174414386 Awal Sejarah Sabun
description
Transcript of 174414386 Awal Sejarah Sabun
Awal Sejarah Sabun
Asal dari kebersihan pribadi kembali ke zaman prasejarah. Sejak air
menjadi bagian yang penting untuk kehidupan, orang pertama yang hidup di dekat
air dan tahu sesuatu apa itu properti kebersihan dan sedikitnya
bagaimana cara membilas lumpur dari tangan mereka. Benda mirip sabun
ditemukan dalam bentuk tabung saat penggalian di Babilonia Kuno adalah fakta
tentang adanya pembuatan sabun yang diketahui terjadi pada tahun 2800 SM.
Persembahan di tabung mengatakan bahwa lemak direbus dengan abu, yang mana
merupakan metodapembuatan sabun, tetapi bukan mengenai kegunaan sabun itu.
Beberapa catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir Kuno mandi dengan
cara biasa.Berdasarkan dokumen kesehatan sekitar tahun 1500 SM, Papirus
Eber mendeskripsikan kombinasi minyak hewani dan nabati dengan garam alkali
untuk membuat bahan sejenis sabun untuk menyembuhkan penyakit kulit juga
untuk membersihkan. Di waktu yang sama, Musa memberi orang Israel peraturan
perintah kebersihan pribadi.
Dia juga menghubungkan kebersihan dengan kesehatan dan penyucian
agama. Laporan Injil menyatakan bahwa orang Israel tahu bahwa campuran abu
dan produk minyak adalah jenis dari gel rambut. Orang Yunani Kuno mandi
untuk alasan estetik dan rupanya tidak menggunakan sabun.Justru mereka
membersihkan tubuh mereka dengan batangan lilin, pasir, batu apung dan abu
juga membaluri tubuh dengan minyak, menggosok tubuh dengan peralatan metal
yang disebut strigil, selain itu mereka juga menggunakan minyak dan abu. Nama
sabun didapatkan diantara legenda Romawi Kuno dari Gunung Sapo dimana
binatang dikorbankan. Hujan membuat terbentuknya campuran lemak dari hewan
mencair atau lemak dan abu kayu dibawah menjadi lilin di sepanjang Sungai
Tiber. Para wanita menemukan bahwa campuran tersebut membantu mereka
dalam membersihkan sesuatu.
Ketika peradaban Romawi maju kegiatan mandi mulai dikenal. Tempat
mandi perama orang Romawi terkenal dengan terdapatnya saluran
air, yang dibangun sekitar tahun 312 SM. Mandi dianggap sangat mewah, dan
mandi menjadi populer. Di abad-ke 2 Masehi, dokter Yunani Galen menganjurkan
sabun untuk pengobatan dan sebagai pembersih. Setelah musim gugur di
Roma tahun 467 masehi dan kebiasaan mandi mulai menurun,mandi lebih banyak
di lakukan oleh orang Eropa karena pengaruh yang kuat dari kesehatan publik.
Menurunnya kebersihan pribadi berhubungan dengan kondisi
kehidupan yang tanpa sanitasi sehingga memperbesar wabah di abad pertengahan,
khususnya kematian hitam di abad ke-14. Pada abad ke-17 kebersihan dan
mandi kembali menjadi kebiasaan di banyak tempat di Eropa. Pada abad
pertengahan mandi sehari-hari merupakan adat yang biasa di Jepang, disamping
itu di Islandia, kolam dengan air dari mata air panas adalah tempat berkumpul
yangpopuler di sabtu sore.
Pertengahan Abad Sejarah Pembuatan Sabun
Tidak dapat dipungkiri, pada abad ke 17 pembuatan
sabun merupakan keahlian di Eropa. Serikat pekerja pembuat
sabun terlindungi dan perdagangan rahasia mereka ditutup.Lemak nabati dan
hewani digunakan bersama arang tanaman, dan pewangi. Secara berangsur-angsur
jenis sabun yang tersedia menjadi lebih banyak, diantaranya untuk
mencukur, mencuci rambut, juga mandi dan mencuci. Italia, Spanyol dan Perancis
adalah pusat manufaktur pertama sabun, dan seharusnya mereka
siap untuk menyediakan bahan mentah pembuatan sabun seperti minyak zaitun.
