2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik...

80
Universitas Kristen Petra 11 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Karya Gambar Anak Secara historis seni sangat terkait dengan menggambar. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan prasejarah bahwa nenek moyang manusia, sejak ribuan tahun yang lalu telah menciptakan gambar-gambar pada bekas tempat huniannya seperti ceruk atau gua untuk maksud yang bermacam-macam, misalnya pemujaan terhadap nenek moyang, menceritakan kisah kepahlawanan dalam kelompok mereka, atau sekadar menceritakan dan mengabadikan bagian-bagian terpenting dari kehidupan mereka seperti cara berburu dan sebagainya. Gambar pada saat itu dibuat dengan media yang sangat sederhana seperti arang, darah binatang, atau pewarna dari alam baik tumbuhan atau binatang (Satria, 2016). Hasil peninggalan prasejarah berupa gambar tersebut ditemukan di berbagai belahan dunia seperti benua Eropa, Afrika, Asia dan Australia. Di Indonesia juga ditemukan karya masa lampau tersebut di Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua. Gambar-gambar tersebut masih sangat sederhana, seperti yang banyak ditemukan adalah gambar telapak tangan, diduga gambar telapak tangan merupakan objek tertua yang tersebar luas di muka bumi dengan bentuk dan teknik yang serupa. Gambar-gambar peninggalan itu berasal dari masa Paleotik atau masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014).

Transcript of 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik...

Page 1: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

11

2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Karya Gambar Anak

Secara historis seni sangat terkait dengan menggambar. Hal ini

dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan prasejarah bahwa nenek

moyang manusia, sejak ribuan tahun yang lalu telah menciptakan gambar-gambar

pada bekas tempat huniannya seperti ceruk atau gua untuk maksud yang

bermacam-macam, misalnya pemujaan terhadap nenek moyang, menceritakan

kisah kepahlawanan dalam kelompok mereka, atau sekadar menceritakan dan

mengabadikan bagian-bagian terpenting dari kehidupan mereka seperti cara

berburu dan sebagainya. Gambar pada saat itu dibuat dengan media yang sangat

sederhana seperti arang, darah binatang, atau pewarna dari alam baik tumbuhan

atau binatang (Satria, 2016).

Hasil peninggalan prasejarah berupa gambar tersebut ditemukan di

berbagai belahan dunia seperti benua Eropa, Afrika, Asia dan Australia. Di

Indonesia juga ditemukan karya masa lampau tersebut di Kalimantan Timur,

Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua. Gambar-gambar tersebut masih sangat

sederhana, seperti yang banyak ditemukan adalah gambar telapak tangan, diduga

gambar telapak tangan merupakan objek tertua yang tersebar luas di muka bumi

dengan bentuk dan teknik yang serupa. Gambar-gambar peninggalan itu berasal

dari masa Paleotik atau masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat

sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan

tingkat lanjut (Nasor, 2014).

Page 2: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

12

Gambar 2.1. Cap Tangan Gua Tawet, Kalimantan

Sumber: http://www.wacana.co/2015/07/lukisan-gua-prasejarah/

Seiring perkembangan zaman, perkembangan teknologi juga

mempengaruhi bertambahnya alternatif media dalam menggambar yang

menyesuaikan dengan kebutuhan manusia dalam menciptakan sebuah karya.

Manusia selalu menemukan inovasi-inovasi baru dalam memahami sebuah objek

dengan pola pikirnya yang kreatif dan keberagaman media yang dapat

dieksplorasi ini sangat membantu manusia dalam menciptakan karya yang

diinginkannya (Satria, 2016).

Pada dasarnya seni bukan hanya kehendak mencipta namun juga

ekspresi dari penciptanya, maka pada zaman yang semakin berkembang diikuti

dengan kemajuan pengetahuan, seni juga dimanfaatkan dalam kehidupan anak.

Pendidikan anak, terutama anak usia dini adalah proses pembinaan yang sudah

dimulai sejak lahir. Proses pembinaan ini perlu dilakukan secara menyeluruh,

yang mencakup fisik dan non-fisik, memberikan rangsangan bagi perkembangan

jasmani, rohani, moral, spiritual, motorik, intelektual, emosional dan sosial yang

tepat agar anak dapat bertumbuh secara optimal. Anak juga memiliki potensi

kreativitas di mana kreativitas tersebut dapat dikembangkan salah satunya dengan

kegiatan menggambar. Karya gambar anak sangat penting karena jika

diperhatikan, karya gambar anak mampu merefleksikan pertumbuhan anak dalam

Page 3: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

13

bidang kreatif. Dan hal yang patut diingat adalah gambar merupakan sarana

berekspresi, penyaluran bukan hanya imajinasi dan fantasi namun juga pemikiran

dan perasaan anak (Hasanah, 2015).

Awalnya seorang anak untuk pertama kali menggenggam alat tulis dan

bergerak putar-putar membentuk spiral, semakin bertambah usia, anak dapat

membuat dan meniru bentuk-bentuk geometris. Kemudian anak mulai menyadari

bahwa gambar bisa mewakili objek dan mereka dapat mengekspresikan hasil

pengamatan mereka terhadap objek di sekitar mereka dalam bentuk gambar

(Fariha, 2011). Kesadaran anak berdasarkan proses pengalamannya dalam

menggunakan alat tulis membuat anak semakin menyadari bahwa ada hasil yang

terjadi berdasarkan kehendaknya, meski dalam hal ini anak belum memiliki

kesadaran untuk menuangkan apa yang menjadi pemikirannya.

Karya gambar yang diciptakan anak-anak tidak lain merupakan hasil

pemikiran, keinginan, gagasan, dan perasaan terhadap lingkungan sekitar sebagai

refleksi sebagai bentuk maupun dorongan emosi terhadap lingkungannya

(Pamadhi, 2008). Dalam merefleksikan apa yang ada dalam dirinya, tidak

disyaratkan adanya kesadaran berupa kesengajaan untuk mengekspresikan segala

yang dirsakannya, namun ekspresi cenderung terjadi secara alamiah di luar hal-hal

sederhana yang ingin dan telah mampu anak gambarkan.

Gambar 2.2. Kegiatan Menggambar di THR

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Page 4: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

14

Tejo Sampurno dalam buku Seni, Melukis dan Anak Autis

menyampaikan bahwa karya anak-anak memiliki hal yang terkadang tidak

dimiliki oleh orang dewasa, yaitu kreativitias, orisinalitas dan spontanitas. Dalam

jurnal Estetika dan Tipologi Gambar Anak-Anak Sekolah Dasar, Usep Kustiawan

memiliki konsep yang sama mengenai orisinalitas yaitu bahwa anak-anak

melakukan kegiatan menggambar seperti halnya mereka berkomunikasi. Anak-

anak berkomunikasi secara bebas dan jujur sesuai keinginan dan perasaannya

sehingga kegiatan menggambar yang dilakukan anak-anak merupakan kegiatan

naluriah yang menghasilkan karya yang orisinil.

Gambar 2.3. Gambar Anak Karya Rasya Rizqi Ananda

Sumber: Buku Seni, Melukis dan Anak Autis

Secara umum gambar anak memiliki karakteristik yang sama, yang

pertama yaitu ekspresif dan spontanitas yang kuat yang tercermin pada kejujuran

menggambarkan ide hasil dari pengamatan berdasarkan sudut pandangnya yang

unik. Jika dilihat dari sudut pandang dan kecerdasan orang dewasa, dapat

dikatakan objek-objek yang digambar anak cenderung naif. Yang kedua, dalam

menciptakan karya gambar anak cenderung melebih-lebihkan objek yang mencuri

perhatian dan dianggap penting, misalnya ketika anak melihat pelangi dan pelangi

itu indah, maka dalam gambarannya anak akan membuat pelangi yang besar dan

Page 5: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

15

mencolok lebih dari pada aslinya, atau ketika anak menggambarkan taman

bermain, anak akan membuat ayunan yang besar lebih dari pada membuat pagar

yang mengelilingi taman. Ketiga, narasi cerita berkaitan dengan diri dan

lingkungan sekitarnya, karena dalam hal ini anak belum memiliki banyak

pengalaman, terutama pengalaman visual. Anak lebih familiar dengan dirinya

sendiri dan juga hal-hal yang ada dalam kesehariannya, seperti ayah, ibu, maupun

benda-benda dilingkungannya seperti bunga, rumah, pohon, dan lain sebagainya.

Dan yang keempat, gambar mengikuti pola perkembangan atau pola

perkembangan menggambar anak-anak, yaitu variasi objek dan teknik

penggambarannya tidak terlepas dari perkembangan pengalaman mental dan

visual anak dan juga perkembangan motorik anak yang sangat berpengaruh pada

kemampuan mengekspresikan dirinya dalam bentuk gambar (Salam, 2011).

Gambar 2.4. Contoh Gambar Anak Karya Viki

Sumber: https://www.kompasiana.com/indahnoing/gambar-legendaris-anak-

indonesia_54f33de77455139f2b6c6d54

Uraian tersebut menunjukkan bahwa gambar anak merupakan bentuk

representasi, citra dari pengalaman spiritualnya berdasarkan apa yang dilihat,

dirasakan dan diketahuinya. Gambar anak merupakan perwujudan dari dunianya

sesuai dengan masa perkembangannya sehingga setiap anak menghasilkan gambar

yang berbeda, bersifat individual, unik dan ekspresif (Kustiawan, 2012).

Page 6: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

16

2.1.2. Dunia Gambar Anak

Dalam buku Ekspresi Seni Orang Miskin yang dijelaskan mengenai

ekspresi seni anak-anak bahwa kelakuan budaya terbentuk dari pola dan

diorganiasikan, dalam arti, kegiatan atau kejadian yang berlangsung berulang-

ulang sebagai suatu kebiasaan merupakan proses pendewasaan anak yang diatur

oleh norma-norma masyarakat sekitarnya.

Aktivitas penanaman kebudayaan ini dialami setiap anak melalui

proses pengkondisian baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Dari

interkasi terkontrol maupun spontan yang terjadi dalam kesehariannya, misalnya

orang tua yang secara sadar dengan segaja menyuruh anaknya merapikan sendiri

mainan-mainannya setelah digunakan agar anak mampu bertanggung jawab

dengan apapun yang dilakukannya, hingga interaksi spontan seperti bagaimana

lingkungan sekitarnya menyapa dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas ini

mengarah pada antara lain pembentukan sikap, nilai-nilai, pengendalian perasaan,

orientasi kognitif, dan cita rasa estetik dalam kehidupan sehari-hari (Cohen,

1971).

Gambar 2.5.

Anak Membersihkan Lingkungan Sekolah Mereka (Proses Pengkondisian)

Sumber: http://sd-kartini-sby.tarakanita.or.id/galeri/2012/11/19/bersihbersih-

lingkungan-sekolah.html

Page 7: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

17

Pada perkembangan emosi anak, budaya sangat berperan penting.

Emosi manusia dalam literatur psikologi klasik pada umumnya dipahami melalui

sudut pandang yang bersifat intrapsikis. Sudut pandang ini menekankan pada

pemahaman proses internal yang terjadi pada diri individu serta fungsinya dalam

mengendalikan tindakan individu tersebut. Melalui sudut pandang semacam ini

emosi ditempatkan sebagai objek dalam diri individu, beserta sktruktur dan

fungsinya yang secara keseluruhan membantu individu berhadapan dengan dunia

di luar dari dirinya. Namun di samping itu, kajian psikologi kontemporer

menyatakan bahwa emosi bukan semata sebagai aspek psikis yang hanya berdiam

dalam diri individu yang kemudian diarahkan ke luar, namun emosi individu

dipandang sebagai sesuatu yang berjalin erat dengan konteks sosiokultural di

mana individu tersebut berada, dengan demikian emosi dipandang bukan saja

sebagai objek dari konteks sosial-budaya yang menyejarah dalam suatu

masyarakat dalam kondisi tersebut, melainkan sekaligus pula sebagai subjek yang

memfasilitasi kemenjadian perilaku individu dalam konteks masyarakat berserta

budayanya (Iwan W. Hidayat, 2016).

Dalam pernyataan paragraf sebelumnya, manusia sebagai homo

societus memiliki karakter yang khas dan berbeda dengan makhluk hidup lain

dalam kehidupan sosialnya. Karakteristik khas yang menjadikan manusia berbeda

dengan makhluk lain mengizinkan manusia untuk memproduksi budaya yang

berguna untuk menata dan mengatur alam atau lingkungan sekitarnya sehingga

sesuai dengan tujuan kemanusiaannya. Produk dari budaya ada bermacam-

macam, seperti artefak, peralatan berburu, dan sebagainya yang diturunkan dari

generasi ke generasi sebagai bentuk warisan budaya.

Kelakuan budaya merupakan aspek penting yang bentuk sebuah

kepribadian, di mulai sejak usia yang paling dini dan akan berlanjut hingga

dewasa dengan efek yang selalu mempengaruhi dan memperbarui seiring

bertambahnya pengalaman. Penelitian terhadap orang dewasa menunjukkan

bahwa sebagian besar kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari merupakan

hasil pola-pola yang terwujud dari proses pengkondisian sejak dini. Proses

pengkondisian sejak dini tersebut tidak berhenti pada usia tertentu, namun terus

berlangsung secara teratur dan berkelanjutan seiring anak mengalami berbagai

Page 8: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

18

pengalaman dalam hidupnya, terutama dari lingkungan keluarganya, dan akan

berlangsung sampai kapanpun (Hoebel dan Frost, 1976).

Gambar 2.6.

Menunggu Makanan Dibagikan dengan Sabar

(Proses Pengkondisian)

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Manusia sebagai makhluk berbudaya merupakan konsekuensi logis

dari hidup yang berkembang dalam kondisi kebudayaan tertentu. Baik orang tua

maupun anak-anak merupakan manusia berbudaya, anak-anak terlatih untuk dapat

berbicara dengan sesamanya menggunakan bahasa tertentu, dengan kepercayaan-

kepercayaan tertentu dan mempuyai pengetahuan tertentu, nilai-nilai tertentu yang

menjadi pedoman dalam menanggapi berbagai hal yang dihadapinya, manusia

yang memiliki cara berpikir sesuai dengan kebudayaan di lingkungannya

(Bachtiar, 1987).

Page 9: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

19

Dalam Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini, Iwan

W. Hidayat menyatakan respon lingkungan yang baik merupakan aspek sangat

penting dalam perkembangan emosi anak, sebab perkembangan emosi yang baik

akan memungkinkan anak mengenali aspek-aspek emosi dalam dirinya serta juga

mampu mengekspresikannya secara tepat terhadap orang lain maupun lingkungan

sekitarnya. Dari emosi yang baik proses tumbuh kembang anak sangat terbantu

sebab anak mampu secara optimal mengembangkan kecakapan emosional dan

kecakapan sosial yang penting bagi terbentuknya relasi yang positif dengan orang

lain, kemudian menjadi isyarat bagi perkembangan diri yang positif yang yang

bahkan mampu mengarahkan anak untuk mencapai pembentukan jati diri seiring

berjalannya waktu.

Thompson dan Lagattuta (2006: 317) mengemukakan, bahwa

perkembangan emosional pada awal masa anak-anak memberikan sebuah

gambaran tentang pertumbuhan psikologis dari anak yang bersangkutan. Upaya

seorang anak untuk memahami emosi akan mengungkapkan perkembangan

pengertian mereka terhadap cara kerja pikiran dan terhadap pengaruh emosi pada

kesejahteraan individu, serta hubungan sosial. Ketika mereka melakukan upaya

keras dalam keseharian mereka untuk mengelola berbagai dorongan perasaan

yang kuat, khususnya emosi-emosi negatif, akan mencerminkan kesdaran mereka

terhadap kebutuhan untuk mengatur emosi-emosi yang kuat serta untuk mengikuti

konvensi sosial dan kultural.

