ANALISIS STRATEGI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PADA MASYARAKAT NELAYAN
DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN MALUKU TENGGARA
ABUL MATDOAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
ANALISIS STRATEGI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PADA MASYARAKAT NELAYAN DI WILAYAH PESISIR
KABUPATEN MALUKU TENGGARA
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan
sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara
jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Pebruari 2009
Yang menyatakan,
ABUL MATDOAN H 051 060 061
ABUL MATDOAN, The Analysis of Poverty Reduction Policy Strategy on Fisherman Community at Coastal Area of South
East Maluku Regency.
The analysis of poverty reduction policy strategy on fisherman community was aimed
to formulate marine and resources management and utilization strategies that integrating
sustainable approach to achieve economic growth, that useful as benchmark for operation
and planning policy arrangement both for stakeholders and fisheries entrepreneur to reduce
poverty that attached on fisherman community. The researchs methods are quantitative and
qualitative. The quantitative approach are including: first, bio-economic analysis, that aimed
to achieve optimal fish management resources, biologically and economically; second,
fisheries utilize optimizing analysis, that consider possible benefit and loss on such
aspects, including biology, economic, legal, social and political aspects. Furthermore,
income analysis was conducted to study fisherman income level and regression analysis to
determine factors that affect the income. Fisherman poverty level was analyzed to study
degree of fisherman community living. Qualitative analysis was conducted using PRA and
FGD approach to absorb existing problems in the fisherman community with criteria as
follow: problems coverage, incidence frequency, and problem severity level. The offered
poverty reduction strategies are including : (a) fishing facilities development program (b)
program for infrastructure facilities provision that empower the community, (c) program to
improve human resources by on job training and training, (d) social security program and
partnership arrangement, (e) program to improve traditional fisherman access on capital
and market, (f) political commitment from policy maker, evaluate and arrange local regulation
concerning sustainable fisheries management and utilization and involving local fisherman in
the resources planning and management.
Keywords : Fisherman, poverty, policy strategy, marine and resources management
RINGKASAN
ABUL MATDOAN. Analisis Strategi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan pada Masyarakat Nelayan di Wilayah Pesisir Kabupaten Maluku Tenggara. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan SAHAT M.H. SIMANJUNTAK sebagai Komisi Pembimbing.
Maluku Tenggara dengan luas total wilayah sebesar 55.932 km2, dimana luas daratan 4.049 km2 atau 7%, dan luas lautan 51.883 km2 atau 93%. Luas wilayah sedemikian, menunjukan bahwa Kabupaten Maluku Tenggara sebagai kabupaten kepulauan memiliki sumber daya alam perikanan yang potensial untuk dikelola secara bekelanjutan. Namun sejauh ini aspek pengelolaan sumber daya perikanan belum berjalan efektif dan terkontrol. Nelayan umumnya berusaha untuk memperoleh hasil tangkapan sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan aspek keberlanjutan. Disisi lain dengan keterbatasan sumber daya manusia, modal serta rendahnya akses informasi dan penguasaan teknologi oleh masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumber daya alamnya menyebabkan mereka hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu pembangunan harus dilaksanakan secara terintegrasi dalam semua aspek dan dapat mengoptimalkan sumber daya alam lokal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, serta dapat mengurangi tingkat kerentanan masyarakat miskin. Analisis strategi kebijakan penanggulangan kemiskinan pada masyarakat nelayan dimaksudkan untuk menyusun strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang mengintegrasikan pendekatan kelestarian untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, yang dapat digunakan sebagai acuan penyusunan kebijakan operasional dan perencanaan bagi para stakeholders dan pelaku usaha di bidang kelautan dan perikanan dalam pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan. Tujuan dari penelitian ini untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan diatas, yaitu : (1) mengetahui bagaimana model pemanfaatan dan pengelolaan potensi sumber daya perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara. (2) mengetahui tingkat pendapatan per kapita masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. (4) menganalisis hubungan tingkat kemiskinan masyarakat nelayan dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap. (5) menganalisis strategi kebijakan dan bentuk program bidang perikanan untuk pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan yang telah dijalankan di Kabupaten Maluku Tenggara.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini mencakup metode kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah : pertama, analisis bioekonomi dengan tujuan pengelolaan sumber daya ikan yang optimal secara biologi dan ekonomi, yang berbasis pada analisis sistim pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dalam konteks pengelolaan sumber daya yang dapat pulih, kedua, adalah analisis optimasi pemanfaatan perikanan dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk mempertimbangkan segala keuntungan dan kerugian pada aspek biologi, ekonomi, hukum (legal), sosial dan politik. Dari analisis optimasi dilanjutkan dengan analisis pertumbuhan untuk mengetahui daya dukung sumber daya yang tersedia. Selanjutnya dilakukan analisis pendapatan untuk mengetahui tingkat pendapatan nelayan dan analisis regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan. Kemudian dilakukan analisis tingkat kemiskinan nelayan untuk mengetahui derajat kehidupan masyarakat nelayan, dengan analisis yang digunakan yaitu : (a) the poverty headcount index atau the incidence of poverty untuk menggambarkan persentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita dibawah
garis kemiskinan. (b) the poverty gap index atau the dept of poverty adalah kedalaman kemiskinan di suatu wilayah yang merupakan perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis kemiskinan tersebut. (c) the severity of poverty menunjukan kepelikan kemiskinan di suatu wilayah. Indikator ini memperhitungkan jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan dan ketimpangan di antara orang miskin . Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan pendekatan PRA dan FGD untuk menyerap permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat nelayan dengan kriteria sebagai berikut : luas cakupan masalah, frekwensi kejadian, tingkat keparahan masalah. Dan selanjutnya membuat prioritas permasalahan dan strategi kebijakan untuk menyusun strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan untuk menjawab permasalahan kemiskinan yang terjadi pada masyarakat nelayan.
Strategi kebijakan yang telah dilakukan oleh instansi terkait dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat nelayan yaitu, (a) program bantuan sarana prasarana penangkapan ikan (speed boat, mesin tempel, jaring, alat pancing, cool box, fish fender, GPS), (b) pelatihan budidaya ikan, dan rumput laut, (c) pendampingan usaha perikanan, (d) magang nelayan dan pembudidaya ikan (e) penyuluhan tentang dampak penggunaan bahan peledak dan zat nimia terhadap ekosistim pantai. Program bantuan yang telah dijalankan tersebut belum berdampak nyata terhadap pengentasan kemiskinan nelayan. Strategi yang dilakukan oleh nelayan untuk meningkatkan taraf hidup mereka adalah (a) adanya innovasi alat tangkap baru seperti rumpon dan jaring bobo, (b) nelayan berusaha mendatangkan pengusaha/pembeli hasil ikan dari luar daerah, (c) adanya pengawasan masyarakat desa terhadap wilayah lautnya agar tidak terjadi pencurian ikan, (d) nelayan berusaha untuk membeli sarana-prasarana penangkapan ikan secara pribadi. Hasil analisis menunjukan bahwa potensi perikanan tangkap di Maluku Tenggara sangat besar namun belum dikelola dan dimanfaatkan secara baik sehingga potensi yang besar tersebut belum memberikan nilai tambah bagi pendapatan masyarakat nelayan. Hasil penelitian menunjukan bahwa telah terjadi over fishing pada wilayah pesisir, karena sarana prasarana penangkapan ikan nelayan lokal masih tradisional dan terbatas ukurannya, sehingga nelayan melaut pada wilayah terbatas dan menyebabkan tingkat pendapatan nelayan rendah. Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa sebagian besar nelayan masih hidup dibawah garis kemiskinan, yaitu dibawah US$1-US$2 per kapita per hari.
Strategi penanggulangan kemiskinan yang ditawarkan dalam penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan pada wilayah pesisir Maluku Tenggara adalah : (a) program pengembangan sarana prasarana penangkapan ikan, (b) program penyediaan prasarana infrastruktur yang dalam pemberdayaan masyarakat, (c) program peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) nelayan melalui magang dan pelatihan, (d) program perlindungan sosial dan penataan kemitraan, (e) program peningkatan akses nelayan tradisonal terhadap modal dan pasar (f) Menyatukan komitmen politik dari para penentu kebijakan, mengkaji dan menyusun peraturan daerah (Perda) tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan secara berkelanjutan, dan melibatkan masyarakat nelayan lokal dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya perikanan. (g) pemerintah daerah harus dapat menghilangkan rent sikking (korupsi) dengan cara : (1) peningkatan insentif pegawai terutama pelaksana program, (2) peningkatan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksana program, (3) penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku rent sikking.
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS STRATEGI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PADA MASYARAKAT NELAYAN
DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN MALUKU TENGGARA
ABUL MATDOAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magster Sains pada
Departemen Ekonomi dan Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS
Judul Tesis : Analisis Strategi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan pada Masyarakat Nelayan di Wilayah Pesisir Kabupaten Maluku Tenggara.
Nama Mahasiswa : Abul Matdoan NRP. : H051 060 061 Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M. Sc Ir. Sahat M. H. Simanjuntak, M. Sc Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 02 Pebruari 2009 Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan
judul Analisis Strategi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan pada Masyarakat
Nelayan di Wilayah Pesisir Kabupaten Maluku Tenggara. Tesis ini merupakan tugas
akhir pendidikan magister sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimah kasih yang tak terhingga
kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Akhamad Fauzi, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing
dan Bapak Ir. Sahat M. H. Simanjuntak, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing,
yang dengan segala kesibukannya tetapi selalu menyempatkan waktu untuk membimbing,
mengarahkan dan memotivasi penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Kepada Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bapak Prof. Dr. Ir.
