2 INTERNATIONAL SENIN 30 APRIL 2018 -...

1

Transcript of 2 INTERNATIONAL SENIN 30 APRIL 2018 -...

SENIN 30 APRIL 2018

2 INTERNATIONAL

Sambungan dari hal 1

Oleh Leonard AL Cahyoputra

WASHINGTON – Pelaku pasar memperkirakan The Federal Reserve (The Fed) belum akan menaikkan ting-kat suku bunga acuan atau fed funds rate (FFR), pada pekan ini. Alasannya, para pembuat kebijakan mem-butuhkan waktu untuk melakukan penilaian menge-nai seberapa banyak tekanan yang akan dialami ne-gara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia itu.

Selain itu, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) The Fed yang akan memulai pertemuan dua hari, pada 1 Mei, telah mengisyaratkan menaik-kan tingkat suku bunga pinjamanan sedikitnya dua kali lebih banyak pada di tahun ini, setelah memutuskan menaikkan pada bulan lalu.

Akan tetapi, sejak Februari, Wall Street telah menunjukkan kecender-ungan melemah karena memperoleh petunjuk samar dari The Fed, yang mana mungkin tengah mempertim-bangkan untuk bergerak pada kece-patan yang lebih agresif.

Menurut data yang ditunjukkan, pada tahun ini di bawah kepemimpi-nan Gubernur The Fed yang baru

Jay Powell ada kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (AS) melaku-kan penaikkan FFR sebanyak empat kali. Terpilihnya Powell sendiri telah menghasilkan volatilitas liar pada pergerakan harga saham.

Di sisi lain, bank sentral AS akan mengabaikan pergerakan tingkat suku bunga pinjaman acuan yang masih datar, ketika mereka menyampaikan hasil pertemuan pada Rabu (2/5). Para investor juga akan mencermati setiap baris kata-kata dalam pengu-muman dengan cemas guna mencari tanda-tanda bagaimana perhatian yang diberikan para pejabat mengenai kenaikan upah dan inflasi.

Menyusul tingkat suku bunga nol

Singapura adalah tempat para pem-beli komoditas dunia berkumpul, se-bagian besar perusahaan global yang berbasis di Asia Tenggara membuka kantor di negara pulau ini. Singapura juga menjadi pusat keuangan Asia Tenggara. Saat ini, penjualan lewat Singapura sekitar 4,5 juta. 

Jika selama ini CTI lebih banyak memasarkan batu bara jenis termal, ke depan, perusahaan perdagangan ini diarahkan untuk memasarkan coking coal karena thermal coal umumnya bisa dibeli langsung.

Adaro kini adalah satu-satunya perusahaan batu bara di Indonesia yang memproduksi coking coal. Saat ini, produksi coking coal Adaro baru 1 juta ton, dihasilkan tambang di Ka-limantan Tengah. Total produksi batu bara Adaro di Indonesia sekitar 52-54

juta ton setahun.Ke depan, produksi coking coal

Adaro akan ditingkatkan hingga 8-10 ton per tahun. Melihat tingginya permintaan, Adaro kini dalam proses penyelesaian untuk mengambil alih Kestrel Resources,  sebuah perusa-haan milik Rio Tinto di Australia yang memproduksi coking coal. Negosiasi sudah mencapai kesepakatan Maret lalu  dan kini tinggal penyelesaian pembayaran. “Ya, mudah-mudahan closing bulan depan,” ungkap Boy.

Saat ini, produksi coking coal Kestrel sekitar 5,5 juta ton per tahun. Nilai pembelian perusahaan ini sekitar US$ 2,25 miliar. Adaro akan menguasai 49% saham Kestrel dan sisanya, 51%, EMR Capital, sebuah perusahaan investasi berskala dunia.

“Adaro ingin membawa bendera Indone sia ke pentas dunia dengan menjadi li ma besar penghasil coking coal,” kata Boy.

Saat ini, peringkat pertama produ-suen coking coal dunia adalah BHP Biliton Ltd dengan produksi sekitar 30 juta ton. Peringkat kedua, Rio Tinto dengan produksi 25 juta ton. Sedangkan peringkat ketiga dan ke-empat adalah BUMN Rusia dan RRT, masing-masing sekitar 20 juta ton.

Dukung IndustriPeningkatan produksi coking coal,

kata Boy, juga dimaksudkan untuk men-subtitusi impor. Selama ini, kebutuhan coking coal dalam negeri dipenuhi oleh impor, sebagian besar  dari Australia.

