2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4...

14
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila sangat dikenal oleh masyarakat penggemar ikan air tawar, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Di Asia Tenggara, ikan nila banyak dibudidayakan, terutama Filipina, Malaysia, Thailand dan Indonesia. Di Indonesia, ikan ini sudah tersebar hampir ke seluruh pelosok wilayah tanah air (Amri dan Khairuman 2003). Ikan nila termasuk famili Cichlidae yang mempunyai sifat menyimpan telur dan larvanya di dalam mulut. Secara umum klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1980), diacu dalam Suyanto (2003) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub kelas : Acanthoptherigii Ordo : Percomorphi Sub ordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber: Kuncoro (2009) Ikan nila memiliki bentuk tubuh yang agak panjang dengan warna tubuh hitam agak keputihan, memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada,

Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4...

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan nila sangat dikenal oleh masyarakat penggemar ikan air tawar, baik di

negara berkembang maupun di negara maju. Di Asia Tenggara, ikan nila banyak

dibudidayakan, terutama Filipina, Malaysia, Thailand dan Indonesia. Di

Indonesia, ikan ini sudah tersebar hampir ke seluruh pelosok wilayah tanah air

(Amri dan Khairuman 2003).

Ikan nila termasuk famili Cichlidae yang mempunyai sifat menyimpan telur

dan larvanya di dalam mulut. Secara umum klasifikasi ikan nila menurut

Trewavas (1980), diacu dalam Suyanto (2003) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Sub kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

Sumber: Kuncoro (2009)

Ikan nila memiliki bentuk tubuh yang agak panjang dengan warna tubuh

hitam agak keputihan, memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada,

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

sirip perut, sirip anus dan sirip ekor. Pada sirip punggung, sirip dubur dan sirip

perut terdapat jari-jari lemah dan jari-jari keras yang tajam seperti duri. Sirip

punggung memiliki lima belas jari-jari keras dan sepuluh jari-jari lemah,

sedangkan sirip ekor mempunyai dua buah jari-jari keras dan sepuluh jari-jari

lemah. Sirip perut mempunyai satu jari-jari keras dan lima belas jari-jari lemah

(Suyanto 2003).

Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh

memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal

dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Ikan ini telah tersebar ke negara-

negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Ikan nila disukai oleh

berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah

(Syamsudin 2001).

Ikan nila dapat hidup pada kisaran suhu yang lebar yaitu 14-38 oC. Ikan nila

dapat hidup pada lingkungan yang mempunyai kisaran pH 5-11 (Arie 2000).

Kandungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal

5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam batas yang tidak meracuni (lebih

rendah 0,1 mg/l) dan tingkat alkalinitas air berkisar 50-300 mg/l (BPPAT DKP

2001).

2.2 Aspek Ekonomi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan nila merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang sangat

populer karena ikan ini berasal dari luar Indonesia yang hampir mirip dengan ikan

mujair. Usaha budi daya ikan nila dilakukan di kolam-kolam (tergenang atau

mengalir), sawah dan karamba jaring apung. Usaha pembudidayaan ikan nila kini

tidak hanya sebagai usaha sampingan, melainkan sudah pada tahap budi daya

secara intensif. Pengembangan budi daya ikan nila di Indonesia mengalami

kemajuan yang sangat pesat dengan adanya penemuan-penemuan genetika yang

baru seperti nila merah, nila gift dan nila TA (Pearson 2009).

Ikan nila merah dikenal juga sebagai nila nifi atau nirah. Semula ada yang

menduga nila merah adalah nila biasa yang mengalami penyimpangan genetika

warna tubuh sehingga menjadi albino, tetapi dugaan itu ternyata keliru. Nila

merah adalah varietas tersendiri. Dalam perkembangannya, nila merah disebut

juga dengan nila hibrida. Penamaan ini untuk membedakan dengan nila lokal

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

dalam hal pertumbuhan karena nila merah mempunyai laju pertumbuhan yang

cepat (Amri dan Khairuman 2003).

