iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan...

63
i

Transcript of iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan...

Page 1: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

i

Page 2: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

ii

Page 3: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

iii

Page 4: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

iv

MOTTO

“Jangan khawatir tentang langkah ini atau itu. Hanya

dia yang memandang sampai jauh yang akan menemukan

hidupnya”

“Hidup…….kata yang penuh arti bagiku. Kata yang

kaya dan amat kusukai”

“Aku lapar akan persaudaraan dan keadilan. Kubangun

hidupku sebagai jembatan menuju orang lain”

(Dari buku harian Dag Hamarskjold, Sekjen PBB yang gugur dalam

tugas perdamaian di Kongo)

Page 5: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

v

PERSEMBAHAN

Ucap syukur senantiasa kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, yang

selalu membimbing dan menunjukkan jalan terbaik. Serta mengarahkan hati dan

pikiranku, hingga terselesainya karya ini,

Sebuah karya, sebagai persembahan untuk Bapak tercinta G. Daliyo yang telah

menghadap Tuhan. Meski terlambat, tapi sekarang harapan Bapak sudah

terwujud. Banyak maaf, dan terimakasih untuk semuanya.

Untuk Ibuku, Kristina Yudarwati, terimakasih atas kesabarannya selama ini.

Semoga aku akan tetap bisa mewujudkan harapan-harapan Ibu.

No woman better than you.

Untuk Kakakku, Mbak Heni dan Mas Dian, terimakasih atas motivasi,

bimbingan dan bantuannya. Juga untuk keponakanku, Eldo, yang telah

menghadirkan spirit baru untukku.

Untuk UfiQ Yuraida,

Thanks for everything, and keep support me !

Untuk Pakde Tukiran, terimakasih atas motivasi dan nasehat-nasehatnya. Juga

peringatan-peringatannya disaat aku lemah.

Page 6: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, …….Desember 2007

Penulis

Gregorius Khrisna Wicaksono

Page 7: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih yang telah

dilimpahkan, sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Puncak

Perjuangan Rakyat Sleman Utara Dalam Menghadapi Agresi Militer

Belanda II, Studi Kasus: Peristiwa 7 Januari 1949”. Penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan berkat dukungan, bantuan, dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh

karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. H. Purwanta, MA selaku dosen pembimbing yang telah

dengan sabar membimbing dari awal hingga selesainya skripsi ini.

Terimakasih untuk semuanya.

2. Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu

Sejarah. Terimakasih telah banyak membantu kami dari semester awal

sampai selesai sekarang ini.

3. Bapak Drs. Silverio R.L. Aji S, M.Hum, Bapak Drs. Ign. Sandiwan

Suharso, Romo Dr. FX. Baskara T Wardaya serta semua dosen Ilmu

Sejarah yang telah berkenan membagikan ilmunya kepada kami.

4. Sahabatku: Hendri, Berta, Lasarus, Eko, Maryanto, Tato, Gagak, Nanang,

Khrisna, Eno, Adit, Eka, Lina, Ndaru, Ita, Erna, Ajeng, dan Riska.

Terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Semoga persaudaraan kita

tetap abadi.

Page 8: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

viii

5. Bapak Sumidjan dan Lurah Desa Purwobinangun yang telah berkenan

memberikan informasi dan referensi yang penting bagi kami.

6. Terimakasih tak terhingga untuk para pahlawan negeri ini, yang telah

mengawal Indonesia menuju kemerdekaan. Semoga kami dapat

meneruskan cita-cita dan perjuanganmu.

Kami menyadari adanya kekurangan dan kelemahan dalam skripsi ini. Untuk

itu segala saran dan kritik akan kami terima. Akhirnya, dengan segala

kerendahan hati, kami berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Yogyakarta,. .… Desember 2007

Penulis

Gregorius Khrisna Wicaksono

Page 9: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………...……………………………………..i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………..ii

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………...…………………………......iii

HALAMAN MOTTO………………..……...……………………………………iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………...…………………………………………v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………….vi

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...vii

DAFTAR ISI…………………..………………………………………………….ix

ABSTRAK…………………………..……………………………………………xi

ABSTRACT…….………………………………………………………………..xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………….1 B. Pembatasan Masalah…………………………………………..5 C. Rumusan Masalah…………………….…………………..…...6 D. Tujuan Penelitian…………………………..…..……………...7 E. Manfaat Penelitian……………………………………….…....7 F. Tinjauan Pustaka……………………………….……..….…....8 G. Kerangka Teori…………………………………………..…....9 H. Metode Penelitian………………………………………….....11 I. Sistematika Pembahasan……………………………………..14

BAB II GAMBARAN YOGYAKARTA PADA MASA REVOLUSI

KEMERDEKAAN

A. Kedatangan Belanda di Yogyakarta……………………….…15 1. Pemerintahan Militer……………………………...….17 2. Pemerintahan Sipil………………………… ……...19

B. Situasi di Sleman Pasca Kedatangan Belanda………….……24

BAB III LATAR BELAKANG TERJADINYA PERISTIWA 7 JANUARI 1949

Page 10: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

x

A. Pasar Srowolan Sebagai Basis Perjuangan……..………… 25 B. Aksi Penyerangan Terhadap Belanda di Sleman Utara…… ..28

1. Pertempuran di Polowidi dan Angin-angin………......30 2. Pertempuran di Tunggul Wonokerto Turi…………. .31 3. Peristiwa Kembangarum……………………….…….32 4. Penangkapan Mata-mata Belanda……………….….. 33

BAB IV PERISTIWA 7 JANUARI 1949

A. Insiden di dusun Cepet…………………………………….....34 B. Puncak Peristiwa 7 Januari 1949…………..……… …..…...36

BAB V PENUTUP………………………………………………….……41 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… . 45 DAFTAR INFORMAN........................................................................................49 LAMPIRAN……………………………………………………………………..50

Page 11: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

xi

ABSTRAK

Gregorius Khrisna Wicaksono, Puncak Perjuangan Rakyat Sleman Utara Dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda II, Studi Kasus: Peristiwa 7 Januari 1949. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2007. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga permasalahan. Pertama, bagaimana kondisi Yogyakarta pada masa revolusi kemerdekaan. Kedua, bagaimana latarbelakang terjadinya peristiwa 7 Januari 1949. Ketiga, bagaimana puncak peristiwa 7 Januari 1949. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah studi dokumen dan wawancara mendalam. Analisis dilakukan dengan mengelompokkan, mengkaitkan, membandingkan, dan interpretasi terhadap data yang berhasil dikumpulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Agresi Militer Belanda II tahun 1948-1949 ternyata berdampak pada bangkitnya perjuangan rakyat Sleman Utara dan mengalami puncaknya ketika terjadi peristiwa 7 Januari 1949, di mana terjadi pembumihangusan beberapa desa di wilayah Sleman Utara oleh tentara Belanda. Peristiwa tersebut mengakibatkan korban jiwa yang banyak dari para pejuang serta rakyat Sleman Utara. Hal ini merupakan periode transisi dari revolusi bersenjata menuju rekonstruksi sosial dalam suasana kemerdekaan yang diakui secara internasional.

Page 12: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

xii

ABSTRACT

Gregorius Khrisna Wicaksono, The Summit of Struggle of North Sleman Society in Facing Nederland Military Aggression II, Case Study: Incident January 7th of 1949. Under graduate thesis. Yogyakarta: Study Program of Historical Science, Faculty of Letter, Sanata Dharma University, 2007. This research aimed to respond three problems. First, it contained on how the condition in Yogyakarta during the era of independent revolution. Second, how is the background of happening the incident January 7th of 1949. Third, how is the summit of incident January 7th of 1949. This research is qualitative research. Method used was documentary study and interview. Analysis was conducted by classifying, relating, comparing and interpreting toward the data has been successfully gained. The result of this research revealed that the Nederland military aggression II in 1948 up to 1949 in fact brought impacts toward the emergence of society struggle in North Sleman and had its summit while it happened the incident January 7th of 1949, where there happened the incident of burning of some villages in North Sleman area by Nederland troops. This incident caused large number of victims from the struggler also the civil society in North Sleman. It was transition period from armed revolutiom toward social reconstruction in the independent situation which was confessed internationally.

Page 13: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17

Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta merupakan suatu tahap bagi bangsa

Indonesia menjadi negara yang berdaulat penuh. Dengan pernyataan

kemerdekaan itu, pada hakikatnya secara de jure Indonesia telah merdeka.

Akan tetapi secara de facto menunjukkan bahwa kekuatan asing masih

bertahan dan belum meninggalkan Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan

kedatangan tentara Sekutu pada akhir September 1945. Pada awalnya

kedatangan Sekutu adalah untuk mengurusi tawanan perang, yaitu

membebaskan orang-orang Eropa yang selama perang ditawan oleh Jepang

dan memulangkan tentara Jepang ke tanah airnya. Namun kedatangan tentara

Sekutu tenyata juga membawa pasukan Belanda yaitu NICA (Netherlands

India Civil Administration).

Kedatangan Sekutu ke Indonesia juga dalam rangka menjadi mediator

antara Indonesia dengan Belanda. Hal tersebut tampak pada pengumuman

yang dikeluarkan oleh panglima pasukan Sekutu, Jendral Philip Christison

pada tanggal 1 Oktober 1945 yang berisi pernyataan bahwa kedatangan

Sekutu di Indonesia adalah untuk mempertemukan pemimpin Indonesia dan

Page 14: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

2

Belanda dalam suatu perundingan.1 Atas prakarsa Christison pada akhir bulan

Oktober 1945 pemimpin-pemimpin Republik Indonesia (RI) dan Belanda

bertemu di Jakarta. Indonesia diwakili oleh Soekarno, Hatta dan Syahrir,

sedangkan Belanda diwakili oleh Van Mook dan Van der Plas. Dalam

perundingan tersebut pihak Belanda mengusulkan apabila pemerintah

Indonesia tidak dapat menerima masa peralihan, sebaiknya Indonesia mau

menerima kedudukan sebagai negara bagian dari kerajaan Belanda.2 Namun

usul itu ditolak dan perundingan dilanjutkan untuk mencari keputusan yang

tidak hanya berpihak pada satu negara. Dari perundingan itu akhirnya

diputuskan Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani di Linggarjati oleh

kedua belah pihak. Ketentuan-ketentuan penting yang terdapat dalam naskah

tersebut adalah:

a. Pemerintah Belanda mengakui kenyataan kekuasaan-kekuasaan de facto

pemerintah Republik Indonesia (RI) atas Jawa, Madura, dan Sumatera.

b. Pemerintah RI dan Belanda akan bekerjasama untuk membentuk Negara

Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh wilayah India-Belanda

sebagai negara berdaulat.

c. Pemerintah RI dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda.

d. Pemerintah RI dan Belanda akan mengusahakan agar pembentukan NIS

dan Uni Indonesia-Belanda bisa diselesaikan sebelum 1 Januari 1949.

