1e

12
PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DENGAN DIMENSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA SABAI NAN ALUIH SICINCIN PADANG PARIAMAN TAHUN 2013 Guslinda, Yola Yolanda, Delvi Hamdayani* ABSTRAK Lanjut usia yang berusia di atas 60 tahun berisiko terkena penyakit demensia. Penyakit ini dapat dialami semua orang tanpa membedakan gender, status sosial, ras, bangsa, etnis, ataupun suku (Nugroho, 2008). Demensia sering menimpa sekitar 10 % kelompok usia di atas 60 tahun dan 47 % kelompok usia di atas 85 tahun, Permasalahn yang ditemukan dalam penelitian ini adalah tingginya angka kejadian dimensia pada lansia di panti sosial tresna werdha sabai nan aluih sicincin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia dengan demensia di panti sosial tresna werdha sabai nan aluih tahun 2013. Penelitian menggunakan pendekatan Quasi Eksperiment pre dan post test with control group, penelitian ini telah dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman 2 minggu dari tanggal 2 juni sampai 16 juni 2013 dengan jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 24 orang yang terdiri dari 12 orang kelompok kontrol dan 12 orang kelompok perlakuan. Hasil penelitian didapat lebih dari separuh lansia (58,4 %) mengalami dimensia ringan dan 41,6 % lansia mengalami dimensia sedang. Hasil Uji Statistik didapatkan p value 0,000 sehingga Ha diterima yaitu terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan fungsi kognitif pada lansia dengan dimensia yang dilakukan senam otak dari pada kelompok lansia dimensia yang tidak dilakukan senam otak. Lansia yang mengalami dimensia diharapkan melakukan latihan senam otak secara efektif dan teratur. dan tidak cepat puas diri, walaupun telah terjadi peningkatan fungsi kognitif , agar dapat meningkatkan kualitas hidup dan produktifitas lansia. Kata kunci : Senam otak, lansia, dimensia _______________________________________________________________ Alamat korespondensi Ns. Guslinda,M.Kep.,Sp.Kep.J Ns. Yola Yolanda, S.Kep Ns. Delvi Hamdayani, S.Kep Dosen Prodi S1 Keperawatan STIKes Mercubaktijaya Padang Jl.Jamal Jamil Pondok kopi Siteba Padang Telp. 0751-442295

description

jurnal

Transcript of 1e

Page 1: 1e

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DENGAN DIMENSIA DI

PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA SABAI NAN ALUIH SICINCIN PADANG PARIAMAN TAHUN 2013

Guslinda, Yola Yolanda, Delvi Hamdayani*

ABSTRAK

Lanjut usia yang berusia di atas 60 tahun berisiko terkena penyakit demensia. Penyakit ini dapat dialami semua orang tanpa membedakan gender, status sosial, ras, bangsa, etnis, ataupun suku (Nugroho, 2008). Demensia sering menimpa sekitar 10 % kelompok usia di atas 60 tahun dan 47 % kelompok usia di atas 85 tahun, Permasalahn yang ditemukan dalam penelitian ini adalah tingginya angka kejadian dimensia pada lansia di panti sosial tresna werdha sabai nan aluih sicincin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia dengan demensia di panti sosial tresna werdha sabai nan aluih tahun 2013.

Penelitian menggunakan pendekatan Quasi Eksperiment pre dan post test with control group, penelitian ini telah dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman 2 minggu dari tanggal 2 juni sampai 16 juni 2013 dengan jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 24 orang yang terdiri dari 12 orang kelompok kontrol dan 12 orang kelompok perlakuan. Hasil penelitian didapat lebih dari separuh lansia (58,4 %) mengalami dimensia ringan dan 41,6 % lansia mengalami dimensia sedang.

Hasil Uji Statistik didapatkan p value 0,000 sehingga Ha diterima yaitu terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan fungsi kognitif pada lansia dengan dimensia yang dilakukan senam otak dari pada kelompok lansia dimensia yang tidak dilakukan senam otak.

Lansia yang mengalami dimensia diharapkan melakukan latihan senam otak secara efektif dan teratur. dan tidak cepat puas diri, walaupun telah terjadi peningkatan fungsi kognitif , agar dapat meningkatkan kualitas hidup dan produktifitas lansia.

Kata kunci : Senam otak, lansia, dimensia _______________________________________________________________ Alamat korespondensi Ns. Guslinda,M.Kep.,Sp.Kep.J Ns. Yola Yolanda, S.Kep Ns. Delvi Hamdayani, S.Kep Dosen Prodi S1 Keperawatan STIKes Mercubaktijaya Padang Jl.Jamal Jamil Pondok kopi Siteba Padang Telp. 0751-442295

Page 2: 1e

PENDAHULUAN

Saat ini, diseluruh dunia, jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 625 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), pada tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1.2 milyar (Nugroho, 2012). Disadari atau tidak, ternyata Indonesia telah memasuki era pertambahan jumlah penduduk lansia. Sejak tahun 2000, proporsi penduduk lansia di Indonesia telah mencapai di atas 7%. Pada 2010, jumlah lansia diprediksi naik menjadi 9,58% dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Prediksi tahun 2020, angka tersebut meningkat menjadi 11,20% dengan usia harapan hidup rerata 70,1 tahun. Seseorang dikatakan lanjut usia berdasarkan undang-undang nomor 13/tahun 1998 adalah mereka yang berumur mencapai 60 tahun keatas, Dalam proses menua, sel otak juga mengalami penuaan dan kehausan. Tidak bisa diramalkan betapa besar kecepatannya. (Watson, 2003).