Nila gift merupakan hasil persilangan beberapa varietas ikan nila. Nila gift

memiliki ukuran tubuh yang lebih pendek dan lebar dibandingkan dengan nila

lokal. Tanda lainnya yang membedakan nila gift dengan nila lokal adalah warna

tubuh. Warna tubuh nila gift hitam agak putih. Bagian bawah tutup insangnya

berwarna putih. Nila TA tergolong baru sehingga belum banyak dikenal secara

luas oleh masyarakat. Bentuk tubuhnya sangat mirip dengan nila gift. Namun,

jumlah garis-garis vertikal di tubuh nila TA lebih sedikit dibandingkan nila gift

(Amri dan Khairuman 2003).

Hal lain yang menyebabkan ikan nila sangat diminati oleh petani ikan adalah

rendahnya biaya produksi, sehingga petani dengan modal kecil dapat

mengusahakan kegiatan budi daya ikan nila ini. Kebutuhan pasar ikan nila ukuran

konsumsi tidak hanya di pasar lokal, tetapi ikan ini mampu menembus pasar

ekspor Singapura, Jepang, Hong Kong, Arab Saudi, Amerika dan negara-negara

Eropa dalam bentuk fillet. Pada pasar lokal, minat konsumsi ikan masyarakat

Indonesia terhadap ikan nila menempati posisi kedua setelah ikan mas. Hal ini

disebabkan harga ikan nila cukup bersaing dengan harga ikan mas. Ikan untuk

konsumsi lokal pada umumnya memiliki ukuran 200–250 gram/ekor atau ukuran

5–4 ekor/kg, sedangkan untuk pangsa pasar ekspor dibutuhkan ikan nila dengan

ukuran minimal 500 gram/ekor. Hal ini dikarenakan ekspor ikan nila dalam

bentuk fillet, sehingga untuk mendapatkan daging yang banyak dibutuhkan ukuran

ikan yang lebih besar pula (Pearson 2009).

Penanganan pasca panen ikan nila dapat dilakukan dengan cara penanganan

ikan hidup maupun ikan segar (Syamsudin 2001).

1) Penanganan ikan hidup

Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam

keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke

konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:

a. Dalam pengangkutan menggunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 oC.

b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.

c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

2) Penanganan ikan segar

Ikan segar merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu

diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:

a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.

b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dari lendir.

c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Pengangkutan jarak dekat

(2 jam perjalanan), dapat menggunakan keranjang yang dilapisi dengan

daun pisang atau plastik. Pengangkutan jarak jauh menggunakan kotak dan

seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi

kotak maksimum 50 cm.

d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 oC.

Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan

jumlah es dan ikan (1:1). Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Ikan

disusun di atas lapisan es setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan

seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga

antara ikan dengan penutup kotak.

2.3 Penanganan Ikan Hidup

Prinsip dari penanganan ikan hidup adalah mempertahankan kelangsungan

hidup ikan semaksimal mungkin sampai ikan tersebut diterima oleh konsumen.

Terdapat beberapa tahap penanganan untuk mencapai maksud tersebut yaitu

penanganan ikan sebelum diangkut, selama pengangkutan dan setelah

pengangkutan (Junianto 2003).

Menurut Arie (2000), terdapat beberapa kegiatan penanganan ikan hidup

setelah dilakukan pemanenan, yaitu: penyeleksian, penimbangan, pemberokan dan

pengangkutan.

a. Penyeleksian, dilakukan karena dalam satu periode pemanenan biasanya ukuran

ikan sangat beragam. Ikan perlu diseleksi dan dipisahkan menurut ukurannya.

Ikan yang berukuran kecil sebaiknya dipelihara kembali dalam kolam

pembesaran.

b. Penimbangan, ikan yang telah diseleksi ditimbang untuk mengetahui bobot ikan

dari satu periode pemeliharaan, maka dari bobot tersebut dapat diketahui

pendapatan dan keuntungan yang diperoleh.

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

c. Pemberokan, dapat diartikan sebagai kegiatan penyimpanan sementara sebelum

ikan dipasarkan dengan tujuan untuk membuang kotoran dalam tubuh ikan.

Pemberokan dapat dilakukan dalam bak, selama pemberokan ikan tidak diberi

pakan. Pemberokan dilakukan selama 24 jam untuk perjalanan yang lebih dari

12 jam (Mangunkusumo 2009). Pemberokan dilakukan 1-2 hari untuk ikan

ukuran konsumsi (Junianto 2003).

d. Pengangkutan, untuk ikan konsumsi dapat diangkut dengan berbagai cara,

tergantung tujuan pasar lokal, luar daerah ataupun ekspor. Angkutan lokal

biasanya menggunakan sistem basah, sedangkan untuk luar daerah yang jauh

dan ekspor dilakukan dengan sistem kering.

