2005-06-pk-final

13
P U T U S A N Nomor 06 PK/N/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa perkara niaga dalam permohonan peninjauankembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan antara : PT. BANK INTERNATIONAL INDONESIA, Tbk., berkedudukan di Jalan MH. Thamrin Kaveling 22 Jakarta Pusat, yang diwakili oleh : Armand B. Arief (Wakil Presiden Direktur), Sukatmo Padmosukarso (Direktur) dan Dira K. Mochtar (Direktur), dalam hal ini memberi kuasa kepada : Abdul Hakim G. Nusantara, SH. LL.M., dan kawan-kawan, para Advokat, berkantor di Menara Jamsostek Lantai 4 Suite TA 0402 Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 38, Jakarta 12710, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 22 Maret 2005, sebagai Pemohon Peninjauan-kembali dahulu Pemohon Kasasi/Termohon ; Melawan H. TAFRIZAL HASAN GEWANG, SH. MH., Kurator PT. INTERCON ENTERPRISES, beralamat di Gedung Sentra Salemba Mas, Blok U Jalan Salemba Raya No. 34-36 Jakarta Pusat, dalam hal ini memberi kuasa kepada : Rusdah Irwan Syarif, SH., dan kawan-kawan, para Advokat, berkantor di Ruko Sentra Menteng Blok MM No. 88 M, Lantai 2, Sektor VII, Bintaro Jaya, Tangerang 15224, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 September 2004, sebagai Termohon Peninjauankembali dahulu Termohon Kasasi/Pemohon ; Mahkamah Agung tersebut ; Membaca surat-surat yang bersangkutan; Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa Pemohon Peninjauankembali dahulu sebagai Pemohon Kasasi/ Termohon telah mengajukan permohonan peninjauankembali terhadap putusan Mahkamah Agung Tanggal 26 Oktober 2004 Nomor 025 K/N/2004 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauankembali dahulu sebagai Termohon Kasasi/Pemohon dengan posita perkara sebagai berikut : Bahwa, tuntutan a quo yang diajukan oleh Pemohon selaku Kurator PT. INTERCON KEBON JERUK (dahulu PT. INTERCON ENTERPRISES) adalah untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung RI No. 015 PK/N/2003 tanggal 12 Maret 2004 dalam perkara niaga dalam tingkat peninjauankembali yang amar putusannya antara lain berbunyi : MENGADILI 1

description

AAAA

Transcript of 2005-06-pk-final

Page 1: 2005-06-pk-final

P U T U S A NNomor 06 PK/N/2005

DEMI KEADILAN BERDASARKANKETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa perkara niaga dalam permohonan peninjauankembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan antara :

PT. BANK INTERNATIONAL INDONESIA, Tbk., berkedudukan di Jalan MH. Thamrin Kaveling 22 Jakarta Pusat, yang diwakili oleh : Armand B. Arief (Wakil Presiden Direktur), Sukatmo Padmosukarso (Direktur) dan Dira K. Mochtar (Direktur), dalam hal ini memberi kuasa kepada : Abdul Hakim G. Nusantara, SH. LL.M., dan kawan-kawan, para Advokat, berkantor di Menara Jamsostek Lantai 4 Suite TA 0402 Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 38, Jakarta 12710, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 22 Maret 2005, sebagai Pemohon Peninjauan-kembali dahulu Pemohon Kasasi/Termohon ;

Melawan

H. TAFRIZAL HASAN GEWANG, SH. MH., Kurator PT. INTERCON ENTERPRISES, beralamat di Gedung Sentra Salemba Mas, Blok U Jalan Salemba Raya No. 34-36 Jakarta Pusat, dalam hal ini memberi kuasa kepada : Rusdah Irwan Syarif, SH., dan kawan-kawan, para Advokat, berkantor di Ruko Sentra Menteng Blok MM No. 88 M, Lantai 2, Sektor VII, Bintaro Jaya, Tangerang 15224, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 September 2004, sebagai Termohon Peninjauankembali dahulu Termohon Kasasi/Pemohon ;

Mahkamah Agung tersebut ;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa Pemohon Peninjauankembali dahulu sebagai Pemohon Kasasi/ Termohon telah mengajukan permohonan peninjauankembali terhadap putusan Mahkamah Agung Tanggal 26 Oktober 2004 Nomor 025 K/N/2004 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauankembali dahulu sebagai Termohon Kasasi/Pemohon dengan posita perkara sebagai berikut :

Bahwa, tuntutan a quo yang diajukan oleh Pemohon selaku Kurator PT. INTERCON KEBON JERUK (dahulu PT. INTERCON ENTERPRISES) adalah untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung RI No. 015 PK/N/2003 tanggal 12 Maret 2004 dalam perkara niaga dalam tingkat peninjauankembali yang amar putusannya antara lain berbunyi :

MENGADILI

"Mengabulkan permohonan peninjauankembali dari Pemohon Peninjauankembali PT. INTERCON KEBON JERUK (dahulu PT. INTERCON ENTERPRISES) tersebut";

"Membatalkan putusan Mahkamah Agung tanggal 28 Oktober 2003 No. 027 K/N/2003 dan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 September 2003 No. 31/Pailit/1999/ PN.Niaga.Jkt.Pst."