Tampilan emosi pada anak bersumber dari kesadaran diri (self-

conscious emotions) seperti rasa bersalah, rasa bangga, maupun rasa malu, hal

tersebut mencerminkan kaitan yang kuat antara kehidupan emosi anak dengan

rasa-diri (self-of-the self) mereka yang sedang berkembang. Masing-masing

capaian konseptual ini sangat berkaitan erat dengan pengalaman dan hubungan

sehari-hari anak pada lingkungan sosialnya, seperti dalam keluarga di mana anak-

anak belajar mengenai emosi, termasuk penyebab dan konsekuensinya.

Tidak dipungkiri, dalam memahami dunia anak diperlukan juga

pemahaman mengenai pengkondisian kebudayaan yang membentuk faktor

psikologisnya. Seperti yang dijabarkan pada paragraf sebelumnya mengenai

emosi, anak memiliki kapasitas dalam mengekspresikan namun bagaimana

Page 10: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

20

berekspresi dan juga ekspresi itu sendiri mempersyaratkan adanya kesempatan

yang memacu kapasitas tersebut untuk berkembang, bahwa perkembangan

manusia bukan sekadar pembeberan potensi genetik, tetapi secara lebih mendasar

merupakan suatu kumulasi proses aktif di dalam memanfaatkan lingkungannya.

Dan lingkungan tersebut juga tergantung pada ketersediaan kesempatan yang

memberi peluang untuk mengembangkan mekanisme potensinya tersebut

(Montagu, 1974).

Gambar 2.7. Dunia Anak Adalah Dunia Bermain

Sumber: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2015/07/30/paud-harapan-baru-

masa-depan-indonesia

Perkembangan emosi anak yang dipengaruhi oleh lingkungannya

terjadi sebab anak mengalami akulturasi budaya bahkan sejak lahir, atau bahkan

sejak dalam kandungan. Sejalan dengan perkembangan usia yang memajukan

perkembangan bahasa dan kognisinya, anak melakukan internalisasi makna yang

ada dalam lingkup budayanya terutama melalui keluaga. Anak belajar mengenai

emosi dalam iklim keluarga yang berada pada lingkup budaya tertentu. Keluarga

dengan iklim yang menawarkan kondisi yang aman bagi komunikasi, ekspresi,

serta pemahaman emosi dengan mengkompromikan pengetahuan dan

Page 11: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

21

keterampilan anak yang sedang berkembang akan berbeda terhadap

perkembangan emosi anak dibandingan dengan keluarga yang lebih menekankan

pada tantangan emosional.

Dalam Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini,

lingkungan hendaknya menyediakan kesempatan untuk anak menjadi pembelajar

yang aktif yang baik untuk perkembangan emosinya dengan merancang

pengkondisian yang kreatif. Dan dengan kesempatan ini, anak-anak akan terbiasa

belajar dan mempelajari berbagai aspek pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan melalui berbagai aktivitas mengamati, mencari, menemukan,

mendiskusikan, menyimpulkan, dan mengemukakan sendiri berbagai hal yang

ditemukannya pada lingkungan sektiarnya yang akan berpengaruh bagi

perkembangan psikologis anak maupun perkembangan kognitif. Proses seperti ini

merupakan wujud pembelajaran yang bertumpu pada aktivitas belajar anak secara

aktif atau yang disebut CBSA (active learning). CBSA adalah bentuk

pembelajaran yang diilhami oleh John Dewey yaitu learning by doing.

Gambar 2.8. Anak sebagai Pembelajar Aktif

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Berdasarkan CBSA, Killpatrik meneruskan ide tersebut menjadi

sebuah proyek yang dapat diaplikasikan pada sistem pembelajaran anak. Proyek

Page 12: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

22

tersebut akan dimulai dengan membicarakan suatu kegiatan, pembicaraan ini tidak

hanya akan melibatkan pendamping atau pendidik, namun juga anak itu sendiri

dalam rangka memahami dasar pengetahuan anak dalam perkembangan bidang

tersebut. Kegiatan pada dasarnya dirancang sebagai suatu pemecahan masalah

yang memungkinkan anak melakukan berbagai bentuk kegiatan mempelajari,

menyimpulkan, dan menyampaikan kembali berbagai penemuan yang dilakukan

anak-anak dalam memahami berbagai hal dan pengetahuan baru. Dengan

demikian bentuk pengajaran dilakukan dengan jalan menyajikan suatu bahan

yang memungkinkan anak mengolah sendiri untuk menguasai bahan pengajaran

tersebut. Dalam proses tersebutlah pengkondisian yang kreatif memberikan

kesempatan pada anak untuk secara aktif menemukan berbagai pengetahuan.

Pengkondisian untuk proses pembelajaran anak yang efektif perlu

dirancang secara kreatif dan menyenangkan. Dalam Psikologi Perkembangan dan

Pendidikan Anak Usia Diri, kegiatan yang dilakukan berulang dan menimbulkan

kesenangan atau kepuasan bagi diri seseorang merupakan definisi bermain. Perlu

diketahui kaitannya bahwa pada dasarnya bermain merupakan dunia anak dan

bagi perkembangan anak bermain tidak lain merupakan suatu proses belajar.

Karena bermain merupakan dunia anak, bermain dapat diibaratkan sebagai nama

tengah anak di seluruh dunia (Sampurno, 2015).

Gambar 2.9. Kegiatan Bermain Anak adalah Kegiatan Belajar

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Page 13: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

23

Bermain dikatakan sebagai proses belajar karena melalui kegiatan ini,

seperti penjelasan dari proyek CBSA pada paragraf sebelumnya, dapat menjadi

sarana bersosialisasi yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk

bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan, berkreasi secara menyenangkan.

Selain itu, bermain dapat membantu anak mengenal tentang dirinya sendiri,

dengan siapa ia hidup serta lingkungan tempat ia hidup (Parten, 1990). Bermain

merupakan dunia anak yang juga merupakan kebutuhan bagi anak, melalui

bermain anak memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan

dirinya. Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas yang sangat berbeda

dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam

rangka mencapai suatu hasil tertentu (Fleer, 2000).

Namun, mengutip pernyataan dalam Mayesti (1990:196-197) bahwa

bagi anak, bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari karena

bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak-anak tidak

membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Pada umumnya anak-anak akan

sangat menikmati bermain dan akan terus melakukannya di manapun mereka

memiliki kesempatan. Freud juga meyakini bahwa meskipun kegiatan bermain

tidak sama dengan bekerja, namun anak menganggap bermain sebagai sesuatu

yang serius.

Gambar 2.10. Anak-anak Bermain

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Page 14: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

24

Vygosty dalam Naughton (2003:46) menyatakan bahwa bermain juga

membantu perkembangan kognitif anak secara langsung, dalam penegasannya

Vygosty menyatakan bahwa bermain simbolik memiliki peranan yang sangat

penting dalam perkembangan berpikir abstrak anak. Sejak anak mulai bermain

berpura-pura, anak jadi mampu berpikir tentang makna-makna objek yang mereka

representasikan secara independen. Dalam bermain, anak berperilaku lebih atau di

atas perilakunya sehari-hari, anak menganggap diri “lebih” dari dirinya sendiri.

Hal tersebut dapat dilihat dari dua ciri utama bermain, yang pertama yaitu semua

aktivitas bermain anak bersifat representasional dan menciptakan situasi imajiner

yang memungkinkan anak untuk menghadapi keinginan-keinginan yang tidak

dapat dipenuhi atau direalisasikan di dunia nyata. Yang kedua, bermain

representasional memuat aturan-aturan berperilaku yang harus diikuti oleh diri

anak sendiri untuk menjalankan adegan bermain.

Gambar 2.11. Anak Bermain secara Simbolik

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Maka pada saat kegiatan bermain berlangsung, hampir semua aspek

perkembangan anak dapat terstimulasi dan berkembang dengan baik terutama

perkembangan kreativitas.

Page 15: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

25

Sejalan dengan pernyataan Carton dan Allen (1999:21) yang mengungkapkan

bahwa kegiatan bermain dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap

semua area perkembangan anak. Anak menemukan kesempatan belajar tentang

dirinya sendiri, orang lain dan juga lingkungannya. Di samping itu, kegiatan

bermain juga memberikan anak kebebasan untuk berimajinasi, bereksplorasi dan

menciptakan bentuk-bentuk kreativitas. Anak-anak memiliki motivasi dalam

dirinya untuk bermain dengan memadukan sesuatu yang baru dengan hal-hal yang

telah anak ketahui sebelumnya.

Gambar 2.12. Anak Menunjukkan Bentuk Pesawat yang Pernah ia Lihat

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak

Melalui bermain, dalam proses pembelajaranya memperoleh

pengetahuan, anak belajar melalui sensorinya. Howard Gardner dalam bukunya

Multiple Intelligences menjelaskan temuan teorinya mengenai kecerdasan

manusia adalah tidak tunggal, tetapi beragam, majemuk. Multiple intelligences

secara umum menyebutkan ada 8 kecerdasan, yaitu linguistik (bahasa),

matematika-logis (angka dan logika), spasial-visual (gambar dan ruang), musikal

(musik), kinestetis (bergerak), interpersonal (bergaul), intrapersonal (diri), dan

naturalis (alam). Oleh karena itu pembelajaran anak perlu mengarahkan anak pada

berbagai kemampuan mengingat teori multiple intelligences yang mengisyaratkan

Page 16: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

26

bahwa pada dasarnya manusia memiliki talenta (gift) tersebut dan potensi untuk

menggunakannya.

Meski pada dasarnya tiap manusia dilahirkan dengan potensi-potensi

kecerdasan tersebut, seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, lingkungan

sangat berpengaruh dalam perkembangan anak dan bahkan dapat menjadi

hambatan yaitu menjadikan kesempatan perkembangan kecerdasan tersebut

semakin berkurang dengan memacung kreativitas (Fariha, 2011). Dalam hal ini

lingkungan dikatakan sebagai faktor yang dapat menjadi hambatan dalam

kreativitas karena sering kali tidak adanya kesadaran orang dewasa baik orang tua

maupun pembimbing mengenai dampak respon terhadap anak ketika melakukan

atau menyelesaikan sesuatu.

Kreativitas seringkali diaosiasikan dengan aktivitas artistik, dalam

buku Psikologi Seni menjelaskan bahwa konsep tentang kreativitas memiliki

relevansi yang sangat luas/umum, terutama dalam disiplin ilmu psikologi.

Misalnya, kreativitas seringkali dikaitkan dengan sesuatu yang artistik, agung,

cerdas, di luar kebiasaan, di luar hal-hal umum, lain dari yang lain, sulit dipahami,

dan lain-lain. Padahal bagaimanapun, kreativitas hadir dalam bentuk-bentuk yang

sangat sederhana seperti misalnya mencari dan menemukan jalan keluar dari suatu

masalah yang manusia hadapi sehari-hari; seperti ketika seseorang kehabisan

bensin di tengah perjalanan, ia harus memikirkan bagaimana agar ia dapat sampai

ke tempat tujuannya, hal ini membutuhkan kreativitas walaupun jika

dibandingkan dengan banyak pandangan umum, hal ini sangat sederhana. Atau

misalnya untuk contoh yang terjadi pada anak-anak, anak-anak tidak ingin

menghabiskan makanannya dan sengaja menjatuhkannya ke lantai agar anak tidak

harus memakannya, atau ketika anak ingin bermain lintangan laser, anak akan

membentangkan benang yang dibentangkan banyak dan rumit lalu berpura-pura

melewati tanpa menyentuh benang-benang tersebut, dan lain sebagainya.

Istilah kreativitas bersumber dari kata dalam bahasa Inggris yaitu to

create yang dapat ditejemahkan dalam bahasa Indonesia dengan istilah mencipta,

yang berarti menciptakan atau membuat sesuatu yang berbeda (bentuk, susunan,

gaya, dan sebagainya) dengan yang telah lazim diketahui orang banyak.

Menciptakan dalam hal ini adalah membuat sesuatu yang sekaligus merupakan

Page 17: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

27

pembaharuan tanpa atau dengan mengubah fungsi pokok dari sesuatu yang

diciptakan atau dibuat itu. Kerativitas adalah kemampuan mencipta secara efektif,

atau didefinisikan juga sebagai alat utama untuk mengembangkan inovasi (Irma

Damajanti, 2006).

Meskipun anak memiliki kecerdasan majemuk yang cukup tinggi, hal

itu tidak dapat menjamin keberbakatan anak dari kecerdasan tersebut jika

lingkungan mempersempit perkembangan kreativitas anak dalam proses

pertumbuhannya. Hal ini disebabkan karena kreativitas yang merupakan

kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan baru dalam pemecahan masalah

juga termasuk kemampuan mencari dan menemukan hubungan-hubungan atau

unsur-unsur kecerdasan yang sebenarnya ia miliki.

Salah satu cara mengembangkan kreativitas dalam adalah

menggambar, dalam jurnal Estetika dan Tipologi Gambar Anak-Anak Sekolah

Dasar dikatakan bahwa kegiatan menggambar yang dilakukan anak-anak sama

seperti berkomunikasi, bebas dan jujur, bahkan ditegaskan bahwa menggambar

adalah kegiatan naluriah (Kustiawan, 2012). Menggambar bukan hanya

mengembangkan potensi kreatif namun juga sebagai ekspresi, bahkan ekspresi

yang kuat karena merupakan kegiatan naluriah.

Kematangan merupakan pendorong kemampuan manusia. Dalam

proses perkembangan anak, indera anak perlahan dapat difungsikan. Ketika

tangan anak sudah mulai berfungsi, anak mulai memfungsikan tangan tersebut

biasanya dengan memasukan ke dalam mulut apa saja benda yang bisa diraihnya,

kemudian anak juga mengetuk-ngetukan benda yang dipegangnya hanya untuk

mendengarkan suaranya, hal ini menimbulkan kesadaran adanya hubungan antara

gerak tangannya dengan apa yang didengarnya, dan pada tahapan yang lebih

lanjut adalah latihan koordinasi antara pengelihatan dengan gerak otot lengan dan

tangannya ketika anak melakukan kegiatan mencoret-coret (Jajang, 1992).

Schobinger (1987) menyatakan “Tangan, seperti organ-organ suara,

dengan setia menyatakan buah pikiran ..., tidak ada yang menghambat kita untuk

menganggap bahwa bahasa dan keterampilan teknis saling bergantung satu sama

lain sepanjang perkembangan manusia”. Tangan manusia yang semakin terampil

mampu menggambarkan citra dalam imajinasinya sehingga mampu menjelaskan

Page 18: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

28

apa saja yang ada di pikirannya, perasaannya, maupun impian-impiannya. Gambar

bukanlah sekadar rekaman kenyataan atau perwakilan kenyataan, ia merupakan

proses pemilihan, pemikiran, perasaan dan penciptaan. Gambar sudah menjadi

tanda, karenanya membawakan suatu pesan atau makna (Suryana, 2009).

Gambar 2.13. Pendidik Mendorong Potensi Kreatif Anak

Sumber: https://www.edunews.id/edunews/pendidikan/pemko-dan-pemkab-

ambil-alih-kewenangan-pendidikan-paud/

Karena menggambar merupakan kegiatan berekspresi yang naluriah

bagi anak, sangat penting bagi lingkungan untuk dapat menciptakan kondisi yang

memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan potensi kreatifnya.

Karena ketika anak untuk pertama kali memegang alat gambar, akan muncul

kesadaran bahwa mereka dapat membentuk sesuatu dan mulai menuangkan apa

yang ada dalam diri mereka. Jika lingkungan memberikan apresiasi, misalnya

memajang hasil karya, anak akan menyadari bahwa apa yang mereka lakukan

merupakan hal yang positif. Sebaliknya, bila yang pertama anak dapatkan adalah

hardikan, pengalaman ini bisa masuk ke alam bawah sadarnya padahal ini

merupakan masa yang sangat kritis pada anak untuk mengembangkan

kemampuannya. Pada mulanya kegiatan menggambar adalah untuk merefleksikan

apa yang ada di dalam pemikiran anak, namun selanjutnya menggambar juga

Page 19: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

29

dapat menjadi terapi bagi anak ketika anak mampu mengekspresikan perasaan

cemas, kesihan, kebahagiaan, atau apapun melalui gambar (Fariha, 2011).

