2. IKAN

23
9 II. IKAN A. Sasaran Pembelajaran 1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian iktiologi, ikan, sistematika, dan nomenklatur/tata nama 2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kedudukan ikan di dalam dunia hewan 3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jumlah spesies ikan 4. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan distribusi ikan B. Pengertian Iktiologi Iktiologi merupakan cabang dari Ilmu Hayat (Biologi), atau secara tepatnya merupakan cabang dari Ilmu Hewan (Zoologi). Iktiologi dalam arti singkat berarti suatu ilmu yang khusus mempelajari tentang ikan. Perkataan “iktiologi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ichthyologia. Ichthyes berarti ikan, sedangkan logos berarti ajaran atau ilmu. Dengan demikian, ichthyologi (iktiologi) adalah suatu ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari ikan dan dengan segala aspek kehidupannya. Pada Bab I Ketentuan Umum ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan yang ditetapkan pada tanggal 19 Juni 1985 tercantum pengertian ikan, yaitu: sumber daya ikan adalah semua jenis ikan termasuk biota perairan lainnya. Tanggal 6 Oktober 2004 ditetapkan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Pada Bab I Ketentuan Umum, Bagian Kesatu, Pasal 1 ayat 4 undang-undang ini tercantum pengertian bahwa ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Pengertian yang sama seperti di atas tercantum kembali pada Pasal 1 ayat 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang ditetapkan pada tanggal 29 Oktober 2009. Berdasarkan pengertian yang tercantum di dalam undang-undang di atas, yang dimaksud dengan ikan termasuk spons (filum Porifera), ubur-ubur dan bunga karang (filum Coelenterata), siput, kerang, dan cumi-cumi (filum Moluska), bulubabi, bintang laut, dan teripang (filum Echinodermata), udang, kepiting, dan

Transcript of 2. IKAN

9

II. IKAN

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian iktiologi,

ikan, sistematika, dan nomenklatur/tata nama

2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kedudukan ikan di

dalam dunia hewan

3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jumlah spesies ikan

4. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan distribusi ikan

B. Pengertian Iktiologi

Iktiologi merupakan cabang dari Ilmu Hayat (Biologi), atau secara tepatnya

merupakan cabang dari Ilmu Hewan (Zoologi). Iktiologi dalam arti singkat berarti

suatu ilmu yang khusus mempelajari tentang ikan.

Perkataan “iktiologi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ichthyologia.

Ichthyes berarti ikan, sedangkan logos berarti ajaran atau ilmu. Dengan demikian,

ichthyologi (iktiologi) adalah suatu ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari

ikan dan dengan segala aspek kehidupannya.

Pada Bab I Ketentuan Umum ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan yang ditetapkan pada tanggal 19 Juni

1985 tercantum pengertian ikan, yaitu: sumber daya ikan adalah semua jenis ikan

termasuk biota perairan lainnya. Tanggal 6 Oktober 2004 ditetapkan Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Pada Bab I

Ketentuan Umum, Bagian Kesatu, Pasal 1 ayat 4 undang-undang ini tercantum

pengertian bahwa ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian

dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Pengertian yang sama

seperti di atas tercantum kembali pada Pasal 1 ayat 4 Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang ditetapkan

pada tanggal 29 Oktober 2009.

Berdasarkan pengertian yang tercantum di dalam undang-undang di atas,

yang dimaksud dengan ikan termasuk spons (filum Porifera), ubur-ubur dan bunga

karang (filum Coelenterata), siput, kerang, dan cumi-cumi (filum Moluska),

bulubabi, bintang laut, dan teripang (filum Echinodermata), udang, kepiting, dan

10

rajungan (filum Crustacea), bahkan penyu (kelas Reptilia), duyung dan paus

(kelas Mamalia). Istilah ini sering dikenal sebagai “ikan menurut undang-undang”.

Arti yang kedua adalah ikan merupakan binatang vertebrata yang berdarah dingin

(poikilotherm), hidup dalam lingkungan air, pergerakan dan kesetimbangan

badannya terutama menggunakan sirip, dan umumnya bernapas dengan

menggunakan insang. Istilah untuk arti yang kedua ini dikenal sebagai “ikan

secara taksonomi”.

Kata “sistematika” berasal dari bahasa Latin, yaitu systema. Kata systema

biasa digunakan sebagai suatu cara atau sistem untuk mengelompokkan

tumbuhan dan binatang. Istilah ini digunakan pertama kali oleh Carolus Linnaeus

pada saat menulis bukunya Systema Naturae pada tahun 1773.

Selain istilah sistematika, juga dikenal istilah “taksonomi” yang berasal dari

bahasa Yunani, yaitu taxis yang berarti susunan dan nomos yang berarti hukum.

Istilah ini diusulkan oleh Candolle pada tahun 1813 yang dimaksudkan sebagai

teori mengklasifikasikan tumbuhan.

Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan di atas, maka sistematika

atau taksonomi adalah ilmu yang digunakan untuk mengklasifikasikan biota. Saat

ini, baik istilah sistematika maupun istilah taksonomi, dipakai saling bergantian

dalam bidang klasifikasi tumbuhan dan hewan. Selanjutnya, iktiologi sistematika

dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jenis dan keanekaragaman

ikan serta segala hubungan di antara mereka.