2.4 Transportasi Ikan Hidup

Transportasi ikan hidup pada dasarnya adalah memaksa menempatkan ikan

dalam suatu lingkungan baru yang berlainan dengan lingkungan asalnya dan

disertai perubahan-perubahan sifat lingkungan yang sangat mendadak

(Hidayah 1998). Ada dua sistem transportasi yang digunakan untuk hasil

perikanan hidup di lapangan. Sistem transportasi tersebut terdiri dari transportasi

sistem basah dan transportasi sistem kering (Junianto 2003).

Menurut Jailani (2000), pada transportasi sistem basah, ikan diangkut di

dalam wadah tertutup atau terbuka yang berisi air laut atau air tawar tergantung

jenis dan asal ikan. Pada pengangkutan dengan wadah tertutup, ikan diangkut di

dalam wadah tertutup dan suplai oksigen diberikan secara terbatas yang telah

diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan selama pengangkutan. Pada

pengangkutan dalam wadah terbuka, ikan diangkut dengan wadah terbuka dengan

suplai oksigen secara terus menerus dan aerasi selama perjalanan. Transportasi

basah biasanya digunakan untuk transportasi hasil perikanan hidup selama

penangkapan di tambak, kolam dan pelabuhan ke tempat pengumpul atau dari satu

pengumpul ke pengumpul lainnya.

Menurut Achmadi (2005), transportasi ikan hidup tanpa media air (sistem

kering) merupakan sistem pengangkutan ikan hidup dengan media pengangkutan

bukan air. Pada transportasi ikan hidup tanpa media air, ikan dibuat dalam kondisi

tenang atau aktivitas respirasi dan metabolismenya rendah. Transportasi sistem

kering ini biasanya menggunakan teknik pembiusan pada ikan atau ikan

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

dipingsankan (imotilisasi) terlebih dahulu sebelum dikemas dalam media tanpa air

(Suryaningrum et al. 2007).

Pada transportasi ikan hidup sistem kering perlu dilakukan proses

penenangan terlebih dahulu. Kondisi ikan yang tenang akan mengurangi stress,

mengurangi kecepatan metabolisme dan konsumsi oksigen. Pada kondisi ini

tingkat kematian selama transportasi akan rendah sehingga memungkinkan jarak

transportasi dapat lebih jauh dan kapasitas angkut dapat ditingkatkan lagi. Metode

penanganan ikan hidup dapat dilakukan dengan cara menurunkan suhu air atau

dapat juga menggunakan zat anestesi. Perlu diperhatikan bahwa ikan yang akan

dipingsankan ini nantinya akan dikonsumsi, sehingga pemilihan metode

imotilisasi harus memperhatikan aspek kesehatan (Nitibaskara et al. 2006).

Syarat utama dalam pengangkutan ikan hidup adalah kesehatan ikan. Ikan

harus dalam keadaan sehat, tidak berpenyakit dan dalam kondisi prima. Ikan yang

sehat dan bugar biasanya sangat gesit, aktif, responsif sesuai dengan karakter

masing-masing ikan (Nitibaskara et al. 2006). Menurut Achmadi (2005), ikan

dalam keadaan hidup normal memiliki ciri-ciri reaktif terhadap rangsangan luar,

keseimbangan dan kontraksi otot normal. Ikan yang kurang sehat atau lemah

mempunyai daya tahan hidup yang rendah dan peluang untuk mati selama

pemingsanan dan pengangkutan lebih besar (Sufianto 2008).

Menurut Achmadi (2005), ikan hidup yang akan dikirim dipersyaratkan

dalam keadaan sehat dan tidak cacat. Pemeriksaan kondisi kesehatan ikan selalu

dilakukan untuk mengurangi kemungkinan mortalitas yang tinggi, sedangkan

adanya cacat seperti cacat sirip, mata, kulit rusak dan sebagainya dapat

menurunkan harga.

