Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

65
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya lah makalah yang berjudul “KEBUDAYAAN SUKU DAYAK” ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini saya tujukan kepada anak-anak, remaja, Mahasiswa, Pelajar, Pemerintah ataupun pada Khalayak ramai yang membaca makalah ini agar bisa mengerti tentang bagaimana kebudayaan suku dayak yang bertempat tinggal di pulau Kalimantan Indonesia. Dengan harapan semoga makalah ini bisa memberikan wawasan positif tentang kebiasaan adat dayak dan menjadikan kita semua bangga menjadi warga negara Indonesia dengan berjuta kebudayaan yang kita miliki. Kebudayaan Suku Dayak 1

description

Indonesia surga kebudayaan

Transcript of Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Page 1: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya lah

makalah yang berjudul “KEBUDAYAAN SUKU DAYAK” ini dapat terselesaikan dengan

baik. Makalah ini saya tujukan kepada anak-anak, remaja, Mahasiswa, Pelajar, Pemerintah

ataupun pada Khalayak ramai yang membaca makalah ini agar bisa mengerti tentang

bagaimana kebudayaan suku dayak yang bertempat tinggal di pulau Kalimantan Indonesia.

Dengan harapan semoga makalah ini bisa memberikan wawasan positif tentang kebiasaan

adat dayak dan menjadikan kita semua bangga menjadi warga negara Indonesia dengan

berjuta kebudayaan yang kita miliki.

DAFTAR ISI

Kebudayaan Suku Dayak 1

Page 2: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

KATA PENGANTAR....................................................................................................................1

DAFTAR ISI................................................................................................................................2

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN........................................................................................................................3

1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................... 3

1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................................................4

1.3 TUJUAN...........................................................................................................................4

1.4 METODOLOGI................................................................................................................. 4

BAB II........................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.......................................................................................................................... 5

2.1 SEJARAH SUKU DAYAK....................................................................................................5

2.2 MACAM-MACAM NAMA SUKU DAYAK..........................................................................6

2.3 CARA BERBURU SUKU DAYAK.........................................................................................7

2.4 RUMAH ADAT SUKU DAYAK............................................................................................9

2.5 KESENIAN SUKU DAYAK................................................................................................12

2.6 KONSEP KEPEMIMPINAN SUKU DAYAK........................................................................29

2.7 SISTEM KEBIASAAN MASYARAKAT SUKU DAYAK..........................................................31

2.8 ADAT PERKAWINAN SUKU DAYAK................................................................................33

2.9 SISTEM RELIGI DAN KEPERCAYAAN SUKU DAYAK.........................................................39

BAB III.....................................................................................................................................51

PENUTUP................................................................................................................................51

3.1 KESIMPULAN.................................................................................................................51

3.2 SARAN...........................................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................52

BAB I

Kebudayaan Suku Dayak 2

Page 3: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

SEJARAH AWAL ADANYA SUKU DAYAK DI INDONESIA

Suku dayak,adalah suku yang sangat fenomenal yang ada di negara Indonesia,karena terkenal akan kekuatan magisnya, Kata Dayak berasal dari kata "Daya" yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat. Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, KalimantanTengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya Pontianak.

Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka. Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan di seluruh daerah Kalimantan.

Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya.Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan (dalam bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal dari sungai BatangLupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang.Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk, Tamambaloh, dan Kenyah.

Kebudayaan Suku Dayak 3

Page 4: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah Sejarah Suku Dayak ?2. Apa sajakah macam nama suku dayak3. Bagaimanakah cara berburu suku dayak dan alat apakah yang mereka gunakan ?4. Bagaimanakah bentuk dan arsitektur rumah adat dayak ?5. Apa sajakah kesenian budaya suku dayak ?6. Bagaimana adat perkawinan suku dayak ?7. Bagaimanakah konsep kepemimpinan suku dayak ?8. Bagaimanakah sistem kepercayaan suku dayak ?

1.3 TUJUAN

Penulisan ini dilakukan untuk memberikan informasi atau gambaran mengenai :

1. Sejarah suku dayak di Indonesia2. Macam-macam nama suku dayak3. Cara berburu suku dayak4. Rumah adat suku dayak5. Kesenian budaya suku dayak6. Adat perkawinan suku dayak7. Konsep kepemimpinan suku dayak8. Sistem kepercayaan suku dayak

1.4 METODOLOGI

Metodologi ini menggunakan cara survei skunder, mencari informasi dan mengumpulkan data makalah dari data-data yang telah ada yakni; internet.

BAB II

PEMBAHASAN

Kebudayaan Suku Dayak 4

Page 5: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

2.1 SEJARAH SUKU DAYAK

Pada tahun (1977-1978) saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam. Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda.

Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608).

Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang

Kebudayaan Suku Dayak 5

Page 6: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).

Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.

Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963)

2.2 MACAM-MACAM NAMA SUKU DAYAK

Suku Dayak terbagi lagi menjadi beberapa kelompok, berikut ini pembagian macam-macam nama kelompok suku dayak :

Suku Dayak Abal Suku Dayak Bakumpai Suku Dayak Bentian Suku Dayak Benuaq Suku Dayak Bidayuh Suku Dayak Bukit Suku Dayak Darat:Dayak Mali Suku Dayak Dusun Suku Dayak Dusun Deyah Suku Dayak Dusun Malang Suku Dayak Dusun Witu

Kebudayaan Suku Dayak 6

Page 7: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Suku Dayak Kadazan Suku Dayak Lawangan Suku Dayak Maanyan Suku Dayak Mali Suku Dayak Mayau Suku Dayak Meratus Suku Dayak Mualang Suku Dayak Ngaju Suku Dayak Ot Danum Suku Dayak Samihim Suku Dayak Seberuang Suku Dayak Siang Murung Suku Dayak Tunjung Suku Dayak Kebahan Suku Dayak Keninjal Suku Dayak Kenyah Suku Dayak Simpangk Suku Dayak Kualant Suku Dayak Ketungau Suku Dayak Sebaruk Suku Dayak Undau Suku Dayak Desa Suku Dayak Iban Suku Dayak Pesaguan Suku Dayak Lebang

2.3 CARA BERBURU SUKU DAYAK

Adat istiadat Suku Dayak selalu terkait dengan ajaran kehidupan yang baik pada setiap warganya. Terutama dalam hal mencari makanan atau berburu. Mereka tidak pernah melakukan perburuan bisa persediaan makanan masih banyak. Mereka hanya akan berburu selepas musim panen dan jika akan melaksanakan upacara tradisi atau pesta.

Suku Dayak menjalani hidupnya dengan cara mendiami merambah hutan-hutan yang lebat.

Untuk mendapat daging, mereka suka berburu. Karena telah terlatih secara turun-temurun, mereka mempunyai cara unik dalam berburu binatang. Sehingga mereka tidak perlu mencari binatang buruannya, melainkan binatang buruan yang mereka inginkan datang dengan sendirinya.

Kebudayaan Suku Dayak 7

Page 8: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Suku Dayak memiliki keahlian khusus untuk memanggil binatang yang diinginkannya untuk datang mendekati mereka. Caranya tergantung dari binatang apa yang mereka buru.Jika berburu rusa mereka akan menggunakan sejenis daun serai yang dilipat melintang dan ditiup untuk menirukan suara anak rusa. Hasil tiupannya akan muncul suara seperti suara anak rusa. Secara insting seekor rusa akan mendatangi suara ini, karena mengira anaknya membutuhkan pertolongan.

Jika yang diburu adalah Celeng atau Babi hutan yang suka sekali diambil kutunya oleh Beruk (monyet besar), maka si pemburu akan menepuk pantat mereka berulang kali sehingga muncul suara seperti Beruk menepuk badannya. Atau menangkap beruk lalu ditepuk tubuhnya agar mau mengeluarkan suaranya untuk memanggil celeng.

Suku Dayak hanya menggunakan tombak atau sumpit yang dalam bahasa dayak disebut sipet sebagai alat berburu. Bagi suku Dayak, sumpit merupakan senjata berburu yang paling efektif. Dengan bahan dari kayu, senjata sumpit bisa tersamar di antara pepohonan. Sumpit juga tidak mengeluarkan bunyi ledakan seperti senapan, sehingga binatang buruan tidak bakal lari. Selain itu, dari jarak sekitar 200 meter, anak sumpit masih efektif merobohkan hewan buruan.

Karena sumpit mereka panjang, biasanya sumpit tersebut bisa juga digunakan sebagai tombak. Jarum sumpit yang digunakan berburu diolesi dengan ramuan racun yang berfungsi untuk melumpuhkan atau bahkan mematikan. Mereka juga membawa anjing peliharaan karena anjing mempunyai penciuman yang tajam dan berfungsi untuk mengejar binatang buruan yang lari setelah terkena racun sumpit.

Mereka juga menghitung waktu dan arah angin selama berburu. Perhitungan waktu berkaitan dengan aktivitas binatang buruan sementara arah angin untuk membantu mereka menentukan posisi untuk menyembunyikan diri. Kewaspadaan binatang buruan saat mendekati sumber bunyi yang ditirukan para pemburu, sangat dipengaruhi oleh bau asing yang dibawa angin.

Meski mereka memiliki keahlian khusus dalam berburu, hal yang bisa diambil dari kehidupan suku Dayak adalah kearifan tradisional sangat melekat. Yakni tetap memerhatikan keselarasan dan keseimbangan alam alam beserta sirkulasi rantai makanan. Sehingga mereka hanya berburu pada saat-saat tertentu ketika persediaan lauk mereka sudah mulai menipis atau mereka akan mengadakan pesta.

Suku Dayak sangat menghormati alam. Karena bagi mereka alam memberikan mereka semua kebutuhan yang mereka perlukan tergantung bagaimana kita memanfaatkan dan mengelolanya. Maka mereka tidak pernah menjual daging hewan buruan mereka. Setaip hewan buruan yang mereka dapatkan akan segera dibagi sesuai kebutuhan orang-orang yang turut berburu. Karena pelaksanaan berburu mereka secara berkelompok.

2.4 RUMAH ADAT SUKU DAYAK

Kebudayaan Suku Dayak 8

Page 9: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda, mulai dari rumah adat, tarian, alat musik pakaian dan lain-lain. Sebagai contoh adalah Rumah Betang, rumah adat suku dayak di provinsi Kalimantan.Rumah Betang atau Rumah Panjang merupakan rumah panggung yang dibangun dengan tinggi tiang sekitar 2 meter. Rumah ini dihuni oleh belasan rumah tangga yang terdiri dari 100-150 orang dan setiap ruangan didalam rumah dibatasi oleh sekat-sekat.Pada halaman rumah betang terdapat sapundu, yaitu sebuah patung berbentuk manusia dan berfungsi sebagai tempat untuk mengikat hewan yang akan dikurbankan pada acara ritual upacara adat. Selain itu pada beberapa halaman rumah betang juga memiliki Patahu yang berfungsi sebagai tempat untuk pemujaan.Sementara di bagian belakang rumah terdapat gudang yang dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan senjata tradisional (bawong) yang disebut tukau.