C. Nomenklatur / Tata-nama

Istilah “nomenklatur” berasal dari bahasa Latin, yaitu nomenklatural, yang

berarti pemberian nama/tata-nama/penamaan. Pada umumnya ada tiga macam

sistim penamaan yang sering digunakan, yaitu:

1. Valid scientific name atau Scientific name:

adalah nama ilmiah dari suatu binatang dan nama ilmiah ini merupakan

nama yang sah atau diakui.

Selain itu, adapula nama ilmiah lainnya yang tidak sah atau tidak diakui dan

disebut nama synonym atau nama persamaan untuk suatu jenis ikan.

Contoh:

Scientific name: Carassius auratus auratus (Linnaeus, 1758)

Synonym: Carassius auratus cantonensis Tchang, 1933

11

Carassius chinensis Gronow, 1854

Carassius discolor Basilewsky, 1855

Scientific name: Sarda sarda (Bloch, 1793)

Synonym: Thynnus brachipterus Cuvier, 1829

Sarda pelamis (Brünnich, 1768)

Scomber palamitus Rafinesque, 1810

2. Standard common name atau Common name:

adalah nama umum yang lazim digunakan untuk nama sesuatu binatang

atau ikan. Pada setiap negara biasanya memiliki nama-nama umum untuk

sesuatu ikan dan hal ini tergantung kepada bahasa nasional negara tersebut.

Namun demikian, nama-nama umum tersebut sering pula berlaku untuk

seluruh dunia, terutama jika mempergunakan bahasa Inggris, Perancis,

Jerman, Jepang, atau Hawaii.

Contoh:

Scientific name: Thunnus alalunga (Bonnaterre, 1788)

Common name: Albacora (di Argentina, Brasil, Colombia, Cuba,

Dominica, Meksiko, Panama, Peru, Portugal, Puerto

Rico, Spanyol, Swedia, Uruguay, Venezuela).

Albacore (di Afrika Selatan, Alaska, Amerika Serikat,

Barbados, Denmark, Filipina, India, Inggris, Kanada,

Selandia Baru).

Tuna (di Fiji, Malaysia, Namibia, Serbia).

Scientific name: Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758

Common name: Common carp (di Australia, Amerika Serikat,

Bangladesh, Filipina, Hong Kong, India, Kenya,

Malaysia, Meksiko, Namibia, Rwanda, Sri Lanka,

Taiwan, Uruguay, Uzbekistan).

Carpe (di Belgia, Perancis, Quebec, Swiss).

Carpa (di Argentina, Brasil, Cili, Portugal, Uruguay).

3. Vernacular name atau Local common name:

adalah nama daerah atau nama lokal untuk sesuatu binatang atau ikan.

Biasanya nama lokal sesuatu binatang di dalam suatu negara sangat

12

bervariasi. Keanekaragaman nama lokal ini tergantung kepada banyak

tidaknya variasi bahasa daerah yang terdapat di dalam negara tersebut.

Contoh:

Nama umum (Indonesia): ikan mas, karper

Nama lokal: masmasan, tombro, wangkang (Jawa); kumpai

lauk mas, cingkeuk (Bandung); rayo, ameh

(Padang).

Nama umum (Indonesia): betok

Nama lokal: betik, krucilan (Jawa); pepeuyeuh, pupuyu

(Kalimantan); betrik, boreg (Bandung); puyu-

puyu ( Padang); bale balang (Makassar), bale

oseng (Bugis).

Sistim penamaan modern telah dirintis oleh Carolus Linnaeus (1707-1778),

dalam karyanya Systema Naturae (edisi sepuluh, 1758). Penamaan ini

menggunakan sistim binomial atau sistim nama dengan memakai dua kata. Kata

pertama ditujukan untuk nama genus (jamaknya: genera) yang maksudnya untuk

menunjukkan sifat umum dari binatang tersebut. Kata ini selalu diawali dengan

huruf kapital atau huruf besar. Misalnya: Atropus, Barbonymus, Channa. Kata

kedua ditujukan untuk nama spesies (jamaknya: spesies) yang menunjukkan sifat

khusus dari binatang tersebut. Kata kedua ini biasanya ditulis dengan huruf kecil.

Misalnya: Atropus atropos, Barbonymus gonionotus, Channa striata.

Dalam perkembangan nomenklatur selanjutnya, sistim binomial mungkin

saja berkembang menjadi sistim trinial atau sistim penamaan dengan memakai

tiga kata. Kata ketiga di sini menunjukkan nama subspesies atau varietas, karena

dalam hal ini didapatkan sifat-sifat yang lebih khusus lagi daripada sifat spesies.

Misalnya: Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758 dan Auxis thazard thazard

(Lacepede, 1800).