Suryaningrum dan Bagus (1999) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat

kebugaran udang semakin lama udang dapat ditransportasikan dengan kelulusan

hidup yang tinggi. Sedangkan menurut Praseno (1990), diacu dalam

Suryaningrum et al. (2008), kualitas ikan yang diangkut merupakan kriteria yang

sangat menentukan dalam keberhasilan proses transportasi ikan hidup. Menurut

Ayres dan Wood (1977), diacu dalam Suryaningrum et al. (2008), salah satu

syarat yang sangat menentukan keberhasilan transportasi lobster hidup adalah

kondisi kesehatan dan kebugaran lobster sebelum ditransportasikan.

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

2.5 Imotilisasi dengan Suhu Rendah

Imotilisasi berprinsip pada hibernasi, yaitu usaha menekan metabolisme

suatu organisme hingga kondisi minimum untuk mempertahankan hidupnya lebih

lama (Suryaningrum et al. 2004). Imotilisasi dapat dilakukan salah satunya

dengan menggunakan suhu rendah (Ikasari et al. 2008). Suhu air yang rendah

dapat menurunkan aktifitas dan tingkat konsumsi oksigen ikan (Coyle et al. 2004).

Pada imotilisasi ikan dengan suhu rendah, suhu diturunkan sedemikian rupa

sehingga diperoleh kondisi ikan dengan aktivitas ikan seminimal mungkin akan

tetapi masih dapat hidup dengan sehat setelah mengalami pembugaran kembali

(Wibowo 1993).

Imotilisasi dengan suhu rendah merupakan cara yang paling efektif,

ekonomis dan aman dalam mempersiapkan transportasi lobster air tawar

(Suryaningrum et al. 2007). Es batu sering digunakan sebagai bahan pembius

karena harganya yang relaif murah, mudah didapat dan aman karena tidak

mengandung bahan kimia yang dapat membahayakan manusia. Penurunan suhu

dapat dilakukan dengan merendam es batu dalam kantong plastik pada air bak

pemingsanan (Nitibaskara et al. 2006). Suhu dingin merupakan salah satu kunci

dalam transportasi ikan hidup, pada kondisi ini tingkat metabolisme dan respirasi

sangat rendah sehingga ikan atau crustacea dapat diangkut dengan waktu yang

lama dan tingkat kelulusan hidup yang tinggi (Berka 1986, diacu dalam

Suryaningrum et al. 2007).

Imotilisasi dimaksudkan agar ikan berada dalam aktivitas metabolisme dan

respirasi yang rendah sehingga ketahanan hidup di luar habitat hidupnya tinggi

(Berka 1986, diacu dalam Suryaningrum et al. 2007). Imotilisasi menggunakan

suhu rendah memiliki dua metode yaitu imotilisasi dengan penurunan suhu

bertahap dan imotilisasi dengan penurunan suhu langsung. Penurunan suhu

sampai batas tertentu akan menurunkan tingkat metabolisme dan akhirnya akan

menyebabkan ikan pingsan. Fase pingsan merupakan fase yang dianjurkan untuk

pengangkutan ikan, karena pada fase ini aktivitas ikan relatif akan berhenti

(Mc Farland 1959, diacu dalam Achmadi 2005).

Metode imotilisasi dengan penurunan suhu secara bertahap, yaitu ikan

dimasukkan ke dalam air yang beraerasi kemudian diimotilisasi dengan

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

menurunkan suhu air secara bertahap sampai suhu tertentu

(Nitibaskara et al. 2006). Pada suhu tertentu yang dikehendaki, ikan

dipertahankan di dalam air selama waktu tertentu sampai ikan imotil. Pada

penurunan suhu bertahap ini ikan secara bertahap direduksi aktivitas, respirasi dan

metabolismenya sampai mencapai titik imotil yang diperlukan

(Nitibaskara et al. 2006). Selain itu, pada kondisi imotil tersebut aktivitas ikan

sudah cukup rendah atau bahkan sudah pingsan sehingga mudah ditangani untuk

transportasi. Metode ini secara praktis agak merepotkan, terutama jika udang atau

lobster yang akan dikemas banyak (Suryaningrum et al. 2004).