MENGADILI KEMBALI

Dalam Eksepsi:"Menolak eksepsi Termohon"

Dalam Pokok Perkara:"Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima"

"Menghukum Pemohon Peninjauankembali untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan, yang dalam pemeriksaan peninjauankembali ini ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta rupiah);

1

Page 2: 2005-06-pk-final

Di mana di dalam salah satu pertimbangan hukumnya pada halaman 11 huruf c berbunyi :

"Bahwa sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, tuntutan hukum Pemohon tersebut diatas adalah tuntutan hukum yang berpangkal pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termasuk harta pailit sehingga yang harus mengajukan tuntutan tersebut adalah Kurator, dan bukannya debitur pailit (i.c. Pemohon yang diwakili oleh kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 12 Mei 2003) (bukti P-1);

Bahwa tuntutan a quo yang diajukan oleh Pemohon kepada Termohon yang menimbulkan putusan Peninjauankembali tanggal 12 Maret 2004 (vide bukti P-1) adalah sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 31/Pailit/1999/ PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 8 September 2003 pada halaman 1, 2 dan 3 (bukti P-2), yang berbunyi sebagai berikut :

- Bahwa Pemohon semula dengan putusan Mahkamah Agung R.I dalam perkara Peninjauankembali No. 019/PK/N/1999 tanggal 18 Oktober 1999 dinyatakan pailit dan dengan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 31/Pailit/1999/PN.Niaga. Jkt.Pst jo. No. 20 K/N/1999 jo. No. 019 PK/N/1999 tanggal 17 Oktober 2000 dinyatakan bahwa Perjanjian Perdamaian beserta lampirannya yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisah-kan tanggal 5 Oktober 2000 adalah sah dan berkekuatan hukum;

- Bahwa semua proses verifikasi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Termohon sebagai salah satu Kreditur dalam rangka memenuhi ketentuan Pasal 24 ayat (1) jo. Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan ("UUK") telah mengajukan tagihannya kepada Kurator dan setelah berakhirnya rapat-rapat verifikasi, maka pada tanggal 22 Juni 2000 telah ditandatangani oleh Hakim Pengawas, R. Joediono, SH., dan Kurator Tafrizal Hasan Gewang, SH., suatu Daftar Piutang para Kreditur PT. INTERCON ENTERPRISES yang diakui, dimana telah diakui piutang Termohon dengan Nomor Urut 6 seluruhnya sebesar Rp. 102.539.961.577,37 (seratus dua milyar lima ratus tiga puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh satu ribu lima ratus tujuh puluh tujuh rupiah tiga puluh tujuh per seratus), dengan rincian :▪ Separatis........................................Rp. 70.000.000.000,00▪ Konkuren.......................................Rp. 32.539.961.577,37------------------------------------------------------------(bukti P-2);

- Bahwa dengan demikian menurut ketentuan Pasal 117 ayat (4) jo. Pasal 152 Undang-Undang Kepailitan, pengakuan suatu piutang dalam suatu perdamaian yang telah disahkan mempunyai kekuatan mutlak dalam kepailitan dan berlaku bagi semua kreditur yang tidak mempunyai untuk didahulukan dengan tidak pengecualian, tidak peduli apakah mereka itu telah memajukan diri dalam kepailitan maupun tidak;

- Bahwa dalam kasus a quo Termohon selaku pemegang hak tanggungan dengan memegang hak tanggungan atas tanah sesuai sertifikat Hak Guna Bangunan ("HGB") No. 419 Desa Srengseng seluas 135.800 M2 (seratus tiga puluh lima ribu delapan ratus meter persegi) tertulis atas nama PT. INTERCON ENTERPRISES (bukti P-3), nilai hak tanggungan sesuai bukti P-2 adalah sebesar Rp. 70.000.000.000.- (tujuh puluh milyar rupiah);

- Bahwa apabila harga tanah tersebut saat ini ditaksir lebih kurang per meter persegi sebesar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) maka akan didapat angka Rp. 271.600.000.000.- (dua ratus tujuh puluh satu milyar enam ratus juta rupiah) yang berarti menurut ketentuan Pasal 56 ayat (1) jo. Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, yang dapat di eksekusi hanyalah senilai Rp. 70.000.000.000,- (tujuh puluh milyar rupiah) saja, dan sisanya senilai Rp. 201.000.000.000,00 (dua ratus satu milyar rupiah) harus masuk boedel Pemohon untuk dibayarkan kepada kreditur konkuren, dimana Termohon juga mempunyai tagihan konkuren sebesar Rp. 32.539.961.577,37 (tiga puluh dua milyar lima ratus tiga puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh satu ribu lima ratus tujuh puluh tujuh rupiah tiga puluh tujuh per seratus) sesuai posita angka 2 diatas;