1 Sartono Kartodirdjo dkk, ed., Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI (Jakarta:

Balai Pustaka, 1977) hlm. 37

2 Sartono Kartodirdjo, dkk, Sejarah Revolusi Indonesia, Jilid VI (Jakarta: Balai Pustaka, 1977) hlm. 43

Page 15: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

3

e. Pemerintah RI mengakui, memulihkan dan melindungi hak milik orang

asing.

f. Pemerintah RI dan Belanda setuju untuk mengadakan pengurangan tentara

dan kerjasama dalam hal ketentaraan.

Walaupun perjanjian sudah disepakati bersama, tetapi perselisihan

antara RI dengan Belanda bertambah tegang dikarenakan Belanda mulai

mengingkari perjanjian Linggarjati. Ini berawal ketika adanya keluhan dari

pihak RI dan Belanda. Pihak Belanda mengeluh ketika pihak Indonesia terus

saja menyelenggarakan hubungan dengan luar negeri, seperti ke India dan

negara-negara Timur Tengah. Pihak Belanda tidak sepakat dengan hal itu

karena sesuai perjanjian Linggarjati bahwa Belanda dan RI akan bersama-

sama menyelenggarakan berdirinya Negara Indonesia Serikat. Sedangkan

pihak RI merasa tidak adanya kejelasan tentang bagaimana statusnya dalam

hukum dan hubungan internasional. Dalam arti, apakah RI boleh melakukan

hubungan langsung dan bebas dengan luar negeri atau tidak. Pihak RI juga

mengeluhkan tindakan separatis Belanda, dan yang palinh menyolok adalah

bantuan Belanda kepada Partai Rakyat Pasundan yang mempelopori pendirian

Negara Pasundan pada tanggal 4 Mei 1947 di wilayah RI yang diakui oleh

Belanda dalam perjanjian Linggarjati.3 RI juga mengeluh karena pihak

Belanda terus memperkuat tentaranya, padahal sesuai perjanjian Linggarjati

seharusnya tentara Belanda dikurangi dan ditarik dari daerah RI.

3 Drs. G. Moedjanto, MA, Indonesia Abad ke-20: Dari Kebangkitan

Nasional sampai Linggajati (Yogyakarta: Kanisius, 1991) hlm. 184

Page 16: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

4

Pada tanggal 20 Juli 1947 malam hari, Belanda menyatakan tidak lagi

terikat dengan perjanjian Linggarjati. Pagi harinya, yaitu tanggal 21 Juli 1947

Belanda mulai melancarkan agresi militer pertama, dengan menyerang daerah-

daerah RI baik di Jawa maupun Sumatera dengan menggunakan seluruh

kekuatannya. Yogyakarta yang pada waktu itu menjadi ibukota negara RI juga

ikut menjadi sasaran Belanda.4 Hal ini menimbulkan reaksi dari Dewan

Keamanan PBB dan dibuktikan dengan menawarkan komisi jasa baiknya yang

dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN), yang beranggotakan tiga

negara yaitu Australia, Amerika Serikat dan Belgia. Ketiga negara itu diwakili

oleh Richard C. Kirby (Australia), Dr. Frank Graham (Amerika) dan Paul van

Zeeland (Belgia). KTN merupakan komisi hasil bentukan dari Dewan

Keamanan PBB pada saat terjadinya Agresi Militer Belanda I.5 KTN dibentuk

sebagai wujud ikut berperan aktif menjadi pihak penengah antara Indonesia

dengan Belanda. KTN mencoba melerai perselisihan dengan mengadakan

gencatan senjata. Usahanya diwujudkan dengan diputuskannya Perjanjian

Renville.

Sementara itu di dalam negeri Indonesia sendiri bergejolak

perselisihan, yaitu adanya rasionalisasi dalam tubuh Angkatan Perang,

pembentukan RIS dan pemberontakan PKI Madiun. Pada saat terjadinya

4 Ibid, hlm. 189 5 Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Sejarah Daerah

Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta: Balai Pustaka, 1977) hlm. 325

Page 17: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

5

gejolak perselisihan ini, Belanda mulai melancarkan Agresi Militer ke II.

Pihak Indonesia menyatakan melawan terhadap Agresi Militer Belanda ke II.6

Pada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

Militer, semua alat kekuasaan negara dimiliterkan dan berlaku hukum militer.

Pemerintahan militer disusun dalam suatu susunan dari atas ke bawah, yaitu

mulai dari Panglima Angkatan Perang, , Panglima Tentara dan Teritorium,

Gubernur Militer, Sub Teritorial Comando (STC), Komando Distrik Militer

(KDM), Komando Onder Distrik Militer (KODM), Lurah dan kader-kader

desa serta kader-kader dukuh.7 Secara taktis, pemerintah militer membawahi

pemerintahan sipil dengan basis kekuatan di desa-desa. Maksud dari

pembentukan pemerintahan ini untuk mengusahakan agar ada suatu

pemerintahan yang dapat membantu kalangan militer dalam menghadapi

Belanda. Dalam prakteknya, pemerintah militer ini adalah pemerintahan

gerilya karena mendapat dukungan dari seluruh masyarakat. Hal ini yang

kemudian menjadikan desa terlibat pada masa revolusi fisik.

Awal tahun 1949, saat kota Yogyakarta telah jatuh ke tangan Belanda,

para pejuang lebih focus berjuang menjaga pertahanan di desa-desa. Di

wilayah Sleman, pejuang bersiaga di wilayah sekitar gunung Merapi, dan

selanjutnya Markas Besar Komando Djawa (MBKD) dipindah dari Kodya

6 Ibid, hlm 328 7 Tanu Suherly, Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia (Jakarta: Pusat

Sejarah ABRI, 1971) hlm. 71

Page 18: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

6

Yogyakarta ke wilayah lereng gunung Merapi, dengan nama sandi MBKD Pos

X-1.8

B. Pembatasan Masalah

Sleman Utara sebagai obyek kajian dalam tulisan ini merupakan salah

satu kota tujuan Belanda. Perjuangan gerilya mulai difokuskan di desa-desa.

Pasar Srowolan yang berada di wilayah kelurahan Purwobinangun merupakan

basis perjuangan di wilayah Sleman Utara. Tempat ini adalah saksi bisu

meletusnya peristiwa 7 Januari 1949 yang merupakan peristiwa besar dalam

rangkaian sejarah perjuangan di wilayah Sleman.

Penelitian meliputi scope spasial, scope temporal dan scope materi.

Scope spasial penelitian dibatasi dengan mengambil lokasi di wilayah Sleman

Utara, dengan scope temporal mengambil rentang waktu tahun 1945-1949,

mengingat periode tersebut merupakan peristiwa yang penting bagi bangsa

Indonesia dalam usahanya mempertahankan kemerdekaan. Scope materi yang

dikaji mencakup situasi di Sleman Utara pasca kemerdekaan, latar belakang

terjadinya peristiwa 7 Januari 1949 dan meletusnya peristiwa 7 Januari 1949.

C. Rumusan Masalah

Permasalahan pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah peristiwa

7 Januari 1949 sebagai puncak perjuangan rakyat Sleman Utara dalam

menghadapi Agresi Militer Belanda II.

8 Yayasan Dharma Sakti Pancasila, Sejarah Monumen “Yogya Kembali”

(Yogyakarta: CV. Adi Sarana Yogyakarta, 1994) hlm. 67

Page 19: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

7

Untuk memudahkan penelitian, permasalahan dirumuskan dalam

bentuk pernyataan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi Yogyakarta pada masa Revolusi Kemerdekaan?

2. Mengapa terjadi peristiwa 7 Januari 1949?

3. Bagaimana puncak peristiwa 7 Januari 1949?

D. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui sejarah perjuangan di wilayah Sleman Utara, peranan rakyat

Sleman Utara dan meletusnya peristiwa 7 Januari 1949 sebagai puncak

perjuangan rakyat Sleman Utara dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II.

Dari penelitian ini diharapkan dapat digambarkan secara terperinci

tentang kondisi Sleman Utara pasca kemerdekaan, secara kronologis dari

sudut pandang historis. Dari gambaran kondisi Sleman Utara pasca

kemerdekaan dimana pada saat itu masyarakat sedang melakukan perjuangan

menghadapi Agresi Militer Belanda II, akan dapat diketahui seberapa besar

peran rakyat dalam membantu perjuangan melawan Belanda. Tujuan akhir

penelitian ini adalah memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang latar

belakang terjadinya peristiwa 7 Januari 1949 serta kronologi peristiwa 7

Januari 1949, sebagai obyek studi kasus dalam penelitian ini.

E. Manfaat Penelitian

Page 20: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

8

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana S1 Ilmu Sejarah. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa

memberikan kontribusi bagi perbendaharaan dan kajian sejarah lokal. Selain

itu juga diharapkan menjadi bisa sumber ilmu pengetahuan yang dapat

mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selain sumbangan keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan juga bisa

menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat non akademisi, sebagai

sumbangan sosial bagi masyarakat umum, tentang perjuangan rakyat Sleman

Utara dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II serta peristiwa-peristiwa

yang terjadi.

F. Tinjauan Pustaka

Berkenaan dengan tema ini, belum ada tulisan yang secara khusus

membahas mengenai peristiwa 7 Januari 1949. Buku berjudul Replika

Perjuangan Rakyat Yogyakarta II karya Dharmono, yang dikeluarkan oleh

Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa di DIY

membahas mengenai peristiwa 7 Januari 1949 secara singkat. Meskipun hanya

sedikit yang dibahas, tetapi apa yang digambarkan dalam buku ini dapat kami

jadikan pengantar untuk melakukan wawancara pada beberapa saksi sejarah di

wilayah Sleman Utara.

Tulisan berjudul Peranan Tentara Pelajar di Sleman Pada Masa

Revolusi 1948-1949 dalam Laporan Penelitian Jarahnitra No: 017 A/P/1999,

yang dikeluarkan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta

Page 21: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

9

menjelaskan tentang perjuangan pelajar di wilayah Sleman pada masa Agresi

Militer Belanda II. Dalam tulisan ini dapat dilihat bagaimana strategi

perjuangan para tentara pelajar yang diuraikan dalam dua bidang, yaitu sosial

dan pertahanan keamanan. Tulisan ini penting sebagai gambaran tentang

bagaimana strategi perjuangan menghadapi Belanda.

Buku berjudul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikeluarkan

oleh Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, banyak membahas kondisi Yogyakarta pasca

kemerdekaan. Disini digambarkan perjuangan para gerilyawan di berbagai

tempat, sampai pelosok Yogyakarta, termasuk di wilayah Sleman. Buku ini

membahas pembentukan pemerintahan militer dan peranannya dalam ikut

serta menggalang dana perjuangan di berbagai wilayah kecil di Yogyakarta.

Perbedaan ketiga buku dengan tulisan ini adalah studi kasus yang

menjadi pembahasan utama skripsi ini. Ketiga buku tersebut kami jadikan

pembanding dengan sumber-sumber lisan hasil wawancara. Skripsi ini lebih

fokus membahas perjuangan rakyat Sleman Utara yang mencapai puncaknya

pada saat terjadinya peristiwa 7 Januari 1949.