Berdasarkan teori, lanjut usia yang berusia di atas 60 tahun berisiko terkena demensia. Demensia cukup sering dijumpai pada lansia, menimpa sekitar 10 % kelompok usia di atas 65 tahun dan 47 % kelompok usia di atas 85 tahun. Pada sekitar 10-20% kasus demensia bersifat reversibel atau dapat diobati. Di Indonesia, prevalensi demensia pada lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah 5% dari populasi lansia. Prevalensi ini meningkat menjadi 20% pada lansia berumur 85 tahun ke atas (Amirullah, 2011). Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas sosial dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) (Mickey & Patricia, 2007). Demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah, sehingga keadaan ini pada mulanya tidak disadari. Penderita akan mengalami penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu dan kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan benda. Penderita mengalami kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan dalam pemikiran abstrak (misalnya dalam pemakaian angka). Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti

suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan berbicara. (Medicastore, 2012).

Beragam pengobatan dapat diterapkan pada pasien demensia ini. Mulai dari terapi farmakologis dengan menggunakan obat-obatan sampai terapi non farmakologis seperti rehabilitasi medik berupa fisioterapi, latihan kognitif, terapi wicara dan terapi okupasi. Terapi non farmakologis perlu diterapkan pada pasien demensia untuk menunda kemunduran kognitif dengan menerapkan perilaku sehat dan melakukan stimulasi otak sedini mungkin dengan beragam terapi seperti rekreasi, membaca, mendengarkan musik, mengingat waktu dan tempat, berdansa, terapi seni dan senam otak untuk melatih kemampuan otak bekerja.

Banyak orang yang merasa terbantu melepaskan stres, menjernihkan pikiran dan meningkatkan daya ingat dengan melakukan senam otak. Senam otak berguna untuk melatih otak. Latihan otak akan membuat otak bekerja atau aktif. Menurut penelitian, otak seseorang yang aktif (suka berfikir) akan lebih sehat secara keseluruhan dari orang yang tidak atau jarang menggunakan otaknya. Pada teorinya sesuatu organ yang aktif akan memerlukan pasokan oksigen dan protein. Jika pasokan itu lancar maka bisa dikatakan organ tersebut sehat (Yanuarita, 2012).

Menurut ahli senam otak sekaligus penemu senam otak, dari lembaga Educational Kinesiology Amerika Serikat Paul E. Denisson Ph.D., meski sederhana, senam otak mampu memudahkan kegiatan belajar dan melakukan penyesuaian terhadap ketegangan, tantangan dan tuntutan hidup sehari-hari. Selain itu senam otak juga bisa mengoptimalkan perkembangan dan potensi otak serta meningkatkan kemampuan berbahasa dan daya ingat. Pada lansia, penurunan kemampuan otak dan tubuh membuat tubuh mudah jatuh sakit, pikun dan frustasi. Meski demikian, penurunan ini bisa diperbaiki dengan melakukan senam otak. Senam otak tidak saja akan memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak, tetapi juga merangsang kedua belahan otak untuk bekerja (Yanuarita, 2012).

Demensia yang tidak diatasi atau dibiarkan saja akan memperburuk keadaan penderitanya. Pada sebagian besar demensia stadium lanjut,

Page 3: 1e

terjadi penurunan fungsi otak yang hampir menyeluruh. Penderita menjadi lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana). Hal ini akan menimbulkan masalah dalam keluarga yaitu kehilangan anggota keluarga. Oleh karena itu senam otak ini sangat penting dilakukan dalam membantu meningkatkan fungsi kognitif pada lansia dengan demensia. Dengan melakukan senam otak dapat memicu otak agar tidak kehilangan daya intelektual serta awareness-nya. Senam otak ini dapat memulihkan kembali kondisi orang yang pelupa karena pada dasarnya pusat-pusat sistem kewaspadaan atau reticulo activating system yang terdapat pada batang otak bisa diaktifkan lagi (Medicastore, 2012).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadia (2009), didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan skor fungsi kognitif secara bermakna, pada seluruh responden kelompok eksperimen yang telah diberikan latihan kognitif (senam otak) selama lebih kurang 20 menit. Rata-rata peningkatan skor fungsi kognitif pada lansia dengan demensia ringan, di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar tersebut adalah sebesar 3,84 %.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Panti Sosial Sabai Tresna Werdha Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman Februari 2013, dari 115 orang jumlah lansia yang ada tersebut, 30% diantaranya menderita demensia. Hal ini diperkuat dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan Mini Mental State Eximination (MMSE) yang dilakukan kepada seluruh lansia yang ada dipanti tersebut. Hasil wawancara peneliti dengan beberapa orang lansia diperoleh kesimpulan bahwa di panti tersebut belum pernah dilakukan latihan kognitif (senam otak) untuk penderita demensia. Namun, dipanti tersebut sudah ada wadah yang dapat mendukung untuk kegiatan seperti kegiatan senam lansia setiap akhir pekan. Melihat manfaat dari latihan kognitif (senam otak) terhadap peningkatan daya ingat dan berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh

Senam Otak terhadap Fungsi Kognitif pada Lansia dengan Demensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman”. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan desain penelitian Quasi Eksperimen dengan rancangan pre dan post test with control group dengan cara pengukuran MMSE (pre Test) sebelum ada perlakuan (eksperimental treatment) dan setelah itu dilakukan latihan senam otak kemudian dilakukan pengukuran MMSE setelah perlakuan.