- Bahwa untuk itu Termohon telah berulang kali diingatkan oleh Pemohon tentang adanya kelebihan tersebut dan terakhir dengan surat tanggal 1 Mei 2003 Pemohon telah mengundang Termohon untuk hadir di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat namun tetap tidak ada kabar dan tanggapan dari Termohon dimana Termohon seolah-olah beranggapan seluruh piutangnya telah lunas dibayar dengan tanah HGB yang menjadi jaminan tersebut (bukti P-4) ;

2

Page 3: 2005-06-pk-final

- Bahwa dengan demikian jelas Termohon tidak mau bekerja-sama dengan Pemohon dan bermaksud ingin menguasai seluruhnya tanah yang telah dijaminkan tersebut dengan mengabaikan seluruhnya ketentuan Undang-Undang Kepailitan sebagaimana Pemohon kutipkan diatas;

- Bahwa karenanya dengan tidak diserahkannya sertifikat induk guna dipecah/dibalik nama ke atas nama Pemohon untuk selanjutnya dijual kepada para konsumen berakibat program pembayaran utang kepada para kreditur konkuren menjadi terhambat;

Bahwa posita-posita diatas adalah juga merupakan alasan-alasan hukum Pemohon di dalam mengajukan permohonan peninjauankembali pada Mahkamah Agung dimana posita/alasan-alasan hukum tersebut menurut Mahkamah Agung dapat dibenar-kan, oleh karena Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan kesalahan berat di dalam menerapkan hukum (vide bukti P-1 halaman 10 baris ke dua dari atas);

Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, Pemohon mohon kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar memberikan putusan sebagai berikut :

1. Primair :"Menyatakan Termohon bersalah melanggar ketentuan Pasal 57 dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan";"Menghukum Termohon untuk menyerahkan sertifikat induk Hak Guna Bangunan No. 419/Desa Srengseng, Kecamatan Kebon Jeruk, Wilayah Jakarta Barat kepada Pemohon guna diurus pemecahan/balik nama paling lambat 8 (delapan) hari sejak putusan ini diucapkan dengan uang paksa sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) per hari apabila Termohon melalaikan putusan a quo";

atau :2. Subsidair :

Dalam peradilan yang baik mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);

Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Termohon mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:1. Bahwa Pengadilan Niaga Jakarta tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara a

quo, karena permohonan Pemohon adalah tuntutan pengembalian sertifikat induk guna dipecah/dibalik nama (vide Pasal 57 Undang-Undang Kepailitan), yang masuk dalam lingkup gugatan perdata, bukan permohonan kepailitan;Dengan demikian apabila permohonan a quo diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 57 Undang-Undang Kepailitan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 280 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, perkara a quo harus diajukan ke Pengadilan Negeri (Peradilan Umum), bukan ke Pengadilan Niaga;Oleh karena perkara ini menjadi kompetensi peradilan umum, maka permohonan atau tuntutan hak harus diajukan melalui mekanisme gugatan menurut ketentuan-ketentuan hukum acara perdata;

2. Bahwa permohonan dalam perkara a quo tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, sehingga harus ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;

3. Bahwa tuntutan Pemohon dalam perkara a quo merupakan pengulangan perkara yang sama (ne bis in idem) dengan perkara No. 31/Pailit/1999/PN.Niaga.Jkt.Pst, yang telah dikuatkan dengan putusan kasasi No. 027 K/N/2003 jo. putusan peninjauankembali No. 015 PK/N/2003, yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dimana gugatan/tuntutan Pemohon selaku kurator PT. Intercon Enterprises yang meminta agar Termohon mengembalikan sertifikat induk, yaitu sertifikat Hak Bangunan No. 419 Desa Srengseng seluas 135.000 M2 (sama dengan perkara a quo) telah ditolak oleh Majelis Hakim perkara No. 31/Pailit/1999/PN.Niaga.Jkt.Pst;Oleh karena perkara a quo telah memenuhi asas ne bis in idem, maka sesuai dengan SEMA Nomor 3 Tahun 2002, tuntutan Pemohon selayaknya ditolak dan dinyatakan tidak dapat diterima;

Menimbang, bahwa terhadap permohonan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan, yaitu putusannya tanggal 17 September 2004 Nomor : 31/ Pailit/1999/PN.Niaga.Jkt.Pst, yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

3

Page 4: 2005-06-pk-final

▪ Mengabulkan tuntutan Pemohon untuk sebagian;

