2. Analisis Ekonomi Pemeliharaan Ternak Sapi Bali Dengan Sistem Penggembalaan Di Kecamatan...
-
Upload
utami-larasati -
Category
Documents
-
view
292 -
download
1
description
Transcript of 2. Analisis Ekonomi Pemeliharaan Ternak Sapi Bali Dengan Sistem Penggembalaan Di Kecamatan...
-
Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036
15
ANALISIS EKONOMI PEMELIHARAAN TERNAK SAPI BALI DENGAN
SISTEM PENGGEMBALAAN DI KECAMATAN PATTALLASSANG
KABUPATEN GOWA SULAWEI SELATAN
Economic analysis of maintennce Bali cattle with grazing system at Pattallassang
district of Gowa Regency, South Sulawesi
Ismail Tandi
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa
Jl. Malino KM 7 Kab. Gowa
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa selama kurang
lebih tiga bulan dari bulan September sampai Nopember 2009. Pemilihan lokasi penelitian
ditentukan secara purposive sampling, karena di lokasi ini sangat potensial dikembangkan
usaha ternak sapi Bali, mengingat dukungan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
yang dimiliki, serta pasar yang cukup menjanjikan. Penelitian ini bertujuan untuk menge-
tahui kelayakan ekonomi pemeliharaan ternak sapi Bali dengan sistem penggembalaan.
Penentuan responden secara acak dari populasi petani yang memelihara sapi Bali dengan
sistem penggembalaan. Responden dikelompokkan ke dalam tiga strata, yaitu strata I, II,
dan III sesuai kepemilikan ternak. Pengambilan data melalui kuesioner, wawancara dan
observasi. Analisis yang digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha menggunakan
analisis ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis keuntungan baik strata
I, II maupun III masing-masing mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4.769.820, Rp
10.345.020,- dan Rp 16.500.750,- Demikianpun analisis R/C ratio menunjukkan angka
masing-masing 1,27 pada strata I, 1,39 pada strata II dan 1,29 pada strata III. Hal ini berarti
usaha ini layak untuk dikembangkan, sedangkan gross profit margin menunjukkan strata I
21,49 % tidak layak dari segi pengembalian modal usaha, strata II dan strata III 28,45 %
dan 38,47 layak ditinjau dari pengembalian modal.
Kata kunci: Sapi Bali, kelayakan, sistem pemeliharaan.
ABSTRACT
The research was conducted in Gowa District Pattalassang for approximately three months
from September to November 2009. Site selection is determined by purposive sampling
study, because the location could potentially be developed bali cattle business, given the
support of natural resources and human resources that are owned, and the market is quite
promising. This study aims to determine the feasibility of bali cattle with the maintenance
grazing systems in terms of economic aspects. Determination of the respondents at random
from the population of farmers who keep bali cattle with grazing system. Respondents
were grouped into three strata, the strata I, II and III according to the ownership of
livestock. Retrieval of data through questionnaires, interviews and observation. The
analyzes used to determine the feasibility of using economic analysis. The results showed
that the analysis of the advantages of both strata I, II and III respectively a profit of
Rp4.769.820, Rp 10,345,020, - and Rp 16,500,750, -
-
Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036
16
So the analysis of R/C ratio shows the number of each one, 27 in strata I, II and 1.29 1.39
strata and stratum III. This means the business is feasible to be developed, while the gross
profit margin of 21.49 % indicates strata I do not deserve in terms of return on venture
capital, stratum II and stratum III 28.45 % and 38.47 worth in terms of return on capital.
Keywords: Bali cattle, feasibility, maintenance system.
PENDAHULUAN
Kebijakan pembangunan sub sektor pe-
ternakan adalah meningkatkan kualitas
kebijakan dan program yang mengarah
pada pemanfaatan sumberdaya lokal untuk
membangun peternakan yang berdaya
saing dan berkelanjutan. Sedangkan visi
pembangunan peternakan adalah terwu-
judnya masyarakat yang sehat dan pro-
duktif serta kreatif melalui pembanguan
peternakan, tangguh berbasis peningkatan
sumberdaya lokal. Program pembangunan
peternakan adalah: 1. Ketahanan pangan
asal ternak, 2. Pengembangan Agribisnis,
3. Peningkatan kesejahteraan peternak
(Anonim, 2009).