Biasanya di belakang nama ilmiah dari sesuatu ikan, dicantumkan pula

nama penemunya. Nama tersebut dikenal sebagai authority name atau descriptor

name. Nama author bukanlah merupakan suatu hadiah, melainkan nama orang

yang bertanggung jawab atau merupakan keterangan tambahan untuk tempat

deskripsi asli dari ikan yang diusulkannya. Biasanya nama author tersebut tidak

disingkat, tetapi ditulis secara lengkap, kecuali bagi nama author yang sudah

13

terkenal atau mempunyai ketentuan lain untuk mempermudah penulisan saja.

Misalnya: Cyprinus carpio carpio L. atau Cyprinus carpio carpio Linn. yang berasal

dari nama Linnaeus; serta Ctenopharyngodon idellus (C.V.) yang merupakan

singkatan dari Cuvier dan Valenciennes.

Apabila suatu spesies dipindahkan ke dalam suatu genus yang berbeda

dengan genus tempat dia pertama kali ditempatkan, maka nama author yang asli

ditulis dalam kurung. Misalnya: Cheilopogon katoptron (Bleeker), Clarias

batrachus (L.). Penggunaan kurung juga dipakai bila terdapat seorang author yang

menerangkan satu spesies baru, kemudian menghubungkan pada genus yang

salah atau apabila genus yang dimaksud telah dipecah menjadi beberapa genera,

sehingga suatu spesies berada dalam genus baru, maka nama author spesies tadi

diberi tanda kurung ( ).

Penulisan nama ilmiah ikan yang paling baik adalah jika selain nama ilmiah

itu sendiri juga terdapat nama author dan tahun ketika ikan tersebut pertama kali

dideskripsi. Misalnya nama ilmiah untuk salah satu spesies ikan terbang adalah

Cypselurus poecilopterus (Valenciennes, 1846). Jika sebuah ikan memiliki nama

ilmiah yang sama tetapi berbeda nama author, maka nama author yang

mendeskripsikan lebih awal dinyatakan sebagai nama ilmiah (valid scientific

name) sedangkan deskripsi yang belakangan dianggap sebagai synonym (nama

persamaan). Sebagai contoh, nama ilmiah ikan kiper yang sah adalah

Scatophagus multifasciatus Richardson, 1844, dan nama persamaannya adalah

Scatophagus multifasciatus Bleeker, 1855.

Pada bagian belakang dari nama genus atau genera, sering pula ditrulis

suatu singkatan: sp., spp., atau n.sp. Singkatan “sp.” artinya jika satu jenis ikan

belum diketahui spesiesnya dengan tepat atau analisanya belum lengkap. Arti

“spp.” adalah jika ada beberapa jenis ikan yang termasuk dalam satu genus tetapi

nama spesiesnya belum diketahui secara lengkap atau analisanya belum lengkap.

Seringkali ditemukan pustaka yang mencantumkan nama ikan dan diikuti dengan

tulisan “n.gen.” dan “n.sp.”, yang merupakan singkatan dari “new genus” dan “new

species”. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tersebut termasuk spesies dan genus

yang baru. Sebagai contoh misalnya ikan Celestichthys margaritatus n.gen., n.sp.

yang ditemukan di Myanmar (Roberts, 2007).

14

D. Kedudukan Ikan dalam Dunia Hewan

Dalam dunia hewan (kingdom Animalia) terdapat kira-kira 22 fila, 68 kelas,

dan 350 ordo. Menurut Storer dan Usinger (1957), dunia hewan dapat dibedakan

atas dua subkingdom, yaitu Protozoa (unicellulair animals) dan Metazoa

(multicellulair animals atau tissue animals).

Subkingdom Metazoa terdiri atas 21 fila, satu di antaranya adalah filum

Chordata. Ciri khas filum Chordata antara lain mempunyai chorda dorsalis atau

batang penguat tubuh. Filum Chordata dapat dibagi atas dua grup yang meliputi

lima subfila, yaitu:

Grup A. Acrania

Subfilum: Hemichordata

Subfilum: Urochordata (Tunicata)

Kelas: Larvacea / Appendicularia

Kelas: Ascidiacea

Kelas: Thaliacea

Subfilum: Cephalochordata

Grup B. Craniata atau Vertebrata

Subfilum: Agnatha (vertebrata tanpa rahang)

Kelas: Ostracodermi (sudah punah)

Kelas: Cyclostomata / Marsipobranchii / Monorhina

(Lamprey dan hagfishes)

Subfilum: Gnathostomata (vertebrata yang berahang)

Superkelas: Pisces

Kelas: Placodermi (sudah punah)

Kelas: Chondrichthyes (ikan bertulang rawan)

Kelas: Osteichthyes (ikan bertulang sejati)

Superkelas: Tetrapoda

Kelas: Amphibia

Kelas: Reptilia

Kelas: Aves

Kelas: Mammalia

Recce et al. (2011) menyatakan bahwa saat ini telah diketahui sekitar 1,3

juta spesies yang termasuk ke dalam 23 fila. Fila tersebut adalah: Porifera (5500

