1_Individual Behavior & Values_Makalah
-
Upload
endah-meiria -
Category
Documents
-
view
433 -
download
4
Transcript of 1_Individual Behavior & Values_Makalah
1
PENDAHULUAN: Perilaku Individu dan Nilai
Individual Behavior (Perilaku Individu)Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi
sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan
dalam perusahaan itu, para karyawanlah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga
berbagai upaya meningkatkan produktivitas perusahaan harus dimulai dari perbaikan
produktivitas karyawan. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku individu menjadi
sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerjanya.
Karyawan sebagai individu ketika memasuki perusahaan akan membawa
kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan
pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik individualnya. Seorang manager harus
mengetahui perilaku individu. Dimana setiap individu ini tentu saja memiliki karakteristik
individu yang menentukan terhadap perilaku individu, yang pada akhirnya
menghasilkan sebuah motivasi individu.
Untuk mengenali individu dikaitkan dengan kinerja dilihat dari beberapa segi
yaitu:
Karakteristik biografis (umur, jenis kelamin, status kawin, masa kerja)
Kemampuan (kemampuan fisik, kemampuan intelektual)
Kepribadian
Proses belajar
2
Persepsi
Sikap
Kepuasan kerja
Sedangkan, perilaku individu dalam organisasi antara lain:
Produktivitas kerja
Kepuasan kerja
Tingkat absensi
Tingkat turnover
Values (Nilai)Nilai merupakan gambaran dialog yang selalu terjadi dalam diri kita yang
menentukan apa yang penting dan apa yang tidak. Apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Apa yang bener dan apa yang salah. Nilai merupakan dasar terdalam,
acuan dan motor penggerak motivasi, sikap dan tindakan. Nilai juga merupakan suatu
tuntunan atau pedoman yang mendasari bagaimana seseorang atau sebuah organisasi
berpikir, mengambil keputusan, bersikap, dan bertindak.
Nilai-nilai ini tidak dapat dipalsukan, karena apa yang dipikirkan, dilakukan, dan
disikapi akan terlihat dengan jelas yang merupakan refleksi dari nilai-nilai yang dianut
seseorang. Nilai-nilai yang dianut dan dijalankan oleh karyawan dalam organisasi inilah
yang merupakan factor penentu bagaimana organisasi tersebut secara kolektif memiliki
kualitas, kapasitas, dan kapabilitas dalam pembuatan keputusan, perilaku, dan tindakan
organisasi.
3
Pada dasarnya, nilai mempengaruhi sikap dan perilaku. Nilai menjadi dasar
untuk memahami sikap dan motivasi, karena nilai mempengaruhi persepsi kita.
Pemahaman bahwa nilai-nilai individu berbeda sesuai dengan generasinya, penting
untuk memperkirakan perilaku karyawan.
Tabel 1: Nilai dan Generasi
Generasi Mulai Bekerja Perkiraan Usia Nilai-nilai Dominan
Veteran 1950 – 1964 > 60 Pekerja keras, konservatif,
patuh, setia pada organisasi
Boomers 1965 – 1985 40 – 60 Berorientasi prestasi, ambisius,
tidak suka otoritas, setia pada
karir
Generasi X 1985 – 2000 25 – 40 Hidup & kerja seimbang,
berorientasi kelompok, tidak
suka aturan, setia pada
hubungan
Nexters 2000 – sekarang < 30 Percaya diri, sukses secara
finansial, mandiri tapi
berorientasi kelompok, setia
pada diri sendiri dan hubungan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan dalam PerilakuPerilaku manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Perilaku itu sendiri
adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya.
Dilihat dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena kemampuan,
kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku, pengalaman, dan reaksi
affektifnya berbeda satu sama lain.
Pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia
adalah pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis. Berikut penjelasan ketiga
pendekatan tersebut dilihat dari penekanannya, penyebab timbulnya perilaku,
prosesnya, kepentingan masa lalu di dalam menentukan perilaku, tingkat kesadaran,
dan data yang dipergunakan.
Penekanan Pendekatan kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan menimbang.
Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari
lingkungan itu sendiri.
Pendekatan penguatan (reinforcement) menekankan pada peranan lingkungan
dalam perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai suatu sumber stimuli yang
dapat menghasilkan dan memperkuat respon perilaku.