Khairil Anwar Notodiputro, MS dan Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS, penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga atas kesediaanya menerima penulis
untuk mengikuti pendidikan magister serta segala bantuan dan kesempatan yang
diberikan selama mengikuti pendidikan. Demikian juga penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada para Dosen PS. PWD dan Dosen Program
Studi lainnya atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis, serta bimbingan,
arahan dan modal sosial yang terjalain selama penulis mengikuti pendidikan di IPB.
Terimah kasih yang sama saya sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS
yang telah bersedia menjadi penguji pada saat ujian tesis.
Kepada Pimpinan Yayasan Darur Rachman kanda Matdoan Mahmud (almarhum),
Ketua STIA Darur Rachman kanda Drs A. Muuti Matdoan, kanda Usman Matdoan, S.Sos
beserta staf Dosen,. Pimpinan Kopertis Wilayah XII Maluku, Maluku Utara, dan Papua,
Bapak Drs Salim Tuharea, M. Si (almarhum), yang telah membantu penulis sehingga
dapat melanjutkan pendidikan S2 di IPB Bogor. Kepada DIRJEN DIKTI yang telah
memberikan beasiswa kepada penulis untuk mengikuti program magister pada Institut
Pertanian Bogor (IPB) penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga.
Terima kasih penulis haturkan kepada Pemerintah Daerah Kabupeten Maluku
Tenggara beserta semua dinas instansi yang telah membantu penulis selama penelitian.
Dan kepada Kepala Desa Sungai, Kepala Desa Ngafan, Kepala Desa Lebetawi, Kepala
Desa Dullah Laut, Kepala Desa Mastur Baru, Kepala Dusun Denwet, Kepala Dusun
Selayar, Ketua RT Satheyan, beserta seluruh masyarakat desa dan nelayan yang dengan
ihlas memberikan bantuan dan pelayanan selama penulis melakukan penelitian lapangan.
Kepada kedua Orang Tua tercinta ayah handa Haji Muhammad Nur Matdoan
(almarhum) dan ibunda Fatma Matdoan, yang dengan susah payah membesarkan,
mendidik, dan mengurus penulis hingga saat ini dan kepada seluruh Kakak, Adik,
Ponakan, Paman, Bibi, serta seluruh keluarga besar penulis, atas jerih payahnya yang
diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada semuanya.
Sahabat-sahabatku Subhan, Erenda, Fuad, Burhan, Nasrun, Riki, dll, yang banyak
sekali membantu penulis selama ini, dan kepada teman-teman seperjuangan PWD 06 :
caca Suriana, mba Novi, mba Rika, neng Ane, mba Lina, bung Weren, mas Galu, Ode
Samsul, pa Maman, pace Nelson, dengan kebersamaan dan kekompakan yang terjalin
selama studi di IPB, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, dan kepada
teman-teman PWD seluruhnya dan semua pihak yang tak sempat disebutkan namanya
satu per satu, yang telah membantu penyelesaian penulisan tesis ini, penulis sampaikan
banyak terima kasih.
Tesis ini jauh dari kesempurnaan sehingga segala saran dan kritik sangat
diharapkan.
Bogor, Pebruari 2009
PENULIS
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juli 1973 di Desa Sungai Kecamatan Kei
Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara, sebagai anak bungsu dari 9 (sembilan)
orang bersaudara. Orang Tua : Ayah bernama Haji Muhammad Nur Matdoan (almarhum)
dan Ibu bernama Fatma Matdoan.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada STIA Darur Rachman, Kabupaten
Maluku Tenggara sejak tahun 2005. Sebelum bekerja penulis aktif pada LSM dan OKP
(Organisasi Kepemudaan).
Pendidikan SD hingga SLTA berlansung di Tual Kabupaten Maluku Tenggara.
Pendidikan Sarjana di tempuh pada Program Studi Konservasi Sumber Daya Hutan,
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon, pada tahun 1992
dan Lulus pada tahun 2001. Tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan
pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan,
Institut Pertanian Bogor. Biaya pendidikan diperoleh dari Beasiswa BPPS DIKTI.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 11
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 12
2.1. Analisa Kebijakan............................................................................. 12
2.2. Kemiskinan Nelayan ........................................................................ 13
2.3. Kondisi Rumah Tangga Nelayan.. .................................................... 19
2.4. Kemiskinan dan Problematika Masyarakat Pesisir di Indonesia...... 20
2.5. Mengukur Penyebab dan Indikator Kemiskinan............................... 25
2.6. Strategi Penanggulangan Kemiskinan........ ...................................... 28
2.7. Perilaku Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Perikanan Tangkap.. 31
2.8. Pengembangan Perikanan Wilayah Pesisir ....................................... 34
2.9. Potensi Sumber Daya Alam Pesisir .................................................. 36
2.10. Hasil Penelitian Sebelumnya .......................................................... 37
III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ................................... 44
3.1. Kerangka Pemikiran.......................................................................... 44
3.2. Hipotesis ........................................................................................... 45
IV. METODELOGI PENELITIAN............................................................. 47
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 47
4.2. Metode Pengumpulan dan Jenis Data .............................................. 48
4.3. Analisis Data..................................................................................... 50
4.3.1. Analisis Bioekonomi................................................................ 50
4.3.2. Standarisasi Alat Tangkap ....................................................... 52
4.3.3. Analisis Tingkat Optimasi Pemanfaatan Sumber Daya Ikan... 53
4.3.4. Standarisasi Biaya.................................................................... 55
4.3.5. Analisis Tingkat Pendapatan Nelayan .................................... 56
4.3.6. Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Nelayan .................................................................................... 58
4.3.7. Analisis Tingkat Kemiskinan................................................... 60
4.3.8. Analisis Strategi Kebijakan dan Perancangan Program. ......... 63
V. KEADAAN UMUM WIAYAH PENELITIAN..................................... 66
5.1. Geografi dan Administrasi Pemerintahan......................................... 66
5.2. Kondisi Fisik Pesisir dan Laut ............ ............................................ 67
5.2.1. Iklim............................................................................................... 67
5.2.2. Sumber Air Minum .......................................................................... 70
5.2.3. Suhu dan Salinitas Perairan........ ................................................... 70
5.2.4. Arus, Gelombang dan Keadaan Air Laut....................................... 71
5.2.5. Luas Perairan .. .............................................................................. 72
5.2.6. Luas Ekosisitim Mangrove, Lamun dan Karang ........................... 73
5.3. Kependudukan dan Lapangan Usaha................................................ 74
5.4. Tenaga Kerja dan Struktur Mata Pencaharian Penduduk ................. 75
5.5. Pendidikan dan Kesehatan Penduduk.. ............................................. 76
5.6. Ekonomi dan Sumber Daya Alam .................................................... 79
5.7. Sosial Budaya dan Politik ................................................................. 88
5.8. Permukiman, Sarana dan Prasarana.................................................. 93
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 99
6.1. Keragaan Perikanan Tangkap .......................................................... 99
6.1.1. Potensi Sumber Daya Ikan ............................................. 99
6.1.2. Armada Penangkapan .................................................................... 105
6.1.3. Jenis Alat Tangkap ......................................................................... 106
6.1.4. Nelayan, RTN, Kelompok Nelayan .............................................. 108
6.2. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Tangkap ................................ 109
6.2.1. Standarisasi Unit Upaya................................................................. 109
6.2.2. Aspek Biologi Pemanfaatan SD Perikanan Tangkap..................... 110
6.2.3. Optimasi Pemanfaatan SD Perikanan Tangkap ............................. 113
6.2.4. Model Pengelolaan Perikanan Tangkap......................................... 118
6.3. Analisis Pendapatan .......................................................................... 124
6.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan .............................. 126
6.5. Analisis Kemiskinan ........................................................................ 137
6.5.1. Tingkat Kesehatan ........................................................................ 137
6.5.2. Tingkat Pendidikan ....................................................................... 139
6.5.3. Tenaga Kerja.................................................................................. 141
6.5.4. Mortalitas dan Fertalitas .. ............................................................ 142
6.5.5. Perumahan dan Permukiman ......................................................... 143
6.5.6. Penerimaan Nelayan ...................................................................... 144
6.5.7. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga.. ....................................... 146
6.5.8. Peta Kemiskinan di Maluku Tenggara........................................... 148
6.6. Dampak Sosial Ekonomi Usaha Perikanan Skala Industri ............. 148
6.7. Analisis PRA dan FGD .................................................................... 150
6.7.1. Identifikasi Permasalahan Nelayan Lokal .................................... 150
6.7.2. Prioritas Permasalahan................................................................... 152
6.7.3. Pembahasan Permasalahan Nelayan .. .......................................... 154
6.7.4. Diskusi Kelompok Terarah ............................................................ 164
6.8. Strategi Kebijakan.......................................................................... 169
6.8.1. Strategi Kebijakan Pemerintah Daerah.......................................... 169
6.8.2. Strategi Kebijakan Nelayan ........................................................... 174
6.9. Keterkaitan Analisis dalam Penelitian ............................................. 177
VII. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 182
A. Kesimpulan ......................................................................................... 182
B. Saran ................................................................................................... 183
V. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 186
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... 189
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Penangkapan Ikan/ Non Ikan Menurut Kecamatan .......... 08
Tabel 2. Kriteria dan Garis Kemiskinan .................................................. 24
Tabel 3. Hubungan antara Tujuan, Data, Sumber, Metode Analisis ........ 49
Tabel 4. Jumlah Kecamatan, Desa, Kelurahan, Dusun dan Luas Daratan
Menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara 67
Tabel 5. Luas Perairan di Kabupaten Maluku Tenggara .. 73
Tabel 6. Luas Ekosistim di Kabupaten Maluku Tenggara ... 74
Tabel 7. Data Jumlah Penduduk, Sex Ratio dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara 75
Tabel 8. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha di Kabupaten Maluku Tenggara Thn 2007 75
Tabel 9. Jumlah Kelulusan Murid Berdasarkan Jenjang Pendidikan di
Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2006/2007............... 76
Tabel 10. PDRB Berdasarkan Harga Konstan dan Harga Beraku 80
Tabel 11. PDRB Kabupaten Maluku Tenggara Menurut Lapangan Usaha
Utama di Kabupaten Maluku Tenggara ................ 81
Tabel 12. Persentase Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan dan
Harga Berlaku .......................................................... 82
Tabel 13. Simpanan Pada Bank Pemerintah & Bank Swasta
Tahun 2006 .......................................................................... 83
Tabel 14. Perkembangan KUD & Koperasi di Maluku Tenggara ........ 84
Tabel 15. Potensi Perikanan serta Jumlah Tangkapan yang dibolehkan di
Laut Banda dan Laut Arafura ................................................ 100
Tabel 16. Produksi Perikanan Tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara
Tahun 1996/2008 ............................................................... 103
Tabel 17. Produksi Hasil Perikanan Tangkap Menurut Jenis di Kabupaten
Maluku Tenggara Tahun 1996/2007 ................................. 104
Tabel 18. Jumlah Armada Penangkapan Ikan di Kabupaten Maluku
Tenggara Tahun 1996/2007 ............................................. 105
Tabel 19. Jumlah Alat Penangkapan Ikan, Trip di Kabupaten Maluku
Tenggara Tahun 1996/2007 ............................................. 106
Tabel 20. Perkembangan Rumah Tangga Perikanan (RTP), Kelompok
Nelayan, dan Jumlah Unit Alat Tangkap di Kabupaten Maluku
Tenggara Tahun 1996/200 ................................................ 108
Tabel 21. Standarisasi Alat Tangkap pada Nelayan Mesin dan Nelayan
Tanpa Mesin di Maluku Tenggara Tahun 1997-2008 ................ 111
Tabel 22. Hasil Analisis Parameter r, q, K, Emsy, hMSY, Over Fishing dll.