G. Kerangka Teori

Ini merupakan bentuk penulisan yang menghasilkan suatu bentuk

proses pengkisahan atas peristiwa-peristiwa manusia yang terjadi di masa

lalu.9

9 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999) hlm. 5

Page 22: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

10

Pendekatan dan teori adalah dua perangkat penelitian yang sangat

penting dalam interpretasi data yang telah terkumpul dan teruji kebenarannya.

Berkenaan dengan penulisan skripsi ini, digunakan pendekatan historis yang

merupakan suatu tindakan untuk memaparkan obyek kajian sejarah secara

kronologis dengan melihat dan memperhatikan keterkaitan antara satu

peristiwa dengan peristiwa yang lain. Suatu peristiwa dikatakan sebagai

sejarah jika masing-masing peristiwa terkait atau bias dikaitkan dalam satu

konteks historis. Artinya, masing-masing peristiwa itu merupakan bagian dari

suatu proses atau dinamika yang sedang menjadi perhatian sejarawan.10

Adapun teori yang digunakan berkaitan dengan pendekatan historis

adalah teori konflik. Menurut Webster, istilah konflik berarti suatu

perkelahian, peperangan atau perjuangan, yaitu berupa konfrontasi fisik antara

beberapa pihak.11 Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik.

Perbedaan pendirian dan keyakinan bisa menyebabkan konflik antar individu.

Dalam konflik seperti ini akan terjadi bentrokan-bentrokan pendirian dan

masing-masing pihak berusaha membinasakan lawannya baik secara fisik

maupun dalam bentuk pemusnahan simbolik atau melenyapkan pikiran-

pikiran lawan. Kecuali perbedaan pendirian, perbedaan kebudayaan juga bisa

menimbulkan konflik, baik antar individu maupun antar kelompok. Pola-pola

kebudayaan yang berbeda akan menimbulkan pola kepribadian dan perilaku

yang berbeda pula di kalangan kelompok luas. Kepentingan-kepentingan yang

10 Taufiq Abdullah dan Abdurrahman Surjomihardjo, Ilmu Sejarah dan

Historiografi: Arah dan Perspektif (Jakarta: Gramedia, 1985) hlm. 12 11 Dean G. Pruitt & Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2004) hlm. 9

Page 23: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

11

berbeda juga memudahkan terjadinya konflik. Mengejar tujuan kepentingan

masing-masing yang berbeda, kelompok-kelompok akan bersaing dan

berkonflik untuk memperebutkan suatu tujuan yang diinginkan.12

Sesuai dengan pembahasan skripsi ini, konflik yang terjadi di wilayah

Sleman pada masa Agresi Militer Belanda II disebabkan adanya perbedaan

kepentingan. Indonesia mempunyai keinginan untuk mempertahankan

kemerdekaan, sedangkan Belanda mempunyai kepentingan politik, yaitu ingin

menguasai Indonesia. Konflik yang berupa peperangan seperti ini akan

menimbulkan berjatuhnya korban.

Dalam penelitian ini akan digunakan teori konflik yang dikemukakan

oleh Gillin yang menyebutkan bahwa konflik merupakan suatu proses sosial

saat orang atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan

jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.13

Dalam bentuknya yang ekstrem, konflik itu dilangsungkan tidak hanya

sekedar untuk mempertahankan hidup dan eksistensi, akan tetapi juga

bertujuan sampai ke taraf pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain

yang dipandang sebagai lawan atau saingannya. Teori ini sesuai untuk

digunakan karena pada masa itu masyarakat Sleman telah melakukan

perlawanan terhadap Belanda yang dalam hal ini adalah sebagai musuh, untuk

memperoleh kebebasan dari tekanan orang-orang Belanda di wilayah Sleman.

12 J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, ed., Sosiologi: Teks Pengantar dan

Terapan (Jakarta: Prenada Media, 2004) hlm. 48-49 13 Soerjono Sukanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali, 1988)

hlm. 36

Page 24: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

12

H. Metodologi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dari penulisan ini dilakukan di wilayah Sleman Utara,

Yogyakarta

2. Heuristik (Pengumpulan Data)

Penulisan ini menggunakan metode histories, yaitu proses menguji dan

menganalisis secara kritis tentang rekaman peristiwa masa lampau.14 Metode

histories ini bertujuan merekontruksi kejadian masa lalu, secara sistematis dan

obyektif.

Tahapan pertama adalah heuristik (pengumpulan data). Dilakukan

dengan jalan mengumpulkan sumber-sumber yang berguna seperti arsip, foto

dan dokumen. Keberadaan dokumen seperti arsip-arsip laporan sebagai

sumber primer tertulis menjadi syarat utama bagi langkah awal penelitian.

Dokumen-dokumen yang ada kemudian dikumpulkan untuk selanjutnya

dipilih, mana yang berkaitan dengan topic penelitian. Selain sumber tertulis,

metode wawancara juga akan menjadi sumber primer lisan. Wawancara

dilakukan untuk memperoleh data dari pelaku atau saksi mata.

Referensi berupa buku, artikel, maupun makalah yang ditulis bukan

oleh saksi mata akan menjadi sumber sekunder. Selanjutnya sumber primer

maupun sekunder ditelaah untuk menghasilkan data bagi penulisan ini.

3. Verifikasi (Kritik Sumber)

14 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: UI Press, 1986) hlm. 32

Page 25: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

13

Tahapan ini bertujuan untuk menguji otentisitas dan kredibilitas

sumber. Verifikasi dilakukan dengan cara mengoreksi sumber yang telah

dikumpulkan untuk diketahui apakah sumber tersebut otentik dan kredibel,

dan meneliti data agar jauh dari segala bentuk subyektifitas.

Teknik yang dilakukan disini adalah dengan melakukan studi

komparatif antara sumber yang satu dengan sumber yang lain, terutama

apabila berkaitan dengan sumber tertulis. Apabila memungkinkan, tradisi yang

telah ditulis dapat dikonfirmasikan kembali kepada sumber lisan yang lebih

akurat, karena tujuan utama dari kritik ini adalah menemukan kredibilitas data.

4. Analisa sumber

Data yang telah diseleksi dan diuji kemudian dianalisa. Analisa sumber

merupakan tahap yang penting dan menentukan. Hasil analisa akan

menunjukkan tingkat keberhasilan suatu penelitian. Peneliti akan berusaha

menempatkan data secermat mungkin supaya hasil penelitian bisa mendekati

keadaan yang sebenarnya. Pengolahan data secara cermat diharapkan mampu

mengurangi subyektifitas yang biasanya muncul dalam penulisan sejarah,

sebab sejarah dalam arti obyektif yang diamati dan dimasukkan ke dalam

fikiran subyek tidak akan pernah murni.15

5. Interpretasi

Tahapan selanjutnya adalah interpretasi, yaitu mensintesakan data

yang diperoleh untuk dapat menetapkan fakta dan mencapai kesimpulan. Data

yang diperoleh baik dari sumber tertulis maupun dari hasil wawancara yang

15 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992) hlm. 92

Page 26: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

14

telah teruji validitasnya melalui tahap verifikasi akan ditafsirkan sesuai

kondisi senyatanya.

Sebagai tahap pamungkas akan disampaikan sintesa ke dalam bentuk

penuturan. Setelah data sejarah diinterpretasikan dan menghasilkan sintesa,

pada tahap selanjutnya adalah memaparkannya dalam bentuk tulisan secara

deskriptif analisis, berdasarkan sistematika yang telah ditetapkan.

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang dipakai secara umum terdiri dari

pendahuluan, isi dan penutup. Namun secara spesifik, penulisan ini dibagi

dalam 5 bab untuk mempermudah pembahasan, yaitu:

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

Bab II berisi penjelasan tentang proses kedatangan Belanda di

Yogyakarta dan mengenai situasi Sleman pasca kedatangan Belanda.

Bab III membahas tentang latar belakang terjadinya peristiwa 7 Januari

1949, yang dimulai dengan pembahasan mengenai pasar Srowolan yang

merupakan basis perjuangan pada masa revolusi kemerdekaan. Di sini juga

dibahas mengenai aksi-aksi penyerangan para gerilyawan terhadap pasukan

Belanda.

Bab IV akan memaparkan mengenai peristiwa 7 Januari 1949 yang

merupakan peristiwa besar dalam rangkaian sejarah perjuangan di wilayah

Page 27: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

15

Sleman Utara, dan peristiwa-peristiwa penting lainnya yang terjadi di wilayah

Sleman Utara.

Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh

pembahasan.

Page 28: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

16

BAB II

GAMBARAN YOGYAKARTA PADA MASA REVOLUSI

KEMERDEKAAN 1948 – 1949

A. Kedatangan Belanda di Yogyakarta

Pada tanggal 19 Desember 1948 pukul 05.45 bertepatan dengan hari

Minggu, terdengar bunyi pesawat melayang di atas Maguwo. Hal tersebut tidak

mengejutkan bagi masyarakat Yogyakarta, karena diperkirakan bahwa hari itu ada

latihan Angkatan Perang RI, sesuai dengan pengumuman pimpinan Angkatan

Perang RI.16 Akan tetapi ternyata itu adalah bunyi pesawat pemburu Belanda,

karena tidak lama kemudian pesawat pemburu itu menembaki pertahanan RI di

Yogyakarta. Perlawanan dari bawah terus dilakukan, meskipun untuk

mempertahankan sudah tidak mungkin lagi, karena serangan dari Belanda yang

sangat membabibuta. Penjagaan di pangkalan saat itu hanya dilakukan oleh 150

orang anggota pasukan pertahanan dengan persenjataan minim.

Kurang lebih pukul 07.00, 15 pesawat Dakota Belanda berhasil

menerjunkan pasukan payungnya di Maguwo serta menurunkan pasukan beserta

peralatannya. Dalam waktu yang singkat, Belanda dapat menguasai lapangan

terbang Maguwo. Pukul 09.30 pasukan Belanda mulai bergerak menuju kota

Yogyakarta. Sasaran utama mereka adalah Istana Kepresidenan. Dalam

mempertahankan pangkalan Maguwo, telah gugur Pilot Kadet Kasmiran dan 34

anggota lainnya. Kerugian lain adalah 6 pesawat siap terbang, 8 pesawat dalam

16 Yayasan Dharma Sakti Pancasila, Sejarah Monumen “Yogya Kembali” (Yogyakarta: CV Adi Sarana Yogyakarta, 1994) hlm. 59

Page 29: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

17

perbaikan dan pesawat RI-006 Catalina ditawan Belanda bersama awak

pesawatnya.17

Selain menyerang Maguwo, Belanda juga menjatuhkan bom di komplek

MBKD (Markas Besar Komando Djawa) dan komplek militer lain untuk

menghentikan segala aktivitas TNI. Secara keseluruhan, pertahanan Yogyakarta

berada di bawah tanggung jawab Brigade X dengan Komandan Brigade Letkol

Soeharto. Setelah mengetahui Belanda menguasai Maguwo, Letkol Soeharto

segera bertindak. Dengan sisa-sisa pasukan yang ada, Letkol Soeharto melakukan

penghambatan dan bumi hangus. Peleton Marjuki menghadang di sepanjang jalan

Solo, peleton Dimyati bergerak ke Lempuyangan menghadang di sepanjang rel

kereta api. Pasukan polisi dibawah pimpinan Johan Soeparno menghadang di

Ambarukmo dan Gedongkuning.