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang
berdampak langsung pada peningkatan
pendapatan per kapita, menyebabkan me-
ningkatnya permintaan dan konsumsi da-
ging, khususnya daging sapi. Semakin
meningkatnya peran sektor ekonomi, de-
ngan sendirinya akan berpengaruh ter-
hadap tingkat pola konsumsi masyarakat,
terutama kaitannya dengan naiknya per-
mintaan. Hal ini tampak jelas dari per-
kembangan jumlah sapi yang dipotong
maupun daging sapi yang dikonsumsi
secara nasional beberapa tahun terakhir,
sementara di sisi lain perkembangan po-
pulasi sapi potong secara nasional tidak
mampu mengimbangi pertumbuhan kon-
sumsi masyarakat, sehingga berakibat
permintaan berlebih (over demand) diban-
dingkan penyediaan (supplay).
Potensi pengembangan usaha ternak sapi
potong untuk wilayah Sulawesi Selatan
cukup besar, populasi ternak sapi ber-
dasarkan data Statistik Dinas Peternakan
dan Kesehatan Hewan berjumlah 735.856
ekor, produksi daging 15.338.654,4 kg
dan jumlah penduduk 7.676.893 jiwa serta
konsumsi daging per kapita per tahun 4,2
kg (Anonim, 2009).
Sistem penggembalaan adalah pemeliha-
raan ternak sapi yang dilaksanakan de-
ngan cara ternak digembalakan di suatu
padang penggembalaan yang luas, terdiri
dari padang penggembalaan rumput dan
leguminose. Keuntungannya yaitu: 1. he-
mat biaya dan tenaga, 2. Mengurangi
penggunaan feed supplement protein,
3. menyebarkan pupuk, 4. tidak memerlu-
kan kandang khusus, dan kekurangannya
adalah a. Memerlukan waktu yang lama,
b. harus memiliki lahan yang cukup luas,
c. pada saat kemarau kekurangan pakan
baik dari kuantitas dan kualitasnya, d. Me-
merlukan tempat berteduh dan sumber air,
e. banyak mengeluarkan energi karena
jalan, f. produktivitas ternak kurang mak-
simal dengan lama penggemukan 8-10
bulan (Sugeng, 2003).
Sebelum memulai beternak sapi Bali ada
beberapa hal yang harus dipersiapkan dan
diperhitungkan secara matang antara lain,
bibit, pakan, kesehatan dan pemeliharaan,
serta faktor lingkungan ternak. Sapi Bali
mempunyai pertumbuhan cepat, adaptasi
terhadap lingkungan tinggi, daya tahan
terhadap penyakit tinggi, serta efisiensi
dalam menggunakan pakan. Sapi Bali
sangat cocok untuk dikembagkan karena
adaptasinya dan produktivitas tinggi
(Guntoro, 2002).
Pemeliharaan sapi Bali di Indonesia di
kelola dengan berbagai macam bentuk
usaha, pada umumnya ternak sapi dimiliki
-
Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036
17
dan diusahakan oleh rakyat dengan skala
kecil. Peternakan rakyat sulit berkembang
menjadi peternakan sapi yang mengun-
tungkan, karena merupakan usaha sam-
pingan, bilamana peternak memerlukan
uang kontan, maka ternaknya tersebut
akan diuangkan, sehingga posisi tawar
peternak pada keadaan yang sangat lemah.
Berdasarkan pada situasi dan kondisi
peternakan sapi Bali saat ini, dapat diiden-
tifikasikan sebagai berikut: 1) Peternakan
masih tradisional, ternak sapi baru bersifat
dimiliki, belum berorientasi ekonomi,
pada usaha ini biasanya ternak sapi meru-
pakan status sosial. Pemasaran dilakukan
oleh pemiliknya apabila adanya kebutuhan
yang sangat mendesak bagi kepentingan
yang bersifat sosial, budaya maupun ke-
agamaan. 2) Peternakan keluarga, adalah
usaha ternak yang dimiliki untuk mem-
bantu kegiatan usahatani keluarga sebagai
tabungan, dan dimanfaatkan tenaganya.