▪ Menghukum Termohon untuk menyerahkan sertifikat induk Hak Guna Bangunan No. 419, Desa Srengseng, Kecamatan Kebon Jeruk, Wilayah Jakarta Barat atas nama PT. Intercon Enter-prises kepada Pemohon paling lambat 8 (delapan) hari sejak putusan ini diucapkan dengan uang paksa sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per hari apabila Termohon melalaikannya;

▪ Menolak tuntutan Pemohon yang lain dan yang selebihnya;Menimbang, bahwa amar putusan Mahkamah Agung R.I. tanggal 26 Oktober 2004 Nomor 025

K/N/2004 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut :" Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. BANK INTERNATIONAL INDONESIA,

Tbk tersebut;" Menghukum Pemohon kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini yang ditetapkan

sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut in casu putusan

Mahkamah Agung R.I. tanggal 26 Oktober 2004 Nomor 025 K/N/2004 diberitahukan kepada Pemohon Kasasi/Termohon dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 22 Maret 2005 diajukan permohonan peninjauankembali secara lisan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 8 April 2005 permohonan mana disertai dengan memori yang memuat alasan-alasan permohonannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 08 April 2005 itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauankembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama pada tanggal 12 April 2005, kemudian terhadapnya oleh pihak lawan tidak diajukan jawaban;

Menimbang, bahwa oleh karena itu sesuai dengan Pasal 295, 296, 297 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004, permohonan peninjauankembali a quo beserta alasan-alasannya yang diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara-cara yang ditentukan Undang-Undang formal dapat diterima,

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauankembali telah meng-ajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali pada pokoknya sebagai berikut :

1. Bahwa sertifikat HGB No. 419 berada dalam penguasaan pihak lain, bukan pada BII sehingga tuntutan menjadi kurang pihak (plurium litis consortium), karena Pemohon berdasarkan Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 74/Kebon Jeruk/1997 tertanggal 12 Mei 1997 ("APHT 74") adalah pemegang hak tanggungan atas sertifikat Hak Guna Bangunan ("HGB") No. 419 Desa Srengseng seluas 128.125 M2 atas nama PT. Interkon Kebon Jeruk (IKJ) (dahulu PT. Intercon Enterprises); (vide bukti T-4 dan vide bukti T-5), berdasarkan APHT 74 tersebut, Pemohon juga telah sepakat dengan PT. Interkon Kebun Jeruk (IKJ) (dahulu PT. Intercon Enterprises) untuk membuat dan menandatangani Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (dengan kuasa untuk menjual berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf e) No. 49 tanggal 19 November 1997 ("PJB 49") atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada butir 24 (dua puluh empat) di atas sejumlah Rp. 40.251.966.045,- (empat puluh milyar dua ratus lima puluh satu juta sembilan ratus enam puluh enam ribu empat puluh lima rupiah); Dan pada tanggal 23 Desember 2002, Pemohon berdasarkan Akta Pengikatan Jual Beli No. 59 telah menjual tanah berdasarkan sertifikat Hak Guna Bangunan ("HGB") No. 419 tersebut kepada PT. Mitra Intan Sejahtera (PT. MIS) (vide bukti T-8 dan vide bukti T-9), berdasarkan Akta Pengikatan Jual Beli No. 59 tanggal 23 Desember 2002 tersebut, Pemohon juga telah menyerahkan Sertifikat HGB No. 419 tersebut kepada PT. Mitra Intan Sejahtera untuk dilakukan pemecahan namun sampai saat ini sertifikat HGB No. 419 tersebut belum dilakukan pemecahan dan masih berada dalam penguasaan PT. Mitra Intan Sejahtera (PT. MIS) terbukti dari Surat PT. MIS, Surat Pemohon I, Surat Pemohon II dan Notulen Rapat (vide bukti PK-1, PK-2, PK-3 dan vide bukti P-4), serta Surat PT. MIS (vide bukti PK-1) membuktikan bahwa PT. MIS telah mengakui bahwa sertifikat HGB No. 419 Desa Srengseng tertulis atas nama PT. Intercon Enterprises berada dalam penguasaan PT. Mitra Intan Sejahtera dan Pemohon berdasarkan Surat Pemohon I, Surat Pemohon II dan Notulen Rapat (vide bukti PK-2, PK-3 dan vide bukti PK-4) telah meminta PT. MIS untuk menyerahkan Sertifikat HGB No. 419/Srengseng tersebut kepada Notaris guna mempermudah pelaksanaan proses pemecahan;