pada Nelayan Pakai Mesin Tahun 1997-2008 ............................ 114
Tabel 23. Optimasi Bioekonomi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan
pada Nelayan Mesin di Maluku Tenggara Tahun 1997-2008 .... 115
Tabel 24. Hasil Analisis Parameter r, q, K, Emsy, hMSY, Over Fishing dll.
pada Nelayan Tanpa Mesin Tahun 1997-2008 ........................... 116
Tabel 25. Optimasi Bioekonomi Pemenfaatan Sumber Daya Perikanan pada
Nelayan Tanpa Mesin di Maluku Tenggara Tahun 1997-2008 ...... 117
Tabel 26. Kondisi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Tangkap oleh
Nelayan Menggunakan Mesin ................................................... 120
Tabel 27. Kondisi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Tangkap Oleh
Nelayan Tanpa Mesin ................................................................. 124
Tabel 28. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pendapatan Nelayan Bermesin ................................................... 126
Tabel 29. Hasil Analisis Of Farian pada Nelayan Bermesin ..................... 126
Tabel 30. Hasil Analisis Partial Variabel yang Mempengaruhi
Pendapatan Nelayan Bermesin ................................................... 127
Tabel 31. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pendapatan Nelayan Tanpa Mesin.............................................. 130
Tabel 32. Hasil Analisis Of Farian pada Nelayan Tanpa Mesin ................ 130
Tabel 33. Hasil Analisis Partial Variabel yang Mempengaruhi
Pendapatan Nelayan Tanpa Mesin.............................................. 131
Tabel 34. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pendapatan Nelayan .................................................................. 133
Tabel 35. Hasil Analisis Of Farian ............................................................ 134
Tabel 36. Hasil Analisis Partial Variabel yang Mempengaruhi
Pendapatan Nelayan Tanpa Mesin.............................................. 135
Tabel 37. Jumlah Gedung Sekolah dan Daya Tampung Sekolah .............. 140
Tabel 38. Jumlah Kelulusan Murid Berdasaran Jenjang Pendidikan di
Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2006/2007 ........................ 140
Tabel 39. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha Utama di Maluku Tenggara Tahun 2007 ....... 142
Tabel 40. Persentase Pendapatan Nelayan................................................. 145
Tabel 41. Tingkat Pengeluaran Nelayan..................................................... 146
Tabel 42. Prioritas Masalah yang Dihadapi Nelayan di Kabupaten Maluku
Tenggara ..................................................................................... 153
Tabel 43. Matriks strategi Penanggulangan Kemiskinan ........................... 178
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pikir Analisis Kebijakan ........................................ 46
Gambar 2. Peta Wilayah Propinsi Maluku ............................................... 47
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian di Maluku Tenggara ........................... 48
Gambar 4. Variasi Arah dan Kecepatan Angin 1999-2003 . ................... 70
Gambar 5. PDRB Menurut Harga Konstan & Harga Berlaku ............... 80
Gambar 6. Simpanan pada Bank Pemerintah & Swasta Thn 2006 .......... 83
Gambar 7. Produksi Hasil Perikanan Tangkap Thn 1996-2007 . ........... 103
Gambar 8. Jumlah Armada Penangkapan Ikan 1996-2007. .................... 106
Gambar 9. Jumlah Alat Penangkapan Ikan, Trip Thn 1996 - 2007 ....... 107
Gambar 10. Perkembangan Rumah Tangga Perikanan ........................... 109
Gambar 11. Standarisasi Alat Tangkap Nelayan Mesin dan Nelayan
Tanpa Mesin di Maluku Tenggara ........................................ 112
Gambar 12. Perbandingan Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan
pada Nelayan Menggunakan Mesin ........................................ 115
Gambar 13. Perbandingan Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan
pada Nelayan Tanpa Mesin di Maluku Tenggara .................... 117
Gambar 14. Kurva Pertumbuhan Logistik pada Nelayan Bermesin........... 119
Gambar 15. Kurva Produksi Lestari - Upaya pada nelayan Bermesin ...... 119
Gambar 16. Kurva Produksi Optimum pada Nelayan Bermesin ................ 119
Gambar 17. Kurva Pertumbuhan Logistik pada Nelayan Tanpa Mesin ..... 122
Gambar 18. Kurva Produksi Lestari - Upaya pada nelayan Tanpa Mesin.. 122
Gambar 19. Kurva Produksi Optimum pada Nelayan Tanpa Mesin .......... 123
Gambar 20. Persentase pendapatan nelayan di Maluku Tenggara. ............. 122
Gambar 21. Tingkat pengeluaran nelayan di Maluku Tenggara ................. 123
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Catch, Effort, dan CPUE Nelayan Bermesin di Kabupaten Maluku Tenggara dari Tahun 1997-2008 190 .................. 189
Lampiran 2. Catch, Effort, dan CPUE Nelayan Tanpa Mesin Tahun 1997-2008 ............................................................. 190
Lampiran 3. Regresi nelayan menggunakan mesin 192 ...................... 191
Lampiran 4. Nelayan tanpa mesin ........................................................ 192
Lampiran 5. Analisis optimasi sumber daya perikanan tangkap pada
nelayan mesin Tahun 19972008 ........................................ 193
Lampiran 6. Analisis optimasi sumber daya perikanan tangkap pada
nelayan tanpa mesin Tahun 19972008 ............................ 198
Lampiran 7. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
nelayan bermesin Tahun 19972008 ................................. 202
Lampiran 8. Hasil analisis of varians pada nelayan bermesin . ................ 202
Lampiran 9 . Analisis partial variabel yang mempengaruhi pendapatan
nelayan bermesin Tahun 19972008 ............................. 202
Lampiran 10 . Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
nelayan tanpa mesin Tahun 19972008 .......................... 202
Lampiran 11. Hasil analisis of varians pada nelayan tanpa mesin ............. 202
Lampiran 12 . Analisis partial variabel yang mempengaruhi pendapatan
nelayan tanpa mesin Tahun 19972008 .......................... 202
Lampiran 13 . Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
(gabungan nelayan mesin dan tanpa mesin) ................. 203
Lampiran 14 . Analisis of varian yang mempengaruhi pendapatan
(gabungan nelayan mesin dan tanpa mesin) ............. 203
Lampiran 15 . Analisis partial variabel yang mempengaruhi pendapatan
(gabungan nelayan mesin dan tanpa mesin) ................. 203
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, M. 2004. Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Tangkap Kota Ternate. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Adisasmita, R. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. P4W .Bogor.
Arianto. 2003. Program Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Maluku Tenggara. 2007. Kabupaten Maluku Tenggara dalam Angka.
Basri, Y.Z. 2007. Bunga Rampai Pembangunan Ekonomi Pesisir. Universitas Trisakti. Jakarta.
Buku Maluku Tenggara Dalam Angka (2007). BAPPEDA dan BPS Kabupaten Maluku Tenggara. Tual.
Chambers, R. 19888. Pembangunan Desa Mulai dari Beakang. LP3ES, Jakarta.
Chamsyah, B. 2006. Teologi Penaggulangan Kemiskinan. RMBOOKS. Jakarta.
Chamsyah, B. 2006. Reinventing Departemen Sosial; Dalam Konteks Pembangunan Sosial Indonesia. RMBOOKS. Jakarta.
Dahuri, R. 1998. Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Indonesia. PKSPL. IPB.
Dahuri, R. Dkk. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan (2007) Evaluasi Pengeolaan dan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Perikanan di Perairan Kabupaten Maluku Tenggara dengan Berbagai Prospek Pengembangan dan Permasalahannya. (Makalah). Disampaikan dalam rangka peaksanaan FKPPS Tingkat Propinsi (2007). Ambon.