Gambar 2.14. Apresiasi dengan Kegiatan Menceritakan Karya di DCRB

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.15. Dunia Bermain Anak

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Page 20: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

30

2.1.3. Anak dengan Kebutuhan Khusus

Menurut Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini,

anak-anak yang dikatakan berkebutuhan khusus ialah mereka yang mengalami

gangguan/hambatan dalam proses perkembangannya, baik dalam aspek kognitif,

afektif, maupun psikomotorik. Beberapa gangguan tersebut diantaranya: retardasi

atau keterbelakangan mental, kesulitan belajar, gangguan emosi atau perilaku,

gangguan bicara dan bahasa, gangguan pendengaran, gangguan pengelihatan,

gangguan fisik, serta keberbakatan. Adanya gangguan atau hambatan ini membuat

individu yang mengalaminya memiliki berbagai kebutuhan khusus baik dalam

bentuk dukungan sosial, bantual fasilitas, pendidikan dan latihan tertentu untuk

dapat menjalani kehidupannya seperti orang-orang lain yang tidak mengalami

gangguan atau hambatan ini.

Ada banyak istilah untuk mendeskripsikan mengenai gangguan atau

hambatan ini, salah satu istulah yang semakin populer digunakan adalah difable,

yang merupakan kepanjangan dari different able people. Dr. Wiwin Hendriani

(2016) menjelaskan bahwa dalam istilah ini, yang lebih disoroti adalah mengenai

“perbedaan kemampuan” yang dimiliki individu berkebutuhan khsus, mengingat

dengan kemampuan yang berbeda tersebut mereka masih dapat melakukan

berbagai aktivitas dengan cukup baik. Istilah ini memberikan pemaknaan dan

pemahaman bahwa kondisi yang dialami oleh seseorang difabel bukanlah suatu

hambatan atau penghalangan bagi mereka untuk terus berkarya di lingkungannya.

Page 21: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

31

Gambar 2.16. Anak Bekebutuhan Khusus

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Dalam buku Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

yang membahas lebih spesifik mengenai Perkembangan dan Pendidikan Anak

Berkebutuhan Khsus menjabarkan beberapa karakteristik perkembangan anak

berkebutuhan khusus, diantaranya:

Gambar 2.17. Anak Tunanetra

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Tunanetra atau dalam literatur berbahasa Inggris lebih dikenal sebagai

visual impairment, yaitu suatu gangguan atau hambatan atau keterbatasan pada

Page 22: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

32

indra pengelihatan, yang meskipun telah dibantu oleh alat-alat tertentu, kelemahan

ini masih membawa pengaruh yang kurang baik dalam proses dan hasil

pendidikan penderitanya. Knoblauch dan Sorenson (dalam Hunt Marshall, 2005)

mengelompokan gangguan ini menjadi dua, yaitu kategori visual impairment yaitu

blindness atau kebutaan, dan juga low vision atau pengelihatan yang rendah atau

sebagian. Tidak semua penderita tunanetra menunjukkan karakteristik psikologis

atau perilaku yang sama, karena perkembangan karakteristik dan psikologis atau

perilaku mereka ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya tingkat gangguan

yang dialami dan juga faktor-faktor spesifik yang menyebabkan timbulnya

gangguan yang berlainan bagi masing-masing penderitanya (Hunt & Marshall,

2005). Kay Farrel (dalam Hunt & Marshall, 2005) menambahkan bahwa faktor

yang menyebabkan perbedaan karakteristik antar-penderita tunanetra yaitu

kesempatan belajar yang mereka dapatkan dan ada tidaknya jenis gangguan lain

yang mereka derita dalam waktu bersamaan.

Gambar 2.18. Anak Tunarungu

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Tunarungu merupakan penjelasan bagi seseorang yang menderita

gangguan pendengaran disebabkan oleh kerusakan fungsi dari sebagian atau

seluruh alat-alat pendengarannya yang di mana hal ini mengakibatkan

terhambatnya banyak aspek dalam kehidupan (Sastra Winata, 1977).

Terhambatnya banyak aspek dalam kehidupan yang dialami penderita gangguan

Page 23: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

33

pendengaran ini disebabkan oleh munculnya hambatan dalam perkembangan

bahasa, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek

psikologis lain dari individu penderitanya. Meskipun seorang penderita belum

benar-benar mencapai tingkat gangguan yang akut dan masih dalam taraf sulit

mendengar, namun kondisi ini tetap menyebabkan munculnya kesulitan seseorang

yang bersangkutan dalam mengembangkan komponen-komponen yang diperlukan

dalam kemampuan berbahasanya (Hallahan dan Kauffman, 1994).

Gambar 2.19. Anak Tunadaksa

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Tunadaksa adalah seseorang yang menderita gangguan atau kelainan fisik,

atau dalam bahasa Inggris disebut physical disabilities. Menurut The Individuals

with Disabilities Education Act (IDEA), tunadaksa atau yang mereka beri istilah

orthopedically impaired memiliki pengaruh buruh terhadap kinerja proses

perkembangan belajar anak. Sebab istilah ini mencakup kerusakan-kerusakan

yang disebabkan oleh kelainan kongenital (ketiadaan beberapa bagian tubuh, dan

sebagainya), kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh berbagai penyakit

(misalnya poliomyelitis, tuberculosis (TBC) tulang, dan lain sebagainya), dan juga

kerusakan kerusakan yang diakibatkan berbagai hal lain (seperti amputasi,

Page 24: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

34

terbakar, dan lain-lain) (Heward, 2003). Hallahan dan Kauffman (1988)

menjelaskan beberapa karakteristik psikologis dan perilaku anak dan remaja

dengan gangguan tunadaksa dengan membaginya dalam dua kategori yaitu secara

prestasi akademik dan karakteristik kepribadian. Beberapa anak yang mengalami

gangguan ini tetap berusaha mencapai tingkat yang tertinggi atau high-achieving,

biasanya mereka memiliki kapasitas intelektual yang tinggu, motivasi yang tinggi,

serta guru dan orangtua yang dengan khusus pengupayakan apa pun yang

dimungkinkan bagi perkembangan anak. Secara kepribadian, tidak ada dukungan

riset khusus bahwa terdapat suatu tipe kepribadian tertentu yang berkaitan dengan

ketidakmampuan fisik, anak-anak dengan keterbatasan fisik memiliki karakteristis

psikologis yang bervariasi, sangat beragam sebagaimana anak-anak yang tidak

mengalami gangguan fisik, dan mereka tampak responsif terhadap faktor-faktor

yang sama dengan yang mempengaruhi perkembangan psikologis anak pada

umumnya. Bagaimana mereka beradaptasi dengan keterbatasan fisik mereka,

bagaimana mereka merespon situasi sosial-interpersonal, sangat bergantung pada

bagaimana orangtua, saudara, guru, teman sebaya, masyarakat dan lingkungan

bereaksi terhadap mereka.

Gambar 2.20. Anak Tunagrahita

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Tunagrahita adalah kondisi di mana seseorang memiliki retardasi atau

keterbelakangan mental. American Association on Mental Deficiency (AAMD)

Page 25: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

35

yang merupakan suatu organisasi internasional yang secara spesifik

memperhatikan mengenai persoalan retardasi mental di seluruh dunia

mendefinisikan tunagrahita atau keterbelakangan mental sebagai suatu kondisi

yang dialami seseorang dengan fungsi intelektual umum yang secara signifikan

berada di bawah rata-rata, dan hal ini berkaitan dengan terjadinya gangguan

perilaku selama periode perkembangan. Penderita tunagrahita diklasifikasikan

dalam beberapa kategori berdasarkan kapasitas intelektualnya berdasarkan IQ

(Hardman, dkk., 2002). Dalam banyak hal, karakteristik penderita

keterbelakangan mental muncul sebagai manifestasi dari berbagai permasalahan

kognitif yang dialami, mengingat keterbelakangan mental juga didefinisikan

sebagai suatu kondisi di mana individu memiliki tingkat kemampuan kognitif

yang rendah (Hunt & Marshall, 2005). Aktivitas kognitif terdiri dari berbagai

proses yang demikian kompkes, proses ini terjadi pada tiap orang pada tiap

tingkatan usia, di tiap tempat, tiap saat dan hampir tidak pernah berhenti. Sebelum

seseorang berpikir mengenai sesuatu, baik belajar, mengingat, maupun berusaha

memecahkan permasalahan yang dihadapi, seseorang terlebih dahulu pasti akan

memperlihatkan setiap stimulus yang terkait fokus pilihannya. Dalam hal ini,

seseorang yang tidak mengalami ketebelakangan mental akan dapat memfokuskan

perhatian pada hal-hal tertentu yang relevan dengan masalah yang sedang

dipikirkan, melakukan seleksi agar untuk sementara materi-materi tertentu yang

relevan dengan masalah-masalah yang sedang mereka pikirkan, lalu melakukan

seleksi agar untuk sementara materi-materi yang tidak berkaitan tidak

mengganggu dan memecah konsentrasinya. Namun bagi penderita

keterbelakangan mental, memfokuskan perhatian pada suatu hal tertentu bukanlah

hal yang mudah untuk dilakukan. Dalam proses memfokuskan terhadap pencarian

makna terhadap stimulus yang diterima, namun seringkali mereka tidak mampu

memahami arti dari hal yang diperhatikannya, maka kondisi ini sangat

berpengaruh terhadap ingatannya mengenai berbagai hal yang ditemui di

lingkungan. Karena sulitnya atensi dalam pencarian makna, maka proses belajar

individu dengan keterbelakangan mental tidak dapat dilakukan seorang diri.

Mereka membutuhkan bantuan dari orang lain untuk mengarahkan langkah-

langkah yang harus mereka lakukan tahap demi tahap, satu persatu. Keberhasilan

Page 26: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

36

mereka dalam mengingat pun tergantung pada metode yang digunakan orang lain

pada saat mendampinginya belajar atau pada cara menyampaikan sesuatu

padanya. Hal ini disebabkan karena penderita keterbelakangan mental tidak dapat

menemukan cara sendiri untuk dapat mengingat sesuatu dengan baik.

Gambar 2.21. Anak Tunalaras

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Tunalaras adalah definisi untuk menjelaskan seseorang yang menderita

gangguan emosi dan perilaku. Gangguan emosi dan perilaku dikenal dengan

istilah Emotional and Behavioral Disorder (EBD). Menurut Dr. Wiwin Hendriani

(2016), gangguan ini menyebabkan anak-anak yang seharusnya menjalani masa

kecil dengan menghabiskan waktu bersama teman dan mempelajari banyak hal

baru di lingkungan menjadi terhambat. Istilah gangguan emosi dan perilaku tidak

terlepas dari konstruk sosial, beberapa anak penderitanya menunjukkan reaksi

yang tidak terkontrol, agresif, bahkan selalu berusaha untuk menyerang orang

lain. Sebagian yang lain menunjukkan sikap yang sangat pemalu, menarik diri

dari lingkungannya, dan tampak hidup dalam dunianya sendiri.

Page 27: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

37

Gambar 2.22. Pendampingan Belajar Anak Berkebutuhan Khusus

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

2.1.4. Anak dengan Gangguan Emosi (Tunalaras)

Kesehatan jiwa merupakan satu hal yang tidak kalah penting dari

kesehatan fisik dan sangat berpengaruh pada kehidupan kemasayarakatan baik

pada masa kini maupun juga pada masa yang akan datang. Di saat yang

bersamaan, zaman yang terus berkembang diiringi kemajuan ilmu pengetahuan

dan permasalahan yang semkain rumit turut membuat interpretasi dalam

memaknai segala hal yang mampu terindrai dalam keseharian menjadi kian

kompleks.

Persoalan memaknai kehidupan, seiring bertambahanya usia dan

kecerdasan akan selalu berkembang pada tiap tahapan kehidupan. Dimulai dari

tahap usia yang paling dini bahkan sejak lahir, secara sederhana anak-anak telah

memulai berusaha menemukan arti alam raya pada satu tahap, dan langkah demi

langkah pertanyaan-pertanyaan baru tentang makna mulai muncul. Mereka akan

terus mempertanyakan nilai-nilai yang mereka anut, memandang berbagai

Page 28: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

38

ketidakkonsistenan dalam dunianya sendiri dan mencari kesimpulan dari nilai-

nilai penghayatannya sendiri (Corey, 2009).

Dengan semakin kompleksnya permasalahan kehidupan dan

pemaknaan tersebut turut menyebabkan kondisi kesehatan jiwa manusia berada

dalam posisi “rentan” ketika menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan emosi

dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh banyak faktor (Tridjata, 2014).

Tidak terkecuali anak, sebab anak telah mengalami proses penginderaan dan

pemaknaan sejak menghadapi berbagai pengalaman dalam hidupnya.

Sebagai makhluk sosial, seorang anak tidak terlepas dari

lingkungannya. Interaksi dengan keluarga, teman sebaya, guru, masyarakat turut

menjadi porsi yang harus dilewati seorang anak. Monks (2006) menjelaskan

bahwa memang secara teoristis, perkembangan seorang anak tidak hanya

dipengaruhi oleh aspek genetik, tetapi aspek lingkungan juga memiliki perananan

yang sangat besar. Dalam proses perkembangan sosial, semakin bertambah usia

anak memiliki lingkaran sosial yang semakin luas, perkembangan sosial mulai

jelas, setelah keluarga, anak terlihat mulai aktif berinteraksi dengan teman

sebayanya, dan seterusnya.

Gambar 2.23. Anak Bermain dengan Teman Sebaya

Sumber: Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

Page 29: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

39

Dalan Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini

dijelaskan, poin dari perkembangan sosial adalah tercapainya kematangan dalam

hubungan sosial, atau dapat diartikan sebagai proses belajar anak dalam

menyesuaikan diri terhadap norma-norma, moral, maupun tradisi yang ada di

lingkungan sosialnya. Perkembangan sosial ini sangat dipengaruhi oleh proses

perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anaknya dalam mengenalkan

berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma dalam kehidupan

bermasyarakat.

Snowman (dalam Patmonodewo, 2003) mengemukakan ciri-ciri sosial

anak prasekolah (3-6 tahun) yaitu yang pertama, pada umumnya anak pada

tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat. Pada umumnya mereka dapat cepat

menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat

yang dipilih biasanya yang sesama jenis kelamin, lalu berkembang menjadi

memilih sahabat dengan jenis kelamin yang berbeda. Yang kedua, kelompok

bermain cenderung kecil dan tidak teroganisasi secara baik oleh karena itu

kelompok tersebut akan cepat berganti-ganti. Yang ketiga, anak lebih mudah

bermain dengan anak yang lebih besar.

Adapun menurut Hurlock (1980), ciri-ciri perilaku sosial anak

prasekolah dikategorikan menjadi dua, yaitu pola perilaku sosial dan pola perilaku

anti sosial. Pola perilaku sosial meliputi meniru dengan tujuan untuk menjadi

sama dengan kelompok, atau menjadi sama seperti sikap atau perilaku orang yang

mereka kagumi, juga pola perilaku persaingan yaitu keinginan untuk mengungguli

dan mengalahkan orang-orang lain. Berikutnya ada bekerjasama, simpati, empati,

inginnya mendapat dukungan sosial, berbagi, dan perilaku akrab. Sedangkan

perilaku anti sosial meliputi negativisme yaitu melawan otoritas orang yang lebih

dewasa, agresif yaitu menunjukkan peningkatan perilaku agerasif seiring

bertambahnya usia. Perilaku berkuasa atau ingin merajai, perilaku memikirkan

diri sendiri, memikirkan diri sendiri, merusak, pertentangan seks, dan prasangka.

Dalam jurnal Muatan Terapeutik dalam Ragam Gaya Ekspresi Seni

Lukis Penyandang Psikosis, Yasraf menjelaskan bahwa perubahan emosi yang

terjadi merupakan efek dari berbagai faktor tekanan mental bagi sebagian individu

Page 30: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

40

yang tidak dapat beradapatasi dalam mengatasi tekanan mental tersebut, yang

kemudian menyebabkan individu tersebut mengalami gangguan emosi. Pada

umumnya mereka yang mengalami gangguan emosi baik dalam taraf ringan

hingga berat akan menimbulkan efek dalam kehidupannya, baik kecil maupun

besar.

