sinaga, M. B. 2006. Metode Pengumpulan Data. Diktat Bahan Kuliah. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.

    Subri, M. 2007. Ekonomi Kelautan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

    Suharto, E. 2003. Paradigma Baru Studi Kemiskinan. http://www.immugm.org/public html article php?story=2003091119480.

    Tangkilisan, HNS. 2005. Kebijakan Publik Asli Indonesia. Fakultas Ekonomi UGM. IPB. Yogyakarta.

    Unpatti dan DKP Propinsi Maluku. 2004. Rencana Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Kabupaten Maluku Tenggara

    Widodo J. Dkk. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gaja Mada University Press. Yogyakarta.

    Wright Ch.S. 1990. Institute Fisheries Analisis. Discussion Paper Series. Simon Fraser University. Burnaby, B.C. Canada.

  • I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

    Indonesia dihadapkan pada masalah kemiskinan yang tinggi. Pada tahun 2006,

    39,05 juta orang atau 18 persen dari seluruh penduduk Indonesia masih termasuk katagori

    miskin (BPS, 2006). Angka ini rentan dengan perubahan terutama yang disebabkan oleh

    krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM atau bahan makanan pokok. Pada tahun 1998,

    ketika mulai krisis ekonomi, angka kemiskinan meningkat dari 11,3 persen pada tahun

    1996 menjadi 24,2 persen pada tahun 1998 (BPS, 1998). Hal ini mengindikasikan bahwa

    tahun 2008 angka kemiskinan Indonesia akan meningkat tajam seiring dengan kenaikan

    BBM, kenaikan harga CPO dan penurunan inflasi yang tidak disertai pertumbuhan di

    sektor real (IPB, 2008).

    Penduduk miskin Indonesia 63,41 persen diantaranya tinggal di perdesaan (BPS,

    2006). Ini berarti, jika pembangunan pedesaan mampu menghapuskan angka kemiskinan

    penduduk desa, maka penduduk miskin akan berkurang sebanyak 63,41 persen atau

    25.046.950 orang. Kondisi yang sama terjadi di desa-desa pesisir. Wilayah desa pesisir

    meliputi 8.090 buah desa dan menampung 16.420.000 jiwa penduduk yang 32,14 persen

    diantaranya termasuk katagori penduduk miskin (DKP, 2007 dalam IPB, 2008).

    Berdasarkan hal tersebut diatas maka krisis multi dimensi yang terjadi sejak tahun

    1998 hingga sekarang dapat berdampak terhadap meningkatnya angka kemiskinan dan

    jumlah pengangguran, sehingga berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah untuk

    dapat mengatasi krisis tersebut. Alternatif penanganannya adalah dengan pengelolaan

    dan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia secara optimal, guna peningkatan

    perekonomian, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan serta peningkatan

    kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat.

    Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang

    memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam

    penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa dan penyediaan lapangan kerja. Pada

    saat krisis ekonomi, peranan sektor perikanan sangat signifikan, terutama dalam hal

    mendatangkan devisa. Akan tetapi ironisnya, sektor perikanan selama ini belum

    mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan kalangan pengusaha, padahal bila

    sektor perikanan dikelolah secara serius akan memberikan kontribusi yang lebih besar

  • terhadap pembangunan ekonomi nasional dan dapat mengentaskan kemiskinan

    masyarakat Indonesia terutama masyarakat nelayan dan petani ikan (Subri, 2007).

    Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km

    dan memiliki 17.508 buah pulau serta dua pertiga dari luas wilayahnya berupa laut.

    Indonesia memiliki potensi perikanan yang besar. Potensi ikan lestarinya paling tidak ada

    sekitar 6,17 juta ton per tahun, terdiri atas 4,07 juta ton di perairan nusantara yang hanya

    38 persennya dimanfaatkan dan 2,1 juta ton per tahun berada di perairan Zona Ekonomi

    Eklusif (ZEE). Potensi ini pemanfaatannya juga baru 20 persen (Dahuri, 2002).

    Perikanan, seperti halnya sektor ekonomi lainnya, merupakan salah satu aktivitas

    yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai salah satu

    sumber daya alam yang bersifat dapat diperbaharui (renevable), pengelolaan sumber daya

    ini memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati (Fauzi, 2005).

    Kekayaan alam laut Indonesia sangat beragam dan tersebar pada sebagian besar

    lautan nusantara dan tiap wilayah dengan berbagai macam potensinya, terdiri atas

    berbagai jenis hasil laut seperti : ikan, cumi, lobster, udang, kepiting, penyu, rumput laut,

    siput, mutiara, lola, teripang, dan hasil ikutan lainnya, semuanya itu bila dikelolah dan

    dimanfaatkan secara optimal dengan mempertimbangkan aspek kelestarian maka dapat

    meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat pesisir dan nelayan.

    Maluku Tenggara dengan luas total wilayah 55.932 km2, dimana luas daratan

    4.049 km2 atau 7%, dan luas lautan 51.883 km2 atau 93%. Dengan luas wilayah

    sedemikian maka dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa Kabupaten Maluku

    Tenggara sebagai kabupaten kepulauan memiliki sumber daya alam perikanan yang

    potensial untuk dikelolah secara bekelanjutan. Namun sejauh ini aspek pengelolaan

    sumber daya perikanan belum berjalan efektif dan terkontrol. Nelayan umumnya

    berusaha untuk memperoleh hasil tangkapan sebanyak-banyaknya tanpa

    memperhitungkan aspek keberlanjutan.

    Karena sifatnya yang open access maka sumber daya perikanan dapat diakses

    oleh masyarakat umum secara bebas tanpa batas waktu dan aturan yang jelas, sehingga

    sebagai nelayan lokal yang mempunyai peralatan tangkap secara tradisional, tetap kalah

    bersaing dalam memperoleh hasil tangkapan ikan dengan nelayan luar yang memiliki

    sarana prasarana penangkapan modern. Penangkapan dengan kapal modern tersebut dapat

  • mengakibatkan terjadinya over fishing yang berdampak terhadap kemerosotan stok

    sumber daya perikanan, serta dapat berdampak terhadap kerusakan lingkungan.