15

spesies), Placozoa (1 spesies), Cnidaria (10 000 spesies), Ctenophora (100

spesies), Acoela (400 spesies), Platyhelminthes (20 000 spesies), Rotifera (1800

spesies), Ectoprocta (4500 spesies), Brachiopoda (335 spesies), Acanthocephala

(1100 spesies), Cycliophora (1 spesies), Nemertea (900 spesies), Annelida (16

500 spesies), Moluska (93 000 spesies), Loricifera (10 spesies), Priapula (16

spesies), Onychophora (110 spesies), Tardigrada (800 spesies), Nematoda (25

000 spesies), Arthropoda (1 000 000 spesies), Echinodermata (7000 spesies),

Hemichordata (85 spesies), dan Chordata (52 000 spesies), Secara filogeni

berdasarkan data molekuler, Recce et al. (2011), membedakan filum Chordata

atas: Cephalochordata (lancelets), Urochordata (tunicata), Myxini (hagfishes),

Petromyzontida (lamprey), Chondrichthyes (ikan bertulang rawan), Actinopterygii

(ikan bersirip sejati), Actinistia (coelacanth), Dipnoi (lungfishes), Amphibia, Reptilia

(termasuk burung), dan Mammalia.

Klasifikasi dunia hewan yang lain dikemukakan oleh Raven et al. (2011)

dan membagi dunia hewan ke dalam 22 fila. Fila tersebut adalah: Porifera,

Cnidaria, Ctenophora, Acoela, Micrognathozoa, Rotifera, Cycliophora,

Platyhelminthes, Brachiopoda, Bryozoa (Ectoprocta), Annelida, Moluska,

Nemertea, Loricifera, Kinorhyncha, Nematoda, Tardigrada, Arthropoda,

Onychophora, Chaetognatha, Echinodermata, dan Chordata, Di dalam klasifikasi

ini, filum Chordata dibedakan atas tiga subfila, yaitu Urochordata,

Cephalochordata, dan Vertebrata. Selanjutnya, subfilum Vertebrata terdiri atas:

Myxini (hagfishes, 30 spesies), Cephalaspidomorphy (lamprey, 35 spesies),

Chondrichthyes (cartilaginous fishes, 750 spesies), Actinopterygii (ray-finned

fishes, 30 000 spesies), Sarcopterygii (lobe-finned fishes, 8 spesies), Amphibia,

Mammalia, Testudines, Lepidosauria, Crocodilia, dan Aves.

E. Jumlah Spesies Ikan

Jumlah spesies/jenis ikan adalah yang terbanyak jika dibandingkan dengan

jumlah spesies hewan vertebrata lainnya. Menurut Lagler et al. (1977), jumlah

spesies ikan yang telah diberi nama diperkirakan sekitar 15 000 – 17 000 jenis,

dari sekitar 40 000 jenis ikan yang ada. Persentase spesies hewan menurut Lagler

et al. (1977) dari lima kelas Vertebrata adalah sebagai berikut (Gambar 1): Pisces

20 000 spesies (48,1%), Aves 8600 spesies (20,7%), Reptilia 6000 spesies

(14,4%), Mammalia 4500 spesies (10,8%), dan Amphibia 2500 spesies (6,0%).

16

Gambar 1. Persentase komposisi spesies Vertebrata (Lagler et al., 1977)

17

Menurut taksiran Nelson (1976), Pisces terbagi atas 46 ordo, 450 famili,

4032 genera, dan 18 818 spesies (6851 di antaranya merupakan spesies air

tawar). Ordo-ordo yang seluruhnya hidup di air tawar, antara lain: Amiiformes,

Ceratodiformes, Cypriniformes, Indostomiformes, Semionotiformes, Lepidosireni-

formes, Osteoglossiformes, Percopsiformes, Polypteryformes, dan Mormyri-

formes. Jumlah spesies ikan tersebut meningkat terus seiring dengan

pertambahan waktu, yaitu menjadi 21 723 spesies dalam 445 famili (Nelson,

1984), 24 618 spesies dalam 482 famili (Nelson, 1994). Klasifikasi yang terakhir

(Nelson, 2006) menunjukkan saat ini terdapat 27 977 spesies yang termasuk

dalam 62 ordo dan 515 famili (Tabel 3). Jumlah spesies Vertebrata yang telah

diketahui saat ini adalah 54 771 spesies dan jumlah spesies ikan yang

dikemukakan oleh Nelson (2006) jauh lebih banyak dibandingkan jumlah spesies

gabungan Vertebrata lainnya (Tetrapoda), yaitu 27 977 spesies berbanding 26

734 spesies.

Tabel 3. Distribusi jumlah spesies ikan berdasarkan ordo, famili dan genera (Nelson, 2006)

No. Ordo Famili Genera Spesies Spesies air tawar

1 Acipenseriformes 2 6 27 14 2 Albuliformes 3 8 30 0 3 Amiiformes 1 1 1 1 4 Anguilliformes 15 141 791 6 5 Argentiniformes 6 57 202 0

6 Ateleopodiformes 1 4 12 0 7 Atheriniformes 6 48 312 210 8 Aulopiformes 15 44 236 0 9 Batrachoidiformes 1 22 78 6 10 Beloniformes 5 36 227 98 11 Beryciformes 7 29 144 0 12 Carcharhiniformes 8 49 224 1

13 Ceratodontiformes 3 3 6 6 14 Characiformes 18 270 1674 1674 15 Chimaeriformes 3 6 33 0 16 Clupeiformes 5 84 364 79 17 Coelacanthiformes 1 1 2 0 18 Cypriniformes 6 321 3268 3268