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman selama 5 bulan, dari bulan April sampai Desember tahun 2013

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman yang berjumlah 115 orang dan sampel sebanyak 24 orang dimana jumlah sampel untuk Kelompok Intervensi adalah 12 orang dan jumlah sampel untuk kelompok kontrol adalah 12 orang.

Pengukuran dilakukan dengan dua cara yaitu pretest dan posttest, pretest adalah sebelum diberikan senam otak (brain gym) dengan menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) dan posttest adalah sesudah diberikan senam otak (brain gym) dengan menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) selama dua minggu pada pagi dan sore hari.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian tentang efektifitas senam otak (brain gym) terhadap fungsi kognitif pada lansia dengan demensia diuraikan sebagai berikut: 1. Distribusi frekwensi fungsi kognitif pada

lansia dimensia

Page 4: 1e

Tabel 1. Distribusi frekuensi fungsi kognitif pada lansia dengan demensia sebelum senam otak (brain gym) di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman Tahun 2013

Analisa data menggunakan menggunakan uji beda dua mean (paired samples T test) untuk membandingkan kemampuan fungsi kognitif lansia dengan demensia pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan senam otak (brain gym). Hasil uji diketahui jika ρ< 0,05 maka secara statistik ada pengaruh, dan jika nilai ρ> 0,05 maka hasil perhitungan tersebut tidak ada pengaruh (Nursalam, 2004). sedangkan untuk melihat perbedaan fungsi kognitif pada lansia, peneliti menggunakan uji beda dua mean (Independent samples T test) untuk membandingkan kemampuan fungsi kognitif lansia dengan .

Berdasarkan tabel 1 didapatkan bahwa lebih dari separoh (58,4%) responden mengalami penurunan fungsi kognitif dengan kategori ringan sebelum dilakukan senam otak (brain gym) di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.

Berdasarkan hasil penelitian fungsi kognitif sebelum dilakukan senam otak (brain gym) didapatkan bahwa dari 12 responden, lebih dari separoh (58,3%) responden mengalami penurunan fungsi kognitif dengan kategori ringan di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi (2006), tentang pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif sebelum dilakukan senam otak pada lansia dengan demensia di Posyandu Lansia Dahlia Lemahdadi Kasihan Bantul Yogyakarta, didapatkan bahwa dari 39 responden lebih dari separoh (60,1%) responden mengalami demensia ringan. Hal ini dikarenakan pada kedua penelitian ini mempunyai karakteristik yang sama dilihat dari segi usia responden 60-74 tahun, dan

menggunakan gerakan senam otak yang sama dari gerakan pertama sampai terakhir. Darmojo (2011), mengatakan menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang dideritanya. Secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran baik fisik, biologis maupun mentalnya. Watson (2003), mengungkapkan bahwa dalam proses menua, sel otak juga mengalami penuaan dan kehausan. Tidak bisa diramalkan betapa besar kecepatannya. Bahkan ada yang mengalaminya, sedangkan orang lain tidak. Dengan bertambahnya umur, kemampuan orang untuk memusatkan pikiran juga mundur. Dalam keadaan hiruk pikuk, menjelang usia senja orang lebih sukar lagi memusatkan pikiran. Makin sedikit perhatian yang diberikan, makin sukar orang mengingatnya kembali. Agus, dkk (2002), mengatakan bahwa penurunan fungsi kognitif (demensia) biasanya mulai timbul sesudah usia 60 tahun dengan risiko yang meningkat sesuai pertambahan umur. Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala penurunan daya ingat dan kemunduran fungsi intelektual lainnya. Lansia mengalami kemunduran fungsi intelektual yang bersifat menetap, yakni adanya gangguan pada sedikitnya 3 dari 5 komponen fungsi neurologis, yang mencakup fungsi berbahasa, mengingat, melihat dan memahami. Markam (2005), menyatakan bahwa daya ingat memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Memori merupakan bagian penting dalam proses kognitif. Memori sangat

Fungsi Kognitif Kelompok intervensi

Kelompok control

f % f % Normal 0 0 0 0 Demensia ringan 7 58,4 7 58,4 Demensia sedang 5 41,6 5 41,6 Demensia berat 0 0 0 0 Jumlah 12 100 12 100

Page 5: 1e

berhubungan dengan otak. Otak mengatur proses memori manusia. Tiap sel otak berkomunikasi dengan sel otak lainnya lewat kabel-kabel penghubung. Satu sel punya banyak cabang yang menghubungkan ke beberapa sel lain, semakin banyak percabangan tersebut, semakin banyak program yang dapat tersimpan dan otak semakin cerdas. Pada lanjut usia, percabangan ini berkurang akibat sel yang menyusut sehingga hubungan komunikasi antar sel menjadi terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan daya ingat pada lansia, penurunan fisik dan psikis disertai dengan penurunan daya ingat yang secara perlahan-lahan dapat mengacu kepada demensia.