    Dengan demikian maka dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya

    perikanan tangkap yang tersedia perlu mempertimbangkan aspek keseimbangan

    lingkungan, sosial, dan ekonomi, sehingga sumber daya perikanan tetap lestari. Oleh

    karena itu perlu adanya kebijakan yang mengontrol penggunaan sumberdaya sehingga

    terhindar dari kelangkaan sumberdaya dan kerusakan ekosistim laut. Yang dapat

    berakibat terhadap kutukan sumber daya alam, yakni suatu fenomena dimana wilayah

    dengan sumber daya alam yang melimpah justru mengalami pertumbuhan yang lamban

    yang pada akhirnya menyebabkan penduduknya hidup dalam kemiskinan (Fauzi, 2005).

    Apabila sumberdaya alam tidak dikelola secara berkelanjutan maka akan

    berdampak terhadap kelangkaan sumberdaya dan lambat laun akan berdampak terhadap

    penurunan tingkat kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat, yang mengarah kepada

    tingkat kemiskinan masyarakat. Hal ini disebabkan karena sumber daya alam sangat

    penting bagi pemenuhan kebutuhan pokok setiap orang.

    Fauzi (2005), mengatakan bahwa permasalahan kemiskinan nelayan lebih

    disebabkan karena kurang tepatnya kebijakan yang diarahkan pada peningkatan

    pendapatan yang merupakan turunan dari kurangnya pemahaman masalah kemiskinan itu

    sendiri. Sumber daya ikan memiliki karakteristik unik yang harus dipahami secara benar

    sehingga tidak menghasilkan pemahaman mengenai kemiskinan yang keliru (misleading),

    yang pada akhirnya melahirkan strategi pengentasan kemiskinan yang keliru pula.

    Sesungguhnya, ada dua hal utama yang terkandung dalam kemiskinan, yaitu

    kerentanan dan ketidak berdayaan. Dengan kerentanan yang dialami, orang miskin akan

    mengalami kesulitan untuk menghadapi situasi darurat. Ini dapat dilihat pada nelayan

    perorangan misalnya, mengalami kesulitan untuk membeli bahan bakar untuk keperluan

    melaut. Hal ini disebabkan sebelumnya tidak ada hasil tangkapan yang bisa dijual, dan

    tidak ada dana cadangan yang dapat digunakan untuk keperluan yang mendesak (Sutrisno,

    1995 dalam Subri, 2007).

    Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi

    Daerah, maka memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengurus rumah

    tangga daerahnya sendiri, dan dapat mengusahakan serta mengelola keuangannya secara

  • mandiri. Hal ini dapat mendorong pemerintah daerah untuk dapat berinovasi dalam

    memperoleh keuangan sebagai masukan dalam peningkatan pendapatan asli daerah

    (PAD), agar dapat dipergunakan dalam peningkatan pembangunan daerah. Namun disisi

    lain dengan mengejar PAD yang sebesar-besarnya maka berimbas terhadap eksploitasi

    yang tidak terkendali terhadap sumber daya alam sehingga berdampak terhadap

    kerusakan lingkungan dan terkurasnya sumber daya alam lokal. Hal lain yang juga timbul

    adalah terjadinya perebutan kepemilikan sumber daya sehingga dapat mengakibatkan

    konflik sosial ditengah-tengah masyarakat.

    Dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) sebagai dana

    pemberian dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah untuk menopang proses

    pembangunan di daerah, harus dapat dikelolah dan dimanfaatkan secara tepat dan

    terkontrol guna peningkatan kualitas pembangunan daerah. Karena dana yang diberikan

    sangat terbatas maka program kegiatan daerah harus fokus dan terencana secara efisien

    dan efektif dalam pelaksanaannya, sehingga dana perbantuan yang terbatas tersebut tidak

    salah digunakan untuk program yang mubazir.

    Oleh karena itu analisis kebijakan pada suatu daerah harus dilaksanakan secara

    tepat dan terarah guna mendapatkan alternatif kebijakan yang dapat diprioritaskan dalam

    pelaksanaan program pembangunan daerah. Termasuk kebijkan pada sektor perikanan

    dan kelautan sehingga hasil pembangunan yang dilaksanakan pada sektor tersebut dapat

    membawa perubahan ke arah lebih baik.

    Dalam era desentralisasi saat ini, kewenangan untuk mengurus daerah, termasuk

    pengelolaan sumber daya alam lokal telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah.

    Sehingga sektor perikanan sebagai sektor unggulan di Kabupaten Maluku Tenggara

    harus dapat dikelolah dan dimanfaatkan secara tepat dan berkelanjutan guna memberikan

    kontribusi yang signifikan dalam proses pembangunan daerah. Karena sektor ini

    memiliki potensi sumberdaya alam sangat menjanjikan bagi pemanfaatan pembangunan

    untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya mayarakat nelayan.

    Terutama pada sektor perikanan, karena memiliki sifat open access maka sumber

    daya alam tersebut bebas dikuasai oleh setiap orang sehingga dalam penguasaannya

    terjadi konflik kepemilikan secara perseorangan maupun secara wilayah, yang dapat

    berdampak terhadap kelangkaan sumber daya dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu

  • harus ada kebijakan yang dapat mengatur tentang pola pemanfaatan dari sumber daya

    alam tersebut secara tepat. Agar potensi sumber daya alam tersebut tetap lestari guna

    pemenuhan kebutuhan umat manusia di masa yang akan datang.

    1.2. Perumusan Masalah

    Kemiskinan bersifat multidimensi dan multisektor dengan beragam

    karakteristiknya sesuai kondisi spesifik masing-masing wilayah. Sampai saat ini

    kemiskinan masih merupakan masalah utama yang harus segera diatasi oleh setiap

    pemangku kepentingan pada setiap level pemerintahan karena menyangkut harkat dan

    martabat manusia dan bangsa.