Pada kondisi ini, harganya terbentuk di
bawah harga pasar, skala ternak antara
15 ekor. 3) Peternakan sapi Bali skala kecil adalah usaha ternak yang dimulai
berorientasi ekonomi. Pada umumnya per-
hitungan rugi laba dan input teknologi
sudah diterapkan walaupun masih bersifat
sederhana, skala pemilikan berkisar antara
610 ekor rumah tangga-1. 4) Peternakan sapi Bali skala menengah adalah usaha
ternak sapi potong yang diusahakan se-
penuhnya menggunakan input teknologi
berorientasi terhadap produksi daging dan
kebutuhan pasar, dengan jaminan kualitas
yang dihasilkan. Jumlah pemilikan berki-
sar antara 1150 ekor. 5) Peternakan sapi potong skala besar adalah usaha ternak
sapi potong berbentuk perusahaan yang
dilakukan dengan padat modal, menggu-
nakan input teknologi tinggi yang ber-
orientasi pada faktor input dan output
produksi. Usahanya ditujukan untuk mem-
produksi daging atau sapi bakalan. Jumlah
ternak yang diusahakan lebih besar dari 50
ekor perproduksi (Tawaf et al., 1995).
Kunci keberhasilan usaha ternak sapi Bali
adalah keterampilan dan kemampuan tek-
nis budidaya, merupakan keharusan bagi
peternak/pelaku usaha peternakan, agar
diperoleh produktivitas yang tinggi. Pe-
ternak diharapkan memiliki perencanaan
lengkap mengenai biaya yang harus di-
keluarkan serta pendapatan yang nantinya
bakal di peroleh dari usahanya. Semakin
detil data yang dimiliki akan semakin
kecil pula resiko kerugian yang bakal di-
alami oleh peternak.
Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa
biaya usahatani diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan
biaya variabel (variable cost). Biaya tetap
adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya
dan terus dikeluarkan walaupun produksi
yang diperoleh banyak ataupun sedikit.
Jadi, besarnya biaya tetap ini tidak ter-
gantung pada besarnya biaya produksi.
Biaya variabel adalah biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang
diperoleh.
Biaya produksi merupakan keseluruhan
biaya produksi yang dikeluarkan selama
siklus produksi meliputi biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya
yang dikeluarkan untuk sarana produksi
yang berkali-kali digunakan. Sedangkan
biaya variabel adalah biaya yang dike-
luarkan untuk pakan, tenaga kerja, per-
baikan kandang, obat-obatan dan, pajak
usaha vaksin dan lain-lain. Biaya tetap,
adalah biaya investasi yang besarnya tidak
pernah berubah, seperti sewa bangunan
kandang dan peralatan. Biaya tidak tetap,
di antaranya pembelian bakalan, pakan,
upah tenaga kerja, rekening listrik, telepon
dan transportasi.
Pemeliharaan sapi Bali di wilayah Keca-
matan Pattallasang dengan cara dikan-
dangkan dan digembalakan. Lokasi kan-
dang ternak pada umumnya berada di be-
lakang rumah pemilik ternak, karena me-
mudahkan peternak untuk mengontrol ter-
naknya. Pakan yang diberikan peternak
-
Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036
18
untuk pemeliharaan sapinya terdiri dari
dua jenis yaitu hijauan yang ada di la-
dang/rumput alam sebangsa paspalum,
legume sentrocema, gamal dan ternak di-
gembalakan. Kebutuhan hijauan dipenuhi
dari lahan yang dimiliki peternak, yang
tidak jauh dari lokasi peternakan, sehingga
memudahkan peternak dalam mengambil
hijauan. Aspek pemeliharaan lain adalah
dalam hal kesehatan ternak dan mana-
jemen reproduksi. Pengawasan kesehatan
sapi Bali juga dilakukan petugas peter-
nakan kecamatan misalnya pengobatan,
vaksinasi dan kawin suntik bagi peternak
yang memanfaatkan jasa inseminasi
buatan.
Analisis kelayakan usaha menyangkut
perhitungan biaya investasi dan opera-
sional serta penerimaan dari hasil pen-
jualan produk yang dihasilkan. Metode
analisis usaha yang umum digunakan ada-
lah anggaran aliran kas (cash flow), ana-
lisis laba/rugi, return cost ratio (R/C),
benefit cost ratio (B/C) dan break even
point (BEP) (Rahardi dan Hartono, 2003).