Pendekatan psikoanalitis menekankan peranan sistem personalitas di dalam
menentukan sesuatu perilaku. Lingkungan dipertimbangkan sepanjang hanya
sebagai ego yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginan.
5
Penyebab Timbulnya Perilaku Pendekatan kognitif, perilaku dikatakan timbul dari ketidakseimbangan atau
ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang dapat dihasilkan dari persepsi tentang
lingkungan.
Pendekatan reinforcement menyatakan bahwa perilaku itu ditentukan oleh stimuli
lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari perilaku.
Pendekatan psikoanalitis, perilaku itu ditimbulkan oleh tegangan (tensions) yang
dihasilkan oleh tidak tercapainya keinginan
Proses Pendekatan kognitif menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman)
adalah proses mental, yang saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang
ada. Dan akibat ketidak sesuaian (inconsistency) dalam struktur menghasilkan
perilaku yang dapat mengurangi ketidak sesuaian tersebut.
Pendekatan reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam diri individu
mengundang respon yang ditentukan oleh sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan
pada respon tersebut menentukan kecenderungan perilaku masa mendatang.
Pendekatan psikoanalitis, keinginan dan harapan dihasilkan dalam Id kemudian
diproses oleh Ego dibawah pengamatan Superego.
Kepentingan Masa lalu dalam menentukan Perilaku Pendekatan kognitif tidak memperhitungkan masa lalu (ahistoric). Pengalaman
masa lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu
fungsi dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang, tanpa
memperhatikan proses masuknya dalam sistem.
6
Pendekatan reinforcement bersifat historic. Suatu respon seseorang pada suatu
stimulus tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah lingkungannya.
Pendekatan psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat menjadikan suatu penentu
yang relatif penting bagi perilakunya. Kekuatan yang relatif dari Id, Ego dan
Superego ditentukan oleh interaksi dan pengembangannya dimasa lalu.
Tingkat dari Kesadaran Pendekatan kognitif memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran, tetapi dalam
kegiatan mental yang sadar seperti mengetahui, berpikir dan memahami,
dipertimbangkan sangat penting.
Pendekatan reinforcement, tidak ada perbedaan antara sadar dan tidak. Biasanya
aktifitas mental dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari perilaku dan tidak
dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun. Aktifitas mental seperti berpikir dan
berperasaan dapat saja diikuti dengan perilaku yang terbuka, tetapi bukan berarti
bahwa berpikir dan berperasaan dapat menyebabkan terjadinya perilaku terbuka.
Pendekatan psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas mental adalah tidak sadar.
Aktifitas tidak sadar dari Id dan Superego secara luas menentukan perilaku.
Data Dalam pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai, pengertian dan pengharapan
pada dasarnya dikumpulkan lewat survey dan kuestioner.
Pendekatan reinforcement mengukur stimuli lingkungan dan respon materi atau
fisik yang dapat diamati, lewat observasi langsung atau dengan pertolongan sarana
teknologi.
7
Pendekatan psikoanalitis menggunakan data ekspresi dari keinginan, harapan, dan
bukti penekanan dan bloking dari keinginan tersebut lewat analisa mimpi, asosiasi
bebas, teknik proyektif, dan hipnotis.
Model MARS Perilaku IndividuModel MARS merupakan titik pangkal yang berguna untuk memahami
penggerak dari perilaku individu dan hasilnya. Model ini menyoroti empat faktor yang
lansung mempengaruhi perilku karyawan dan hasilnya terhadap kinerja, yaitu motivasi
(Motivation), kemampuan (Ability), persepsi peran (Role Perceptions), dan faktor
situasional (Situational Factor), yang disingkat menjadi “MARS”.
Gambar 1: MARS Model of Individual Behavior
Individual
Characteristics
IndividualBehavior
and Results
RolePerceptions
SituationalFactors
Motivation
Ability
Values
Personality
Perceptions
Emotions
Attitudes
Stress
8
Motivasi (Motivation)Motivasi menggambarkan kekuatan dari dalam diri seseorang yang
mempengaruhi arah, intensitas, dan kegigihan dari perilaku secara sukarela. Arah
(direction) mengacu pada motivasi yang berorientasi tujuan, tidak mengacak. Intensitas
(intensity) adalah sejumlah usaha yang dikerahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada akhirnya, motivasi ini melibatkan berbagai tingkatan kegigihan (persistence), yaitu
keberlanjutan usaha dalam sejumlah waktu tertentu.