Selain ekspor, Adaro berniat me-menuhi kebutuhan coking coal PT Krakatau Steel (KS) Tbk, perusahaan patungan KS dan Posco, serta perus-ahaan baja lainnya di Indonesia. Pe-rusahaan baja membutuhkan kokas, yakni bahan baku pembuatan baja yang berasal dari coking coal. Dipanasi hingga mencapai temperatur tertentu,

batu bara jenis coking coal mengalami pelunakan, pengembangan, dan pema-datan kembali menjadi bahan baku baja yang disebut kokas.

“Untuk menjadi negara industri, Indonesia membutuhkan baja,” ujar Boy. Meski sudah memasuki revolusi industri keempat, yakni penggunaan teknologi digital dan  robotisasi dalam berbagai kegiatan ekonomi, kegiatan ekonomi tetap membutuhkan dasar, in-dustri baja,  dan industri barang modal. 

Dalam program Making Indonesia 4.0, pemerintah menetapkan lima sektor yang hendak dibangun sebagai lokomotif pembangunan ekonomi nasional, yakni industri tekstil dan pro-duk tekstil (TPT), industri elektronik, industri ototomotif,  industri kimia, serta industri makanan dan minuman.

Kemajuan lima sektor ini membu-tuhkan industri mesin. Sukses industri mesin ditentukan oleh industri baja, dan industri baja nasional membutuh-kan bahan baku, antara lain coking coal yang sedang dinaikkan produksinya oleh Adaro.

Sambungan dari hal 1

yang ditetapkan bertahun-tahun aki-bat terjadinya krisis keuangan global maka bank sentral AS memberikan dorongan untuk menaikkan FFR sebanyak enam kali sejak kebijakan pertama dikeluarkan pada Desember 2015, yang mana pergerakannya ber-langsung secara bertahap sebesar 0,25 atau 25 basis poin.

“Ada tingkat ketidakpercayaan bahwa The Fed akan benar-benar menaikkan tingkat suku bunga 100 basis poin dalam setahun, seolah-olah seratus basis poin itu sangat banyak. Anda sudah merasakan tingkat suku bunga seperti ini selama 10 tahun dan orang-orang nyaris berpikir bahwa ini pasti sebuah warisan, sehingga menciptakan banyak ketidakpastian,” ujar ekonom Joel Naroff kepada AFP.

Pencalonan Poweel untuk memimpin The Fed sendiri dipandang luas seba-gai sinyal dari Gedung Putih tentang kelanjutan, menyusul berakhirnya era Gubernur The Fed Janet Yellen yang menghasilkan kebijakan tingkat suku bunga rendah, tingkat inflasi lemah, rally pasar dan pertumbuhan stabil.

Akan tetapi sejak mengambil alih kepemimpinan dari Yellen, Powell su-dah berhasil membuat pasar ketakutan akan setiap perubahan yang dilakukan.

Bahkan pada saat memberikan pernyataan resmi debutnya di hadapan

kongres pada bulan itu, pergerakan saham langsung berubah negatif, khususnya, terkait pernyataan Poweel mengenai mandat bank sentral yang mengecualikan peningkatan pengem-balian Wall Street.

“Kami tidak mengelola pasar saham, kami mengelola harga supaya stabil dan lapangan kerja maksimum,” katanya.

Alhasil, indeks Dow merosot 1,2% di hari itu.

Indeks-indeks lain juga turun 0,2% setelah konferensi pers pasca perny-ataan pertama Powel di FOMC pada Maret, di mana dia menyebutkan bank sentral akan menaikkan dan mening-katkan perkiraan tingkat suku bunga jangka panjang sebanyak sepersepu-luh poin menjadi 2,9%.

Kebijakan 'Powell Put'Namun, dua pekan kemudian, Pow-

ell menyampaikan pidato pertamanya sebagai gubernur The Fed dengan mengatakan bank sentral ingin meng-hindari penaikkan tingkat suku bunga terlalu cepat atau terlalu lambat.

Saham-saham pun turun 2,3% sete-lah komentar tersebut. Saham-saham dilanda kekecewaan karena dia tidak berjanji memperlambat kenaikan tingkat suku bunga di masa depan, mengingat ada kemungkinan perang dagang dengan Tiongkok.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, level support akan berada pada angka 5.750-5.850 dan level resisten pada angka 6.000. Hingga akhir tahun, IHSG berpeluang berada di level 6.500-6.600 dan jika kembali ke level 6.300 maka price to earning ratio (PER) kembali ke level normal 19 kali.

Hans Kwee menilai, pekan ini masih ada peluang indeks kembali menguat meski sentimen global diproyeksikan belum usai. Imbal hasil (yield) US Trea-sury bergerak ke angka 3% mendorong aliran dana keluar dari pasar Indonesia.