4

Page 5: 2005-06-pk-final

2. Bahwa surat PT. MIS, Surat Pemohon I, Surat Pemohon II dan Notulen Rapat (bukti-bukti PK) di atas jelas merupakan bukti-bukti yang tidak terbantahkan bahwa ternyata sertifikat HGB No. 419 Desa Srengseng tertulis atas nama PT. Intercon Enterprises faktanya saat ini berada dalam penguasaan PT. Mitra Intan Sejahtera, bukan pada Pemohon karena Sertifikat Hak Guna Bangunan ("HGB") No. 419 Desa Srengseng tertulis atas nama PT. Intercon Enterprises ternyata saat ini berada dalam penguasaan PT. Mitra Intan Sejahtera dan bukan pada Pemohon, maka jelas PT. Mitra Intan Sejahtera sebagai pihak yang juga memiliki kepentingan harus diikutsertakan menjadi pihak yang dituntut untuk mengembalikan sertifikat HGB No. 419 Desa Srengseng tersebut; Oleh karenanya gugatan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima;

3. Majelis Hakim Agung Tingkat Kasasi dan judex facti tidak me-nerapkan hukum acara dengan benar atau tidak mencukupkan alasan-alasan hukum dalam menilai dan mempertimbangkan fakta-fakta hukum sehingga semakin jelas kesalahan/kekeliruan dalam putusan a quo, misalnya dalam pertimbangan Majelis Hakim Agung tingkat kasasi pada halaman 13 (tiga belas) menyatakan :

"Bahwa keberatan-keberatan ini tidak dapat dibenarkan oleh karena judex facti tidak salah menerapkan hukum";

"Menimbang, bahwa Pemohon (sekarang Termohon) mendalil-kan dasar tuntutannya adalah Pasal 57 Undang-Undang Kepailitan...";

"Menimbang, bahwa hal-hal yang diatur berdasarkan Pasal 57 jo. Pasal 56A ayat (1) jo. Pasal 56 ayat (1) UUK mempunyai kaitan dan tidak dapat dipisahkan dari proses kepailitan…., karenanya eksepsi Termohon (sekarang Pemohon) harus ditolak";

Pemohon sangat keberatan dengan pertimbangan tersebut karena jelas berdasarkan ketentuan Pasal 280 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang (UU No. 1/1998), "Pengadilan Niaga hanya berwenang memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ("PKPU"); Faktanya tuntutan a quo diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang kewenangan kurator untuk menuntut kreditur menyerahkannya barang agunan untuk selanjutnya dijual tanpa mengurangi hak pemegang hak tanggungan untuk memperoleh hasil penjualan, maka berdasar-kan ketentuan Pasal 280 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998, perkara a quo harus diajukan ke Pengadilan Negeri (peradilan umum), bukan Pengadilan Niaga;

Berdasarkan ketentuan Pasal 280 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 khususnya bagian Penjelasan pada pokoknya menentukan bahwa hanya permohonan Kepailitan dan PKPU (selain perkara lain di bidang perniagaan antara lain seperti perkara Merek berdasarkan ketentuan Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan perkara Hak Cipta berdasarkan ketentuan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta) yang dapat diajukan ke Pengadilan Niaga; Selain itu berdasar-kan buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II yang dikeluarkan Mahkamah Agung R.I Halaman 114 (seratus empat belas) butir 15 (lima belas) huruf 1, "Pengadilan tidak dapat dibenarkan untuk mengabulkan suatu permohonan dan menetapkan seorang atau beberapa orang sebagai pemilik atau mempunyai hak atas suatu barang/ binatang", karena tuntutan dalam perkara a quo adalah berkaitan dengan permohonan hak dimana Pemohon diminta untuk mengembalikan sertifikat induk kepada Termohon guna dipecah/dibaliknama maka seharusnya mekanisme yang digunakan untuk mengajukan tuntutan tersebut adalah dengan mengajukan tuntutan/gugatan perdata ke Pengadilan Negeri, bukan dengan mengajukan permohonan kepailitan ke Pengadilan Niaga; Selain itu permohonan dalam perkara a quo tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 yang menetapkan syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga yakni : (i) debitur yang memiliki sedikitnya 2 (dua) kreditur: dan (ii) sedikitnya 1 (satu) utang dari salah satu debitur tersebut telah jatuh tempo;

4. Bahwa pertimbangan judex facti kontradiktif dengan petitum sehingga harus dibatalkan, karena tuntutan Termohon dalam perkara a quo didasarkan pada Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998, dan judex facti dalam pertimbangannya telah menyatakan bahwa "Termohon selaku Kurator berwenang mengajukan tuntutan dalam perkara a quo berdasarkan ketentuan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998"; Namun pertimbangan hukum judex facti tersebut bertentangan/ kontradiktif dengan petitumnya yang telah menolak menyatakan bahwa Termohon (sekarang Pemohon) bersalah melanggar ketentuan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998;

5

Page 6: 2005-06-pk-final

5. Bahwa tuntutan Termohon dalam perkara a quo merupakan pengulangan perkara yang sama (nebis in idem), karena jelas sekali terbukti dari segi fakta dan hukumnya bahwa perkara a quo sama persis dengan perkara No. 31/Pailit/1999/PN.NIAGA JKT.PST jo. No. 027 K/N/2003 jo. No. 015 PK/N/2003 yang telah diputus dan telah berkekuatan hukum tetap serta merupa-kan pengulangan perkara yang sebelumnya telah diperkarakan, sehingga perkara a quo telah memenuhi asas Nebis in idem; Sehingga tuntutan Termohon ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;