Analisis usahatani bertujuan mencari titik-
titik tolak untuk memperbaiki hasil usaha
(result) dari usahatani. Untuk dapat meng-
analisis usahatani, kita harus menghitung
biaya-biaya (input) dan output yang di-
terima (Nuraeni dan Hidayat, 2001).
Soekartawi (1995) menyatakan, penerima-
an adalah perkalian antara produksi yang
diperoleh dengan harga jual. Sedangkan
total pendapatan bersih diperoleh dari pe-
nerimaan dikurangi dengan total biaya
dalam suatu produksi. Pengertian keun-
tungan dalam suatu usaha ada dua macam,
yaitu keuntungan kotor dan keuntungan
bersih. Keuntungan kotor yaitu keseluruh-
an hasil nilai uang dari hasil usaha. Ke-
untungan bersih yaitu jumlah pendapatan
dikurangi dengan biaya atau keseluruhan
korbanan atau merupakan selisih antara
biaya produksi dengan harga pokok yang
dikalikan dengan jumlah produk usaha
(Prawirahadikusumo, 1990). Hasil pro-
duksi merupakan pendapatan yang diper-
oleh, dapat berupa pendapatan utama dan
hasil ikutan.
Analisis kelayakan usaha mempunyai
kegunaan bagi peternak, dalam memilih
faktor-faktor produksi yang digunakan
dalam kegiatan usaha. Peranan peternak
setempat sangat menentukan keberhasilan
usaha di bidang peternakan, karena tan-
tangan utama yang dihadapi adalah bagai-
mana menghasilkan produk peternakan
yang berdaya saing tinggi baik dari aspek
kuantitas, kualitas, kontinuitas maupun
harga, sehingga mampu memenuhi kebu-
tuhan dan tuntutan pasar.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kelayakan ekonomi pemeliharaan Sapi
Bali dengan sistem penggembalaan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan
Pattallassang, Kabupaten Gowa, Provinsi
Sulawesi Selatan. Pelaksanaan penelitian
berlangsung dari September sampai de-
ngan November 2009.
Sistem pemeliharaan sapi Bali di wilayah
Kecamatan Pattallasang yang dilakukan
oleh responden yaitu, sapi dikandangkan
pada malam hari dan digembalakan pada
siang hari di lokasi penggembalaan untuk
merumput, baik di lahan milik peternak
sendiri atau lahan pengggembalaan pada
umumnya. Pemeliharaan kesehatan selain
mendapatkan bimbingan dari penyuluh
pertanian lapangan, juga mendapatkan
bantuan dari Dinas Peternakan Kabupaten
Gowa untuk vaksinasi dan pengobatan.
Variabel dalam penelitian ini yaitu kela-
yakan usaha pemeliharaan ternak Sapi
Bali dengan sistem penggembalaan di-
tinjau dari aspek ekonomi. Usaha dikata-
kan layak apabila: 1) Total Revenue lebih
besar dari Total Cost, 2) Revenue Cost
-
Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036
19
Ratio (R/C ratio) lebih besar dari satu, dan
3) Gross Profit Margin di atas 24%.
Populasi dalam penelitian ini adalah ke-
seluruhan peternak sapi Bali dengan sis-
tem penggembalaan di Kecamatan Patta-
lassang, Kabupaten Gowa, Provinsi Sula-
wesi Selatan, sebanyak 300 orang pe-
melihara sapi Bali.
Sampel dalam penelitian ini diambil/di-
pilih dari satuan populasi, dengan pertim-
bangan bahwa sampel dapat mewakili se-
luruh populasi (Tiro, 2001). Jumlah sam-
pel 30 orang peternak (sepuluh persen)
dari populasi. Penentuan sampel dilaku-
kan dengan cara acak (Nasir 2005). Sam-
pel tersebut kemudian di stratifikasi ber-
dasarkan jumlah pemilikan ternak. Strata I
jumlah pemilikan ternak 7 ekor.
Teknik pengumpulan data dalam pene-
litian ini yaitu menggunakan kuesioner
atau angket, pedoman wawancara, dan
pengamatan lapangan untuk mendapatkan
data primer mengenai jumlah ternak sapi,
biaya modal dan biaya pemeliharaan ter-
nak, sedangkan data sekunder diperoleh
melalui instansi terkait. Data yang terkum-
pul selanjutnya dianalisis dengan meng-
gunakan teknis analisis sebagai berikut :
a. Analisis keuntungan
= TR TC
Keterangan :
= Keuntungan
TR = Total Revenue (Total
Penerimaan)
TC = Total Cost (biaya)
Kriteria :
1. Jika TR > TC usaha ternak sapi bali dengan sistem penggembalaan
menguntungkan dan layak dilaksa-
nakan.