Di Maguwo, pasukan Belanda bergerak dalam 2 poros. Sayap kiri

melewati Semaki dan sayap kanan melewati jalan besar dan rel kereta api Yogya-

Solo. Karena terbatasnya pasukan, gerakan TNI hanya sebatas mengulur waktu.

Pada pukul 15.30 tentara Belanda akhirnya berhasil memasuki Istana Presiden dan

menawan Presiden, Wakil Presiden dan pasukan pengawal. Pukul 16.00 seluruh

kota Yogyakarta dapat mereka kuasai. Sementara itu Sri Sultan HB IX

mengadakan perundingan di Keraton untuk mengatur siasat perjuangan di dalam

kota, sedangkan panglima Besar Jenderal Soedirman menyingkir keluar kota

untuk memimpin perjuangan di daerah.

17 Ibid, hlm. 61

Page 30: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

18

Melihat situasi yang genting seperti itu, Kolonel AH Nasution sebagai

Panglima Komando Djawa mengeluarkan suatu instruksi yang isinya untuk semua

kesatuan aparat pertahanan agar segera mengosongkan kota Yogyakarta dan

meneruskan perjuangan dengan menjalankan siasat perang gerilya di daerah

pedesaan. Ini dalam rangka menjadikan daerah pedesaan sebagai benteng

pertahanan dan sebagai ajang pertempuran melawan tentara Belanda.

Belanda menguasai tempat-tempat penting dan mulai menjalankan roda

pemerintahan pendudukan, dalam rangka memulihkan ketertiban dan keamanan di

kota Yogyakarta. Dalam perjalanannya, usaha ini tidak dapat berjalan karena

pemerintah RI telah mempersiapkan baik pemerintahan militer maupun

pemerintahan sipil.

1. Pemerintahan Militer

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa untuk menghadapi

tentara Belanda, pemerintah Indonesia membentuk pemerintahan militer.

Pelaksanaan pemerintahan militer mendapat dukungan dari seluruh masyarakat.

Hal ini yang kemudian menjadikan desa terlibat pada masa revolusi fisik.

Pelaksanaan pemerintahan militer di Yogyakarta berpedoman pada

Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1948 tentang pemerintahan militer di

daerah Jawa yang menyatakan bahwa badan dan jawatan yang penting

dimiliterkan dan berlaku hukum militer. Selain itu, pedoman pemerintahan juga

bersumber pada Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 1948 yang menetapkan

tanggung jawab komando militer atas kepala-kepala daerah yang sederajat dan

pelaksanaan perintah dari Kepala Daerah atas semua instansi sipil di daerahnya.

Page 31: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

19

Pelaksanaan pemerintahan militer di daerah Yogyakarta yang bersumber pada

peraturan pemerintah tersebut sejalan dengan instruksi Panglima Tentara dan

Teritorium Djawa (PTTD) Nomor: 1/MBKD/1948 tanggal 25 Desember 1948

tentang struktur pemerintahan militer seluruh Jawa. Adapun susunan

pemerintahan militer adalah sebagai berikut:

a. Panglima Besar Angkatan Perang

b. Panglima Tentara dan Teritorium Djawa (PTTD)

c. Gubernur Militer (GM)

d. Komando Militer Daerah (KMD)

e. Komando Distrik Militer (KDM)

f. Komando Onder Distrik Militer (KODM)

g. Kader Desa

h. Kader Dukuh

Pemerintahan militer dikembangkan agar mampu mengadakan gerakan

atau operasi militer menghadapi Belanda. Adapun susunan pemerintahan militer

di Yogyakarta adalah sebagai berikut:

a. Daerah Karesidenan Yogyakarta sama dengan Komando Militer Daerah

Yogyakarta ( KMDJ ) atau Sub-Teritorium Militer Yogyakarta (STMJ).

b. Daerah kabupaten sama dengan Kepala Pemerintahan Militer

Kabupaten PMKB) / Komando Distrik Militer (KDM).

c. Daerah kapanewon (kecamatan) sama dengan Kepala Pemerintahan

Militer Kecamatan (PMKT). Pemerintahan militer hanya sampai

Page 32: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

20

kapanewon (kecamatan), dan yang menjabat kepala pemerintah militer

adalah seorang militer KODM

Pada tingkat staf meliputi aspek- aspek:

a. Pemerintahan umum, mengurus masalah organisasi, kehakiman,

ketertiban dan perhubungan

b. Masalah Perekonomian, menyelenggarakan kelancaran perekonomian di

dalam pemerintah dan kantong-kantong gerilya

c. Masalah kemasyarakatan, mengatur usaha-usaha kesejahteraan

masyarakat, misalnya pendidikan dan organisasi

d. Masalah Pertahanan, dalam arti pertahanan di desa-desa

Agar dapat melakukan serangan secara efektif terhadap kedudukan

Belanda maka dibentuklah Wehrkreise. Yogyakarta menjadi daerah perlawanan

Wehrkreise (WK) III, yang membawahi 6 Sub Wehrkreise (SWK) yaitu:

a. SWK 101 daerah Bantul Timur dengan Komandan Mayor Sakri

b. SWK 102 daerah Bantul Barat dengan Komandan Mayor Sardjono

c. SWK 103 daerah Godean dengan Komandan Mayor Sumual

d. SWK 104 daerah Sleman Utara dengan Komandan Mayor Sukasno

e. SWK 105 daerah Gunung kidul dengan Komandan Mayor Soedjono

2. Pemerintahan Sipil

Pemerintahan sipil mula-mula berpusat di kepatihan Yogyakarta, dipimpin

oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Dalam melaksanakan pemerintahan sipil

sesudah Agresi Militer Belanda II, berpedoman pada instruksi bagi para pamong

praja yang berisi antara lain :

Page 33: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

21

1. Sri Paduka Sultan, Sri Paduka Pakoe Alam, dan staf Jawatan Praja

Daerah tetap di Yogyakarta.

2. Apabila tempat diduduki Belanda, Pamong Praja supaya berusaha

jangan sampai jatuh di tangan Belanda.

3. Pamong Praja termasuk Pamong Desa yang harus tetap berada di dalam

wilayahnya masing-masing dan melindungi rakyatnya.

4. Perhubungan dengan pimpinan daerah Sultan dan Sri Pakoe Alam harus

sebanyak-banyaknya diadakan dan diatur secara ilegal.

5. Jawatan Praja memberikan kodenya, begitu juga dengan kabupaten.

6. Kurir (penghubung) tidak boleh membawa surat, semua laporan dan

instruksi disampaikan oleh kurir dari Jawatan Praja dan Kabupaten

dengan menyampaikan kode untuk legitimasi.

7. Jawatan Praja ialah penghubung kepala daerah, kabupaten, kapanewon

dan tentara, polisi, badan-badan perjuangan dan kementrian-kementrian,

semua itu dengan jalan ilegal.

8. Kantor Kepatihan / Pemerintah Daerah semua tutup, sampai ada perintah

dari Sultan.18

Pelaksanaan pemerintahan sipil daerah Yogyakarta dilaksanakan oleh

Jawatan Praja, yang ditunjuk sebagai pemerintah darurat. Fungsi dan peranan

Jawatan Praja ini pada hakekatnya merupakan penghubung antara Kepala

18 SESKOAD, Serangan Umum 1 Maret 1949 Di Yogyakarta Latar Belakang dan Pengaruhnya (Jakarta: PT. Cipta Lamtoro Gung Persada, 1990) hlm. 110

Page 34: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

22

Daerah/Wakil Kepala Daerah yaitu Sri Sultan dan Paku Alam dengan segenap

aparat pemerintahan dan rakyat meskipun kegiatan tersebut dilaksanakan secara

sembunyi-sembunyi.

Pemerintahan sipil di daerah Sleman pada saat kedatangan Belanda

sempat mengalami kekacauan, akan tetapi bisa pulih dan berjalan lagi walaupun

Belanda mulai menduduki wilayah-wilayah di Sleman seperti Beran, Medari dan

sebagainya. Aparat pemerintahan sipil bahu-membahu bersama rakyat dan

pejuang menjaga stabilitas keamanan di wilayah Sleman. Di samping itu,

gangguan terhadap kedudukan Belanda pun dilaksanakan oleh gerilyawan dibantu

rakyat, bahkan kedudukan atau pos-pos Belanda di Tempel, Pakem, dan Kaliurang

juga mendapat serangan. Selain kegiatan membantu para pejuang, pemerintahan

sipil dapat melaksanakan peran sosial bagi para pengungsi, pengobatan untuk

rakyat, sekolah darurat dan penerangan kepada rakyat untuk tetap berjuang

mempertahankan kemerdekaan.

B. Situasi di Sleman Pasca Kedatangan Belanda

Dengan didudukinya ibu kota, tentara Belanda segera mengadakan operasi

pembersihan sampai di pelosok pedesaan, antara lain mengadakan operasi ke

daerah Yogya bagian utara. Setelah berhasil menduduki Yogyakarta pada sore

harinya tentara Belanda berhasil menduduki ibukota Sleman dan sekitarnya.

Usaha Belanda selanjutnya adalah membuat pertahanan dengan sistem benteng

dan pos-pos. Bekas gedung pabrik yang masih utuh seperti Tanjungtirto, Medari,

Cebongan dan lain-lain dijadikan markas pertahanan mereka. Hal itu

Page 35: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

23

dimaksudkan untuk menunjang operasi pembersihan yang dilakukan oleh tentara

Belanda.

Berhubung pada waktu itu pemerintahan kabupaten tidak menduga akan

adanya serangan Belanda, maka bupati segera memerintahkan kepada aparat

bawahannya agar tetap mempertahankan daerahnya walaupun dengan cara

berpindah-pindah. Bupati Prodjodiningrat beserta beberapa orang stafnya sempat

menyingkir ke daerah Sleman tengah dan selanjutnya menuju Sleman timur. Hal

itu dimaksudkan untuk mencari daerah perlindungan yang aman dari serbuan

tentara Belanda. Selang beberapa hari, pemerintah militer dibentuk dengan

Komandan Distrik Militer ( KDM ) Mayor Moh. Basuni. Sejalan dengan

pemerintahan militer tersebut maka daerah kabupaten Sleman dibagi menjadi tiga

kewedanan yang pada waktu itu disebut wedono militer. Ketiga kewedanan itu

adalah:

1. Kawedanan Sleman Barat dengan wedono Prodjosudarmo yang meliputi tujuh

kapanewon.