Orang Inggris mulai membuat sabun pada abad ke 12. Pada tahun 1622 bisnis
sabun menjadi sangatpesat, hingga Raja James I mengabulkan monopoli kepada
pembuat sabun sebesar $100.000 pertahun. Memasuki abad ke-19, pajak sabun
adalah yang tertinggi, sehingga sabun menjadi barang mewah di beberapa negara.
Ketika pajak dihapuskan, sabun menjadi barang yangtersedia untuk orang biasa,
dan standar kebersihan juga meningkat. Pembuatan sabun komersial di Amerika
dimulai pada tahun 1608 dengan datangnya beberapa pembuat sabun di kapal
kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia. Bagaimanapun, untuk
beberapa tahun pembuatan sabun pada dasarnya menjadi pekerjaan rumah tangga.
Di Zaman Modern atau Zaman Sekarang
Bahan dasar kimia dari manufaktur sabun masih sama sampai tahun 1916,
ketika deterjen sintetik pertama berkembang di Jerman pada Perang Dunia I
berkaitan dengan berkurangnya lemak untuk membuat sabun. Sekarang diketahui
bahwa deterjen sintetis adalah pembersih non-sabun. Penjelajahan dari deterjen
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan alat kebersihan, tidak seperti sabun,
deterjen tidak dikombinasi dengan garam mineral di air untuk membentuk sesuatu
yang tidak dapat dipecahkan yang diketahui itu adalah busa sabun. Produksi
deterjen rumah tangga di Amerika Serikat dimulai di awal tahun 1930-an, tetapi
tidak sampai akhir Perang Dunia II. Ketika Perang Dunia berhenti, persediaan
lemak dan minyak juga merupakan kebutuhan militer yang digunakan untuk alat
kebersihan ketika bekerja di air laut. Deterjen pertama digunakan untuk mencuci
piring dan mencuci baju dari bahan yanglembut. Perkembangan detergen untuk
mencuci baju serba guna sudah populer pada tahun 1946, ketika deterjen (berisi
surfaktan/kombinasi pembangun) dikenalkan di Amerika Serikat. Surfaktan
adalah produk deterjen bahan pembersih dasar, adanya surfaktan membantu
deterjen untuk bekerja lebih efisien.
Di tahun 1953, penjualan deterjen di negara ini lebih meningkat dari
sabun. Kini, detergen dapat digunakan untuk menggantikan sabun untuk mencuci
baju, mencuci piring dan pembersih rumah tangga. Deterjen (sendiri
atau berkombinasi dengan sabun)banyak digunakan dalam bentuk batang dan cair
sebagai pembersih badan. Sejak prestasi di deterjen dan bahan kimia meningkat,
aktivitas produk baru memiliki lanjutan yang berfokus pada pembuatan produk
pembersih praktis dan mudah untuk digunakan, yang aman bagi konsumen dan
lingkungan. Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau
minyak dengan Alkali. Sabun juga merupakan garam-garam Monofalen dari
Asam Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus
(alifatik) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12-C18 dan M
adalah kation dari kelompok alkali atau Ion Ammonium.
Pembuatan sabun melibatkan teknologi kimia yang dapat mengontrol sifat fisika
alami yang terdapat pada sabun. Saponifikasi pada minyak dilihat dari beberapa
perubahan fasa untuk menghilangkan impurity (zat pengganggu) dan uap air serta
dilihat dengan recovery gliserin sebagai produk samping dari reaksi saponifikasi.
Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya air, gliserin, garam dan
impurity lain.
Perubahan lemak hewan (misalnya lemak kambing, Tallow) menjadi
sabun menurut cara kuno adalah dengan cara memanaskan dengan abu kayu
(bersifat basa), hal ini telah dilakukan sejak 2300 tahun yang lalu oleh bangsa
Romawi kuno
Sifat-Sifat Sabun
Sifat – sifat sabun yaitu :
a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi
sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air
bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH
b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka
akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal
ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air
mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia
koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran
yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan
non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang
bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam
zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air)
dan larut dalam air.
Non polar : CH3(CH2)16 Polar : COONa+
(larut dalam miyak, hidrofobik, (larut dalam air, hidrofilik,
memisahkan kotoran non polar) memisahkan kotoran polar)
Molekul-molekul sabun terdiri dari rantai hidrokarbon yang panjang dengan satu
gugus ionik yang sangat polar pada salah satu ujungnya. Ujung ini bersifat
hidrofilik (tertarik atau larut dalam air) dan ujung rantai hidrokarbon bersifat
lipofilik (tertarik atau larut dalam minyak dan lemak). Pengotor umumnya
melekat pada pakaian atau badan dalam bentuk lapisan minyak yang sangat tipis.
Jika lapisan minyak ini dapat dibuang, partikel-partikel pengotor dikatakan telah
tercuci. Dalam proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik
oleh ujung lipofilik sabun, kemudian kotoran yang telah terikat dalam air pencuci
karena ujung yang lain (hidrofilik) dari sabun larut dalam air
Reaksi Dasar Pembuatan Sabun
1. Saponifikasi
Pembuatan sabun tergantung pada reaksi kimia organik, yaitu saponifikasi. Lemak
direaksi dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserin. Persamaan reaksi
dari saponifikasi adalah:
C3H3(O2CR)3 + NaOH 3RCOONa + C3H5(OH)3
Lemak minyak Alkali Sabun Gliserin
Saponifikasi merupakan reaksi ekstern yang menghasilkan padan sekitar 65 kalori
per kilogram minyak yang disaponifikasi. pada rumus kimia diatas, R dapat
berupa rantai yang sama maupun berbeda-beda dan biasanya dinyatakan dengan
R1, R2, R3. rantai R dapat berasal dari laurat, palmitat, stearat, atau asam lainnya
yang secara umum di dalam minyak disebut sebagai eter gliserida. Struktur
gliserida tergantung pada komposisi minyak. Perbandingan dalam pencampuran
minyak dengan beberapa gliserida ditentukan oleh kadar asam lemak pada lemak
atau minyak tersebut. Reaksi saponifikasi dihasilkan dari pendidihan lemak
dengan alkali dengan menggunakan steam terbuka.
2. Hidrolisa Lemak dan Penetralan dengan Alkali
Pembuatan sabun melalui reaksi hidrolisa lemak tidak langsung
menghasilkan sabun. Minyak atau lemak diubah terlebih dahulu menjadi asam
lemak melalui proses Splitting (hidrolisis) dengan menggunakan air, selanjutnya
asam lemak yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis tersebut akan dinetralkan
dengan alkali sehingga akan dihasilkan sabun. Hidrolisa ini merupakan kelanjutan
dari proses saponifikasi. Secara kimia rekasi pembuatan sabunnya adalah :
(i) C3H5(O2CR)3 + 3H2O 3RCO2H + C3H5(OH)3
Lemak/ Minyak Air Sabun Gliserida
(ii) 3RCOOH + 3NaOH 3RCOONa + 3H2O
Air yang digunakan pada proses hidrolisis dapat berupa air dingin, panas
atau dalam bentuk uap air panas (steam). Pada proses hidrolisa lemak, air yang
digunakan berada pada tekanan dan temperatur yang tinggi, supaya reaksi
hidrolisa dapat terjadi dengan cepat. Jika natrium karbonat (Na2CO3) digunakan
sebagai penetralan asam lemak, maka selama reaksi saponifikasi akan
mengahsilkan CO2 dan menyebabkan massa bertambah sehingga material yang
ada di dalam reaksi akan tumpah karena melebihi kapasitas reaksi yang
digunakan. Dengan alasan ini, maka Na2CO3 digunakan pada reaksi yang berada
pada reactor yang memiliki kapasitas yang cukup besar.
Proses Pembuatan Sabun
Dalam pembuatan sabun terdapat beberapa metoda untuk proses pembuatan sabun
secara umum adalah sebagai berikut :
1. Hidrolisa
a. Proses Batch
Pada proses batch lemak atau minyak yang dipanaskan di dalam reaktor
batch dengan menambahakn NaOH, lemak tersebut dipanaskan sampai bau NaOH
tersebut hilang. Seletah terbentuk endapan lalu didinginkan kemudian endapan
dimurnikan dengan menggunakan air dan diendapkan lagi dengan garam,
kemudian endapan tersebut direbus dengan air sehingga terbentuk campuran halus
yang membentuk lapisan homogen yang mengapung dan terbentuklah sabun
murah.
b. Proses Kontinue
Pada proses kontinue secara umum yaitu lemak atau minyak dimasukkan
kedalam reaktor kontinue kemudian dihidrolisis dengan menggunakan katalis
sehingga menghasilkan asam lemak dengan gliserin. Kemudian dilakukan
peyulingan terhadap asam lemak dengan menambahkan NaOH sehingga terbentuk
sabun.
Metode pembuatan sabun
Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 macam proses pembuatan sabun yaitu
sebagai berikut (Y.H.Hui,1996) :
1. Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu
minyak/lemak dipanaskan di dalam ketel dengan menambahkan NaOH yang telah
dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk pasta
kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan NaCl
(10-12%) untuk mengendapan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan
menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan produk
samping gliserin.
2. Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali
langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi
saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang
dihasilkan berwarna gelap.
3. Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan
didalam suatu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar,250C). Reaksi
antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm sehingga dapat
menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk mereaksikan
minyak/lemak dan NaOH/alkohol. Proses ini memerlukan waktu untuk reaksi
sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi.
Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut :
• Minyak/lemak yang digunakan harus murni
• Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti
• Temperatur harus terkontrol dengan baik
4. Proses netral
Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH
sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun yang
dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa yang
banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan menambahkan
Na2CO3.
Proses Komersil Pembuatan Sabun
1. Direct Saponification
Saponifikasi langsung lemak dan minyak adalah proses tradisional yang
digunakan untuk produksi sabun. Secara komersial, hal ini dilakukan melalui
proses kettle boiling batch atau proses kontinu.
• Kettle Boiled Batch Process
Proses ini menghasilkan sabun dalam jumlah besar, menggunakan tangki
baja terbuka yang dikenal dengan ketel yang dapat menyimpan hingga 130.000 kg
bahan. Ketel dengan dasar kerucut ini yang berisi koil uap terbuka untuk
pemanasan dan agitasi. Untuk membuat sabun oleh proses lemak, dan minyak,
soda kaustik, garam, dan air secara bersamaan ditambahkan ke ketel. Untuk
menyelesaikan proses penyabunan, batch sabun dipanaskan untuk jangka waktu
tertentu menggunakan steam sparging. Setelah menyelesaikan reaksi penyabunan,
garam tambahan akan ditambahkan ke dalam ketel yang dipanaskan dengan uap
untuk mengubah campuran dari fase campuran neat-sabun ke campuran curd
soap–lye seat biphasic. Proses ini biasanya disebut dengan membuka butir sabun.
Dadih sabun yang tersisa di ketel biasanya dicuci beberapa kali dengan
menambahkan air untuk mengubahnya kembali ke neat sabun dan mengulangi
penambahan garam, mendidihkan, dan proses pemisahan.
Proses mencuci memberikan yang lebih baik menghilangkan kotoran dari
gliserol dan sabun. Setelah pencucian akhir, tingkat air di dalam sabun dadih yang
tersisa dalam ketel disesuaikan untuk mencapai sifat-sifat fisik yang tepat untuk
pengolahan tambahan. Proses ini, disebut sebagai fitting. Produk yang tersisa
dalam ketel adalah sabun murni dengan konsentrasi 70% dengan garam dan
gliserol tingkat rendah. Proses ini memakan waktu lama dan memerlukan
beberapa hari untuk menyelesaikannya.
Continuous Saponification Systems
Sebuah inovasi yang relatif baru dalam produksi sabun, sistem ini telah
menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik dan waktu pengolahan yang
jauh lebih pendek. Ada beberapa sistem komersial yang tersedia, bahkan
walaupun sistem ini berbeda dalam aspek desain atau operasi-operasi tertentu,
semua proses saponifikasi lemak dan minyak untuk sabun sama dengan proses
umum.(Gambar ). Umpan berupa campuran lemak dan minyak terus dimasukkan
ke dalam pressurized, heated vessel yang biasa disebut sebagai autoclave, bersama
dengan sejumlah kaustik soda, air, dan garam. Pada suhu (120o C) dan tekanan
(200 kPa) waktu yang digunakan untuk reaksi saponifikasi lebih cepat (<30
menit). Setelah dikontakkan dengan waktu kontak yang relatif singkat pada
autoclave, neat sabun dan campuran alkali dipompakan ke dalam cooling mixer
denagn suhu di bawah 100oC. Hasil produk kemudian dipompakan ke dalam
static separator dimana campuran alkali dengan kandungan gliserol (25–30%)
dipisahkan dari neat sabun menggunakan pengaruh gravitasi atau settling
(pengendapan). Neat sabun kemudian dicuci dengan larutan alkali dan garam. Hal
ini sering dilakukan dalam sebuah kolom vertikal, yang merupakan suatu tabung
yang terbuka berupa proses mixing or baffle stages. Neat sabun dimasukkan ke
bagian bawah kolom dan alkali atau larutan garam dipompakan dari atas. Neat
sabun yang masih bisa direcovery berada di atas kolom sedangkan alkali atau
larutan garam berada di bawah. Proses pencucian menghilangkan impurities dan
menghasilkan gliserol yang akan diproses lanjut. Proses pemisahan akhir
menggunakan centrifugal, setelah dipisahkan, residu alkali dalam neat soap
dinetralisasi melalui penambahan asam lemak yang akurat dalam steam-jacketed
mixing vessel (crutcher). Sabun kini siap untuk digunakan dalam pembuatan
sabun batang.
2. Netralisasi Asam Lemak
Pendekatan lain untuk memproduksi sabun adalah melalui netralisasi asam
lemak dengan kaustik. Pendekatan ini membutuhkan proses bertahap di mana
asam lemak diproduksi melalui hidrolisis lemak dan minyak dengan air, diikuti
dengan netralisasi berikutnya dengan kaustik. Pendekatan ini memiliki sejumlah
keuntungan lebih dibanding proses saponifikasi secara umum.
Tahap Hidrolisis
Tahapan hidrolisis lemak dan minyak dengan air membutuhkan pencampuran
yang baik dimana secara normal keduanya merupakan fasa yang tidak saling larut.
Reaksi dilakukan di bawah kondisi dimana air memiliki kelarutan yang cukup
tinggi yaitu sekitar 10 –25% dalam lemak dan minyak. Dalam prakteknya, proses
ini dicapai di bawah tekanan tinggi yaitu sekitar 4-5.5 MPa (580psi-800 psi) dan
dengan suhu tinggi (240 oC-270 oC) pada kolom stainless steel. (Gambar). ZnO
kadang-kadang ditambahkan sebagai katalis dengan lemak bahan baku dan
minyak untuk mempercepat reaksi.
Bahan baku lemak dan minyak yang dimasukkan di bagian bawah dan air
dimasukkan di bagian atas kolom. Kolom didesain terbuka atau berisi baffle untuk
meningkatkan pencampuran yang lebih baik melalui aliran turbulen. Steam
bertekanan tinggi ditempatkan pada ketinggian tiga atau empat di kolom yang
berbeda untuk pemanasan awal. Desain ini menetapkan pola aliran lawan dengan
air bergerak melalui kolom dari atas ke bawah dan lemak dan minyak arah yang
berlawanan. Sebagai bahan-bahan ini dicampurkan pada suhu dan tekanan
tinggi .Keterkaitan ester dalam lemak dan minyak dihidrolisis untuk menghasilkan
asam lemak dan gliserol. Asam lemak yang terbentuk dilanjutkan melalui kolom
bagian atas, sedangkan gliserol yang dihasilkan dilakukan pencucian melalui
bagian bawah dengan fase air. Karena ini merupakan reaksi reversibel, penting
untuk menghilangkan gliserin dari campuran melalui proses pencucian.
Asam lemak yang dihasilkan pada bagian atas kolom mengandung air,
lemak yang tidak terhidrolisis, dan Zn sisa sebagai katalis. Produk ini kemudian
dilewatkan ke tahap pengeringan vakum dimana air tersebut dihilangkan melalui
penguapan dan asam lemak didinginkan sebagai hasil dari proses penguapan.
Produk kering aliran ini kemudian diteruskan ke sistem distilasi. Sistem distilasi
memungkinkan untuk perbaikan kualitas asam lemak, yaitu, bau dan warna,
melalui pemisahan asam lemak dari lemak yang safonisasi sebagian dan minyak,
yang masih mengandung katalis Zn. Hal ini dicapai dengan pemanasan produk
steam dalam penukar panas dengan suhu sekitar 205oC-232oC dan dimasukkan
ke ruang hampa (flash still) pada tekanan 0,13kPa-0,8 kPa atau (1 – 6 mm Hg)
tekanan absolut . Asam lemak yang diuapkan pada kondisi ini akan dihilangkan
dari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti trigliserida terhidrolisis sebagian.
Asam lemak yang menguap kemudian melewati serangkaian kondensor air dingin
untuk fraksionasi .Sistem bervariasi dalam jumlah kondensor tetapi sistem tiga-
kondensor adalah system yang umum digunakan. Asam lemak biasanya
dipisahkan menjadi heavy cut, mid-cut, dan very light cut. Light cut sering
dihilangkan karena mengandung banyak zat yang menyebabkan bau yang tidak
enak pada asam lemak.
Asam lemak yang diperoleh dari proses tersebut dapat digunakan secara
langsung atau dimanipulasi lebih lanjut untuk diperbaiki atau diubah kinerja dan
stabilitas. Hardening adalah operasi dimana beberapa ikatan tak jenuh yang
terdapat di dalam asam lemak dieliminasi melalui proses hidrogenasi atau
penambahan H2 di karbon-karbon ikatan rangkap. Proses ini pada awalnya
dimaksudkan untuk meningkatkan bau dan memperbaiki warna asam lemak
melalui eliminasi dari ikatan rangkap tak jenuh. Namun, seiring perkembangan
dalam penggunaan asam lemak, hidrogenasi merupakan proses komersial penting
untuk mengubah sifat fisik dari asam lemak. Hardering biasanya dicapai dengan
melewatikan asam lemak yang telah dipanaskan melalui serangkaian tubes packed
dengan katalis dengan kehadiran gas hidrogen. Katalis yang paling sering
digunakan adalah Ni. Hardering ditentukan oleh jumlah hidrogen, suhu reaksi,
tekanan, dan waktu tinggal. Asam lemak yang telah melewati proses hardering
kemudian disaring untuk menghilangkan sisa katalis dan selanjutnya didinginkan
dalam flash tank dimana kelebihan gas hidrogen dihilangkan. Selain pengurangan
tingkat ketidakjenuhan dalam asam lemak, proses juga dapat mengkonversi
beberapa konfigurasi cis asam lemak tak jenuh ke dalam konfigurasi trans.
Konversi dapat mempengaruhi sifat produk jadi dan biasanya dikendalikan untuk
spesifikasi yang diinginkan.