Dinas Sosial (2007) Angka Kemiskinan. Kabupaten Maluku Tenggara.
Dunn, W. N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. PT. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dwidjowijoto, R. N. 2004. Kebijakan Publik. Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. PT. Gramedia, Jakarta.
Dwidjowijoto, R. N. 2007. Analisis Kebijakan. PT. Gramedia, Jakarta.
Faradiba. 2006. Analisis Pengelolaan Perikanan Tangkap Secara Optimal Dalam Upaya Mendukung Pembangunan Berkelanjutan. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan Apikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Isu, Sintesis, dan Gagasan. PT. Grafika Mardiyuana. Bogor.
Gustiar, Ch. 2005. Analisis Kelembagaan dan Peranannya Dalam Penataan Ruang Di Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwangi. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Heleosi, S. 2006. Kajian Lingkungan Strategik Kebijakan Pembangunan Daerah. Studi Kasus Kebijakan Pembangunan Sektor Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2001-2005. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Imron, M. 2003. Kemiskinan dalam Masyarakat Nelayan, dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol. V No. 1/2003. Jakarta, Pusat Peneitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI. Hal 63-82.
IPB. 2008. Pokok Pikiran IPB: Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Untuk Kesejahteraan Rakyat Disampaikan Dalam Rangka Memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bogor.
Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press.
Kurniawan, I. 2007. Kajian Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (Co-Fish Project) dan Dampaknya Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Bangkalis. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Lopulalan, Y. 2003. Analisis Ekonomi Kelembagaan Kemitraan Dalam Pemberdayaan Nelayan di Pulau Saparua. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Muhajar. 2005. Kendala Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Pulau-Pulau Kecil Oleh Nelayan Pancing Ulur di Kepulauan Wangi-Wangi. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Muhamad, S. 2002. Ekonomi Rumahtangga Nelayan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Jawa Timur; Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. (Desertasi). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nugroho, H. 1995. Kemiskinan, Ketimpangan, dan Pemberdayaan, daam Awan Setya Dewanta, dkk, (ed): Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Yogyakarta, Aditya Media. Hal 31.
Nurfiarini, A. 2003. Kajian Budidaya Perikanan Pesisir dan Pengaruhnya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Teluk Saleh Kabupaten Dompu. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Pancasasti, R. 2008. Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga dan Peluang Kemiskinan Nelayan Tradisional. (Tesis). Sekoah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Riswandi. 2006. Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Rustiadi, E. dkk. 2007. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Institut Pertanian Bogor.
Rustiadi, E. dkk. 2007. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Institut Pertanian Bogor.
RPJM. 2007. Kabupaten Maluku Tenggara.
Saefulhakim, HRS. 1993. Model Pemetaan Potensi Ekonomi Untuk Perumusan Kebijakan Pembangunan Daerah. Konsep, Metode, Aplikasi, dan Teknik Komputasi. CORDIA (Community and Regional Development Institue of Aqwati). Bogor.
Saaty, TL. 2008. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Sinaga, M. B. 2006. Metode Pengumpulan Data. Diktat Bahan Kuliah. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Subri, M. 2007. Ekonomi Kelautan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Suharto, E. 2003. Paradigma Baru Studi Kemiskinan. http://www.immugm.org/public html article php?story=2003091119480.
Tangkilisan, HNS. 2005. Kebijakan Publik Asli Indonesia. Fakultas Ekonomi UGM. IPB. Yogyakarta.
Unpatti dan DKP Propinsi Maluku. 2004. Rencana Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Kabupaten Maluku Tenggara
Widodo J. Dkk. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gaja Mada University Press. Yogyakarta.
Wright Ch.S. 1990. Institute Fisheries Analisis. Discussion Paper Series. Simon Fraser University. Burnaby, B.C. Canada.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia dihadapkan pada masalah kemiskinan yang tinggi. Pada tahun 2006,
39,05 juta orang atau 18 persen dari seluruh penduduk Indonesia masih termasuk katagori
miskin (BPS, 2006). Angka ini rentan dengan perubahan terutama yang disebabkan oleh
krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM atau bahan makanan pokok. Pada tahun 1998,
ketika mulai krisis ekonomi, angka kemiskinan meningkat dari 11,3 persen pada tahun
1996 menjadi 24,2 persen pada tahun 1998 (BPS, 1998). Hal ini mengindikasikan bahwa
tahun 2008 angka kemiskinan Indonesia akan meningkat tajam seiring dengan kenaikan
BBM, kenaikan harga CPO dan penurunan inflasi yang tidak disertai pertumbuhan di
sektor real (IPB, 2008).
Penduduk miskin Indonesia 63,41 persen diantaranya tinggal di perdesaan (BPS,
2006). Ini berarti, jika pembangunan pedesaan mampu menghapuskan angka kemiskinan
penduduk desa, maka penduduk miskin akan berkurang sebanyak 63,41 persen atau
25.046.950 orang. Kondisi yang sama terjadi di desa-desa pesisir. Wilayah desa pesisir
meliputi 8.090 buah desa dan menampung 16.420.000 jiwa penduduk yang 32,14 persen
diantaranya termasuk katagori penduduk miskin (DKP, 2007 dalam IPB, 2008).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka krisis multi dimensi yang terjadi sejak tahun
1998 hingga sekarang dapat berdampak terhadap meningkatnya angka kemiskinan dan
jumlah pengangguran, sehingga berbagai upaya perlu dilakukan oleh pemerintah untuk
dapat mengatasi krisis tersebut. Alternatif penanganannya adalah dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia secara optimal, guna peningkatan
perekonomian, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan serta peningkatan
kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang
memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam
penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa dan penyediaan lapangan kerja. Pada
saat krisis ekonomi, peranan sektor perikanan sangat signifikan, terutama dalam hal
mendatangkan devisa. Akan tetapi ironisnya, sektor perikanan selama ini belum
mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan kalangan pengusaha, padahal bila
sektor perikanan dikelolah secara serius akan memberikan kontribusi yang lebih besar
terhadap pembangunan ekonomi nasional dan dapat mengentaskan kemiskinan
masyarakat Indonesia terutama masyarakat nelayan dan petani ikan (Subri, 2007).
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km
dan memiliki 17.508 buah pulau serta dua pertiga dari luas wilayahnya berupa laut.
Indonesia memiliki potensi perikanan yang besar. Potensi ikan lestarinya paling tidak ada
sekitar 6,17 juta ton per tahun, terdiri atas 4,07 juta ton di perairan nusantara yang hanya
38 persennya dimanfaatkan dan 2,1 juta ton per tahun berada di perairan Zona Ekonomi
Eklusif (ZEE). Potensi ini pemanfaatannya juga baru 20 persen (Dahuri, 2002).
Perikanan, seperti halnya sektor ekonomi lainnya, merupakan salah satu aktivitas
yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai salah satu
sumber daya alam yang bersifat dapat diperbaharui (renevable), pengelolaan sumber daya
ini memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati (Fauzi, 2005).
Kekayaan alam laut Indonesia sangat beragam dan tersebar pada sebagian besar
lautan nusantara dan tiap wilayah dengan berbagai macam potensinya, terdiri atas
berbagai jenis hasil laut seperti : ikan, cumi, lobster, udang, kepiting, penyu, rumput laut,
siput, mutiara, lola, teripang, dan hasil ikutan lainnya, semuanya itu bila dikelolah dan
dimanfaatkan secara optimal dengan mempertimbangkan aspek kelestarian maka dapat
meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat pesisir dan nelayan.
Maluku Tenggara dengan luas total wilayah 55.932 km2, dimana luas daratan
4.049 km2 atau 7%, dan luas lautan 51.883 km2 atau 93%. Dengan luas wilayah
sedemikian maka dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa Kabupaten Maluku
Tenggara sebagai kabupaten kepulauan memiliki sumber daya alam perikanan yang
potensial untuk dikelolah secara bekelanjutan. Namun sejauh ini aspek pengelolaan
sumber daya perikanan belum berjalan efektif dan terkontrol. Nelayan umumnya
berusaha untuk memperoleh hasil tangkapan sebanyak-banyaknya tanpa
memperhitungkan aspek keberlanjutan.
Karena sifatnya yang open access maka sumber daya perikanan dapat diakses
oleh masyarakat umum secara bebas tanpa batas waktu dan aturan yang jelas, sehingga
sebagai nelayan lokal yang mempunyai peralatan tangkap secara tradisional, tetap kalah
bersaing dalam memperoleh hasil tangkapan ikan dengan nelayan luar yang memiliki
sarana prasarana penangkapan modern. Penangkapan dengan kapal modern tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya over fishing yang berdampak terhadap kemerosotan stok
sumber daya perikanan, serta dapat berdampak terhadap kerusakan lingkungan.
Dengan demikian maka dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
perikanan tangkap yang tersedia perlu mempertimbangkan aspek keseimbangan
lingkungan, sosial, dan ekonomi, sehingga sumber daya perikanan tetap lestari. Oleh
karena itu perlu adanya kebijakan yang mengontrol penggunaan sumberdaya sehingga
terhindar dari kelangkaan sumberdaya dan kerusakan ekosistim laut. Yang dapat
berakibat terhadap kutukan sumber daya alam, yakni suatu fenomena dimana wilayah
dengan sumber daya alam yang melimpah justru mengalami pertumbuhan yang lamban
yang pada akhirnya menyebabkan penduduknya hidup dalam kemiskinan (Fauzi, 2005).
Apabila sumberdaya alam tidak dikelola secara berkelanjutan maka akan
berdampak terhadap kelangkaan sumberdaya dan lambat laun akan berdampak terhadap
penurunan tingkat kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat, yang mengarah kepada
tingkat kemiskinan masyarakat. Hal ini disebabkan karena sumber daya alam sangat
penting bagi pemenuhan kebutuhan pokok setiap orang.