    Upaya penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan selama ini, belum

    dilakukan secara terpadu. Hal ini menunjukan beberapa kelemahan dari penanggulangan

    kemiskinan pada masa lalu, sehingga perlu dikoreksi secara mendasar, kelemahan

    tersebut antara lain masih berorientasi pada pertumbuhan makro, kebijakan yang terpusat,

    cara pandang tentang kemiskinan yang diorientasikan pada ekonomi, menempatkan orang

    miskin sebagai obyek pembangunan seperti pembebasan uang sekolah, pemberian kartu

    sehat, kartu miskin, dan bantuan yang bersifat habis pakai. Paradigma baru dalam

    penanggulangan kemiskinan adalah berdasarkan princip-princip adil-merata, partisipatif,

    tertib hukum dan saling percaya yang menciptakan rasa aman melalui pendekatan

    pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama

    pembangunan, termasuk di dalamnya pemberdayan ekonomi masyarakat nelayan.

    Upaya penanggulangan kemiskinan mensyaratkan adanya identifikasi mengenai

    siapa, dimana, bagaimana, dan mengapa ada masyarakat miskin, sementara sumber daya

    alam sangat potensial untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Identifikasi

    tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam menentukan kebijakan yang paling

    sesuai dalam penanggulangan kemiskinan.

    Sebuah ironi kehidupan masyarakat pesisir, yakni hidup miskin di tengah

    kekayaan potensi sumber daya perikanan yang ada di sekitarnya. Berbagai pertanyaan

    kemudian muncul, yang bermuara pada mengapa hal ini bisa terjadi?. Apakah ini

    semata-mata karena natural resource curse (kutukan sumber daya alam), yakni suatu

    fenomena dimana wilayah dengan sumber daya alam yang melimpah justru mengalami

  • pertumbuhan ekonomi yang lamban yang pada akhirnya menyebabkan penduduknya

    hidup dalam kemiskinan? Atau karena sebab-sebab lain? (Fauzi, 2005).

    Kabupaten Maluku Tenggara sebagai kabupaten kepulauan yang luas wilayah

    lautannya lebih besar dari wilayah daratan, dengan memiliki potensi sumber daya

    perikanan yang sangat melimpah, memberikan peluang bagi masyarakatnya untuk

    berprofesi sebagai nelayan. Selama ini masyarakat nelayan telah berusaha untuk

    mempertahankan hidupnya dengan memanfaatkan potensi perikanan yang ada, namun

    mereka belum mampu keluar dari perangkap kemiskinan. Karena sebagai nelayan lokal

    mereka hidup dalam keterbatasan sarana prasarana penangkapan ikan secara tradisional.

    Sehingga mereka tidak mampu melakukan penangkapan ikan pada wilayah laut yang luas

    dan jauh dari pesisir pantai. Sementara kebanyakan para nelayan yang mempunyai

    peralatan tangkap moderen berasal dari luar Maluku Tenggara bahkan sebahagian besar

    nelayan tersebut berasal dari negara lain, seperti : Cina, Thailand, Korea, Philipina,

    Taiwan dll. Nelayan luar ini yang sering melakukan illegal fishing dan over fishing

    terhadap sumber daya perikanan yang dapat menyebabkan kelangkaan sumber daya

    perikanan.

    Umumnya nelayan lokal memiliki sarana penangkapan ikan yang tidak memadai

    sehingga wilayah penangkapan mereka menjadi terbatas. Di samping itu, ketergantungan

    terhadap musim sangat tinggi dan tidak setiap saat nelayan bisa melaut, terutama pada

    musim ombak, yang berlansung selama berbulan-bulan. Akibatnya, tidak ada hasil

    tangkapan yang diperoleh pada saat itu. Kondisi ini jelas tidak menguntungkan nelayan

    karena secara riil rata-rata pendapatan perbulan menjadi lebih kecil, dan pendapatan yang

    diperoleh pada saat musim ikan, akan habis dikonsumsi pada saat paceklik. Rendahnya

    nilai tukar ikan, mahalnya harga kebutuhan sehari-hari dan besarnya tanggungan

    keluarga juga merupakan faktor penyebab kemiskinan nelayan.

    Sesuai hasil pemetaan wilayah pengelolaan sumber daya perikanan oleh

    KOMNAS Pengkajian Stock 1998, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) berada pada

    dua wilayah pengelolaan yaitu; pertama Wilayah V (Laut Banda) yang memiliki potensi

    sebesar 248.400 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar

    198.700 ton/tahun. Kedua, Wilayah VI (Laut Arafura) yang memiliki potensi sebesar

  • 792.100 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 633.600

    ton/tahun (DKP Malra, 2007).

    Menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Maluku Tenggara yang

    tertuang dalam buku Kabupaten Maluku Tenggara dalam Angka (2007), menunjukan

    bahwa produksi perikanan tangkap selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hasil produksi

    pada tahun 2005 sebesar 131.359,9 ton dengan nilai sebesar Rp. 759.905.525.000,

    mengalami peningkatan produksi pada tahun 2006, dengan rincian sebagai berikut; untuk

    ekspor keluar negeri sebesar 112.552 ton, untuk ekspor ke daerah lain di Indonesia

    sebesar 15.603,3 ton sedangkan untuk kebutuhan pasar lokal sebesar 30.473,9 ton. Total

    produksi sebesar 158.629,2 ton dengan nilai sebesar Rp. 761.217.270.000. Hal ini

    menggambarkan bahwa produksi perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara

    selalu meningkat dari tahun ke tahun, akan tetapi angka kemiskinan nelayan juga selalu

    meningkat. Disisi lain sumber daya perikanan di Kabupaten Maluku Tenggara sangat

    potensial untuk dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama

    kehidupan para nelayan, tetapi sektor ini belum memberikan kontribusi yang signifikan

    terhadap peningkatan pendapatan masyarakat nelayan lokal.

