166733779-BAB-I.pdf

download 166733779-BAB-I.pdf

of 46

Transcript of 166733779-BAB-I.pdf

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    1/46

    1

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit

    membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko,identifikasi dan

    pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis

    insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

    solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera

    yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

    mengambil tindakan yang seharusnya diambil ( Kemenkes ,2011).

    World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengumpulkan angka

    angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika ,Inggris , Denmark

    dan Australia , ditemukan KTD dengan rentang 3.216,6 %. Data-data tersebut

    menjadikan pemicu berbagai Negara segera melakukan penelitian dan

    mengembangkan sistem keselamatan pasien (Yulia sri , 2010) .

    Data di Indonesia tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera masih langka,

    namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan mal praktek yang belum tentu

    sesuai dengan pembuktian akhir . insiden pelanggaran patient safety 28,3 %

    dilakukan oleh perawat , perawat harus menyadari perannya sehingga harus

    dapat berpartisipasi aktif dalam mewujudkan patient safety. Kerja keras

    perawat tidak dapat mencapai level optimal jika tidak di dukung dengan

    sarana prasarana manajemen rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya (Adib,

    2009 dalam Selleya, 2013). Penelitian serupa tentang hubungan pengetahuan

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    2/46

    2

    2

    dan motivasi dengan sikap mendukung penerapan program patient safety di

    rumah sakit daerah umum Moerwadi Surakarta ,oleh Aryani (2008)

    menyimpulkan bahwa pengetahuan perawat pelaksana tentang konsep patient

    safety baik dan sikap mendukung penerapan program patient safety tinggi

    (Selleya , 2013).

    Survey awal yang dilakukan peneliti di instalasi gawat darurat BLU.

    RSUP .Prof. Dr. R. D.Kandou Manado, memiliki khusus tenaga keperawatan 98

    orang .sebagaian besar perawat sudah pernah mengikuti pelatihan patient safety

    dan instalasi gawat darurat telah menerapkan program patient safety. secara

    keseluruhan program patient safety sudah diterapkan di intalasi gawat darurat ,

    namun masalah dilapangan merujuk pada pelaksanaan patient safety , karena

    walaupun sudah mengikuti sosialisasi patient safety tetapi masih ada resiko

    pasien cidera, resiko pasien jatuh , resiko salah pengobatan , pendelegasian yang tidak

    akurat saat operan pasien yang mengakibatkan keselamatan pasien menjadi

    kurang maksimal.

    1.2. Rumusan Masalah

    Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan masalah bagaimana

    hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamanatan

    pasien (Patient Safety) di Instalasi Gawat Darurat BLU. RS U P. Prof .Dr. R. D.

    Kandou Manado.

    1. 2.1. Pernyataan Masalah

    Perawat instalasi gawat darurat sebagian besar telah mengikuti pelatihan

    patient safety namun masih ada resiko pasien jatuh, resiko salah pengobatan

    resiko keselamatan pasien (Patient Safety).

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    3/46

    3

    3

    1.2.2. Pertanyaan Masalah

    1. Bagaimana hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan keselamatan

    pasien (Patient Safety) di instalasi gawat darurat BLU.Prof .Dr. R.D.

    Kandou Manado

    2. Bagaimana hubungan sikap perawat dengan keselamatan pasien (PatientSafety)

    di instalasi gawat darurat BLU.Prof.Dr. R.D. Kandou Manado.

    1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan

    keselamatan pasien (PatientSafety) di instalasi gawat darurat

    BLU.RSUP.Prof. D.R. Kandou Manado.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1. Menganalisa hubungan pengetahuan perawat dengan keselamatan pasien

    (patient safety) di insatalasi gawat darurat BLU.RSUP.Prof.Dr.D.R.Kandou

    manado.

    1.4. Manfaat Penelitian

    1.4.1. Bagi Peniliti

    Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan di

    rumah sakit.Sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

    pengetahuan dan pemahaman dalam bidang pelaksanaan keselamatan pasien

    di rumah sakit.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    4/46

    4

    4

    1.4.2. Bagi institusi rumah sakit dan unit gawat darurat

    Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan di

    rumah sakit. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi rumah sakit

    dalam rangka memberikan pelayanan yang aman, nyaman dan bermutu

    tinggi.Dengan meningkatnya keselamatan pasien di harapkan kepercayaan

    masyarakat terhadap rumah sakit akan meningkat pula.

    1.4.3. Bagi institusi Pendidikan

    sebagai bahan masukan dalam rangka pengembangan pendidikan dan

    pengajaran tentang keselamatan pasien terutama dalam hal aplikasinya di

    lapangan.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    5/46

    5

    5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Konsep Dasar Pengetahuan

    2.1.1.Pengertian Pengetahuan

    Merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

    penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

    pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,

    dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

    telinga (Notoadmojo ,2007 ).

    2.1.2.Pengetahuan sebagai domain yang sangat penting

    Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

    membentuk tindakan seorang (overt behavior)yang terdiri dari(Notoadmojo2007):

    2.1.2.1. proses adopsi perilaku :

    1. awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

    mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu,

    2. interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

    3. evaluation (menimbang-ninbang baik dan tidaknya stimulus tersebut

    bagi dirinya ). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi,

    4. trial, orang telah memulai mencoba perilaku baru,

    5. adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

    kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    6/46

    6

    6

    Namun demikian, dari penelitian selanjutnya rogers menyimpulkan bahwa

    perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas.

    Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui prose seperti

    ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif, makaperilaku

    tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu

    tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung

    lama.

    2.1.2.2. Tingkat Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai

    enam tingkatan yaitu:

    1. Tahu (Know)

    Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajar

    sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

    kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

    dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini

    merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.

    2. Memahami (comprehension)

    Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

    benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintrepretasikan materi

    tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

    materi harus dapat menjelaskan.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    7/46

    7

    7

    3. Aplikasi (aplication)

    Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

    telah dipelajari pada situasi atau kondisi real(sebenarnya).Aplikasi disini

    dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

    metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau stimulasi yang

    lain.

    4. Analisis (analysis)

    analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

    objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur

    organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.Kemampuan

    analisis ini dapat menggambarkan(membuat bagan), membedakan,

    memisahkan, megelompokan, dan seterusnya.

    5.Sintesis (syntesis)

    Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

    menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang

    baru.dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

    formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

    6. Evaluasi (evaluation)

    Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi ata

    penilaian - penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria atau objek yang

    ditentukan diri,atau menggunakan kriteri-kriteria yang telah ditentukan sendiri

    atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoadmojo, 2007)

    Pengetahuan perawat tentang patient safety sangat penting mendorong

    pelaksanaan program patient safety .perawat harus mengetahui pengetian

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    8/46

    8

    8

    patient safety ,unsur-unsur patient safety ,tujuan patient safety ,upaya

    patient safety serta perlindungan diri selama kerja. Program patient safety

    merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien

    lebih aman ( Depkes RI, 2006 ) .