2. Jika TR < TC usaha ternak sapi bali dengan sistem penggembalaan tidak
layak dilaksanakan.
b. Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)
PutIn Total
PutOut Total Ratio R/C
Kriteria:
1. Jika RC >1 usaha usaha ternak sapi bali dengan sistem penggembalaan
menguntungkan dan layak dilaksa-
nakan.
2. Jika RC 24% usaha ternak sapi Bali dengan sistem penggem-
balaan menguntungkan dan layak
dilaksanakan.
2. Jika pendapatan
-
Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setiap responden memiliki karakteristik
berbeda-beda, yang menggambarkan ting-
kat kemampuan masing-masing. Karak-
teristik dari masing-masing responden me-
liputi usia, tingkat pendidikan formal,
tanggungan keluarga, dan jumlah kepe-
milikan ternak. Usia responden dalam pe-
nelitian ini berdasarkan klasifikasi umur
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkatan usia responden
No Usia Jumlah (orang) Persentase (%)
1 2130 3 10,00 2 3140 11 36,67 3 4150 15 50,00 4 5160 1 3,33
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data primer, 2009
Dari segi usia peternak masih dalam
rentang usia produktif untuk menjalankan
usaha ternak sapi. Dari sisi pendidikan
formal masing-masing responden bervari-
asi, mulai dari tamat sekolah dasar sampai
tamat sekolah lanjutan. Tingkat pendidik-
an formal responden dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Tingkatan pendidikan formal responden
Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
SD 10 33,33
SMP 12 40,00
SMA/sederjat 8 26,67
Sarjana - -
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data primer, 2009
Dari segi pendidikan formal para peternak
responden 40% lulus sekolah lanjutan
pertama. Ini berarti sebagian besar peter-
nak harus mengembangkan tingkat penge-
tahuan untuk mengelola usaha peternakan-
nya di desa mereka.
Tabel 3. Tanggungan keluarga responden
Jumlah Tanggungan Jumlah (orang) Persentase (%)
keluarga
14 orang 12 40,00 58 orang 18 60,00
Jumlah 30 100,00
Sumber: Data primer, 2009
-
Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036
21
Tanggungan keluarga responden 5-8
orang (60%), menunjukkan besarnya ke-
butuhan, sehingga peternak harus lebih
meningkatkan produksi ternak sapi Bali
untuk mencukupi kebutuhan rumah tang-
ganya (Tabel 3).
Tabel 4. Rata-rata pemilikan ternak sapi Bali
Strata Jumlah Kepemilikan Jumlah Peternak Persentase
Ternak (ST) (orang)
I 7 5 16,67
Jumlah 30 100,00
Sumber data primer, 2009
Pemilikan ternak responden bervariasi
(Tabel 4), 1 ST (satuan ternak) setara de-
ngan 1 ekor ternak dewasa, ST setara 1
ekor sapi bakalan/dara dan ST setara 1
ekor anak sapi. Rata-rata pemilikan ternak
sapi bali untuk masing-masing responden
yaitu, strata I 3,7 ST, strata II 6,08 ST dan
strata III 11,4 ST. Rendahnya pemilikan
ternak oleh responden, karena terbatasnya
modal, sedangkan dalam usaha ternak sapi
bali diperlukan modal yang cukup besar.
Kelayakan Usaha
Hasil analisis kelayakan usaha pemeli-
haraan ternak sapi Bali dengan sistem
penggembalaan di Kecamatan Patallasang
Kabupaten Gowa ditinjau dari aspek eko-
nomi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis kelayakan usaha ternak sapi Bali masing-masing strata selama setahun.