    Dibawah ini disajikan perkembangan hasil penangkapan dan nilai ikan/ non ikan

    di Kabupaten Maluku Tenggara.

    Tabel 1 Perkembangan hasil penangkapan dan nilai ikan/non ikan menurut kecamatan. data dari tahun 2001 2006

    Kecamatan Produksi

    (Ton) Nilai

    ( 000 Rp) 1. Kei Kecil 2. Pulau-Pulau Kur 3. Kei Kecil Barat 4. Kei Kecil Timur 5. Dullah Utara 6. Dullah Selatan 7. Tayando Tam 8. Kei Besar 9. Kei Besar Utara Timur 10. Kei Besar Selatan

    4.572 1. 828,4 3.352,2

    3,657 2.437

    131.050,3 1.980,8 3.962,6 2.742,5 3.046,4

    22.760.361 9.104.144

    16.690.931 18.208.289 12.138.859

    623.896.426 9.862.823

    19.725.646 13.656.217 15.173.574

    2006 2005 2004 2003 2002 2001

    158.629,2 131.353,9

    84.028,5 111.776,6 107.962,3

    99.811

    761.217.270 759.905.525 605.959.360 396.863.940 295.858.875 277.613.250

    Sumber : Dinas Kelautan & Perikanan Kab. Maluku Tenggara

  • Walaupun memiliki potensi perikanan yang melimpah, dan hasil produksi yang

    selalu meningkat setiap tahun seperti data diatas, akan tetapi masyarakat nelayan masih

    rentan terhadap kemiskinan. Hal ini disebabkan karena nelayan lokal umumnya memiliki

    sarana penangkapan ikan secara tradisonal dan sederhana. Oleh karena itu pendapatan

    dari hasil tangkapan nelayan lokal sangat terbatas, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan

    hidup mereka sehari-hari sangat tidak mencukupi. Hal ini menyebabkan mereka sulit

    keluar dari perangkap kemiskinan selama ini.

    Angka kemiskinan menurut kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara sebagai

    berikut: Kecamatan Dullah Selatan 14,212%, Kecamatan Dullah Utara 9,726%,

    Kecamatan Kei Kecil 17,344%, Kecamatan Kei Kecil Barat 3,880%, Kecamatan Kei

    Kecil Timur 7,884%, Kecamatan Kei Besar 22,020%, Kecamatan Kei Besar Selatan

    6,964%, Kecamatan Kei Besar Utara Timur 9,252%, Kecamatan Tayando Tam 4,616%,

    dan Kecamatan Pulau-Pulau Kur 4,288%, (Dinas Sosial Kab. Malra, 2007).

    Disisi lain dengan keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan modal,

    rendahnya akses informasi dan akses pasar serta rendahnya penguasaan teknologi oleh

    masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumber daya alamnya menyebabkan mereka

    hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu pembangunan harus dilaksanakan

    secara terintegrasi dalam semua aspek dan dapat mengoptimalkan sumber daya alam

    lokal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, serta dapat mengurangi

    tingkat kerentanan masyarakat miskin.

    Di tengah upaya pemerintah daerah dalam program penanggulangan kemiskinan

    di Kabupaten Maluku Tenggara, maka perlu adanya evaluasi dan monitoring yang

    sungguh-sungguh terhadap pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yang telah

    dilaksanakan agar kualitas program menjadi lebih baik pada masa datang. Dengan

    indikator-indikator yang obyektif dan terukur para pengambil kebijakan lebih mudah

    melakukan perbaikan-perbaikan dari berbagai program penanggulangan kemiskinan yang

    sebelumnya sehingga program yang dilakukan dapat berkelanjutan. Dengan demikian

    kegagalan suatu program pada masa lalu menjadi pengalaman yang berharga dalam

    pelaksanaan program selanjutnya.

  • Secara jujur harus diakui bahwa pendekatan pengelolaan program-program

    penanggulangan kemiskinan selama ini bersifat sentralistik, karena pemerintah daerah

    hanya sebagai pelaksana lapangan sekaligus perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat

    dalam pelaksanaan program kemiskinan, sehingga tanggungjawab pemerintah daerah

    sangat rendah, dan pengendalian pelaksanaan program terlampau lemah, serta mekanisme

    pelaksanaan kurang transparan dan akuntabel, sehingga para pemanfaat program tidak

    mampu melakukan kontrol terhadap keefektifan program yang dilaksanakan. Untuk

    mencapai sasaran dan tujuan penurunan angka kemiskinan, maka perlu adanya strategi

    yang tepat dalam penaggulangan kemiskinan.

    Paradigma pembangunan pada masa lalu lebih menekankan pada pertumbuhan

    ekonomi dan fisik material, serta menempatkan manusia sebagai obyek sehingga beresiko

    terjadinya dehumanisasi dalam pelaku pembangunan. Keberadaan penyandang masalah

    kemiskinan atau kesejahteraan sosial sebagai obyek pembangunan, memposisikan orang

    miskin sebagai penerima bantuan sosial yang pasif dan diberikan atas dasar belas kasihan

    (charity). Paradigma pembangunan yang menempatkan manusia sebagai subyek

    pembangunan akan memposisikan orang miskin sebagai pelaku aktif dalam setiap langka

    kegiatan yang ditujukan pada dirinya dan memberikan apresiasi yang layak terhadap

    posisi dan sumber daya yang dimilikinya.

    Paradigma pembangunan pada masa lalu, terutama pada masa sentralistik,

    penanganan kemiskinan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sedangkan pemerintah

    daerah cendrung sebagai pelaksana. Pada masa yang akan datang, seiring desentralisasi

    pembangunan dalam kerangka kebijakan otonomi daerah, maka kebijakan, strategi dan

    program pemberdayaan orang miskin menjadi kewenangan bersama antara pemerintah

    pusat dengan pemerintah daerah, serta adanya pembagian peran yang jelas. Hubungan

    pusat dengan daerah yang semulah berdasarkan hubungan struktural akan bergeser

    menjadi hubungan fungsional.