Lebih lanjut Markam (2005) menjelaskan bahwa faktor usia sangat berpengaruh terhadap penurunan daya ingat, namun lanjut usia masih dapat terus produktif dan mempertahankan kemampuan yang ada dengan terus memberikan stimulasi pada otak seperti terus melakukan komunikasi, bermain teka-teki silang, mendengar musik nostalgia, hindari stres dan melakukan senam otak (brain gym). Pada usia produktif penyusutan sel ini pun dapat terjadi jika otak tidak difungsikan.

Menurut analisa peneliti, terjadinya penurunan fungsi kognitif dengan kategori ringan sebelum dilakukan senam otak (brain gym) pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman disebabkan karena faktor penuaan dari lansia tersebut, hal ini dapat dilihat dari rata-rata responden berumur 60-74 tahun. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses penuaan sangat mempengaruhi sel dan fungsi otak pada manusia. Seiring bertambahnya usia, penurunan jumlah sel otak akan terus terjadi setiap harinya, otak akan menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%, lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar, hubungan persyarafan menurun

dan saraf panca indera akan mengecil. Perubahan yang terjadi tersebut mengakibatkan mekanisme perbaikan sel menjadi terganggu, penglihatan berkurang, pendengaran menghilang dan terjadi defisit memori serta perubahan pada penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor pada lansia. Hal ini bisa dilihat dari hasil wawancara terpimpin menggunakan lembar observasi MMSE, yaitu 3 responden (25%) hanya bisa menyebutkan hari pada soal pertama tahap orientasi dan 5 responden (41,7%) tidak bisa menyebutkan negara pada soal kedua tahap orientasi. 3 responden (25%) tidak mampu menghitung selang angka mulai dari 100 kebawah berturut-turut dan berhenti setelah lima kali hitungan.

Selain penuaan, penurunan fungsi kognitif pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman juga terjadi karena kurangnya aktifitas yang dapat menstimulus otak, seperti kurang membaca, jarang mendengarkan musik nostalgia, terjadi peningkatan stres, dan tidak pernah melakukan senam otak (brain gym). Hal ini bisa dilihat dari hasil wawancara terpimpin dengan menggunakan lembar observasi MMSE yaitu 6 responden (50%) tidak mampu mengulang kalimat “jika tidak, dan atau tetapi”, 4 responden (33,3%) tidak mampu melaksanakan perintah untuk memejamkan mata, 12 responden (100%) tidak mampu membuat sebuah kalimat yang mengandung subyek dan obyek serta mempunyai makna dan 6 responden (50%) tidak bisa menyalin gambar segi enam pada soal no 11 tahap bahasa. Penurunan fungsi kognitif (demensia) jika tidak segera diatasi maka akan menimbulkan berbagai macam masalah seperti ketidakmandirian lansia dan inaktif yang total, tidak mengenal lagi anggota keluarganya, sukar memahami dan menilai peristiwa, tidak mampu menemukan jalan di sekitar rumah sendiri, mengalami inkontinensia, menunjukkan perilaku tidak wajar di masyarakat dan akhirnya bergantung pada kursi roda/tempat tidur.

Page 6: 1e

2. Distribusi frekwensi Fungsi Kognitif lansia Sesudah Senam Otak

Tabel 2. Distribusi frekuensi fungsi kognitif pada lansia dengan demensia sesudah senam otak (brain gym) di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman Tahun 2013

Fungsi Kognitif Kelompok Intervensi

Kelompok kontrol

F % f % Normal 9 75 0 0 Demensia ringan 3 25 7 75 Demensia sedang 0 0 5 25 Demensia berat 0 0 0 0 Jumlah 12 100 0 0

Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa

berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa lebih dari separoh (75%) responden mengalami peningkatan fungsi kognitif dengan kategori

normal sesudah dilakukan senam otak (brain gym) pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.

3. Analisis perubahan fungsi kognitif lansia

Tabel 3. Analisis perubahan fungsi kognitif pada lansia dengan demensia sebelum dan sesudah

diberikan senam otak (brain gym) pada lansia kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman Tahun 2013 n(24)

Variabel n Mean SD p value

Intervensi : Fungsi kognitif Sebelum

12 21.67 3.869 0.000

Sesudah 12 25.83 2.250 Selisih -4.16 1.619 Kontrol : Funsi kognitif Sebelum

12 21.67 3.869 0.082

Sesudah 12 21.92 3.777 Selisih -0.25 3.028

Tabel 3 menunjukkan rata-rata fungsi

kognitif lansia kelompok intervensi sebelum diberikan senam otak adalah 21,67 dengan standar deviasi 3,869 Sesudah senam otak rata-rata fungsi kognitif lansia adalah 25,63 dengan standar deviasi 2,250. Hasil uji statistik (P-value < 0,05), maka dapat disimpulkan ada peningkatan fungsi kognitif secara bermakna pada lansia kelompok intervensi setelah diberikan senam otak sebesar 84,54% dari fungsi kognitif awal. Sedangkan pada kelompok kontrol dapat dilihat rata-rata Fungsi kognitif

lansia sebelum diberikan senam adalah 21,67 dengan standar deviasi 3,869. Sesudah senam otak rata-rata fungsi kognitif lansia adalah 21,92 dengan standar deviasi 3,777. Hasil uji statistik didapat nilai 0,082 (Pvalue > 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada peningkatan Fungsi kognitif secara bermakna pada lansia kelompok kontrol sesudah senam otak diberikan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 12 responden sebelum dilakukan senam otak, lebih dari separoh (58,3%) responden

Page 7: 1e

mengalami penurunan fungsi kognitif dengan kategori ringan dan kurang dari separoh (41,7%) responden mengalami penurunan fungsi kognitif dengan kategori sedang. Setelah dilakukan senam otak terjadi perubahan fungsi kognitif, yaitu lebih dari separoh (75%) responden mengalami peningkatan fungsi kognitif menjadi normal, dan kurang dari separoh (25%) responden mengalami peningkatan fungsi kognitif dari sedang menjadi ringan.

Setelah dilakukan uji paired sampels T test, didapat nilai P = 0,000 dengan confidence interval antara -5,671 sampai -2,667. Hal ini berarti nilai p value <0,05 dan selisih nilai confidence interval sebanyak 3 poin setelah dilakukan senam otak (brain gym. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Situmorang (2010), tentang pengaruh senam otak terhadap peningkatan fungsi kognitif lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan, didapatkan p Value = 0,005 hal ini berarti nilai p Value < 0,05. Dari penelitian ini menggunakan gerakan senam otak yang sama dengan peneliti dari gerakan awal sampai akhir dan dengan jumlah responden yang sama.

Anggriyana & Atikah (2010), mengatakan bahwa senam otak dengan metode latihan Edu-K atau pelatihan dan kinesis (gerakan) akan menggunakan seluruh otak melalui pembaruan pola gerakan tertentu untuk membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat. Senam otak (brain gym) merupakan sejumlah gerakan sederhana yang dapat menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak, dapat menarik keluar tingkat konsentrasi otak dan juga sebagai jalan keluar bagi bagian-bagian otak yang terhambat agar dapat berfungsi maksimal. Akibatnya, stres emosional berkurang dan pikiran lebih jernih. Senam otak ini dapat memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak, meningkatkan daya ingat dan konsentrasi, meningkatkan energi tubuh,

mengatur tekanan darah, meningkatkan penglihatan, keseimbangan jasmani dan juga koordinasi.

Lebih lanjut Anggriyana & Atikah (2010), menyatakan bahwa senam otak dapat mengaktifkan otak pada tiga dimensi, yaitu lateralitas-komunikasi, pemfokusan-pemahaman dan pemusatan-pengaturan. Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah dan kreativitas), menyelaraskan kemampuan kreativitas dan berfikir pada saat yang bersamaan, meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi antara kontrol emosi logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh.

Disamping itu tiap gerakan yang dilakukan pada senam otak (brain gym) dapat mengaktifkan tiga dimensi otak yang bermanfaat untuk meningkatkan daya ingat, mempertahankan kualitas hidup lansia dan memperlambat kepikunan.

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan selama dua minggu dengan memberikan senam otak (brain gym) selama ± 10-15 menit pagi dan sore hari dalam dua minggu pada 12 responden. Peningkatan fungsi kognitif sesudah dilakukan senam otak (brain gym) rata-rata 4,16. Adanya efektifitas senam otak (brain gym) terhadap fungsi kognitif pada lansia dengan demensia disebabkan oleh gerakan senam otak (brain gym) yang dapat mengaktifkan tiga dimensi, yakni lateralisasi komunikasi (dimensi otak kiri dan kanan), pemfokusan pemahaman (dimensi otak muka dan belakang), dan pemusatan pengaturan (dimensi otak atas dan bawah).

4. Analisis perbedaan fungsi kognitif lansia

Perbedaan fungsi kognitif lansia antara kelompok yang diberikan senam otak lansia dianalisis dengan menggunakan uji

independent sample T-test. Hasil analisis disajikan pada tabel 4

Tabel 4. Analisis perbedaan fungsi kognitif pada lansia dengan demensia sesudah diberikan

senam otak (brain gym) pada lansia kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman Tahun 2013 n(24)

Page 8: 1e

Variabel n Mean SD p value Fungsi kognitif

Intervensi 12 25.83 2,250 0,000

Kontrol 12 21.42 2,392

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa rata–rata

Fungsi kognitif pada kelompok yang dilakukan senam otak pada lansia adalah dengan 25.83 standar deviasi 2,250. Sedangkan rata-rata Fungsi kognitif kelompok yang tidak dilakukan senam otak pada lansia adalah 21.42 dengan standar deviasi 2,392. Hasil uji statistik didapat nilai (P-value < 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna antara fungsi kognitif kelompok yang dilakukan senam otak pada lansia lansia dengan yang tidak dilakukan senam otak yaitu dengan selisih nilai 4,41 poin.

Berdasarkan hasil penelitian sesudah dilakukan senam otak (brain gym), didapatkan bahwa dari 12 orang responden lebih dari separoh (75%) responden pada kelompok intervensi mengalami peningkatan fungsi kognitif menjadi normal (tidak ada gangguan fungsi kognitif) pada lansia dengan demensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. Hal ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Festi (2010), juga didapatkan hasil bahwa lebih dari separoh (70%) responden dari 10 orang responden mengalami peningkatan fungsi kognitif menjadi normal (tidak ada gangguan fungsi kognitif). Hal ini dikarenakan pada kedua penelitian ini mempunyai karakteristik yang sama dilihat dari segi usia responden 60-74 tahun, dan penelitian sama-sama dilakukan di panti lansia, serta menggunakan gerakan senam otak yang sama dari gerakan yang pertama sampai terakhir.

Andhika (2010), menyatakan bahwa senam otak atau brain gym adalah serangkaian latihan berbasis gerakan tubuh sederhana. Senam otak merupakan stimulasi untuk menyeimbangkan otak kanan dan kiri.

Yanuarita (2012), juga mengungkapkan bahwa gerakan senam otak (brain gym) dibuat untuk merangsang otak kiri dan kanan (dimensi lateralitas); meringankan atau merelaksasi belakang otak dan bagian depan otak (dimensi pemfokusan); merangsang sistem yang terkait dengan perasaan/emosional, yakni otak tengah (limbik) serta otak besar (dimensi pemusatan).

Senam otak (brain gym) dapat meningkatkan daya ingat, dan konsentrasi, meningkatkan energi tubuh, mengendalikan tekanan darah, meningkatkan penglihatan dan juga koordinasi. Menurut pendapat ahli otak dari lembaga Edukational Kinesiology Amerika serikat Paul E. Dennison Ph. D, meski sederhana, senam otak (brain gym) mampu memudahkan kegiatan belajar dan melakukan penyesuaian terhadap ketegangan dan tuntutan hidup sehari-hari. Selain itu senam otak juga bisa mengoptimalkan perkembangan dan potensi otak serta meningkatkan kemampuan berbahasa dan daya ingat pada lansia, penurunan kemampuan otak dan tubuh membuat tubuh mudah jatuh sakit, pikun dan frustasi. Meski demikian, penurunan ini bisa diperbaiki dengan melakukan senam otak. Senam otak tidak saja akan memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak, tetapi juga merangsang kedua belahan otak untuk bekerja.

Teori lain diungkapkan oleh Anggriyana & Atikah (2010), bahwa senam otak dilakukan melalui tiga dimensi, yakni lateralisasi komunikasi (dimensi otak kiri dan kanan), pemfokusan pemahaman (dimensi otak muka dan belakang), dan pemusatan pengaturan (dimensi otak atas dan bawah). Lateralisasi komunikasi bertujuan untuk mengoptimalkan kemampuan belajar. Gerakan yang diperlukan adalah cross crawl atau gerakan menyilang yaitu gerakan untuk merangsang agar kedua belahan otak bekerja secara bersamaan serta membuka bagian otak yang terhambat atau tertutup. Gerakan ini meyangkut mendengar, melihat, menulis, bergerak dan sikap positif. Gerakan lain yang bisa membantu dimensi ini adalah tombol imbang yang bertujuan untuk meningkatkan daya ingat. Pemfokusan pemahaman bisa dilakukan dengan gerakan peregangan secara bebas seperti gerakan olengan pinggul dan pengisian energi. Gerakan ini membantu kesiapan dan berkonsentrasi, mengerti dan memahami. Gerakan ini akan bermanfaat membantu kesiapan dan berkonsentrasi untuk menerima hal baru dan

Page 9: 1e

mengekspresikan apa yang sudah diketahui. Untuk dimensi pemusatan pengaturan akan membuat orang lebih tenang, nyaman dan berfikir positif.

Menurut Ide (2008), porsi latihan senam otak yang tepat adalah sekitar 10-15 menit, sebaiknya 2-3 kali dalam sehari dan hasilnya bisa segera diketahui setelah melakukan latihan secara teratur selama 2 minggu berturut-turut. Latihan yang dilakukan secara teratur akan memperlihatkan hasil yang optimal.

Menurut analisa peneliti, terjadinya peningkatan fungsi kognitif dari kategori ringan menjadi normal sesudah dilakukan senam otak (brain gym) pada lansia dengan demensia pada kelompok intervensi di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman disebabkan karena melakukan gerakan senam otak (brain gym) secara benar dan teratur sesuai dengan gerakan yang telah ditetapkan dengan frekuensi latihan 2 kali sehari selama lebih kurang 10-15 menit dalam 2 minggu dan stimulus dari senam otak (brain gym) dapat merangsang kedua belahan otak untuk bekerja atau lebih aktif lagi. Senam otak (brain gym) dapat memicu otak agar tidak kehilangan daya intelektual serta awareness-nya dan dapat memulihkan kembali kondisi orang yang pelupa karena pada dasarnya pusat-pusat sistem kewaspadaan atau reticulo activating system yang terdapat pada batang otak bisa diaktifkan lagi. Hal ini bisa dilihat dari hasil wawancara terpimpin dengan menggunakan lembar observasi MMSE, 7 responden (58,3%) bisa menyebutkan hari, tanggal, bulan, dan tahun pada soal pertama tahap orientasi dan 6 responden (50%) bisa menyebutkan negara, provinsi, kabutan, kota, nama instansi tempat mereka tinggal. 7 responden (58,3%) menghitung selang angka mulai dari 100 kebawah berturut-turut dan berhenti setelah lima kali hitungan pada tahap atensi dan kalkulasi. 7 responden (58,3%) bisa mengulangi kalimat “jika tidak, dan atau tetapi”, 11 responden (91,7%) bisa melaksanakan perintah memejamkan mata, 3 responden (25%) bisa membuat kalimat yang mengandung subyek dan obyek serta harus mempunyai makna, dan 10 responden (83,3%) bisa menyalin gambar segi enam pada tahap bahasa.

Selain itu keadaan responden yang lebih dari separoh (58,3%) mengalami demensia ringan dengan jumlah fungsi kognitif yang

mendekati normal juga mendukung terjadinya peningkatan fungsi kognitif menjadi normal setelah melakukan senam otak (brain gym) secara teratur.

Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan silang pada senam otak (brain gym) dapat merangsang agar kedua belahan otak bekerja secara bersamaan serta membuka bagian otak yang terhambat atau tertutup sehingga memudahkan proses mempelajari hal-hal baru dan meningkatkan daya ingat. Gerakan olengan pinggul dan pengisian energi, sangat bermanfaat dalam mengaktifkan otak untuk belajar, mengusir stress, meningkatkan konsentrasi serta meningkatkan kemampuan memperhatikan dan memahami.

Gerakan menguap energi, tombol imbang dan tombol bumi membantu mengaktifkan otak untuk peningkatan oksigen otak, meningkatkan koordinasi dan konsentrasi, menjernihkan fikiran, menjaga badan tetap rileks dan mengurangi kelelahan mental (stress). Sedangkan gerakan luncuran gravitasi dan kait relaks dapat mengaktifkan rasa keseimbangan dan koordinasi motorik halus serta pemikiran logis dan pemusatan emosional yang membuat orang lebih tenang, nyaman dan berfikir positif. Selain menstimulasi kerja otak, senam otak (brain gym) juga dapat melancarkan aliran darah ke otak. Jika pasokan oksigen ke otak lancar maka otak bisa dikatakan sehat, karena pada teorinya suatu organ yang aktif akan memerlukan pasokan oksigen dan protein yang lancar.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa rata–rata Fungsi kognitif pada kelompok yang dilakukan senam otak pada lansia adalah dengan 25.83 dengan standar deviasi 2,250. Sedangkan rata-rata Fungsi kognitif kelompok yang tidak dilakukan senam otak pada lansia adalah 21.42 dengan standar deviasi 2,392. Hasil uji statistik didapat nilai (P-value < 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna antara fungsi kognitif kelompok yang dilakukan senam otak pada lansia lansia dengan yang tidak dilakukan senam otak yaitu dengan selisih nilai 4,41 poin.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi kognitif pada lansia yang melakukan senam otak secara teratur 2 kali sehari dengan waktu 10-15 menit dapat

Page 10: 1e

meningkatkan fungsi kognitif sebanyak 4,41 poin dari fungsi kognitif awal, Menurut peneliti, hal ini membuktikan bahwa Gerakan senam otak (brain gym) dapat bermanfaat dalam melancarkan aliran darah dan oksigen ke otak sehingga dapat meningkatkan koordinasi dan konsentrasi, menjernihkan fikiran, menjaga badan tetap rileks dan mengurangi kelelahan mental (stress). sehingga fungsi kognitif dapat dijaga dan dipertahankan.

Lebih lanjut Ide (2008), menungkapkan pada prinsipnya dasar senam otak (brain gym) adalah ingin otak tetap bugar dan mencegah pikun. Otak adalah satu-satunya organ yang kecanggihannya menurut para peneliti lebih canggih dari tata surya di alam lain. Seumur hidup menurut penelitian, otak hanya terpakai 20% dari 80% lainnya belum terungkap. Tersumbatnya bagian otak sebelah kiri di atas telinga atau pada pusat bahasa, akan mengakibatkan seseorang sulit bicara. Jika terjadi lesi (luka) diatas puncak kepala, tepat pada pusat penggerak jari tangan atau bibir, bisa cadel, lumpuh dan sebagainya.Itu sebabnya penting sekali memelihara otak tetap bugar, supaya kualitas hidup seseorang tetap terjaga baik. Karena sedikit lesi, jaringan otak tidak berfungsi sehingga dengan sendirinya aktivitas atau kualitas hidup seseorang menjadi jelek, terutama bagi lansia yang pada dasarnya telah mengalami penurunan sistem tubuh. Salah satu upaya pencegahan sejak dini agar para lansia sebagai warga senior yang berpengalaman itu dapat hidup tetap sehat dan produktif adalah dengan melakukan senam otak (brain gym). Senam otak (brain gym) dapat dilakukan segala umur, baik lansia, bayi, anak autis, remaja, maupun orang dewasa.

Menurut Ramadia (2009), pemberian senam otak (brain gym) yang diberikan kepada kelompok eksperimen dapat meningkatkan fungsi kognitif atau daya ingat lansia, karena aliran darah dan oksigen semakin lancar ke otak dan senam otak (brain gym) juga dapat merangsang kedua belahan otak bekerja secara harmonis dan bersamaan. Oleh karena itu senam otak (brain gym) dapat direkomendasikan sebagai penatalaksanaan non farmakologi pada lansia dengan demensia

KESIMPULAN DAN SARAN Pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Lebih dari separoh (58,4%) responden

mengalami penurunan fungsi kognitif dengan kategori ringan sebelum dilakukan senam otak (brain gym) di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.

2. Lebih dari separoh (75%) responden mengalami peningkatan fungsi kognitif dengan kategori normal sesudah dilakukan senam otak (brain gym) pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.

3. Ada perubahan fungsi kognitif pada lansia kelompok intervensi setelah diberikan senam otak terjadi peningkatan sebesar 84,54 % dari fungsi kognitif awal. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat perubahan Fungsi kognitif.

4. Ada pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia dimensia dimana terdapat perbedaan yang bermakna antara fungsi kognitif kelompok yang dilakukan senam otak pada lansia lansia dengan yang tidak dilakukan senam otak yaitu dengan selisih nilai 4,41 poin.

Adapun saran yang bisa diberikan adalah : 1. Bagi Panti

a. Agar dapat menerapkan latihan senam otak sebagai suatu program dalam rencana kegiatan atau aktifitas rutin panti

b. Diharapkan agar panti memfasilitasi perawat jika ada pelatihan (senam otak)

c. Diharapkan petugas kesehatan panti khususnya perawat agar dapat memotivasi lansia untuk melakukan latihan senam otak secara rutin dan teratur sehingga dapat meningkatkan fungsi kognitif pada lansia yang mengalami dimensia dan diharapkan juga agar perawat dapat memberikan reinforcemen atau penghargaan kepada lansia yang telah melakukan latihan senam otak dengan baik yaitu terbukti dengan selama 2 minggu melakukan senam otak dapat meningkatkan fungsi kognitif lansia.

Page 11: 1e

2. Bagi Lansia a. Bagi lansia yang telah melakukan latihan

senam otak minimal 2 kali sehari selama 10-15 menit diharapkan agar mampu menerapkannya sebagai suatu aktifitas yang rutin sehingga dapat meningkatkan fungsi kognitif. Sedangkan pada lansia yang belum melakukan latihan senam otak diharapkan supaya meningkatkan motivasi dan keingintahuan tentang pelaksanaan senam otak dari perawat panti dan dari teman yang telah melaksanakan senam otak.

b. Diharapkan agar lansia tidak cepat berpuas diri, walaupun telah terjadi peningkatan fungsi kognitif, namun lebih efektif apbila dilakukan teratur dan hal lainnya yang tercakup dalam penatalaksanaan senam otak untuk meningkatkan kualitas hidup lansia serta meningkatkan produktifitas dalm kehidupan sehari-hari.

3. Bagi Dinas sosial c. Diharapkan dengan penelitian ini dapat

menambah pengetahuan petugas dinas sosial tentang pelaksanaan terapi non farmakologis dimensia dengan cara malakukan senam otak pada lansia.

d. Diharapkan agar dinas sosial memberikan sarana dan prasarana kepada panti sosial tresna werdha sabai nan aluih sicincin dalam pelaksanaan latihan senam otak sebagai program kegiatan atau aktivitas rutin di panti.

4. Bagi Institusi pendidikan a. Diharapkan agar penelitian ini dapat

sebagai masukan dalam keperawatan kesehatan jiwa dimasyarakat, keluarga dan gerontik dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia penderita dimensia.

b. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai data dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dan meneliti terapi non farmakologis selain senam otak untuk meningkatkan funsi kognitif pada lansia, serta meneliti lebih lanjut perbedaan pengaruh senam otak antara lansia laki-laki dan perempuan yang mengalami dimensia.

DAFTAR PUSTAKA Agoes, dkk. 2011. Penyakit di Usia Tua. Jakarta : EGC. Amirullah. 2011. Jumlah Orang Pikun Indonesia

Meningkat. http://www.tempo.co/read/news /2011/12/06/060370238/Jumlah-Orang-Pikun-Indonesia-Meningkat. (diakses tanggal 28 Januari 2013).

Darmojo, Boedhi. 2011. Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut (Edisi 4). Jakarta : EGC.

Ihksan. 2012. “Pengaruh Terapi Warna Merah terhadap Daya Ingat pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap”. Keperawatan Unsoed. Purwokerto : Jawa Tengah.

Lumbantobing, S. M. 2004. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Medicastore. 2012. Demensia. http://medicastore. com/penyakit /699/Demensia. html. (diakses tanggal 8 februari 2013).

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugroho, Wahyudi. H. 2012. Keperawatan Gerontik & Geriatrik (Edisi 3). Jakarta : EGC.

_______. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik (Edisi 3). Jakarta : EGC.

Nursalam, 2004. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (edisi-2). Jakarta : Salemba Medika.

Ramadia, Arya. 2009. “Pengaruh Latihan Kognitif terhadap Perubahan Skor Fungsi Kognitif pada Lansia dengan Demensia Ringan di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar”. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang : Sumatera Barat.

Setyoadi & Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba Medika

Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2007. Buku Ajar keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.

Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC.

Page 12: 1e

Widianti, Anggriana Tri & Atikah Proverawati. 2010. Senam Kesehatan (Aplikasi Senam Untuk Kesehatan. Yogyakarta : Muha Medika.

Yanuarita, Andri. 2012. Memaksimalkan Otak Melalui Senam Otak (Brain Gym). Yogyakarta : TeranovaBooks

.