2. Kawedanan Sleman Tengah dengan wedono Prodjowilogo meliputi empat

kapanewon.

3. Kawedanan Sleman Timur dengan Wedono Prodjosutikno meliputi enam

kapanewon.

Sewaktu tentara Belanda mengadakan serbuan ke daerah Sleman Barat,

wedono Prodjosudarmo menyelamatkan diri dengan meninggalkan Sleman.

Selanjutnya wedono Prodjosutikno memegang jabatan di kawedanan Sleman

Barat, sementara kawedanan Sleman Timur kosong.

Page 36: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

24

Struktur pemerintahan Kabupaten Sleman adalah Bupati sebagai kepala

pemerintahan, yang membawahi wedono-wedono distrik yang wilayah

kekuasannya disebut kawedanan.

Wedono-wedono distrik dalam menjalankan tugas pemerintahannya

dibantu oleh para asisten wedono atau panewu yang wilayah kekuasaannya

disebut keasistenan wedono atau yang lebih dikenal kapanewon. Selanjutnya para

penewu membawahi para lurah yang wilayah kekuasaannya disebut kelurahan.

Adapun tugas seorang bupati pada waktu itu adalah menyelenggarakan kebutuhan

sektor militer dan kepentingan masyarakat, serta menjaga lancarnya perputaran

roda pemerintahan. 19

Dalam bidang perekonomian telah ditetapkan bahwa urusan suplai

Komando Distrik militer (KDM) diserahi tugas menyusun organisasi

perdagangan di distrik-distrik Militer. Untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan

tentara perlu diselenggarakan perdagangan totaliter melalui pasar-pasar, sehingga

tukar-menukar antar-onder distrik militer (ODM) dapat berjalan lancar. Hal itu

dimaksudkan agar supaya dapat dilakukan perdagangan dengan kota pendudukan.

Kesemuanya bertujuan untuk memperoleh barang-barang yang didapat dari kota,

sedangkan untuk keperluan dana perjuangan dapat dipenuhi dari hasil bantuan

rakyat, yang pelaksanaannya diatur secara lokal.20

Sleman sebagai daerah SWK 104 di bawah pimpinan Mayor Sukasno yang

terdiri dari pasukan Tentara Pelajar dan Kesatuan Batalyon 151, mulai

19 Lihat Replika Perjuangan Rakyat Yogyakarta, hlm. 362 20 A.H. Nasution, Pokok-pokok Gerilya hlm. 133

Page 37: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

25

melancarkan serangan terhadap Belanda. Para gerilyawan mengadakan

pengacauan dan serangan ke markas-markas Belanda. Para gerilyawan SWK 104

juga tetap berada dibawah Komando Letkol Soeharto sebagai Komandan WK III.

Mereka menggalang pasukan dan mengatur strategi di wilayah Sleman Utara.

Selain bersiaga mempertahankan wilayahnya, rakyat Sleman Utara juga bersiaga

untuk mengadakan serangan yang dipusatkan di kota Yogyakarta, sesuai perintah

Letkol Soeharto, dimana setiap gerakan perlawanan menyesuaikan dengan kondisi

tentara Belanda yang selalu melakukan konvoi keliling kota dan juga ke daerah-

daerah. Kondisi ekonomi pada masa itu sedikit kacau akibat adanya peredaran

uang federal yang sudah mulai masuk ke desa-desa, serta adanya perampasan

terhadap Oeang Republik Indonesia (ORI) oleh Belanda di jalan-jalan jurusan

kota. Dalam keadaan darurat, pasar Turi yang pada waktu itu merupakan satu-

satunya pasar yang ada di wilayah Sleman Utara harus dipindah ke tempat yang

lebih aman yaitu ke dusun Srowolan, dan menjadi satu dengan pasar Srowolan.21

Dalam perkembangannya, pasar Srowolan menjadi ramai setiap hari, karena

sebelumnya merupakan pasar dengan hari pasaran setiap Wage.

21 Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa, Replika Sejarah Perjuangan Rakyat Yogyakarta (Yogyakarta: Dinas Sosial Propinsi DIY dan Fakultas Sastra UGM, 1983) hlm. 107

Page 38: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

26

BAB III

LATAR BELAKANG TERJADINYA PERISTIWA

7 JANUARI 1949

A. Pasar Srowolan Sebagai Basis Perjuangan

Salah satu tugas pemerintahan militer dalam perekonomian adalah

menyelenggarakan keperluan tentara dan keperluan rakyat. Di Sleman, staf

pemerintahan militer mengeluarkan Peraturan Kebaktian Rakyat yang

ditandatangani Komandan SWK 104 Mayor Sukasno, Bupati Sleman

Projodiningrat dan Komandan KDM Mayor Muhammad Basyuni. Berdasarkan

peraturan tersebut, panewu Ngaglik memerintahkan lurah-lurah untuk memberi

nafkah kepada para pegawai instansi pemerintah atau badan-badan yang diakui

pemerintah, misalnya tentara, polisi, pamong praja, dan lain-lain agar perjuangan

dapat terus berlangsung.

Kelurahan Purwobinangun yang termasuk dalam wilayah Kapanewon

Ngaglik menanggapi perintah tersebut. Susilo Winarto selaku lurah

Purwobinangun memerintahkan Sosrowiharjo (Kepala Bagian Kemakmuran)

untuk memimpin tugas suplai dengan dibantu oleh Abdul Jabar (Kepala Bagian

Keamanan), Wasito Diharjo (Kepala Bagian Umum), Tondo Martoyo (Kepala

Bagian Agama dan Mantan Mandor Pasar) dan 16 kepala dukuh seluruh

Purwobinangun.

Dalam rangka memenuhi tugas sebagai penyedia logistik, pamong desa

Purwobinangun melakukan berbagai usaha untuk menggalang dana, antara lain

Page 39: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

27

dengan mengumpulkan retribusi dana pasar, pungutan dari masyarakat, dan

berbagai bentuk bantuan dikoordinir di pasar Srowolan. Pasar Srowolan menjadi

basis logistik bagi pejuang gerilya di wilayah Purwobinangun dan sekitarnya.

Untuk memperlancar tugas pemerintahan militer, di kelurahan

Purwobinangun dibentuk suatu organisasi pertahanan yang disebut Markas

Pertahanan Kelurahan (MPK).22 Selain bidang keamanan, tugas markas

pertahanan adalah menunjang kehidupan tentara gerilya dengan melakukan

penarikan pajak in natura kepada pedagang yang berjualan di pasar Srowolan.23

Untuk menambah dana perjuangan dilakukan juga penambahan pajak pasar.

Selain itu hasil penarikan uang kebersihan yang digunakan untuk kebersihan

pasar, sebagian digunakan untuk dana perjuangan. Pemuda-pemudi juga berperan

dalam mengumpulkan dana di perempatan jalan yang ada disekitar pasar

Srowolan.24 Selain itu pengunjung Pasar Srowolan dengan sukarela memberikan

dana bantuan yang dikumpulkan melalui tempat yang sudah disediakan.

Selain itu para pedagang pasar Srowolan juga berpartisipasi dengan suka

rela memberikan sumbangan berupa sayur-sayuran maupun bahan makanan

lainnya. Mereka secara sukarela memasukkan sebagian hasil dagangannya

sewaktu para pemuda-pemudi menyodorkan kotak sumbangan. Semua hasil

sumbangan yang dihimpun dipasar Srowolan kemudian diserahkan kepada Letnan

22 Wawancara dengan Bapak Sumidjan, hari Kamis 22 November 2007, di Gatep Purwobinangun Pakem Sleman 23 Wawancara dengan Bapak Sumidjan, hari Kamis 4 Oktober 2007. di Gatep Purwobinangun Pakem Sleman 24 Wawancara dengan Bapak Mardi Utomo, hari Sabtu 6 Oktober 2007, di Beneran Purwobinangun Pakem Sleman

Page 40: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

28

R. Suyono yang berkedudukan di dusun Karanggeneng dan dipergunakan untuk

biaya perjuangan

Interaksi antara Markas Pertahanan Kelurahan (MPK) dengan pedagang

juga meliputi pemberian berbagai informasi situasi kota Yogyakarta, yang

disampaikan oleh pedagang yang pulang dari pasar di kota. Salah satu pedagang

yang banyak memberikan informasi untuk para pejuang adalah Somodiharjo.

Beliau adalah seorang pedagang buah dan sayuran di pasar Srowolan, Karangwaru

dan Kranggan. Dengan memperhatikan tempat-tempat yang didatanginya itu, dia

banyak melakukan penjelajahan dengan tetap berpura-pura sebagai pedagang.

Setelah berhasil memperoleh informasi, dia dengan leluasa memberikan laporan

tentang kedatangan konvoi Belanda, pos-pos Belanda dan kekuatan tentara

Belanda kepada para pejuang yang ada di pasar Srowolan maupun berada di

tempat lain yang beliau lalui. Beliau banyak memberikan informasi penting

sehubungan dengan perjuangan pada waktu itu. Dalam berbagai peristiwa beliau

berperan sebagai penyelidik pasukan gerilya.25

Pasar Srowolan juga merupakan markas pejuang yang biasa digunakan

untuk mengatur strategi perjuangan. Di markas ini pula para pedagang maupun

pembeli memberikan laporan mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan

pasukan Belanda. Para kader desa dan dukuh kadangkala menyamar sebagai

pedagang agar bisa menjalin hubungan dengan sesama kader desa dan dukuh serta

pejuang lainnya sehingga mampu mendapatkan informasi tentang situasi desa lain

25 Dharmono H dkk, Replika Perjuangan Rakyat Yogyakarta (Yogyakarta: Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa di DIY) hlm. 549-550

Page 41: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

29

dan mengetahui situasi markas Belanda. Mereka sengaja melakukan penyamaran,

karena pada waktu itu juga ada orang Indonesia yang menjadi mata-mata

Belanda.26

B. Aksi penyerangan para gerilyawan terhadap Belanda di Sleman Utara

Untuk menghadapi Belanda, para pejuang menerapkan sistem perang

rakyat semesta. Pada tingkat pertama menghindarkan penghancuran dari kekuatan

musuh dan sesudah itu bersama rakyat, TNI mengadakan pengintaian dan

selanjutnya melakukan penyerangan mendadak. Pengalaman selama menghadapi

Agresi Militer Belanda I telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi

pimpinan TNI. Sistem pertahanan linier yang dianut selama itu tidak mungkin

dilaksanakan lagi karena dalam waktu yang singkat dapat diterobos tentara

Belanda. Menjelang Agresi Militer Belanda II, TNI telah menyusun sistem

pertahanan yang lebih baik yaitu sistem pertahanan Wehrkreise, perang rakyat

semesta dan perang gerilya.

