2. BAB 1 santi

download 2. BAB 1 santi

of 8

description

bab tentang skripsi

Transcript of 2. BAB 1 santi

8

BAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangProses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua cenderung menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Kuntjoro, 2002). Masa lanjut usia (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65 dan 75 tahun (Potter & Perry, 2005). Penurunan kemampuan terjadi pada lansia sesuai dengan pengaruh lingkungan dan kopin adaptif tiap-tiap lansia. Nugroho (2008) menggolongkan lansia berdasarkan kemapuannya dalam merawat diri sendiri, yaitu : lanjut usia mandiri sepenuhnya, lanjut usia mandiri dengan bantuan, lanjut usia dengan bantuan tidak langsung.Saat ini jumlah lanjut usia di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025 lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar. Munculnya jumlah penduduk lansia dalam jumlah besar telah memberikan implikasi khusus bagi keperawatan dan perawatan kesehatan (Stanley, 2006). Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada 2010 atau 9,6% dari jumlah penduduk.Secara demografis, berdasarkan sensus penduduk tahun 1971, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas sebesar 5,3 juta (4,5%) dari jumlah penduduk. Pada tahun 1980 jumlah ini meningkat menjadi 8 juta (5,5%) dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk lansia di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan dan pada tahun 2005 jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 18,3 juta (8,5%). Pada tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta jiwa (9%) dari jumlah penduduk (Nugroho, 2008). Lansia memiliki kecenderungan prevalensi yang mencolok dalam kaitan gangguan-gangguan yang bersifat kronis (Noorkhasiani, 2009). Pada lanjut usia, tidak hanya fisik saja yang mengalami kemunduran tetapi kondisi mental pada lansia juga dapat terganggu. Ketika usia seseorang semakin bertambah, maka kesibukan sosialnya akan semakin berkurang, sehingga mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungan yang berdampak pada kebahagiaan lansia (Nugroho, 2008). Pemulihan fungsi tubuh yang optimal pada lansia dapat dilakukan dengan berbagai cara, dan pemeliharaan tidur adalah salah satu caranya (Stanley, 2006). Nugroho (2008) menyatakan bahwa sekitar 40% lansia mengalami keluhan sulit tidur yang dapat disebabkan oleh gangguan fisik maupun psikis. Meskipun perubahan pola tidur dianggap suatu hal yang wajar dialami oleh lansia yang mengalami proses penuaan, namun penelitian terbaru menunjukan bahwa banyak dari gangguan tidur yang berkaitan dengan proses patologis yang menyertai penuaan (Stanley, 2006).Kebutuhan tidur setiap rentang usia akan berbeda-beda. Neonates sampai usia 3 bulan rata-rata tidur sekitar 16 jam dalam sehari, pada bayi lama tidur rata-rata 8 sampai 10 jam dalam sehari, pada usia toodler dan prasekolah lama tidur sekitar 12 jam. Pada anak usia 6 tahun anak akan tidur rata-rata 11-12 jam, sedangkan anak usia 11 tahun akan tidur 9-10 jam (Wong dalam Potter dan Perry, 2005). Pada usia remaja memeperoleh waktu sekitar 7,5 jam untuk tidur setiap malam (Carskadon dalam Potter dan Perry, 2005). Saatdewasa muda, tidur pada malam hari rata-rata 6 sampai 8,5 jam dan mulai menurun saat memasuki usia dewasa tengah. Pada usia lanjut jumlah tidur total cenderung tidak berubah, akan tetapi kualitas tidur menjadi berubah pada kebanyakan lansia (Bliwise dalam Potter dan Perry, 2005).Prayitno (2002), gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut cukup tinggi. Gangguan pola tidur dapat terjadi pada lansia dalam tatanan komunitas maupun lansia yang tinggal di tempat perawatan usia lanjut. Gangguan tidur dialalmi oleh 50% orang yang berusia 65 tahun atau lebih yang tinggal di rumah dan 66% orang yang tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang (Stanley, 2006:450).Potter dan Perry (2005) menyatakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi pola tidur, antara lain: penyakit fisik; obat-obatan; gaya hidup; pola tidur yang biasa dan mengantuk yang berlebihan pada siang hari; stres emosional; lingkungan; latihan fisik dan kelelahan; serta asupan makanan dan kalori. Nugroho (2008) menambahkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan gangguan tidur pada lansia adalah: faktor fisik meliputi sering kencing, kram betis, nyeri seperti arthritis, akatisia; faktor sosial meliputi pertengkaran keluarga, menonton TV sampai larut malam; faktor emosional meliputi kecemasan, depresi, stress, marah tidak tersalurkan, dan masalah pribadi; faktor medis meliputi penyakit jantung, paru, diabetes militus, dan apnea tidur; faktor iatrogenic meliputi teofilin, kortikosteroid, antihipertensi, diuretik, dan activating antidepresi; faktor perilaku meliputi terlalu banyak minum kopi (cokelat), dan waktu tidur yang berubah-ubah.Lingkungan fisik tempat seseorang tidur dapat memberikan pengaruh yang penting pada kemampuan lansia untuk tidur (Potter dan Perry, 2005). Ventilasi yang baik diperlukan untuk menciptakan ketenangan saat tidur. Ukuran, kondisi dan posisi tempat tidur juga memberikan pengaruh terhadap kenyamanan saat tidur. Tidur tanpa ketenangan atau teman tidur yang mengorok juga akan menggenggu proses tidur (Potter dan Perry, 2005).Gangguan tidur pada lansia terjadi karena pencahyaan, kebisingan dan kenyamanan tempat tidur. Tingkat cahaya dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur, beberapa lansia menyukai ruangan yang gelap sedangkan yang lain menyukai cahaya yang remang dan tetap menyala selama tidur. lansia juga mungkin bermasalah dalam tidur karena suhu ruangan, ruangan yang terlalu hangat atau terlalu dingin seringkali menyebabkan lansia gelisah (Potter dan Perry, 2005).Stress emosional pada lansia dapat muncul akibat kegagalan dalam kehidupan sosialnya. Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada masa penuaan. Pertengkaran dalam keluarga, ataupun konflik antar lansia dapat memicu stress emosional yang dapat menimbulkan kesulitan tidur pada lansia. Stress emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang. Stress juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur (Potter dan Perry, 2005).Peningkatan harapan hidup dan angka kelahiran yang relatif tinggi selama awal abad ke-20 memiliki kontribusi terhadap peningkatan populasi lansia (Potter dan perry, 2005). Keberadaan lansia sering kali dipersepsikan secara negatif, lansia dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya (Nugroho,2008). Tidak sedikit masyarakat di Indonesia yang menitipkan lansia pada panti werdha. Berbagai macam alasan yang mendasari lansia untuk datang ke panti werdha misalnya atas kemauan sendiri, anjuran keluarga ataupun lingkungan sekitarnya (Utomo dan Prasetyo).Panti sosial tresna werdha merupakan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) di bidang pembinaan kesejahteraan social lanjut usia yang memeberikan pelayanan kesejahteraan social bagi lanjut usia berupa pemberian: penampungan; jaminan hidup (makanan dan pakaian); pemeliharaan kesehatan; pengisian waktu luang termasuk rekreasi; dan bimbingan social, mental dan spiritual (Nugroho, 2008).Jember merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki unit pelaksana teknis panti social lanjut usia di Jawa Timur dengan total kuota 150 orang. Jumlah lansia pada bulan mei 2013 adalah sebanyak 137 jiwa dengan 8 wisma berbeda (UPT PSLU, 2013).Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti mendapatkan banyaknya kejadian lansia yang mengalami gangguan tidur, salah satunya adalah insomnia. Beberapa lansia yang ada di UPT PSLU Jember, tinggal lebih dari satu orang dalam satu kamar. kondisi tempat tidur juga kurang bersih. banyak tempat tidur yang ditemukan terdapat kutu kasur di dalamnya. beberapa lansia menyatakan bahwa sering digigit oleh kutu kasur saat tidur. Interaksi social yang kurang baik juga mempengaruhi kualitas tidur pada lansia, ketidak samaan persepsi dalam berkomunikasi dan keinginan lansia dalam berbagai hal seperti lampu yang menyala, membuat terjadinya konflik sering terjadi pada lansia. Hal inilah yang menggugah peneliti untuk melakukan penelitian tentang mana yang paling berhubungan antara lingkungan fisik dan konflik pada lansia dengan gangguan tidur pada lansia di UPT PSLU Puger Jember.