“Hal ini mungkin akan memicu kenai-kan suku bunga Federal Reserves Sys-tem (The Fed) lebih kencang. Faktor ini tidak akan berlangsung sebentar,” ujar dia, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Ia mengatakan, data-data ekonomi Indonesia yang cukup bagus akan terus mengubah pasar sehingga volatilitas pasar tinggi. Sedangkan pada Kamis (3/5) nanti akan ada data laporan keuangan perusahaan di Eropa. Namun sentimen ini diperki-rakan tidak banyak mempengaruhi pasar Indonesia meskipun hasilnya dinilai akan cukup baik, karena tidak berdampak pada yield obligasi Eropa.

Beberapa sentimen domestik di-harapkan dapat memperkuat pasar, seperti laporan keuangan emiten dan pekan-pekan pembagian dividen. La-poran keuangan perusahaan diekspek-tasi bisa membaik, walaupun kinerja sektor perbankan dinilai tidak sebaik tahun lalu. Meski demikian, sekitar 50% dana milik asing sehingga pemba-gian dividen dalam mata uang rupiah dapat memicu asing melakukan kon-versi ke dolar AS.

Menurut dia, fluktuasi pasar masih tetap terjadi seiring kenaikan yield US Treasury maka membuat AS akan me-narik pinjaman. Dia menilai langkah kebijakan Bank Indonesia (BI) sudah cukup kuat dan pada periode ini sulit untuk stabilitas rupiah. Hal ini akan menekan turun cadangan devisa.

Perkiraan hasil inflasi kemungkinan cukup rendah sehingga Hans mem-proyeksikan cukup tepat untuk menaik-kan suku bunga hingga 25 basis poin (bps). Apabila daya beli pasar turun seiring dengan inflasi maka menurut-nya akan cukup bagus untuk BI karena mengurangi tekanan terhadap rupiah.

“Sebelumnya ada indikasi dana keluar dari pasar ekuitas dan masuk ke pasar obligasi. Ini jadi kendala

karena ternyata rupiah terus mele-mah,” ujar dia.

Menurut dia, beberapa sektor yang ma sih dapat dilirik investor pada pe-kan ini dan jangka menengah antara lain sektor infrastruktur dengan sa-ham JSMR, PGAS, dan TLKM. Pada sektor konstruksi terdapat saham WIKA, WSKT, WTON, dan PTPP. Se dangkan saham ASII cukup murah untuk jadi enter point.

Dihubungi terpisah, Analis Samuel Sekuritas Muhammad Al Fatih men-gungkapkan, proyeksi IHSG akan bergerak pada level support 5.700-5.800 dan level resisten pada 6.000-6.100. Sentimen dalam negeri akan lebih ban-yak dipengaruhi oleh dividen emiten dan data inflasi yang akan dirilis pada pekan ini. Setelah itu diperkirakan akan lebih terlihat aktivitas BI mengarah ke penaikan suku bunga atau tidak.

“Beberapa waktu ini minat beli mas-yarakat belum kuat. Pelemahan rupiah nantinya bisa mendorong pemerintah menahan laju inflasi. Pemerintah banyak menekan harga seperti bahan bakar minyak (BBM) dan harga pato-kan batu bara ke PLN,” tutur Al Fatih.

Senada dengan itu, pelemahan ru-piah akan menguntungkan eksportir namun membebani importir dan pe-rusahaan dengan utang dalam dolar AS. Hal ini akan berpotensi menaikkan non performing loan (NPL) perbankan.

Menurut dia, saat ini investor perlu cermat memilih saham-saham yang dapat dikoleksi dalam waktu dekat. “Yang dicari saham-saham perusahaan eksportir, terkait rupiah dan harga ko-moditas. Tidak bisa disimpulkan secara sederhana. Kemudian investor dapat memilih saham-saham defensif yang memiliki fundamental kuat,” kata dia.

Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menyebut bahwa kejatuhan indeks akan tertahan di level support 5.850. Sekarang adalah saat yang tepat untuk membeli, karena harga saham umumnya murah, den-gan PER IHSG di posisi 13 kali. “Kami tetap memprediksi IHSG pada akhir tahun bisa tembus 6.700,” jelas dia.

Terkait kondisi ekonomi, dia men-yebut bahwa investor sebenarnya se-dang kehilangan confidence. Unilever yang menjadi barometer konsumsi, mencatatkan penurunan laba dan penjualan pada kuartal pertama 2018.

“Kalau Unilever yang raksasa dan produknya kita konsumsi sehari-hari saja negatif, berarti kondisi ekonomi mengkhawatirkan. Kuartal pertama ekonomi Indonesia mungkin hanya tumbuh 5,01%,” kata Lana. (hg)

pusdok
Typewritten Text
30 April 2018, Investor Daily | Hal. 2