19 Cyprinodontiformes 10 109 1013 996 20 Echinorhiniformes 1 1 2 0 21 Elopiformes 2 2 8 0

18

Tabel 3. Lanjutan

No. Ordo Famili Genera Spesies Spesies air tawar

22 Esociformes 2 4 10 10 23 Gadiformes 9 75 555 1 24 Gasterosteiformes 11 71 278 21 25 Gonorynchiformes 4 7 37 31 26 Gymnotiformes 5 30 134 134 27 Heterodontiformes 1 1 8 0 28 Hexanchiformes 2 4 5 0 29 Hiodontiformes 1 1 2 2 30 Lamniformes 7 10 15 0 31 Lampriformes 7 12 21 0 32 Lepisosteiformes 1 2 7 6 33 Lophiiformes 18 66 313 0 34 Mugiliformes 1 17 72 1 35 Myctophiformes 2 35 246 0 36 Myliobatiformes 10 27 183 23 37 Myxiniformes 1 7 70 0 38 Ophidiiformes 5 100 385 5 39 Orectolobiformes 7 14 32 0 40 Osmeriformes 3 22 88 82 41 Osteoglossiformes 4 28 218 218

42 Perciformes 160 1539 10 033 2040 43 Percopsiformes 3 7 9 9 44 Petromyzontiformes 3 10 38 29 45 Pleuronectiformes 14 134 678 10 46 Polymixiiformes 1 1 10 0 47 Polypteriformes 1 2 16 16

48 Pristiformes 1 2 7 0 49 Pristiophoriformes 1 2 5 0 50 Rajiformes 4 32 285 0 51 Saccopharyngiformes 4 5 28 0 52 Salmoniformes 1 11 66 45 53 Scorpaeniformes 26 279 1477 60 54 Siluriformes 35 446 2867 2740

55 Squaliformes 6 24 97 0 56 Squatiniformes 1 1 15 0 57 Stephanoberyciformes 9 28 75 0 58 Stomiiformes 5 53 391 0 59 Synbranchiformes 3 15 99 96 60 Tetraodontiformes 9 101 357 14

61 Torpediniformes 2 11 59 0 62 Zeiformes 6 16 32 0

JUMLAH 515 4494 27 977 11 952

19

Di antara 515 famili tersebut di atas, terdapat 9 famili yang memiliki jumlah

spesies lebih dari 400, dengan jumlah total seluruhnya mencapai 9302 spesies

atau sekitar 33% dari seluruh spesies ikan. Sekitar 66% dari spesies tersebut

(6106 spesies) merupakan spesies air tawar. Kesembilan famili tersebut adalah

Cyprinidae, Gobiidae, Cichlidae, Characidae, Loricariidae, Balitoridae, Serranidae,

Labridae, dan Scorpaenidae. Lebih lanjut pada klasifikasi yang terakhir terdapat

64 famili yang hanya memiliki satu spesies, 33 famili yang memiliki dua spesies,

dan 67 famili yang memiliki 100 spesies atau lebih, bahkan tiga famili di antaranya

memiliki lebih dari 1000 spesies.

Ikan terkecil yang pernah diketemukan adalah Paedocypris progenetica

Kottelat, Britz, Tan & Witte, 2006. Ikan ini termasuk kerabat ikan mas, hidup di

perairan rawa gambut Sumatera. Panjang maksimum ikan jantan 9,8 mm dan ikan

betina 10,3 mm. Ikan betina pertama kali matang gonad pada ukuran 7,9 mm

(Kottelat et al., 2006). Ikan Photocorynus spiniceps Regan, 1925 merupakan

anggota dari subordo Ceratoidei yang hidup di laut dalam. Ikan jantan matang

kelamin memiliki panjang tubuh 6,2 mm dan hidup parasit pada ikan betina yang

memiliki panjang tubuh 46 mm (Pietsch, 2005). Ikan Schindleria brevipinguis

Watson & Walker, 2004 merupakan kerabat ikan gobi yang hanya ditemukan di

Great Barrier Reef, Australia (Gambar 2). Ikan betina matang kelamin pada

ukuran panjang 7 – 8 mm, sedangkan yang jantan pada ukuran 6,5 – 7 mm.

Spesimen terbesar yang pernah ditemukan memiliki panjang tubuh 8,4 mm

(Watson dan Walker, 2004). Ikan terbesar yang pernah didapatkan adalah ikan

cucut Rhincodon typus Simth, 1828 (whale shark) yang mempunyai ukuran

panjang tubuh sampai mencapai 20 m dan bobot tubuh 34 000 kg (Rohner et al.,

2011). Ikan bertulang sejati terbesar adalah Mola mola (Linnaeus, 1758) atau

ocean sunfish yang memiliki panjang tubuh 3,3 m dan bobot tubuh 2300 kg

(Summers, 2007).

F. Distribusi Ikan

Distribusi adalah suatu peristiwa penyebaran organisme pada suatu tempat

dan pada suatu waktu tertentu. Berdasarkan unsur tempat dan waktu, Storer dan

Usinger (1957) membedakan distribusi binatang sebagai berikut: distribusi

geografis, distribusi ekologis, dan distribusi geologis.