Perubahan perilaku udang windu akibat pembiusan penurunan suhu secara

bertahap hingga mencapai suhu pembiusan terbaik 15 oC disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perubahan perilaku udang windu akibat pembiusan penurunan suhu

bertahap

Waktu

(menit)

Suhu

(oC)

Kondisi dan aktivitas udang

0 26,0 Udang normal, aktif dan berdiri kokoh

10 23,5 Udang masih berdiri, sebagian mulai lamban

19 20,0 Udang mulai tenang, tidak ada pergerakan

25 18,7 Udang melemah, respon mulai berkurang

29 17,5 Sebagian tenang dan lemah

37 16,3 Respon lemah, mulai limbung, sebagian miring

43 15,7 Udang mulai panik, kaki renang masih bergerak lemah

52 15,0 Udang merebah, semakin lemah, pingsan Sumber: Gayatri (2000)

Hasil penelitian Wibowo et al. (2005), diacu dalam Suryaningrum

et al. (2007), memberikan informasi mengenai perubahan fisiologis lobster air

tawar pada berbagai suhu. Informasi tersebut digunakan untuk menentukan suhu

imotil dan suhu media selama transportasi. Menurut Suryaningrum dan Utomo

(1999), diacu dalam Andasuryani (2003), suhu media untuk transportasi sistem

kering berkisar atau sama dengan suhu imotilisasi. Adapun respon fisiologis

lobster air tawar terhadap penurunan suhu yang dilakukan secara bertahap

disajikan pada Tabel 2.

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

Tabel 2. Respon aktivitas fisiologis lobster air tawar pada berbagai suhu

No Suhu (oC) Perubahan aktivitas

1 30,4-25,4 Lobster bergerak aktif, kaki jalan, kaki renang dan kaki capit

bergerak aktif, lobster cenderung bergerombol (normal)

2 25,4-19,4 Aktivitas lobster mulai berkurang, kaki jalan, kaki renang dan kaki

capit bergerak perlahan-lahan, ekor melipat ke dalam, lobster

cenderung diam (tenang)

3 19,4-15,4 Lobster gelisah, bergerak tidak beraturan dengan menyentak-

nyentakkan tubuhnya mundur ke belakang, setelah panik lobster

tenang kembali, respon terhadap rangsang lemah (panik)

4 15,4-12,9 Lobster mulai hilang keseimbangan, gerakan lobster lemah, respon

terhadap rangsangan lemah, ketika posisi tubuh dibalik tidak dapat

tegak kembali

5 12,9-10,4 Lobster hilang keseimbangan, posisi tubuh rebah atau terbalik, kaki

jalan dan kaki renang diam

6 10,4-9,8 Keseimbangan lobster tidak ada, posisi tubuh terbalik, kaki jalan,

kaki renang dan capit kaku tidak bergerak, ekor melipat kea rah

abdomen, respon terhadap rangsangan tidak ada (pingsan) Sumber: Wibowo et al. (2005), diacu dalam Suryaningrum et al. (2007)

Menurut Setiabudi et al. (1995), perubahan-perubahan tingkah laku tersebut

disebabkan adanya perubahan suhu. Menurut Phillips et al. (1980), diacu dalam

Suryaningrum et al. (1997), laju konsumsi oksigen hewan air akan menurun

dengan menurunnya suhu media. Penurunan konsumsi oksigen pada lobster akan

mengakibatkan jumlah oksigen yang terikat dalam darah semakin rendah.

Keadaan ini akan mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan syaraf juga berkurang

sehingga menyebabkan berkurangnya aktivitas fisiologis dan lobster menjadi

lebih tenang (Suryaningrum et al. 1997).

Metode imotilisasi dengan penurunan suhu secara langsung, yaitu dilakukan

dengan cara memasukkan ikan hidup dalam media air dingin pada suhu tertentu

selama waktu tertentu sampai ikan imotil. Waktu dan suhu imotilisasi dipengaruhi

oleh ukuran, umur dan jenis ikan. Melalui imotilisasi dengan penurunan suhu

secara langsung ini ikan akan mengalami shock dan langsung berada dalam

tingkat aktivitas, respirasi dan metabolisme yang rendah. Selain itu, pada kondisi

imotil tersebut aktivitas ikan sudah cukup rendah atau bahkan sudah pingsan

sehingga mudah ditangani untuk transportasi (Nitibaskara et al. 2006).