Jurnal Pendidikan Khusus (JPK) Aini Mahabbati menuliskan bahwa

anak dengan gangguan emosi memiliki karakteristik yang kompleks. Ciri-ciri

perilakunya seringkali tidak jauh berbeda dengan anak-anak lain yang sebaya

dengannya, seperti sangat aktif atau banyak bergerak, menganggu teman

sepermainan, melawan bila diberitahu, dan ada kalanya menjadi penyendiri.

Bagi orang tua dan guru pada umumnya, perilaku tersebut dianggap

wajar dan tidak berbeda bila diberi label nakal atau pembangkang. Padahal

menurut menurut Ani Siti Anisah dalam jurnal Gangguan Perilaku pada Anak dan

Implikasinya Terhadap Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar, gangguan emosi

yang menjadi gangguan perilaku didefinisikan sebagai perilaku berulang atau pola

menetap yang melanggar hak-hak orang lain, atau melanggar norma-norma,

standar-standar sosial yang berlaku dalam lingkungannya dan atau melanggar

aturan dalam masyarakatnya.

Gambar 2.24. Ilustrasi Anak Temper Tantrum

Sumber: http://www.tribunnews.com/internasional/2016/07/19/kesal-dengan-

anak-tantrum-di-kedainya-perempuan-ini-dihujat-netizen

Page 31: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

41

Karena ciri-ciri perilaku seringkali tidak jauh berbeda dari anak-anak

sebaya lain, dalam batasan tertentu ciri-ciri perilaku dapat ditolerir sebagai

manifestasi yang wajar berdasarkan usia anak. Hal ini didukung oleh pendapat

Heward (2003) yang mengatakan bahwa membuat definisi mengenai gangguan

emosi dan perilaku ini memang bukanlah hal yang mudah dilakukan, beberapa

alasannya antara lain, pertama karena istilah gangguan emosi dan perilaku pada

dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial, dalam arti belum semua

kelompok masyarakat menyepakati apa yang digolongkan sebagai ‘perilaku

bermasalah’ di lingkungan sosialnya. Yang kedua, adanya perbedaan pandangan

dalam berbagai teori yang membahas tentang gangguan emosional, juga karena

antara teori satu dan teori lain belum banyak dilakukan dialog untuk merumuskan

pengertian tersebut menjadi satu pemahaman yang sama. Yang ketiga adalah

karena adanya perbedaan norma sosial dan harapan tentang perilaku masyarakat

pada etnis, dan juga budaya yang berlainan. Dan yang terakhir karena pada

berbagai kasus, gangguan emosi dan perilaku ini muncul bersamaan dengan jenis-

jenis gangguan perkembangan lain, seperti keterbelakangan mental ataupun

kesulitan belajar, sehingga membuat semakin rumitnya untuk memastikan bahwa

perilaku dan reaksi emosional yang tidak tepat dari penderitanya merupakan

akibat atau justru penyebab dari munculnya gangguan lain.

Karena tidak sederhananya membedakan maka perlu sangat

diperhatikan jika ada tingkat emosi dan perilaku yang berbeda. Sebab jika

gangguan emosi dibiarkan, pada akhirnya kesulitan-kesulitan perkembangan yang

dialami oleh anak semakin kompleks dan sulit teridentifikasi, bisa tidak teratasi

dan semakin parah atas dampak berkelanjutan yang menyebabkan kerusakan

signifikan pada fungsi sosial, akademis, bahkan menjadi perilaku menetap ketika

dewasa (Anisah, 2015). Ungkapan tersebut diperkuat dalam jurnal yang ditulis Rr.

Indah Ria Sulistya Rini (2010) yang mengungkapkan bahwa kasus ini lebih

banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, dan banyak pemuda dengan gangguan

perilaku sudah dimulai sejak masa anak-anak, namun menimbulkan akibat jangka

panjang pada masa remaja dan dewasa yang biasanya cenderung berat dan

menetap.

Page 32: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

42

Menurut Heward (2003), meski banyaknya perdebatan mengenai

pemaknaan dan pendefinisian tersebut, setidaknya definisi yang dikemukakan

oleh Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) dan Council for Children

with Behavioral Disorders (CCBD) dapat menjadi acuan. IDEA mengungkapkan

beberapa kriteria untuk mendeteksi individu yang mengalami gangguan emosi dan

perilaku, yaitu merujuk pada adanya satu atau lebih karakteristik di bawah ini dari

dalam diri individu (penderita gangguan emosi dan perilaku) dalam waktu yang

lama, dan setiap kondisi atau tingkatan yang tampak akan membawa konsekuensi

atau pengaruh terhadap hasil belajar atau performance pendidikan mereka:

1. Ketidakmampuan belajar yang tidak dapat dijelaskan dari faktor intelektual,

kemampuan sensori (indra), maupun kesehatan.

2. Ketidakmampuan untuk membangun dan memelihara hubungan interpersonal

yang memuaskan dengan teman sebaya maupun guru di sekolah.

3. Munculnya tipe-tipe perilaku maupun perasaan yang tidak tepat dalam situasi

lingkungan sosial yang normal.

4. Kondisi mood yang secara umum tampak tidak bahagia atau menunjukkan

tanda-tanda depresi.

5. Adanya kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau

ketakutan yang terkait dengan permasalahan personal maupun problem-

problem sekolah.

Hallahan & Kauffman (1988) menjelaskan subgangguan dari

gangguan emosi dan perilaku secara umum, yaitu:

1. Conduct Disorder

Ciri-ciri individu dalam kategori ini antara lain adalah memunculkan sikap

dan perilaku yang tidak patuh, destruktif, iri atau cemburu yang sangat

berlebihan terhadap sesuatu, dan membuat keributan di berbagai kesempatan.

Sementara karakteristik sejarah hidup individu yang mengalami conduct

disorder adalah adanya kecenderungan untuk tidak menyukai atau menentang

figur-figur otoritas bahkan sejak masa anak-anak, dan adanya perasaan

bersalah yang tidak adekuat.

Page 33: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

43

2. Anxiety-Withdrawl

Gangguan ini dicirikan oleh inferioritas yang berlebihan, kebimbangan

terhadap diri sendiri, perasaan cemas yang terus-menerus, menarik diri dari

lingkungan, depresi, dan menampakakkan ekspresi yang tidak bahagia dan

penuh dengan rasa bersalah.

3. Immaturity

Ketidakmatangan yang dialami individu pada umumnya diasosiasikan dengan

rentang perhatian yang terbatas terhadap berbagai objek yang ada di

lingkungannya, sikap yang kikuk atau canggung, pasif, sering melamun, dan

lebih menyukai aktivitas bermain dengan anak-anak yang usianya lebih muda

sehingga interaksi yang terbatas dengan teman sebaya tersebut membuat

perilaku mereka juga cenderung kekanak-kanakan.

4. Socialized Aggression

Individu dengan jenis gangguan ini memiliki ciri-ciri seperti: sikap dan

perilaku yang loyal terhadap berbagai perkumpulan yang bersifat negatif,

aktif dalam kelompok-kelompok anak nakal, mencuri, sering berkelahi dan

melakukan tindakan destruktif yang pada akhirnya melanggar hukum atau

norma yang berlaku di masyarakatnya.

Walker (dalam Heward, 2003) menjelaskan mengenai pola perilaku

yang paling umum muncul pada penderita gangguan emosi dan perilaku adalah

antisosial, atau yang biasanya disebut sebagai externalizing behaviors. Misalnya

ketika anak berada di dalam kelas, anak dengan externalizing behaviors ini antara

lain akan menunjukkan perilaku; sering berdiri dan meninggalkan bangku atau

tempat duduknya ketika pelajaran berlangsung, berbicara keras, berteriak, ataupun

membuat gaduh suasana. Menganggu teman, memukul, berkelahi. Tidak

memperhatikan guru, sering mengutarakan protes, kritik, ataupun ketidaksetujuan

terhadap berbagai hal seperti pada guru, pada teman, dan sebagainya. Banyak

memunculkan argumentasi dengan cara maupun isi yang cenderung bersifat

ekstrim. Mencuri, berbohong, merusak properti kelas. Menunjukkan tanda-tanda

temper tantrum. Tidak terlibat dalam berbagai aktivitas yang banyak dilakukan

oleh teman sebayanya, menyendiri, tidak merespon terhadap koreksi maupun

Page 34: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

44

teguran yang diberikan oleh guru atau lingkungannya, tidak melaksanakan tugas

sebagaimana mestinya dan bertindak sesuatu yang bertentangan dengan tujuan

bersama.

Gambar 2.25. Perilaku Externalizing Behaviors

Sumber: https://www.pendidikan-anak.com/2016/12/mengenal-lebih-dekat-

dengan-institusi.html

Selain externalizing behaviors, ada pula istilah internalizing behaviors

yaitu pola perilaku yang ditandai dengan individu yang menarik diri atau tidak

mau terlibat dengan aktivitas bersama dengan orang lain. Mereka seperti hidup

dalam dunianya sendiri yang sangat berbeda dengan lingkungan di mana

kehidupan nyata mereka berada, termasuk berbeda dengan kebiasaan orang lain

pada umumnya, hal ini menyebabkan sedikitnya interaksi sosial yang dilakukan

oleh penderita. Heward (2003) menuliskan, meskipun tidak menunjukkan perilaku

yang melawan, mengganggu ataupun kecenderungan agresivitas lain yang tampak

pada perilaku externalizing behaviors atau antisosial, namun perilaku penarikan

diri juga menimbulkan hambatan yang serius terhadap perkembangan individu

yang bersangkutan sebab pola perilaku internalizing behaviors mengakibatkan

anak-anak sangat jarang bermain dengan teman-teman sebayanya. Sikapnya yang

Page 35: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

45

selalu menarik diri dan menyendiri membuat keterampilan sosial yang dimilikinya

tidak berkembang. Bukan hanya tidak mampu menjalin pertemanan atau tidak

mengerti harus bagaimana ketika berinteraksi atau berada di lingkungan bersama

orang-orang lain, mereka juga terjebak dalam mimpi-mimpi dan fantasinya.

Bahkan tidak sedikit dari anak dengan pola perilaku internalizing behaviors ini

menunjukkan sikap ketakutan yang tidak beralasan terhadap objek-objek tertentu,

mengeluh bahwa mereka sedang disakiti, hingga akhirnya mengalami depresi

yang berkepanjangan.

Gambar 2.26. Perilaku Internalizing Behaviors

Sumber: https://www.kompasiana.com/tautawtau/sisi-lain-para-pendiam-dan-

penyendiri_54f33c39745513982b6c6ce0

Jika dibandingan dengan anak yang tidak mengalami gangguan emosi

dan perilaku, individu yang menderita gangguan ini menunjukkan skor IQ yang

setara dengan anak-anak yang tergolong slow learner atau keterbelakangan mental

kategori ringan. Penelitian yang dilakukan oleh Valdes (Heward, 2003) terhadap

86 siswa yang mengalami gangguan emosi dan perilaku menunjukkan hal

tersebut, yaitu IQ rata-rata yang berada di bawah angka 90, bahkan beberapa

diantaranya berada pada kisaran 70-80. Sejumlah siswa yang mengalami

Page 36: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

46

gangguan emosi dan perilaku menunjukkan prestasi akademik yang satu atau

tingkat di bawah rata-rata siswa lain di kelasnya, juga termasuk sebab abhwa

beberapa di antara mereka mengalami gangguan dalam hal membaca dan

kemampuan matematika. Data lain yang mereka peroleh adalah bahwa siswa

dengan gangguan emosi dan perilaku juga mengalami kesulitan belajar dan atau

kelambatan dalam perkembangan bahasa.

Kasus gangguan emosi terjadi akibat berbagai faktor yang kompleks

dan saling berkaitan seperti variabel-variabel psikologis dan biologis yang telah

dihubungkan dengan gangguan ini, meskipun variabel tersebut masih sulit dirinci.

Juga pada banyak kasus, terdapat kaitan antara interaksi genetik atau faktor

neurologis dengan lingkungan yang disfungsional (Kearney, 2003).

Pada umumnya, anak yang mengalami gangguan perilaku pada masa

kecilnya seringkali mengalami gangguan dalam hubungan sosial yang disebabkan

oleh banyak faktor. Holocomb & Kashani (2011) mengatakan bahwa penderita

gangguan emosi cenderung tidak tepat dalam memperhitungkan kemampuannya

sendiri yang terkadang membuat meraka merasa superior, kurang tepat dalam

ekspetasi sosial, cenderung tidak mampu mengornasir pekerjaan sehari-hari dan

kehidupan selanjutnya menjadi sulit diprediksi. Cenderung salah memahami

maksud orang lain juga tidak toleran terhadap perbedaan ataupun kesalahan orang

lain. Suasana hati yang tidak stabil membuat mereka berprilaku tidak menentu.

Kemarahan yang tidak pada kondisinya juga merupakan ciri anak dengan

gangguan emosi, hasil hubungan negatif pada masa kecil yang dapat melekat

sepanjang hidupnya.

Anak-anak dengan gangguan emosi merasakan ketidaknyamanan

dengan situasi keluarga dan pola asuh yang mereka dapatkan sebagai keluarga

yang bagi mereka mengalami kekacauan. Hal dapat ini menyababkan mereka

kurang percaya diri di lingkungan sosial dan teman sebayanya dan cenderung

tidak peduli pada orang lain karena merasa adanya kesenjangan antara apa yang

mereka harapkan tentang diri mereka dan apa kenyataan pada diri mereka

(Holocomb & Kashani, 2011).

Page 37: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

47

Gambar 2.27.

Ilustrasi Kekerasan Verbal: Salah Satu Penyebab Gangguan Emosi Anak

Sumber: https://www.cbsnews.com/news/report-child-neglect-makes-up-75-

percent-of-abuse-cases/

Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor biologis berperan dalam

gangguan emosi, namun di samping itu, kondisi keluarga juga merupakan faktor

dominan bagi terbentuknya gangguan ini. Tinjauan mengenai pola antara individu

dan keluarga perlu diperhatikan mengetahui banyaknya orang yang mengalami

gangguan emosi dan perilaku adalah mereka yang dulunya mengalami penolakan,

kekerasan, pelecehan seksual, kemiskinan dan lain sebagainya. Mc. Millen &

Rideout (1996) mengatakan berbagai faktor termasuk kekerasan fisik dan

kemiskinan merupakan masalah yang menetap pada keluarga tertentu dari

generasi ke generasi. Hal yang tersalurkan antar generasi tersebut menimbulkan

trauma yang dapat mengarah ke tindakan bunuh diri, atau indsiden-insiden lain

yang menyebabkan anggota keluarga berada pada kondisi disorganisasi dan

terganggu (Abrams, 1999).

Akibat dari kekerasan yang dirasakan anak, baik kekerasan fisik

maupun kekerasan psikis, dapat menjadi trauma yang berkepanjangan sehingga

anak tidak menikmati masa kecilnya, juga trauma tersebut bisa terbawa hingga

dewasa. Beberapa dampak misalnya adalah melakukan kekerasan, mental

terbentuk menjadi korban, kepercayaan diri yang rendah, perasaan tidak berguna,

bersikap agresif, sulit mengendalikan emosi, sulit berkonsentrasi, gangguan

Page 38: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

48

kesehatan dan pertumbuhan, dan kecerdasan sulit berkembang. Dampak dari

kekerasan fisik maupun psikis sama buruknya dalam perkembangan mental anak.

Anak-anak yang mengalami kekerasan akan tumbuh menjadi anak yang

bermasalah dengan perilakunya, oleh karena itu masalah ini merupakan masalah

yang serius dan tidak bisa dibiarkan begitu saja (Retno, 2017).

2.1.5. Analisis Semiotika dalam Karya Gambar Anak

Tanda-tanda (sign) adalah dasar komunikasi manusia (Littlejohn,

1996). Dengan perantara tanda, manusia berkomunikasi dengan sesamanya.