Kemampuan (Ability)Kemampuan karyawan dapat membuat perbedaan dalam perilaku dan kinerja
tugasnya. Kemampuan ini termasuk kecakapan alami dan kemampuan yang dipelajari
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah tugas dengan baik. Kecakapan adalah
bakat alami yang membantu karyawan mempelajari tugas yang spesifik lebih cepat dan
dikerjakannya dengan lebih baik. Sedangkan, kemampuan yang dipelajari menagcu
pada kemampuan dan pengetahuan yang seharusnya diperoleh.
Competencies (kompetensi), adalah kemampuan, pengetahuan, dan karakteristik
personal seseorang yang menuntun pada kinerja superior
Person – Job Matching, adalah metode yang digunakan untuk menyesuaikan anatara
individu dan kompetensinya terhadap persyaratan pekerjaan. Hal ini dapat dilakukan
dengan memilih orang-orang yang berkualitas, meningkatkan kemampuan karyawan
melalui pelatihan, dan merancang ulang pekerjaan disesuaikan dengan kemampuan
individu-individu yang tersedia.
9
Persepsi Peran (Role Perception)Persepsi peran adalah keyakinan seseorang tentang perilaku apa yang
dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diharapkan, sebagai berikut:
Memahami pekerjaan apa yang akan dilakukan
Memahami pentingnya pekerjaan tersebut
Memahami pilihan perilaku untuk menyelesaikan pekerjaan
Faktor Situasional (Situational Factors)Faktor situasional mempengaruhi perilaku dan kinerja pekerjaan karyawan.
Faktor situasional ini adalah kondisi lingkungan di luar kendali karyawan yang dapat
mendesak atau memfasilitasi perilaku dan kinerja karyawan.
Tipe Perilaku Individu dalam OrganisasiDalam setiap organisasi, orang-orang terikat pada berbagai macam tipe perilaku
dalam organisasi tersebut. Ada lima tipe perilaku yang sering disoroti, yaitu: kinerja
tugas (task performance), organisasi warga (organizational citizenship), kontraproduktif
perilaku kerja (counterproductive work behavior), bergabung/menetap dengan
organisasi (joining/staying with the organization), dan memelihara kedatangan kerja
(maintaining work attendance).
10
Gambar 2: Types of Individual Behavior in Organization
Task PerformanceKinerja tugas adalah perilaku dengan tujuan terarah di bawah pengawasan
individu yang mendukung tujuan organisasi. Hal ini termasuk perilaku fisik maupun
proses mental yang mengarah pada perilaku.
Organizational CitizenshipOrganisasi warga adalah perilaku yang melampaui tugas normal karyawan,
misalnya membantu orang lain tanpa maksud egois, terlibat dalam aktifitas organisasi,
menghindari konflk yang tidak penting, dan mengerjakan tugas dengan kinerja di atas
normal.
Counterproductive Work BehaviorsKontraproduktif perilaku kerja adalah perilaku sukarela yang mempunyai potensi
merugikan organisasi yang berdampak langsung kepada fungsi atau properti atau
Types ofWork-Related
Behavior
TaskPerformance
Organizational
Citizenship
Counter-ProductiveBehaviors
MaintainingWork
Attendance
Joining/Staying
with the Organization
11
dengan mnyakiti karyawan dengan suatu cara yang dapat mengurangi keefektifannya.
Misalnya: memperlakukan orang dengan tidak baik, mengancam, menghalangi untuk
bekerja, sabotase pekerjaan, dan lain-lain.
Joining/Staying with the OrganizationBergabung atau menetap dalam suatu organisasi bagi karyawan dapat terjadi
jika mereka adalah karyawan dengan kinerja dan bakat/kecakapan yang baik.
Karyawan itu sendiri dapat memutuskan untuk menetap di suatu organisasi jika mereka
mendapatkan kepuasan kerja dari organisasi/perusahaan yang mempekerjakannya.
Begitu pun karyawan dapat bergabung dengan organisasi tertentu apabila mereka
merasa mendapatkan penghargaan yang layak dari organisasi/perusahaan tersebut.