Rumah adat dayak kalimantan

Rumah adat suku Dayak disebut juga rumah betang. suku Dayak yang notabennya hidup berkelompok tinggal dalam 1 rumah yang besar,biasanya dalam 1 rumah terdapat beberapa kepala keluarga dan keluarganya. Saya sendiri pernah melihat langsung bagaimana rumah adat suku Dayak ini saat berkunjung ke pedalaman Kalimantan timur. Rumah yang sangat luas dan berbentuk panggung ini tingginya berkisar 3-5 meter dari

Kebudayaan Suku Dayak 9

Page 10: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

permukaan tanah. Rumah suku Dayak ini berbentuk panggung di karenakan agar terhindar dari banjir pada saat musim penghujan dan menghindari dari serangan binatang buas. Adapun beberapa bagian dari rumah adat suku Dayak yang saya ketahui yaitu :

Terdapat sebuah anak tangga untuk naik atau masuk ke dalam rumah. anak tangga ini biasanya berjarak 3-5 meter dari permukaan tanah , sehingga dapat mempermudah orang-orang untuk masuk ke dalamnya.

Atap pada rumah Betang ini sangat unik , karena memiliki ukiran-ukiran yang sangat indah. Menurut saya atap pada rumah betang ini memiliki unsur seni yang sangat tinggi karena pada ukiran-ukirannya yang sangan berbeda dan berciri khas kalimantan.

Kebudayaan Suku Dayak 10

Page 11: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Bale pada rumah betang ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu.Bale pada rumah betang memiliki interior yang sangat indah , karena di setiap dindingnya terdapat ukiran-ukiran,atau lukisan yang sangat indah.

Pada bagian bawah rumah betang ini terdapat tiang-tiang penyangga, masyarakat suku Dayak sendiri mengolah tiang-tiang tersebut menjadi sebuah karya seni yang indah seperti mengolahnya menjadi sebuah patung seperti gambar di atas. hal ini membuat estetika rumah adat suku Dayak menjadi sangat indah.

Kebudayaan Suku Dayak 11

Page 12: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

ini adalah salah satu interior ruangan rumah adat suku Dayak. terdapat tiang penyangga d tengah ruangan yang membuat ruangan menjadi tidak nyaman , hal ini di sebabkan karena jarak ruangan itu sendiri yang terlalu luas.

Yaitu rumah betang yang biasanya di huni oleh 20 kepala keluarga.Rumah betang terdiri atas kamar perang,kamar gadis,kamar upacara adat,kamar agama dan kamar tamu.

2.5 KESENIAN SUKU DAYAK

A. Senjata Suku Dayak

1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

Kebudayaan Suku Dayak 12

Page 13: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.

3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.

Kebudayaan Suku Dayak 13

Page 14: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.

Kebudayaan Suku Dayak 14

Page 15: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir

Kebudayaan Suku Dayak 15

Page 16: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

B. Pakaian Adat Suku Dayak

Busana Adat Dayak Ngaju

Suku Dayak Ngaju merupakan sebutan bagi penduduk yang mendiami wilayah Kalimantan Tengah. Seperti daerah lainnya di Indonesia propinsi yang beribukota di Palangkaraya ini juga memiliki pakaian adat tradisional yang dianggap sebagai simbol peradaban masyarakat didaerah tersebut. Kelengkapan pakaian tradisional yang dikenakan oleh kaum pria dalam adat Dayak Ngaju yaitu berupa rompi, kain penutup bagian bawah sebatas lutut, ikat kepala berhiaskan bulu-bulu enggang, kalung manik-manik dan ikat pinggang, serta tameng kayu beserta mandau dibagian pinggang. Sementara kelengkapan yang dikenakan oleh kaum wanita yaitu berupa baju rompi, kain (rok pendek), ikat atau penutup kepala yang dihiasi bulu-bulu enggang, kalung manik-manik, ikat pinggang serta gelang tangan.

Busana Kulit Kayu

Dalam kesehariannya suku Dayak Ngaju banyak memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan kulit kayu siren atau kulit nyamu sebagai bahan pembuatan pakaian. Kulit kayu yang diperoleh dari pohon yang keras ini, kemudian diproses dengan cara ditempa menggunakan alat pemukul berupa kayu sampai lemas menyerupai kain, barulah setelah itu dipotong untuk membuat baju dan celana.

Kebudayaan Suku Dayak 16

Page 17: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Busana suku Dayak Ngaju dibuat dengan model yang sangat sederhana yakni berupa rompi unisex (sangkarut) tanpa hiasan apapun dan semata-mata hanya difungsikan untuk menutupi badan saja. Pemakaian rompi ini dipadukan dengan celana berupa cawat yang pada bagian depannya ditutup lembaran kain nyamu berbentuk persegi panjang yang diberi nama ewah. Lambat laun masyarakat Dayak Ngaju mulai membubuhkan warna dan corak hias yang diilhami oleh keyakinan dan mitologi yang berkembang dimasyarakat untuk mempercantik busana mereka.

Busana Jalinan Serat Alam

Pada perkembangannya masyarakat Dayak Ngaju mulai mengembangkan keterampilan menjalin serat alam yang konon diperkenalkan oleh orang-orang Bugis. Kulit kayu yang mulanya diolah dengan cara ditempa kini dikembangkan menjadi serat halus yang diproses dengan cara dicelup mengunakan bahan pewarna alam sehingga terciptalah benang yang beraneka warna. Suku Dayak Ngaju pun lalu menciptakan alat penjalin untuk "merangkai" serat demi serat menjadi bentangan kain sebaai bahan dasar pembuatan busana untuk baju, celana, ikat kepala, dan kelengkapan lainnya.

Kebudayaan Suku Dayak 17

Page 18: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Tidak hanya terbatas pada kulit kayu saja mereka kemudian melirik rotan, jenis rerumputan, akar tumbuhan untuk diolah menjadi benang sehingga "kain" yang dihasilkan menjadi sangat beragam. Temuan-temuan baru tersebut kemudian dikembangkan lagi secara kreatif oleh para perancang busana masyarakat Dayak Ngaju sehingga terciptalah busana-busana indah yang memadukan kulit kayu, jalinan serat alam, serta aplikasi manik-manik dari logam, keramik dan arguci yang diperkenalkan oleh orang Cina dan India sebagai pelengkap acessories yang sebelumnya telah dibuat masyarakat Ngaju dari biji-bijian, kayu, dan tulang.

Busana Kain Tenun Halus

Dari penggunaan kulit kayu, dan serat alam kemudian berkembanglah kain tenun halus dikalangan masyarakat Dayak Ngaju. Kain tenun halus terlahir dari kreatifitas penenun masyarakat Ngaju yang banyak mendapat pengaruh dari para pedagang Gujarat dan India yang datang ke Nusantara dengan membawa serta kain-kain tenun halus dari serat kapas atau sutra sebagai barang dagangan. Hampir seluruh pakaian adat tradisional suku Ngaju yang beredar sekarang ini dibuat dari kain tenun halus serat kapas atau sutra dengan tetap mempertahankan corak hias dan modelnya yang tidak bergeser jauh dari bentuk asalnya.

Kebudayaan Suku Dayak 18

Page 19: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Sampai saat ini pakaian adat suku Dayak Ngaju yang berasal dari pengembangan busana tradisonal masa lampau masih banyak dikenakan pada upacara pernikahan sebagai busana pengantin, acara-acara adat, kostum tari-tarian, dan kebanyakan dibuat dari kain beludru, satin, atau sutra.

Pakaian Adat Kalimantan Timur

Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu negara bagian Sabah dan Serawak. Selain dikenal dengan keindahan alam, kebudayaan serta adat istiadatnya, wilayah yang mayoritas dihuni oleh suku Dayak dan Kutai sebagai penduduk asli Kalimantan Timur juga memiliki kekayaan lain berupa pakaian adat tradisional. Bergantung fungsi dan penggunaannya masyarakat Kalimantan Timur biasa mengenakan pakaian khas daerah mereka untuk keperluan tertentu seperti saat upacara perkawinan, pertunjukan tarian, dan untuk acara lainnya.

Kebudayaan Suku Dayak 19

Page 20: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Barangkali sebagian dari kita sudah sering melihat pakaian adat suku Dayak yang dikenal identik dengan hiasan berupa susunan manik-manik beraneka warna sebagai penghias kain hitam yang digunakan sebagai bahan dasar pakaian adat Dayak. Pakaian adat yang dikenakan oleh wanita dikenal dengan nama Ta a dan sementara pakaian adat yang dikenakan oleh pria disebut dengan sapei sapaq. Dilihat dari cara berbusana, tampak jelas terlihat bahwa suku Dayak tampak arif dan bijaksana dalam memanfaatkan alam untuk kehidupan sehari-hari.

Kebudayaan Suku Dayak 20

Page 21: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Pakaian Adat Tradisional Ta a

Pakaian adat yang dikenakan oleh wanita dikenal dengan nama Ta a. Pakaian ini terdiri dari da a, yaitu semacam ikat kepala yang terbuat dari pandan dan biasanya dipakai untuk orang tua, baju atasan yang dikenal dengan nama sapei inoq serta bawahan berupa rok yang disebut ta a. Bagian atas dan bawah busana wanita ini dihiasai dengan manik-manik. Sebagai pelengkap ditambahkan pula penggunaan uleng atau hiasan kalung manik yang untaiannya sampai bawah dada.

Pakaian Adat Tradisional Sapei Sapaq

Pakaian yang dikenakan oleh kaum pria dikenal dengan nama Sapei Sapaq. Umumnya pakaian ini memiliki corak yang hampir sama dengan motif pakaian adat perempuan. Hanya saja pakaian atasannya dibuat berbentuk rompi yang dipadukan dengan busana bawahan berupa cawat yang disebut abet kaboq. Sebagai pelengkap ditambahkan pula dengan mandau yang terikat dibagian pinggang.

Kebudayaan Suku Dayak 21

Page 22: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Pakaian Adat Tradisional Kustin

Selain Ta a dan Sapei Sapaq dikenal pula jenis pakaian adat tradisional yang disebut Kustin. Pakaian ini hanya dikenakan oleh suku Kutai dari golongan menengah ke atas untuk upacara pernikahan pada jaman kerajaan Kutai Kartanegara. Istilah kustin sendiri berasal dari kata kostum yang berarti pakaian kebesaran suku Kutai.