Tingkah laku ikan mas selama proses pemingsanan dengan suhu rendah

8 oC secara langsung disajikan pada Tabel 3.

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

Tabel 3. Tingkah laku ikan mas selama proses pemingsanan dengan suhu rendah

8 oC secara langsung

Waktu

(menit)

Suhu

(oC)

Kondisi dan aktivitas lobster

0 8 Aktivitas normal

5 8 Ikan kelihatan panik, bergerak tidak beraturan

10 8 Ikan shock ditandai dengan gerakan tak terkendali, kemudian ikan

mulai oleng

15 8 Ikan rebah disertai operkulum bergerak lambat. Ikan tidak

bergerak jika disentuh

20 8 Tidak ada aktivitas, operkulum bergerak lemah disertai terjadinya

kekejangan otot yang mulai kaku Sumber: Jailani (2000)

Beberapa komoditas hasil perikanan yang dapat ditransportasikan dalam

keadaan hidup dan dikemas dalam media tanpa air (transportasi sistem kering)

menggunakan metode pembiusan suhu rendah adalah ikan, lobster dan udang.

Udang yang memiliki nilai jual yang tinggi di Jepang, yaitu Penaeus japonicas,

karena udang tersebut ditransportasikan hidup dengan pembiusan suhu rendah

dalam kemasan serbuk gergaji dingin (Shigueno 1975, diacu dalam Salin 2005).

Beberapa Penaeid lainnya diantaranya adalah Penaeus esculentus (Haswell),

P. monodon (Fabricus), P. semisulcatus (De Haan) dan Melicertus (Penaeus)

plebejus (Hess) telah dicoba di Australia sebagai spesies alternatif untuk

M. japonicus dalam pemasaran hidup ke Jepang (Goodrick, Paterson dan Grauf

1995, diacu dalam Salin 2005). Menurut Salin dan Vadhyar (2001) percobaan

penyimpanan hidup P. monodon tanpa media air dengan suhu pembiusan

14 ± 1 oC dalam serbuk gergaji dingin telah sukses. Teknologi pengangkutan

hidup yang sama tersebut juga telah dicobakan pada udang air tawar. Udang air

tawar hidup biasanya masih menggunakan media pengangkutan air yang kurang

aman, beresiko tinggi dan kurang efisien. Transportasi dengan sistem kering dapat

menjadi pilihan tepat, apabila kondisi optimalnya diketahui dan merupakan cara

yang efisien dan aman meskipun beresiko tinggi.

Ikan mas dapat dipingsankan dengan suhu rendah secara bertahap selama

30 menit dan secara langsung selama 10 menit pada suhu 6-7 oC dengan tingkat

kelulusan hidup sebesar 40% setelah 7 jam penyimpanan. Ikan kakap dapat

dipingsankan dengan suhu rendah pada suhu 10-11 oC (Nitibaskara et al. 2006).

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

Ikan mas yang dipingsankan dengan suhu rendah secara langsung pada suhu

8 oC dan dikemas dalam styrofoam berukuran 30x30x40 cm

3 dengan kepadatan

5 ekor ikan selama 5 jam memiliki tingkat kelulusan hidup 40 % (Jailani 2000).

Udang yang dipingsankan pada suhu 18 oC secara langsung selama 15 menit

memiliki tingkat kelulusan hidup sebesar 40 % setelah dikemas selama 22 jam

(Nitibaskara et al. 2006). Udang windu tambak yang dibius menggunakan suhu

rendah secara langsung pada suhu 17-19 oC dapat dipertahankan kelangsungan

hidupnya sebesar 93,75 % di dalam media serbuk gergaji dingin dalam uji

transportasi selama 16 jam (Setiabudi et al. 1995). Lobster hijau pasir (Panulirus

homarus) yang dibius menggunakan suhu rendah secara langsung pada suhu

14-15 oC selama 20 menit dapat bertahan hidup selama 20 jam dengan kelulusan

hidup 100 % (Suryaningrum at al. 1994).