6. Bahwa salinan putusan dalam perkara a quo belum diberikan meskipun telah lewat waktu 2 x 24 Jam terhitung sejak tanggal putusan atas permohonan kasasi ditetapkan, Mahkamah Agung belum menyampaikan kepada Panitera, Pemohon, Termohon dan Kurator serta Hakim Pengawas dan faktanya Pemohon baru menerima salinan putusan tertanggal 26 Oktober 2004, sehingga jelas terbukti telah terjadi pelanggaran atas ketentuan Pasal 10 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tersebut;

7. Bahwa Pemohon keberatan atas pertimbangan Majelis Hakim Agung tingkat Kasasi pada halaman 13 (tiga belas) menyatakan:

"Bahwa keberatan-keberatan ini tidak dapat dibenarkan oleh karena judex facti tidak salah menerapkan hukum";

Pertimbangan judex facti menyatakan :"Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 158 ayat (1), (2), (3), Pasal 159 Pasal 162 Undang-Undang Kepailitan, Majelis Hakim berpendapat kurator tetap ada dan wajib melaksanakan tugas-tugasnya sekalipun kepailitan telah berakhir berdasarkan Pasal 156 Undang-Undang Kepailitan"; Faktanya jelas telah terjadi pengesahan perdamaian yang telah berkekuatan hukum mutlak sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Kepailitan menjadi berakhir (vide bukti P-4 dan vide bukti P-5); Sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 kepailitan menjadi berakhir, maka tugas kurator berdasarkan ketentuan Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 yaitu melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit juga berakhir atau dengan kata lain kurator tersebut sudah tidak ada, sehingga ia tidak berwenang untuk mengajukan tuntutan. Selain itu ketentu-an Pasal 158, Pasal 159 maupun Pasal 162 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 sama sekali tidak relevan dijadikan sebagai dasar pertimbangan yang menyatakan bahwa kurator tetap ada dan berwenang untuk mengajukan tuntutan dalam perkara a quo karena ketentuan-ketentuan tersebut tidak mengatur mengenai kewenangan kurator untuk menuntut pengembalian sertifikat tersebut setelah perdamaian disahkan dan berkekuatan hukum mutlak;

8. Bahwa Termohon dalam perkara yang sama persis dengan perkara a quo tidak dapat membuktikan permohonannya sehingga ditolak oleh Majelis Hakim berdasarkan putusan judex facti dan telah dikuatkan dalam putusan kasasi maupun Peninjauankembali. Ini terbukti dari pertimbangan Majelis Hakim pada halaman 11 (sebelas) sebagai berikut :

"…… karena Pemohon (sekarang Termohon) tidak dapat membuktikan cara penyelesaian utang sebagaimana ditunjuk pada lampiran F, maka menurut Majelis Hakim Pemohon tidak berhasil membuktikan permohonannya oleh karena itu harus ditolak (vide bukti T-1)";

9. Bahwa sama sekali tidak benar dalil Termohon pada butir 2.4 halaman 3 permohonan a quo yang menyatakan bahwa Pemohon adalah pemegang hak tanggungan atas sertifikat Hak Guna Bangunan ("HGB") No. 419 Desa Srengseng seluas 135.800 M2, karena fakta yang benar, Pemohon berdasarkan Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 74/Kebon Jeruk/1997 tertanggal 12 Mei 1997 ("APHT 74") adalah pemegang hak tanggungan atas sertifikat Hak Guna Bangunan ("HGB") No. 419 Desa Srengseng seluas 128.125 M2; jadi luasnya bukan 135.800 M2, tetapi 128.125 (vide bukti T-4 dan vide bukti T-5); Begitu pula dalil Termohon butir 2.5 halaman 4 permohonan a quo bahwa harga tanah atas sertifikat HGB No. 419 Desa Srengseng tersebut ditaksir senilai Rp. 2.000.000/m2 sehingga totalnya berjumlah Rp. 271.600.000.000,- (dua ratus tujuh puluh satu milyar enam ratus juta rupiah), adalah tidak benar. Taksiran tersebut merupakan taksiran subyektif Termohon yang sama sekali tidak berdasar. Fakta yang benar adalah Pemohon selaku pembeli telah sepakat dengan PT. Interkon Kebon Jeruk (IKJ) (dahulu PT. Intercon Enterprises) untuk membuat dan menandatangani Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (dengan kuasa untuk menjual berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf e No. 49 tanggal 19 November 1997 ("PJB 49") atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada butir 24 (dua puluh empat) di atas, sejumlah Rp. 40.251.966.045,- (empat puluh milyar dua ratus lima puluh satu juta sembilan ratus enam puluh enam ribu empat puluh lima rupiah) (vide bukti T-6);