Fauzi (2005), mengatakan bahwa permasalahan kemiskinan nelayan lebih
disebabkan karena kurang tepatnya kebijakan yang diarahkan pada peningkatan
pendapatan yang merupakan turunan dari kurangnya pemahaman masalah kemiskinan itu
sendiri. Sumber daya ikan memiliki karakteristik unik yang harus dipahami secara benar
sehingga tidak menghasilkan pemahaman mengenai kemiskinan yang keliru (misleading),
yang pada akhirnya melahirkan strategi pengentasan kemiskinan yang keliru pula.
Sesungguhnya, ada dua hal utama yang terkandung dalam kemiskinan, yaitu
kerentanan dan ketidak berdayaan. Dengan kerentanan yang dialami, orang miskin akan
mengalami kesulitan untuk menghadapi situasi darurat. Ini dapat dilihat pada nelayan
perorangan misalnya, mengalami kesulitan untuk membeli bahan bakar untuk keperluan
melaut. Hal ini disebabkan sebelumnya tidak ada hasil tangkapan yang bisa dijual, dan
tidak ada dana cadangan yang dapat digunakan untuk keperluan yang mendesak (Sutrisno,
1995 dalam Subri, 2007).
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah, maka memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengurus rumah
tangga daerahnya sendiri, dan dapat mengusahakan serta mengelola keuangannya secara
mandiri. Hal ini dapat mendorong pemerintah daerah untuk dapat berinovasi dalam
memperoleh keuangan sebagai masukan dalam peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD), agar dapat dipergunakan dalam peningkatan pembangunan daerah. Namun disisi
lain dengan mengejar PAD yang sebesar-besarnya maka berimbas terhadap eksploitasi
yang tidak terkendali terhadap sumber daya alam sehingga berdampak terhadap
kerusakan lingkungan dan terkurasnya sumber daya alam lokal. Hal lain yang juga timbul
adalah terjadinya perebutan kepemilikan sumber daya sehingga dapat mengakibatkan
konflik sosial ditengah-tengah masyarakat.
Dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) sebagai dana
pemberian dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah untuk menopang proses
pembangunan di daerah, harus dapat dikelolah dan dimanfaatkan secara tepat dan
terkontrol guna peningkatan kualitas pembangunan daerah. Karena dana yang diberikan
sangat terbatas maka program kegiatan daerah harus fokus dan terencana secara efisien
dan efektif dalam pelaksanaannya, sehingga dana perbantuan yang terbatas tersebut tidak
salah digunakan untuk program yang mubazir.
Oleh karena itu analisis kebijakan pada suatu daerah harus dilaksanakan secara
tepat dan terarah guna mendapatkan alternatif kebijakan yang dapat diprioritaskan dalam
pelaksanaan program pembangunan daerah. Termasuk kebijkan pada sektor perikanan
dan kelautan sehingga hasil pembangunan yang dilaksanakan pada sektor tersebut dapat
membawa perubahan ke arah lebih baik.
Dalam era desentralisasi saat ini, kewenangan untuk mengurus daerah, termasuk
pengelolaan sumber daya alam lokal telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah.
Sehingga sektor perikanan sebagai sektor unggulan di Kabupaten Maluku Tenggara
harus dapat dikelolah dan dimanfaatkan secara tepat dan berkelanjutan guna memberikan
kontribusi yang signifikan dalam proses pembangunan daerah. Karena sektor ini
memiliki potensi sumberdaya alam sangat menjanjikan bagi pemanfaatan pembangunan
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya mayarakat nelayan.
Terutama pada sektor perikanan, karena memiliki sifat open access maka sumber
daya alam tersebut bebas dikuasai oleh setiap orang sehingga dalam penguasaannya
terjadi konflik kepemilikan secara perseorangan maupun secara wilayah, yang dapat
berdampak terhadap kelangkaan sumber daya dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu
harus ada kebijakan yang dapat mengatur tentang pola pemanfaatan dari sumber daya
alam tersebut secara tepat. Agar potensi sumber daya alam tersebut tetap lestari guna
pemenuhan kebutuhan umat manusia di masa yang akan datang.
1.2. Perumusan Masalah
Kemiskinan bersifat multidimensi dan multisektor dengan beragam
karakteristiknya sesuai kondisi spesifik masing-masing wilayah. Sampai saat ini
kemiskinan masih merupakan masalah utama yang harus segera diatasi oleh setiap
pemangku kepentingan pada setiap level pemerintahan karena menyangkut harkat dan
martabat manusia dan bangsa.
Upaya penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan selama ini, belum
dilakukan secara terpadu. Hal ini menunjukan beberapa kelemahan dari penanggulangan
kemiskinan pada masa lalu, sehingga perlu dikoreksi secara mendasar, kelemahan
tersebut antara lain masih berorientasi pada pertumbuhan makro, kebijakan yang terpusat,
cara pandang tentang kemiskinan yang diorientasikan pada ekonomi, menempatkan orang
miskin sebagai obyek pembangunan seperti pembebasan uang sekolah, pemberian kartu
sehat, kartu miskin, dan bantuan yang bersifat habis pakai. Paradigma baru dalam
penanggulangan kemiskinan adalah berdasarkan princip-princip adil-merata, partisipatif,
tertib hukum dan saling percaya yang menciptakan rasa aman melalui pendekatan
pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama
pembangunan, termasuk di dalamnya pemberdayan ekonomi masyarakat nelayan.
Upaya penanggulangan kemiskinan mensyaratkan adanya identifikasi mengenai
siapa, dimana, bagaimana, dan mengapa ada masyarakat miskin, sementara sumber daya
alam sangat potensial untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Identifikasi
tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam menentukan kebijakan yang paling
sesuai dalam penanggulangan kemiskinan.
Sebuah ironi kehidupan masyarakat pesisir, yakni hidup miskin di tengah
kekayaan potensi sumber daya perikanan yang ada di sekitarnya. Berbagai pertanyaan
kemudian muncul, yang bermuara pada mengapa hal ini bisa terjadi?. Apakah ini
semata-mata karena natural resource curse (kutukan sumber daya alam), yakni suatu
fenomena dimana wilayah dengan sumber daya alam yang melimpah justru mengalami
pertumbuhan ekonomi yang lamban yang pada akhirnya menyebabkan penduduknya
hidup dalam kemiskinan? Atau karena sebab-sebab lain? (Fauzi, 2005).
Kabupaten Maluku Tenggara sebagai kabupaten kepulauan yang luas wilayah
lautannya lebih besar dari wilayah daratan, dengan memiliki potensi sumber daya
perikanan yang sangat melimpah, memberikan peluang bagi masyarakatnya untuk
berprofesi sebagai nelayan. Selama ini masyarakat nelayan telah berusaha untuk
mempertahankan hidupnya dengan memanfaatkan potensi perikanan yang ada, namun
mereka belum mampu keluar dari perangkap kemiskinan. Karena sebagai nelayan lokal
mereka hidup dalam keterbatasan sarana prasarana penangkapan ikan secara tradisional.
Sehingga mereka tidak mampu melakukan penangkapan ikan pada wilayah laut yang luas
dan jauh dari pesisir pantai. Sementara kebanyakan para nelayan yang mempunyai
peralatan tangkap moderen berasal dari luar Maluku Tenggara bahkan sebahagian besar
nelayan tersebut berasal dari negara lain, seperti : Cina, Thailand, Korea, Philipina,
Taiwan dll. Nelayan luar ini yang sering melakukan illegal fishing dan over fishing
terhadap sumber daya perikanan yang dapat menyebabkan kelangkaan sumber daya
perikanan.
Umumnya nelayan lokal memiliki sarana penangkapan ikan yang tidak memadai
sehingga wilayah penangkapan mereka menjadi terbatas. Di samping itu, ketergantungan
terhadap musim sangat tinggi dan tidak setiap saat nelayan bisa melaut, terutama pada
musim ombak, yang berlansung selama berbulan-bulan. Akibatnya, tidak ada hasil
tangkapan yang diperoleh pada saat itu. Kondisi ini jelas tidak menguntungkan nelayan
karena secara riil rata-rata pendapatan perbulan menjadi lebih kecil, dan pendapatan yang
diperoleh pada saat musim ikan, akan habis dikonsumsi pada saat paceklik. Rendahnya
nilai tukar ikan, mahalnya harga kebutuhan sehari-hari dan besarnya tanggungan
keluarga juga merupakan faktor penyebab kemiskinan nelayan.
Sesuai hasil pemetaan wilayah pengelolaan sumber daya perikanan oleh
KOMNAS Pengkajian Stock 1998, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) berada pada
dua wilayah pengelolaan yaitu; pertama Wilayah V (Laut Banda) yang memiliki potensi
sebesar 248.400 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
198.700 ton/tahun. Kedua, Wilayah VI (Laut Arafura) yang memiliki potensi sebesar
792.100 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 633.600
ton/tahun (DKP Malra, 2007).
Menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Maluku Tenggara yang
tertuang dalam buku Kabupaten Maluku Tenggara dalam Angka (2007), menunjukan
bahwa produksi perikanan tangkap selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hasil produksi
pada tahun 2005 sebesar 131.359,9 ton dengan nilai sebesar Rp. 759.905.525.000,
mengalami peningkatan produksi pada tahun 2006, dengan rincian sebagai berikut; untuk
ekspor keluar negeri sebesar 112.552 ton, untuk ekspor ke daerah lain di Indonesia
sebesar 15.603,3 ton sedangkan untuk kebutuhan pasar lokal sebesar 30.473,9 ton. Total
produksi sebesar 158.629,2 ton dengan nilai sebesar Rp. 761.217.270.000. Hal ini
menggambarkan bahwa produksi perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara
selalu meningkat dari tahun ke tahun, akan tetapi angka kemiskinan nelayan juga selalu
meningkat. Disisi lain sumber daya perikanan di Kabupaten Maluku Tenggara sangat
potensial untuk dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama
kehidupan para nelayan, tetapi sektor ini belum memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap peningkatan pendapatan masyarakat nelayan lokal.