20

Gambar 2. Ikan Schindleria brevipinguis, kerabat ikan gobi berukuran kecil yang ditemukan di Great Barrier Reef, Australia (Watson & Walker, 2004)

21

1. Distribusi geografis:

adalah distribusi spesies hewan berdasarkan daerah di mana hewan tersebut

diketemukan. Berdasarkan distribusi geografis, Bond (1979) menyatakan ada

enam daerah distribusi hewan atau zoogeographic realms (Gambar 3), yaitu:

a. Australian: meliputi Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, dan

beberapa pulau di Samudera Atlantik.

b. Oriental: meliputi Asia Selatan dari Himalaya, antara lain India,

Srilanka, Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan

Filipina.

c. Neotropical: meliputi daerah Amerika Selatan dan Amerika Tengah,

Dataran Mexico, dan Hindia Barat.

d. Ethiopian: meliputi Afrika, termasuk Gurun Pasir Sahara,

Madagaskar, dan pulau-pulau di sekitarnya.

e. Nearctic: meliputi daerah Amerika Utara, Dataran Tinggi Mexico

sampai ke Greenland.

f. Palearctic: meliputi daerah Eurasia menuju ke Selatan sampai ke

Himalaya, Afghanistan, Persia, dan Afrika bagian Utara Gurun

Sahara.

2. Distribusi ekologis:

adalah persebaran spesies hewan yang berhubungan dengan keadan

lingkungan (habitat) di mana mereka berada. Secara ekologis, distribusi

hewan tersebut dapat digolongkan antara lain: habitat air laut, air tawar,

hutan, padang rumput, dan padang pasir. Berkaitan dengan hal ini, ikan

termasuk hewan air, sehingga distribusi ekologisnya terbatas pada air, baik

air tawar maupun air laut.

3. Distribusi geologis:

merupakan distribusi suatu spesies organisme yang berhubungan dengan

waktu atau zaman dan periode umur bumi di mana spesies hewan itu

diketemukan. Pembagian zaman dan periode umur bumi secara geologis

dapat dilihat pada Tabel 4.

22

Gambar 3. Daerah distribusi ikan secara geografis (Bond, 1979)

23

Tabel 4. Periode zaman dan umur bumi (Storer dan Usinger, 1957)

Zaman Periode Waktu

(jutaan tahun) 1. Archeozoic - 2. Protezoic -

1500 – 500

3. Paleozoic Cambrian 500 – 450 Ordovician 450 – 360 Silurian 360 – 330 Devonian 330 – 290 Carboniferous 290 – 230 Permian 230 – 200

4. Mesozoic Triassic 200 – 170 Jurassic 170 – 130

Cretaceous 130 – 70 5. Cenozoic Palaeocene 70 – 55

Eocene 55 – 40 Oligocene 40 – 25 Miocene 25 – 10 Pliocene 10 – 1 Pleistocene 1 –

Ikan yang pertama kali hadir di atas permukaan bumi dan diperkirakan

hidup pada zaman Paleozoic periode Ordovician (kira-kira 400 juta tahun yang

lalu) adalah ikan Ostracodermis. Spesies ikan yang ada sekarang ini terdapat

sekitar 50 juta tahun yang lalu sampai sekarang (Lagler et al. 1977).

G. Daerah Distribusi Ikan-ikan di Indonesia

Jumlah spesies ikan yang mendiami perairan di Indonesia diperkirakan

kurang lebih 6000 spesies. Menurut Alamsjah (1974), berdasarkan hasil penelitian

Wallace (dalam karya taksonomi Pieter Bleeker) yang dibukukan oleh Weber dan

de Beaufort, serta hasil penelitian zoogeografi Molengraff dan Weber (1919),

daerah distribusi ikan-ikan di Indonesia dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Ikan-ikan daerah Paparan Sunda (Sundaplat)

Paparan Sunda merupakan bagian dari benua Asia pada zaman dahulu

(Gambar 4). Hal ini menyebabkan ikan-ikan yang terdapat di Pulau

Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, sangat mirip dengan ikan yang berasal

dari daerah-daerah di daratan Asia bagian tenggara.

24

Gambar 4. Wilayah distribusi ikan-ikan di Indonesia, terdiri atas daerah paparan Sunda (di sebelah barat garis Wallace), daerah Wallace (di antara garis wallace dan garis Weber), dan daerah paparan Sahul (di sebelah timur garis Weber)

Garis Weber Garis Wallace

25

Ikan air tawar yang terdapat di rawa-rawa, sungai-sungai, dan danau-danau,

di ketiga pulau tersebut, kira-kira sebanyak 500 spesies. Pada umumnya

perairan di ketiga pulau tersebut dihuni oleh jenis-jenis ikan karnivor dan

omnivor, serta hanya sedikit sekali ikan herbivor.