    Berdasarkan gambaran kondisi diatas maka dapat ditarik permasalahan sebagai

    berikut :

    1. Bagaimana model pemanfaatan dan pengelolaan potensi sumber daya

    perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara?

  • 2. Bagaimana tingkat pendapatan per kapita masyarakat nelayan di Kabupaten

    Maluku Tenggara?.

    3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan di

    Kabupaten Maluku Tenggara?

    4. Bagaimana hubungan tingkat kemiskinan masyarakat nelayan dengan

    pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Maluku

    Tenggara?

    5. Bagaimana strategi kebijakan dan bentuk program bidang perikanan untuk

    pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan yang telah dijalankan di

    Kabupaten Maluku Tenggara?

    1.3. Tujuan Penelitian.

    Tujuan dari penelitian ini untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan

    diatas, yaitu :

    1. Mengetahui bagaimana model pemanfaatan dan pengelolaan potensi sumber

    daya perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara.

    2. Mengetahui tingkat pendapatan per kapita masyarakat nelayan di Kabupaten

    Maluku Tenggara.

    3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di

    Kabupaten Maluku Tenggara.

    4. Menganalisis hubungan tingkat kemiskinan masyarakat nelayan dengan

    pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap.

    5. Menganalisis strategi kebijakan dan bentuk program bidang perikanan untuk

    pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan yang telah dijalankan di

    Kabupaten Maluku Tenggara.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini semoga bermanfaat bagi Pemerintah Daerah, Nelayan, dan

    Stakeholders, serta semua komponen yang membutukan informasi menyangkut perikanan

    tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Analisis Kebijakan.

    Analisis kebijakan sebagai sebuah proses pra-proses-kebijakan. Analisis

    kebijakan disini dimaksud sebagai terjemahan dari analysis for policy, bukan analysis of

    policy. Proses kebijakan adalah proses yang diawali dengan perumusan kebijakan,

    dilanjutkan dengan implementasi kebijakan, dan kemudian evaluasi kebijakan. Pada titik

    ekstrim, analisis kebijakan adalah proses tempat sebuah kebijakan dipikirkan untuk

    dibuat, dan belum dibuat itu sendiri (Dwidjowijoto, 2006).

    Quade (1998) dalam Dwidjowijoto (2006), mengatakan bahwa analisis kebijakan

    merupakan analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa,

    sehingga dapat memberikan landasan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil

    keputusan. Sedangkan menurut Dunn (1998) mengatakan bahwa analisis kebijakan

    adalah setiap analisis yang menghasilkan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi

    pengambil kebijakan atau keputusan.

    Jadi analisis kebijakan lebih berkenan dengan bagaimana pengambil keputusan

    mendapatkan sejumlah alternatif kebijakan yang terbaik, sekaligus aternatif kebijakan

    yang terpilih sebagai rekomendasi dari analisis kebijakan atau tim analisis kebijakan.

    Peran analisis kebijakan adalah memastikan bahwa kebijakan yang hendak diambil

    benar-benar dilandaskan atas manfaat optimal yang akan diterima oleh publik, dan bukan

    asal menguntungkan pengambil kebijakan.

    Dunn (1998) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai disiplin ilmu sosial

    terapan yang menerapkan berbagai metode penyelidikan, dalam konteks argumentasi dan

    debat publik, untuk menciptakan dan secara kritis menaksir dan mengkomunikasikan

    pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Analisis kebijakan publik adalah sebuah

    disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan multiple-metode untuk meneliti dan

    berargumen, untuk memproduk dan mentransformasikan informasi yang relevan dengan

    kebijakan yang dapat digunakan dalam tatanan politik untuk mengatasi masalah

    kebijakan.

    Patton dan Savicky dalam Dwidjowijoto (2006) mendefinisikan analisis kebijakan

    sebagai suatu evaluasi sistematis berkenaan dengan fisibilitas teknis dan ekonomi serta

    viabilitas politis dari alternatif kebijakan, strategi implimentasi kebijakan, dan adopsi

  • kebijakan. Analisis kebijakan yang baik mengintergrasikan informasi kualitatif dan

    kuantitatif, mendekati permasalahan dari berbagai perspektif, dan menggunakan metode

    yang sesuai untuk menguji fisibilitas dari opsi-opsi yang ditawarkan.

    Salah satu akar kemiskinan masyarakat pantai adalah keterbatasan mengakses

    permodalan yang ditunjang oleh kultur kewirausahaan yang tidak kondisif yang dilandasi

    sifat usaha yang individual, tradisional, dan subsisten. Keterbatasan modal itu ditandai

    dengan realisasi penyerapan modal melalui inventasi pemerintah dan swasta selama 25

    tahun pembangunan Orde Baru yang hanya 0,02 persen dari keseluruhan modal

    pembangunan. Konsekuensinya, kebutuhan permodalan nelayan dipenuhi oleh rentenir,

    tengkulak dan tauke yang dalam kenyataannya secara jangka panjang tidak banyak

    menolong bahkan mungkin makin menjerat utang masyarakat pantai (Subri, 2007).

    Pada kondisi seperti tersebut diatas berakibat potensi sumber daya alam kelautan

    dan perikanan yang melimpah hingga kini belum dikelola dan dimanfaatkan secara

    optimal sehingga belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan

    bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan satu program yang

    menyentuh lansung kepentingan masyarakat pantai sehingga selain dapat meningkatakan

    kesejahteraan juga mendidik mereka lebih mandiri dan memiliki kemampuan dalam

    memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan, (Subri 2007).

    2.2. Kemiskinan Nelayan.

    Sekalipun batasan konseptualnya dipahami secara berbeda-beda, namun semua

    orang sepakat bahwa ketika membahas kemiskinan di Indonesia maka pandangan akan

    tertuju pada sebuah lapisan masyarakat tertentu yang dalam membina kehidupan mereka

    menghadapi masalah kekurangan sandang, pangan, papan (rumah-tinggal), pendidikan,

    pelayanan sarana kehidupan (air bersih, lingkungan, kesehatan dan infrastruktur), dan

    martabat yang rendah, (IPB, 2008).