Maintaning Work AttendanceKaryawan diharapkan dapat memelihara kedatangan kerjanya sesuai dengan
waktu yang dijadwalkan atau karena situasi tertentu, jadwal kedatanga kerja dapat
disesuaikan/lebih fleksibel tergantung kebijakan organisasi.
Nilai dalam OrganisasiNilai itu stabil, kepercayaan yang bertahan lama tentang apa yang penting dalam
berbagai macam situasi yang menuntun keputusan dan tindakan kita.
Tipe-tipe NilaiNilai terdiri dari berbagai macam bentuk. Berikut adalah model nilai yang
dikembangkan dan diuji oleh ahli psikologi social Shalom Schwartz yang
menggambarkan 10 wilayah nilai yang lebih luas yang disusun dalam empat cluster
yang terstruktur diantara dua kutub dimensi yang lebih besar.
12
Gambar 3: Schwartz’s Values Circumplex
Values CongruenceNilai-nilai keselarasan mengacu pada situasi di mana dua atu lebih entitas
mempunyai system nilai yang sama. Nilai-nilai keselarasan berlaku untuk lebih dari
karyawan dan perusahaan dalam satu negara yang juga berhubungan dengan
kecocokan nilai-nilai organisasi dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dalam
melakukan bisnis.
Nilai-nilai Lintas BudayaSalah satu referensi mengenai nilai lintas budaya ini diperkenalkan oleh Geert
Hofstede yang mengemukakan bahwa manajer dan karyawan bervariasi dalam lima
dimensi dari budaya nacional, yaitu:
Conservation
Self-enhancement
Self-transcendence
Openness to Change
13
Jarak Kekuasaan, adalah dimensi budaya di mana orang-orang menerima
distribusi kekuasaan yang tidak sama/tidak setara dalam masyarakat. Dengan kata
lain, ada penerimaan dalam kesenjangan kekuasaan di masyarakat.
Individualisme vs Koletivisme, adalah dimensi budaya yang mengacu pada area
di mana orang-orang di suatu negara lebih memilih untuk bertindak secara individual
dari pada menjadi bagian dari suatu kelompok.
Maskulinitas vs Feminitas, adalah dimensi budaya yang mengacu pada tingkatan
di mana nilai kemaskulinan lebih diakui dari pada nilai kefemininan.
Menghindari Ketidakpastian, dimensi budaya yang mengacu pada pilihan utama
orang-orang di suatu negara akan situasi yang terstruktur dari pada yang tidak
terstruktur.
Orientasi Jangka Panjang vs Orientasi Jangka Pendek, adalah dimensi budaya
yang mengacu pada nilai-nilai orang yang menitikberatkan pada masa depan,
berkebalikan dengan nilai jangka pendek yang berfokus pada masa kini dan masa
lalu.
Nilai Etis dan PerilakuEtika adalah suatu ilmu mengenai prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang
menentukan apakah tindakan itu benar atau salah dan hasilnya baik atau buruk. Ada
empat prinsip-prinsip etis, yaitu:
Utilitarianisme, yaitu prinsip moral yang menyatakan bahwa para pembuat
keputusan harus mencari kebaikan yang paling besar untuk sejumlah orang paling
banyak ketika memilih berbagai alternatif.
14
Prinsip Hak Individu, adalah prinsip moral yang menyatakan bahwa setiap orang
berhak hokum dan HAM.
Keadilan Distributif, adalah prinsip moral yang menyatakan bahwa orang-orang
yang sama harus diberi penghargaan/beban yang sama juga dan ketidaksamaan
harus dihargai berbeda sesuai dengan proporsi perbedaannya.
Prinsip Kepedulian, adalah prinsip moral yang menyatakan kita harus member
perhatian pada orang-orang yang mempunyai hubungan khusus.
Pengaruh dalam Perilaku EtikaAda tiga factor yang mempengaruhi perilaku etika dalam organisasi, yaitu:
Intensitas moral, yaitu sejauh mana masalah-masalah menuntut penerapan dari
prinsip-prinsip etika.
Sensitifitas etika, yaitu karakteristik personal yang memungkinkan orang-orang
mengakui keberadaan dan menentukan kepentingan relative dari masalah etika.