Sistem perang rakyat semesta yang diterapkan oleh TNI itu sesuai dengan

Perintah Siasat No 1 yang dikeluarkan pada bulan November 1948, yang isinya:

a. Tidak akan melakukan pertahanan linier

b. Tugas memperlambat kemajuan serbuan musuh serta bumi hangus total

c. Tugas membentuk kantong gerilya di tiap Onder Distrik Militer (ODM) yang

mempunyai pemerintahan gerilya dan mempunyai pusat dibeberapa daerah

pegunungan

26 Wawancara dengan Bapak Sumidjan, hari Minggu 11 November 2007 di Gatep Purwobinangun Pakem Sleman

Page 42: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

30

d. Tugas pasukan adalah menyusup kembali ke daerah dan membentuk

kantong-kantong gerilya.27

Di wilayah Sleman Utara, rakyat dan pejuang mulai melancarkan aksi

pengintaian terhadap pasukan Belanda yang mengadakan konvoi. Menjelang

malam, tentara Belanda kembali ke markasnya. Hal ini dimanfaatkan para

gerilyawan untuk mengadakan pengacauan dan penghadangan. Bagi gerilyawan,

waktu malam hari adalah waktu yang tepat sehingga harus digunakan sebaik

mungkin untuk mengatur strategi, mengadakan pengacauan dan membuat

rintangan-rintangan. Jalan-jalan besar yang sering dilewati tentara Belanda dibuat

rintangan berupa kubangan yang dipasang ranjau. Selain itu pada malam hari para

gerilyawan berkumpul untuk menyerang pos Belanda di Kaliurang, Pakem dan

Beran. Mereka mudah bergerak meskipun malam hari karena mereka hafal

medan.

Salah satu kekuatan yang aktif melakukan penyerangan adalah Tentara

Pelajar yang berada di Beneran yaitu kediaman bapak Mardi Utomo, meski hanya

dengan kekuatan sekitar 12 orang. Pasukan ini dipimpin oleh Sumanto, dalam

penyerangan terhadap kedudukan Belanda pasukan ini menggunakan sistem

bergilir. Hal ini disebabkan keterbatasan persenjataan. Mereka melakukan

penyerangan dengan jalan melakukan penghadangan terhadap konvoi tentara

Belanda yang berada di wilayah Beneran ataupun markas-markas Belanda yang

berada di wilayah Sleman Utara. Pakaian yang digunakan oleh para gerilyawan ini

sama dengan masyarakat biasa. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penyamaran

27 Paguyuban Wehrkreise III Yogyakarta (Jakarta: Balai Pustaka, 1987) hlm. 6

Page 43: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

31

dan pada siang hari, para gerilyawan menyamar sebagai pencari rumput, pencari

kayu, pedagang dan sebagainya, dengan tetap berjaga, apabila ada kemungkinan

daerah sekitarnya akan ada patroli Belanda. Setiap kali mengetahui informasi,

para gerilyawan segera memberitahukan rekan-rekannya yang lain dan

melaporkannya ke markas pejuang. Untuk mengetahui apakah orang yang

dicurigai itu tentara, Belanda adalah dengan melihat tangan orang tersebut.

Apabila tangannya kasar orang itu adalah petani namun apabila tangannya halus

adalah tentara. Metode tersebut sering dipakai Belanda untuk mencari

gerilyawan.28

Diantara berbagai aksi yang dilakukan para gerilyawan dengan Belanda

yang masih tetap dalam ingatan masyarakat antara lain:

a. Pertempuran di Polowidi dan Angin-angin

Pada akhir Desember 1948, pasukan Tentara Pelajar dengan komandan

Arif Suratno bermarkas di Polowidi. Memasuki bulan Januari 1949, markas

berpindah ke dusun Angin-angin. Pada pagi hari tanggal 2 Januari 1949 rakyat

memberi tahu pasukan Tentara Pelajar bahwa dari arah barat datang pasukan

Belanda. Pasukan Tentara Pelajar segera mempersiapkan diri menghadapi musuh.

Di wilayah Sleman ini sangat menguntungkan sebagai tempat pertahanan karena

rumah-rumah berpagar batu. Di samping serdadu Belanda dari sebelah barat

dusun Polowidi, ada juga pasukan Belanda yang datang dari selatan, yaitu di

dusun Angin-angin. Belanda tidak mengetahui bahwa pasukan Tentara Pelajar

Arif Suratno sudah bersiap siaga di belakang pagar batu. Saat Belanda datang,

28 Wawancara dengan Bapak Wignyo Harsono hari Kamis tanggal 22 November 2007 di Beneran Purwobinangun Pakem Sleman.

Page 44: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

32

pasukan Tentara Pelajar segera menyerang. Mendapat serangan mendadak,

banyak tentara Belanda yang mati tertembak, sedangkan yang masih hidup

akhirnya melarikan diri. Keesokan harinya Belanda melakukan balasan dengan

menyerang Polowidi dan Angin-angin. Tetapi pasukan Tentara Pelajar dapat

menghindarkan diri dan selamat. 29

b. Pertempuran di Tunggul Wonokerto Turi

Pada tanggal 5 Januari 1949, pada saat Tentara Batalyon 151 melakukan

gerilya, mereka bertemu dengan pasukan Belanda di dusun Tunggul. Pasukan

Belanda ini datang dari Kaliurang, dan terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok

pertama melewati Turgo, Tritis, Kaliurang Barat menuju dusun Patuk dan

menyerang dusun Tunggul dari utara, sedangkan kelompok kedua melalui Turgo,

Tritis, Ngandong ke barat menuju dusun Tunggul dari arah timur. 30

Terjadi kontak senjata di dusun ini. Dalam kondisi pasukan yang terdesak,

para pejuang tetap melakukan perlawanan. Walaupun pada akhirnya para pejuang

mundur meninggalkan dusun Tunggul karena melihat kekuatan yang tidak

seimbang. Komandan Batalyon 151, Kapten Haryadi gugur dalam peristiwa

tersebut.

c. Peristiwa Kembangarum

Peristiwa lain yang mendasari Belanda untuk lebih meyakini di wilayah

Sleman Utara sebagai markas pejuang adalah peristiwa Kembangarum.

Penghadangan pertama kali terhadap Belanda terjadi pada awal bulan Januari,

29 Sewan Susanto, Perjuangan Tentara Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985) hlm. 75 30 Wawancara dengan Bapak Mardi Utomo hari Kamis tanggal 22 November 2007 di Beneran Purwobinangun Pakem Sleman

Page 45: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

33

peristiwa ini terjadi disebelah Utara Dusun Kembangarum. Penghadangan terjadi

pada siang hari dengan dilakukan bersama-sama antara tentara pelajar, kesatuan

Brigade 151, dan tentara gerilya. Meskipun pasukan Belanda bersenjata lengkap

tetapi jumlah anggota pasukannya hanya beberapa orang sehingga terdesak

kemudian terpaksa melarikan diri. Karena dikejar oleh gerilyawan , pasukan

Belanda panik. Dalam peristiwa itu satu orang berhasil ditangkap dan dibunuh31

Terbunuhnya salah seorang pasukan menimbulkan kemarahan pihak

Belanda. Hanya selang beberapa hari pasukan Belanda yang bermarkas di Beran

dan Medari mengadakan operasi pembersihan di daerah sekitar Kembangarum.

Pasukan Belanda bergerak dari arah Barat Daya sebelum sampai padukuhan

Kembangarum, seorang penduduk Kembangarum mengetahui adanya konvoi

tersebut kemudian diberitahukan secara beranting kepada seluruh penduduk

Kembangarum sehingga penduduk setempat dapat mengungsi.32

Bagi gerilyawan malam hari digunakan umtuk mengatur strategi gerilya

pengaturan siasat penyerangan, mengadakan pengacauan dan membuat rintangan

di jalan yang dilalui pasukan Belanda. Setelah para gerilyawan berkumpul

dengan mengontak anggota gerilyawan lain untuk bersama-sama mengadakan

penghadangan dan penyerangan terhadap pasukan Belanda. Adanya gangguan

yang selalu dilakukan gerilyawan menimbulkan kemarahan pihak Belanda.

Pasukan Belanda setiap melakukan opersi pembersihan di wilayah Sleman Utara

31 Dharmono Hardjowidjono, dkk, Replika Sejarah Perjuangan Rakyat Yogyakarta II.Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa di DIY, ypgyakarta,1985,hal. 110. 32 Wawancara dengan Purwowidodo, pada hari Kamis tanggal 22 November 2007 di Cepet Purwobinangun Pakem Sleman.

Page 46: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

34

selalu melakukan pembersihan di desa-desa yang dicurigai sebagai markas

gerilyawan, hampir setiap hari Belanda melakukan pembakaran melakukan

pembakaran rumah di daerah sekitar Kembangarum yang dianggap pernah

menjadi markas gerilyawan.

d. Penangkapan mata-mata Belanda

Peristiwa ini terjadi 2 hari sebelum peristiwa 7 Januari 1949 yaitu tanggal

5 Januari 1949. Berawal dari ditangkapnya 2 orang mata-mata Belanda warga

Ngipik Kaliurang di sebelah timur dusun Beneran. Kedua orang tersebut lalu

dibawa ke rumah bapak Bayan di dusun Beneran. Di rumah inilah mereka

diinterogasi oleh rakyat. Setelah diinterogasi, kedua mata-mata ini dibunuh

dengan cara dikubur hidup-hidup.

Page 47: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

35

BAB IV

PERISTIWA 7 JANUARI 1949

A. Insiden Di Dusun Cepet

Puncak penyerangan Belanda secara besar-besaran di wilayah Srowolan

Purwobinangun Pakem yang terjadi pada tanggal 7 Januari 1949. Peristiwa ini

berawal ketika Belanda berhasil menduduki Beran dan Medari pada tanggal 20

Desember 1948. Selain menduduki Beran dan Medari, Belanda juga membuat

pos-pos pertahanan di Kaliurang, Kledokan, dan yang paling dekat dengan desa

Kembangarum adalah pos pertahanan Belanda yang menempati bekas pabrik

tembakau di sebelah timur perbatasan kelurahan Donokerto dengan kelurahan

Purwobinangun. Pembangunan pos-pos pertahanan di Sleman Utara merupakan

langkah penting bagi Belanda. Selain mempertahankan wilayah itu, jalan-jalan

besar yang ada dapat dipakai untuk mengadakan hubungan dengan sesama tentara

Belanda yang ada di Klaten, Magelang dan sekitarnya, sehingga dengan

sendirinya jalan-jalan tersebut selalu dipertahankan.