    Selanjutnya Rustiadi, dkk (2007), mengatakan bahwa secara hakiki kemiskinan

    didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan seseorang menyebabkan

    dirinya tidak dapat mengikuti tata nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

    Penggunaan istilah miskin dan tidak miskin selama ini sering meresahkan beberapa

    kalangan akibat penggolongan daerah miskin, sangat miskin dan seterusnya dalam

    kehidupan sehari-hari seringkali berkonotasi merendahkan.

  • Todaro (2004), mengatakan bahwa kemiskinan dapat terjadi karena perpaduan

    tingkat pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang sangat tidak

    merata. Pada tingkat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi pendapatan per kapita

    yang ada, maka akan semakin rendah jumlah kemiskinan. Akan tetapi tingginya tingkat

    pendapatan per kapita tidak menjamin lebih rendahnya tingkat kemiskinan. Pemahaman

    tenterhadap hakikat distribusi ukuran pendapatan merupakan landasan dasar bagi setiap

    analisis masalah kemiskinan di negara-negara yang berpendapatan rendah.

    IPB (2008), mengatakan bahwa secara ekonomi, parameter untuk mengukur

    kemiskinan yang sering digunakan adalah angka pendapatan atau pengeluaran per kapita,

    ataupun angka produk domestik bruto (PDB) per kapita. Ukuran internasional saat ini

    ditetapkan oleh bank dunia dengan angka pendapatan per kapita lebih kecil atau sama

    dengan US$ 2 per hari. Meski ukuran mereka sangat pasti, tetapi pendekatan-pendekatan

    ekonomi tersebut, dipandang oleh banyak pihak tidak cukup realistik untuk mewakili

    kondisi kemiskinan yang sebenarnya. Angka-angka tersebut dianggap terlalu

    mengawang-awang karena diturunkan dari kondisi makro ekonomi suatu negara. Sebagai

    koreksi, para ahli pangan pertanian mendekati kemiskinan dengan angka asupan energi

    atau nutrisi per kapita. Pendekatan sosial-budaya, mengukur kemiskinan dari capaian

    derajat kesehatan, derajat pendidikan, intensitas beban kerja, akses kepada sumber-

    sumber nafka seperti tanah dan modal. Dari pendekatan sosio-fisikal, kemiskinan diukur

    dari kemudahan menjangkau pusat-pusat pelayanan dan ketersediaan infrastruktur (listrik,

    air bersih, telpon, televisi, jalan aspal) bagi kehidupan. Dari perspektif sosio-politik,

    kemiskinan diukur dari seberapa besar akses kaum miskin dalam menyuarakan hak-hak

    politiknya. Sementara dari sudut pandang sosio-ekologi, kemiskinan diukur dari seberapa

    tinggi derajat kenyamanan lingkungan telah dinikmati oleh sebuah lapisan masyarakat

    dalam kehidupannya.

    Rustiadi, dkk, (2007) mengatakan bahwa berbagai upaya menetapakan tolok ukur

    kemiskinan telah banyak dilakukan oleh banyak pakar, bebarapa tolok ukur yang telah

    banyak dikenal selama ini adalah:

    1. Rasio barang dan jasa yang dikonsumsi (Good-Service Ratio, GSR)

    Konsep ini bertolak dari fakta yang menunjukan bahwa semakin tinggi kesejahteraan

    seseorang semakin besar persentase pendapatan (income) yang digunakan untuk

  • konsumsi jasa. Dengan demikian semakin kecil nilai rasio barang dan jasa yang

    dikonsumsi, makin tinggi kesejahteraan seseorang. Standar nilai rasio yang digunakan

    di beberapa tempat sangat bervariasi. Konsep ini memiliki kelemahan selama tidak

    ada kejelasan perbedaan antara barang dan jasa. Di lain pihak, seringkali kita

    dihadapkan dengan ketidakjelasan dalam membedakan antara konsumsi dengan biaya.

    2. Persentase/Rasio pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makanan.

    Sebagai kebutuhan pokok yang paling hakiki, konsumsi terhadap makanan akan

    selalu menjadi prioritas utama dalam konsumsi pola manusia. Konsep ini bertolak

    dari pemikiran bahwa seseorang akan terlebih dahulu memenuhi kebutuhan

    konsumsi makanannya sebelum mengkonsumsi komoditi-komoditi lainnya.

    Seseorang baru akan mengkonsumsi komuditi lainnya setelah terlebih dahulu

    memenuhi konsumsi makannya. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin

    tinggi kesempatan mengkonsumsi komuditi selain makanan. Dengan demikian

    berdasarkan tolok ukur ini semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan

    terhadap total pendapatan seseorang, semakin tinggi tingkat kesejahteraannya.

    3. Pendapatan setara harga beras.

    Profesor Sayogyo dari IPB telah membuat ambang batas kemiskinan berdasarkan

    harga setara beras. Dengan didasarkan pada kebutuhan kalori sebesar 120

    kkal/kapita/tahun, ditentukan ambang kemiskinan di desa dan di kota masing-masing

    jika pendapatannya kurang dari 240 kg/kapita/tahun. Dengan adanya perkembangan,

    aspirasi masyarakat telah meningkat, sehingga ukuran relatif dari ambang kemiskinan

    tersebut menurut Profesor Teken perlu ditingkatkan menjadi 360 kg/kapita/tahun

    untuk perkotaan.

    Konsep ini mempunyai beberapa kelemahan karena ; (1) tidak semua masyarakat dan

    golongan masyarakat di Indonesia memilih beras sebagai makanan pokoknya, (2)

    terjadinya deferensiasi harga yang terlalu besar terutama di pedesaan, dan (3) harga

    komuditi beras yang ada tergantung pada harga komuditi yang disubsidi atau kredit

    dari pemerintah (pupuk, pestisida dan sebagainya).