Pengaruh situasional, yaitu tekanan kompetitif dan kondisi lain yang
mempengaruhi perilaku.
Pendukung Perilaku Etis Kode etis etika, misalnya membuat standarisasi perilaku.
Pelatihan etika, misalnya dengan kesadaran dan klarifikasi kode etis, praktik
menyelesaikan dilema etis.
Petugas etika, misalnya mendidik dan menasihati; mendengarkan tentang
kesalahan.
Etika kepemimpinan dan budaya, misalnya menunjukkan integritas menjadi
teladan yang beretika.
15
STUDI KASUS
PUSHING PAPAR CAN BE FUNA large American city government was putting on number of seminars for managers of
various departments throughout the city. At one of these sessions, the topic discussed
was motivation – how we can get public servants motivated to do a good job? The plight
of a police captain became the central focus at the discussion:
I’ve got a real problem with my officers. They come on the force as young,
inexperienced rookies, and we send them out on the street, either in cars or on a
beat. They seem to like the contact they have with the public, the action involved
in crime prevention, and the apprehension of criminals. They also like helping
people out at fires, accidents, and other emergencies.
The problem occurs when they get back to the station. They hate to do
paperwork, and because they dislike it, the job is frequently put off or done
inadequately. This lack of attention hurts us later on when we get to court. We
need clear factual reports. They must be highly detailed and unambiguous. As
soon as one part of a report is shown to be inadequate or incorrect, the rest of
the report is suspect. Poor reporting probably causes us to lose more cases than
any other factor.
I just don’t know how to motivate them to do a better job. We’re in budget
crunch and I have absolutely no financial rewards at my disposal. In fact, we’ll
probably have to lay some people off in the near future. It’s hard for me to make
the job interesting and challenging because it isn’t – it’s boring, routine
paperwork, and there isn’t much you can do about it.
Finally, I can’t say to them that their promotion will hinge on the excellence
of their paperwork. First of all, they know it’s not true. If their performance is
adequate, most are more likely to get promoted just by staying on the force a
16
certain number of years than for some specific outstanding act. Second, they
were trained to do the job they do out in the streets, not to fill out forms. All
through their career it is the arrest and interventions that get noticed.
Some people have suggested a number of things, like using conviction
records as a performance criterion. However, we know that’s not fair – too many
other things are involved. Bad paperwork increases the chance that you lose in
court, but good paperwork doesn’t necessarily mean you’ll win. We tried setting
up team competitions based upon the excellence of the report, but the officers
caught on to that pretty quickly. No one was getting any type of reward for
winning the competition, and they figured why should they bust a gut where there
was no payoff.
I just don’t know what to do.
Discussion Questions1. What performance problems is the captain trying to correct?
2. Use the MARS model of individual behavior and performance to diagnose the
possible causes of the unacceptable behavior.
3. Has the captain considered all possible solutions to the problem? If not, what else
might be done?
17
Komentar tentang KasusPada tingkat individu, jika karyawan merasa bahwa organisasi memenuhi
kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi
sebaliknya, jika karyawan tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka
cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996)
Untuk itu, ketika seseorang mempunyai ketertarikan yang tinggi dengan pekerjaan,
seseorang akan menunjukkan perilaku terbaiknya dalam bekerja. Selanjutnya menurut
Cowling dan James, tidak semua individu tertarik dengan pekerjaannya. Akibatnya
beberapa target pekerjaan tidak tercapai, tujuan-tujuan organisasi tertunda dan
kepuasan dan produktivitas pegawai menurun.
Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang
yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah
cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran
organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan
kelompok. Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi
itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan
kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi.
Belajar dari Vroom
Menurut Teori Pengharapan, perilaku kerja merupakan fungsi dari tiga
karakteristik: (1) persepsi karyawan bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2)
persepsi karyawan bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3)
nilai yang diberikan karyawan terhadap imbalan yang diberikan. Menurut Vroom’s
Expectancy Theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika
18
seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang
dilakukannya dengan kinerja. Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada
hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima,
terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya. Guna mempertahankan individu senantiasa
dalam rangkaian perilaku dan kinerja, organisasi harus melakukan evaluasi yang
akurat, memberi imbalan dan umpan balik yang tepat.