Dibawah ini disajikan perkembangan hasil penangkapan dan nilai ikan/ non ikan
di Kabupaten Maluku Tenggara.
Tabel 1 Perkembangan hasil penangkapan dan nilai ikan/non ikan menurut kecamatan. data dari tahun 2001 2006
Kecamatan Produksi
(Ton) Nilai
( 000 Rp) 1. Kei Kecil 2. Pulau-Pulau Kur 3. Kei Kecil Barat 4. Kei Kecil Timur 5. Dullah Utara 6. Dullah Selatan 7. Tayando Tam 8. Kei Besar 9. Kei Besar Utara Timur 10. Kei Besar Selatan
4.572 1. 828,4 3.352,2
3,657 2.437
131.050,3 1.980,8 3.962,6 2.742,5 3.046,4
22.760.361 9.104.144
16.690.931 18.208.289 12.138.859
623.896.426 9.862.823
19.725.646 13.656.217 15.173.574
2006 2005 2004 2003 2002 2001
158.629,2 131.353,9
84.028,5 111.776,6 107.962,3
99.811
761.217.270 759.905.525 605.959.360 396.863.940 295.858.875 277.613.250
Sumber : Dinas Kelautan & Perikanan Kab. Maluku Tenggara
Walaupun memiliki potensi perikanan yang melimpah, dan hasil produksi yang
selalu meningkat setiap tahun seperti data diatas, akan tetapi masyarakat nelayan masih
rentan terhadap kemiskinan. Hal ini disebabkan karena nelayan lokal umumnya memiliki
sarana penangkapan ikan secara tradisonal dan sederhana. Oleh karena itu pendapatan
dari hasil tangkapan nelayan lokal sangat terbatas, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan
hidup mereka sehari-hari sangat tidak mencukupi. Hal ini menyebabkan mereka sulit
keluar dari perangkap kemiskinan selama ini.
Angka kemiskinan menurut kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara sebagai
berikut: Kecamatan Dullah Selatan 14,212%, Kecamatan Dullah Utara 9,726%,
Kecamatan Kei Kecil 17,344%, Kecamatan Kei Kecil Barat 3,880%, Kecamatan Kei
Kecil Timur 7,884%, Kecamatan Kei Besar 22,020%, Kecamatan Kei Besar Selatan
6,964%, Kecamatan Kei Besar Utara Timur 9,252%, Kecamatan Tayando Tam 4,616%,
dan Kecamatan Pulau-Pulau Kur 4,288%, (Dinas Sosial Kab. Malra, 2007).
Disisi lain dengan keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan modal,
rendahnya akses informasi dan akses pasar serta rendahnya penguasaan teknologi oleh
masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumber daya alamnya menyebabkan mereka
hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu pembangunan harus dilaksanakan
secara terintegrasi dalam semua aspek dan dapat mengoptimalkan sumber daya alam
lokal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, serta dapat mengurangi
tingkat kerentanan masyarakat miskin.
Di tengah upaya pemerintah daerah dalam program penanggulangan kemiskinan
di Kabupaten Maluku Tenggara, maka perlu adanya evaluasi dan monitoring yang
sungguh-sungguh terhadap pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yang telah
dilaksanakan agar kualitas program menjadi lebih baik pada masa datang. Dengan
indikator-indikator yang obyektif dan terukur para pengambil kebijakan lebih mudah
melakukan perbaikan-perbaikan dari berbagai program penanggulangan kemiskinan yang
sebelumnya sehingga program yang dilakukan dapat berkelanjutan. Dengan demikian
kegagalan suatu program pada masa lalu menjadi pengalaman yang berharga dalam
pelaksanaan program selanjutnya.
Secara jujur harus diakui bahwa pendekatan pengelolaan program-program
penanggulangan kemiskinan selama ini bersifat sentralistik, karena pemerintah daerah
hanya sebagai pelaksana lapangan sekaligus perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat
dalam pelaksanaan program kemiskinan, sehingga tanggungjawab pemerintah daerah
sangat rendah, dan pengendalian pelaksanaan program terlampau lemah, serta mekanisme
pelaksanaan kurang transparan dan akuntabel, sehingga para pemanfaat program tidak
mampu melakukan kontrol terhadap keefektifan program yang dilaksanakan. Untuk
mencapai sasaran dan tujuan penurunan angka kemiskinan, maka perlu adanya strategi
yang tepat dalam penaggulangan kemiskinan.
Paradigma pembangunan pada masa lalu lebih menekankan pada pertumbuhan
ekonomi dan fisik material, serta menempatkan manusia sebagai obyek sehingga beresiko
terjadinya dehumanisasi dalam pelaku pembangunan. Keberadaan penyandang masalah
kemiskinan atau kesejahteraan sosial sebagai obyek pembangunan, memposisikan orang
miskin sebagai penerima bantuan sosial yang pasif dan diberikan atas dasar belas kasihan
(charity). Paradigma pembangunan yang menempatkan manusia sebagai subyek
pembangunan akan memposisikan orang miskin sebagai pelaku aktif dalam setiap langka
kegiatan yang ditujukan pada dirinya dan memberikan apresiasi yang layak terhadap
posisi dan sumber daya yang dimilikinya.
Paradigma pembangunan pada masa lalu, terutama pada masa sentralistik,
penanganan kemiskinan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sedangkan pemerintah
daerah cendrung sebagai pelaksana. Pada masa yang akan datang, seiring desentralisasi
pembangunan dalam kerangka kebijakan otonomi daerah, maka kebijakan, strategi dan
program pemberdayaan orang miskin menjadi kewenangan bersama antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah, serta adanya pembagian peran yang jelas. Hubungan
pusat dengan daerah yang semulah berdasarkan hubungan struktural akan bergeser
menjadi hubungan fungsional.
Berdasarkan gambaran kondisi diatas maka dapat ditarik permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana model pemanfaatan dan pengelolaan potensi sumber daya
perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara?
2. Bagaimana tingkat pendapatan per kapita masyarakat nelayan di Kabupaten
Maluku Tenggara?.
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan di
Kabupaten Maluku Tenggara?
4. Bagaimana hubungan tingkat kemiskinan masyarakat nelayan dengan
pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Maluku
Tenggara?
5. Bagaimana strategi kebijakan dan bentuk program bidang perikanan untuk
pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan yang telah dijalankan di
Kabupaten Maluku Tenggara?
1.3. Tujuan Penelitian.
Tujuan dari penelitian ini untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan
diatas, yaitu :
1. Mengetahui bagaimana model pemanfaatan dan pengelolaan potensi sumber
daya perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara.
2. Mengetahui tingkat pendapatan per kapita masyarakat nelayan di Kabupaten
Maluku Tenggara.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan di
Kabupaten Maluku Tenggara.
4. Menganalisis hubungan tingkat kemiskinan masyarakat nelayan dengan
pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap.
5. Menganalisis strategi kebijakan dan bentuk program bidang perikanan untuk
pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan yang telah dijalankan di
Kabupaten Maluku Tenggara.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini semoga bermanfaat bagi Pemerintah Daerah, Nelayan, dan
Stakeholders, serta semua komponen yang membutukan informasi menyangkut perikanan
tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Analisis Kebijakan.
Analisis kebijakan sebagai sebuah proses pra-proses-kebijakan. Analisis
kebijakan disini dimaksud sebagai terjemahan dari analysis for policy, bukan analysis of
policy. Proses kebijakan adalah proses yang diawali dengan perumusan kebijakan,
dilanjutkan dengan implementasi kebijakan, dan kemudian evaluasi kebijakan. Pada titik
ekstrim, analisis kebijakan adalah proses tempat sebuah kebijakan dipikirkan untuk
dibuat, dan belum dibuat itu sendiri (Dwidjowijoto, 2006).
Quade (1998) dalam Dwidjowijoto (2006), mengatakan bahwa analisis kebijakan
merupakan analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa,
sehingga dapat memberikan landasan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil
keputusan. Sedangkan menurut Dunn (1998) mengatakan bahwa analisis kebijakan
adalah setiap analisis yang menghasilkan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi
pengambil kebijakan atau keputusan.
Jadi analisis kebijakan lebih berkenan dengan bagaimana pengambil keputusan
mendapatkan sejumlah alternatif kebijakan yang terbaik, sekaligus aternatif kebijakan
yang terpilih sebagai rekomendasi dari analisis kebijakan atau tim analisis kebijakan.
Peran analisis kebijakan adalah memastikan bahwa kebijakan yang hendak diambil
benar-benar dilandaskan atas manfaat optimal yang akan diterima oleh publik, dan bukan
asal menguntungkan pengambil kebijakan.
Dunn (1998) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai disiplin ilmu sosial
terapan yang menerapkan berbagai metode penyelidikan, dalam konteks argumentasi dan
debat publik, untuk menciptakan dan secara kritis menaksir dan mengkomunikasikan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Analisis kebijakan publik adalah sebuah
disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan multiple-metode untuk meneliti dan
berargumen, untuk memproduk dan mentransformasikan informasi yang relevan dengan
kebijakan yang dapat digunakan dalam tatanan politik untuk mengatasi masalah
kebijakan.