Dalam buku Semiotika Komunikasi menjelaskan bahwa semiotika merupakan

suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda, atau lebih jelasnya lagi

semiotika merupakan suatu disiplin yang menyelidiki segala bentuk komunikasi

yang menggunakan sarana sign ‘tanda-tanda’ berdasarkan pada sign system (code)

‘sistem tanda’.

Charles Sanders Peirce dalam hal ini mengatakan bahwa semiotika

setara dengan logika, sebab menurutnya jagat raya terdiri dari tanda-tanda dan

tanda-tanda tersebut merupakan unsur komunikasi yang berfungsi untuk

mengaktifkan daya pikir manusia.

Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana

kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things) dan tidak seperti semiotika

komunikasi, dalam konteks semiotika signifikasi ini, memaknai hal-hal tidak

berarti untuk selalu mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti

objek tidak hanya membawa informasi atau dalam hal mana objek itu hendak

berkomunikasi namun juga menyadari sistem terstruktur dari adanya tanda

(Barthes, 1988).

Berbagai definisi yang disimpulkan para ahli adalah mereka melihat

semiotika sebagai ilmu yang berhubungan dengan tanda. Kata “semiotika” sendiri

berasal dari bahasa Yunani yaitu semeion yang berarti “tanda” (Sudjiman dan van

Zoest, 1996) atau seme yang berarti “penafsir tanda” (Cobley dan Jansz, 1999).

Tanda selalu menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, makna

(meaning) merupakan hubungan antara suatu objek dan tanda (Littlejohn, 1996).

Pines dalam Berger (2000) berkata “Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah

Page 39: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

49

mengajarkan kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan

‘membawanya pada sebuah kesadaran’”.

Dalam buku Semiotika Komunikasi, Alex Sobur menjelaskan bahwa

sebuah teks, entah surat cinta atau surat resmi negara, entah makalah atau iklan,

puisi atau cerita pendek, juga gambar entah itu kartun atau poster politik, komik

atau logo, segala hal yang mungkin menjadi “tanda” bisa dilihat dalam akivitas

penanda yaitu suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda untuk

menghubungkan teks dan interpretasi. Alex Sobur juga merumuskan semiotika

sebagai hubungan antar lima istilah: S ( s, i, e, r, c ). S adalah semiotic relation

(hubungan semiotik); s untuk sign (tanda); i untuk interpreter (penafsir); e untuk

effect (pengaruh); r untuk reference (rujukan); dan c untuk context (konteks) atau

condition (kondisi). Begitulah jalinan tanda dalam semiotika secara sistematik

menjelaskan esensi, ciri, bentuk, dan proses signifikasi yang menyertainya.

Roland Barthes, seorang pengembang teori semiotika menjabarkan

tentang cara kerja semiotika yaitu melihat pesan sebagai cara penuturan pesan,

bukan sebagai objek pesan. Misalnya mitos tentang pohon, bukan berarti

menjelaskan tentang pohon sebagai objek, namun menjelaskan tentang makna

pohon secara luas baik meliputi psikologi, sakral, pelestarian, atau dengan kata

lain mengadopsi kata pohon untuk suatu jenis makna yang disertai dengan

perangkat literatur yang mendukung, atau gambaran-gambaran tertentu yang

secara tidak langsung telah ditemukan dan digunakan oleh masyarakat.

Dalam teori semiotika Roland Barthes digunakan istilah Denotasi dan

Konotasi. Denotasi merupakan makna yang didasarkan atas penjukan yang lugas,

langsung dan harafiah. Sedangkan Konotasi merupakan makna kultural atau

emosional yang melekat pada suatu subjek tertentu. Seperti pada contoh yang

dijabarkan sebelumnya, pohon merupakan makna konotasi sedangkan sakral

merupakan makna konotasi. Berikut peta tanda Roland Barthes yang digambarkan

buku Introducing Semiotics:

Page 40: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

50

Tabel 2.1. Peta Tanda Roland Barthes

Sumber: Semiotika Komunikasi

Dari peta tersebut terlihat bahwa tanda denotasi (3) terdiri atas penanda

(1) dan petanda (2), tetapi pada saat yang bersamaan tanda denotasi juga

merupakan tanda konotasi (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur

material: hanya jika Anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga

diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin. Jadi dalam konsep Barthes,

tanda konotasi tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung

tanda denotasi yang menandai keberadaannya. Sebagai pengembang teori

semiotika Saussure, inilah penyempurnaan teori sebelumnya yang hanya berhenti

pada tataran denotasi (Cobley dan Jansz, 1999).

Tiap penjelasan tanda selalu memiliki arti (meaning), tetapi arti

tersebut belum tentu dapat diterima langsung, maka untuk bisa dipahami dan

diterima secara masuk akal, arti tersebut memerlukan interpretasi dengan

melakukan proses signifikasi. Dengan demikian proses pemaknaan tersebut

tergolong dalam semiotika (Barthes, 1972). Karya gambar anak, seperti halnya

teks maupun karya visual lain juga berisi tanda-tanda yang tidak terlepas dari

Page 41: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

51

pemaknaan. Tanda-tanda dimaknai kaitannya dengan hubungan antara yang

menandai dan ditandai.

Gambar 2.28. Contoh Gambar Anak Penuh Tanda

Sumber: Buku Seni, Melukis dan Anak Autis

Dalam gambaran anak, simbol merupakan elemen yang sangat penting

yang membuat gambaran anak dapat diinterpretasikan dengan baik. Melalui

simbol yang ada pada gambaran anak, akan tampak hubungan yang terbangun

antara gambar anak dengan kepribadiannya.

2.1.6. Seni dalam Konteks Psikologi Anak

Gambaran dapat digunakan sebagai media untuk mengenal

kepribadian anak. Davido (2012) mengatakan bahwa karya gambar bukan hanya

sekadar sebuah permainan anak ataupun sebuah mimpi. Karya gambar anak juga

merupakan kenyataan sekaligus. Menggambar adalah sebuah permainan bagi anak

selama tidak memaksa anak melakukannya. Selain itu juga, menggambar

mengunkgapkan banyak kenyataan dalam kehidupan. Gambaran yang dihasilkan

anak merupakan sebuah mimpi di atas sebuah media, di mana muncul keinginan-

Page 42: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

52

keinginan baik yang disadari maupun tidak. Karya gambar dapat dikatakan

sebagai sebuah kenyataan dari pikiran anak yang pada momen tertentu

mendorongnya membuat goresan itu.

Davidu juga mennyatakan bahwa dalam psikologi anak, berdasarkan

penelitian yang berkembang pada saat ini menjelaskan kegiatan menggambar anak

bermanfaat untuk berbagai hal; yang dapat ditinjau dari proses menggambar

maupun hasil karya gambarnya, yaitu yang pertama untuk menguji kematangan

pikiran di mana dari sebuah goresan dan simbol-simbol yang dibuat, tingkat

kecerdasan seorang anak dapat diukur. Yang kedua, sebagai media komunikasi di

mana gambaran tersebut dapat memperbaiki kekurangan yang mungkin ada pada

kemahiran berbahasa anak, dengan lukisan dapat dijelaskan apa yang sedang

dialami, dirasakan atau dipikirkan anak yang mungkin tidak dapat dijelaskan

melalui verbal ataupun tulisan. Yang ketiga, sebagai proses untuk mengeksplorasi

perasaan anak. Yang terakhir adalah untuk pengetahuan tentang tubuh dan

lingkungan sekitarnya. Karya gambar yang diciptakan anak tidak hanya

menunjukkan tingkat kecerdasan namun juga melihat keseimbangan perasaan

anak-anak yang sering dipengaruhi oleh kemampuan mereka beradaptasi.

2.1.7. Anak dalam Konteks Psikologi Seni

Dalam dunia psikologi dikenal istilah psikoanalisis, yaitu sebuah

metode di mana psikolog terlatih atau psikoterapis mencoba untuk mencari akar

penyebab dari tindakan atau perilaku seorang individu. Pada umumnya kegiatan

menganalisis ini dilakukan dengan melakukan pertemuan dengan pasien di mana

pasien tersebut akan menceritakan kenangan-kenangan tertentu dalam peristiwa

kehidupannya; sebuah proses yang dikenal dengan istilah asosiasi bebas (free

association), dengan proses ini praktisi psikoanalisis berupaya untuk

mendapatkan dan menggunakan informasi-informasi tersebut bersama observasi

lainnya untuk memformulasikan penanganan tertentu bagi penderita gangguan

mental atau neurosis atau ketakutan yang irasional.

Page 43: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

53

Gambar 2.29. Sigmun Freud

Sumber: Psikologi Seni

Psikoanalisis untuk pertama kali dikembangkan di Wina pada tahun

1980-an oleh Sigmund Freud di mana dirinya merupakan seorang ahli saraf yang

memiliki ketertarikan untuk menemukan suatu penanganan yang efektif bagi

penderita gejala neurosis. Freud yakin bahwa tindakan dan perilaku individu saat

ini dipicu oleh trauma kejiwaan di masa sebelumnya, maka dari itu Freud

menyimpulkan bahwa pikiran manusia itu lebih rumit daripada anggapan yang

berkembang selama ini, dan kerumitan inilah yang pada akhirnya mendorong

manusia membentuk pemikiran-pemikiran yang tidak dapat diterima secara sosial,

atau bahkan membuat keputusan yang berbahaya.

Pendekatan psikoanalisis dalam seni selalu berkaitan dengan arti

ketidaksadaran (unconsciousness) dalam karya yang diciptakan. Metode ini

melibatkan tidak hanya hasil karya yang diciptakan namun juga pencipta karya itu

sendiri, maupun konteks budaya yang mengikatnya. Meski sejarah seni dan

sejarah psikoanalisis merupakan disiplin ilmu yang berbeda, namun keduanya

memiliki banyak kesamaan di mana dari kesamaan itu, kedua bidang tersebut

mampu memperlihatkan citraan dan makna simbolis dari suatu karya visual.

Psikoanalisis dalam seni merupakan sistem menyeluruh dalam

psikologi yang dikembangkan Freud secara betahap ketika menangani orang-

Page 44: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

54

orang dengan masalah mental, dua diantara aspek psikoanalisis yaitu: pertama,

psikoanalisis berupaya menjelaskan bagaimana kepribadian manusia berkembang

dan bekerja, yang kedua yaitu psikoanlisis menyajikan teori mengenai cara

individu berfungsi dalam hubungan personal dan di dalam masyarakat. Dengan

psikoanalisis Freud menganalisis mekanisme ketidaksadaran.

Dalam pandangan Freud proses pembuatan karya seni memang

didorong oleh naluri sekaligus dikontrol dan dibentuk oleh fungsi-fungsi sintetis

ego, dalam memandang hal ini Freud juga menemukan kekuatan pikiran tak sadar,

dan kenyataan bahwa pemikiran sadar hanya merupakan sebuah bagian kecil dari

aktivitas mental manusia.

Sebab prinsip dasar dari psikoanalisis adalah bahwa perilaku manusia

merupakan hasil dari konflik antara kekuatan dorongan naluri (instinctual

drives/ID) bawah-sadar dan pengendalian serta pertahanan yang dihadapkan oleh

Super-ego dan Ego. Dorongan naluri (ID) menurut Freud merupakan naluri

primitif, bagian bawah-sadar dari kepribadian, bekerja dengan apa yang menurut

Freud sebagai “azas kesenangan” atau bekerja secara tidak rasional, bersifat

implusif, tanpa memikirkan akibatnya dan tanpa pertimbangan apakah hal tersebut

cukup realistis atau apakah tindakan tersebut secara moral dapat

dipertanggungjawabkan. Sedangkan Superego adalah komponen kepribadian

tempat penyimpanan nilai-nilai luhur yang dimiliki seseorang, termasuk moral

atau sikap-sikap yang ditanamkan melalui proses sosialisasi dan konstruksi sosial

masyarakat. Pada dasarnya ia adalah “wakil masyarakat” atau yang mewakili

aspirasi masyarakat dalam diri seseorang di mana sementara Ego adalah

komponen kepribadian yang berperan sebagai wasit (atributor) atau pengendali

konflik antara ID dan Superego. Pekerjaannya adalah memilih suatu jenis

tindakan dan sekaligus mengendalikan dorongan-dorongan ID tanpa

mengakibatkan sesuatu yang tidak diinginkan, dapat dikatakan Ego bersifat

kompromis. Menurut “azas realitas” Freud, Ego yang matang melepaskan

kesenangan sekarang demi terpenuhninya kepuasan pada waktu yang akan datang.

Page 45: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

55

Gambar 2.30. Gagasan Freud: Pikiran Sebagai Gunung Es

Sumber: https://pt.wikipedia.org/wiki/Ficheiro:Structural-Iceberg.svg

Keinginan keinginan naluriah yang secara teratur mendesak untuk

keluar tidak selalu dapat dipenuhi secara langsung karena pengaruh pengendalian

yang dihadapkan oleh masyarakat. Dan karena itu, seseorang harus menemukan

alternatif, jalan tidak langsung bagi pemenuhan hasrat terpendam mereka. Jika

kekuatan naluri secara langsung keluar ke dalam saluran-saluran yang dapat

diterima secara sosial, orang tersebut dikatakan relatif sehat. Tapi jika kekuatan

tersebut dihalangi atau berbalik melawan dirinya maka ini merupakan tanda dari

timbulnya neurosis.

Sama seperti halnya dengan kreativitas, neurosis juga berasal dari

tanggapan terhadap konflik antara tekanan kekuatan naluri yang tidak biasa dan

tuntutan masyarakat yang menghalangi pemenuhan hasrat-hasrat naluriah

tersebut. Baik neurosis maupun kreativitas mencoba menyelesaikan konflik

tersebut, sebab penederita neurosis bereaksi terhadap konflik dengan membuat

mekanisme pertahanan yang menekan dan mengubah hasratnya namun hal ini

seringkali menghasilkan kepribadian yang realtif rapuh. Sedangkan seseorang

Page 46: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

56

yang kreatif tidakberusaha menekan hasrat naluriah yang secara sosial tidak bisa

diterima; justu malah menghaluskannya. Dalam upaya menghaluskan

(sublimation), kekuatan yang bersifat biologis tidak ditekan melainkan diubah

salurannya untuk mengisi tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh masyarakat.

Dalam hal ini, Freud tidak hanya percaya bahwa dorongan mencipta

ditentukan oleh konflik-konflik bawah-sadar pada masa awal kanak-kanak namun

ia juga merasa bahwa muatan suatu karya seni, sama halnya seperti mimpi, juga

ditentukan oleh hal yang sama. Sebab karya seni muncul dari kreativitas dan

fungsinya adalah sebagai usaha pemenuhan keinginan bawah-sadar masa kanak-

kanak yang tersembunyi. Karya yang diinterpretasikan sebagaimana mestinya

akan menjadi sebuah jendela dari ketidaksadaran, maka dengan menganalisis

muatan seni dan menganalisis makna dari simbol-simbol, kita dapat membuka

bagaimana kepribadian seorang pencipta karya.

2.1.8. Terapi Seni melalui Kegiatan Menggambar Anak

Psikoterapi atau terapi psikologi (jiwa) adalah suatu bentuk

perlakukan (treatment) terhadap permasalahan yang bersifat emosional dengan

tujuan menghilangkan, mengubah, atau mempelambat simtom untuk

menghilangkan pola perilaku tertentu, serta meningkatkan perkembangan pribadi

ke arah yang lebih positif (Frank, 1998).

Dalam buku Art Therapy without Borders dijelaskan bahwa terapi

seni merupakan aplikasi seni visual dan kreatifitas dalam kaitannya dengan

psikoterapi untuk mendukung, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan

psikis, fisik, kognitif maupun spiritual individu. Menciptakan karya seni

merupakan praktik kesehatan yang positif dan berdampak dalam peningkatan

kualitas kehidupan (Malchiodi, 2013).