Uraian Strata I Strata II Strata III
Penjualan (ekor) 3,7 ST 6,08 ST 11,4 ST
Harga jual (Rp) 6.000.000,- 6.000.000,- 6.000.000,-
Penerimaan (Rp) 22.200.000,- 36.360.000,- 68.400.000,-
Biaya : - Biaya tetap (Rp) 11.873.070,- 19.072.910,- 41.210.000,-
- Biaya variable (Rp) 5.557.110,- 6.942.070,- 10.689.250,-
Keuntungan (Rp) 4.769.820,- 10.345.020,- 16.500.750,-
Gross Profit margin (%) 21,49 28,45 38,97
R/C 1,27 1,39 1,32
BEP - Harga (Rp) 15.830.760,- 23.546.802,- 48.827.014
- Unit (ekor) 2,64 3,92 8,14
Tabel 5 menunjukkan bahwa besarnya
penerimaan masing-masing strata dengan
harga jual Rp 6.000.000,- yaitu strata I Rp
22.200.000,- strata II Rp 36.360.000,-
strata III Rp 68.400.000,-. Penerimaan
yang terbesar yaitu strata III, karena pe-
-
Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036
22
milikan ternaknya lebih banyak dibanding
strata I dan II. Biaya yang terbesar untuk
masing-masing strata adalah biaya tetap.
Biaya tetap yang dikeluarkan oleh peter-
nak yaitu kandang dan peralatan, ternak
(penyusutan) sewa tanah dan lain-lain,
sedangkan biaya variable digunakan untuk
tambahan pakan, tenaga kerja, obat-obatan
dan IB khususnya untuk strata III.
Keuntungan yang diterima peternak, ada-
lah keuntungan bersih selama satu tahun.
Minimnya keuntungan yang diperoleh pe-
tani karena, sebagian besar petani meng-
anggap beternak sapi dengan sistem peng-
gembalaan ini merupakan usaha sam-
pingan.
Kelayakan usaha pemeliharaan ternak sapi
Bali dengan sistem penggembalaan ini,
jika ditinjau dari analisis ekonomi Re-
venue Cost Ratio (R/C), seperti yang ter-
lihat pada Tabel 5, menunjukkan bahwa
usaha tersebut layak untuk dikembangkan.
Nilai R/C untuk strata I yaitu 1,27, berarti
usaha layak karena R/C >1. Ini berarti
bahwa setiap Rp 1 yang dikeluarkan un-
tuk usaha pemeliharaan ternak sapi Bali
pada strata I memperoleh pendapatan se-
besar Rp 1,27. Demikian pula pada strata
II dan strata III yang menunjukan R/C >1
masing-masing R/C 1,39 dan R/C 1,32.
Artinya setiap Rp 1 modal dikeluarkan
masing-masing menghasilkan Rp 1,39 dan
Rp 1,32.
Kelayakan usaha dilihat dari gross profit
margin, yaitu strata I memberikan profit
21,49%, strata II 28,45% dan strata III
38,97%. Menurut Ibrahim (2003) bahwa
kelayakan usaha dilihat dari profit margin
apabila menunjukkan >24% dinyatakan
layak dan apabila
-
Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Program Pembangunan
Sektor Pertanian. Departemen Per-
tanian, Jakarta.
Guntoro, 2002. Membudidayakan Sapi
Bali. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Ibrahim, Y., 2003. Studi Kelayakan Bis-
nis (Edisi Revisi). Rinneka Cipta,
Jakarta.
Nasir, M., 2005. Metode Penelitian.
Cetakan ke enam. Ghalia Indonesia.
Nuraeni dan Hidayat. 2001. Manajemen
Usahatani. Universitas Terbuka,
Jakarta.
Prawirahadikusumo, S., 1990. Ilmu
Usaha Tani. PPFE, Yogyakarta.
Rahardi, F. dan R. Hartono, 2003. Agri-
bisnis Peternakan, Penebar Swa-
daya, Jakarta.
Sigit, 1992. Analisa Break Even. BPFE,
Yogyakarta.
Soekartawi, 1995. Analisa Usaha Tani.
Universitas Indonesia Press, Jakarta
Sugeng, 2003. Sapi Potong Pemelihara-
an, Perbaikan Produksi, Prospek
Bisnis dan Analisa Penggemukan.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Tawaf, Suleman dan Udiantono,1995.
Strategi Pengembangan Industri
Peternakan Sapi Potong Berskala
Kecil dan Menengah dalam
Agroindustri Sapi Potong, Cides,
Jakarta
Tiro, M.A., 2001. Dasar-dasar Statis-
tika. Makassar State University
Press, Makassar.