Cara-cara tentara Belanda mengadakan patroli dan serangan terhadap

kedudukan pertahanan dan markas gerilya, selain mengerahkan pasukan infanteri

dengan persenjataan lengkap juga mengerahkan pesawat terbangnya seperti

Bomber dan Capung. Serangan yang dilancarkan oleh Belanda pada umumnya

bertujuan untuk menghabiskan tentara gerilya. Selain menggunakan cara-cara

tersebut di atas Belanda juga memakai masyarakat pribumi untuk dijadikan mata-

mata. Salah satu peristiwanya adalah ketika dua hari sebelum peristiwa 7 Januari

Page 48: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

36

1949 di sebelah timur dusun Beneran di tangkap 2 orang yang berasal dari dusun

Ngipik-Kaliurang. Kedua orang tersebut lalu dibawa ke rumah bapak Bayan di

dusun Beneran. Di rumah inilah dilakukan interogasi. Setelah diintrogasi, kedua

mata-mata tersebut dibunuh dengan cara dikubur hidup-hidup.33

Namun kenyataannya usaha Belanda tersebut tidak membawa hasil yang

memuaskan. Hal ini dikarenakan gerak langkah tentara gerilya yang selalu

berpindah-pindah. Salah satu peristiwa yang mengindikasikan kegagalan strategi

Belanda adalah terjadinya insiden Cepet.

Insiden di Cepet berawal pada tanggal 1 Januari 1949 ketika Belanda

melakukan konvoi ke dusun-dusun. Salah satu dusun yang dituju oleh Belanda

dan akan diduduki adalah Watuadeg. Di dusun itu terdapat rumah bangunan

Belanda yang oleh masyarakat sekitar dinamakan “Loji”.34 Para pejuang

mengetahui hal ini dan kemudian mengawasi rumah loji itu. Merasa gerak-

geriknya diawasi, para tentara Belanda menggeser pasukan menuju barat daya

yaitu di Dusun Ngaglik. Dalam pergeseran pasukan ini salah satu anggota Tentara

Pelajar bernama Marsono tewas ditembak tentara Belanda. Tentara dari Batalyon

151 bersama masyarakat dan pejuang yang lain mengejar tentara Belanda. Tentara

Belanda kembali bergeser ke arah tenggara menuju Dusun Cepet. Pada saat

pergeseran lokasi inilah, Tentara Indonesia berhasil menangkap 3 tentara Belanda.

Tentara Belanda lainnya berhasil melarikan diri. Dari 3 orang pasukan Belanda 33 Wawancara dengan Bapak Wignyo Harsono pada hari Kamis tanggal 22 November 2007 di Beneran Purwobinangun Pakem Sleman. 34 Pasar Srowolan Pasar Perjuangan (Yogyakarta: Pelaku Perjuangan Angkatan 45/Anggota LVRI Ranting Pakem ) hlm. 11

Page 49: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

37

yang ditangkap, 1 orang berhasil lolos dan melaporkan peristiwa tersebut kepada

markas Belanda, kemudian yang 2 orang dibunuh rakyat Indonesia. Mayatnya

dimakamkan di dusun Cepet. Sedangkan dari pihak Indonesia memakan korban 2

tentara yang dimakamkan di dusun Cepet.35 Menurut bapak Wignyo Harsono,

malam hari sebelum tertangkap, tentara Belanda bertahan di sebelah utara dusun

Watuadeg. Mereka menembaki wilayah tersebut dengan cara naik ke atas pohon

beringin besar, sehingga menyebabkan tentara Belanda kehabisan amunisi.

Melihat tentara Belanda kehabisan amunisi masyarakat dan tentara tidak menyia-

nyiakan kesempatan untuk menangkapnya. Setelah ditangkap gerilyawan, tentara

Belanda lalu dibawa ke dusun Cepet dan dibunuh di sana.36

B. Puncak Peristiwa 7 Januari 1949

Insiden Cepet inilah yang mengakibatkan kemarahan tentara Belanda,

yang kemudian melakukan penyerangan secara besar-besaran. Tentara Belanda

mendatangkan pasukan dari Medari, Beran, Pakem dan Kaliurang untuk

menyerang desa Purwobinangun. Tujuan pertama kali tentara Belanda adalah

dusun Cepet karena di dusun inilah tentara Belanda dimakamkan dan berusaha

unuk diambil kembali serta dibawa ke markas Belanda. Setelah selesai

pengambilan jenazah, tentara Belanda mulai mengadakan pembersihan di dusun-

dusun di sekitar Cepet dengan berjalan kaki. Mereka menghancurkan rumah-

35 Wawancara dengan Bapak Mardi Utomo, Hari Rabu 17 Oktober 2007, di Cepet Purwobinangun Pakem Sleman 36 Wawancara dengan Bapak Wignyo Harsono, Hari Kamis tanggal 22 November 2007 di Beneran Purwobinangun Pakem Sleman.

Page 50: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

38

rumah penduduk dan mengadakan aksi pembakaran. Cepet sebagai dusun yang

mereka tuju sudah sepi, karena penduduk mengungsi ketika mengetahui akan

adanya serangan balasan dari Belanda. Dalam perjalanannya Belanda melepaskan

tembakan ke sembarang tempat sehingga membuat penduduk menjadi panik.

Ketika sampai di wilayah Pulerejo, Belanda menembak penduduk setempat

sehingga jatuh 7 korban jiwa. Yang menarik dari peristiwa itu adalah ketika ada

salah satu penduduk Pulerejo bernama Muh Toha yang dengan berani

menghadang serdadu Belanda yang sedang mengadakan pembersihan. Dalam

peristiwa ini Moh Toha berhasil merebut salah satu senjata serdadu Belanda,

sehingga serdadu Belanda memberondong tubuh Moh Toha dan menusuknya

dengan bayonet hingga tewas.37 Peristiwa lain yang cukup menarik diungkapkan

oleh ibu Sumiyati “ketika tentara Belanda mengadakan pembersihan ke dusun

Karanganyar beliau berlari sambil menggendong adiknya namun karena

kebrutalan tentara Belanda yang menembakkan senjata sembarangan

menyebabkan adik yang beliau gendong tertembak sampai meninggal dunia.38

Ketika Belanda sampai di dusun Cepet, mereka tidak menemukan

penduduk di sana, kemudian bergeser ke Pasar Srowolan yang merupakan basis

pejuang. Sepanjang perjalanan menuju dusun Srowolan, tentara Belanda

membakar rumah-rumah penduduk yang mereka lalui, yaitu dusun Pulowatu,

Cepet, Gatep, Beneran, Pulerejo dan Karanggeneng. Setelah itu, dusun Srowolan

dikepung tentara Belanda dari 4 penjuru. Dari selatan, Belanda datang dari Beran

37 Lihat Replika Sejarah Perjuangan Rakyat Yogyakarta, hlm. 108 38 Wawancara dengan Ibu Sumiyati hari Jumat tanggal 23 November 2007 di Cepet Purwobinangun Pakem Sleman.

Page 51: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

39

berhadapan dengan anggota Batalyon 151 di Dusun Kadilobo dan di selatan dusun

Karanggeneng. Tembakan-tembakan tidak bisa dihindari Dari kedua belah pihak

banyak korban berjatuhan. Anggota Batalyon 151 yang gugur adalah Jamroni dan

Sugiono, serta sepuluh orang yang jenazahnya tidak dikenali. Adapun korban

yang berasal dari masyarakat adalah:

1. Sumarjo dari Gondang

2. Kartojumeno dari Angin-angin

3. Seja dari Angin-angin

4. Sudarjo dari Jetis Suruh

5. Taruno dari Kadilobo

6. Jopawiro dari Kadilobo

7. Mangun dari Kadilobo

8. Wongsoinangun dari Kadilobo

9. Suryadi dari Maron

10. Kertodiharjo dari Srowolan

Dari barat Belanda datang dari Medari berhadapan dengan pasukan

Batalyon 151 dan anggota Tentara Pelajar. Kontak senjata terjadi di antara Desa

Kembangan dan Turi. Dalam kejadian ini Belanda terpukul mundur dan melarikan

diri ke arah selatan menuju dusun Kembangarum. Disana mereka menghujani

tembakan kanon dan mortir. Di dusun Kembangarum banyak korban berjatuhan,

yaitu:

1. Prawirokaryo dari Kembangarum

2. Sukitri dari Kembangarum

Page 52: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

40

3. Kramajaya dari Kembangarum

4. Dullah Mukri dari Kembangarum

5. Supatmin dari Kembangarum

Dari utara Belanda datang dari Kaliurang melewati dusun Jamblangan,

Watuadeg, Daren dan Karanganyar, dan dari timur Belanda datang dari Pakem

melewati Pulowatu, Cepet, Glondong, Bunder, Kardangan, menuju dusun Gatep,

Srowolan, Beneran dan Pulerejo. Disini mereka bertemu dengan pasukan Belanda

yang datang dari arah utara. Kontak senjata tidak bisa dihindari. Pejuang berama

rakyat mengadakan perlawanan dengan senjata seadanya. Oleh karena kekuatan

yang tidak seimbang, para gerilyawan tidak bisa mempertahankan perlawanan lalu

mundur bersama rakyat untuk menyelamatkan diri. Korban yang meninggal

adalah:

1. Marsana dari Donomulyo

2. Darmopawiro dari Donomulyo

3. Cokrodiharjo dari Glondong

4. Mertosetiko dari Cepet

5. Pawirotani dari Cepet

6. Sutinah dari Karanganyar

7. Wongsopawiro dari Pulerejo

8. Amatrejo dari Pulerejo

9. Karmin dari Pulerejo

10. Supadiyo dari Pulerejo

11. Mulyorejo dari Pulerejo

Page 53: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

41

12. Moh. Toha dari Pulerejo 39

Kedatangan tentara Belanda menuju Srowolan yang sudah diketahui

membuat tentara dari Batalyon 151 bersiap-siaga dengan dibantu sepenuhnya

oleh para pejuang gerilya dan masyarakat. Kontak senjata tidak bisa lagi

dihindarkan. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak.

Oleh karena kekuatan antara kedua belah pihak yang tidak seimbang, di

mana tentara Belanda memiliki kekuatan yang lebih besar dan didukung

persenjataan modern, pelan-pelan pejuang Indonesia mundur, tapi sambil tetap

berjaga. Ini dilakukan untuk menghindari korban yang semakin banyak, apalagi

kebanyakan korbannya adalah masyarakat di wilayah dusun Srowolan dan

sekitarnya.

39 Data-data korban bersumber dari catatan pelaku perjuangan Bapak Sumidjan Dwidjosumpono, anggota Legiun Veteran RI Ranting Pakem

Page 54: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

42

BAB V

PENUTUP

Dari uraian panjang skripsi ini, sebagai penutup adalah kesimpulan.

Dengan proklamasi kemerdekaan, maka bangsa Indonesia telah memulai revolusi

sebagai suatu negara yang merdeka. Momentum proklamasi itu menjadi komando

bagi seluruh bangsa Indonesia untuk bangkit melawan secara politis dan fisik

demi mempertahankan kemerdekaan.

Kedatangan Belanda kembali ke Indonesia menimbulkan suatu

pertentangan yang akhirnya menjadikan rakyat Indonesia kembali mengangkat

senjata, melewati berbagai peristiwa dalam revolusi fisik.

Perjanjian Linggarjati, sebagai sebuah kesepakatan antara Indonesia

dengan Belanda akhirnya disetujui, meskipun pada kenyataannya perjanjian

tersebut tetap tidak berpihak pada Indonesia. Dalam perjanjian itu disepakati

bahwa Belanda tetap mempunyai hak dalam pemerintahan Indonesia. Itu artinya

Indonesia masih dijajah.