Jawaban Pertanyaan1. Berdasarkan komentar di atas, kinerja yang berusaha diperbaiki oleh kapten
tersebut adalah bagaimana memotivasi para petugas-petugas baru untuk
bersemangat dalam melakukan pekerjaan tulis-menulis yang cenderung
membosankan namun mempengaruhi kinerja kepolisian di pengadilan. Bahwa,
pekerjaan ini tidak kalah pentingnya dengan aktivitas kepolisian di luar karena
kelengkapan catatan kepolisian ini merupakan bentuk pengabdian juga kepada
masyarakat dalam memberikan keadilan melalui catatan yang terekam di kepolisian.
2. Dengan menggunakan Model MARS dapat dianalisis, sebagai berikut:
Motivation, terlihat bahwa kurangnya motivasi para petugas dalam melakukan
kegiatan tulis-menulis karena dirasakan tidak berorientasi tujuan dan dianggap
sepele dan tidak menantang sehingga tidak termotivasi untuk gigih dalam
melakukan pekerjaan tersebut.
Ability, terlihat bahwa petugas merasa pekerjaan tersebut tidak membutuhkan
waktu dan kemampuan khusus sehingga mereka dapat menunda
penyelesaiannya sehingga pada akhirnya akan membuat mereka sendiri
19
kewalahan dan membutuhkan lebih banyak waktu dan kemampuan dalam
menyelesaikannya.
Role Perception, adanya anggapan petugas terhadap pekerjaan tersebut yang
cenderung tidak menarik, tidak menantang, tidak begitu penting, dan
membosankan membuat petugas tersebut cenderung berperilaku menjauhi dan
menghindari pekerjaan tersebut.
Situational Factors, adanya faktor situasional di mana banyak terjadi tindakan
kriminal di masyarakat yang menbuat para petugas lebih banyak ‘bekerja’ di luar
dibandingkan menyelesaikan pekerjaan tulis-menulis di kantor kepolisian.
3. Kapten telah mempertimbangkan solusi-solusi yang mungkin dapat menyelesaikan
permasalahan ini dengan memberitahukan kepada para petugas bahwa pekerjaan
ini dapat mempengaruhi promosi mereka. Kemudian telah berusaha membentuk tim
untuk berkompetisi dalam menghasilkan laporan yang terbaik. Kapten sebenarnya
ingin memberi penghargaan dalam bentuk materi, namun karena kerterbatasn dana,
hal ini belum dapat dapat terlaksana. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan
menerapkan teori pengharapan seperti yang dijelaskan di atas. Selain itu kapten
dapat melakukan pembagian jadwal kerja dan member penghargaan jika dapat
menyelesaikan pekerjaan tersebut, tidak harus dalam bentuk uang. Dengan makan
bersama, memberikan pujian yang membangun atau diberikan kepercayaan untuk
melakukan tugas lain pun dapat membangun motivasi para petugas tersebut.
20
KesimpulanPerilaku individu dipengaruhi oleh motivasi (Motivation), kemampuan (Ability),
persepsi peran (Role Perception), dan faktor situasional (Situational Factors) yang
dikenal dengan Model MARS. Terdapat lima tipe perilaku, yaitu kinerja tugas, warga
organisasional, kontraproduktif perilaku kerja, bergabung/menetap dengan organisasi,
dan memelihara ketadangan kerja (absensi).
Nilai itu stabil, kepercayaan yang bertahan lama tentang apa yang penting dalam
berbagai macam situasi yang menuntun keputusan dan tindakan kita. Shalom Schwartz
mengelompokkan nilai-nilai individu dalam 10 wilayah yang lebih besar yang terbagi
dalam empat cluster diantara dua kutub wilayah yang lebih besar.
Nilai-nilai lintas budaya diperkenalkan oleh Geert Hofstede yang terdiri dari daya
jaraj (power distance), individulisme vs kolektivisme, maskulinitas vs feminitas,
menghindari ketidakpastian, dan orientasi jangka panjang vs orientasi jangka pendek.
Ada empat nilai yang menuntun pada prinsip-prinsip etika, yaitu: utilitarianisme, hak
individual, keadilan distributif, dan kepedulian. Kemudian, terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi perilaku etika dalam organisasi, yaitu: intensitas moral, sensitivitas
etika, dan pengaruh situasional.
21
22