Patton dan Savicky dalam Dwidjowijoto (2006) mendefinisikan analisis kebijakan
sebagai suatu evaluasi sistematis berkenaan dengan fisibilitas teknis dan ekonomi serta
viabilitas politis dari alternatif kebijakan, strategi implimentasi kebijakan, dan adopsi
kebijakan. Analisis kebijakan yang baik mengintergrasikan informasi kualitatif dan
kuantitatif, mendekati permasalahan dari berbagai perspektif, dan menggunakan metode
yang sesuai untuk menguji fisibilitas dari opsi-opsi yang ditawarkan.
Salah satu akar kemiskinan masyarakat pantai adalah keterbatasan mengakses
permodalan yang ditunjang oleh kultur kewirausahaan yang tidak kondisif yang dilandasi
sifat usaha yang individual, tradisional, dan subsisten. Keterbatasan modal itu ditandai
dengan realisasi penyerapan modal melalui inventasi pemerintah dan swasta selama 25
tahun pembangunan Orde Baru yang hanya 0,02 persen dari keseluruhan modal
pembangunan. Konsekuensinya, kebutuhan permodalan nelayan dipenuhi oleh rentenir,
tengkulak dan tauke yang dalam kenyataannya secara jangka panjang tidak banyak
menolong bahkan mungkin makin menjerat utang masyarakat pantai (Subri, 2007).
Pada kondisi seperti tersebut diatas berakibat potensi sumber daya alam kelautan
dan perikanan yang melimpah hingga kini belum dikelola dan dimanfaatkan secara
optimal sehingga belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan
bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan satu program yang
menyentuh lansung kepentingan masyarakat pantai sehingga selain dapat meningkatakan
kesejahteraan juga mendidik mereka lebih mandiri dan memiliki kemampuan dalam
memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan, (Subri 2007).
2.2. Kemiskinan Nelayan.
Sekalipun batasan konseptualnya dipahami secara berbeda-beda, namun semua
orang sepakat bahwa ketika membahas kemiskinan di Indonesia maka pandangan akan
tertuju pada sebuah lapisan masyarakat tertentu yang dalam membina kehidupan mereka
menghadapi masalah kekurangan sandang, pangan, papan (rumah-tinggal), pendidikan,
pelayanan sarana kehidupan (air bersih, lingkungan, kesehatan dan infrastruktur), dan
martabat yang rendah, (IPB, 2008).
Selanjutnya Rustiadi, dkk (2007), mengatakan bahwa secara hakiki kemiskinan
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan seseorang menyebabkan
dirinya tidak dapat mengikuti tata nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Penggunaan istilah miskin dan tidak miskin selama ini sering meresahkan beberapa
kalangan akibat penggolongan daerah miskin, sangat miskin dan seterusnya dalam
kehidupan sehari-hari seringkali berkonotasi merendahkan.
Todaro (2004), mengatakan bahwa kemiskinan dapat terjadi karena perpaduan
tingkat pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang sangat tidak
merata. Pada tingkat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi pendapatan per kapita
yang ada, maka akan semakin rendah jumlah kemiskinan. Akan tetapi tingginya tingkat
pendapatan per kapita tidak menjamin lebih rendahnya tingkat kemiskinan. Pemahaman
tenterhadap hakikat distribusi ukuran pendapatan merupakan landasan dasar bagi setiap
analisis masalah kemiskinan di negara-negara yang berpendapatan rendah.
IPB (2008), mengatakan bahwa secara ekonomi, parameter untuk mengukur
kemiskinan yang sering digunakan adalah angka pendapatan atau pengeluaran per kapita,
ataupun angka produk domestik bruto (PDB) per kapita. Ukuran internasional saat ini
ditetapkan oleh bank dunia dengan angka pendapatan per kapita lebih kecil atau sama
dengan US$ 2 per hari. Meski ukuran mereka sangat pasti, tetapi pendekatan-pendekatan
ekonomi tersebut, dipandang oleh banyak pihak tidak cukup realistik untuk mewakili
kondisi kemiskinan yang sebenarnya. Angka-angka tersebut dianggap terlalu
mengawang-awang karena diturunkan dari kondisi makro ekonomi suatu negara. Sebagai
koreksi, para ahli pangan pertanian mendekati kemiskinan dengan angka asupan energi
atau nutrisi per kapita. Pendekatan sosial-budaya, mengukur kemiskinan dari capaian
derajat kesehatan, derajat pendidikan, intensitas beban kerja, akses kepada sumber-
sumber nafka seperti tanah dan modal. Dari pendekatan sosio-fisikal, kemiskinan diukur
dari kemudahan menjangkau pusat-pusat pelayanan dan ketersediaan infrastruktur (listrik,
air bersih, telpon, televisi, jalan aspal) bagi kehidupan. Dari perspektif sosio-politik,
kemiskinan diukur dari seberapa besar akses kaum miskin dalam menyuarakan hak-hak
politiknya. Sementara dari sudut pandang sosio-ekologi, kemiskinan diukur dari seberapa
tinggi derajat kenyamanan lingkungan telah dinikmati oleh sebuah lapisan masyarakat
dalam kehidupannya.
Rustiadi, dkk, (2007) mengatakan bahwa berbagai upaya menetapakan tolok ukur
kemiskinan telah banyak dilakukan oleh banyak pakar, bebarapa tolok ukur yang telah
banyak dikenal selama ini adalah:
1. Rasio barang dan jasa yang dikonsumsi (Good-Service Ratio, GSR)
Konsep ini bertolak dari fakta yang menunjukan bahwa semakin tinggi kesejahteraan
seseorang semakin besar persentase pendapatan (income) yang digunakan untuk
konsumsi jasa. Dengan demikian semakin kecil nilai rasio barang dan jasa yang
dikonsumsi, makin tinggi kesejahteraan seseorang. Standar nilai rasio yang digunakan
di beberapa tempat sangat bervariasi. Konsep ini memiliki kelemahan selama tidak
ada kejelasan perbedaan antara barang dan jasa. Di lain pihak, seringkali kita
dihadapkan dengan ketidakjelasan dalam membedakan antara konsumsi dengan biaya.
2. Persentase/Rasio pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makanan.
Sebagai kebutuhan pokok yang paling hakiki, konsumsi terhadap makanan akan
selalu menjadi prioritas utama dalam konsumsi pola manusia. Konsep ini bertolak
dari pemikiran bahwa seseorang akan terlebih dahulu memenuhi kebutuhan
konsumsi makanannya sebelum mengkonsumsi komoditi-komoditi lainnya.
Seseorang baru akan mengkonsumsi komuditi lainnya setelah terlebih dahulu
memenuhi konsumsi makannya. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin
tinggi kesempatan mengkonsumsi komuditi selain makanan. Dengan demikian
berdasarkan tolok ukur ini semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan
terhadap total pendapatan seseorang, semakin tinggi tingkat kesejahteraannya.
3. Pendapatan setara harga beras.
Profesor Sayogyo dari IPB telah membuat ambang batas kemiskinan berdasarkan
harga setara beras. Dengan didasarkan pada kebutuhan kalori sebesar 120
kkal/kapita/tahun, ditentukan ambang kemiskinan di desa dan di kota masing-masing
jika pendapatannya kurang dari 240 kg/kapita/tahun. Dengan adanya perkembangan,
aspirasi masyarakat telah meningkat, sehingga ukuran relatif dari ambang kemiskinan
tersebut menurut Profesor Teken perlu ditingkatkan menjadi 360 kg/kapita/tahun
untuk perkotaan.
Konsep ini mempunyai beberapa kelemahan karena ; (1) tidak semua masyarakat dan
golongan masyarakat di Indonesia memilih beras sebagai makanan pokoknya, (2)
terjadinya deferensiasi harga yang terlalu besar terutama di pedesaan, dan (3) harga
komuditi beras yang ada tergantung pada harga komuditi yang disubsidi atau kredit
dari pemerintah (pupuk, pestisida dan sebagainya).
4. Pemenuhan kebutuhan pokok.
Pengukuran kesejahteraan berdasarkan kebutuhan sembilan bahan pokok ini
dikembangkan oleh Direktorat Tata Guna Tanah atas prakarsa Prof. I. Made Sandy,
dengan menetapkan kebutuhan baku minimal, kemudian angka kebutuhan baku
menimal tersebut dikalikan dengan harga dan ditotalkan sembilan kebutuhan pokok
tersebut. Tingkat pengeluaran tiap keluarga dihitung dalam rupiah kemudian baru
disusun suatu kriteria perbandingan antara total pendapatan dengan indeks kebutuhan
sembilan bahan pokok. Hasil yang diperoleh kurang dari 75% tergolong sangat
miskin, 75-100% hampir sangat miskin, 100-125% miskin dan >125% tidak miskin.
Konsep ini pun mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah: (1) kesulitan
dalam menentuan satuan fisik, kebutuhan minimal karena kebutuhan tiap wilayah
beragam, dan (2) sebagian dari sembilan bahan pokok tersebut disubsidi pemerintah
dan sebagaian lainnya tidak sehingga kurang homogen.
Pada prinsipnya keempat kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : (1)
semakin besar presentase pendapatan yang dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan
akan barang-barang dibandingkan terhadap jasa maka seseoarang dikatagorikan semakin
miskin, (2) semakin besar persentase pendapatan yang dikeluarkan untuk pemenuhan
kebutuhan akan bahan pangan dari pada non pangan maka seseorang dikatagorikan
semakin miskin, (3) tingkat pendapatan di bawah batas standar pendapatan tertentu
dikatakan miskin, dan (4) semakin rendah kemampuan seseorang untuk memenuhi
sembilan bahan pokok maka seseorang dikatagorikan semakin miskin.