6

Page 7: 2005-06-pk-final

Sedangkan nilai harga jual beli PJB tersebut telah sesuai/mendekati taksiran yang dilakukan PT. Winara Sabena ("WS") selaku penilai/penaksir independen (Independent Appraisal) yaitu sejumlah Rp. 41.879.000.000,- (empat puluh satu milyar delapan ratus tujuh puluh sembilan juta rupiah) (vide bukti T-7); Dan setelah dilakukan penilaian oleh WS, selanjutnya PT. Procon Indah ("Procon") selaku Asset Disposal Adviser/Manager melakukan penjualan secara tender terbuka, atas sebagian HGB No. 419/Srengseng yakni seluas 81.528 m2 berdasarkan Akta Berita Acara No. 58 tanggal 23 Desember 2002 (vide bukti T-8); Tanah tersebut terjual seharga Rp. 40.051.818.188,- (empat puluh milyar lima puluh satu juta delapan ratus delapan belas ribu seratus delapan puluh delapan rupiah) kepada PT. Mitra Intan Sejahtera sebagai pemenang lelang berdasarkan Akta Pengikatan jual beli No. 59 tanggal 23 Desember 2002 ("PJB 59") (vide bukti T-8 dan vide bukti T-9). Dengan telah terjadinya jual beli berdasarkan PJB 59 tersebut, maka IKJ justru masih memiliki kewajiban kepada Pemohon selaku kreditur separatis kurang lebih sebesar Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah);

Dengan demikian tidak benar dan sama sekali tidak berdasar tuntutan Termohon yang menuntut Pemohon untuk menyerah-kan sertifikat induk HGB No. 419 Desa Srengseng seluas 135.800 M2, lagi pula tuntutan Termohon dalam perkara a quo sama sekali tidak beralasan dan tidak berdasar serta sama persis dengan perkara sebelumnya yang telah ditolak oleh Majelis Hakim yakni perkara No. 31/Pailit/1999/PN.NIAGA.JKT. PST yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/ Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 2 Juli 2003 yang kemudian telah diperiksa dan diputus sampai pada Tingkat Kasasi dan Peninjauankembali dengan No. 027 K/N/2003 jo. No. 015 PK/N/ 2003 sehingga perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap (nebis in idem);

10. Bahwa Majelis Hakim Agung Tingkat Kasasi telah melakukan kekhilafan dan kekeliruan yang nyata karena telah membenar-kan putusan judex facti yang tidak sesuai dengan tuntutan yang telah diminta Termohon sebagai berikut :

"Menghukum Termohon untuk menyerahkan sertifikat induk Hak Guna Bangunan No. 419, Desa Srengseng, Kecamatan Kebon Jeruk Wilayah Jakarta Barat atas nama PT. Intercon Enterprises kepada Pemohon paling lambat 8 (delapan) hari sejak putusan ini diucapkan dengan uang paksa sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per hari apabila Termohon melalaikannya";

Sedangkan berdasarkan permohonan/tuntutan a quo, tuntutan yang telah diminta Termohon adalah sebagai berikut :

"Menghukum Termohon untuk menyerahkan sertifikat induk Hak Guna Bangunan No. 419, Desa Srengseng, Kecamatan Kebon Jeruk Wilayah Jakarta Barat atas nama PT. Intercon Enterprises kepada Pemohon guna diurus pemecahan/balik-namanya paling lambat 8 (delapan) hari sejak putusan ini diucapkan dengan uang paksa sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per hari apabila Termohon melalaikan putusan a quo";

Karena jelas terbukti Majelis Hakim Agung Tingkat Kasasi telah melakukan kekhilafan dan kekeliruan yang nyata karena telah membenarkan putusan judex facti yang tidak sesuai dengan tuntutan a quo sudah selayaknya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;

11. Bahwa uang paksa (dwangsom) yang dikabulkan oleh judex facti dan Majelis Hakim Agung Tingkat Kasasi tidak berdasar karena Sertifikat HGB No. 419 tidak berada pada Pemohon dan tuntutan tidak berdasar karena berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, jelas karena : (i). Terbukti berdasarkan novum bahwa sertifikat HGB No. 419 tersebut masih berada dalam penguasaan PT. Mitra Intan Sejahtera, bukan pada Pemohon dan PT. MIS tidak dijadikan sebagai pihak dalam perkara a quo dan (ii) tuntutan a quo sebagaimana dimaksud pada butir 31 (tiga puluh satu) di atas tidak berdasar, maka tidak ada alasan dan dasar hukum bagi Termohon untuk menuntut agar Pemohon mengembalikan sertifikat induk (Sertifikat HGB No. 419 Desa Srengseng seluas 135.800 m2) guna dipecah/dibalik nama (vide bukti PK-1, PK-2, PK-3 dan PK-4) oleh karena itu tidak ada alasan dan dasar hukum bagi Termohon untuk menuntut agar Pemohon mengembalikan sertifikat induk (sertifikat HGB No. 419 Desa Srengseng seluas 135.800 m2) guna dipecah/dibaliknama, maka tidak terbukti dalil Termohon yang menyatakan Pemohon bersalah melanggar ketentuan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998;