Lama pembiusan yang terjadi pada proses pembiusan berbeda-beda . Hal ini

disebabkan fase panik yang terjadi saat proses pembiusan. Menurut Karnila dan

Edison (2001), fase panik tersebut dipengaruhi oleh suhu pembiusan. Ikan sangat

sensitif dengan adanya perubahan suhu air (Subasinghe 1997). Pada fase panik,

respirasi akan meningkat dengan tajam kemudian turun sampai mencapai respirasi

terendah yang menyebabkan ikan pingsan. Tingkat respirasi yang cukup rendah

menyebabkan lobster terganggu keseimbangannya sehingga lobster tidak dapat

menyangga tubuhnya sendiri dan jatuh dengan posisi tubuh miring

(Suryaningrum et al. 2008).

Pada kondisi shock, ikan banyak melakukan gerakan yang berlebihan pada

saat proses pembiusan. Kondisi shock tersebut menyebabkan ikan cepat

mengalami kematian karena ikan yang stres akan mengalami peningkatan asam

laktat dalam darah. Jika asam laktat terakumulasi dalam darah cukup tinggi akan

mempercepat terjadinya proses kematian (Afrianto dan Liviawaty 1989, diacu

dalam Utomo 2001). Faktor lingkungan dapat menjadi salah satu faktor penyebab

stress pada ikan (Lerner 2004).

Parameter penting dalam pembiusan pada suhu rendah yang cukup

berpeluang dalam menunjang kelulusan hidup ikan adalah metode pembiusan,

waktu pembiusan dan suhu pembiusan yang digunakan

(Suryaningrum et al. 1994). Imotilisasi dengan suhu rendah memiliki keuntungan

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

diantaranya ekonomis karena es mudah didapat dan aman karena tidak terdapat

residu bahan kimia (Suryaningrum et al. 1997).

Ada beberapa keuntungan dan kerugian metode imotilisasi dengan

penurunan suhu langsung dan bertahap. Pemingsanan dengan penurunan suhu

secara bertahap dapat menimbulkan stress pada ikan dan memerlukan waktu yang

panjang hingga ikan pingsan, sedangkan dengan penurunan suhu secara langsung

dapat mengurangi stress selama proses pemingsanan dan mempercepat proses

pemingsanan (Nitibaskara et al. 2006).

Tingkat keberhasilan transportasi ikan hidup diukur dari besarnya nilai

tingkat kelulusan hidupnya (survival) atau nilai kematiannya (mortalitas). Pada

transportasi ikan hidup sistem kering, setelah ikan ditransportasikan kemudian

ikan disadarkan kembali (proses pembugaran) dengan aerasi secara terus menerus

untuk mengetahui tingkat kelulusan hidupnya. Penggunaan aerasi bertujuan untuk

membantu penambahan udara ke dalam air sehingga kadar oksigen terlarut dalam

air menjadi cukup (Boyd 1982). Piper et al. (1982), diacu dalam

Nitibaskara et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut di atas

5 mg/l dapat menjamin ikan tidak akan mengalami stress. Proses pembugaran

bertujuan untuk memulihkan kembali kondisi ikan. Suhu media pembugaran

disesuaikan dengan habitat ikan (Achmadi 2005).

Pada proses pembugaran udang dan lobster yang hidup akan berenang,

mula-mula udang atau lobster akan limbung tetapi kondisinya akan normal

kembali setelah berada dalam air selama 30 menit (Suryaningrum et al. 2004).

Menurut Achmadi (2005), ikan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda

pergerakan anggota tubuh setelah 10 menit waktu pembugaran dianggap tidak

lulus hidup.

2.6 Pengemasan

Menurut Hambali et al. (1990), diacu dalam Jailani (2000), pengemasan

merupakan suatu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan

maupun non pangan. Pengemasan tidak hanya bertujuan untuk mengawetkan

produk yang dikemas, tetapi juga merupakan penunjang bagi transportasi,

distribusi dan merupakan bagian penting dari usaha untuk mengatasi persaingan

dalam pemasaran.