Pakaian ini terbuat dari bahan beludru warna hitam, berlengan panjang dan berkerah tinggi dengan ujung lengan, kerah serta bagian dada berhias pasmen. Untuk kaum pria pakaian ini dipadukan dengan celana panjang yang dibagian luarnya dipasang dodot rambu dan tutup kepala bundar yang dinamakan setorong berhiaskan lambang yang berwujud wapen. Sementara kaum wanita mengenakan sanggul yang hampir sama dengan sanggul Jawa. Pada bagian puncak belakang ditambahkan kelibun berwarna kuning yang terbuat dari sutera.

Kebudayaan Suku Dayak 22

Page 23: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

C. Seni Musik Dayak

Seni musik memegang peranan penting dalam hidup keseharian SukuDayak, terlebih dimasa dahulu. Pewarisan budaya yang lebih dikenal denganistilah Tetek Tanum, terkadang menggunakan kecapi sebagai sarana. TetekTanum adalah cara bercerita dengan kalimat berirama tentang asal usulnenek moyang, sejarah masa lalu suku, tentang kepahlawanan padagenerasi penerus.Dalam setiap upacara adat, pesta pernikahan, acara kematian, suara musikdalam bentuk Gandang Garantung. Musik Gandang Garantung adalahgabungan dari suara beberapa alat musik yaitu buah gandang atau kendang yang dimainkan oleh satu orang. Garantung atau gong berjumlah lima buah,tiga gong dimainkan oleh

seorang dan dua lainnya dimainkan oleh orang yang berbeda.Pada umunya Suku Dayak gemar melantunkan ungkapan hati danperasaan , kisah-kisah kehidupan dan kepahlawanan sukunya dengan kalimat berirama. Ekspresi kalimat yang dilantunkan dengan irama laguberbeda, misaknya Sansana Kayau memiliki irama lagu tertentu, begitu pula Mohing Asang, Ngendau dan sebagainya. Namun dari awal hingga akhir irama tersebut monoton dan diiringimusik kecapi. Nyaris dalam setiap upacara adat dilengkapi dengan tradisi tersebut.

Kebudayaan Suku Dayak 23

Page 24: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

a. Mansana Kayau

Mansana Kayau ialah kisah kepahlawanan yang dilagukan. Biasanya dinyanyikan bersaut-sautan dua sampai empat orang, baik perempuanataupun laki-laki.

b. Mansana Kayau Pulang

Mansana Kayau pulang ialah kisah yang dinyanyikan pada waktu malamsebelum tidur oleh para orang tua kepada anak dan cucunya denganmaksud membakar semangat anak turunannya untuk membalas dendamkepada Tambun Bupati yang telah membunuh nenek moyang mereka.

c. Karungut

Karungut ialah sejenis pantun yang dilagukan. Dalam berbagai acarakarungut sering dilatunkan, misalnya pada acara penyambutan tamu yangdihormati. Salah satu ekspresi kegembiraan dan rasa bahagia diungkapkandalam bentuk karungut. Terkadang ditemukan perulangan kata pada akhirkalimat namun terkadang juga tidak. Untuk mengamati cara tutur orangDayak dalam mengekspresikan perasaan mereka, maka terjemahan dalamBahasa Indonesia dibuat dalam sebagaimana adanya kata per kata.

d. Karunya

Karunya ialah nyanyian yang diiringi suara musik sebagai pemujaankepada Ranying Hatala.Dapat juga diadakan pada saat upacarapengangkatan seorang pemimpin mereka atau untuk menyambutkedatangan tamu yang sangat dihormati.

e. Baratabe

Baratabe ialah nyanyian untuk menyambut kedatangan pada tamu.

f. Salengot

Salengot ialah pantun berirama yang biasa diadakan pada pestapernikahan, namun dalam upacara kematian Salengot terlarang oleh adatuntuk dilaksanakan. Salengot khusus dilakukan oleh laki-laki dalammenceritakan riwayat hingga berlangsungnya pernikahan kedua mempelaitersebut.

Alat musik yang biasa terdapat di dalam kebudayaan Suku Dayak adalahsebagai berikut :1. Garantung

Garantung adalah gong yang terdiri dari 5 atau 7 buah, terbuat daritembaga.2. Sarun

Sarun ialah alat musik pukul yang terbuat dari besi atau logam. Bunyi yang dihasilkan hanya lima nada.

Kebudayaan Suku Dayak 24

Page 25: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

3. Salung

Salung sama dengan Sarun, tetapi Salung terbuat dari bambu.

4. Gandang Mara

Gandang Mara ialah alat musik perkusi sejenis gendang dengan ukuransetengah sampai tiga per empat meter. Bentuki silinder yang tewrbuatdari kayu dan pada ujung permukaan di tutup kulit rusa yang telah dikeringkan. Kemudian di ikat rotan agar kencang dan lebih kencang lagi di beri pasak.

D. Seni Tari Suku Dayak

Dalam seni tari Dayak, dikenal beragam tari Dayak dengan gerakan yang eksotik dan memukau. Lewat gerakan para penari Dayak yang biasanya diiringi dengan tetabuhan yang khas, unsur ritmis yang berpadu serasi menjadi sebuah seni penuh makna. Jenis-jenis tari Dayak yang cukup sering ditampilkan di depan umum,di antaranya:

1. Tari Gantar

Tarian ini menggambarkan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian di dalamnya menggambarkan benih pada dan wadahnya. Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya. Tarian ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.

2. Tari Kancet Papatai/Tari Perang

Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penarinya. Dalam tarian ini, penari mempergunakan pakaian tradisional suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tarian ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.

Kebudayaan Suku Dayak 25

Page 26: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

3. Tari Kancet Ledo/Tari Gong

Jika tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya tarian Kancet Ledo menggambarkan kelemah-lembutan seorang gadis bagaikan sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup angin. Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisional suku Dayak Kenyah dan pada kedua belah tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Tarian ini biasanya ditarikan di atas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.

4. Tari Kancet Lasan

Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tarian Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh tanah/lantai. Tarian ini lebih menekankan pada gerakan burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.

5. Tari Serumpai

Ini merupakan tarian dari suku Dayak Benuaq yang dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian ini diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).

6. Tarian Belian Bawo

Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tarian ini sering disajikan pada acara-acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian dari suku Dayak Benuaq.

7. Tari Kuyang

Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon besar dan tinggi agar tidak menggangu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.

8. Tarian Pecuk Kina

Trian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.

Kebudayaan Suku Dayak 26

Page 27: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

9. Tarian Datun

Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.

10. Tari Ngerangkau

Tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.

11. Tarian Baraga’Bagantar

Awalnya Baraga’Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

12. Tari Wadian Amun Rahu

Tarian ini pada mulanya adalah sebuah tarian tradisional Suku Dayak Kalimantan Tengah yang bersifat sakral, magis dan religius. Tarian yang biasa dimainkan oleh kaum perempuan ini pada masa lampau dimaknai sebagai prosesi adat untuk menghantarkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, setelah selesai panen padi. Selain itu, tarian ini juga sering dilakukan sebagai salah satu prasyarat tata cara penyembuhan seseorang yang menderita penyakit. Ciri khas dari tari Wadian Amun Rahu terlihat pada penggunaan tata busananya yang didominasi warna merah dan putih sebagai perlambang keagungan Sang Maha Pencipta.

13. Tari Jarangkang Bango

Tarian ini merupakan tari kreasi baru yang diadaptasi dari tarian Suku Dayak di pedalaman Kalimantan Tengah dengan nama yang sama. Di daerah tersebut, tarian ini biasanya dimainkan oleh anak-anak. Jarangkong Bango merupakan perangkat tari berupa benda yang dibuat dari batok kelapa yang dibelah dua, kemudian dilubangi untuk mengaitkan tali pegangan. Perangkat ini kemudian digunakan oleh para penari sebagai properti utama dalam tarian ini. Tarian ini menunjukan sebuah kebersamaan dan kekompakan serta solidaritas anak-anak Suku Dayak Kalimantan Tengah dalam hidup bermasyarakat.

Kebudayaan Suku Dayak 27

Page 28: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

14. Tari Gelang Dadas dan Gelang Bawo (Iruang Wandrung)

Tarian ini merupakan rampak selaras dua gerak tari yang disatukan yaitu Wadian Dadas dan Wadian Bawo dan kemudian disebut Tari Iruang Wandrung. Tarian Dadas dilakukan oleh penari wanita, sedangkan Gelang Bawo ditarikan oleh penari pria. Dengan iringan perpaduan musik tradisonal yang energik tarian ini pada jaman dulu berfungsi sebagai tarian untuk menghantar syukuran kepada Yang Maha Kuasa karena keberhasilan dalam seluruh aspek kehidupan Suku Dayak Kalimantan Tengah.

15. Tari Giring-giring

Tari giring-giring awalnya adalah tarian yang berasal dari daerah DAS Barito, Kalimantan Tengah. Tari giring-giring biasa dipertunjukkan dengan perangkat musik dari bambu yang berbunji jika digetarkan. Alat musik ini biasa disebut Ganggereng dan dimainkan bersama sebuah tongkat yang di sebut Gantar. Tari ini biasa ditampilkan pada acara-acara adat sebagai perwujudan perasaan suka cita warga terutama pada saat menyambut tamu-tamu kehormatan. Dalam perkembangannya, gerak dan ragam Giring-giring telah mengalami banyak pengembangan dengan tidak meninggalkan kaidah dan teknik dasar tarinya.

16. Tari Rantak Kipas Gempita

Tarian ini menggambarkan semangat generasi muda dalam meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan. Kemajemukan sosial dan budaya dalam diri para pemuda yang menuntut ilmu di Bumi Tambun Bungai bukanlah suatu hambatan dalam mewujudkan cita-cita bersama untuk memajukan daerah. Dibanding konsep awalnya, sajian tarian ini telah mengalami pengembangan ragam gerak dengan tidak meninggalkan kaidah dan tehnik dasarnya.Tarian ini dimainkan dengan lincah dan gembira, sebagai manifestasi dari semangat yang dimiliki oleh generasi muda dalam upaya ikut serta dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara.

17. Tarian Mandau

Tari ini merupakan tarian yang umumnya dilmainkan oleh kaum perempuan. Makna yang terkandung di dalamnya adalah semangat seluruh warga Dayak dalam pertahanan diri dan kampong halaman dari ancaman pihak-pihak luar. Dalam penyajiannya penari melakuikan gerakan yang lembut, gagah dan energik. Saat ini, penggarapan tari, gerak dan ragamnya telah mengalami pengembangan dengan tidak meninggalkan kaidah dan tekniknya yang sudah dikenal luas di seluruh wilayah Kalimantan Tengah sejak masa silam.

Kebudayaan Suku Dayak 28

Page 29: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

18. Tari Bahalai atau Tari Selendang Bawi

Tarian ini merupakan cindera tari yang diangkat dari kelengkapan pakaian berupa selendang di kalangan kaum wanita Suku Dayak Kalimantan Tengah. Sama seperti tarian lainnya, tari ini juga telah mengalami pengembangan di beberapa bagian gerak dan atribut petari.Tarian ini dimainkan dengan lemah gemulai oleh penari putrid sebagai gambaran sukacita dan ucapan syukur kepada Tuhan atas terlaksananya suatu hajatan besar di kalangan warga.

2.6 KONSEP KEPEMIMPINAN SUKU DAYAK KHUSUSNYA DI DAERAH KALIMANTAN TENGAH

Suku Dayak amat taat dan setia kepada pemimpin yang telah mereka akui sendiri. Di lain pihak, untuk mendapatkan pengakuan dari penduduk, seorang pemimpin harus benar-benar mampu mengayomi dan mengenal masyarakatnya dengan baik. Pemimpin suku Dayak, bukan seorang yang hanya memberi perintah atau menerima pelayanan lebih, dari masyarakat, namun justru sebaliknya. Pemimpin yang disegani ialah pemimpin yang mampu dekat dan memahami masyarakatnya antara lain :

• Mamut Menteng, maksudnya gagah perkasa dalam sikap dan perbuatan. Ia disegani bukan dari apa yang ia katakan, namun dari apa yang telah ia lakukan. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Dalam sikap dan perbuatan selalu adil. Apa yang diucapkan benar dan berguna. Nama baik bahkan jiwa raga dipertaruhkan demi keberpihakannya kepada warganya. Sikap mamut menteng yang dilengkapi dengan tekad isen mulang atau pantang menyerah telah mendarah daging dalam kehidupan orang Dayak. Tidak dapat dipungkiri kenyataan itu sebagai akibat kedekatan manusia Dayak dengan alam. Bagi mereka tanah adalah ibu, langit adalah ayah dan angin adalah nafas kehidupan. Dengan demikian Kemanapun pergi, dimanapun berada, bila kaki telah berpijak dibumi takut dan gentar tak akan pernah mereka miliki. Salah satu contoh sikap mamut menteng dan keberpihakan para pemimpin Dayak kepada warga sukunya jelas terlihat dalam kisah perempuan pejuang Dayak. Namanya Nyai Undang. Merasa harga diri dilecehkan oleh sikap sewenang-wenang lelaki kaya raya yang berasal dari seberang, ia mampu mengkoordinir kekuatan para pangkalima atau panglima suku yang tersohor kemampuannya. Bukan saja mengkoordinir, tetapi ia juga mampu mengontak dan melobi mereka dalam waktu yang sangat singkat. Dalam sekejap, para pangkalima yang diundang datang dan berkumpul di pulau Kupang. Sarana komunikasi yang digunakan adalah Lunjo Buno atau Ranying Pandereh Bunu atau Renteng Nanggalung Bulau yaitu tombak yang diberi kapur sirih pada mata tombak. Lunju Bunu adalah totok bakakak. Totok bakakak berarti sandi atau kode atau bahasa isyarat yang umum dimengerti masyarakat suku Dayak. Dalam bahasa isyarat apabila mengirimkan lunjo buno berarti minta bantuan karena akan ada serangan. Tombak bunu tersebut dikirimkan ke segala penjuru untuk mengundang para pangkalima untuk segera hadir ditempatnya. Sesungguhnya Nyai Undang telah memiliki kekasih hati. Namun akibat kecantikannya yang

Kebudayaan Suku Dayak 29

Page 30: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

sangat tersohor, ia dilamar lengkap dengan emas kimpoi yang memukau, oleh seorang lelaki kaya raya. Lamaran tersebut juga diiringi ancaman bahwa apabila ditolak maka peperangan tidak dapat dihindarkan. Singkat kata, pertempuranpun meletus di Pulau Kupang, kota Pamatang Sawang yang terletak di wilayah Kalimatan Tengah sekarang ( Disini kota artinya benteng pertahanan yang terbuat dari kayu tabalien/kayu ulin/kayu besi atau dapat pula terbuat dari batu ). Pasukan Nyai Undang yang didukung oleh para pangkalima handal berhasil memenangkan pertempuran. Demi keberpihakan kepada warga sukunya, para pemimpin dan pangkalima perang dengan tulus dan ihklas siap bergabung untuk bersama maju perang menanggapi ajakan seorang warga suku yang merasa dilecehkan. Pemimpin yang berjiwa mamut menteng siap serahkan jiwa raga demi mengayomi dan keberpihakan kepada warga masyarakatnya. Mereka tidak takut ditertawakan, tidak takut pula akan adanya penghianatan, karena pada dirinyapun tidak terbersit sedikitpun niat untuk berkhianat pada warganya. Segalanya dilakukan dengan tulus dan kesungguhan sehingga kelecakan atau kesombongan rontok berkeping-keping.

• Harati berarti pandai. Disamping pandai ia juga seorang yang cerdik dalam arti positif. Kecerdikannya mampu menjadikan dirinya sebagai seorang pemberi inspirasi bahkan sebagai seorang the greatest inspirator bagi warganya. Kemampuan dalam berkomunikasi dengan warganya, keakraban yang tidak dibuat-buat, menjadikan seorang pemimpin suku Dayak memiliki kepekaan yang tajam. Peka maksudnya sebelum peristiwa terjadi, ia telah terlebih dahulu menditeksi segala kemungkinan yang bakal terjadi dilingkungannya. Mampu membedakan mana yang benar, mana yang salah. Sebagai contoh, seorang pemimpin Dayak dalam kesibukannya selalu berusaha meluangkan waktu maja atau mengunjungi rumah warganya dengan keakraban yang tidak dibuat-buat. Maksudnya mereka tidak bersikap sok akrab untuk mendapatkan dukungan, tetapi maja atau berkunjung tersebut dilakukan karena memang mereka senang melakukannya. Terkadang tanpa diduga kunjungan mendadak tersebut dibarengi permintaan makan kepada keluarga tersebut. Sikap demikian tentu saja mengagetkan pemilik rumah namun meninggalkan kenangan indah kepada keluarga yang dikunjungi.

• Bakena berarti tampan/cantik, menarik, dan bijaksana. Lebih luas maksudnnya Inner beauty yaitu ketampanan/kecantikan yang terpancar dari dalam jiwa. Cahaya matanya memancarkan keadilan, perlindungan, rasa aman dan bakti. Dimanapun berada, ia akan selalu disenangi dan disegani. Semua ini secara otomatis akan muncul apabila segala tugas dan tanggung jawab dilaksanakan dengan ihklas tanpa pamrih.

• Bahadat maksudnya beradat. Bukan hanya mengerti dan memahami hukum adat dan hukum pali dengan baik, namun nyata terlihat dalam tindakan sehari-hari. Ranying Hatalla atau Allah Yang Maha Kuasa turut serta mengawasi setiap tindakan yang dilakukan oleh

Kebudayaan Suku Dayak 30

Page 31: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

para pemimpin, sehingga kendali diri pegang peranan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Berani berlaku tidak adil konsekwensinya hukuman akhirat akan diterima setelah kematian terjadi.

• Bakaji maksudnya berilmu tinggi dalam bidang spiritual. Ia selalu berusaha untuk mencapai hening, serta membersihkan dan menyucikan jiwa, raga dengan rutin dan berkala. Saat hening adalah saat yang paling tepat untuk berdialog dengan diri sendiri, menata sikap untuk tetap kokoh berpegang pada tujuan agar tidak mudah terombang ambing. Kokoh kilau sanaman yang artinya sekokoh besi.

· Barendeng berarti mampu mendengarkan informasi juga keluhan warganya. Telinganya selalu terbuka bagi siapapun. Hal ini bukan berarti bahwa pemimpin suku Dayak hanya menghabiskan waktunya dengan menerima kunjungan warga untuk berkeluh kesah dan bersilaturahmi dengannya. Tanpa bertemu langsung dengan orang perorang, pemimpin Dayak mengetahui banyak situasi dan kondisi setiap keluarga. Ia telah menyediakan hati dan telinganya untuk menampung dan mendengarkan lalu mengolahnya menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Salah satu contoh dalam kehidupan sehari-hari dapat disaksikan dalam tradisi mihup baram atau minum tuak, babusau atau mabuk atau minum minuman yang mengandung alcohol hingga mabuk. Sekalipun dalam keadaan mabuk, pemimpin Dayak selalu berusaha mengendalikan kesadarannya sehingga dengan sarana mihup baram sampai babusau atau minum baram hingga mabuk, seorang pemimpin mampu menangkap dan merekam luka, kekecewaan, dan kemarahan terpendam warganya. Hal ini terjadi dimasa lalu. zaman telah berganti. Tradisi babusau sebagai sarana merekam isi hati warga masyarakat sudah seharusnya ditinggalkan karena terlalu besar resikonya. Apa yang tertulis disini hanya sebagai kisah masa lalu.

2.7 SISTEM KEBIASAAN MASYARAKAT SUKU DAYAK

a. Sistem Politik Suku Dayak

Pemerintahan desa secara formal berada di tangan pembekal dan penghulu. Pembekal bertindak sebagai pemimpin administrasi. Penghulu sebagai kepala adat dalam desa. Kedudukan pembekal dan penghulu sangat terpandang di desa, dahulu jabatan itu dirangkap oleh patih. Ada pula penasihat penghulu disebut mantir. Menurut A.B. Hudson hukum pidana RI telah berlaku pada masyarakat Dayak untuk mendampingi hukum adat yang ada.

b. Sistem Ekonomi Suku Dayak

Kebudayaan Suku Dayak 31

Page 32: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Bercocok tanam di ladang adalah mata pencaharian masyarakat Dayak. Selain bertanam padi mereka menanam ubi kayu, nanas, pisang, cabai, dan buah-buahan. Adapun yang banyak ditanam di ladang ialah durian dan pinang. Selain bercocok tanam mereka juga berburu rusa untuk makanan sehari-hari. Alat yang digunakan meliputi dondang, lonjo (tombak), dan ambang (parang). Masyarakat Dayak terkenal dengan seni menganyam kulit, rotan, tikar, topi, yang dijual ke Kuala Kapuas, Banjarmasin, dan Sampi.

c. Sistem Kekerabatan Suku Dayak

Bilateral/ambilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak ayah dan ibu. Sehingga sistem pewarisan tidak membedakan anak laki-laki dan anak perempuan.Bentuk Kehidupan Keluarga :

1. Keluarga batih (nuclear family), wali/asbah (mewakili keluarga dalam kegiatan sosial dan politik di lingkungan dan di luar keluarga) adalah anak laki-laki tertua,

2. Keluarga luas (extended family), wali/asbah adalah saudara laki-laki ibu dan saudara laki-laki ayah.

Peran wali/asbah, misalnya dalam hal pernikahan, orang yang paling sibuk mengurus masalah pernikahan sejak awal sampai akhir acara. Oleh karena itu, semua permasalahan dan keputusan keluarga harus dikonsultasikan dengan wali/asbah. Penunjukan wali/asbah berdasarkan kesepakatan keluarga.

Perkawinan Yang Boleh Dilakukan Dalam Keluarga Paling Dekat :

1. Antara saudara sepupu dua kali. Perkawinan antara gadis dan bujang bersaudara sepupu derajat kedua (hajenan), yaitu sepupu dan kakek yang bersaudara.

2. Sistem endogami (perkawinan yang ideal), yaitu perkawinan dengan sesama suku dan masih ada hubungan keluarga.

Perkawinan Yang Dilarang :

1. Incest / Salahoroi, anak dengan orangtua

2. Patri parallel – cousin, perkawinan antara dua sepupu yang ayah-ayahnya bersaudara sekandung

3. Perkawinan antara generasi-generasi yang berbeda (contoh : tante + ponakan)

Pola Kehidupan Setelah Menikah :

1. Pola matrilokal, suami mengikuti pihak keluarga istri,

Kebudayaan Suku Dayak 32

Page 33: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

2. Pola neolokal, terpisah dari keluarga kedua belah pihak. Ketika Huma Betang (longhouse) masih dipertahankan, keluarga baru harus menambah bilik pada sisi kanan atau sisi kiri huma betang sebagai tempat tinggal mereka.

Sistem pertalian darah suku Dayak Kanayatn menggunakan sistem bilineal/parental (ayah dan ibu). Dalam mengurai hubungan kekerabatan, seorang anak dapat mengikuti jalur ayah maupun ibu. Hubungan kekerabatan terputus pada sepupu delapan kali. Hubungan kekerabatan ini penting karena hubungan ini menjadi tinjauan terutama pada perkara perkawinan. Mungkin hal ini dimaksudkan agar tidak merusak keturunan.

2.8 ADAT PERKAWINAN SUKU DAYAK

Seorang gadis Dayak boleh menikah dengan pemuda suku bangsa lain asal pemuda itu bersedia dengan tunduk dengan adat Dayak. Pada dasarnya orang tua suku Dayak berperanan penting dalam memikirkan jodoh bagi anak mereka, tetapi cukup bijaksana dengan menanyakan terlebih dahulu pada anaknya apakah ia suka dijodohkan dengan calon yang mereka pilihkan. Kalau sudah ada kecocokan, ayah si pemuda datang meminang gadis itu dengan menyerahkan biaya lamaran yang disebut hakumbang Auh. Pada orang Dayak Ngaju umumnya mas kawin berbentuk uang atau perhiasan. Mas kawin di kalangan suku Dayak biasanya tinggi sekali, karena besarnya mas kawin dianggap sebagai martabat keluarga wanita.

Upacara perkawinan suku Dayak sepenuhnya ditanggung oleh keluarga pihak wanita. Untuk pelaksanaan upacara perkawinan dipotong beberapa ekor babi, sedangkan memotong ayam untuk hidangan dianggap hina. Pada upacara perkawinan pengantin pria biasanya menghadiahkan berbagai tanda kenangan berupa barang antik kepada abang

Kebudayaan Suku Dayak 33

Page 34: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

mempelai wanita. Sebagai pernyataan terima kasih karena selama ini abang telah mengasuh calon istrinya. Tanda kenangan yang oleh orang Dayak Ot Danum disebut sapput itu berupa piring keramik Cina, gong antik, meriam kecil kuno, dan lain-lain.

Perkawinan yang diatur menurut hukum adat ditata secara bijaksana sebagai jaminan bagi masyarakat untuk menghindari semua jenis pelanggaran hukum adat. Berkaitan dengan perkawinan, para remaja Dayak Manyaan umumnya memilih sendiri pasangan hidup mereka. Setelah saling jatuh cinta dan yakin bahwa pilihannya tidak keliru jalan yag ditempuh menuju jenjang perkawinan dapat berupa:

1. IjariPasangan calon pengantin mengunjungi tokoh masyarakat / pengurus agama lalu menyerahkan pernyataan tertulis disertai barang bukti yang menguatkan pernyataan. Biasanya disusul dengan musyawarah antar ahli waris kedua belah pihak untuk perencanaan kapan dan bagaimana perkawinan anak-anak mereka dilaksanakan. Pertemuan tersebut menghasilkan surat pertunangan yang kelak akan digunakan sebagai bukti resmi saat perkawinan dilaksanakan.

2. PeminanganAcara peminangan biasanya didahului oleh kesepakatan kecil antara ahli waris kedua remaja saling jatuh cinta. Dalam acara peminangan dibuat surat pertunangan yang mencantumkan hasil kesepakatan antara kedua belah pihak termasuk mencatat pula semua barang bukti peminangan dan tata cara / hukum adat perkawinan.

Selain itu ada Macam-macam Tata Cara Perkawinan Adat yang lainnya yaitu sebagai berikut:

1. Singkup Paurung Hang DapurTata cara ini merupakan tata cara yang paling sederhana dalam hukum perkawinan Dayak Manyaan. Perkawinan resmi ini hanya dihadiri oleh beberapa orang mantir (Tokoh Adat)dan Ahli Waris kedua pengantin.

Dalam tata cara ini ada hukum adat yang mengatur berupa:

-Keagungan Mantir

-Kabanaran

-Pamania Pamakaian

-Tutup Huban (kalau ada)

-Kalakar, Taliwakas

-Turus Tajak

-Pilah Saki tetap dilaksanakan.

2. Adu Bakal

Kebudayaan Suku Dayak 34

Page 35: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Upacara Adu Bakal dianggap perlu agar kedua pengantin dapat hidup sah bersama untuk mempersiapkan perkawinan lanjutan. Adu Bakal berlaku 100 hari, apabila perkawinan lanjutan tertunda melebihi masa 100 hari perkawinan adu bakal, maka pengantin akan dikenakan denda saat perkawinan lanjutan dilaksanakan berupa “Hukum Sapuhirang”.

3. Adu Jari (adu biasa)

Pada perkawinan resmi ini, pengantin diapit oleh rekan masing-masing mempelai. Perempuan mendampingi pengantin perempuan dan laki-laki mendampingi pengantin laki-laki. Setelah upacara perkawinan ada ketentuan yang disebut “pangasianan” asal kata “Kasianan” yang artinya mertua. Acara “Pangasianan” adalah bertujuan untuk meningkatkan penyesuaian antara mertua dengan menantu dan lingkungan yang baru. Dalam perkawinan ini ada hukum “lanyung ume petan gantung”

4. Adu hante

Pada tata cara ini perkawinan diadakan secara meriah (baik keluarga mampu maupun kurang mampu) dengan acara wurung jue dan igunung pirak. Tata cara perkawinan ini disertai upacara belian 2 malam untuk memberi restu, mendoakan agar menjadi pasangan yang berhasil. Kedua pengantin biasanya disanding di atas gong yang dilapisi 9 susun kain dan diapit 9 orang pemuda/i.

Untuk lebih jelasnya perhatikan pengertian berikut.Menurut kepercayaan orang Maanyan merupakan suatu keharusan apabila usianya sudah memenuhi persyaratan untuk membina sebuah rumah tangga. Dan jenis perkawinan yang ada adalah sebagai berikut :

1. Adu Pamupuh, perkawinan yang dilakukan oleh orang tua dari kedua belah pihak yang merestui hubungan pasangan tersebut yang disaksikan oleh Mantir serta Pangulu, akan tetapi tidak diperbolehkan kumpul sebagai suami istri. Hal ini tidak lain dari pada pertunangan, sedangkan upacara perkawinan yang sebenarnya masih mempunyai tenggang waktu yang telah disepakati bersama-sama dari kedua belah pihak.

2. Adu Ijari, perkawinan yang dilakukan oleh dua sejoli, yang melarikan diri serta minta dikawinkan kepada wali dari salah satu pihak dari calon mempelai, serta tidak kepada orang tua sendiri. Biasanya pasangan yang Ijari itu menyerahkan bukti berupa cincin, kalung dan sebagainya bahwa mereka ingin dikawinkan. Perkawinan Ijari berasal dari kata jadi atau lari. Dalam perkawinan ini terjadi ketidakcocokan diantara orang tua tapi kedua sejoli tersebut harus dikawinkan.

Kebudayaan Suku Dayak 35

Page 36: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

3. Adu Pangu'l, Perkawinan yang direstui oleh kedua belah pihak dari pasangan kedua mempelai. Perkawinan ini dilakukan pada malam hari dengan disaksikan oleh Mantir Epat dan Pangulu Isa beserta dengan wali dari kedua belah pihak.

4. Adu Gapit Matei Mano, Ayam yang dipotong ialah dari jenis jantan sebanyak dua ekor. Kedua mempelai duduk diatas 9 buah gong diapit oleh 4 wanita dan 3 pria. Biasanya mereka yang mengapit itu adalah saudara dekat dari kedua mempelai yaitu sepupu sekali. Perkawinan itu disyahkan dengan memercikkan darah ayam dengan daun bayam istambul dan daun kammat, kepada pakaian kedua mempelai. Turus Tajak, atau sumbangan dari para hadirin diberikan pada waktu itu kepada kedua mempelai. Disamping Turus Tajak ada jugahadirin yang memberikan sumbangan berikut melalui petuah akan kegunaan sumbangan tadi kepada kedua mempelai. Petuah yang diberikan itu maksudnya membina rumah tangga yang baik disebut Wawaling. Pada acara perkawinan ini tanpa diakan wadian.

5. Adu Gapit Matei Iwek, Pada acara perkawinan ini sama dengan "Adu Gapit Matei Mano", tetapi binatang korban bukan lagi ayam jantan, melainkan diganti dengan babi atau iwek.

6. Adu Gapit Manru Matei Iwek, pada acara perkawinan ini, kedua mempelai sama duduk diatas 9 buah gong, diapit oleh 4 wanita dan 3 pria, ditambah dengan Wadian Bawo. Perkawinan ini adalah sebuah perkawinan yang tinggi nilainya, dalam susunan perkawinan di daerah Kerajaan Nansarunai. Perkawinan ini disertai oleh hukum adat yang harus dituruti oleh kedua mempelai.

Ketentuan hukum adat itu adalah :1. Hukum Kabanaran 12 rial

2. Hukum Pinangkahan, artinya ialah kedua mempelai harus membayar denda perkawinan bilamana wanita menikah lebih dahulu dari kakaknya.

3. Hukum adat, harus memberikan hadiah kepada pihak kakak atau nenek mempelai wanita, bilamana yang bersangkutan masih mempunyai kakek atau nenek yang masih hidup.

4. Pihak mempelai pria harus mengeluarkan pakaian lengkap kepada mempelai wanita.

Acara perkawinan ini dilengkapi dengan namuan gunung perak, yaitu sebagai pelengkap wadian bawo. Lama perkawinan ini adalah 2 hari, 2 malam. Pada acara perkawinan ini ada upacara yang dinamakan Nyamm'a Wurung Ju'e. Hal ini sebenarnya mencari kedua mempelai dari antara para hadirin untuk dipersandingkan diatas gong yang telah disediakan.Acara Nyamm'a Wurung Ju'e bila yang dicari mempelai wanita maka disebut "Mintan Wurung Ju'e", sedangkan untuk mencari mempelai pria disebut "Mulut Wurung Ju'e". Acara mencari kedua mempelai ini disaksikan oleh Mantir dan Pangulu, setelah kedua mempelai yang sebenarnya ditemukan oleh wadian mereka lalu disuruh duduk diatas gong

Kebudayaan Suku Dayak 36

Page 37: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

yang diapit oleh 4 wanita dan 3 pria. Peristiwa itu disaksikan mantir dan pangulu serta para kaum kerabat dan hadirin yang hadir.catatan : Real adalah mata uang bangsa Arab, yang dipakai

Pada saat seseorang yang akan menikah dengan menggunakan Adat Dayak Maanyan, maka wajib hukumnya untuk melengkapi beberbagai persyaratan sebagai berikut:

1. Pangakuan tajau tuak 3 real x 2 rupiah x 5 Rp. 30.000,- ( ½) dibayarkan pihak I & II ini adalah syarat tentang pembukaan tajau (sejenis priuk) tuak (minuman tradisional yang bisa terbuat dari fermentasi) dilambangkan secara simbolik.

2. Keagungan Mantir 3 real x 2 rupiah x 5 Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayar pihak I &II Keagungan Mantir disini adalah penghargaan terhadap tetua adat atau kepala suku atau adat dipercayakan oleh masyarakat setempat dilambangkan secara simbolik.

3. Tajau tuak galas sangker 3 Real x 2 rupiah x 5 Rp. 30.000,- ( ½ ) dibayarkan pihak I&II persyaratan berupa priuk tuak dan gelas kaca dilambangkan secara simbolik.

4. Gula bulat niui,bulat tipak pisis giling pinang 3 Real x 2 rupiah x 5 Rp. 30.000,- ( ½ )dibayarkan pihak I&II persyaratan berupa gula merah bulat,kelapa bulat,dan buah pinang yang sudah dihancurkan.

5. Hukum Kebenaran 12 Real x 2 rupiah x 5 Rp. 120.000,- pol dibayar pihak I.

6. Lanjuang Ume Petan Gantung 3 real x 2 rupiah x 5 Rp.30.000,-pol dibayarkan pihak I persyaratan berupa lanjung (sejenis tas dari rotan khas dayak Kalimantan) dan sumpit secar simbolik.

7. Eteh Kadiwai 3 real x 2 rupiah x 5 Rp. 30.000,- pol dibayar pihak I.

8. Paminian Pamakian 3 real x 2 rupiah x 5 Rp. 30.000,- pol dibayar pihak I.

9. Pilangkahan 3 real x 2 rupiah x 5 Rp. 30.000,- persyaratan ini berlaku pabila seorang adik ingin menikah dan mendahului kakaknya yang belum menikah.

10. Pilah anak 3 real x 2 rupiah x 5 Rp. 30.000,-

11. Tutup Uban Berupa Kain Rp. 50.000,- dibayar pihak I&II.

12. Administrasi.

Kepala Desa Rp. 10.000 Mantir Rp. 10.000 Penghulu Adat Rp. 10.000 Saksi 2 Orang Rp. 10.000 Administrasi Rp. 10.000

Kebudayaan Suku Dayak 37

Page 38: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

alat jual beli ketika orang Maanyan berdagang dari Kalimantan Selatan hingga ke Madagaskar dari abad ke-10 sampai abad ke-14. Mantir dan Pangulu memercikkan atau mamalas darah babi kepada kedua mempelai, beserta memberi wawaling dan hadirin memberi Turus Tajak. Wawaling dan Turus Tajak diberikan sebagai langkah awal kedua mempelai membina rumah tangga yang baik dan sempurna untuk kemudian hari.Dalam perkawainan Adut Gapit Manru Matei Iwek ini ada acara yang dinamakan "Pagar Tonnyo'ng" yaitu didepan pintu pagar rumah calon mempelai wanita, keluarga dari calon mempelai pria mengucapkan syair-syair semcam puji-pujian yang disambut oleh pihak keluarga calon mempelai wanita dengan penuh penghargaan yang tulus atas kedatangan keluarga calon mempelai pria. Keluarga calon mempelai pria membawa hantaran berupa, lemang yang dibawa oleh orang membawa tombak. Batang-batang lemang ditaruh didalam kantongan dibelakang pemegang tombak.

Proses Pernikahan

Prosesi tradisi pernikahan Dayak Ngaju dilangsungkan dengan berbagai tahap. Perkawinan adat ini disebut Penganten Mandai. Dalam iring-iringan, seorang ibu yang dituakan dalam keluarga calon mempelai pria, membawa bokor berisi barang hantaran. Sedangkan pihak keluarga calon mempelai wanita menyambutnya di balik pagar. Sebelum memasuki kediaman mempelai wanita. Masing-masing dari keluarga mempelai diwakilkan oleh tukang sambut yang menjelaskan maksud dan tujuannya datang dengan mengunakan bahasa Dayak Ngaju.

Namun sebelum diperbolehkan masuk, rombongan mempelai pria harus melawan penjaga untuk bisa menyingkirkan rintangan yang ada di pintu gerbang.

Kemudian setelah dinyatakan menang pihak pria, maka tali bisssa digunting kemudian di depan pintu rumah, calon mempelai pria harus menginjak telur dan menabur beras dengan

Kebudayaan Suku Dayak 38

Page 39: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

uang logam. Yang maksud dan tujuannya supaya perjalanan mereka dalam berumah tangga aman, sejahtera dan sentosa.

Setelah duduk di dalam ruangan, terjadi dialog diantara kedua pihak. Masing-masing diwakilkan (Haluang Hapelek). Diatas tikar (amak badere), disuguhkan minuman anggur yang dimaksudkan supaya pembicaraan berjalan lancar dan keakraban terjalin di kedua belah pihak.

Sebelum dipertemukan dengan calon mempelai wanita, calon mempelai pria terlebih dulu menyerahkan barang jalan adat yang terdiri dari palaku (mas kawin), saput pakaian, sinjang entang, tutup uwan, balau singah pelek, lamiang turus pelek, buit lapik ruji dan panginan jandau.

Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat, mereka harus menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah pihak. Dan bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan perkawinan mereka berdua.

Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat. Mereka harus menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah pihak. Dan bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan perkawinan mereka berdua.

Sebelum acara berakhir, masing-masing keluarga memberikan doa restu kepada pengantin (tampung rawar). Dilanjutkan dengan hatata undus, saling meminyaki antara dua keluarga ini sebagai tanda sukacita, dengan menyatukan dua keluarga besar.

Sebuah hajatan yang bernilai tinggi. semoga tetap terjaga, dan lestari dan membudidaya adat istiadat serta kebudayaan asli bangsa Indonesia.

2.9 SISTEM RELIGI DAN KEPERCAYAAN SUKU DAYAK

A. Kepercayaan Suku Dayak

Penduduk Dayak memiliki dasar kepercayaan Kaharingan. Istilah Kaharingan diambil dari kata Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan. Orang Dayak percaya bahwa di dunia ini banyak terdapat roh-roh halus. Mereka percaya akan : Sangiang (roh yangtinggal di tanah dan udara) ; Timang (roh yang tinggal di batu keramat) ; Tondoi (rohyang tinggal di bunga) ; Kujang (roh yang tinggal di pohon) ; Longit (roh yang tinggal di mandau-mandau). Roh nenek moyang Suku Dayak sangat berpengaruh pada kehidupan. Beberapa istilah :roh nenek moyang = Liu dunia roh = Ewu Liu (negeri kaya raya) Dewa tertinggi = Ranying Proses bagi yang meninggal Upacara pembakaran mayat :- Tiwah : Ngaju- Ijambe : Ma ‘anyan- Daro : Ot Danum Peti mayat disebut lesung, yang merupakan kuburan sementara. Sandung /

Kebudayaan Suku Dayak 39

Page 40: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

tambak : tempat untuk menyimpan tengkorak yang tidak dibakar dan abu yang berasal dari yang dibakar.

Sejak awal kehidupannya, orang Dayak telah memiliki keyakinan yang asli milik mereka, yaitu Kaharingan atau Agama Helo/helu/. Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka. Agama Helo/helu/ atau Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar orang Dayak, walau pada kenyataannya, tidak sedikit orang Dayak yang telah menganut agama Islam, Kristen, Katholik. Demikian pula tidak semua penduduk pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah berbaur dengan penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain. Walaupun demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik, symbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam memaknai kehidupan. Agama Kaharingan diturunkan dan diatur langsung oleh Ranying Hatalla. Ranying Hatalla adalah Allah yang Mahakuasa. Keyakinan tersebut hingga saat ini tetap dianut dan ditaati oleh pemeluknya secara turun-temurun. Kaharingan tidak mempunyai buku pedoman atau tokoh panutan sebagai pendiri yang merupakan utusan Ranying Hatalla.

Agama Kaharingan percaya pada satu Tuhan yang disebut dengan nama Ranying Hattalla (Tuhan Yang Maha Esa). Tempat pertemuan atau berfungsi semacam tempat ibadah disebut dengan Balai Basarah atau Balai Kaharingan. Ibadah rutin Kaharingan yang dilakukan setiap Kamis atau malam Jumat. Sejumlah buku suci yang memuat ajaran dan juga seperangkat aturan adalah :

· Panaturan, sejenis kitab suci

· Talatah Basarah, kumpulan doa

· Tawar, petunjuk tata cara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras

· Pemberkatan Perkawinan, dan

· Buku Penyumpahan/Pengukuhan untuk acara pengambilan sumpah jabatan.

Sedangakan untuk hari raya atau ritual penting dari agama Kaharingan adalah upacara Tiwah yaitu ritual kematian tahap akhir dan upacara Basarah,Kaharingan berasal dari bahasa Sangen (Dayak kuno) yang akar katanya adalah ’’Haring’’ Haring berarti ada dan tumbuh atau hidup yang dilambangkan dengan Batang Garing atau Pohon Kehidupan. Pohon Batang Garing berbentuk seperti tombak dan menunjuk tegak ke atas. Bagian bawah pohon yang ditandai oleh adanya guci berisi air suci yang melambangkan Jata atau dunia bawah. Antara pohon sebagai dunia atas dan guci sebagai dunia bawah merupakan dua dunia yang berbeda tapi diikat oleh satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling membutuhkan.

Kebudayaan Suku Dayak 40

Page 41: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Buah Batang Garing ini, masing-masing terdiri dari tiga yang menghadap ke atas dan tiga yang menghadap ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Nunu. Buah garing yang menghadap arah atas dan bawah mengajarkan manusia untuk menghargai dua sisi yang berbeda secara seimbang atau dengan kata lain mampu menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat. Tempat bertumpu Batang Garing adalah Pulau Batu Nindan Tarung yaitu pulau tempat kediaman manusia pertama sebelum manusia diturunkan ke bumi. Disinilah dulunya nenek moyang manusia, yaitu anak-anak dan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum sebagian dari mereka diturunkan ke bumi ini. Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau.

B. Agama Asli Dayak

Sebuah situs keramat yang disebut Pamadol, merupakan tempat pemujaan agama asli Dayak Kodatn yang ada di Desa Sanjan Berbicara tentang kepercayaan yang di anut oleh suku dayak,terlebih dahulu kita mengenal istilah agama adat yaitu bentuk-bentuk atau cara-cara penyembahan yang ada pada suatu sub-suku Dayak; kerohanian khas; berasal dari antara mereka sendiri, serta tidak dipengaruhi atau meniru dari komunitas ataupun orang lain. Di dalam Agama Adat ada kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia atau keyakinan kepada sejumlah kekuatan yang ada di luar atau lebih tinggi dari manusia sebagai tempat memohon dan meminta petunjuk tentang jalan kehidupan, menyembah dan berdoa agar mereka selalu berada dalam keselamatan, kemakmuran serta terhindar dari malapetaka. Manusia bersikap menyerahkan diri kepada Penguasa Tertinggi, Pribadi yang mempunyai kekuatan dan kuasa, yang disembahnya itu. Berbagai sub-suku Dayak memberikan nama bagi Penguasa Tertinggi, Pribadi yang mempunyai kuasa dan kekuatan itu dalam bahasanya masing-masing, misalnya Jubata di Dayak Kanayatn, Petara di Dayak Mualang dan Dayak Desa, Duataq di Dayak Jalai-Kendawangan, Duato di Dayak Pesaguan, Duata di Dayak Krio, Tapang di Dayak Kayaan, Alatala di Dayak Taman, Penompa Petara di Dayak Jangkang, Ponompa di Dayak Pompakng.

Di dalam masyarakat adat Dayak, Agama Adat berada dan dilaksanakan dalam tatanan adat dan tradisi. Agama Adat dalam budaya Dayak secara lahiriah akan nampak ketika masyarakat adat melaksanakan upacara adat. Agama Adat merupakan salah satu unsur kebudayaan Dayak yang keberadaannya hadir diekspresikan oleh masyarakat dalam berbagai bentuk ritual adat pada sub-suku Dayak. Ritual Agama Adat berlangsung dalam berbagai bentuk upacara adat yang secara lahiriah menampakan diri dalam berbagai upacara adat atau ritual adat, seperti ritual adat : Kematian (Arwah), Perladangan, Pesta Tahunan, Menolak Bencana, Perkawinan, Syukur, Panen Buah, Menjaga Keseimbangan Alam dan bahkan Pengobatan.

Kebudayaan Suku Dayak 41

Page 42: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Di dalam Agama Adat Dayak, terdapat unsur-unsur utama, yaitu :

1. Kepercayaan : kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia atau keyakinan kepada sejumlah kekuatan yang ada di luar atau lebih tinggi dari manusia sebagai tempat memohon dan meminta petunjuk tentang jalan kehidupan, menyembah dan berdoa agar mereka selalu berada dalam keselamatan, kemakmuran serta terhindar dari malapetaka. Manusia bersikap menyerahkan diri kepada Penguasa Tertinggi yang disembahnya itu.

2. Ritual atau upacara diadakan menyangkut : tujuan yaitu untuk apa diadakan, tempat upacara diadakan, peralatan atau benda-benda upacara, orang yang memimpin dan yang melakukan upacara.

3. Doa, Mantera

4. Tokoh / Ima

5. Pantang, Larangan dan Puasa

6. Peralatan dan Simbol : seperangkat peralatan yang dianggap suci dalam bentuk simbol.

Bagi Agama Adat, ketika upacara ritual diadakan maka secara khusus mengandung emosi khusuk yang dieksperesikan oleh para pesertanya. Suasana emosi kejiwaan seperti ini terbangun sangat tergantung dari berbagai aspek yang ada dan berhubungan dengan ritual saat dilangsungkan, yaitu : Tempat upacara dilakukan; Ketika atau Saat-saat upacara dijalankan; Benda-benda dan alat-alat upacara; dan orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Pelaksanaan Upacara Ritual itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu:

1. Persembahan, kurban : berbagai macam persembahan baik bentuk dan jenis serta jumlahnya ditentukan oleh jenis dan tujuan upaca ritual yang diadakan.

2. Puasa, pantang : ada yang diberlakukan sebelum upacara, pada saat upacara ataupun setelah upacara. Adapun lama waktu yang harus dijalani untuk melaksanakan pantang sangat tergantung pada tujuan dari upacara dilakukan. Bahkan siapa saja yang dikenai ketentuan untuk melaksanakan pantang juga demikian.

3. Doa; dilakukan oleh pemimpin upacara dan para pelaksana upacara

4. Propesi atau berpawai; menari tarian suci; menyanyi nyanyian suci;

5. Makan bersama makanan yang telah disucikan dengan do’a; acara ini berlangsung setelah upacara ritual selesai dilaksanakan.

Kebudayaan Suku Dayak 42

Page 43: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

C. Upacara Tiwah

-Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama sandung.

Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karena unik dan khas banyak para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng. Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak Pedalaman penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur warga Dayak.

Upacara Tiwah adalah upacara kematian yang biasanya digelar atas seseorang yang telah meninggal dan dikubur sekian lama hingga yang tersisa dari jenazahnya dipekirakan hanya tinggal tulangnya saja.

Ritual Tiwah bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga – dalam Bahasa Sangiang) sehingga bisa hidup tentram dan damai di alam Sang Kuasa. Selain itu, Tiwah Suku Dayak Kalteng juga dimaksudkan oleh masyarakat di Kalteng sebagai prosesi suku Dayak untuk melepas Rutas atau kesialan bagi keluarga Almarhum yang ditinggalkan dari pengaruh-pengaruh buruk yang menimpa.

Bagi Suku Dayak, sebuah proses kematian perlu dilanjutkan dengan ritual lanjutan (penyempurnaan) agar tidak mengganggu kenyamanan dan ketentraman orang yang masih hidup. Selanjutnya, Tiwah juga berujuan untuk melepas ikatan status janda atau duda bagi pasangan berkeluarga. Pasca Tiwah, secara adat mereka diperkenakan untuk menentukan pasangan hidup selanjutnya ataupun tetap memilih untuk tidak menikah lagi.

Kebudayaan Suku Dayak 43

Page 44: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Kebudayaan Suku Dayak 44

Page 45: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Melaksanakan upacara tiwah bukan pekerjaan mudah. Diperlukan persiapan panjang dan cukup rumit serta pendanaan yang tidak sedikit. Selain itu, rangkaian prosesi tiwah ini sendiri memakan waktu hingga berhari-hari nonstop, bahkan bisa sampai satu bulan lebih lamanya.

Upacara tiwah yang digelar keluarga Ari Dewar, anggota DPRD Kotawaringin (Kotim) ini, misalnya. Mereka menyelenggarakan hingga 30 hari lamanya dan mengeluarkan biaya mencapai hampir satu miliar. Tiwah dilaksanakan untuk almarhum ayahandanya Dewar I A Bajik yang meninggal sekitar 12 tahun silam, sang paman Simon Mantir, serta 21 orang jenazah kerabat mereka yang diikutsertakan dalam upacara yang saat ini masih berjalan.

“Saya dan saudara saya Alfian O Dampa yang menanggung seluruh biaya tiwah ini, sebab tidak semua orang Kaharingan mampu melaksanakan tiwah. Tiwah ini sifatnya wajib dilaksanakan, sebab sebelum orang yang meninggal dunia ditiwah, maka ia belum bisa masuk ke dalam surga. Ini kepercayaan penganut Agama Kaharingan,” terang Ari Dewar.

Kebudayaan Suku Dayak 45

Page 46: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Tiwah yang diselenggarakan keluarga Ari Dewar di tempat kelahirannya di Desa Rubung Buyung, Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotim ini sudah berlangsung sejak minggu kedua Bulan November lalu. Puncaknya pada tanggal 11 Desember 2010 mendatang.

Menurut dia, keluarga yang masih hidup adalah orang yang bertanggung jawab dan berkewajiban mengadakan upacara tiwah. Ritual ini juga sebagai bukti kecintaan mereka terhadap leluhur.

“Siapa lagi yang akan menghantarkan leluhur agar bisa masuk surga kalau bukan keluarga yang masih hidup. Ini menurut ajaran Agama Kaharingan yang dianut almarhum orangtua saya,” kata Ari Dewar yang saat ini sebenarnya tidak lagi menganut kepercayaan Kaharingan, agama leluhurnya.

Dia mengaku telah berkonsultasi dengan para guru agama seperti ustaz dan kiai di Banjarmasin. Setelah diizinkan barulah berani menggelar upacara adat tiwah. Ini bentuk penghormatan terhadap leluhur, termasuk ayahnya. Sebab, tiwah merupakan upacara adat asli suku Dayak, sukunya sejak lahir.

“Ritual ini sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun silam, jadi perlu dilestarikan. Mengangkat kerangka orang yang sudah meninggal kemudian menaruhnya di dalam sandung atau rumah kecil dengan tidak menyentuh tanah,” jelas Ari Dewar.

Osoh T Agan, pisor atau pemimpin ritual tiwah menjelaskan, ritual tiwah merupakan rukun kematian tingkat terakhir yang waktu pelaksanaannya tidak ditentukan. Bisa dilaksanakan kapan saja sesuai kesiapan keluarga yang ditinggalkan.

Kebudayaan Suku Dayak 46

Page 47: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Sebelum upacara tiwah dilaksanakan, terlebih dahulu digelar ritual lain yang dinamakan upacara tantulak. Menurut kepercayaan Agama Kaharingan, setelah kematian, orang yang meninggal dunia itu belum bisa langsung masuk ke dalam surga. Kemudian digelarlah upacara tantulak untuk mengantar arwah yang meninggal dunia tersebut menuju Bukit Malian, dan di sana menunggu diberangkatkan bertemu dengan Ranying Hattala Langit, Tuhan umat Kaharingan, sampai keluarga yang masih hidup menggelar upacara tiwah.

“Bisa juga dikatakan Bukit Malian itu adalah alam rahim, tempat suci manusia tinggal sebelum lahir ke dunia. Di alam itulah orang yang meninggal dunia menunggu sebelum diberangkatkan menuju surga melalui upacara tiwah,” terang pemuka Agama Kaharingan dari Kota Palangka Raya ini.

Puncak acara tiwah ini sendiri nantinya memasukkan tulang-belulang yang digali dari kubur dan sudah disucikan melalui ritual khusus ke dalam sandung. Namun, sebelumnya lebih dahulu digelar acara penombakan hewan-hewan kurban, kerbau, sapi, dan babi.

D. Tradisi Penguburan

Kebudayaan Suku Dayak 47

Page 48: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Orang dayak menganggap bahwa kematian adalah hal yang sakral sehingga mereka sangat mematuhi adat yang ada selama bertahun-tahun. Dan mereka pun beranggapan bahwa apabila orang yang meninggal belum dilakukan upacara kematian maka meyakini bahwa rohnya akan mengganggu yang masih hidup.

Jika orang dayak meninggal dunia, maka jenazah dimasukkan kedalam peti mati yang oleh masyarakat Dayak Ngaju disebut Raung, Dayak Ma’anyan menyebut tabela. Raung atau tabela ini berbentuk perahu sebagai simbol perjalanan roh dan diberi hiasan burung enggang (hornbill) sebagai simbol dunia atas. Tutup dan badan raung disatukan setelah jenazah dimasukkan lalu diikat dengan tali rotan yang dianyam yang disebut saluang. Ketika jenazah dimasukkan di dalam raung, beberapa benda kesayangan si arwah semasa hidupnya juga diikut sertakan bersamanya sebagai bekal kubur. Raung berisi jenazah dan bekal kubur tersebut ditanam di dalam tanah. Tetapi kuburan tersebut sementara sifatnya, sebab yang terpenting adalah upacara pelepasan roh yang oleh masing-masing etnik masyarakat dayak berdeda-beda penyebutannya. Baik upacara kematian Tiwah, Ijambe dan upacara Wara atau mabatur, merupakan upacara penguburan sekunder dengan pengambilan tulang-tulang untuk dipindahkan ke kuburan permanen. Di atas kuburan permanen itulah didirikan bangunan yang disebut pambak, Sandong adalah bangunan kubur sekunder berupa rumah panggung kecil yang terbuat dari kayu ulin. Di dalam sandong itu tersimpan tulang-belulang manusia setelah diselenggarakan upacara tiwah.untuk masyarakat Dayak Ngaju, tambak untuk Dayak Ma’anyan, Kriring untuk dayak Lawangan, dll

Upacara kematian baik tiwah, Ijambe dan upacara Wara atau mabatur, merupakan upacara yang bertujuan mengantarkan arwah ke dunia baka, dan merupakan puncak serta akhir dalam rangkaian upacara kematian orang-orang kaharingan. Upacara ini diselenggarakan biasanya selang setahun sampai dengan beberapa tahun setelah seseorang meninggal, tergantung dari kesiapan keluarga yang ditinggalkan dalam menyelenggarakan upacara. Upacara kematian ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kosmos yang diharapkan dapat memberikan keselamatan baik kepada roh si mati maupun terhadap manusia yang ditinggalkan.

Sebagaimana telah diuraikan di depan, bahwa upacara kematian dilakukan sejalan dengan sistem kepercayaan yang dianut dan sistem kepercayaan tersebut adalah bagian dari kebudayaan masyarakat Dayak . Jadi upacara dilaksanakan sesuai dengan pedoman-pedoman yang berlaku yang ada dalam kebudayaannya. Sedangkan untuk mengatur pelaksanaan upacara tersebut telah ada pranata-pranata khusus sehingga upacara dapat berjalan tertib dan teratur. Pekerjaan mengumpulkan tulang-tulang dan kemudian menempatkan ke dalam sandong telah memiliki aturan-aturan khusus yang telah berlaku secara turun temurun. Hal ini dapat kita lihat pada waktu orang-orang mengumpulkan sisa-sisa jenazah dengan urut-urutan sebagai berikut: mula-mula yang diambil adalah bagian kepala, menyusul bagian leher, badan dan seterusnya hingga ke ujung jari-jari kaki, kemudian dibungkus dan dimasukkan ke dalam wadah berupa peti kecil yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kepercayaan bahwa roh nenek moyang selalu mempunyai hubungan dengan orang-orang yang masih hidup di terutama dengan sanak cucunya. Secara singkat makna religius dari upacara kematian adalah membangkitkan arwah untuk disucikan sekaligus diantarkan kedunianya.

Kebudayaan Suku Dayak 48

Page 49: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

Konsep kematian berbagai etnik masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan tersebut di atas, bersumber dari kepercayaan Kaharingan adalah Agama asli mayarakat dayak (penduduk pribumi Kalimantan) yang artinya adalah air kehidupan atau “ sesuatu yang tidak diketahui asal muasalnya”, menjadi acuan bagaimana manusia harus bertindak yang menekankan bahwa terdapat kehidupan setelah kematian. Konsep kepercayaan seperti itu sama dengan kepercayaan masyarakat prasejarah khususnya masyarakat megalitik yang didasari pandangan adanya hubungan antara yang hidup dengan yang mati, khususnya kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari roh manusia yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat.

Dalam pelaksanaan upacara kematian seperti misalnya upacara tiwah konsepsi kepercayaan prasejarah masih kuat sekali sebagaimana tercermin dalam bentuk-bentuk budaya materi yang sarat akan simbol-simbol kepercayaan terhadap roh leluhur. Hasil budaya materi tersebut di samping berupa sandong dan rarung yang dulu sengaja dibentuk menyerupai perahu simbol perjalanan roh, juga terdapat pada sapundu . Sapundu adalah patung berbentuk manusia dari kayu ulin sebagai personifikasi dari roh leluhur. Sapundu berfungsi untuk mengikat hewan korban dalam upacara tiwah. Patung ini dipercaya sebagai simbol roh manusia yang telah meninggal dan kehadirannya dalam upacara dimaksudkan sebagai spirit untuk mengangkat arwah menuju surga tertinggi. Setelah upacara tiwah selesai sapundu ini dipindahkan ke halaman rumah atau ditengah kampung, diharapkan roh leluhur dapat menjelma sebagai pelindung dan penjaga seluruh kampung.sebagai pengikat hewan korban kerbau dalam upacara tiwah. Upacara yang menuntut korban menurut Turner adalah upacara sentral dalam religi masyarakat yang sederhana.

Pada kesimpulannya bahwa masyarakat dayak memiliki perbedaan penguburan dalam setiap daerahnya serta tata caranya pula yang berbeda-beda, namun hal itu merupakan hal yang sangat unik dan ciri khas dari setiap suku tersebut. Keanekaragaman budaya yang ada dan tradisi yang berbeda-beda menjadikan Indonesia menjadi lebih kaya akan suku budayanya serta hal lainnya yang membuat Indonesia berbeda dengan Negara lain.

sumber :

Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :

penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.penguburan di dalam peti batu (dolmen)

· penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

· Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan dibedakan :

· wadah (peti) mayat bukan peti mati : lungun selokng dan kotak

Kebudayaan Suku Dayak 49

Page 50: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

· wadah tulang-beluang : tempelaaq (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta guci.

· berdasarkan tempat peletakan wadah (kuburan) Suku Dayak Benuaq :

· 1. lubekng (tempat lungun)

· 2. garai (tempat lungun, selokng)

· 3. gur (lungun)

· 4. tempelaaq dan kererekng

Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:

· penguburan tahap pertama (primer)

· penguburan tahap kedua (sekunder).

· Penguburan primer

· Parepm Api (Dayak Benuaq)

· Kenyauw (Dayak Benuaq)

· Penguburan sekunder

Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.

· Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :

· dikubur dalam tanah

· diletakkan di pohon besar

· dikremasi dalam upacara tiwah.

· Prosesi penguburan sekunder

· Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.

· Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.

· Marabia

Kebudayaan Suku Dayak 50

Page 51: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

· Mambatur (Dayak Maanyan)

· Kwangkai /Wara (Dayak Benuaq)

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan paparan dan analisis data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diangkat yaitu antara lain:

Masyarakat suku dayak sangat menghargai kenudayaan mereka dan mereka juga sangat menghormati para leluhur mereka, karena dalam kehidupan mereka sangat percaya pada leluhur mereka dan selalu menjaga adat kebudayaan peninggalan para leluhur mereka, apapun yang para leluhur mereka tinggalkan itulah yang wajib dikerjakan dan mereka beranggapan bahwa bila ini tidak dijalankan maka akan ada bencana bagi keluarga dan juga orang yang ada disekitar mereka.

3.2 SARAN

Sebagai warga Negara Indonesia kita perlu mengetahui kebudayaan-kebudayaan yang ada di Negara kita sendiri. Kadang kita lebih mengenal budaya yang ada di Negara barat melainkan budaya kita sendiri. Salah satu budaya dari Negara kita adalah budaya suku dayak. Tentu bukan hanya budaya dayak yang ada di negara Indonesia, melainkan masih banyak budaya-budaya yang belum kita ketahui . Maka dari itu kita harus mengenal budaya kita sendiri mulai memberikan wawasan kepada anak-anak sejak dini agar memahami beragam budaya yang ada di Negeri cercinta ini dan kita juga harus menjaga sertai mencintai kebudayaan Nusantara kita sendiri agar tidak di akui oleh negara lain.

Kebudayaan Suku Dayak 51

Page 52: Sejarah Awal Adanya Suku Dayak Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

http://hurahura.wordpress.com/2011/07/16/religi-dan-makna-upacara-kematian-masyarakat-dayak/

http://way4x.wordpress.com/cerita-tanah-leluhur/sejarah-suku-dayak/ritual-tiwah/

http://republikpisang88.blogspot.com/

http://www.nila-riwut.com/id/dayaknese-people-from-time-to-time/

http://imanuelpn.wordpress.com/tradisi-kebiasaan-suku-dayak/

http://shahnazdeyana.wordpress.com/

http://fitinline.com/article/read/3-ragam-pakaian-adat-kalimantan-timur

http://way4x.wordpress.com/cerita-tanah-leluhur/sejarah-suku-dayak/senjata-suku-dayak/

http://harmayantirahman.blogspot.com/

http://muhamadnahrowi26.blogspot.com/2014/08/rumah-dayak-kalimantan.htm

http://mochamadrizal19.wordpress.com/kebudayaan-suku-dayak/

http://hilmimaher.blogspot.com/2012/10/makalah-suku-dayak.html

http://www.academia.edu/8488432/Makalah_Suku_Dayak

Kebudayaan Suku Dayak 52