Dalam hal penetapan parameter kemiskinan, para akademisi boleh berbeda-beda
pandangan, namun substansi yang hendak dicapai tetaplah sama, yaitu mengukur derajat
kesejahteraan warga masyarakat di suatu daerah. hal itu wajar terjadi, kemiskinan adalah
multi-facet phenomenon. Artinya masalah kemiskinan ternyata memiliki banyak dimensi
yang pengukurannya bisa beragam. Dimensi sosial-budaya, ekonomi, politik, sains dan
tehnologi, serta dimensi lainnya akan menghasilkan peta kemiskinan dengan variasi
beraneka, meski tetap menunjuk pada lapisan yang seringkali sama.
Indonesia dihadapakan pada masalah angka kemiskinan yang tinggi. Pada tahun
2006, terdapat 39,05 juta orang atau 18 persen dari seluruh penduduk Indonesia masih
termasuk katagori miskin (BPS, 2006). Angka ini rentan dengan perubahan terutama
yang disebabkan oleh krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM atau bahan makanan
pokok. Pada tahun 1998, ketika mulai krisis ekonomi pada tahun 1998, angka kemiskinan
meningkat dari 11,3 persen pada tahun 1996 menjadi 24,2 persen pada tahun 1998 (BPS,
1998). Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2008 angka kemiskinan Indonesia
akan meningkat tajam seiring dengan kenaikan BBM, kenaikan harga CPO dan
penurunan inflasi yang tanpa disertai pertumbuhan di sektor real.
Penduduk miskin di Indonesia 63,41 persen diantaranya tinggal di pedesaan (BPS,
2006). Ini berarti, jika pembangunan pedesaan mampu menghapus angka kemiskinan
penduduk desa, maka penduduk miskin akan berkurang sebanyak 63,41 persen atau
25.046.950 orang. Kondisi yang sama terjadi di desa-desa pesisir. Wilayah desa pesisir
meliputi 8.090 buah desa dan menampung 16.420.000 jiwa penduduk yang 32,41 persen
diantaranya termasuk katagori penduduk miskin (DKP, 2007 dalam IPB, 2008).
Fauzi (2005), mengatakan bahwa hampir sebagian besar nelayan kita masih hidup
di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari US$ 10 per kapita perbulan.
Jika dilihat dalam konteks Millenium Devolopment Goal, pendapatan sebesar itu sudah
termasuk dalam extreme poverty, karena lebih kecil dari US$ 1 per hari. Pelaku perikanan,
khususnya mereka yang berskala kecil (perikanan pantai), masih tergolong masyarakat
miskin. Hasil perhitungan COREMAP di 10 propinsi menunjukkan bahwa pendapatan
nelayan pada tahun 1996/1997 masih berkisar antara Rp 82.000 sampai Rp 200.000 per
bulan. Jumlah tersebut masih jauh dari upah minimum regional (UMR) yang ditetapkan
Pemerintah sebesar Rp 380.000 pada tahun yang sama.
Kemiskinan masyarakat pesisir bersifat multi dimensi dan disebabkan oleh tidak
terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, infrastruktur (DKP, 2005:10). Disamping itu, kurangnya
kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, tehnologi dan permodalan,
budaya dan gaya hidup yang cendrung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat
miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang
berpihak pada masyarakat pesisir sebagai salah satu pemangkuh kepentingan di wilayah
pesisir, (Basri, 2007). Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB tahun 1996 dalam hasil
penelitiannya mengungkapkan bahwa pendapatan rumah tangga nelayan di desa pesisir
Lombok bagian barat berkisar antara Rp 210.540 643.510 per tahun (Samodra, 2000
dalam Basri, 2007).
Sementara itu Pusat Kajian Ekonomi Kelautan dan Pengembangan Ekonomi
Wilayah Pantai Universitas Trisakti melihat faktor rendahnya tehnologi tangkapan dan
rendahnya kepemilikan alat tangkap di satu sisi sedang di sisi lain faktor
ketidakberdayaan posisi tawar atas hasil tangkap serta minimnya modal menjadi
penyebab utama terjadinya kemiskinan nelayan di pantai selatan propinsi Banten, yang
tercakup atas tiga jenis pekerjaan utama nelayan yaitu menangkap ikan, mengolah ikan,
dan memasarkan ikan, (Mulyadi, 2005 dalam Basri, 2007).
Beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan antara lain : rendahnya
tingkat tehnologi penangkapan, kecilnya skala usaha, belum efisiennya sistim pemasaran
hasil dan status nelayan yang sebagian besar adalah buruh. Dalam mengukur tingkat
kesejahteraan nelayan ada beberapa indikator yang digunakan, seperti indikator
Perubahan Pendapatan Nelayan dan Indikator Nilai Tukar Nelayan (NTN). Konsep yang
dilakukan Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (P3K) dalam melakukan penyusunan
indikator kesejahteraan masyarakat pesisir adalah dengan menggunakan konsep pemetaan
kemiskinan (Poverty Mapping), (Basri, 2007).
Indikator kesejahteraan nelayan yang terangkum dalam nilai kukar nelayan
(NTN) masih dapat dipertahankan sebagai salah satu referensi dasar yang amat berharga
untuk merumuskan kebijakan pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Untuk
mempertajam analisis dan kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan, indikatot NTN
masih perlu disandingkan dan dilengkapi dengan data dasar dan indikator kemiskinan
nelayan di daerah pesisir dan kawasan pantai di Indonesia.
Menurut Ditjen P3K, (2004) dalam Basri (2007), bahwa pengukuran indikator
kesejahteraan dilakukan pada aspek :
1. Kesejahteraan rakyat ;
(a) Tingkat kesehatan, (b) pendidikan, (c) tenaga kerja, (d) mortalitas dan fertilitas,
(e) perumahan, (f) pengeluaran konsumsi rumah tangga.
2. Nilai tukar nelayan (NTN).
3. Kemiskinan pada masyarakat pesisir pantai ;
(a) Penerimaan, (b) pengeluaran konsumsi rumah tangga.
4. Peta kemiskinan ;
(a) The poverty headcount index ( indikator insiden kemiskinan ).
(b) The poverty gap index ( tingkat kedalaman kemiskinan ).
(c) The severity of poverty ( tingkat keparahan kemiskinan ).
2.3. Kondisi Rumah Tangga Nelayan
Di pedesaan, pola kegiatan rumah tangga selama ini telah berkembang seiring
dengan proses pembangunan pedesaan dan proses industrialisasi. Salah satu yang dapat
dipahami bahwa sumbangan relatif lapangan kerja pada sektor pertanian secara hipotesis
semakin menurun dengan semakin berkembangnya proses industrialisasi dan urbanisasi.
Demikian juga dengan kegiatan rumah tangga pertanian (farm households) juga
berkembang dan berubah secara dominan dengan kegiatan utama pada sektor pertanian.
Namun, karena berbagai keterbatasan, seperti semakin berkurangnya kepemilikan lahan,
semakin pendeknya siklus pertanian akibat dari kemajuan iptek pertanian, siklus
pertanian yang dihadapi oleh rumah tangga tani memiliki peluang tambahan waktu yang
dapat digunakan pada kegiatan lain untuk mengisi lapangan pekerjaan di pedesaan selain
mengusahakan pertanian, (Subri, 2007).
Selanjutnya Subri (2007), mengatakan bahwa dalam konteks rumah tangga
nelayan, persoalannya jauh lebih kompleks bila dibandingkan dengan rumah tangga tani
konvensional. Walaupun dalam sensus sektor perikanan merupakan subsektor dari
portanian, keberadaan rumah tangga nelayan memiliki ciri khusus bila dibandingkan
dengan rumah tangga tani. Perbedaaan ini sangat penting dikemukakan mengingat
berbagai ciri yang muncul dari kedua rumah tangga ini. Pertama, rumah tangga tani dan
petani tambak mengandalkan tanah yang terbatas sebagai salah satu faktor produksi.
Sementara rumah tangga nelayan mengandalkan wilayah pesisir sebagai suatu faktor
produksi. Kedua, pada rumah tangga tani lahan terbatas penguasaannya, sedangkan laut
bagi rumah tangga nelayan adalah tidak dibatasi oleh batas-batas teritorial administrasi.
Ketiga, petani dalam proses produksinya terikat dengan musim, sementara rumah tangga
nelayan sarat dengan siklus bulan (Mashuri, 2001 dalam Subri, 2007).
Dari sisi jam kerja, rumah tangga tani memanfaatkan waktu siang, sedangkan
rumah tangga nelayan dalam penangkapan ikan pada umumnya malam hari, kecuali
nelayan yang mengusahakan budidaya ikan laut dan jenis produk lainnya. Dari sisi input
tenaga kerja, pada rumah tangga tani besar kemungkinan peran laki-laki dan wanita
bersama-sama melakukan proses produksi. Sementara itu, pada rumah tangga perikanan,
penangkapan ikan merupakan suatu pekerjaan lelaki. Selain secara fisik merupakan
lapangan pekerjaan yang tinggi resionya, wanita sulit untuk terlibat dalam penangkapan
ikan karena sangat bertentangan dengan waktu pengasuhan anak-anak, (Subri, 2007).
2.4. Kemiskinan dan Problematik Masyarakat Pesisir di Indonesia.
Kemiskinan merupakan suatu kondisi hidup yang merujuk pada keadaan
kekurangan. Sering pula dihubungkan dengan kesulitan dan kekurangan dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Seseorang dikatakan miskin, bila sudah kesulitan memenuhi kebutuhan
pokoknya. Selama ini, sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan
komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang
lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Selain itu kemiskinan
sering juga didefinisikan sebagai situasi serba kekurangan dari penduduk yang terwujud
dalam dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan
ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar