175733200-BAB-I-docx

13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinetika kimia merupakan salah satu cabang ilmu kimia fisika yang mempelajari laju reaksi. Laju reaksi berhubungan dengan pembahasan seberapa cepat atau lambat reaksi berlangsung. Merubah konsentrasi dari suatu zat di dalam suatu reaksi biasanya merubah juga laju reaksinya. Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi, luas permukaan sentuhan, suhu, dan katalis. Oleh karena itu, reaksi kimia dapat berjalan cepat atau lambat. Dalam industri, reaksi kimia perlu dilangsungkan pada kondisi tertentu agar produknya dapat diperoleh dalam waktu yang sesingkat mungkin. Reaksi dapat dikendalikan dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah percobaan ini. 1.2 Prinsip Percobaan dan Aplikasinya Penentuan konstanta kecepatan reaksi dan energy aktivasi antara larutan KI dan K 2 S 2 O 8, dimana larutan Na 2 S 2 O 3 digunakan untuk mengikat ion berlebih dari KI, berdasarkan variasi waktu dan variasi volume terhadap laju reaksi yang terjadi yang ditandai dengan perubahan warna indicator amilum yang berubah menjadi warna biru, dan indicator aquades yang berubah menjadi warna kuning. Reaksinya adalah: S 2 O 8 + 2I - → 2 SO 4 - + I 2 Aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah pembuatan kopi atau teh yang menggunakan pelarut bersuhu tinggi dengan tujuan untuk meningkatkan laju reaksi. 1.3 Tujuan Percobaan Menentukan konstanta kecepatan reaksi dan energi aktivasi antara KI dan K 2 S 2 O 8 BAB II

description

raymond chang 6th edition, chemistry, BAB 1

Transcript of 175733200-BAB-I-docx

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kinetika kimia merupakan salah satu cabang ilmu kimia fisika yang mempelajari laju reaksi.

    Laju reaksi berhubungan dengan pembahasan seberapa cepat atau lambat reaksi berlangsung.

    Merubah konsentrasi dari suatu zat di dalam suatu reaksi biasanya merubah juga laju reaksinya.

    Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi, luas permukaan sentuhan,

    suhu, dan katalis. Oleh karena itu, reaksi kimia dapat berjalan cepat atau lambat. Dalam industri,

    reaksi kimia perlu dilangsungkan pada kondisi tertentu agar produknya dapat diperoleh dalam

    waktu yang sesingkat mungkin. Reaksi dapat dikendalikan dengan mengetahui faktor-faktor

    yang mempengaruhinya. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah percobaan ini.

    1.2 Prinsip Percobaan dan Aplikasinya

    Penentuan konstanta kecepatan reaksi dan energy aktivasi antara larutan KI dan K2S2O8,

    dimana larutan Na2S2O3 digunakan untuk mengikat ion berlebih dari KI, berdasarkan variasi

    waktu dan variasi volume terhadap laju reaksi yang terjadi yang ditandai dengan perubahan

    warna indicator amilum yang berubah menjadi warna biru, dan indicator aquades yang berubah

    menjadi warna kuning. Reaksinya adalah:

    S2O8 + 2I- 2 SO4

    - + I2

    Aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah pembuatan kopi atau teh yang menggunakan

    pelarut bersuhu tinggi dengan tujuan untuk meningkatkan laju reaksi.

    1.3 Tujuan Percobaan

    Menentukan konstanta kecepatan reaksi dan energi aktivasi antara KI dan K2S2O8

    BAB II

  • TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kinetika Kimia Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari tentang kecepatan

    reaksi-reaksi kimia dan mekanisme dari reaksi-reaksi tersebut. Reaksi kimia ada yang berjalan

    sangat lambat, lambat, dan sangat cepat. Hal ini dipengaruhioleh(Sastrohamidjojo, 2001):

    a. Luas permukaan

    b. Tekanan

    c. Temperature

    d. Konsentrasi

    e. Katalisator

    Tujuan utama kinetika kimia adalah mengetahui bagaimana laju bergantung pada

    konsentrasi reaktan. Mekanisme reaksi juga dapat diketahui melalui pengetahuan tentanglaju

    reaksi yang diperoleh dari eksperiman. Kinetika kimia: ketika senyawa yang berbeda hadir

    dalam keadaan yng sesuai reaksi akan terjadi. Batu kunci dari dari mekanisme reaksi adalah

    hukum laju. Ini menggambarkan hubungan antara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan

    (Oxtoby, dkk, 2001; Abdallah, 2010).

    2.2 Laju Reaksi

    Laju reaksi adalah laju perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu.

    Konsentrasi dinyatakan dalam mol per liter, namun untuk reaksi fase gas satuannya adalah

    atmosfer, mmHg, atau Pascal(Atkins, 1998).

    Hubungan laju reaksi dengan koefisien zat adalah sebagai berikut(Petrucci, 1986):

    A + 2B 3C + D

    Maka,

    = = =

    Sedangkan persamaan laju reaksi:

    V=k[A][B]2

    2.3 Orde Reaksi

    2.2.1 Reaksi orde ke nol

    Reaksi orde ke nol(Chang, 2005):

    A produk

    Hukum lajunya adalah:

    Laju=k[A]0

  • Laju dari orde ini adalah sama dengan konstantanya, tidak bergantung pada konsentrasi

    reaktan. Karena laju reaksi dari orde ini tetap, maka grafik sebagai fungsi dari waktunya adalah

    suatu garis lurus(Chang, 2005 ; Petrucci, 1987)

    2.2.2 Reaksi orde pertama Reaksi orde pertama merupakan laju reaksi yang bergantung pada konsentrasi reaktannya

    yang dipangkatkan 1. Reaksinya(Chang, 2005) :

    A produk

    Lajunya adalah:

    Laju =

    Dan hukum lajunya adalah:

    Laju = k[A]

    = k[A]

    Sehingga menjadi:

    ln = -kt

    Dimana ln adalah logaritma natural. Konsentrasi awal (t=0 ) tidak selalu pada pada awal

    percobaan, namun kapan saja waktu yang kita pilih untuk memantau percobaan dalam

    konsentrasi A(Chang, 2005).

    2.2.3 Reaksi orde kedua

    Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju reaksi

    merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Grafik yang menunjukkan pengaruh

    perubahan konsentrasi dari suatu pereaksi berorde dua terhadap laju reaksi diberikan pada

    Gambar 1(c).

  • (a). Orde nol (b). Orde satu (c). Orde dua

    Gambar 1. Grafik yang menyatakan pengaruh perubahan konsentrasi terhadap laju reaksi.

    Hukum lajunya adalah(Chang, 2005):

    Laju = k

    Sehingga persamaannya menjadi:

    = + kt

    2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

    Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, yaitu(Keenan, 1984):

    1). Luas permukaan

    Semakin halus ukuran kepingan zat padat makin luas permukaannya sehingga reaksi

    semakin cepat.

    2). Konsentrasi

    Semakin besar konsentrasi, reaksi semakin cepat berlangsung. Hal ini dikarenakan

    semakin banyak molekul yang bereaksi berarti semakin tinggi kemungkinan terjadinya tumbukan

    antar molekul, sehingga laju reaksipun semakin meningkat.

    3). Tekanan

    Penambahan tekanan dengan memperkecil volum akan memperbesar konsentrasi,

    dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi. Hal ini berlaku pada reaksi yang melibatkan

    pereaksi dalam wujud gas.

    4). Suhu

    Bila terjadi kenaikan suhu maka molekul-molekul yang bereaksi akan bergerak lebih

    cepat sehingga energi kinetiknya tinggi. Oleh karena energi kinetiknya tinggi, maka energi yang

    dihasilkan pada tumbukan antar molekul besar dan cukup untuk melangsungkan reaksi. Semakin

    tinggi suhu akan terjadi tumbukan yang menghasilkan energi semakin banyak.

    5). Katalisator

    Reaksi kimia yang berlangsung lambat dapat dipercepat dengan menambahkan

    katalisator ke dalamnya, tetapi setelah reaksi selesai katalisator tidak berubah.

    2.6 Hukum Laju dan Energi Aktivasi Hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi sebagai fungsi dari

    konsentrasi semua spesies yang ada, termasuk produk. Dalam metode laju awal, yang sering kali

    digunakan bersama-sama dengan metode isolasi, laju di ukur pada awal reaksi untuk beberapa

  • reaktan dengan konsentrasi awal yang berbeda-beda. Hukum laju awal untuk reaksi yang

    terisoolasi adalah (Atkins, 1996):

    V0 = k[A]0

    Log V = Log k + log [A]0

    Energy aktivasi adalah energy yang menerangkan panas maksimal yang harus dimiliki

    molekul-molekul sebelum bereaksi. Energy (kal/mol) digunakan untuk memutuskan ikatan

    kimia atau untuk menyusun kembali electron bila moleku bereaksi bertumbukan. Persamaan

    Arrhenius menyatakan (Allundaru dan Sitio, 2010):

    k = A e E/RT

    Persamaan ini dilinierisasi menjadi :

    ln k = ln A E/RT

    BAB III

    METODOLOGI

    3.1 Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah buret, beker, ember, labu ukur,

    penangas air, pipet tetes, stopwatch, dan thermometer. Bahan yang digunakan adalah akuades,

    amilum, larutan KI, larutan K2S2O8 , dan larutan Na2S2O3.

    3.2 Analisis Bahan

    3.2.1 Akuades (H2O)

  • Air yang diperoleh pada pengembunan uap air melalui proses penguapan atau pendidihan

    air, tidak berwarna, tidak berasa, titik leleh 00C, titik didih 100

    0C, bersifat polar pelarut organik

    yang baik, konstanta dielektrik paling tinggi, tidak berbau dan komposisi kalornya lebih tinggi

    dibandingkan cairan lain (Kusuma, 1983).

    3.2.2 Amilum atau Kanji

    Karbohidrat putih, tanpa bau dan tanpa rasa, terdiri atas rantai bercabang molekul molekul

    glukosa, dihasilkaan pada proses fotosintesis dalam tumbuh tumbuhan, penambahaan iodin

    mengasilkan warna biru hitam jika terkandung senyawa amilum didalamnya. Amilum

    merupakan dua campuran polimer yaitu amilosa dan amilopektin. Amilum digunakan dalam

    industry kertas, tekstil, juga dalam pembuatan dekstrin( Amiruddin, 1978 ; Day dan Underwood,

    2002).

    3.2.3 Kalium Iodida (KI)

    Kalium iodide adalah padatan Kristal putih KI dengan rasa yang sangat pahit dan larut

    didalam air, etanol dan aseton. Dalam larutan, senyawa ini dapat melarutkan iodine menjadi I3-

    yang berwarna cokelat. Senyawa ini biasa digunakan sebagai reagen analitis dalam fotografi, zat

    aditif dalam garam meja untuk mencegah penyakit gondokdan penyakit lain akibat kekurangan

    iodine. Beresiko meledakdengan logam basa, ammonia, senyawa halogen, dan hydrogen

    peroksida. Jika terjadi kontak dengan kulit, cuci dengan air. (Daintith, 1994).

    3.2.4 Larutan Kalium Peroksodisulfat (K2S2O8)

    Senyawa ini berupa Kristal putih tak berwarna dan tak berbau. Secara berangsur-angsur

    mengurai dimana kehilangan oksigen yang ada. Pada suhu tinggi mengurai lebih cepat. Senyawa

    ini larut dalam air, namun tidak larut dalam alcohol. Selain itu, senyawa ini juga merupakan

    pengoksida yang sangat kuat. Dapat menyebabkan alergi pada kulit, gangguan pernapasan jika

    terhirup, dan hindarkan kontak pada mata, segera bilas jika terjadi( Basri, 2003).

    3.2.5 larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

  • Senyawa ini merupakan endapan atau padatan yang larut dalam air namun tidak larut dalam

    etanol. Lazim dijumpai sebagai pentahidrat serta kehilangan air pada suhu 100 0C (Daintith,

    1994).

    3.3 Prosedur Percobaan

    3.3.1 Amilum Sebagai Indikator

    Dibuat larutan amilum 50 ml, larutan KI 250 ml(b), larutan K2S2O8 250 ml, dan larutan

    Na2S2O3 250 ml. Larutan amilum dipanaskan. Kemudian ditambahkan 6 tetes ke larutan K2S2O8

    dan larutan Na2S2O3 yang dicampur menjadi satu di dalam beker (a). Larutan a dan b dipanaskan

    pada variasi suhu yaitu 20 0C, 25

    0C, dan 30

    0C. Ketika kedua larutan mempunyai suhu yang

    sama, keduanya dicampurkan, lalu diaduk dan dihitung waktu yang dibutuhkan larutan untuk

    berubah warna. Hal ini di ulang pada konsentrasi K2S2O8 yang berbeda.

    3.3.2 Akuades Sebagai Indikator

    Akuades ditambahkan 6 tetes ke larutan K2S2O8 dan larutan Na2S2O3 yang dicampur menjadi

    satu di dalam beker (a). Larutan KI dimasukkan dalam beker lain (b). Larutan a dan b

    dipanaskan pada variasi suhu yaitu 20 0C, 25

    0C, dan 30

    0C. Ketika kedua larutan mempunyai

    suhu yang sama, keduanya dicampurkan, lalu diaduk dan dihitung waktu yang dibutuhkan

    larutan untuk berubah warna. Hal ini di ulang pada konsentrasi K2S2O8 yang berbeda.

    3.4 Rangkaian Alat

  • Gambar 1. Pemenasan pada penangas air.

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    4.1 Data Pengamatan

    4.1.1 Amilum Sebagai Indikator

    No Volume

    (mL)

    T (0C) Waktu

    (s)

    Warna

  • KI Na2S2O3 K2S2O8 Amilum

    1. 20 mL 10 mL 5 mL 6 Tetes 20 0C 1020 Kuning

    2. 20 mL 10 mL 5 mL 6 Tetes 25 0C 767 Biru

    3. 20 mL 10 mL 5 mL 6 Tetes 30 0C 544 Biru

    4. 20 mL 10 mL 10 mL 6 Tetes 20 0C 779 Biru

    5. 20 mL 10 mL 10 mL 6 Tetes 25 0C 346 Biru

    6. 20 mL 10 mL 10 mL 6 Tetes 30 0C 405 Biru

    7. 20 mL 10 mL 15 mL 6 Tetes 20 0C 500 Biru

    8. 20 mL 10 mL 15 mL 6 Tetes 25 0C 381 Biru

    9. 20 mL 10 mL 15 mL 6 Tetes 30 0C 295 Biru

    4.1.2 Aquades Sebagai Indikator

    No Volume

    (mL)

    T (0C) Waktu

    (s)

    Warna

    KI Na2S2O3 K2S2O8 Aquades

    1. 10 mL 5 mL 5 mL 6 Tetes 20 0C 615 Kuning

    2. 10 mL 5 mL 5 mL 6 Tetes 25 0C 447 Kuning

    3. 10 mL 5 mL 5 mL 6 Tetes 30 0C 414 Kuning

    4. 10 mL 5 mL 10 mL 6 Tetes 20 0C 450 Kuning

    5. 10 mL 5 mL 10 mL 6 Tetes 25 0C 361 Kuning

    6. 10 mL 5 mL 10 mL 6 Tetes 30 0C 415 Kuning

    4.2 Analisis Prosedur

    Laju reaksi adalah laju perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu.

    Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: konsentrasi, suhu, luas permukaan,

    dan katalisator. Laju reaksi berbanding lurus dengan konstanta kecepatan reaksi sedangkan

  • energi aktivasi berbanding terbalik terhadapnya. Hal ini berarti laju reaksi sebanding dengan

    perubahan konstanta laju reaksi .

    Pada percobaan ini, mula-mula dilakukan pembuatan 4 larutan yaitu: larutan kalium

    iodide 0,4 M, natrium tiosulfat 0,01 M, kalium peroksodisulfat 0,02 M, dan amilum. Larutan

    kalium iodide dibuat lebih pekat karena terkait dengan kuantitas iod-iodnya yang diikat natrium

    tiosulfat harus lebih banyak dari pada kandungan ion-ion yang lain. Hal ini bertujuan agar warna

    biru yang dihasilkan dapat tampak jelas. Larutan kalium iodide(b) ini berfungsi sebagai reaktan.

    Larutan amilum berfungsi sebagai indikator yang akan berwarna biru jika larutan kalium iodide

    sudah habis bereaksi. Larutan ini mengandung 2 polimer yaitu amilosa dan amilopektian.

    Kalium peroksodisulfat bersifat pengoksida yang kuat sehingga fungsinya sebagai oksidator

    yang akan membebaskan iod-iod dari kalium iodide. Sedangkan natrium tiosulfat berfungsi

    sebagai penangkap iod-iod berlebih, lalu bereaksi positif indikator amilum.

    Larutan natrium tiosulfat dan kalium peroksodisulfat dicampur menjadi satu(a).

    Pencampuran ini dilakukan terhadap kalium peroksodisulfat (tidak pada kalium iodide) karena

    jika dicampur dengan kalium iodide, natrium tiosulfat akan mengikat iod-iod dari kalium iodide

    sehingga pada saat pencampuran semua larutan kalium peroksodisulfat tidak dapat mengoksidasi

    kalium iodide. Larutan kalium peroksodisulfat direaksikan dengan berbagai ukuran volume. Hal

    ini bertujuan untuk melihat pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksinya. Semakin tinggi

    konsentrasinya maka laju reaksinya juga semakin cepat, karena peluang pertumbukan antar

    partikel-partikelnya juga semakin besar.

    Larutan amilum dpanaskan sebelum dimasukkan ke larutan b. Hal ini bertujuan agar

    enzim yang berada didalam larutan amilum aktif, yaitu enzim beta amilase. Jika enzim ini aktif,

    maka dapat membentuk warna biru. Sebanyak 6 tetes larutan ini dimasukkan kedalam larutan b.

    Kemudian larutan a dan b dipanaskan pada beberapa suhu yaitu: 20 0C, 25

    0C, dan 30

    0C.

    Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat laju reaksi pada larutan a dan b yang nantinya akan

    dicampur. Dengan pemanasan, molekul-molekul yang berada didalam larutan bergerak semakin

    cepat, bertumbukan semakin cepat, sehingga energy kinetic yang dihasilkannyapun semakin

    tinggi. Oleh sebab itu, energy yang dimiliki larutan semakin tinggi dan dapat melewati batas

    minimum dari energy aktivasi, reaksipun dapat berjalan lebih cepat. Sedangkan variasi suhu

    bertujuan untuk melihat dan membandingkan pengaruh tingkat tingginya suhu pada laju reaksi

    yang terjadi.

  • Ketika larutan memiliki suhu yang sama, maka keduanya dicampur dengan segera. Hal

    ini bertujuan agar suhu kedua larutan yang sama, tidak berubah jauh sehingga dapat menghindari

    galat. Kemudian larutan diaduk hingga larutan berubah menjadi berwarna biru. Warna biru ini

    timbul karena iod membentuk ikatan kompleks dengan amilum. Proses pengikatannya, iod dari

    larutan kalium iodide dioksidasi oleh kalium peroksodisulfat sehingga iod-iodnya terlepas dan

    diikat oleh natrium tiosulfat yang kemudian akan bersama-sama bereaksi positif dengan larutan

    indicator amilum, lalu membentuk kompleks. Pengadukan berfungsi untuk mempercepat reaksi,

    karena dengan pengadukan maka akan banyak molekul-molekul yang saling bertumbukan.

    Sehingga meningkatkan energi kinetik dan reaksipun berjalan lebih cepat.reaksi antara kalium

    peroksodisulfat dan kalium iodide adalah:

    S2O8- + 2I

    - 2SO4

    2- + I2

    Indikator amilum yang sebelumnya digunakan, diganti dengan aquades. Aquades selain

    sebagai pelarut, juga merupakan indicator. Warna yang dihasilkan dari indikator ini adalah

    kuning. Penggunaan dua indikator ini bertujuan untuk membandingkan keduanya berdasarkan

    warna, laju reaksi, konstanta laju, dan energi aktivasi yang dihasilkan masing-masing.

    4.2 Analisis Hasil

    Nilai tetapan laju reaksi yang didapat dari percobaan ini dengan amilum sebagai

    indikatornya pada suhu 20 0C adalah berturut-turut : -4,80 x 10

    -3 (V K2S2O8 5 mL), -6,28 x 10

    -3(V

    K2S2O8 10 mL), dan -9,79 x 10-3

    (V K2S2O8 5 mL). Pada suhu 25 0C : -6,36 x 10

    -3(V K2S2O8 5 mL), -

    1,41 x 10-2

    (V K2S2O8 10 mL), dan -1,28 x 10-2

    (V K2S2O8 5 mL). Dan pada suhu 30 0C adalah: -9,01

    x 10-3

    (V K2S2O8 5 mL), -1,21 x 10-2

    (V K2S2O8 10 mL), dan -1,66 x 10-2

    (V K2S2O8 15 mL). Dari data

    ini dapat disimpulkan bahwa konstanta akan memiliki nilai yang semakin besar seiring dengan

    bertambahnya jumlah volume pada suhu yang sama. Konsentrasi merupakan salah satu factor

    yang dapat mempercepat laju reaksi. Hal ini dikarenakan dengan semakin banyaknya partikel

    yang terlibat dalam suatu reaksi, maka peluang terjadinya tumbukan akan semakin besar diantara

    partikel-partikelnya. Konstanta reaksi berbanding lurus dengan laju reaksi, sehingga dengan

    semakin besarnya nilai konstanta, maka laju reaksipun semakin cepat berlangsung. Sedangkan

    pada perbandingan suhu, hasil yang diperoleh adalah semakin tingginya nilai konstanta seiring

    dengan tingginya suhu yang digunakan. Untuk itu, nilai konstanta yang paling tinggi terdapat

    pada jumlah volume 15 mL dan pada suhu 30 0C.

  • Nilai konstanta laju reaksi untuk akuades sebagai indikatornya pada suhu 20 0C, 25

    0C

    dan 30 0C dengan 2 variasi volume K2S2O8 berturut-turut adalah : -9,1x 10

    -3(V K2S2O8 5 mL), -

    1,25 x 10-2

    (V K2S2O8 10 mL), -1,27 x 10-2

    (V K2S2O8 5 mL), -1,57 x 10

    -2(V K2S2O8 10 mL)

    , 1,259 x

    10-2

    (V K2S2O8 5 mL) dan

    1,256 x 10

    -2(V K2S2O8 10 mL). Dari data ini, juga dapat dilihat bahwa

    semakin tinggi nilai volume dan suhunya, maka nilai konstantanya juga semakin besar.

    Seharusnya nilai konstanta ini terletak paling tinggi pada suhu 30 0C dan volume 10 ml, namun

    itu tidak terjadi. Hal ini dikarenakan proses pengadukan yang berbeda dari sebelumnya saat

    mencampurkan larutan. Pengadukan juga merupakan factor yang dapat mempercepat laju reaksi.

    Semakin kuat pengadukan, maka semakin cepat pula laju reaksi terjadi, karena pengadukan

    membantu terjadinya tumbukan diantara partikel-partikel yang bereaksi, sehingga energi kinetik

    yang dihasilkannyapun semakin besar.

    Energy aktifasi dari percobaan ini dengan amilum sebagai indicator pada V K2S2O8 5 mL:

    , V K2S2O8 10 mL: , dan V K2S2O8 15 mL: . Sedangkan pada akuades sebagai indicator pada V

    K2S2O8 5 mL: , dan pada V K2S2O8 10 mL : . Dari data ini, terlihat bahwa tidak adanya keteraturan

    nilai Energy aktifasi dari masing-masing volume. Seharusnya semakin besar nilai volume

    K2S2O8 maka semakin rendah nilai energi aktifasinya. Dengan begitu, maka laju reaksi menjadi

    semakin meningkat. Karena energy aktifasi berbanding terabalik dengan nilai laju reaksi.

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Simpulan

    a. Nilai tetapan laju reaksi yang didapat dari percobaan ini dengan amilum sebagai indikatornya

    pada suhu 20 0C adalah berturut-turut : -4,80 x 10

    -3 (V K2S2O8 5 mL), -6,28 x 10

    -3(V K2S2O8 10

    mL), dan -9,79 x 10-3

    (V K2S2O8 5 mL). Pada suhu 25 0C : -6,36 x 10

    -3(V K2S2O8 5 mL), -1,41 x 10

    -

    2(V K2S2O8 10 mL), dan -1,28 x 10

    -2 (V K2S2O8 5 mL). Dan pada suhu 30

    0C adalah: -9,01 x 10

    -3(V

    K2S2O8 5 mL), -1,21 x 10-2

    (V K2S2O8 10 mL), dan -1,66 x 10-2

    (V K2S2O8 15 mL).

  • b. Nilai konstanta laju reaksi untuk akuades sebagai indikatornya pada suhu 20 0C, 25

    0C dan 30

    0C

    dengan 2 variasi volume K2S2O8 berturut-turut adalah : -9,1x 10-3

    (V K2S2O8 5 mL), -1,25 x 10-2

    (V

    K2S2O8 10 mL), -1,27 x 10-2

    (V K2S2O8 5 mL), -1,57 x 10

    -2(V K2S2O8 10 mL)

    , 1,259 x 10

    -2(V K2S2O8 5

    mL) dan

    1,256 x 10

    -2(V K2S2O8 10 mL).

    c. Energy aktifasi dari percobaan ini dengan amilum sebagai indicator pada V K2S2O8 5 mL: , V

    K2S2O8 10 mL: , dan V K2S2O8 15 mL: . Sedangkan pada akuades sebagai indicator pada V K2S2O8 5

    mL: , dan pada V K2S2O8 10 mL : .

    5.2 Saran

    Pada praktikum selanjutnya diharapkan pada pengadukan campuran larutan dilakukan

    dengan kekuatan yang tidak jauh berbeda. Hal ini bertujuan agar hasil konstanta dapat

    dibandingkan secara akurat berdasarkan perbedaan volume dan suhu.