Contoh ikan-ikan yang menghuni daerah perairan dataran rendah adalah: lais

(Kryptopterus spp.), gabus (Channa spp.), jambal (Wallago spp.), patin

(Pangasius spp.), dan belida (Notopterus spp.). Perairan sungai dataran

rendah antara lain dihuni oleh: nilem (Osteochillus spp.), jelawat

(Leptobarbus spp.), dan hampal (Hampala spp.). Sebaliknya, ikan-ikan

penghuni daerah rawa-rawa antara lain: sepat (Trichogaster spp.), tambakan

(Helostoma spp.), dan betok (Anabas spp.). Ikan-ikan yang mendiami sungai-

sungai dan danau-danau di daerah dataran tinggi (ketinggian di atas 500 m)

antara lain adalah ikan arengan (Labeo spp.) dan ikan sengkaring

(Labeobarbus spp.), namun ikan-ikan ini tidak suka hidup bersama dengan

jenis-jenis ikan lainnya.

2. Ikan-ikan daerah Wallacea

Daerah Wallacea meliputi daerah Nusa Tenggara dan Sulawesi. Spesies

ikan air tawar tidak terlalu banyak dan juga tidak terdapat ikan-ikan herbivor

dan ikan-ikan pemakan epifit (famili Cyprinidae), demikian juga ikan-ikan

karnivor dari famili Siluridae. Daerah ini didominasi oleh jenis sidat (Anguilla

spp.), jenis betok (Anabas spp.), dan dua jenis beloso (famili Eleotridae).

3. Ikan-ikan daerah Paparan Sahul (Sahulplat)

Spesies ikan belum banyak diketahui karena belum begitu banyak penelitian

yang dilakukan di daerah ini. Spesies ikan yang diketahui di daerah ini

berdasarkan hasil penelitian Hardenberg pada tahun 1950, dan hanya

terbatas pada daerah pesisir Irian Jaya, sebagian besar termasuk dalam

famili Gobiidae dan Siluridae

Walaupun berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut di atas diketahui

bahwa ketiga daerah tersebut masing-masing mempunyai penghuni yang khas,

akan tetapi pemasukan ikan dari satu daerah ke daerah yang lain dapat saja

26

terjadi. Hal ini terjadi karena adanya campur tangan manusia atau oleh faktor

distribusi lainnya.

H. Sistem Klasifikasi Ikan

Saat ini telah banyak dipublikasikan sistem klasifikasi ikan. Sistem-sistem

klasifikasi tersebut memiliki perbedaan dan persamaan antara satu dan yang

lainnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh perbedaan kedudukan hirarki berbagai

kategori, perbedaan perincian di dalam kategori yang sama, perbedaan ciri-ciri

dalam penentuan dasar penamaan, dan perbedaan penggolongan di dalam

kategori (Sjafei et al., 1989).

Setiap sistem klasifikasi ikan yang telah dikemukakan oleh seorang ahli

sistematika biasanya memiliki pengikut. Pengikut-pengikut tersebut tidak saja

berasal dari kawasan yang sama dengan ahli tersebut, tetapi juga berasal dari

kawasan lain. Di Indonesia dan wilayah-wilayah lainnya di kawasan Indo Pasifik,

sistem klasifikasi ikan yang sering digunakan adalah sistem Bleeker yang telah

direvisi oleh Sunier, Weeber dan de Beaufort. Beberapa sistem klasifikasi ikan

yang pernah digunakan antara lain yaitu:

1. Sistem Boulenger, digunakan di Inggris dan bekas jajahannya, selain

penggunaan sistem J. R. Norman.

2. Sistem Schultz, digunakan di Jerman dan bekas jajahannya, selain

penggunaan sistem Bleeker.

3. Sistem H. H. Newman, digunakan di Amerika, selain penggunaan sistem D.

S. Berg dan sistem Jordan.

4. Sistem Bleeker, digunakan di Belanda, Belgia, Perancis, dan bekas

jajahannya.

5. Sistem Ian S. R. Munro, digunakan di Sri Lanka, merupakan modifikasi

sistem L. S. Berg.

6. Sistem Chote Suvatti, digunakan di Thailand.

7. Sistem Nikolsky, digunakan di Rusia.

Perbedaan jumlah hirarki kategori pada beberapa sistem klasifikasi ikan

yang pernah digunakan dapat dilihat dalam publikasi Berg (1965), Lagler et al.

(1977), Saanin (1984), dan Sjafei et al. (1989). Berikut ini diberikan sistem

klasifikasi Bleeker yang telah direvisi oleh Sunier, Weber dan de Beuafort seperti

27

tercantum dalam Saanin (1986) dan sistem klasifikasi Lagler et al. (1977). Di

dalam penulisan berikut ini, nama ordo diurut berdasarkan abjad.