    2.2.Konsep dasar sikap.

    2.2.1. Defenisi sikap.

    Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

    seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (notoadmojo, 2007).

    2.2.2. Komponen pokok sikap.

    Dalam bagian lain allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu

    mempunyai 3 komponen pokok.

    1. kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

    2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

    3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

    2.2.3. Tingkatan sikap.

    Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:

    1. Menerima (receiving)

    Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

    stimulus yang diberikan (objek).

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    9/46

    9

    9

    2. Merespon indikasi (responding)

    Memberikan jawaban apabila ditannya dan menyelesaikan, tugas

    yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan

    suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas

    yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah , adalah

    berarti orang menerima ide tersebut.

    3. Menghargai (valuing)

    Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

    masalah adalah indikasi dari sikap tingkat tiga.

    4. Bertanggung jawab (responsible)

    Bertanggung atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

    segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

    Perawat harus menunjukan sifat yang positif dalam mendukung program

    patient safety sehingga melaksanakan praktik keperawatan yang aman.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    10/46

    10

    10

    2.3. Konsep dasar keselamatan pasien

    2.3.1 Pengertian The institute of medicine (IOM) mendefinisikan keselamatansebagaifreedom from accidental injury. Keselamatan dinyatakan sebagai

    ranah pertana dari mutu dan defenisi mengenai keselamatan ini

    merupakan pernyataan dari perspektif pasien (kohn, corigan & Donaldson,

    2000 dalam Dede mulyani ,2013 ). Pengertian lainnya menurut CAN (2009)

    menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah mengurangi dan meringankan

    tindakan-tindakan yang tidak aman dalam sistem pelayanan kesehatan

    dengan sebaik mungkin melalui penggunaan penampilan praktek yang

    baik untuk mengoptimalkan outcome pasien. Senada dengan hal ini

    hughes (2008) menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan

    pencegahan cidera terhadap pasien. Pencegahan cidera didefinisikan

    sebagai bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat

    dicegah sebagai hasil perawatan medis. Sedangkan praktek keselamatan

    pasien diartikan sebagai menurunkan risiko kejadiaan yang tidak

    diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap lingkup diagnosis

    atau kondisi perawatan medis (Dede mulyani , 2013).

    KKP-RS dan DEPKES (2008) mendefinisikan bahwa keselamatan

    /safety adalah bebas dari bahaya atau resiko (hazard). Keselamatan

    pasien (patient safety) adalah pasien bebas dari harm /cidera yang tidak

    seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi

    (penyakit, cidera, fisik/sosial/ psikologis, cacat, kematian dll), terkait

    pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien merupakan suatu sistem dimana

    rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem ini meliputi:

    assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    11/46

    11

    11

    dengan risiko pasien, pelaporan, dan analisis insiden, kemampuan belajar

    dari insiden dan menindaklanjuti insiden serta implementasi solusi untuk

    mengurangi dan meminimalkan timbulnya resiko (Depkes, 2008; undang-

    undang no. 44 tahun 2009 ).

    Upaya tenaga kesehatan untuk tidak membahayakan dan merugikan

    pasien yang telah mempercayakan penanganan kesehatannya terhadap

    tenaga kesehatan dan rumah sakit dengan didasari oleh standar dan kode

    etik professional yang harus ditaati, berhubungan dengan keterkaitan

    berbagai upaya untuk memenuhi hak pasien atas keamanan dan

    keselamatan, hak atas informasi, hak untuk didengarkan dan hak untuk

    memilih pelayanan yang diperoleh (CAN, 2004, 2008). Defenisi dari

    berbagai sumber diatas dapat dirumuskan menjadi suatu kesimpulan

    mengenai keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan suatu bagian

    penting dalam mutu pelayanan yang menekankan pada suatu kondisi

    yang tidak merugikan pasien, mengurangi dan meminimalkan risiko melalui

    berbagai upaya sistemik yang berorientasi pada optimalisasi hasil

    pelayanan yang diterima pasien.

    2.3.2. faktor-faktor keselamatan pasien.

    Lumenta (2008) menyatakan penerapan keselamatan pasien dipengaruhi

    oleh 5 faktor yaitu (1) faktor individu dan kinerja, (2) faktor lingkungan

    kerja, (3) faktor pasien,(4) faktor organisasional dan (5) faktor eksternal.

    Keberadaan kelima faktor ini merupakan hal yang berpengaruh terhadap

    kemampuan organisasi untuk meningkatkan mutu melalui aspek

    keselamatan pasien. Sejalan dengan hal ini, pengembangan model untuk

    meninkatkan mutu dan keselamatan pasien dalam organisasi dapat juga

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    12/46

    12

    12

    dilakukan dengan menggunakan Teori Burke dan Litwin (cahyono, 2008).

    Teori ini merupakan kombinasi pendekatan transaksional dan transformasional

    untuk organisasi agar dapat lebih menjamin keberhasilan penerapan

    keselamatan pasien. Aspek yang ada dalam teori ini meliputi:

    1) Lingkungan eksternal

    Salah satu kekuatan yang dapat dan mampu mengubah orientasi

    organisasi adalah dorongan yang bersumber dari lingkungan eksternal.

    Dalam konteks organisasi kesehatan, tekanan eksternal dapat bersumber

    dari tuntutan penerapan mutu keselamatan pasien (akreditasi), kompetisi

    dalam pelayanan, semakin meningkatnya kesadaran masyarakat, dan

    tuntutan hukum. Hughes (2008) menyatakan bahwa lingkungan eksternal

    merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan agar organisasi dapat

    memiliki komitmen tinggi dalam menerapkan mutu melalui keselamatan

    pasien.

    2) Kepemimpinan

    Pemimpin yang ada harus mampu memahami bahwa tekanan

    eksternal adalah peluang untuk berubah dalam konteks menuju kearah

    penerapan keselamatan pasien yang lebih baik. Pemimpin mempunyai

    tugas untuk membangun visi misi, mengkomunikasikan ide-ide perubahan,

    dan membentuk strategi serta membentuk penggerak perubahan. Tanpa

    dukungan yang kuat dari pimpinan organisasi maka keselamatan pasien

    hanya akan menjadi mitos. Hughes (2008) menyatakan bahwa perawat

    yang mampu berperan dalam perubahan dalam tatanan organisasi yang

    diharapkan lebih efektif untuk menerapkan keselamatan pasien.

    3 ) Budaya organisasi

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    13/46

    13

    13

    Budaya keselamatan pasien merupakan fondasi keselamatan pasien.

    Mengubah budaya keselamatan pasien dari blaming culture menjadi safety

    culture merupakan kata kunci dalam meningkatkan mutu dan keselamatan

    pasien. Fleming (2006) menyatakan bahwa salah satu strategi untuk

    mengembangkan budaya keselamatan adalah dengan melibatkan staf dalam

    perencanaan dan pengembangan budaya keselamatan. Sedangkan menurut

    teori perubahan, individu, kelompok atu organisasi akan mengalami

    perubahan atau tidak tergantung pada dua faktor, yaitu faktor kekuatan

    tekanan (driving force) dan faktor keengganan (resistances) . perubahan

    baru akan terjadi jika kekuatan tekanan melebihi kekuatan keengganan

    (driving force lebih besar dari pada resistances). Perubahan baru akan

    terjadi jika kekuatan tekanan melebihi kekuatan keengganan (driving force

    lebih besar dari pada resistance). Responsibility yang diperlukan dalam

    pemberian pelayanan yang berorientasi pada keselamatan pasien mengarah

    pada kedua faktor diatas dalam menciptakan budaya keselamatan yang

    diharapkan.

    4) Praktik manajemen

    Para manajer baik tingkat bawah, menengah,dan atas bertanggungjawab

    menjalankan kebijakan dan prosedur yang telah dibuat dan telah

    disepakati bersama terkait keselamatan pasien tingkat di tingkat unit

    pelayanan masing-masing. Manajer keperawatan bertanggung jawab

    terhadap keselamatan pasien yang hubungan dengan tugas keperawatan.

    Marquis dan Huston (2006) menyatakan bahwa dukungan manajer

    keperawatan terhadap pelaksanaan keselamatan pasien merupakan hal positif

    yang sangat bermakna dalam keberhasilan program penjaminan mutu

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    14/46

    14

    14

    melalui program keselamatan pasien.

    5) Struktur dan sistem

    Rumah sakit harus membentuk struktur organisasi tim keselamatan

    pasien rumah sakit yang disertai dengan kelompok kerja, seperti: pokja

    tranfusi. Pokja pencegahan keselamatan obat, pokja infeksi nasokomial,

    dan sebagainya. Ada tiga prinsip perancangan sitem keselamatan pasien

    yaitu: (1) cara mendesain sistem agar setiap keselamatan dapat dilihat (2)

    bagaimana merancang sistem agar suatu kesalahan dapat dikurangi dan (3)

    bagaimana merancang sistem agar tidak terjadi kesalahan . Rumah sakit

    seharusnya mampu mengkomodasi sistem tersebut agar dapat

    diimplementasikan secara optimal. Kebijakan di Indonesia telah secara

    jelas mengatur kedudukan dan peran sistem berupa adanya komite

    keselamatan pasien baik secara nasional maupun di rumah sakit (Depkes,

    2008 dalam Yulia Sri , 2010).

    6) Pengetahuan dan ketrampilan individu

    Beberapa anggota staf mungkin resisten terhadap perubahan

    karena kurang pengetahuan dan keterampilan. Beberapa staf lain

    mendukung keselamatan pasien, tetapi tidak mengetahui apa yang harus

    dilakukan. Para staf medis, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya perlu

    mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai keselamatan pasien.

    Pengetahuan SDM kesehatan termasuk perawat merupakan hal yang

    berhubungan dengan komitmen yang sangat diperlukan dalam upaya untuk

    membangun budaya keselamatan pasien melalui manajemen perubahan

    terhadap SDM. Jika dihubungkan dengan lingkup perbaikan mutu,

    Mangkuprawira (2008) menyatakan bahwa inovasi dalam proses perbaikan

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    15/46

    15

    15

    mutu yang berpotensi menimbulkan perubahan pada manajemen dan staf

    adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam menerapkan

    teknologi baru.

    Marquis dan Huston (2006) menyatakan bahwapengetahuanindividu yang

    diperoleh melalui pelatihan dalam pekerjaannya termasuk dalam upaya

    pengembangan yang bermakna terhadap tingkat kebbutuhan perawat akan

    pengetahuan. Amstrong, Laschinger dan wong (2009) menyatakan bahwa

    pengetahuan dalam konteks keselamatan pasien adalah berkaitan dengan

    kemampuan individu untuk memahami tugas dan mengenali suatu ide

    abstrak yang berada dalam konteks keselamatan pasien. Upaya meningkatkan

    pengetahuan yang dipandang dari segi konstruksivitis merupakan upaya

    konstruksi kognitif yang tidak hanya terlihat sebagai fakta dari suatu

    kenyataan yang sedang dipelajari tetapi pengetahuan yang merupakan hasil

    proses konstruksi kognitif secara kompleks dalam konteks perilaku ( Dede

    Mulyani ).

    Rasmussen, Reason dan Norman dalam Cahyono (2008) menyatakan bahwa

    kontribusi tindakan yang dilakukan individu terhadap kesalahan dan KTD

    tergantung pada aktifitas kognitif individu. Penyebab individu melakukan

    kasalahan adalah karena tidak adekuatnya pengolahan sistem informasi dalam

    sistem kognitif yang dimilikinya. Penguatan sistem kognitif yang adekuat

    diharapkan secara bermakna dapat mengurangi kesalahan yang mengancam

    keselamatan pasien.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    16/46

    16

    16

    7) Lingkungan kerja, kebutuhan individu dan motivasi

    Lingkungan kerja yang kondusif dapat menumbuhkan motivasi kerja dan

    akan mempermudah implementasi keselamatan pasien, misalnya

    memperhatikan jam kerja, beban karja, rasio staf dan jadwal rotasi jaga,

    merancang sistem yang dapat meminimalkan keraguan-raguan/ kebingunan,

    mengatur sistem alih tugas secara jelas (hand-over), serta menjamin

    berjalannya supervise dan komunikasi dalam tim. Pugh dan Smith (1997,

    dalam juliani, 2007) menyatakan bahwa motivasi perlu dikelola agar dapat

    menghasilkan penampilan kerja yang diharapkan rumah sakit.

    Pemenuhan kebutuhan individu akan penngembangan peran dan kontribusinya

    dalam keselamatan pasien melalui penigkatan pengetahuan merupakan upaya

    untuk membangun motivasi secara adekuat. Juliani (2007) menyatakan

    bahwa motivasi instrinsik yang diperoleh oleh perawat melalui pemenuhan

    kebutuhan akan peningkatan pengetahuan akan metode baru dalam pekerjaan

    perawat dan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan melalui

    pendidikan dan pelatihan berpengaruh secara signifikan dengan kinerja

    perawat pelaksana. Naswati (2001, dalam juliani, 2007) menyatakan bahwa

    terdapat hubungan korelasi yang tinggi antara motivasi dan kinerja. Hasibuan

    (2002) secara jelas menyatakan bahwa pemenuhan pengembangan diri yang

    diperoleh akan staf akan mengurangi kecelakaan dan meningkatkan

    pelayanan ( Dede Mulyani , 2013).

    Strategi yang efektif mengenai penerapan keselamatan pasien sangat

    dibutuhkan agar program keselamatan pasien menimbulkan hasil yang nyata

    dalam menurunkan KTD dan kerugian para penerima dan pemberi jasa

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    17/46

    17

    17

    pelayanan kesehatan. Rumah sakit harus merancang proses baru atau

    memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui

    pengumpulan data, menganalisis secara intensif adanya KTD dan melakukan

    perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien (Depkes,

    2008 dalam Dede mulyani , 2013).

    2 .4 Keselamatan pasien dalam keperawatan

    2.4.1. Keselamatan pasien dan mutu pelayanan keperawatan

    Peran penting manajemen keprerawatan dalam konteks pengembangan

    SDM yang berhubungan dengan pelatihan keselamatan pasien tidak terlepas

    dari pelaksanaan fungsi manajemen dalam mengelola pelayanan dalam

    mengelola pelayanan keperawatan secara optimal. Fungsi manajemen

    keperawatan yang berorientasi pada pengolaan sistemm dalam rangka

    planning, organizing, actuating dan controlling terhadap berbagai fenomena

    yang berhubungan dengan penelitian keselamatan pasien merupakan suatu

    proses dinamis dan berkesinambungan serta perlu didukung dengan upaya

    nyata agar hasil yang diperoleh menjadi optimal. Penerapan pendekatan

    fungsi manajemen dalam pengelolaan manajemen keperawatan yang

    berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien menjadi suatu hal yang

    sangat penting agar strategi pengelolaan keselamatan pasien menjadi lebih

    efektif.Berdasarkan hal tersebut maka penerapan fungsi manajemen yang

    mengacu pada mutu dan keselamatan pasien adalah sebagaimana yang

    dijabarkan dalam penjelasan berikut :

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    18/46

    18

    18

    2.4.2. Fungsi penerapan (planing)

    Landasan dari fungsi panajemen secara keseluruhan adalah fungsi

    perencanaan. Fungsi manajemen lainnya dapat dilakukan dengan baik

    jika fungsi perencanaan telah dilaksanakan secara optimal. Penerapan

    visi, misi, dan tujuan organisasi merupakan bentuk nyata fungsi

    perencanaan yang harus dilakukan oleh seorang manajer keperawatan

    (Huber, 2006), terkait dengan hal ini visi, misi dan tujuan organisasi

    menjadikan manajer dan staf perawat dapat terlibat secara optimal dalam

    memperbaiki mutu melalui keselamatan pasien. Gillies (1994) menyatakan

    dan meningkatkan efektifitas kerja. Hal ini secara jelas menyatakan

    mengenai dampak fungsi perencanaan terhadap keselamatan pasien .

    2.4.1.2. Fungsi pengorganisasian (organizing)

    Pengelolaan sumber daya dalam oganisasi (man, money, methods,

    machine, dan materials) akan diatur penggunaannya secara efektif dan

    efisien untuk mencapai tujuan organisasi melalui penerapan fungsi

    pengorganisasian. Efektifitas fungsi keperawatan dalam organisasi dapat

    didorong dengan menempatkan keperawatan dalam struktur formal dan

    informal. Dalam lingkup keselamatan pasien maka pengelolaan efektif

    sumber daya organisasi yang salah satunya melalui pelatihan terhadap

    SDM keperawatan serta keterlibatan dalam struktur formal dan informal

    merupakan aplikasi fungsi pengorganisasian untuk menghasilkan asuhan

    yang aman.

    2.4.1.3. Fungsi pelaksanaan (Actuating)

    Fungsi pelaksanaan lebih menekankan pada upaya untuk mengarahkan

    dan menggerakan semua sumber daya manusia untuk mencapai tujuan

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    19/46

    19

    19

    organisasi. Optimalisasi lingkungan kerja diciptakan melalui pengaruh dan

    dukungan terhadap staf serta adanya komunikasi efektif merupakan upaya

    yang sangat. Dibutuhkan agar staf termotivasi dan bersemangat dalam

    melakukanpekerjaannya. Pelatihan yang diberikan sesuai kebutuhan staf

    khususnya terkait keselamatan pasien merupakan hal yang penting untuk

    menimbulkan kesadaran perawat akan tugas dan tanggung jawabnya dalam

    mendukung tujuan organisasi untuk menjamin asuhan berkualitas dan

    aman.

    2.4.1.4. Fungsi pengawasan (controling)

    Standar keberhasilan program dalam bentuk target, prosedur kerja

    dan penampilan staf dibandingkan dengan hasil yang mampu dicapai atau

    mampu dikerjakan oleh staf merupakan hal penting dalam funsi

    pengawasan dan pengendalian (Marquis & Huston, 2006). Selain itu

    supervise dalam konteks penilaian,pengawasan dan pembinaan terhadap

    kinerja staf juga merupakan hal yang sngat penting, jika dikaitkan dengan

    mutu dan keselamatan pasien maka pelatihan yang ditindak lanjuti dengan

    pengembangan target, prosudur kerja dan penampilan kerja staf melalui fungsi

    mengendalian danpengawasan secara optimal merupakan suatu hal yang

    sangat penting agar staf dapat secara konsisten menjaga kualitas kinerjanya

    yang berorientasi pada mutu dan keselamtan pasien.

    2.4.1.5. Peran perawat dalam keslamatan pasien

    Menurut Mitchell dalam Hughes (2008), perawat merupakan kunci

    dalam pengembangan mutu melalui keselamata pasien. Dinyatakan pula

    bahwa sejak masa yang lalu responsibilitas perawat terhadap aspek

    keselatan pasien telah ada walaupun masi terbatas pada pencegahan

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    20/46

    20

    20

    kesalahan pemberian pengobatan dan pencegahan pasien jatuh. Considine

    (2005) berpendapat bahwa salah satu hal yang dapat dilakukan oleh

    perawat untuk mencegah KTD beserta dampaknya adalah dengan

    peningkatan kemampuan perawat untuk melakukan pencegahan dini,

    deteksi resiko dan koreksi terhadap abnormalitas yang terjadi pada pasien.

    Peningkatan angka kematian yang merupakan bagian dari dampak

    keselamatan pasien membutuhkan peran perawat secara adekuat dalam

    kondisi emergensi untuk mencegah terjadinya KTD (Dede mulyani , 2013) .

    Postion statement mengenai keselamatan pasien yang disampaikan oleh

    ICN (2002) adalah keselamatan pasien merupakan hal mendasar dalam

    mutu pelayanan kesehatan dan pelayanan keperawatan. Peningkatan

    keselamatan pasien meliputi tindakan nyata dalam rekrutmen, pelatihan dan

    retensi tenaga professional, pengembangan kinerja, manajemen resiko, dan

    lingkungan perawatan yang aman serta akumulasi pengetahuan ilmiah

    yang terintregrasi serta berfokus pada keselamatan pasien yang disertai

    dengan dukungan infrastruktur terhadap pengembangan yang ada.

    Keperawatan mengarahkan keselamatan pasien pada seluruh aspek

    pelayanan keperawatan. Hal ini mencakup informasi terhadap pasien dan

    komponen lain mengenai resiko dan cara mengurangi resiko serta

    mengadvokasi keselamatan pasien dan melaporkan KTD.

    CAN (2002) menyatakan bahwa keselamatan pasien bukan hanya

    merupaka isu yang dibiarkan untuk berkembang dalam keperawatan

    ataupun merupakan bagian dari apa yang dilakukan perawat. Akan tetapi

    keselamatan pasien merupakan perwujudan dari komitmen perawat

    terhadap kode etik untuk menjaga keselamatan pasien, kompoten dan etis

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    21/46

    21

    21

    dalam keperawatan. Keselamatan pasien juga merupakan dasar dalam

    melakukan asuhan keperawatan dimanapun perawat itu bekerja.Kontribusi

    kritis perawat dalm keselamatan pasien adalah kemampuan

    mengkoordinasikan dengan mengintregasikan berbagai aspek dari mutu

    dalam pelayanan keperawatan baik yang secara langsung diberikan oleh

    perawat maupun dengan bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya.

    Kontribusi ini merupakan faktor yang sangat mungkin mempengaruhi

    hubungan antara staf keperawatan yang kompoten dengan menurunnya

    komplikasi dan rendahnya angka kematian (Hughes, 2008 dalam Dede

    Mulyani).

    Hughes (2008) menyatakan bahwa perawat merupakan sharp end atau sisi

    tajam dari pelayanan yang diberikan terhadap pasien. Contoh konkrit terkait

    hal ini adalah dalam pengelolaan obat oleh perawat. Pengelolaan obat

    menyita 40% waktu kerja perawat dan kesalahan dalam pengelolaan obat

    akan terjadi jika terjadi penurunan konsentrasi dan adanya distraksi,

    peningkatan beban kerja dan staf tidak berpengalaman

    Sebagian besar kebutuhan perawatan pasien berfokus pada pekerjaan

    yang dilakukan perawat (Mitchell, dalam Hughes, 2008).Senada dengan hal

    ini cahyono (2008) menyatakan bahwa dengan peran dan kontak selama 24

    jam terus menerus membuat perawat lebih mengetahui kebutuhan fisik

    maupun emosional pasien dibandingkan dokter. Di sisi lain berdasarkan riset

    yang dilakukan AHRQ menyatakan bahwa rumah sakit dengan level staf

    keperawatan yang rendah cenderung untuk menimbulkan outcome pasien

    yang kurang baik seperti pneumonia, syok, gagal jantung dan infek saluran

    kemih (Stanton, 2004 dalam Yulia sri ,2010 ).

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    22/46

    22

    22

    Peran perawat dalam keselamatan pasien tergambar dari banyak hal spesifik

    terkait dengan respon akan kebutuhan keselamatan pasien. Responsibilitas

    perawat terhadap keselamatan pasien menurut ICN (2002) meliputi:

    1). Menginformasikan potensial resiko terhadap pasien dan keluarga

    2). Melaporkan KTD secara tepat dan cepat kepada pengambil

    kebijakan.

    3). Mengambil peran serta yang aktif dalam mengkaji keselamatan dan

    mutu perawatan.

    4). Mengembangkan komunikasi dengan pasien dan tenaga profesional

    kesehatan lain.

    5). Melakukan negoisasi untuk pemenuhan level staf yang adekuat.

    6). Mendukung langkah-langkah pengenbangan keselamatan pasien.

    7). Meningkatkan program pengendalian infeksi yang tepat.

    8). Melakukan negoisasi terhadp standarisasi kebijakan dan protokol

    pengobatan untuk meminimalisir kesalahan.

    9). Mempertanggungjawabkan profesionalitas dengan melibatkan tenaga

    farmasi, dokter, dan lainnya untuk mengembangkan pengemasan

    dan penamaan obat-obatan.

    10). Berkolaborasi dengan sistem pelaporan nasional untuk mencatat,

    menganalisis dan belajar dari KTD.

    11). Mengembangkan suatu mekanisme, misalnya melalui akreditasi,

    untuk menilai karakteristik penyedia layanan kesehatan sebagai

    standar yang digunakan untuk mengukur kesempurnaan

    dalam keselamatan pasien.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    23/46

    23

    23

    Perkembangan yang telah sampai pada adanya kebijakan mengenai Nine life

    saving patient safety solution yang merupakan suatu sistem untuk

    mencegah/mengurangi cidera pasien dan meningkatkan keselamatan pasien

    secara lebih nyata (WHO, 2007). Solusi ini diharapkan dapat dijadikan panduan

    bagi tenaga kesehatan termasuk perawat dalam menerapkan keselamatan pasien

    dengan pendekatan yang lebih aplikatif sebagaimana yang juga dirumuskan oleh

    tim KKP-RS.

    Sembilan solusi life-saving keselamatan pasien rumah sakit ini diharapkan

    dapat membantu rumah sakit dalam memperbaiki proses asuhan pasien, redesain

    prosedur /sistem dan menghindari terjadinya KTD serta menjadi pedoman

    kinerja dalam meningkatkan penerapan keselamatan pasien (Depkes, 2008).solusi

    tersebut meliputi 9 aspek yaitu:

    1) Memperhatikan nama obat, rupa obat dan ucapan mirip, 2) mengidentifikasi pasien,

    3) melakukan komunikasi secara benar saat serah terima pasien, 4) memastikan

    tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar, 5) mengupayakan pengendalian

    cairan elektrolit pekat, 6) menjamin akurasi ketepatan pemberian obat, 7)

    mencegah salah kateter dan salah sambung slang, 8) menggunakan alat injeksi

    sekali pakai 9) meningkatkan kebersihan tangan.

    Peran perawat professional dalam pelayanan yang terintregasi meliputi

    pencegahan terhadap kesalahan dan kejadiaan nyaris cidera melalui identifikasi

    hazard dan penurunan kondisi pasien sebelum terjadi kesalahan dan kejadian

    yang tidak diinginkan (Considine,2005). PPNI (2010) juga telah mencamtumkan

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    24/46

    24

    24

    kompotensi yang relevan dengan penerapan keselamatan pasien bagi perawat di

    Indonesia. Kompotensi tersebut meliputi :

    1)

    Menggunakan alat pengkajian yang tepat untuk mengidentifikasi resiko

    actual potensial terhadap keselamatan dan melaporkan kepada pihak yang

    berwenang, 2) mengambil tindakan segera dengan menggunakan strategi

    manajemen resiko peningkatan kualitas untuk menciptakan dan menjaga

    lingkungan asuhan yang aman dan memenuhi peraturan nasional, persyaratan

    keselamatan dan kesehatan tempat kerja serta kebijakan dan prosedur, 3)

    menjamin keamanan dan ketepatan penyimpanan, pemberian, dan pencatatan

    bahan-bahan pengobatan, 4) memberikan obat termasuk dosis yang tepat, cara,

    frekuensi, berdasarkan pengetahuan yang akurat tentang efek farmakologis,

    karakteristik klien dan terapi yang disetujui sesuai dengan resep yang

    ditetapkan, 5) memenuhi prosedur pencegahan infeksi dan mencegah terjadinya

    pelanggaran dalam praktek yang dilakukan praktisi lain. 6) mengidentifikasi dan

    merancanakan langkah-langkah khusus yang diperlukan untuk menangani klien

    di area , 7) praktek khusus dalam kondisi bencana.

    Program patient safety di harapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang

    disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

    melakukan tindakan yang tidak seharusnya dan meningkatkan

    pertanggungjawaban rumah sakit terhadap pelayanan yang diberikan kepada

    pasien (Depkes RI ,2006).

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    25/46

    25

    25

    BAB III

    KERANGKA KONSEP , HIPOTESIS , DAN DEFENISI OPERASIONAL

    3.1. Kerangka konsep

    Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan

    dan membentuk suatu teori yang menjelaskan tentang suatu keterkaitan antar variable

    (variable yang diteliti maupun variable yang tidak diteliti). (Nursalam, 2008).

    Variabel independen variabel dependen

    Variabel diteliti

    Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Pengetahuan Dan Sikap

    Perawat Dengan Pelaksanaan Keselamatan Pasien (Patient Safety).

    Pelaksanaan

    Keselamatan Pasien

    (Patient Safety)

    Pengetahuan Baik

    kurangSikap

    cukup

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    26/46

    26

    26

    3.2. Hipotesis penelitian

    Dari kerangka konseptual diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai

    berikut :

    1. H1 : Ada hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaankeselamatan pasien (Patient Safety) di Instalasi gawat darurat

    BLU. RSUP.Prof. Dr . R. D. Kandou Manado .

    2. H1 : Ada hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan

    pasien (Patient Safety) di Instalasi gawat darurat BLU .RSUP .

    Prof . Dr. R. D. Kandou Manado .

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    27/46

    27

    27

    3.3. Defenisi operasional variabel

    Defenisi operasional adalah defenisi berdasarkan karakteristik yang di amati

    dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati

    (diukur) itulah yang merupakan kunci defenisi operasional (Nursalam, 2008).

    Tabel 3.3.1 : Definisi oprasional Penelitian Hubungan pengetahuan dan sikap

    perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety)

    di BLU .RSUP .Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

    No Variabel Defenisi

    operasional

    Parameter instrumen Skala Skore

    1. Independen:

    Pengetahuan

    Perawat

    Pengetahuan

    perawat

    pelaksanaan

    keselamatan

    pasien

    (patient

    safety).

    Materi

    keselamatan

    pasien (patient

    safety)

    Lembar

    kuesioner

    Ordinal Baik76-

    100%

    Cukup

    57-75%

    Kurang

    < 56%

    2. Independen:

    Sikap perawat

    Respon

    perawat

    terhadap

    pelaksanaan

    keselamatan

    pasien

    (patient

    safety)

    Menerima

    Merespon

    Lembar

    kuesioner

    Ordinal Baik

    76-

    100%

    Cukup

    57-75%

    Kurang

    < 56%

    Baik 76-

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    28/46

    28

    28

    3. Dependen

    pelaksanaan

    keselamatan

    pasien

    (patient

    safety).

    Penerapan

    tindakan

    keselamatan

    pasien

    (patient

    safety).

    Dilakukan

    Tidak dilakukan

    Kuesioner Ordinal 100%

    Cukup

    57-75%

    Kurang

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    29/46

    29

    29

    BAB IV

    METODOLOGI PENELITIAN

    4.1. Desain penelitian

    Dilihat dari cara pengumpulan dan pengelolaan datanya maka

    penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan penelitian

    korelasional. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan

    hubungan korelatif antar variabel. Yang dilakukan secara cross

    sectional yakni jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran

    /observasi data variabel independen dan dependen hanya dinilai satu

    kali pada satu saat. (Nursalam, 2003).

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    30/46

    30

    30

    4.2 Kerangka kerja

    Gambar : 4. 2. Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Pengetahuan Dan

    SikapPerawat Dengan pelaksanaan keselamatanPasien

    (Patient Safety) Di Instalasi Gawat Darurat BLU.

    RSUP. Prof. Dr. R. D.Kandou Manado.

    Populasi :

    Perawat Dinas Di IGD BLU.RSUP.Prof. D.r

    R.D.Kandou Manado berjumlah 98 orang

    Sampel :

    Perawat Dinas Di UGD BLU.RSUP.Prof.D. r.

    R.D.Kandou Manado yang memenuhi kriteria

    inklusi berjumlah 98 orang.

    Pengumpulan data

    Pengukuran aspek pengetahuan Dan

    sikap perawat dengan pelaksanaan

    keselamatan Pasien (Patient Safety)

    dengan lembar kuesioner

    Pengolahan data menggunakan UJi Spearman-Rho

    Penyajian hasil

    Total sampling

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    31/46

    31

    31

    4.3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

    4.3.1. Populasi

    Notoatmodjo (1993), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan

    diteliti. Sedangkan Dr. Siswojo mengatakan definisi dari populasi adalah

    sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria yang ditentukan peneliti.

    Disini peneliti menentukan sendiri kriteria-kriteria yang ada pada populasi yang

    akan diteliti (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah

    perawat dinas di Intalasi gawat darurat BLU. RSUP .Prof. D.r. R.D.Kandou

    Manado, di mana populasi adalah subyek yang memenuhi kriteria yang

    ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 98

    perawat.

    4.3.2. Sampel

    Sampel adalah bagian dari populasi yang telah di pilih dengan sampling untuk

    bisa memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam, 2008).

    Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi

    target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2008).

    Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

    1. Perawat dengan pendidikan minimal DIII Keperawatan.2. Perawat pelaksana3. Bersedia menjadi responden penelitian.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    32/46

    32

    32

    Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria

    inklusi dari studi karena berbagai sebab, (Nursalam, 2008) .

    Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini :

    1. Perawat dengan pendidikan SPK

    2. Perawat manajer

    3. Perawat yang mengambil cuti saat penelitian

    4.Perawat yang sakit saat penelitian

    4.3.3 Teknik Sampling

    Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili

    populasi agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

    subjek penelitian (Nursalam, 2008).

    Pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu suatu

    teknik penetapan sampling dengan cara menjadikan semua populasi sebagai sampel

    penelitian. (Nursalam, 2008).

    4.4. Identifikasi variable

    Soeparto (2000), variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan

    nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2008).

    4.4.1. Variabel Independen

    Yang menjadi variabel independen adalah dukungan pengetahuan perawat dan

    sikap perawat . Variabel independen adalah yang nilainya menentukan variabel lain.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    33/46

    33

    33

    Suatu kegiatan stimulaus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak

    pada variabel dependen (Nursalam, 2008).

    4.4.2. Variabel Dependen

    Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah pelaksanaan

    keselamatan pasien (Patient Safety). Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

    lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel

    lain (Nursalam, 2008).

    4.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data

    4.5.1. Instrumen

    Arikunto (1995 dalam Riduwan 2008), instrumen pengumpulan data adalah

    alat bantu yang dipilih oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar

    kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrument yang

    digunakan dalam penelitan ini adalah kuesioner.

    Proses pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini di peroleh

    melalui instrumen berupa kuesioner yang diberikan kepada responden . Pada jenis

    pengukuran ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk

    menjawab pertanyaan secara tertulis. Pertanyaan diajukan kepada subjek kemudian

    subjek menjawab secara bebas tentang sejumlah pertanyaan yang diajukan secara

    terbuka oleh peneliti.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    34/46

    34

    34

    Kuesioner yang diberikan terdiri dari :

    1. Bagian 1 untuk data demografi responden, terdiri dari umur, jenis kelamindan pendidikan.

    2. Bagian 2 berupa kuesioner pengetahuan perawat. dari 10 pertanyaandengan pilihan jawaban benar = 2, Salah = 1. Dengan kriteria skor

    dikategorikan : skor 76-100 pengetahuan perawat baik, skor 57-75

    ,pengatahuan perawat cukup, dan skor 56 pengetahuan perawatkurang.

    3. Bagian 3 berupa kuesioner sikap perawat terdiri dari 10 pernyataandengan pilihan jawaban Sangat setuju = 3, Setuju = 2, tidak setuju = 1 .

    Dengan kriteria skor dikategorikan : skor 76-100 sikap baik, skor 57-75

    sikap cukup, dan skor 56 sikap kurang.

    4. Bagian 4 berupa kuesioner pelaksanaan keselamatan pasien (Patient

    Safety) terdiri dari 10 pernyataan dengan pilihan jawaban Selalu

    dilakukan = 3, jarang dilakukan= 2, tidak pernah dilakukan = 1.

    Dengan kriteria skor dikategorikan : skor 76-100 pelaksanaan baik,skor

    57-75 pelaksanaan cukup, dan skor 56 pelaksanaan kurang.

    Kemudian dikategorikan kedalam bentuk presentase dengan cara

    perhitungan presentase menggunakan rumus :

    Dimana P : PresentasiF : Jumlah jawaban yang benar

    N : Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar

    (Arikunto, 1998).

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    35/46

    35

    35

    Setelah presentasi diketahui kemudian hasilnya diinterprestasikan dengan:

    Kriteria Baik: 76 % -100 %, Cukup: 56 %-75 %, Kurang:

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    36/46

    36

    36

    4.5.4. Pengolahan Data

    Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah dengan beberapa tahap yaitu:

    a. Pengeditan Data (Editing).

    Langakah ini dilakukan peneliti untuk memeriksa kembali

    kelengkapan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan

    penenelitian dilakukan pengelompokan dan penyusunan data.

    b. Pengkodean Data (Coding)

    Coding adalah pengalokasian jawaban-jawaban yang ada menurut

    macamnya kebentuk kode-kode agar lebih mudah dan sederhana.

    c. Memberikan Skore (Scoring)

    Setelah dilakukan koding data, maka dilakukan pemberian skore

    pada masing-masing sub variabel dan dijumlahkan.

    d. Memproses Data (processing)

    Setelah data dikumpukan kemudian diproses dengan komputer untuk

    dianalisis.

    e. Pembersihan Data (Cleaning)

    Pembersihan data dilakukan untuk mengoreksi jika ada kesalahan

    pengolahan data sehingga dapat diperbaiki .

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    37/46

    37

    37

    4.5.5. Cara Analisa Data

    Metode analisa data merupakan suatu metode yang digunakan untuk diuji

    kebenarannya, kemudian akan diperoleh suatu kesimpulan dari penelitan tersebut

    (Nursalam, 2008).

    Dalam penelitian ini hasil lembar observasi yang telah dikumpulkan dan

    kuesioner yang telah diisi responden dilakukan tabulasi dan analisa data dengan

    menggunakan uji statistik Spearman rho, yaitu untuk mengetahui hubungan antara

    dua variabel, pengolahan data di dilakukan dengan bantuan komputerisasi melalui

    program SPSS 19 Windows. Dari hasil perbandingan kedua variable terikat dan bebas

    tersebut akan ditentukan apakah hipotesa diterima atau ditolak. Apabila nilai yang

    didapat lebih kecil daripada nilai signifikansi (p

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    38/46

    38

    38

    4.6. Etika Penelitian

    4.6.1.Informed-Consent

    Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada subjek penelitin, peneliti harus

    menjelaskan secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan,

    responden juga harus diberi penjelasan bahwa responden mempunyai hak untuk bebas

    berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Jika responden menyetujui, maka

    responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan (Informed Concent).

    4.6.2. Tanpa nama (Anonimity)

    Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian. Peneliti tidak mencantumkan

    nama responden pada lembar observasi dan kuesioner, cukup dengan memberikan

    kode pada masing-masing lembaran kuesioner tersebut.

    4.6.3 Kerahasiaan (Confidentially)

    Kerahasiaan informasi dari peneliti akan dijaga oleh peneliti hanya data tertentu

    yang akan ditampilkan sebagai hasil penelitian.

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    39/46

    39

    39

    DAFTAR PUSTAKA

    Bawele, Seleya. JS.Sinolungan (2013) .Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan

    Pelaksanaan Patient Safety Di RS.Liun Kendage Tahuna.Ejournal

    keperawatan unsrat volume 1. No.1

    Cahyono , J.B.S.B. (2008) . Membangun budaya keselamatan pasien dalam

    praktik kedokteran. Yogyakarta : Penerbit Kanisus.

    Dede , Sri , Mulyani (2013) . Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien Di

    Unit Rawat Inap RS. X Jakarta . Tesis Tidak Di Publikasikan , Universitas

    Indonesia , Depok , Indonesia. Di akses tanggal 16/08/2013 dari http://

    lontar .UI .ac. id / file : digital / yulia .pdf.

    Depkes . (2006) . Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient

    Safety). Jakarta : Depkes RI.

    Dr . Notoatmodjo , Soekidjo . (2002) . Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta :

    Penerbit Rineka Cipta .

    Nursalam ,(2003) . Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan

    Pedoman Skripsi ,Tesis , Dan Instrumen Keperawatan I . Jakarta : Salemba

    Medika .

    Notoadmojo, S.(2007).Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku . Jakarta: Rineka cipta.

    Nursalam ,(2008). Konsep & Penerapan Metodologi penelitian Ilmu

    Keperawatan edisi 2, Jakarta : Salemba Medika.

    Riduan , (2008) .Dasar-dasar Statistik . Bandung : Alfabeta

    Setiadi , (2007) .Konsep Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

    Yulia ,Sri .(2010) .Pengaruh Pelatihan Keselamatan PasienTerhadap Pemahaman

    Perawat Pelaksana Mengenai Penerapan Keselamatan Pasien Di RS. Tugu

    Ibu Depok. Tesis Tidak Dipublikasikan , Universitas Indonesia , Depok,

    Indonesia . Di akses tanggal 17/08/2013 dari http : // Lontar .ui.ac. id / file :

    digital / yulia .pdf

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    40/46

    40

    40

    FORMULIR PERMOHONAN

    MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

    Oleh: Sujiyanto Subrata

    Kepada Yth: Bapak / Ibu responden

    Saya mahasiswa program studi ilmu keperawatan STIKES muhammadiyah

    manado (STIKES). Saya akan melakukan penelitian dengan judul Hubungan

    Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Pelaksanaan Keselamatan Pasien

    (Patient Safety)Di Instalasi Gawat Darurat BLU. RSUP. Prof. D.r. R. D

    .Kandou Manado.

    Untuk keperluan di atas saya mohon kesediaan bapak/ibu/saudara untuk

    mengisi kuesioner yang telah saya susun dengan sejujur-jujurnya. Semua data

    yang dikumpulkan akan dirahasiakan dan tanpa nama. Data disajikan hanya

    untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak akan dipergunakan untuk

    maksud lain

    Demikian permintaan kami,atas perhatian dan peran sertanya kami

    ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

    Peneliti

    Sujiyanto Subrata

    Lampiran

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    41/46

    41

    41

    LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA RESPONDEN

    Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat Dengan Pelaksanaan

    Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Intalasi Gawat Darurat BLU. RSUP.

    Prof. D.r. R . D. Kandou Manado

    Oleh: Sujiyanto Subrata

    Setelah menerima penjelasan maksud dan tujuan penelitian ini maka dengan

    penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya bersedia untuk ikut berpartisipasi sebagai

    responden yang pada penelitian yang dilakukan oleh sujiyanto subrata, mahasiswa

    program studi ilmu keperawatan STIKES MUHAMMADIYAH Manado yang

    berjudul : Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Pelaksanaan

    Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di instalasi Gawat Darurat BLU. RSUP .Prof.

    D.r .R. D. Kandou Manado.

    Tanda tangan saya di bawah ini, sebagai bukti kesediaan saya menjadi responden

    penelitian.

    Lampiran

    Tanggal :.

    No. responden :.

    Tanda Tangan :

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    42/46

    42

    42

    KUESIONER

    Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan pelaksanaan

    Keselamatan Pasien (Patient Safet ) Di Instalasi Gawat Garurat BLU. RSUP.

    Prof. D. r R.D. Kandou Manado

    Petunjuk umum pengisian :

    a. Berikan tanda cek () pada kotak sesuai dengan identitas saudarab. Jika saudara ingin memperbaiki jawaban yang salah,beri tanda silang () di

    kolom yang salah kemudian beri tanda cek () pada jawaban yang anda

    anggap benar.

    No.responden (kode) :.

    Tanggal pengisian :

    A. Data Demografi :1. Umur :Tahun2. Jenis kelamin : laki-laki Perempuan3. Tingkat pendidikan: DIII S1.KEP NERS

    DIV

    Lampiran

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    43/46

    43

    43

    B. Pengetahuan perawat

    No Pernyataan Benar

    (2)

    Salah

    (1)

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    Nama obat yang mirip dan membingungkan merupakan

    salah satu penyebab terjadinya kesalahan obat.

    Obat yang ditulis adalah nama dagang, nama generik,

    petunjuk pemakaian dan indikasinya untuk membedakan

    nama obat yang terdengar atau terlihat mirip.

    Cek ulang secara detail identifikasi pasien untuk memastikan

    pasien yang benar sebelum dilakukan tindakan.

    Penerima informasi tentang pasien membacakan ulang tentang

    informasi pasien yang telah di tulis untuk memastikan bahwa

    informasi telah di terima secara benar.

    Verifikasi pada tahap pre prosedur dan pasca prosedur untuk

    memastikan tindakan yang benar.

    Standarisasi dosis ,unit pengukuran ,dan terminologi

    merupakan hal penting dalam pengendalian cairan pekat.

    Rekonsiliasi obat adalah salah satu proses yang dirancang

    untuk mencegah kesalahan pemberian obat saat pengalihan

    pasien.

    Solusi terbaik adalah mendesain alat yang mencegah salah

    sambung dan tepat digunakan untuk memberikan pelayanan

    kesehatan yang baik.

    Salah satu kekhwatiran adalah tersebarnya virus HIV,virus

    hepatitis b,virus hepatitis c akibat penggunaan jarum suntik

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    44/46

    44

    44

    10.

    yang berulang.

    Bukti nyata bahwa kebersihan tangan dapat menurunkan

    insiden infeksi nasokomial.

    B. sikap perawat

    Option (3) sangat setuju ,(2) setuju (1) tidak setuju

    No

    Pernyataan

    3 2 1

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    Pasien dan keluarga berhak mendapatkan informasi

    potensial resiko keselamatan.

    Patient safety tidak pernah di korbankan hanya untuk

    menyelesaikan pekerjaan yang banyak.

    Ketika suatu event (pasien jatuh,kesalahan obat)

    dilaporkan ,hal tersebut terasa seperti mencatat aib

    sendiri,dari pada masalahnya.

    Kesalahan-kesalahan yang di laporkan berperan penting

    untuk membawa perubahan yang positif.

    Kami secara aktif melakukan hal-hal yang dapat

    meningkatkan kualitas patient safety (keselamatan

    pasien).

    Dalam unit ini,kami memiliki masalah dalam patient

    safety(keselamatan pasien).

    Kami khawatir bahwa kesalahan (kesalahan informasi

    pasien,kelalaian perawat),yang dilakukan akan di catat di

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    45/46

    45

    45

    8.

    9.

    10.

    data personalia .

    Hal-hal buruk yang tidak di inginkan (pasien jatuh,

    kesalahan informasi keadaan pasien ) sering terjadi ketika

    memindahkan pasien dari IGD ke unit lain.

    Kami merasa bahwa kesalahan yang kami perbuat

    memberikan dampak negatif bagi kami.

    Hanya suatu kebetulan event(kesalahan pengobatan

    ,pasien jatuh.dsb) terjadi di unit ini.

    C. pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety).

    Option (3) selalu dilakukan (2) jarang dilakukan (1) tidak pernah dilakukan

    No Pernyataan 3 2 1

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    Saya menjelaskan nama dan jenis obat yang akan di

    berikan kepada pasien.

    Saya menanyakan nama dan identitas pada saat pasien

    masuk ruangan

    Saya melibatkan keluarga dan pasien saat memberikan

    asuhan keperawatan.

    Saya memastikan identitas pasien sesuai dengan tindakan

    yang akan di lakukan .

    Saya mencocokan cairan infus ,transfusi darah sesuai

    lembar observasi medik pasien.

    Saya mengechek penyambungan slang infus sebelum

    memberikan obat melalui slang infus.

    Saya memakai alat injeksi sekali pakai

  • 5/28/2018 166733779-BAB-I.pdf

    46/46

    46

    46

    8.

    9.

    10.

    Saya mempertahankan kesterilan alat injeksi.

    Saya mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

    keperawatan.

    Saya menjelaskan kegunaan obat serta kontra indikasi obat

    kepada pasien