Page 47: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

57

Gambar 2.31. Proses Kegiatan Menggambar Anak

Sumber: http://www.townviewhouse.com/anak-anak-menggambar-di-stasiun-

kereta-api/

Terapi seni adalah proses di mana seni digunakan sebagai media terapi

di mana kegiatan berkesenian tersebut akan membantu seseorang mengungkapkan

apa yang dipikirkan dan dirasakannya, dan karya seni yang dihasilkan juga dapat

menjadi sumber informasi bagi pendamping yang akan mendukung proses terapi

tersebut. Sebenarnya bentuk terapi seni bermacam-macam, namun yang paling

banyak digunakan baik secara umum maupun dalam terapi untuk anak-anak yang

mengalami gangguan emosi adalah seni visual yaitu menggambar atau melukis.

Dan dari visual hasil menggambar tersebut proses berseni itu seringkali

mengkomunikasikan simbol, kepribadian, emosi dan pengalaman yang dialami

(Malchiodi, 2011).

Ketika melakukan seni untuk aktivitas terapi, yang terpenting adalah

mengekspresikan apa yang diinginkan, tidak ada yang salah dan tidak terikat

dengan tuntutan estetika (Pitakasari, 2013). Maka penggunakan aktivitas

menggambar pada anak selain sebagai bentuk komunikasi anak yang memberikan

mereka ruang untuk berkomunikasi dengan bebas dan aman dibandingkan dengan

komunikasi verbal (Malchiodi, 2011), menggambar sebagai komunikasi visual

juga tepat karena sangat membantu ketika anak kurang mampu berkomunikasi

Page 48: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

58

secara verbal, juga karakteristik anak ketika menggambar adalah seperti halnya

melakukan kegiatan naluriah, spontan, jujur, dan orisinil.

Gambar 2.32. Anak Menggambar Apapun yang Diinginkannya

Sumber:

http://www.sekolah123.com/articles/view/id/522/page/manfaat_belajar_menggam

bar_bagi_anak

Selain itu, gambar memiliki ribuan makna yang dapat merefleksikan

pembuatnya. Karya gambar anak dapat memberikan informasi mengenai isu-isu

yang relevan tentang anak seperti informasi tentang perkembangan, emosi,

maupun fungsi kognitif. Di samping itu, kegiatan menggambar anak juga dapat

mempercepat ekspresi trauma yang tersembunyi, menyampaikan perasaan

maupun persepsi yang kacau dan kontradiktif. Gambar dapat membantu anak

untuk mengkomunikasikan permasalahannya secara cepat.

Pada masa perkembangan anak yang diiringi dengan berbagai

penglaman yang dialaminya, anak memiliki permasalahan emosi yang berbeda-

beda. Pada anak yang mengalami gangguan emosi, aktivitas menggambar dapat

membantu anak menyalurkan dorongan agresif dengan cara yang lebih dapat

diterima masyarakat lingkungannya, dan yang terpenting, kegiatan menggambar

dapat membantu ego untuk mengintegrasikan dan mengatur perasaan, serta

Page 49: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

59

implus-implus yang berkonflik dalam suatu bentuk kreatifitas yang memberikan

kepuasan (Kramer, 1995).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wallin dan Duur (2012)

diketahui bahwa aktivitas menggambar dapat meningkatkan kemampuan sosial

dan emosional pada anak. Selain itu menggambar juga dapat memperbaiki harga

diri yang merupakan kepercayaan diri, yang sebenarnya merupakan isu sentral

semua gangguan fungsional termasuk gangguan emosi (Bettelheim, 1983). Dalam

buku Juul dan Schuler ditambahkan bahwa aktifitas kreatif juga dapat menjadi

sarana pengobatan emosi, meningkatkan kemandirian dan interaksi sosial, serta

memperbaiki cara berpikir dan berkomunikasi. Menggambar juga membuat anak

menjadi lebih matang dan terkendali serta memberikan perasaan kepercayaan diri

akan kemampuannya (Thomas, 2004).

Gambar 2.33.

Anak Mengkomunikasikan Karyanya juga Melatih Kemampuan Sosial dan Rasa

Percaya Dirinya.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Page 50: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

60

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

menggambar anak tidak hanya dapat menjadi informasi untuk mengetahui isu-isu

yang relevan pada perkembangan anak, namun juga dapat menjadi perlakuan

(treatment) yang menyembuhkan (healing), sekaligus pengembangan positif diri

anak. Dalam jurnal Efektivitas Art Therapy untuk Meningkatkan Keterampilan

Sosial pada Anak yang Mengalami Gangguan Perilaku dikatakan bahwa aktifitas

menggambar anak membantu mereka mengendalikan dan menenangkan konflik-

konflik dasar yang dialaminya, mengintegrasikan ego, meyalurkan dorongan

agresif serta memperbaiki harga diri dan kepercayaan dirinya yang kemungkinan

menjadi penyebab utama gangguan emosinya. Selain itu, dengan terciptanya

ruang yang aman dalam proses terapi, maka akan lebih mudah untuk anak

mempelajari keterampilan baru, termasuk keterampilan sosial seperti

pengendalian emosi dan mampu berkomunikasi dengan baik terhadap orang lain.

2.1.9. Unsur-Unsur Visual Gambar Anak

2.1.8.1 Titik

Titik merupakan elemen paling utama dan elemen dasar dalam

gambar, unsur paling kecil yang menjadi dasar dari segala karya gambar, sebuah

konsep abstrak yang tidak mempunyai ukuran, atau tidak mempunyai panjang dan

lebar. Titik hanyalah gagasan abstrak dari pembuatnya, sesuatu yang menempati

tempat, yang untuk menggambarkan titik diperlukan suatu simbol yaitu “.”.

Gambar 2.34. Titik

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Menggambar titik dapat dilakukan dengan menggunakan alat tulis

seperti ujung pensil, krayon, kapur, dan sebagainya hanya dengan

Page 51: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

61

menekankan sedikit ujung alat tulis tanpa digores di atas permukaan datar

seperti kertas atau papan tulis.

2.1.8.2 Garis

Garis merupakan elemen dasar yang terbentuk dari titik, atau dengan

kata lain, garis merupakan himpunan titik-titik yang anggotanya lebih dari satu

titik. Garis juga merupakan goresan batas suatu objek seperti bidang, tekstur,

warna, dan sebagainya.

Garis bisa terbentuk dari dua titik yang dihubungkan, juga berguna

sebagai pembatas antar beberapa bentuk. Garis hanya memiliki satu dimensi yaitu

panjang dan panjang tersebut cenderung ke arah tertentu. Garis memiliki beberapa

sifat, diantaranya yaitu panjang, pendek, tipis, tebal, lurus, melengkung, halus,

patah-patah, dan lain sebagainya.

Gambar 2.35. Contoh Macam-Macam Garis

Sumber: https://karyapemuda.com/contoh-seni-rupa/

Menggambar garis dapat dilakukan dengan menggunakan alat tulis

seperti pensil, spidol, kapur, dan sebagainya dengan menggoreskan ujung alat

tulis pada bidang seperti kertas maupun papan tulis.

Page 52: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

62

2.1.8.3 Bidang

Bidang merupakan elemen lanjutan yang terbentuk dari garis. Jika

garis terbentuk dari himpunan lebih dari satu titik yang dihubungkan atau

dapat dikatakan pertemuan antara dua titik, atau ujung garis yang saling

bertemu. Bidang merupakan himpunan garis-garis yang anggotanya lebih dari

satu garis atau dapat dikatakan bentuk memiliki panjang dan lebar saja, atau

dalam istilah lainnya pipih, sebab itu belum memiliki volume.

Karena bidang terbentuk dari garis, maka cara membuat bidang

sangat sederhana yaitu dengan mempertemukan dua atau lebih ujung garis

dan menutup.

Bidang terdiri dari beberapa macam diantaranya adalah bidang

geometris, bidang tak beraturan, bidang bersudut, dan lain-lain. Atau

misalnya beberapa bidang dasar dalam seni rupa yaitu bidang segiempat,

segitiga, lingkaran, oval dan lain sebagainya.

Gambar 2.36. Bidang

Sumber: http://kliping.co/unsur-unsur-seni-rupa/

Bentuk sebuah bidang adalah seperti model sebuah kertas dan

kertas tersebut dapat diperlebar ke segala arah.

Page 53: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

63

2.1.8.4 Bentuk

Bentuk mempunyai unsur yang lebih kompleks dibadingkan bidang,

karena bentuk memiliki tiga dimensi yaitu panjang, lebar dan tinggi yang

digabung menjadi satu dan membentuk sebuah volume atau isi.

Bentuk menurut artian bahasa dapat dikatakan sebagai bangun

(shape) atau bentuk plastis (form). Perbedaannya, bangun (shape) merupakan

bentuk benda yang polos, sederhana yang mampu ditangkap oleh mata dan

sekadar mengenali sifatnya saja seperti misalnya kotak, bundar maupun ornamen-

ornamen tak beraturan. Sedangkan bentuk plastis (form) merupakan bentuk benda

yang bukan hanya terlihat, namun bisa dirasakan sebab adanya unsur nilai (value)

dari benda tersebut, misalnya pohon, meja, ranjang, dan lain sebagainya.

Gambar 2.37. Contoh Bentuk

Sumber: https://www.senibudayaku.com/2016/12/unsur-unsur-seni-rupa-dan-

contoh-gambarnya.html

2.1.8.5 Ruang

Ruang atau kedalaman merupakan unsur yang sangat berpengaruh

terhadap penjiwaan suatu karya, sehingga pengamatnya dapat merasakan apakah

karya tersebut terasa nyata atau semu. Ruang atau kedalaman yang nyata dapat

Page 54: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

64

kita rasakan dengan indera peraba, misalnya pada karya seni 3 dimensi.

Sedangkan ruang atau kedalaman maya hanya dapat dilihat melalui bidang 2

dimensi saja.

Gambar 2.38. Ruang

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Karena karya 2 dimensi hanya memiliki panjang dan lebar, kesan

penggambaran cenderung pipih, datar, cekung, cembung, dan sebagainya. Namun

untuk menciptakan kesan kedalaman dari karya 2 dimensi, bisa dilakukan dengan

beberapa teknik yaitu misalnya penggambaran perspektif, peralihan warna antara

warna gelap dan warna terang, penggunaan tekstur yang tepat, pergantian ukuran

yang pas, penggambaran objek yang tertindih, pelengkungan atau pembelokan

bidang, penambahan bayangan, pergantian tampak bidang.

2.1.8.6 Tekstur

Pada dasarnya, tekstur merupakan sebuah unsur yang selalu menjadi

sifat sebuah benda. Sifat-sifat tersebut bisa berupa kasar, halus, licin, mengkilap,

kesat, bergelombang, dan sebagainya.

Namun secara garis besar tekstur terbagi menjadi dua, yaitu tekstur

nyata dan tekstur semu. Tekstur nyata merupakan tekstur yang dapat dirasakan

langsung oleh indera peraba, sedangkan tekstur semu hanya dapat dirasakan oleh

Page 55: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

65

mata atau melalui visual saja, namun menghasilkan kesan seperti tekstur nyata.

Tekstur semu merupakan teknik yang bisa diaplikasikan dalam karya 2 dimensi

untuk mengekspresikan objek secara lebih nyata dan memiliki kesan sesuai

dengan ide yang ingin dituangkan.

Gambar 2.39. Tesktur Maya

Sumber: https://www.senibudayaku.com/2016/12/unsur-unsur-seni-rupa-dan-

contoh-gambarnya.html

2.1.8.7 Komposisi

Dalam seni rupa, komposisi merupakan usaha untuk mengatur,

menyusun atau menempatkan unsur-unsur visual (titik, garis, bidang, bentuk,

warna, ruang dan tekstur) di permukaan media gambar hingga terkomposisi secara

harmonis (serasi, selaras, seimbang). Beberapa prinsip yang biasa digunakan

dalam komposisi yaitu unity (kesatuan), balance (keseimbangan), harmony

(keselarasan), proportion (kesebandingan), rhytme (irama), center of interest

(pusat perhatian).

Page 56: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

66

Gambar 2.40. Komposisi

Sumber: http://mediamakalahpendidikan.blogspot.co.id/2015/02/menggambar-

bentuk-objek-tiga-dimensi.html

Unity (kesatuan) merupakan perpaduan unsur antar satu dengan unsur

lain yang saling menunjukkan adanya hubungan keteritakan, dengan kata lain

berkesinambungan dan tidak terpisah-pisah atau tidak berdiri sendiri. Dalam

kesatuan, karya visual bukan hanya enak dipandang namun juga memiliki fokus

perhatian.

Balance (keseimbangan) merupakan prinsip proporsi visual yang

menunjukkan adanya bobot visual yang seimbang, tidak berat sebelah atau

timpang yang dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman bagi yang

mengamatinya. Dalam prinsip balance, ada dua macam keseimbangan yaitu

keseimbangan simetris dan keseimbangan asimetris. Keseimbangan simetris

adalah di mana penempatan unsur visual memiliki jumlah dan bentuk yang sama,

sedangkan keseimbangan asimetris adalah di mana penempatan unsur visual tidak

sama bentuk maupun jumlahnya, namun memiliki berat atau bobot visual yang

sama.

Page 57: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

67

Harmony (keselarasan) merupakan prinsip komposisi yang merupakan

perpaduan unsur visual yang selaras dan tidak bertentangan antara satu bagian dan

bagian lainnya. Keselarasan ini dapat terbentuk karena pemilihan dan penempatan

unsur visual yang memiliki kedekatan atau kemiripan bentuk, perpaduan warna

dan ataupun fungsi atau unsur peran dari visual tersebut.

Proportion (keseimbangan) merupakan prinsip komposisi visual

berdasarkan perbandingan ukuran unsur-unsur visualnya, baik perbandingan antar

bagian maupun perbandingan antar bagian terhadap keseluruhannya. Dalam

sejarahnya, orang-orang Yunani meyakini pendekatan menggunakan proporsi ini

karena dianggap ideal dan memiliki keindahan yang agung, proporsi atau

keseimbangan ini dikenal dengan sebutan golden ratio atau golden selection.

Rhytme (irama) merupakan prinsip dari komposisi visual yang terbentuk

karena adanya sebuah tatanan, pola ataupun pengulangan yang menimbulkan

kesan bergerak pada orang yang mengamatinya. Dalam irama, terdapat beberapa

jenis berdasarkan unsur-unsur penyusunnya diantaranya; irama repetitif, yaitu

kesan bergerak yang muncul akibat dari pengaturan unsur visual yang sama dan

berulang atau dapat dikatakan monoton, baik secara ukuran, warna maupun jarak.

Sedangkan irama alternatif merupakan kesan bergerak yang muncul akibat

pengaturan unsur visual yang berselang-seling baik secara ukuran, bentuk ataupun

warnanya. Dan irama lain adalah irama progresif, yaitu kesan bergerak yang

menunjukkan adanya perubahan dari unsur-unsur visualnya, misalnya dari unsur

visual berukuran kecil menuju ukuran lebih besar, atau tebal menuju tipis, besar

menuju kecil, maupun pergeseran warna dari warna satu ke warna lain.

Center of interest (pusat perhatian) merupakan prinsip komposisi

visual yang terbentuk dari adanya unsur-unsur visual yang mengarahkan perhatian

pada suatu titik lokasi, atau dapat dikatakan sebuah usaha menampilkan bagian

tertentu dari suatu unsur visual sehingga terlihat lebih menonjol karena berbeda

dengan unsur-unsur visual lain di sekitarnya. Center of interest dapat terbentuk

dengan pengaturan posisi, warna, ukuran, dan juga unsur-unsur lainnya.

Page 58: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

68

2.1.8.8 Warna

Warna merupakan salah satu unsur penting yang dapat membantu

pencipta menuangkan ide karya agar tampak lebih nyata dalam merepresentasikan

idenya, sebab warna mampu menghidupkan sebuah objek untuk lebih menyerupai

aslinya.

Warna terjadi ketika pantulan tertentu dari cahaya mengenai objek yang

dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat pada permukaan objek tersebut.

Berdasarkan jenisnya, warna dibedakan menjadi dua yaitu spektrum warna dan

pigmen warna.