Tanggal 21 Juli 1947 Belanda mengingkari perjanjian Linggarjati dengan

melancarkan agresi militernya yang ke I. Dunia Internasional tidak

membenarkannya, dan kemudian Dewan Keamanan PBB mengeluarkan perintah

agar segera diadakan gencatan senjata. Perjanjian Renville sebagai bentuk solusi

yang disepakati bersama akhirnya diputuskan dan ditandatangani pada tanggal 17

Januari 1948. Untuk kedua kalinya Belanda kembali melanggar perjanjian.

Page 55: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

43

Adanya ketidakstabilan politik dan keamanan dalam intern Indonesia menjadikan

Belanda memanfaatkan kesempatan dengan melancarkan agresinya yang ke II.

Yogyakarta sebagai ibukota negara pada masa itu mulai bersiap siaga dan

menyatakan perang terhadap Agresi Militer Belanda II. Tanggal 19 Desember

1948 Belanda menyerang kota Yogyakarta dari udara dan berhasil menguasai

lapangan terbang Maguwo dan menyerang Istana Kepresidenan. Para pemimpin

ditawan Belanda.

Tentara Pelajar sebagai organisasi kemiliteran ikut serta mempelopori

gerakan perjuangan rakyat di desa-desa. Mereka memberikan pendidikan dasar-

dasar kemiliteran untuk rakyat dan kemudian bersama-sama rakyat berjuang

menghadapi Belanda.

Secara umum Tentara Pelajar mempunyai dua bidang peranan di wilayah

Sleman Utara yaitu bidang sosial dan bidang pertahanan dan keamanan. Dalam

bidang sosial, para anggota Tentara Pelajar mewujudkan peranannya dengan

mendirikan pos palang merah untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap

masyarakat, mendirikan dapur umum sebagai tempat memasak dan menyiapkan

perbekalan bagi para pejuang, tempat komunikasi antar pejuang, tempat

perawatan kebutuhan operasional militer, tempat menyampaikan informasi dan

tempat perundingan dan menyusun rencana apabila akan mengadakan serangan.

Yang terakhir adalah masalah pendidikan, yaitu mengadakan kelompok belajar

bagi para anggota Tentara Pelajar dan juga anak-anak desa. Ini dikarenakan pada

waktu itu sekolah ditutup. Yang kedua adalah bidang pertahanan dan keamanan.

Di wilayah Sleman Utara, para anggota Tentara Pelajar mempunyai peranan

Page 56: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

44

penting dalam mempertahankan daerah tersebut. Mereka bertugas

mempertahankan wilayah mulai dari Jalan Yogyakarta-Magelang dengan batas

sungai Krasak, sampai jalan Yogyakarta-Kaliurang. Siasat pertempuran diatur

sesuai dengan instruksi dari komandan Wehrkreise.

Sleman Utara sebagai obyek kajian dalam tulisan ini merupakan salah satu

kota tujuan konvoi Belanda. Perjuangan gerilya mulai difokuskan di desa-desa.

Salah satu tempat yang dijadikan basis pejuang adalah pasar Srowolan, di wilayah

Purwobinangun Pakem. Lokasinya yang jauh dari jalan raya menjadikannya

strategis sebagai markas pejuang. Masyarakat juga ikut membantu para pejuang

dengan memberikan informasi yang mereka dengar, kemudian melaporkannya di

markas pejuang yang ada di sebelah utara pasar Srowolan. Mereka juga

membantu dukungan logistik bagi para pejuang dengan menggalang dana melalui

berbagai cara.

Di pasar Srowolan juga dijadikan sebagai tempat masyarakat dalam

mempertahankan uang asli Imdonesia, karena pada waktu itu juga beredar uang

federal keluaran Belanda. Para pedagang tidak mau dibayar dengan uang federal.

Puncak dari perjuangan di Sleman Utara dalam menghadapi Agresi Militer

Belanda II adalah sebuah peristiwa tanggal 7 Januari 1949 yang dikenal dengan

nama Peristiwa Jumat Kliwon. Ini merupakan serangan balasan dari Belanda,

yang dipicu oleh 2 insiden baku tembak di dusun Pulerejo dan dusun Cepet, yang

menewaskan tentara Belanda. Serangan dipusatkan di pasar Srowolan, yang

merupakan basis pejuang. Pasar Srowolan dikepung dari berbagai penjuru.

Suasananya sangat mengerikan. Kebiadaban Belanda jelas terlihat disitu. Banyak

Page 57: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

45

rakyat yang menjadi korban, dikarenakan kekuatan tentara Belanda lebih besar

dan didukung persenjataan lengkap.

Peristiwa 7 Januari 1949 memang sudah lama berlalu. Tapi hingga saat ini

masih begitu dikenang masyarakat, sebagai sebuah potret buram dalam sejarah

perjuangan Indonesia, khususnya di wilayah Sleman Utara. Pendudukan kota

Yogyakarta oleh tentara Belanda merupakan titik balik yang penting bagi

kemajuan masyarakat menuju demokrasi hampir dalam segala bidang kehidupan.

Ini merupakan periode transisi dari revolusi bersenjata, di mana lebih banyak

kehancuran daripada pembangunan yang dilakukan, ke periode rekonstruksi sosial

dalam suasana kemerdekaan yang diakui secara internasional.

Page 58: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

46

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufiq. Surjomihardjo, Abdurrahman. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif . Gramedia, Jakarta, 1985 Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999 Agung Gede Agung, Anak. Persetujuan Linggarjati: Prolog Dan Epilog. Yayasan Pustaka Nusatama dan Sebelas Maret University Press, Yogyakarta, 1995 Dharmono, Replika Perjuangan Rakyat Yogyakarta II. Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa di DIY, Yopgyakarta. Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. UI Press, Jakarta, 1986. Himpunan Informasi Sejarah Penyerbuan Kotabaru Yogyakarta dan Peristiwa- perisiwa Penting di Yogyakarta Sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI Tahun 1945, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta, 1998. Kahin, George Mc, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, UNS Press-Sinar Harapan, 1995 Kartodirdjo, Sartono. Sejarah Revolusi Indonesia. Jilid VI. Balai Pustaka, Jakarta, 1977 Kartodirdjo, Sartono. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid VI. Balai Pustaka, Jakarta, 1977 Kementrian Penerangan, Republik Indonesia, Djawatan Penerangan, Yogyakarta, 1953

Page 59: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

47

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Bentang Budaya, Yogyakarta 2001 Moedjanto, G. Indonesia Abad Ke-20: Dari Perang Kemerdekaan Pertama Sampai Pelita III. Penerbit Kanisius, Yogyakarta 1989 Narwoko, Dwi. Suyanto, Bagong. Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan. Prenada Media, Jakarta, 2004 Nasution, AH. Memenuhi Panggilan Tugas. Jilid V. CV Haji Masagung, Jakarta, 1989 ___________, Pokok-pokok Gerilya. Pembimbing, Jakarta, 1953 ___________, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid V (Bandung: Disjarah dan Angkasa, 1979) ___________, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid IX (Bandung: Disjarah dan Angkasa, 1979) ___________, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid X (Bandung: Disjarah dan Angkasa, 1979) Paguyuban Wehrkreise III Yogyakarta. Balai Pustaka, Jakarta, 1987 Peranan Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan, Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1985 Proyek Pelestarian Nilai-nilai Kepahlawanan Bangsa. Peristiwa Pertempuran Kotabaru, Dinas Sosial Propinsi DIY, Yogyakarta, 2001 Proyek Pemeliharaan Tempat Bersejarah Perjuangan Bangsa. Replika Sejarah Perjuangan Rakyat Yogyakarta. Dinas Sosial Propinsi DIY dan Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta, 1983

Page 60: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

48

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta, Balai Pustaka, Yogyakarta, 1976 Pruitt, Dean G. Rubin, Jeffrey Z. Teori Konflik Sosial. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004 Ritzer, George. Goodman, Douglas J. Teori Sosiologi Modern. Prenada Media, Jakarta, 2004 Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di DIY, Dedikbud, Yogyakarta, 1990 Simatupang, B. Laporan Dari Banaran. Sinar Harapan, Jakarta, 1980 Suherly, Tanu. Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia. Pusat Sejarah ABRI, Jakarta, 1971 Sukanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta, 1988 Sumardjan, Selo. Perubahan Sosial Di Yogyakarta. Gadjah Mada University

Press, Yoyakarta, 1981 Susanto, Sewan. Perjuangan Tentara Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1985 Tashadi, Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 di DIY. Proyek Inventarisasi dan Dokumen Kebudayaan DIY, Yogyakarta, 1986/1987 Tjokropranolo, Panglima Besar Jenderal Soedirman: Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia. PT Surya Persindo, Jakarta, 1992 Yayasan Dharma Sakti Pancasila. Sejarah Monumen Yogya Kembali, CV Adi Sarana, Yogyakarta, 1994

Page 61: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

49

DOKUMEN/ARSIP Pasar Srowolan di Sleman Pada Masa Agresi Militer Belanda II oleh Yustina Hastrini Nurwanti, SS dalam Jurnal Patrawidya Vol. I No. 2 Juli 2000, Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Yogyakarta Pasar Srowolan Pasar Perjuangan, oleh Bapak Sumidjan Dwidjosumpono (Pelaku Perjuangan Angkatan 45/ Anggota LVRI Ranting Pakem Sleman

Page 62: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

50

NARA SUMBER Nama : Bapak Kadarsono Usia : 79 tahun Pekerjaan Dulu : Tentara Pelajar Pekerjaan Sekarang : Pensiunan Guru Alamat Sekarang : Srowolan Purwobinangun Pakem Nama : Bapak Sumidjan Usia : 75 tahun Pekerjaan Dulu : Tentara Pelajar Pekerjaan Sekarang : Pensiunan Guru Alamat Sekarang : Gatep Purwobinangun Pakem Nama : Bapak Mardi Utomo Usia : 74 tahun Pekerjaan Dulu : Petani Pekerjaan Sekarang : Petani Alamat Sekarang : Beneran Purwobinangun Pakem Nama : Bapak Wignyo Harsono Usia : 72 tahun Pekerjaan Dulu : Petani Pekerjaan Sekarang : Pensiunan Kepala Sekolah Alamat Sekarang : Beneran Purwobinangun Pakem Nama : Bapak Purwo Widodo Usia : 76 tahun Pekerjaan Dulu : Pedagang Pekerjaan Sekarang : Petani Alamat Sekarang : Cepet Purwobinangun Pakem Nama : Ibu Sumiyati Usia : 70 tahun Pekerjaan Dulu : - Pekerjaan Sekarang : Pensiunan Guru Alamat Sekarang : Beneran Purwobinangun Pakem

Page 63: iirepository.usd.ac.id/27286/2/014314024_Full[1].pdfPada masa Agresi Militer Belanda II, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 tanggal 22 Desember 1948 tentang penetapan Pemerintah

51