1.2 Rumusan MasalahRumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan lingkungan fisik dan interaksi sosial dengan gangguan tidur pada lansia di UPT PSLU Puger Kabupaten Jember.

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan UmumPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan lingkungan fisik dan interaksi sosial dengan gangguan tidur pada lansia di UPT PSLU Puger Kabupaten Jember.1.3.2 Tujuan KhususTujuan Khusus dalam penelitian ini adalah :a. Mengidentifikasi karakteristik responden lansia di UPT PSLU Puger;b. Menganalisa gangguan tidur pada lansia di UPT PSLU Puger;c. Mengidentifikasi lingkungan fisik di UPT PSLU Puger;d. Mengidentifikasi interaksi sosial di UPT PSLU Pugere. Menganalisa hubungan lingkungan fisik dengan gangguan tidur pada lansia di UPT PSLU Puger;f. Menganalisa hubungan interaksi sosial dengan gangguan tidur pada lansia di UPT PSLU Pugerg. Menganalisa variable yang paling berhubungan dengan gangguan tidur pada lansia.

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Bagi LansiaBagi lansia Memberikan informasi atau tambahan pengetahuan kepada lansia akan adanya kesulitan tidur yang dapat mengganggu lansia.1.4.2 Bagi Institusi Pelayanan Sosial Lanjut UsiaBagi institusi pelayanan sosial lanjut usia sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan mutu pelayanan yang ditujukan pada lansia.1.4.3 Bagi Institusi PendidikanBagi institusi pendidikan sebagai bahan untuk pembelajaran dan referensi selanjutnya yang berhubungan dengan gangguan tidur dan kualitas tidur pada lansia di UPT PSLU maupun di komunitas.

1.4.4 Bagi PenelitiBagi peneliti memebrikan suatu data dan gagasan tentang bagaimana keadaan sebenarnya di lapangan terkait dengan lansia di UPT PSLU Puger dan gangguan tidur pada lansia.

1.5 Keaslian Penelitian penelitian sebelumnya mengenai kualitas tidur dan faktor-faktor yang mempengaruhinya telah dilakukan oleh Irwina (2012) dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Tidur yang Buruk pada lansia di Desa Wonojati Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menganalisis faktorfaktor yang berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk pada lansia di Desa Wonojati Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember. Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia di Desa Wonojati Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember. Cara poengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan multistage random sampling. Persamaan dengan penelitian kali ini adalah pada variabel independen yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tidur pada lansia. Perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian terdahulu adalah saat ini peneliti ingin mengetahui faktor yang paling berpengaruh dalam gangguan tidur pada lansia, peneliti menggunakan teknik analisa multivariate dengan memasukan variable lingkungan fisik dan interaksi sosial pada veriabel independen, dan gangguan tidur pada lansia pada variable dependen.