Spektrum warna terjadi akibat adanya uraian dari cahaya yang

membentuk tujuh warna, yang dalam ilmu fisika sama halnya dengan

terbentuknya pelangi yaitu me-ji-ku-hi-bi-ni-u (merah, jingga, kuning, hijau, biru,

nila, ungu).

Gambar 2.41. Spekrum Warna

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sedangkan pigmen warna merupakan pembagian jenis warna yang

didasarkan oleh teori Goethe yaitu warna primer, warna sekunder, warna tersier,

warna analog dan warna komplomenter.

Warna primer atau warna dasar yang tidak merupakan dan tidak bisa

diperoleh dari campuran warna-warna lain, warna tersebut adalah merah, biru dan

kuning.

Page 59: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

69

Gambar 2.42. Warna Primer

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Warna sekunder merupakan warna hasil pencampuran dari dua warna

primer, misalnya warna jingga sebagai hasil pencampuran warna kuning dan

merah, atau warna ungu sebagai campuran biru dan merah.

Gambar 2.43. Warna Sekunder

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Warna tersier sebagai pencampuran antara warna primer dan skunder

atau pencampuran dari dua atau lebih warna skunder, seperti jingga kekuningan

merupakan campuran dari jingga dan kuning.

Page 60: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

70

Gambar 2.44. Warna Tersier

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Warna analog merupakan warna yang berdekatan antara warna satu dan

warna lain dalam sebuah lingkaran warna, misalnya warna hijau pupus yang

terletak di antara warna kuning dan hijau.

Gambar 2.45. Warna Analog

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Warna komplementer merupakan warna yang letaknya bersebrangan

dalam sebuah lingkaran warna, misalnya warna hijau dengan warna merah.

Page 61: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

71

Gambar 2.46. Warna Komplomenter

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Seperti unsur lainnya, warna merupakan simbolisasi yang dapat dikaji

maknanya, sebuah elemen penting dalam konteks penafsiran atau pencarian

makna dalam karya gambar, sehingga melalui kajian warna dapat terlihat kondisi

psikologis anak. Setiap warna mampu memberikan kesan atau identitas tertentu,

makna dibalik kesan dan identitas tersebut memiliki artian yang berbeda-beda

tergantung kondisi sosial budaya, lingkungan dan personal (Sampurno, 2015).

Ada banyak teori mengenai warna namun yang perlu diketahui adalah

pembuat teori tersebut didasarkan kepada pengalaman empiris sebagai pengalamat

dan maka belum tentu dapat dikatakan teori yang valid tentang warna. Dalam

bahasan mengenai warna, putih misalnya, sering diasosiasikan dengan religius,

kemurnian, kesucian dan rasa aman. Atau juga menjadi simbol akan kesendirian

dan kelapangan. Sedangkan lawan warna dari putih adalah hitam yang sering

diasosiasikan dengan kegelapan, segnsara, duka, ketiadaan, kematian, kejahatan

dan misteri (Zalenski, 2003). Namun warna hitam jadi mendapatkan asosiasi yang

berbeda ketika warna tersebut digunakan untuk background sebuah lukisan, kesan

yang akan muncul adalah tegas, formal dan elegan.

Abu-abu yang merupakan warna netral dapat merepresentasikan

kebebasan, kritikan, keragu-raguan. Santoyo (2010) dalam bukunya yang berjudul

Nirmana mengatakan warna abu-abu yang terletak di antara hitam dan putih

sering diasosiasikan dengan kesuraman, mendung, ketidakjelasan sebab ketiadaan

Page 62: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

72

cahaya secara langsung. Sedangkan warna silver yang memiliki kesamaan dapat

menggambarkan perubahan, feminim, sensitif dan keseimbangan. Emas

menandakan idealisme, harapan, keajaiban, kemenangan, atau keadaan

berkelimpahan (Zalenski, 2003).

Gambar 2.47. Warna Abu-Abu

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.48. Warna Silver

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Page 63: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

73

Gambar 2.49. Warna Emas

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Zalenski juga berkata bahwa warna merah api, kuning dan jingga

menimbulkan kesan kehangatan, di mana ungkapan tersebut dibuktikan dengan

penelitian bidang psikologi yang mengindikasikan seseorang ketika berada di

bawah spektrum cahaya berwarna merah, maka tubuh orang tersebut akan

memacu adrenalin yang lebih cepat, tekanan darah dan nafas meningkat, dan

adanya peningkatan suhu tubuh secara perlahan. Merah juga merupakan simbol

dari semangat, hangat, vitalitasm sensualitas, marah, cinta dan bahaya. Selain itu,

dikatakan oleh Klepsch dan Logie (1982) bahwa merah juga memiliki relasi

emosi atau kekerasan di mana merah dapat diasosiasikan terhadap keadaan emosi

yang berlebihan seperti terlalu senang, terlalu marah ataupun emosi personal

lainnya. Sedangkan merah yang dipadukan dengan putih akan menjadi warna

merah muda dan memiliki kesan yang cukup jauh berbeda yaitu lembut, ramah

dan harmonis.

Gambar 2.50. Warna Merah

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Page 64: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

74

Gambar 2.51. Warna Merah Muda

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Kuning merupakan warna yang diasosiasikan dengan rangsangan

mental yaitu optimis dan rasa senang, karena warna kuning berasosiasi dengan

matahari atau matahari yang menunjukkan ketenangan dan kehangatan (Santoyo,

2010).

Gambar 2.52. Warna Kuning

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Zelanski merepresentasikan warna jingga sebagai kreativitas,

keamanan, kesenangan, rangsangan. Jingga yang merupakan kombinasi dari

energi warna merah dan rasa senang dari warna kuning, maka juga dapat

diasosiasikan dengan semangat, kehangatan dan kesuksesan. Namun jika warna

jingga diberi spektrum yang lebih gelap dan menjadi warna coklat, warna coklat

Page 65: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

75

sudah memiliki asosiasi yang cukup berbeda yaitu kedekatan, sopan, bijaksana,

hemat, sederhana dan hormat (Sanyoto, 2010).

Gambar 2.53. Warna Jingga

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.54. Warna Coklat

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Hijau yang sering diasosiasikan dengan tanaman, daun, rumput, dan

keadaan alam yang masih natural seperti hutan dan persawahan. Hijau memiliki

kesan yang segar, hidup, muda, sehat, tumbuh, alami. Warna hijau memiliki

pengaruh emosi yang normal dibandingkan warna lainnya dan karena warna hijau

juga menghadirkan kesan keseimbangan sebagai sumber kehidupan (Santoyo,

2010).

Page 66: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

76

Gambar 2.55. Warna Hijau

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sedangkan warna biru menggambarkan kemampuan mengontrol reaksi

atau dapat dikatakan menggambarkan pengendalian diri yang baik. Dalam

penelitian Klepsch dan Logie (1982) dikatakan bahwa baik warna biaru maupun

hijau memiliki kemampuan dalam merepresentasikan mengenai kontrol perilaku

manusia. Karena ketika warna hijau melambangkan keseimbangan alam dan

keharmonisan hubungan natural semesta, warna biru merupakan lambang dari

stabilitas, pengetahuan, keseriusan, kekuatan, pemahaman dan integritas karena

warna biru terasosiasi dengan langit dan laut.

Gambar 2.56. Warna Biru

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Ungu merupakan warna yang hampir menyerupai warna violet namun

memiliki perbedaan yaitu ungu cenderung kemerahan sementara violet cenderung

Page 67: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

77

kebiruan. Ungu memiliki kesan angkuh, kebesaran dan kekayaan karena ungu

yang merupakan perpaduan antara merah dan biru di mana merah lebih

mendominasi, sementara violet memiliki kesan yang dingin, diam, religiusitas,

melankolis, kesedihan, magis, misteri, spiritualitas, inspirasi dan intuisi (Klepsch

dan Logie, 1982).

Gambar 2.57. Warna Ungu

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Simbol warna universal merurut Sanyoto (2010), Violet merupakan

lambang kemuliaan atau kebesaran. Nila merupakan lambang ilmu pengetahuan.

Biru merupakan lambang kebenaran. Hijau merupakan lambang penelitian.

Kuning merupakan lambang penciptaan. Jingga merupakan lambang kemajuan

atau pertumbuhan dan merah merupakan lambang puisi.

Menurut buku Seni, Melukis dan Anak Autis, selain warna-warna yang

sudah dijabarkan diatas, masih ada warna-warna yang masih sering disimbolkan

oleh masyarakat luas bahkan secara universal, di mana warna-warna tersebut

seakan sudah merupakan simbol yang ditetapkan dan disepakati bersama untuk

mengungkapkan hal-hal tertentu.

Melalui pembahasan mengenai makna, Tejo Sampurno (2015)

menambahkan bahwa dalam mempelajari mengenai nama warna dalam kaitannya

dengan mengamati karya gambar anak-anak, perlu dipahami juga bahwa beberapa

anak memiliki keunikannya tersendiri di mana mereka memiliki nama warna yang

berbeda dari biasanya. Misalnya mengenai warna hijau, anak mungkin tidak

mengenal nama warna hijau namun mereka mengatakan itu adalah warna daun.

Page 68: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

78

Atau misalnya merah, anak mungkin tidak mengenal warna nama merah namun

mengenal nama warna strawberry. Biasanya anak-anak seperti ini cenderung

memiliki kreativitas yang lebih tinggi.

2.1.10. Gambar Anak Sebagai Sebuah Diagnosa

Mengenai goresan anak yang dilakukan ketika berkarya, dalam hal ini

jika ditinjau secara psikologis, anak yang hidupnya senang akan menarik garis

kuat dan cenderung menghabiskan hampir semua bagian kertas. Berbeda dengan

anak yang tidak bahagia dan rapuh, mereka cenderung sering menjatuhkan atau

bahkan membuang pensilnya. Marthe Bernson yang dikutip oleh Davido (2012)

menyatakan anak yang menghabiskan satu halaman penuh dengan coretannya

adalah anak yang hatinya sedang bersemangat meluap-luap. Karya gambar anak

lebih menjelaskan seni psikologis anak daripada segi fisiknya, sebab segi fisik

lebih menunjukkan kreasi imajinatif daripada penggambaran sebenarnya. Hal

tersebut muncul bersumberkan dari jiwa kekanak-kanakan dan sering sekali diingi

dengan perasaan, maka dalam hasil karya gambar anak banyak khayalan yang

muncul.

Kekuatan dalam menggoreskan garis, misalnya, dapat menggolongkan

pembuatnya. Anak yang tidak percaya diri, pemalu, penakut, dan terkekang akan

menarik garis halus atau bahkan hampir tidak terlihat (Davido, 2012), anak terus

berusaha menebalkan garis yang dibuatnya. Berbeda dengan anak yang menarik

atau menggores garis dengan tegas, kuat, bahkan terkadang sampai melubangi

medianya hinggga dapat terlihat anak yang cenderung agresif.

Mengenai kebersihan media dalam karya gambarnya, pada umumnya

anak yang membuat gambar mereka kotor, membingungkan dan berantakan juga

adalah anak-anak yang memiliki kesulitan dalam menulis, dalam artian kesulitan

dalam gerakan grafisnya. Adanya pengulangan atau koreksi pada goresan yang

telah dibuat sebelumnya juga memperlihatkan kurangnya percaya diri atau bisa

juga merupakan sebuah cara untuk menghilangkan apa yang ingin diungkapkan.

Seni, Melukis dan Anak Autis menerangkan bahwa ketika anak

berkarya, seringkali anak berbicara dan menceritakan sebuah cerita yang berkaitan

dengan karya gambarnya secara bersamaan, termasuk juga terkadang perlahan

Page 69: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

79

cerita yang disampaikan tersebut menggambarkan tokoh-tokoh yang dibuat dalam

karya gambarnya tersebut. Hal tersebut dapat menjadi acuan terhadap ketertarikan

atau keacuhan anak berdasarkan cerita dari karya yang dibuatnya.

Dalam geometri lukisan, Davido (2012) menjelaskan, jika media

dibagi menjadi dua zona vertikal, sisi kanan menggambarkan masa depan, sifa

ekstrover dan terkadang otoritas, dan menurut Max Pulver dalam Mengenal Anak

Melalui Gambar, bagian atas media merupakan cerminan dari area kecerdasan dan

spiritual, dan sebaliknya, di bagian tengah menunjukkan hubungan dengan

lingkungan sekitarnya yang juga menunjukkan ke’aku’an sebagai subjek,

kesadaran yang hidup, dan perasaan-perasaannya. Bagian bawah menunjukkan

mengenai alam bawah sadar, naluri, dan kehidupan seksual. Misalnya, anak

menggambarkan figur dirinya di bagian tengah, maka interpretasi yang mungkin

dapat dianalisis menjadi diagnosa adalah mengenai sifat egosentrisme anak, atau

gambar tersebut memiliki makna yaitu anak ingin melakukan sesuatu hal. Contoh

lainnya, ketika anak menggambarkan figur dirinya dan meletakannya di posisi

tepi media berkaryanya, kemungkinannya adalah anak merasa terpinggirkan

dalam suatu hal, atau kemungkinan lainnya adalah anak telah mengalami kejadian

yang membuatnya terpinggirkan, atau merasa tidak memiliki kepercayaan diri

terhadap lingkungannya.

Dalam mendiagnosis gambar anak, simbol merupakan elemen yang

sangat penting dan dapat membuat karya gambar anak diinterpretasi dengan lebih

matang. Sebab melalui simbol-simbol yang diciptakan anak pada karya

gambarnya, akan tampak hubungan yang dapat dibangun antara karya gambar

anak dengan kepribadiannya.

2.1.11. Periodisasi Perkembangan Anak

Hasil sebuah karya gambar sangat ditentukan oleh penciptanya sendiri,

sama halnya karya gambar anak. Karya gambar anak yang bersifat ekspresif

merupakan ungkapan komunikasi yang jujur, kuat, yang berangkat dari

permikiran dan perasaannya sendiri. Kekhasan dan keunikan karya masing-

masing anak atau dapat dikatakan perkembangan karakteristik karyanya terjadi

seiring masa perkembangan anak. Masa-masa prasekolah merupakan waktu yang

Page 70: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

80

penting dalam berkesenian sebab dalam masa ini anak-anak melakukan kegiatan

seni berdasarkan esensi seni itu sendiri, yaitu mengekspresikan apa yang ada di

dalam dirinya. Karena itu, mempelajari karya mereka dapat dimanfaatkan untuk

memahami apa yang digambarkan anak dan dapat mengidentifikasi secara benar,

tidak dengan perspektif seni orang dewasa (Sampurno, 2015).

Untuk memahami apa yang diciptakan anak tidak bisa luput dari

analisis akan perkembangan karakteristik karya anak. Dalam buku Creative and

Mental Growth dikatakan untuk menganalisis perekembangan karakteristik karya

anak tidak mungkin terlepas dari perkembangan anak itu sendiri, seperti waktu

(periodisasi usia) dan tahap perkembangan sosial intelektual mereka. Sama seperti

kemampuan pada umunya, kemampuan menggambar anak sudah berkembang

sejak masa batita. Gambar yang dihasilkan oleh setiap anak dalam periodenya

anak khas, unik dan berbeda-beda.

Gambar 2.58. Periode Mencoret Anak

Sumber: http://style.tribunnews.com/2017/08/02/anak-ini-dikecam-karena-

menggambar-menstruasi-ibunya-tapi-sebuah-fakta-mulia-terungkap

Dalam teorinya, Viktor Lowenfeld (1982) yang merupakan tokoh

penting dalam perkembangan seni anak menyatakan adanya hubungan antara seni

dan kebutuhan psikologis anak dan juga perkembangan artistik anak. Lowenfeld

mengatakan gambar anak awal dimulai dengan masa mencoret atau masa cakar

ayam. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan goresan pada anak-anak yang

dalam beberapa pandangan terlihat belum berbentuk, acak dan tidak beraturan.