Bahwa karena tidak terbukti dalil Termohon yang menyatakan Pemohon bersalah melanggar ketentuan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998, maka tuntutan dalam perkara a quo sudah selayaknya ditolak;

7

Page 8: 2005-06-pk-final

Menimbang, bahwa Mahkamah Agung mempertimbangkan alasan-alasan Peninjauankembali dari Pemohon Peninjauankembali sebagai berikut :

mengenai keberatan ad. 1 :

Bahwa alasan ini tidak dapat dibenarkan, oleh karena tata cara pengajuan permohonan Peninjauankembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauankembali/Termohon seharusnya tidak meng-gunakan Pasal 295 ayat (2) huruf a dan Pasal 296 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, melainkan menggunakan Pasal 286 ayat (2) huruf a jo. Pasal 287 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, walaupun isi kedua ketentuan Undang-Undang tersebut pada hakekatnya sama, dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. Bahwa putusan yang dimohonkan Peninjauankembali adalah Putusan Mahkamah Agung No. 025 K/N/2005 tanggal 26 Oktober 2004 jo. Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 31/Pailit/1999/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 17 September 2004:

b. Bahwa oleh karena permohonan Pemohon/Termohon Peninjauankembali telah diputus oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 17 September 2004 (sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 pada tanggal 18 Oktober 2004), maka sesuai dengan Pasal 304 huruf a Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 lah yang berlaku;

mengenai keberatan ad. 2 :

Bahwa alasan ini juga tidak dapat dibenarkan, oleh karena bukti-bukti tertulis yang baru diajukan oleh Pemohon Peninjauan-kembali (bukti-bukti PK-1 s/d PK-4) hanya bukti yang telah ada pada persidangan sebelumnya, namun seandainyapun diketahui pada saat itu tidak akan menghasilkan putusan yang berbeda dengan alasan bahwa menurut Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 seharusnya Pemegang Hak Tanggungan (ic. Pemohon Peninjauankembali/Termohon) yang melaksanakan haknya memberikan pertanggungjawaban kepada Kurator tentang hasil penjualan barang yang menjadi agunan dan menyerahkan kepada Kurator sisa hasil penjualan setelah dikurangi jumlah utang, bunga dan biaya;

mengenai keberatan ad. III dan ad. IV :

Bahwa alasan-alasan ini juga tidak dapat dipertimbangkan, oleh karena alasan-alasan tersebut pada hakekatnya mengenai kesalah-an berat dalam penerapan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Niaga, yang menurut Pasal 287 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 pengajuan alasan tersebut tidak boleh melampaui 30 hari setelah putusan yang dimohonkan Peninjauankembali mem-peroleh kekuatan hukum tetap;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, permohonan peninjauankembali yang diajukan oleh : PT. BANK INTERNASIONAL INDONESIA, Tbk. tersebut harus ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan-kembali ditolak, maka Pemohon Peninjauankembali haruslah di-hukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauankembali ini;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 serta Undang-Undang lain yang bersangkutan ;

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauankembali dari Pemohon Peninjauankembali: PT. BANK INTERNASIONAL INDONESIA, Tbk tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauankembali dahulu Pemohon Kasasi/Termohon untuk membayar biaya perkara dalam tingkat Peninjauankembali ini yang ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 21 Maret 2006 dengan Bagir Manan Ketua Mahkamah Agung R.I. sebagai Ketua Majelis, Prof. DR. Paulus E. Lotulung, SH. dan Marianna Sutadi, SH., Ketua Muda dan Wakil Ketua Mahkamah Agung sebagai Hakim-Hakim Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis tersebut, beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh IG. Agung Sumanatha, SH., Panitera-Pengganti dengan tidak dihadiri oleh kedua belah pihak.

8

Page 9: 2005-06-pk-final

Hakim-Hakim Anggota :

ttd.

Prof. Dr. Paulus E. Lotulung, SH.

ttd.

Marianna Sutadi, SH.

K e t u a,

ttd.

Bagir Manan

Panitera Pengganti,

ttd.

IG. Agung Sumanatha, SH.

Biaya-biaya :

1. Meterai--------------------------------------Rp. 6.000,- 2. Redaksi--------------------------------------Rp. 1.000,- 3. Administrasi Peninjauankembali--------Rp. 9.993.000,- +

Jumlah---------------------------------------Rp. 10.000.000,-

9