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

Menurut Subasinghe (1997), kebanyakan eksportir mengemas udang atau

lobster dalam satu kotak pengemas sebanyak empat sampai lima lapis yang

masing-masing diselingi serbuk gergaji, setelah itu kotak pengemas disegel

dengan lakban. Suhu kemasan yang berukuran 50x50x50 cm3

agar dapat

dipertahankan sama dengan suhu pembiusan maka disarankan untuk

menggunakan es seberat 0,5-1 kg yang dibungkus dengan plastik. Es ini

diletakkan di bagian atas atau bawah kemasan. Cara lainnya adalah meletakkan es

ini di sudut kemasan. Es ini dimasukkan ke dalam plastik kemudian dibungkus

dengan kertas koran. Suhu kotak styrofoam yang berukuran 40x60x40 cm3 dapat

dipertahankan sama dengan suhu pembiusan dengan menambahkan es seberat

0,5 kg sedangkan yang berukuran 30x30x40 cm3 dan 40x30x30 cm

3 dengan

menambahkan es seberat 0,3-1 kg dan 0,5 kg yang dibungkus dengan plastik. Es

ini diletakkan di bagian bawah kemasan (Setiabudi et al. 1995; Jailani 2000;

Suryaningrum et al. 2004; Handini 2008).

Pengangkutan ikan hidup sistem media bukan air menggunakan bahan

pengisi atau media. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan antara lain sekam

padi, serutan kayu, serbuk gergaji dan rumput laut. Fungsi utama bahan pengisi

dalam pengangkutan hidup media bukan air adalah untuk mencegah udang atau

lobster hidup agar tidak bergeser dalam kemasan, menjaga lingkungan suhu

rendah agar udang tetap pingsan atau imotil dan memberi lingkungan udara yang

memadai untuk kelangsungan hidup udang atau lobster. Bahan media kemasan

yang digunakan harus memperhatikan kestabilan suhu media kemasan. Suhu

media kemasan harus dapat dipertahankan serendah mungkin mendekati titik

imotil. Hal ini disebabkan suhu media kemasan berperan dalam mempertahankan

tingkat terbiusnya udang atau lobster selama pengangkutan sehingga ikut

mempertahankan ketahanan hidup udang atau lobster dalam media bukan air

(Junianto 2003). Menurut Suryaningrum et al. (1994), suhu akhir media ideal

untuk transportasi sistem kering sebaiknya tidak lebih dari 20 oC.

Menurut Utomo (2001), pada saat ikan dipingsankan dan disimpan dalam

kemasan tanpa air, katup insangnya masih mengandung air sehingga oksigen

masih dapat diserap walaupun sangat sedikit. Pada proses pengemasan, kertas

koran dapat digunakan sebagai pembungkus ikan. Penggunaan kertas koran

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis … · andungan oksigen air minimal 4 mg/l, kandungan karbondioksida maksimal 5 mg/l, kadar amoniak dalam air harus dalam

sebagai pembungkus ikan dapat memberikan keuntungan yaitu kondisi ikan tetap

bersih setelah ikan dibongkar dan mencegah serbuk gergaji masuk ke dalam

insang (Nitibaskara at al. 2006).

Bahan pengisi yang paling efektif dan efisien dalam pengangkutan

organisme hidup adalah serbuk gergaji karena teksturnya baik dan seragam.

Serbuk gergaji yang akan digunakan diberi perlakuan terlebih dahulu untuk

menghilangkan kotoran atau terpenten (bau) yaitu dengan pencucian dan

perendaman (Junianto 2003).

Secara umum ketebalan serbuk gergaji yang digunakan berkisar antara

0,5 cm sampai 10 cm. Menurut Junianto (2003), pada dasar wadah diisi bahan

pengisi yang disebar merata membentuk lapisan tipis dengan tebal 0,5-1 cm.

Menurut Nitibaskara et al. (2006), lapisan dasar wadah ditaburkan serbuk gergaji

dengan tebal 10-15 cm. Menurut Suryaningrum et al. (2004), di atas koran

ditaburi serbuk gergaji dingin dengan ketebalan 5-10 cm, sehingga kontak

langsung antara ikan dan es dapat dihindari.

Menurut Srikirishnadhas dan Kaleemur (1994), penggunaan serbuk gergaji

sebagai media kemasan dapat dikombinasikan dengan jerami atau sisa potongan

karung goni. Bahan-bahan tersebut sebelum digunakan didinginkan dalam freezer,

setelah bahan pengisi disiapkan maka perlu disiapkan es batu untuk membantu

menjaga suhu kemasan tetap rendah. Pada lapisan dasar kotak pengemas

disebarkan serbuk gergaji kira-kira 0,5 cm, kemudian di atasnya ditempatkan

lapisan jerami.