Page 71: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

81

Setelah masa mencoret, perkembangan seni anak masuk pada tahap pra-bagan di

mana anak mulai mampu menggambar secara sadar dengan simbol atau bentuk-

bentuk yang diantaranya mulai dapat diidentifikasi orang dewasa.

Berikut periodisasi perkembangan seni rupa anak menurut Lowenfeld:

1. Periode Mencoret (usia 2 hingga 4 tahun)

Dideskripsikan sebagai masa perkembangan kinestetik. Karya yang

diciptakan didasarkan atas kesenangan untuk bergerak, aktifitas motorik

terwujud dalam goresan tebal tipis dengan arah yang belum terkendali dan

pemilihan warna yang belum penting. Gambar dibuat tanpa makna. Dalam

tahap ini, pada awalnya anak membuat goresan tak menentu hingga pada

tahapan selanjutnya anak menyadari adanya hubungan antara apa yang

dibuatnya dengan gerakan tangannya. Maka dari itu, tahap ini juga

merupakan latihan gerak motorik koordinasi dari gerakan tangan dan mata.

Ketika anak mulai memahami adanya hubungan antara gerak tangannya

dan apa yang dilihatnya, barulah goresannya menjadi panjang, bolak-balik

dan kemudian bulat-bulat. Sebenarnya masa ini terbagi lagi menjadi 3

fase, namun karena jarak antara tiap fase begitu singkat, dapat dianggap

sebagai satu periode. Berikut 3 fase dalam periode mencoret:

1. Goresan tak beraturan

Gambar tanpa makna sebab dalam usia ini anak hanya meniru orang

lain, dan karena hanya merupakan latihan gerak motorik antara mata

dengan gerak tangan maka bentuk goresan akan sembarangan, bahkan

menggores tanpa melihat ke kertas. Goresan yang dibuat sangat acak

dan tidak ada kendali atas goresannya. Fase ini merupakan masa paling

awal dalam tahap perkembangan menggambar anak.

Page 72: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

82

Gambar 2.59. Goresan Tak Beraturan

Sumber: Seni, Melukis, dan Anak Autis

2. Goresan terkendali

Terdapat peningkatan goresan anak berupa goresan-goresan tegak,

lengkung, lingkaran dan berulang-ulang. Terdapat variasi karena anak

sudah melakukan eksperimen terhadap goresan yang dibuatnya. Anak

mulai memiliki kendali dalam menggores, koordinasi motorik antara

mata dan gerak tangan semakin berkembang.

Gambar 2.60. Goresan Terkendali

Sumber: Seni, Melukis, dan Anak Autis

Page 73: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

83

3. Goresan Bernama

Pengalaman anak membuat goresan semakin lengkap, terjadi sedikit

perubahan dalam goresan anak. Gambar anak mulai terwujud dalam

satu kesatuan, bentuk semakin bervariasi. Meskipun anak belum

memiliki tujuan untuk menggambar sesuatu, anak mulai memberikan

nama pada goresannya yang mengindikasikan bahwa anak sudah mulai

mengenal apa yang dinamakan representasi walaupun secara tidak

sadar.

Gambar 2.61. Goresan Bernama

Sumber: Seni, Melukis, dan Anak Autis

2. Periode Pra-Bagan (usia 4 hingga 7 tahun)

Dideskripsikan sebagai awal pembuatan karya secara sadar.

Sejalan dengan usianya, anak-anak pada fase ini memiliki pengalaman

hidup yang semakin bertambah, lingkup sosial semakin luas dan anak

memiliki lebih banyak kesempatan untuk mencipta, bereksperimen, juga

menjelajah berbagai hal baru yang erat dengan perkembangan jiwanya.

Anak mengenal lingkungan baru, dunia baru bagi anak. Anak mulai

menggambar bentuk berdasarkan hal-hal yang disekitarnya seperti

manusia, rumah, pohon, pelangi, dan sebagainya. Semua karya yang

Page 74: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

84

dihasilkan merupakan refleksi dari dini anak, hal-hal dalam kehidupannya

dan orientasinya terhadap sesuatu. Anak sudah mampu

mengkoordinasikan pikiran dan emosi dengan kemampuan motoriknya.

Gambar 2.62. Periode Pra Bagan

Sumber: Seni, Melukis, dan Anak Autis

3. Periode Bagan (usia 7 hingga 9 tahun)

Sejalan dengan tahap usia anak, pada tahap ini akal sudah

mempengaruhi gambar anak. Anak menggambar objek dalam suatu

hubugan yang logis dengan objek lain. Sudah memiliki konsep akan ruang,

gambar mulai menyerupai hubungan-hubugan yang terkait dengan

kenyataan. Bentuk semakin bervariasi karena semakin kaya anak akan

konsep, semakin besar kemungkinannya untuk berekspresi. Ciri-ciri pada

fase ini adalah cenderung menggambar objek yang tegak lurus dengan

garis dasar, meskipun objek nampak terbalik. Ciri lainnya adalah

menggambar tembus pandang, yaitu menggambar objek dalam satu ruang

yang seharusnya tidak kelihatan, misalnya gambar rumah yang terlihat

ruangannya seolah dinding ditutupi kaca bening. Anak mulai memahami

adanya hubungan antara warna dan objek, maka penggunakaan warna

semakin objektif. Ciri lain adalah gambar nampak lebih kaku seiring

bertumbuhnya jiwa kooperatif di lingkungan anak sehingga anak

Page 75: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

85

cenderung mencontoh gambar orang lain. Pada fase ini, pengamatan anak

semakin teliti, anak mulai menyadari hubungannya dengan sekitarnya.

Gambar 2.63. Periode Bagan

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.64. Periode Bagan

Sumber: http://primbom.blogspot.co.id/2013/03/mengenal-perkembangan-seni-

rupa-anak_9.html

Page 76: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

86

2.2. Penelitian Terkait

Penilitan berjudul Muatan Terapeutik dalam Ragam Gaya Ekspresi Seni

Lukis Penyandang Psikosis yang dilakukan oleh Caecilla Tridjata S dan Yasraf A.

Piliang pada tahun 2014 ini menjelaskan keterkaitan antara penyandang gangguan

kejiwaan dengan simbol-simbol yang dihasilkan dalam karya visualnya

dipengaruhi oleh konsep ketidaksadaran. Karya yang dihasilkan juga dipengaruhi

oleh dua faktor lain yaitu tingkat gangguan yang sedang dialami dan juga bakat

seni yang dimiliki. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa ekspresi emosi dalam

karya merupakan wujud pelepasan dan kelegaan emosional sesudah mengalami

ketegangan batin, kecemasan, kesedihan yang mendalam ataupun pengalaman

traumatik di mana efek dari kegiatan pelepasan emosi ini dikenal dengan sebutan

“katarsis”, meski dalam konteks penelitian ini fokus pengkajian bukan pada

proses katarsisnya namun pada proses mengenali representasi visual dari karya

seni penyandang psikosis. Penelitian ini relevan dengan yang sedang peneliti

lakukan yaitu merepresentasikan hasil karya anak-anak yang mengalami

gangguan emosi di mana karya yang dihasilkan anak-anak akan ditunjau dari

simbol-simbol yang anak-anak tersebut ciptakan.

Selain penelitian yang mengkaitkan seni pada penderita psikosis,

penelitian lain yang serupa berjudul Terapi Seni melalui Melukis pada Pasien

Skizofrenia dan Ketergantungan Narkoba, penelitian oleh Anoviyanti ini berfokus

pada bagaimana ilmu seni dan ilmu psikologi digabungkan menjadi terapi seni.

Penelitian membahas juga mengenai bagaimanakah seni dipandang sebagai

sebuah media yang membantu proses kesembuhan pasien. Pada penelitian ini,

Anoviyanti melihat bahwa sebuah simbol atau tanda merupakan sebuah refleksi

dari apa yang dirasakan oleh si penderita, di mana nanti pada penelitian yang

mengkaji hasil karya gambar anak yang akan peneliti lakukan ini juga merupakan

refleksi dari perasaan anak-anak yang mengalami gangguan emosi. Sebab emosi-

emosi yang tak dapat diucapkan secara verbal baik oleh penderita skizofrenia,

seseorang dengan ketergantungan narkoba maupun anak-anak dengan gangguan

emosi akan terekspresikan ke dalam sebuah gambar. Oleh karena itu dalam hasil

karya gambar, si penderita akan menciptakan berbagai macam simbol-simbol

tertentu dan dengan pemilihan warna-warna tertentu yang sesuai dengan keadaan

Page 77: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

87

emosinya. Dalam hal ini, gambar disini dapat menjadi sebuah media eksplorasi

jiwa manusia, mencoba mengungkapkan cara pandang mereka, mengetahui

kesedihan dan ketakutan mereka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Anoviyanti, maka peneliti bisa mengambil kesimpulan bahwa keadaan jiwa

seseorang bisa dibicarakan lewat gambar di mana anak-anak yang akan diteliti

meluapkan segala mood mereka ke dalam sebuah media kertas dan berbentuk

visual. Dari situ peneliti dapat menginterpretasikan gambar anak tersebut dengan

teori semiotika.

Penelitian lain yang relevan dengan konteks ini adalah penelitian yang

berjudul Penerapan Terapi Menggambar sebagai Katarsis Emosi Anak, di mana

penelitian yang berfokus pada anak-anak usia dini ini bertujuan agar melalui

gambar, anak bukan hanya dapat melakukan penyaluran emosi bawah sadarnya

namun juga agar orang tua dan guru dapat lebih memahami pikiran dan perasaan

anak yang bisa diidentifikasi dari hasil karya anak. Muthmainnah selaku peneliti

di sini menyampaikan bahwa memang seiring perkembangan dan pengalaman,

anak mungkin saja mengalami masalah emosi dan tiap anak berbeda. Penelitian

ini menyimpulkan pentingnya orang tua dan guru membantu anak dalam

melakukan katarsis atau pelepasan emosi, salah satunya dengan terapi

menggambar. Alternatif kegiatan katarsis ini disarankan oleh penliti sebab

menggambar merupakan kegiatan yang disenangi anak-anak sekaligus dapat

membantu anak mengekspresikan pemikiran, perasaan dan berkomunikasi tanpa

menggunakan kata-kata yang pada umumnya anak belum memiliki kemampuan

verbal yang cukup baik untuk mengkomunikasikan keinginannya. Sama seperti

Muthmainnah, peneliti juga memilih melakukan eksperimen menggambar dalam

penelitian ini sebab selain anak-anak menyukai menggambar, anak-anak juga

lebih mampu mengkomunikasikan dirinya tanpa perlu berkomunikasi secara

verbal, mengingat kemampuan verbal anak masih terbatas.

Penelitian Seni dalam Konteks Psikologi yang dilakukan oleh Made

Bambang Oka Sudira juga relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.

Penelitian Sudira mengemukakan bahwa seni dapat dikaitkan dalam berbagai

macam bidang ilmu lain, tidak terkecuali psikologi. Jurnal yang ditulis oleh

Sudira ini menghubungkan antara seni dan emosi, pengalaman, perilaku, aktifitas

Page 78: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

88

dan bagaimana elemen-elemen dalam suatu karya seni itu berisi perasaan, ide, dan

kreativitas. Dalam membuat karya seni, ada tahapan yang akan dilalui. Tahapan

ini yang akan menjadi acuan peneliti untuk melakukan observasi serta wawancara

kepada sampel agar ketika anak menghasilkan sebuah karya seni, peneliti dapat

mengerti apa saja yang selama ini menjadi perhatian mereka, bagaimana

pengamatan mereka, apa yang mereka rasakan dan pikirkan sehingga timbul

gagasan yang membentuk kreativitas dalam mengekspresikannya ke bentuk

visual.

Stephane Rusinek dalam Does the Emotional Context Influence the

Recollection of Color? meneliti bagaimana pengaruh emosi terhadap warna dan

disimpulkan bahwa emosi memang memiliki pengaruh dalam pemilihan warna.

Pembahasan mengenai pemilihan warna ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam

menginterpretasi gambar anak-anak yang mengalami gangguan emosi. Penelitian

ini hanya meneliti hubungan antara emosi dengan pemilihan warna, sedangkan

pada penelitian yang akan peneliti lakukan, emosi tidak hanya dihubungkan

dengan warna, tetapi juga dengan bentuk, garis, komposisi.

Penelitian lain mengenai warna adalah Color and Emotion—A

Psychophysical Analysis of Van Gogh’s Work oleh Bekker, K.G., Ph.D. &

Bekker, A. Y. MD, Ph.D, penelitian yang menganalisis karya lukisan Van Gogh

ini merupakan rujukan relevan sebab penelitian ini menggambarkan bahwa warna

memiliki kaitan yang sangat erat dengan emosi dan pengalaman emosi batin atau

pribadi si pelukis. Penelitian ini menegaskan bahwa sebuah hasil karya lukisan

tidak hanya merepresentasikan pengalaman eksternal dari si pelukis, tetapi juga

merepresentasikan kehidupan pribadi si pelukis. Ada hubungan antara karya seni

dengan mental dan emosi si seniman yang terlukiskan di dalam karya tersebut.

Pada beberapa lukisan terkenal misalnya, ditemukan potensi seorang paranoid

schizophrenia. Bagian yang menarik di dalam warna dan pencahayaan bersifat

teknik dan langsung fokus pada bentuknya, tetapi perubahan dinamis yang

digunakan merefleksikan perubahan pengalaman emosi. Warna disini bisa

menjadi simbol penting di dalam merepresentasikan pengalaman emosi seseorang.

Penelitian ini mengambil dari segi warna, di mana warna bisa mengekspresikan

perasaan emosi si pelukis yang paling dalam sekalipun. Tetapi interpretasi gambar

Page 79: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

89

ini yang bisa berbeda-beda didasarkan pada pengalaman si interpretannya. Selain

pengalaman, kondisi sosial budaya juga sangat mempengaruhi dalam penggunaan

warna.

Keterkaitan emosi dan warna juga dijelaskan Rusinek di dalam jurnalnya

yang berjudul “Does the emotional context influence the recollection of

color?” yang diterbitkan oleh PsyArt Journal. Dalam penelitian ini, Rusinek

mengambil empat macam emosi utama yaitu kebahagiaan, kesedihan, kemarahan,

dan ketakutan. Hubungan antara warna dengan emosi dijelaskan oleh Rusinek

dalam bentuk tabel di bawah ini:

Tabel 2.2. Penelitian Pemilihan Warna Sesuai Emosi

Sumber: PsyArt Journal

Cara membaca tabel ini adalah empat emosi diatas dikaitkan dengan warna

yang ada di bawah menghasilkan nilai-nilai yang sudah dihitung. Hasil nilai yang

semakin rendah artinya warna tersebut yang cocok atau paling sering dipilih

sesuai dengan emosi tersebut. Saat seseorang merasa bahagia, warna yang banyak

Page 80: 2. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori … · sederhana, hingga masa Mesolitik atau masa berburu dan mengelolah hasil buruan tingkat lanjut (Nasor, 2014). Universitas

Universitas Kristen Petra

90

dipilih adalah biru. Setelah warna biru, pemilihan warna selanjutnya adalah

merah, kuning, dan jingga. Sedangkan warna yang paling jarang dipilih adalah

abu-abu. Jika seseorang sedih, maka warna yang paling sering dipilih adalah

warna merah. Warna selanjutnya yang banyak dipilih adalah warna ungu dan biru.

Dan warna yang paling jarang dipilih adalah warna putih. Saat seseorang

ketakutan, maka warna yang sering dipilih adalah warna merah. Warna berikutnya

yang dipilih ungu dan dua warna yang memilii nilai sama yaitu biru dan hijau.

Warna yang jarang dipilih adalah putih. Dan pada saat seseorang sedang marah,

maka warna yang paling banyak dipilih adalah merah. Warna selanjutnya yang

dipilih adalah kuning dan biru. Dan warna yang paling jarang digunakan adalah

merah muda. Dalam hal ini, penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk

menganalisis makna di balik pemilihan warna pada karya gambar anak-anak yang

mengalami gangguan emosi.

2.3. Kerangka Berpikir

Bagan 2.3. Kerangka Berpikir