    4. Pemenuhan kebutuhan pokok.

    Pengukuran kesejahteraan berdasarkan kebutuhan sembilan bahan pokok ini

    dikembangkan oleh Direktorat Tata Guna Tanah atas prakarsa Prof. I. Made Sandy,

  • dengan menetapkan kebutuhan baku minimal, kemudian angka kebutuhan baku

    menimal tersebut dikalikan dengan harga dan ditotalkan sembilan kebutuhan pokok

    tersebut. Tingkat pengeluaran tiap keluarga dihitung dalam rupiah kemudian baru

    disusun suatu kriteria perbandingan antara total pendapatan dengan indeks kebutuhan

    sembilan bahan pokok. Hasil yang diperoleh kurang dari 75% tergolong sangat

    miskin, 75-100% hampir sangat miskin, 100-125% miskin dan >125% tidak miskin.

    Konsep ini pun mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah: (1) kesulitan

    dalam menentuan satuan fisik, kebutuhan minimal karena kebutuhan tiap wilayah

    beragam, dan (2) sebagian dari sembilan bahan pokok tersebut disubsidi pemerintah

    dan sebagaian lainnya tidak sehingga kurang homogen.

    Pada prinsipnya keempat kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : (1)

    semakin besar presentase pendapatan yang dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan

    akan barang-barang dibandingkan terhadap jasa maka seseoarang dikatagorikan semakin

    miskin, (2) semakin besar persentase pendapatan yang dikeluarkan untuk pemenuhan

    kebutuhan akan bahan pangan dari pada non pangan maka seseorang dikatagorikan

    semakin miskin, (3) tingkat pendapatan di bawah batas standar pendapatan tertentu

    dikatakan miskin, dan (4) semakin rendah kemampuan seseorang untuk memenuhi

    sembilan bahan pokok maka seseorang dikatagorikan semakin miskin.

    Dalam hal penetapan parameter kemiskinan, para akademisi boleh berbeda-beda

    pandangan, namun substansi yang hendak dicapai tetaplah sama, yaitu mengukur derajat

    kesejahteraan warga masyarakat di suatu daerah. hal itu wajar terjadi, kemiskinan adalah

    multi-facet phenomenon. Artinya masalah kemiskinan ternyata memiliki banyak dimensi

    yang pengukurannya bisa beragam. Dimensi sosial-budaya, ekonomi, politik, sains dan

    tehnologi, serta dimensi lainnya akan menghasilkan peta kemiskinan dengan variasi

    beraneka, meski tetap menunjuk pada lapisan yang seringkali sama.

    Indonesia dihadapakan pada masalah angka kemiskinan yang tinggi. Pada tahun

    2006, terdapat 39,05 juta orang atau 18 persen dari seluruh penduduk Indonesia masih

    termasuk katagori miskin (BPS, 2006). Angka ini rentan dengan perubahan terutama

    yang disebabkan oleh krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM atau bahan makanan

    pokok. Pada tahun 1998, ketika mulai krisis ekonomi pada tahun 1998, angka kemiskinan

    meningkat dari 11,3 persen pada tahun 1996 menjadi 24,2 persen pada tahun 1998 (BPS,

  • 1998). Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2008 angka kemiskinan Indonesia

    akan meningkat tajam seiring dengan kenaikan BBM, kenaikan harga CPO dan

    penurunan inflasi yang tanpa disertai pertumbuhan di sektor real.

    Penduduk miskin di Indonesia 63,41 persen diantaranya tinggal di pedesaan (BPS,

    2006). Ini berarti, jika pembangunan pedesaan mampu menghapus angka kemiskinan

    penduduk desa, maka penduduk miskin akan berkurang sebanyak 63,41 persen atau

    25.046.950 orang. Kondisi yang sama terjadi di desa-desa pesisir. Wilayah desa pesisir

    meliputi 8.090 buah desa dan menampung 16.420.000 jiwa penduduk yang 32,41 persen

    diantaranya termasuk katagori penduduk miskin (DKP, 2007 dalam IPB, 2008).

    Fauzi (2005), mengatakan bahwa hampir sebagian besar nelayan kita masih hidup

    di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari US$ 10 per kapita perbulan.

    Jika dilihat dalam konteks Millenium Devolopment Goal, pendapatan sebesar itu sudah

    termasuk dalam extreme poverty, karena lebih kecil dari US$ 1 per hari. Pelaku perikanan,

    khususnya mereka yang berskala kecil (perikanan pantai), masih tergolong masyarakat

    miskin. Hasil perhitungan COREMAP di 10 propinsi menunjukkan bahwa pendapatan

    nelayan pada tahun 1996/1997 masih berkisar antara Rp 82.000 sampai Rp 200.000 per

    bulan. Jumlah tersebut masih jauh dari upah minimum regional (UMR) yang ditetapkan

    Pemerintah sebesar Rp 380.000 pada tahun yang sama.

    Kemiskinan masyarakat pesisir bersifat multi dimensi dan disebabkan oleh tidak

    terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan,

    pendidikan, pekerjaan, infrastruktur (DKP, 2005:10). Disamping itu, kurangnya

    kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, tehnologi dan permodalan,

    budaya dan gaya hidup yang cendrung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat

    miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang

    berpihak pada masyarakat pesisir sebagai salah satu pemangkuh kepentingan di wilayah

    pesisir, (Basri, 2007). Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB tahun 1996 dalam hasil

    penelitiannya mengungkapkan bahwa pendapatan rumah tangga nelayan di desa pesisir

    Lombok bagian barat berkisar antara Rp 210.540 643.510 per tahun (Samodra, 2000

    dalam Basri, 2007).

    Sementara itu Pusat Kajian Ekonomi Kelautan dan Pengembangan Ekonomi

    Wilayah Pantai Universitas Trisakti melihat faktor rendahnya tehnologi tangkapan dan

  • rendahnya kepemilikan alat tangkap di satu sisi sedang di sisi lain faktor

    ketidakberdayaan posisi tawar atas hasil tangkap serta minimnya modal menjadi

    penyebab utama terjadinya kemiskinan nelayan di pantai selatan propinsi Banten, yang

    tercakup atas tiga jenis pekerjaan utama nelayan yaitu menangkap ikan, mengolah ikan,

    dan memasarkan ikan, (Mulyadi, 2005 dalam Basri, 2007).

    Beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan antara lain : rendahnya

    tingkat tehnologi penangkapan, kecilnya skala usaha, belum efisiennya sistim pemasaran

    hasil dan status nelayan yang sebagian besar adalah buruh. Dalam mengukur tingkat

    kesejahteraan nelayan ada beberapa indikator yang digunakan, seperti indikator

    Perubahan Pendapatan Nelayan dan Indikator Nilai Tukar Nelayan (NTN). Konsep yang

    dilakukan Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (P3K) dalam melakukan penyusunan

    indikator kesejahteraan masyarakat pesisir adalah dengan menggunakan konsep pemetaan

    kemiskinan (Poverty Mapping), (Basri, 2007).

    Indikator kesejahteraan nelayan yang terangkum dalam nilai kukar nelayan

    (NTN) masih dapat dipertahankan sebagai salah satu referensi dasar yang amat berharga

    untuk merumuskan kebijakan pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Untuk

    mempertajam analisis dan kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan, indikatot NTN

    masih perlu disandingkan dan dilengkapi dengan data dasar dan indikator kemiskinan

    nelayan di daerah pesisir dan kawasan pantai di Indonesia.

    Menurut Ditjen P3K, (2004) dalam Basri (2007), bahwa pengukuran indikator

    kesejahteraan dilakukan pada aspek :

    1. Kesejahteraan rakyat ;

    (a) Tingkat kesehatan, (b) pendidikan, (c) tenaga kerja, (d) mortalitas dan fertilitas,

    (e) perumahan, (f) pengeluaran konsumsi rumah tangga.

    2. Nilai tukar nelayan (NTN).

    3. Kemiskinan pada masyarakat pesisir pantai ;

    (a) Penerimaan, (b) pengeluaran konsumsi rumah tangga.

    4. Peta kemiskinan ;

    (a) The poverty headcount index ( indikator insiden kemiskinan ).

    (b) The poverty gap index ( tingkat kedalaman kemiskinan ).

    (c) The severity of poverty ( tingkat keparahan kemiskinan ).

  • 2.3. Kondisi Rumah Tangga Nelayan

    Di pedesaan, pola kegiatan rumah tangga selama ini telah berkembang seiring

    dengan proses pembangunan pedesaan dan proses industrialisasi. Salah satu yang dapat

    dipahami bahwa sumbangan relatif lapangan kerja pada sektor pertanian secara hipotesis

    semakin menurun dengan semakin berkembangnya proses industrialisasi dan urbanisasi.

    Demikian juga dengan kegiatan rumah tangga pertanian (farm households) juga

    berkembang dan berubah secara dominan dengan kegiatan utama pada sektor pertanian.

    Namun, karena berbagai keterbatasan, seperti semakin berkurangnya kepemilikan lahan,

    semakin pendeknya siklus pertanian akibat dari kemajuan iptek pertanian, siklus

    pertanian yang dihadapi oleh rumah tangga tani memiliki peluang tambahan waktu yang

    dapat digunakan pada kegiatan lain untuk mengisi lapangan pekerjaan di pedesaan selain

    mengusahakan pertanian, (Subri, 2007).

    Selanjutnya Subri (2007), mengatakan bahwa dalam konteks rumah tangga

    nelayan, persoalannya jauh lebih kompleks bila dibandingkan dengan rumah tangga tani

    konvensional. Walaupun dalam sensus sektor perikanan merupakan subsektor dari

    portanian, keberadaan rumah tangga nelayan memiliki ciri khusus bila dibandingkan

    dengan rumah tangga tani. Perbedaaan ini sangat penting dikemukakan mengingat

    berbagai ciri yang muncul dari kedua rumah tangga ini. Pertama, rumah tangga tani dan

    petani tambak mengandalkan tanah yang terbatas sebagai salah satu faktor produksi.

    Sementara rumah tangga nelayan mengandalkan wilayah pesisir sebagai suatu faktor

    produksi. Kedua, pada rumah tangga tani lahan terbatas penguasaannya, sedangkan laut

    bagi rumah tangga nelayan adalah tidak dibatasi oleh batas-batas teritorial administrasi.

    Ketiga, petani dalam proses produksinya terikat dengan musim, sementara rumah tangga

    nelayan sarat dengan siklus bulan (Mashuri, 2001 dalam Subri, 2007).

    Dari sisi jam kerja, rumah tangga tani memanfaatkan waktu siang, sedangkan

    rumah tangga nelayan dalam penangkapan ikan pada umumnya malam hari, kecuali

    nelayan yang mengusahakan budidaya ikan laut dan jenis produk lainnya. Dari sisi input

    tenaga kerja, pada rumah tangga tani besar kemungkinan peran laki-laki dan wanita

    bersama-sama melakukan proses produksi. Sementara itu, pada rumah tangga perikanan,

    penangkapan ikan merupakan suatu pekerjaan lelaki. Selain secara fisik merupakan

  • lapangan pekerjaan yang tinggi resionya, wanita sulit untuk terlibat dalam penangkapan

    ikan karena sangat bertentangan dengan waktu pengasuhan anak-anak, (Subri, 2007).

    2.4. Kemiskinan dan Problematik Masyarakat Pesisir di Indonesia.

    Kemiskinan merupakan suatu kondisi hidup yang merujuk pada keadaan

    kekurangan. Sering pula dihubungkan dengan kesulitan dan kekurangan dalam memenuhi

    kebutuhan hidup. Seseorang dikatakan miskin, bila sudah kesulitan memenuhi kebutuhan

    pokoknya. Selama ini, sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan

    komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang

    lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Selain itu kemiskinan

    sering juga didefinisikan sebagai situasi serba kekurangan dari penduduk yang terwujud

    dalam dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan

    ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar