179-206-1-PB

13
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id 1 IDENTITAS DOKUMEN (Preview) Judul : PERBANDINGAN ANGKA KUMAN PADA CUCI TANGAN DENGAN BEBERAPA BAHAN SEBAGAI STANDARISASI KERJA DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Nama Jurnal : Jurnal Logika Edisi : Volume 5-Nomor 1-Agustus 2008 Penulis : Farida Juliantina Rachmawati dan Shofyatul Yumna Triyana Abstrak : Cuci tangan merupakan hal sederhana namun sangat penting sebagai salah satu upaya mencegah penyakit infeksi. Di laboratorium Mikrobiologi kedokteran, kuman yang digunakan adalah kuman penyebab infeksi, sehingga cuci tangan merupakan hal mutlak. Di samping untuk perlindungan terhadap petugas juga untuk menghindari kontaminasi, sehingga perlu dibandingkan cuci tangan dengan beberapa bahan yang dapat dijadikan standar di laboratorium Mikrobiologi Kedokteran. Penelitian dilakukan secara eksperimental. Sebagai variabel bebas adalah cuci tangan dengan beberapa bahan dan sebagai variabel terikat adalah jumlah angka kuman. Bahan yang digunakan adalah sabun Triclosan padat (baru dan lama), antiseptik etanol, Irgasan dan alkohol 70%. Jumlah sampel untuk masing-masing bahan sebanyak 60. Angka kuman dihitung sebelum dan setelah cuci tangan dan dianalis menggunakan uji t berpasangan. Jumlah rata-rata angka kuman setelah cuci tangan dengan sabun Triclosan padat baru : 14,48, dengan sabun Triclosan padat lama :34,46, dengan antiseptik etanol 2,67, dengan antiseptik Irgasan 6,27 dan dengan alkohol setelah cuci dengan air : 25,90. Cuci tangan dengan sabun antiseptik baru menunjukkan penurunan angka kuman yang bermakna (p<0,01) sementara dengan sabun antiseptik lama hasil tidak bermakna (p>0,05). Penggunaan antiseptik Etanol dan Irgasan (tanpa air) memberikan hasil yang bermakna (p<0,01). Cuci tangan dengan air dan dilanjutkan alkohol 70% tidak menunjukkan hasil yang bermakna. Air, tissu pengering dan lama waktu terpapar alkohol dapat menjadi penyebab sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Rata- rata jumlah angka kuman dari yang paling sedikit, antiseptik etanol (tanpa air) : 2,67, antiseptik Irgasan (tanpa air) : 6,27, sabun Triclosan padat baru : 14,48, alkohol 70% setelah cuci tangan dengan air : 25,90, sabun Triclosan padat lama :34,46. Penurunan bermakna dibanding sebelum cuci tangan yaitu dengan menggunakan antiseptik Etanol dan Irgasan (tanpa air) dan sabun Triclosan padat baru. Hasil terbaik pada penelitian ini menggunakan antiseptik etanol tanpa air. Perlu penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan air, yang digunakan, tissue pengering dan lama terpapar bahan. keywords : food safety knowledge and practice, household units Kesimpulan : A. KESIMPULAN 1). Hasil rata-rata angka kuman mulai dari yang terkecil, setelah cuci tangan dengan antiseptik etanol : 2,67, dengan antiseptik Irgasan 6,27, dengan sabun Triclosan padat baru : 14,48, dengan alkohol setelah cuci tangan dengan air : 25,90. sabun Triclosan padat lama : 34,46. 2). Dari penelitian ini antiseptik etanol menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan antiseptik lainnya. B. SARAN 1) Perlu penelitian lebih lanjut, dengan memperhatikan lebih seksama

Transcript of 179-206-1-PB

Page 1: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

1

IDENTITAS DOKUMEN (Preview)

Judul : PERBANDINGAN ANGKA KUMAN PADA CUCI TANGAN DENGAN BEBERAPA BAHAN SEBAGAI STANDARISASI KERJA DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Nama Jurnal : Jurnal Logika Edisi : Volume 5-Nomor 1-Agustus 2008 Penulis : Farida Juliantina Rachmawati dan Shofyatul Yumna Triyana Abstrak : Cuci tangan merupakan hal sederhana namun sangat penting sebagai salah satu

upaya mencegah penyakit infeksi. Di laboratorium Mikrobiologi kedokteran, kuman yang digunakan adalah kuman penyebab infeksi, sehingga cuci tangan merupakan hal mutlak. Di samping untuk perlindungan terhadap petugas juga untuk menghindari kontaminasi, sehingga perlu dibandingkan cuci tangan dengan beberapa bahan yang dapat dijadikan standar di laboratorium Mikrobiologi Kedokteran. Penelitian dilakukan secara eksperimental. Sebagai variabel bebas adalah cuci tangan dengan beberapa bahan dan sebagai variabel terikat adalah jumlah angka kuman. Bahan yang digunakan adalah sabun Triclosan padat (baru dan lama), antiseptik etanol, Irgasan dan alkohol 70%. Jumlah sampel untuk masing-masing bahan sebanyak 60. Angka kuman dihitung sebelum dan setelah cuci tangan dan dianalis menggunakan uji t berpasangan. Jumlah rata-rata angka kuman setelah cuci tangan dengan sabun Triclosan padat baru : 14,48, dengan sabun Triclosan padat lama :34,46, dengan antiseptik etanol 2,67, dengan antiseptik Irgasan 6,27 dan dengan alkohol setelah cuci dengan air : 25,90. Cuci tangan dengan sabun antiseptik baru menunjukkan penurunan angka kuman yang bermakna (p<0,01) sementara dengan sabun antiseptik lama hasil tidak bermakna (p>0,05). Penggunaan antiseptik Etanol dan Irgasan (tanpa air) memberikan hasil yang bermakna (p<0,01). Cuci tangan dengan air dan dilanjutkan alkohol 70% tidak menunjukkan hasil yang bermakna. Air, tissu pengering dan lama waktu terpapar alkohol dapat menjadi penyebab sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Rata-rata jumlah angka kuman dari yang paling sedikit, antiseptik etanol (tanpa air) : 2,67, antiseptik Irgasan (tanpa air) : 6,27, sabun Triclosan padat baru : 14,48, alkohol 70% setelah cuci tangan dengan air : 25,90, sabun Triclosan padat lama :34,46. Penurunan bermakna dibanding sebelum cuci tangan yaitu dengan menggunakan antiseptik Etanol dan Irgasan (tanpa air) dan sabun Triclosan padat baru. Hasil terbaik pada penelitian ini menggunakan antiseptik etanol tanpa air. Perlu penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan air, yang digunakan, tissue pengering dan lama terpapar bahan.

keywords : food safety knowledge and practice, household units Kesimpulan : A. KESIMPULAN

1). Hasil rata-rata angka kuman mulai dari yang terkecil, setelah cuci tangan

dengan antiseptik etanol : 2,67, dengan antiseptik Irgasan 6,27, dengan

sabun Triclosan padat baru : 14,48, dengan alkohol setelah cuci tangan

dengan air : 25,90. sabun Triclosan padat lama : 34,46.

2). Dari penelitian ini antiseptik etanol menunjukkan hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan antiseptik lainnya.

B. SARAN

1) Perlu penelitian lebih lanjut, dengan memperhatikan lebih seksama

Page 2: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

2

mengenai air, pengering yang digunakan

2) Perlu dilakukan penelitian dengan bahan-bahan lain selain yang sudah

disebutkan di sini

3) Perlu infomasi yang benar ke masyarakat jika menggunakan sabun plain

dengan antiseptik

Penerbit : Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Univervitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

Bahasa : Indonesia Format : PDF Web : http://www.uii.ac.id ; http://dppm.uii.ac.id

Tag : Jurnal Penelitian dan Pengabdian

Page 3: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

3

PERBANDINGAN ANGKA KUMAN PADA CUCI TANGAN DENGAN BEBERAPA BAHAN SEBAGAI STANDARISASI KERJA DI

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Farida Juliantina Rachmawati dan Shofyatul Yumna Triyana Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

ABSTRACT

Hand washing is a simple thing but it becomes one of serious efforts to prevent from infection. In Medical Microbiology Laboratory, microbe infection agent is used so hand washing is absolutely essential. Instead of protection for the laboratory assistant, hand washing is useful for prevention from contamination, so it is important to compare hand washing using several materials which can be a standard in Medical Microbiology Laboratory. The study is implemented using experimental research. Independent variable is hand washing using several materials and the quantity of microbe as dependent variable. The material is solid Triclosan soap (new and old), ethanol antiseptic, Irgasan and alkohol 70%. Sample quantity for each material is 60. Microbe quantity is counted before and after hand washing and analized with pair of experiment. The average quantity of microbe after hand washing using new solid Triclosan soap: 14,48, old solid Triclosan soap: 34,46, ethanol antiseptic 2,67, Irgasan antiseptic: 6,27 and alcohol after washed using water 25,90. Hand washing using new antiseptic soap indicated statistical significant of microbe numeral (p<0,01) while using old antiseptic soap indicated no significant result (p>0,05). Utilizing ethanol antiseptic and Irgasan (without water) indicated significant result (p<0,01). Hand washing using water and continued with alcohol 70% did not indicate significant result. Water, tissue dryer, time of alcohol exposed can be the causal factor so advanced research is needed. The average quantity of microbe from the least, ethanol antiseptic (without water): 2,67, Irgasan antiseptic (without water): 6,27, new solid Triclosan soap: 14,48, alcohol 70% after hand washing with water: 25,90, old solid Triclosan soap: 34,46. There was statistical significant compared before hand washing using ethanol antiseptic and Irgasan without water and new solid Triclosan soap. The best result of this research is obtained when antiseptic without water is used. Considering water which is used, tissue dryer and exposed time of material, advanced research is needed. Keywords: microbe numeral, hand washing, Microbiology laboaratory I. PENDAHULUAN

Sejak ditemukan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683 (Gupte, 1990), dapat diketahui ternyata kuman ada di mana-mana, di air, tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh setiap orang. Keberadaan kuman-kuman yang tidak kasat mata tersebut seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan. Secara kontinyu kuman-kuman tersebut diteliti atau dipelajari di laboratorium mikrobiologi.

Laboratorium mikrobiologi sendiri merupakan laboratorium yang mempelajari, menyimpan

dan melakukan pelayanan dalam bidang mikrobiologi yang meliputi bakteri, virus dan jamur.

Fungsi utama laboratorium mikrobiologi, membantu menegakkan diagnosis penyakit infeksi yang

disebabkan oleh mikroba, melakukan uji kepekaan serta penelitian-penelitian yang berkaitan

Page 4: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

4

dengan mikroba. Sekalipun yang diuji atau diteliti adalah mikroba, namun sterilitas merupakan hal

yang mutlak pada pemeriksaan mikrobiologi. Tanpa adanya sterilitas maka hasil yang diperoleh

bukanlah kuman yang sesungguhnya namun kuman kontaminan. Alat-alat yang steril namun tidak

memperhatikan faktor lain, tidak menjamin bebas dari kontaminasi. Salah satu cara untuk menjaga

agar hasil pekerjaan di laboratorium mikrobiologi tidak terkontaminasi, serta dapat melindungi

pemeriksa adalah dengan cara cuci tangan. Cuci tangan merupakan suatu hal yang sederhana

yang biasa kita lakukan tapi sangat besar manfaatnya. Penelitian yang dilakukan oleh Girou et al.,

(2002) membuktikan bahwa cuci tangan dapat menurunkan jumlah kuman di tangan hingga 58%.

Secara individu cuci tangan dapat meningkatkan hieginitas yang dapat berpengaruh terhadap

kesehatan.

Umumnya cuci tangan yang dilakukan di laboratorium mikrobiologi menggunakan sabun

biasa ataupun sabun cair, kadang-kadang digunakan sabun yang menggunakan antiseptik.

Selama ini tidak ada standar khusus cara cuci tangan yang dilakukan. Pada pengerjaan yang

dikhawatirkan berisiko tinggi baru digunakan alkohol. Di negara-negara maju dimungkinkan telah

dilakukan prosedur khusus namun di Indonesia umumnya belum dilakukan.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah angka kuman dengan beberapa bahan serta

mencari metode cuci tangan yang dapat dijadikan standar pada saat bekerja di Laboratorium

Mikrobiologi khususnya di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Dengan demikian

risiko kontaminasi dapat diminimalisir dan perlindungan keamanan pekerja laboratorium dapat

terjamin.

A. Laboratorium mikrobiologi

Secara umum Laboratorium mikrobiologi mempelajari tentang mikroorganisme: virus, bakteri, jamur yang

meliputi diagnostik (isolasi dan identifikasi), prognosis pada kasus infeksi, pedoman dalam pengobatan,

mencari sumber infeksi (misal pada suatu kasus “ledakan” penyakit infeksi) (Gupte, 1990). Laboratorium

Mikrobiologi dapat terdapat di institusi pendidikan baik itu Fakultas Biologi/MIPA, Fakultas Pertanian

maupun Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Kedokteran Gigi. Pada Fakultas

Kedokteran umumnya berorientasi pada Mikrobiologi Klinik yang mempelajari mikroba-mikroba yang

menyebabkan penyakit pada manusia. Sementara pada mikrobilologi Fakultas Kedokteran Hewan lebih

mempelajari pada mikroba yang menyebabkan penyakit pada hewan. Pada Laboratorium Klinik di

samping sebagai sarana praktikum umumnya juga berfungsi sebagai tempat penelitian dan pelayanan.

Sedangkan Laboratorium Mikrobiologi yang terdapat pada pabrik-pabrik atau perusahaan makanan lebih

memfokuskan pada penelitian yang berkaitan dengan makanan yang diproduksi pabrik tersebut. Hasil

penelitian tersebut akan sangat bermanfaat untuk kemajuan dan pengembangan produknya.

B. Kuman-kuman di sekitar kita

Penemuan mikroskop telah membuka tabir terdapatnya kontak manusia dengan mikroorganisme-

mikroorganisme yang tidak kasat mata. Mikroorganisme tersebut saat ini digolongkan dalam kerajaan

Page 5: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

5

Protista yang meliputi eukaryota, prokaryota, virus, viroid dan prion (Johnson et al., 1994).

Mikroorganisme tersebut terdapat di mana-mana, baik itu di udara, air, benda-benda yang ada di sekitar

bahkan pada tubuh tiap orang. Tubuh manusia secara terus menerus terpapar berbagai mikroorganisme.

Sebagian besar merupakan bakteri, namun ada juga jamur dan mikroorganisme lain. Pada keadaan

normal dan sehat, organisme tersebut tidak baerbahaya bahkan dapat bermanfaat. Mikroorganisme

tersebut dikenal sebagai flora normal atau komensal. Terdapatnya mikrorganisme tersebut dibuktikan

dengan adanya berbagai penelitian. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Gal et al. (2004)

membuktikan bahwa sabun yang digunakan untuk mencuci tangan dapat terkontaminasi oleh bakteri,

padahal penggunaan sabun dimaksudkan untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada di tangan atau

tubuh kita.

C. Flora normal di kulit

b. Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa menimbulkan penyakit

pada inang yang ditempati. Tempat paling umum dijumpai flora normal adalah tempat yang terpapar

dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran

urogenital. Kulit normal biasanya ditempati bakteria sekitar 102–10

6 CFU/cm

2 (Trampuz & Widmer,

2004). Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal atau

mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme tetap (resident

microorganism). Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen yang

tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari

lingkungan yang terkontaminasi atau pasien. Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit

(mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Pada

kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit (Trampuz &

Widmer, 2004; Jawetz e.t al., 2005). The Association for Professionals in Infection Control (APIC)

memberikan pedoman bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang diisolasi dari

kulit, tetapi tidak selalu ada atau menetap di kulit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri,

jamur, ragi, virus dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, dari berbagai sumber yang pada

akhirnya dapat terjadi kontak dengan kulit. Biasanya mikroorganisme ini dapat ditemukan di telapak

tangan, ujung jari dan di bawah kuku. Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai

mikroorganisme transien adalah Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium

perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A (Synder,1988). Sementara flora

tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang sehat yang ditemukan di lapisan

epidermis dan di celah kulit (Synder, 1988). Menurut Jawetz et al. (2005), flora tetap terdiri atas

mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia

tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan, mereka akan segera kembali seperti semula. Adanya

lemak dan kulit yang mengeras membuat flora tetap sulit lepas dari kulit meskipun dengan surgical

scrub. Oleh karena itu, dokter ahli bedah diharuskan memakai sarung tangan, salah satu alasannya

Page 6: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

6

adalah karena tidak mungkin menghilangkan semua flora atau mikroorganisme yang terdapat di kulit

(Synder, 1988). Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus epidermidis dan

stafilokokkus koagulase negatif lainnya, Corynebaterium dengan densitas populasi antara 102-10

3

CFU/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004). Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus

aureus. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 106 per

gram, suatu jumlah yang cukup untuk memproduksi toksin (Snyder, cit. Snyder, 2001). Flora

anaerobik seperti Propionibacterium acne, tinggal di lapisan kulit lebih dalam, dalam folikel rambut,

kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (Strohl, et al., 2001) P. acne menempati bagian kulit yang

berminyak. Sedikit populasi jamur (Pityrosporum) juga ditemukan sebagai mikroorganisme tetap.

Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu lainnya dan berbeda

di antara regio tubuh. Sebagian besar mikroorganisme tetap tidak berbahaya (Synder, 1988; Strohl et.

al, 2001). Flora transien akan mati atau dapat dihilangkan dengan cuci tangan, sedangkan flora tetap

yang sering dijumpai di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap akan selalu ada dan bertahan

hidup (survive), apalagi tempat tersebut menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan

mikroba. Berkeringat berlebihan atau pencucian dan mandi tidak menghilangkan atau mengurangi

secara bermakna jumlah flora tetap.

D. Sterilisasi di Laboratorium Mikrobiologi

Sterilisasi merupakan suatu proses untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik

bentuk vegetatif maupun bentuk spora (Gupte,1990). Fungsi sterilisasi di antaranya : pada bidang

mikrobiologi untuk mencegah pencemaran organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan

keadaan asepsis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap

pencemaran oleh mikroorganisme (Gupte, 1990). Salah satu cara yang digunakan adalah dengan

desinfeksi yaitu proses mematikan semua mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi

(Gupte, 1990). Di laboratorium mikro-biologi, sterilisasi merupakan bagian yang sangat penting

atau merupakan keharusan, baik pada alat maupun media. Hal ini penting karena jika alat atau media

tidak steril, kita akan sulit menentukan apakah isolat kuman berasal dari spesimen pasien yang diperiksa

atau kontaminan. Bekerja di laboratorium mikrobiologi mengandung risiko yang tidak kecil. Setiap saat

harus selalu berasumsi bahwa setiap mikroorganisme adalah potensial patogen dan kita harus berhati-hati

agar tidak terinfeksi oleh kuman yang akan diperiksa.

D. Cuci tangan

Cuci tangan adalah suatu hal yang sederhana untuk menghilangkan kotoran dan meminimalisir kuman

yang ada di tangan dengan mengguyur air dan dapat dilakukan dengan menambah bahan tertentu.

Penelitian intervensi yang berpengaruh 150 tahun yang lalu, Semmelweis meminta dengan tegas agar

para dokter yang melakukan autopsi mencuci tangannya sebelum membantu persalinan, sehingga

mengurangi kematian bayi karena sepsis puerperal Streptoccocus dari 22% menjadi 3%. Dengan cuci

tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman patogen melalui tangan. Peran tangan sebagai

Page 7: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

7

sarana transmisi kuman patogen telah disadari sejak tahun 1840-an. Dengan cuci tangan diharapkan akan

mencegah penyebaran kuman patogen melalui tangan. Sejak itu banyak penelitian yang memastikan

bahwa dokter yang membersihkan tangannya dari kuman sebelum dan sesudah memeriksa pasien dapat

mengurangi angka infeksi di rumah sakit (Teare, 1999). Sementara Dobson (2003) mengatakan bahwa

cuci tangan dapat mencegah lebih dari 1 juta kematian pertahun akibat penyakit diare, sedangkan

mencuci tangan dengan sabun dapat menurunkan diare hingga 47%. Dengan higiene tangan (hand

hygiene) yang tepat dapat mencegah infeksi dan penyebaran resistensi anti mikroba. Higiene tangan

sangat diperlukan di bidang mikrobiologi maupun di tempat perawatan atau tempat-tempat yang rawan

terjadi penyebaran mikroorganisme melalui media tangan kita. Di rumah sakit, higiene tangan yang

tepat dapat menurunkan atau mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Menurut Widmer (2000), terdapat

dua konsep dasar higiene tangan yang berbeda yaitu mencuci tangan (hand washing) dan menggosok

tangan dengan alkohol (hand rubbing). Cuci tangan adalah mencuci tangan dengan menggunakan sabun

plain (tidak mengandung anti mikroba) atau sabun antiseptik (mengandung anti mikroba), menggosok-

gosok kedua tangan meliputi seluruh permukaan tangan dan jari-jari selama 1 menit, mencucinya dengan

air dan mengeringkannya secara keseluruhan dengan menggunakan handuk sekali pakai. Meski sama-

sama untuk membersihkan tangan, keampuhannya membunuh bakteri berbeda-beda. Sabun antibakteri

memiliki bahan khusus yang dapat mengontrol bakteri di tangan. Ketika mencuci tangan dengan sabun

antibakteri, sejumlah kecil bahan antibakteri turut bekerja. Triclosan ialah zat antibakteri yang paling

sering ditambahkan. Bahan inilah yang mengurangi jumlah bakteri berbahaya hingga beberapa waktu

kemudian. Sementara itu, efek dari mencuci tangan dengan sabun biasa tidak sehebat bila memakai

sabun antibakteri. Sabun biasa memang dapat menghilangkan bakteri tetapi cuma sebentar. Dalam waktu

singkat bakteri akan berkembang lagi di tangan. Untuk penggunaan berulang, sabun pencuci tangan

mesti disukai pemakainya. Sabun pencuci tangan harus memenuhi standar khusus. Pertama, ia mesti

efektif menyingkirkan kotoran. Kedua, ia tidak merusak kesehatan kulit mengingat kulit yang sehat

adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh. Ketiga, ia harus nyaman untuk dipakai. Dalam hal ini,

aromanya pegang peranan. Ia semestinya tidak menebarkan wangi yang menusuk hidung. Cara kedua

untuk menciptakan higiene tangan adalah dengan menggosok tangan menggunakan alkohol. Berbeda

dari cuci tangan, pada teknik ini tidak memerlukan penggosokan yang amat kuat, mencuci dengan air

dan mengeringkannya dengan handuk (Andrej, 2004). Aktivitas cuci tangan menyebabkan hilangnya

kotoran di tangan secara mekanis (tanah, bahan-bahan organik) dan flora yang melekat tidak kuat di

tangan (sebagian besar berupa flora transien dan sebagian kecil flora tetap). Sabun plain tidak atau

sedikit memiliki aktivitas anti mikroba, mengurangi jumlah bakteri dari tangan dari 0,6 sampai 1,1 log

10 CFU (colony forming unit) dalam waktu 15 detik, 1,8 sampai 2,8 log 10 CFU dalam waktu 30 detik

dan 2,7 sampai 3,0 log 10 CFU dalam waktu 1 menit (Hilburn J, et al., 2002). Waktu mencuci tangan

yang diperpanjang tidak mengurangi jumlah bakteri yang ada. Sementara menggosok tangan dengan

alkohol lebih efektif membunuh flora, tidak hanya menghilangkan secara mekanik semua flora transien

Page 8: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

8

dan sebagian besar flora tetap. Teknik menggosok kedua tangan dengan alkohol sampai mengusap,

biasanya memerlukan waktu 15-30 detik. Oleh karena alkohol membunuh mikroorganisme hanya jika

terjadi kontak dengan kulit, maka penting untuk menggunakan alkohol dalam jumlah yang cukup (3-5

ml) dan menyebar merata ke seluruh permukaan kulit (Widmer et. al., 2002 cit. Andrej et al., 2004).

E. Penghitungan angka kuman

Penghitungan angka kuman dapat dilakukan dengan membiakkan kuman yang akan dihitung pada media

agar darah. Agar darah merupakan media kaya yang dapat digunakan untuk pertumbuhan kuman baik

kuman gram positif maupun gram negatif. Kuman dihitung berdasar jumlah koloni pada daerah tertentu

dengan satuan CFU (Coloni Forming Unit)/cm2. Pada penghitungan angka kuman ini tidak dibedakan

macam koloni. Tiap koloni berasal dari 1 bakteri, sehingga tiap koloni dianggap 1 bakteri.

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. VARIABEL PENELITIAN

1. VARIABEL BEBAS : Cuci tangan dengan beberapa bahan

2. VARIABEL TERGANTUNG : Jumlah angka kuman

B. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini bersifat ekperimental. Cuci tangan dilakukan dengan berbagai bahan untuk

mencari cara terbaik sebagai metode kerja di Laboratorium Mikrobiologi Kedokteran.

C. KRITERIA PROBANDUS

Agar kondisi probandus antara yang satu dengan yang lain memiliki kondisi yang sama,

maka pada saat rekrutmen (sebelum perlakuan) probandus diberi penjelasan terlebih

dahulu untuk beberapa perlakuan. Seorang probandus dapat menjalani beberapa

perlakuan yang berbeda, namun dilaksanakan pada hari yang berbeda pula. Adapun

kriteria probandus :

- Sehat (tidak sedang sakit)

- Berada di lingkungan kampus terpadu Universitas Islam Indonesia

- Aktivitas wajar baik di dalam maupun di luar ruangan, minimal 2 jam sebelum dilakukan

perlakuan, tidak cuci tangan.

D. BAHAN PENELITIAN

Bahan utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Media agar darah, kuman dari

Page 9: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

9

tangan probandus, sabun antiseptik padat baru dan lama, antiseptik etanol dan irgasan,

alkohol 70%, NaCl, aquades, cat Gram, minyak imersi

E. ALAT

Alat-alat utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah, inkubator, bunsen, ose bulat,

objek glas, mikroskop

F. ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan uji statistik t-berpasangan. Analisis data dilakukan dengan program komputer SPSS 13

G. JALANNYA PENELITIAN

Alat dan bahan disiapkan, agar darah diberi garis menjadi 2 bagian dengan spidol pada dasar

petri, ditulis kode sebelum dan sesudah. Pengerjaan di dekat bunsen, probandus diminta

menempelkan ibu jari pada agar darah di daerah yang diberi kode sebelum, kemudian

dilakukan :

Metode 1

Probandus diminta cuci tangan selain menggunakan air mengalir juga menggunakan sabun

padat yang mengandung antiseptik (Triclosan) dan masih baru

Metode 2

Probandus diminta cuci tangan selain dengan air mengalir, juga menggunakan sabun

padat yang mengandung antiseptik (Triclosan) namun sudah beberapa lama (1-2 minggu)

dipakai.

Metode 3

Probandus diminta cuci tangan hanya dengan antiseptik (tanpa air). Antiseptik yang

digunakan adalah Etanol yang umum ada di pasaran

Metode 4

Probandus diminta cuci tangan hanya dengan antiseptik (tanpa air). Antiseptik yang

digunakan adalah Irgasan yang umum ada di pasaran

Metode 5

Probandus diminta cuci tangan dengan air kemudian dengan alkohol/etanol (sebagai

kontrol)

Masing-masing metode dilakukan pada 60 orang probandus selanjutnya, ibu jari ditempelkan lagi

di atas media Agar Darah pada daerah yang diberi kode sesudah. Pengerjaan tidak harus

dilakukan pada hari yang sama, selanjutnya media Agar Darah diinkubasi pada inkubator selama

Page 10: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

10

18-24 jam. Angka kuman dihitung pada 1 cm2, baik pada daerah sebelum maupun sesudah.

Dicatat kemudian dianalisis dengan hasilnya secara keseluruhan. Penempelan pada agar darah

cukup dengan ibu jari karena dianggap sudah dapat mewakili dan di antara jari yang lain

permukaannya paling luas sehingga dapat diukur dengan ukuran yang sama. Sedangkan jika

menempelkan semua permukaan tangan selain tidak efektif juga akan sulit mencari media yang

sesuai, kesulitan lain tangan tiap orang tidak sama sehingga akan sulit mencari petri yang besar

serta resiko kontaminasi lebih tinggi.

SKEMA PENELITIAN

Persiapan alat

Pencarian Probandus

Metode 1 2 3 4 5

ANALISIS DATA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Pada penelitian ini dilakukan 5 percobaan yang meliputi 1) cuci tangan dengan

menggunakan sabun padat baru yang mengandung antiseptic Triclosan, 2) sabun padat lama yang

juga mengandung Triclosan, 3) dengan antiseptic yang mengandung etanol 4) dengan antiseptic yang

mengandung Irgasan dan 5) dengan alcohol. Untuk penggunaan antiseptic etanol dan Irgasan tidak

menggunakan air.

1) Cuci tangan dengan menggunakan sabun Triclosan padat baru.

Pada penelitian ini dilakukan pada 60 probandus yang memenuhi kriteria inklusi. Metode yang

digunakan dengan metode finger print. Probandus yang telah mamenuhi kriteria kemudian

diminta untuk menempelkan ibu jari tangannya ke permukaan media agar darah yang telah

diberi tulisan ‘SEBELUM’, kemudian probandus mencuci tangan dengan sabun padat Triclosan

yang masih baru, didiamkan selama 30 detik kemudian dicuci dengan air mengalir, ditunggu 30

detik untuk mengurangi air yang ada di tangan kemudian ditempelkan pada agar darah yang

tertulis ‘SESUDAH’, kemudian diinkubasi selama 18-24 jam, hasil dihitung per 1 cm2 . Hasil

rata-rata angka kuman sebelum cuci tangan adalah 39,90 dan setelah cuci tangan 14,48. Analisis

hasil dengan menggunakan uji t berpasangan menunjukkan hasil yang bermakna (p<0,01),

dengan demikian terdapat perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah cuci tangan

Page 11: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

11

menggunakan sabun padat baru

2) Cuci tangan dengan menggunakan sabun Triclosan padat lama.

Pada prinsipnya pelaksanaan cuci tangan ini sama dengan cara cuci

tangan pada poin 1), yaitu Cuci tangan dengan menggunakan sabun

padat baru yang mengandung Triclosan. Bedanya hanya sabun yang

digunakan. Sebelumnya menggunakan sabun baru yang belum

dipakai, sedang pada penelitian ini menggunakan sabun yang sudah

dipakai beberapa lama. Lama pemakaian adalah 2 minggu . Ibu jari

ditempelkan pada agar darah sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil rata-rata angka kuman

sebelum cuci tangan adalah 33,48 dan setelah cuci tangan 34,47. Analisis hasil dengan

menggunakan uji t berpasangan menunjukkan hasil yang tidak bermakna (p>0,05), dengan

demikian tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah cuci tangan

menggunakan sabun Triclosan padat lama

3) Cuci tangan dengan antiseptik yang mengandung etanol.

Pada cuci tangan ini tidak menggunakan air. Probandus yang memenuhi kriteria inklusi diminta

untuk menempelkan salah satu ibu jari tangannya ke agar darah yang diberi tulisan ‘SEBELUM’

kemudian probandus diminta cuci tangan dengan antiseptik etanol (tanpa air) dan ditempelkan

ke agar darah yang diberi tanda ‘SESUDAH” selanjutnya diinkubasi selama 18-24 jam. Hasil

rata-rata angka kuman sebelum cuci tangan adalah 23,26 dan setelah cuci tangan 2,66. Analisis

hasil dengan menggunakan uji t berpasangan menunjukkan hasil yang bermakna (p<0,01),

dengan demikian terdapat perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah cuci tangan

menggunakan antiseptik etanol.

4) Cuci tangan dengan antiseptik yang mengandung Irgasan

Pada prinsipnya cuci tangan ini sama dengan cuci tangan menggunakan etanol hanya antiseptik

yang digunakan adalah Irgasan. Hasil rata-rata angka kuman sebelum cuci tangan adalah 23,06

dan setelah cuci tangan 6,26. Analisis hasil dengan menggunakan uji t berpasangan

menunjukkan hasil yang bermakna (p<0,01), dengan demikian terdapat perbedaan yang

bermakna antara sebelum dan sesudah cuci tangan menggunakan antiseptic Irgasan

5) Cuci tangan dengan menggunakan alkohol

Pada perlakuan ini, juga dilakukan pada 60 probandus. Probandus yang memenuhi kriteria

inklusi diminta untuk menempelkan salah satu ibu jari tangan pada agar darah yang telah ditulis

‘SEBELUM’. Kemudian probandus diminta untuk cuci tangan dengan air, dilap dengan tissue,

selanjutnya kedua tangan disemprot dengan alkohol, diusapkan secara merata ke seluruh tangan,

kemudian salah satu ibu jari ditempelkan pada permukaan agar darah yang telah ditulis

‘SESUDAH’. Inkubasi selama 18-24 jam, kemudian hasilnya dinilai. Analisis hasil dengan

menggunakan uji t berpasangan menunjukkan hasil yang tidak bermakna (p>0,05), dengan

Page 12: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

12

demikian tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah cuci tangan yang

dilanjutkan dengan menggunakan alkohol.

B. PEMBAHASAN

Dari hasil yang diperoleh, cuci tangan dengan sabun Triclosan menunjukkan perbedaan

antara sebelum dan setelah cuci tangan sementara dengan sabun Triclosan padat lama tidak ada

perbedaan. Dengan demikian, bila akan menggunakan sabun Triclosan padat sebagai antiseptik,

gunakan sabun yang masih baru. Sabun Triclosan padat setelah 2 minggu tidak efektif, oleh sebab itu

harus diganti. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui berapa hari sabun Triclosan padat

masih efektif digunakan

Pada penggunaan antiseptik etanol dan Irgasan pada prinsipnya keduanya efektif untuk

mengurangi jumlah kuman, hal ini dibuktikan dengan hasil yang bermakna antara sebelum dan

sesudah pemakaian. Hasil rata-rata dan uji t menunjukkan antiseptik etanol lebih bagus. Terdapat

perbedaan yang bermakna antara penggunaan antiseptik etanol dan Irgasan (p<0,01), sekalipun

keduanya efektif dalam membasmi kuman

Pada penggunaan alkohol setelah cuci tangan dengan air ternyata pada penelitian ini

menunjukkan hasil yang tidak bermakna antara sebelum dan setelah cuci tangan. Perlu ada penelitian

lanjutan dengan benar-benar memperhatikan air dan tissue yang digunakan, batas waktu menggosok

tangan dengan alkohol, sebelum ibu jari tangan ditempelkan pada agar darah yang diberi tulisan

‘SESUDAH’.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1). Hasil rata-rata angka kuman mulai dari yang terkecil, setelah cuci tangan dengan antiseptik etanol

: 2,67, dengan antiseptik Irgasan 6,27, dengan sabun Triclosan padat baru : 14,48, dengan

alkohol setelah cuci tangan dengan air : 25,90. sabun Triclosan padat lama : 34,46.

2). Dari penelitian ini antiseptik etanol menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan

antiseptik lainnya.

B. SARAN

1) Perlu penelitian lebih lanjut, dengan memperhatikan lebih seksama mengenai air, pengering yang

digunakan

2) Perlu dilakukan penelitian dengan bahan-bahan lain selain yang sudah disebutkan di sini

3) Perlu infomasi yang benar ke masyarakat jika menggunakan sabun plain dengan antiseptik

Page 13: 179-206-1-PB

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

13

DAFTAR PUSTAKA

Dobson, R.G. 2003, Handwashing Programed could be Intervention of Choice for Diarrhoeal Diseases,

BMJ, 326 : 1004

Gal, D., Mayo, M., Vaughan, H.S., Dasari, P., Mckinnon, M., Jacups, S. P., Urquhart, A.I., Hassell, M., Currie, B..J. 2004, Contamination of Hand Wash Detergent Linked to Occupationally Acquired Melioidosis, Am. J. Trop. Med. p. 360-62

Girou, E, Loyeau,S, Legrand,P, Oppein,F, Buisson,CB, 2002, Efficacy of Handrubbing with an Alcohol

Based Solution versus Standard Handwashing with Antiseptic Soap: randomised clinical trial. BMJ

325 : 362-5

Gupte, S., 1990, Mikrobiologi Dasar, Alih bahasa oleh Suryawidjaya, J.E. Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta

Inglis,TJJ, 2003, Microbiology and Infection, Churchill Livingstone, Philadelphia Jawetz, Melnick, and Adelberg’s, 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Alih bahasa oleh Mudihardi, E.,

Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L., Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Johson, A. G., Ziegler, R., Fitzgerald, T.J., Lukasewycz, O., Hawley, L., 1994, Mikrobiologi dan

Imunologi, Alih bahasa olehYulius E.S., Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta Synder, Peter, O., 1988, A., Safe Hands Wash Program for Retail Food Operations, Hospitaly

Institute of Technology and Management. St. Paul, MN. Strohl, W.A., Rouse,H, Fisher,B.D, 2001, Lippincott’s Illustrated Reviews: Microbiology, Lippincott

Williams & Wilkins, Pennsylvania Teare, L., 1999, Hand Washing. British Medical Journal, 318 : 686 Trampuz, Andrej and Widmer, A.F., 2004, Hand Hygiene : A Frequently Missed Livesaving

Opportunity During Patient Care, Mayo Clinic Proceedings, 79:109 - 116

Widmer, AF, 2000, Replace Hand Washing with Use of a Waterless Alcohol Hand Rub?, Clinical Infectious Disease, 31:136-143

Hilburn J, Fendler E, Groziak P, Hammond P, 2002, The Use of Alcohol Hand Sanitizer as an

Effective Infection Control Strategy in Acute Care Facility, American Journal of Infection Control, 30(4): Poster 129.

Snyder, Peter, 2001, Why Gloves are not The Solution to The Fingertip Washing Problem,

Hospitaly Institute of Technology and Management. St. Paul, MN.