1. Sistem klasifikasi Bleeker yang telah direvisi

Kelas Pisces

Subkelas Elasmobranchii

Ordo Hatoidei

Ordo Selachii

Subkelas Chondrostei

Subkelas Dipnoi

Subkelas Teleostei

Ordo Allotriognathi

Ordo Anacanthini

Ordo Apodes

Ordo Berycomorphi

Ordo Blennoidea

Ordo Discocephali

Ordo Gobioidea

Ordo Heteromi

Ordo Heterosomata

Ordo Hypostomides

Ordo Labyrinthici

Ordo Malacopterygii

Ordo Microcyprini

Ordo Myctophoidea

Ordo Ophistomi

Ordo Ostariophysi

Ordo Pediculati

Ordo Percesoces

Ordo Percomorphi

Ordo Plectognathi

Ordo Scleroparei

Ordo Solenichthys

Ordo Synbranchoidea

28

Ordo Sypnentognathi

Ordo Xenopterygii

2. Sistem klasifikasi Lagler et al.

Golongan Agnatha (tidak memiliki rahang bawah)

Kelas Cephalaspidomorphi

Subkelas Cyclostomata

Ordo Myxiniformes

Ordo Petromyzontiformes

Golongan Gnathostomata (memiliki rahang bawah)

Kelas Chondrichthyes

Subkelas Holocephali

Ordo Chimaeriformes

Subkelas Elasmobranchii (Selachii)

Ordo Heterodontiformes

Ordo Hexanchiformes

Ordo Pristiophoriformes

Ordo Rajiformes (Batoidei)

Ordo Squaliformes

Kelas Osteichthyes

Subkelas Crossopterygii

Ordo Coelacanthiformes

Subkelas Dipnoi

Ordo Dipteriformes

Subkelas Actinopterygii

Ordo Acipenceriformes

Ordo Amiiformes

Ordo Anguilliformes

Ordo Beloniformes

Ordo Beryciformes

Ordo Cetomiformes

Ordo Clupeiformes

Ordo Cypriniformes (Ostariophysi)

Ordo Cyprinodontiformes

29

Ordo Dactylopteryformes

Ordo Elopiformes

Ordo Gadiformes (Anacanthini)

Ordo Gasterosteiformes

Ordo Gobiesociformes

Ordo Gonarynchiformes

Ordo Lampridiformes

Ordo Lepisosteiformes

Ordo Lophiiformes

Ordo Mastacembeliformes

Ordo Mugiliformes

Ordo Myctophiformes

Ordo Notacanthiformes (Heteromi)

Ordo Osteoglossiformes

Ordo Pegasiformes

Ordo Perciformes

Ordo Percopsiformes (Salmopercae)

Ordo Pleuronectiformes

Ordo Polypteriformes

Ordo Salmoniformes

Ordo Scorpaeniformes

Ordo Synbranchiformes

Ordo Tetraodontiformes

Ordo Zeiformes

I. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10

menit tugas berikut ini.

1. Carilah deskripsi ikan-ikan yang berasal dari perairan Indonesia sepuluh

tahun terakhir ini.

2. Apa sebabnya ikan-ikan yang berada di perairan sebelah timur Indonesia

agak mirip dengan ikan-ikan yang berada di wilayah Australia?

30

J. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu

Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas

Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan.

Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia. Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater

Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Hong Kong.

Kottelat, M., Britz, R., Hui, T.H., and Witte, K.-E., 2006, Paedocypris, a new genus

of Southeast Asian cyprinid fish with a remarkable sexual dimorphism, comprises the world’s smallest vertebrate, Proceedings of the Royal Society of London B 273, 895-899;

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology.

Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York. Nelson, J.S. 1976. Fishes of the World. Wiley-Interscience, New York. 416 p. Nelson, J.S. 1984. Fishes of the World. Second edition. John Wiley and Sons,

New York. 523 p. Nelson, J.S. 1994. Fishes of the World. Third edition. John Wiley and Sons, New

York. 600 p. Nelson, J.S. 2006. Fishes of the World. Fourth edition. John Wiley and Sons, Inc.

New York. 601 p. Pietsch, T.W., 2005, Dimorphism, parasitism, and sex revisited: modes of

reproduction among deep-sea ceratioid anglerfishes (Teleostei: Lophiiformes), Ichthyological Research 52, 207-236;

Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas

Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Raven, P.H., G.B. Johnson, K.A. Mason, J.B. Losos, and S.R. Singer. 2011.

Biology. Ninth edition. McGraw-Hill Companies, Inc., New York. 1406 p.

31

Recce, J.A., L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorsky, and R.B. Jackson. 2011. Campbell Biology. Ninth edition. Benjamin Cummings, Boston. 1472 p.

Roberts, T.R. 2007. The “celestial pearl danio”, a new genus and species of

colorful minute cyprinid fish from Myanmar (Pisces: Cypriniformes). The Raffles Bulletin of Zoology 55(1): 131-140.

Rohner, C.A., Richardson, A.J., Marshall, A.D., Weeks, S.J., and Pierce, S.J.,

2011, How large is the world’s largest fish? Measuring whale sharks, Rhyncodon typus, with laser photogrammetry, Journal of Fish Biology 78: 378-385.

Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran

Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Storer, T.J. and R.L. Usinger. 1957. General Zoology. McGraw Hill Book

Company, Inc., New York. Summers, A., March 2007, No bones about ‘em. Natural History 116(2): 36-37. Watson, W., and Walker, H.J. Jr., 2004, The world’s smallest vertebrate,

Schindleria brevipinguis, a new paedomorphic species in the family Schindleriidae (Perciformes: Gobioidei), Records of the Australian Museum 56: 139-142