158-305-1-PB
-
Upload
heriyantozone -
Category
Documents
-
view
33 -
download
0
Transcript of 158-305-1-PB
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1,Juli 2013 55
KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN
DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN SOLO KECAMATAN BOJONEGORO
Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia Telp 0341-567886
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pesatnya pertumbuhan kota diiringi dengan pertumbuhan penduduk. Adanya pertumbuhan penduduk
menyebabkan permintaan terhadap permukiman semakin besar. Hal ini menyebabkan tumbuhnya permukiman
di bantaran Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Daerah permukiman yang hanya memiliki jarak 0-
20 meter dari bibir Sungai Bengawan Solo menjadi daerah yang rawan akan banjir setiap tahunnya.
Penanganan untuk permukiman yang berada di bantaran Sungai Bengawan Solo berupa relokasi pada daerah
yang rentan terhadap banjir. Oleh karena itu, dilakukan kajian dengan tujuan mengidentifikasi arahan konsep
relokasi permukiman di sempadan Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Penelitian ini menggunakan
metode analisis tingkat kerentanan yang menganalisis daerah rentan berdasarkan beberapa parameter dan
Analisis Lesson Learn Best Practice. Metode analisanya terdiri dari pembobotan parameter-parameter empat
aspek, overlay parameter tiap aspek, pembobotan tiap aspek, overlay tiap aspek kerentanan. Sedangkan untuk
metode analisis best practice yang menganalisis beberapa contoh penerapan relokasi yang dapat diterapkan di
wilayah studi, dilihat dari kesamaan karakteristik fisik, sosial, ekonomi dan budaya. Sehingga diperoleh daerah
rentan terhadap bencana banjir sebagai arahan konsep relokasi permukiman yaitu (a) mekanisme dengan
pembentukan tim anggaran dan operasional, sosialisasi (b) partisipasi; (c) negosiasi; (d) kepemilikan tanah; (e)
lokasi relokasi; (f) prioritas relokasi.
Kata Kunci : Permukiman, Kerentanan, Relokasi
ABSTRACT
Urban Rapid growth is accompanied by population growth. The existence of population growth cause greater
demand for housing. This right cause to the growth of settlement along Bengawan Solo River District of
Bojonegoro. Residential areas that have only a distance of 0-20 meters from Bengawan Solo River areas
vulnerable to flooding every year. Treatment for settlement locate along the Bengawan Solo River in the form of
relocating to area vulnerable to flooding. Therefore conduct the study with the aim of identifying the direction of
the concept of relocation settlements in the Bengawan Solo River District of Bojonegoro. Analysis method in this
study using analyzes the level of vulnerability areas based on several parameters and lesson learn best practice.
Analysis methods consist of weighting the parameter of four aspect of vulnerability. Whereas for the method
lesson learn best practice analysis is to analyze some examples of the application that can be apply to the
relocation of the study region, seen from similiarity of physical characteristics, sosial characteristics, economic
characteristics, and cultural characteristics. With the result that are flood vulnerable areas as the direction of
the concept relocation settlement: (a)mechanism with the establishment of budgets and operational teams,
dissemination;(b) partisipatif; (c) negotiation; (d)ownership of land; (e)relocation sites; (f) priority of the
relocation
Keywords: Settlement, Vulnerability, Relocation
PENDAHULUAN
Pesatnya pembangungan pada sebuah kota
berjalan seiring dengan pesatnya pertumbuhan
penduduk yang mengakibatkan kepadatan
penduduk yang berlebihan dalam kota. Tingginya
harga tanah pada daerah perkotaan menyebabkan
terbatasnya masyarakat yang dapat
memanfaatkan lahan tersebut untuk perumahan.
Hal ini menyebabkan berkembangnya lingkungan
permukiman dengan kepadatan tinggi. Terdapat
beberapa kelompok masyarakat yang memiliki
penghasilan rendah memanfaatkan daerah aliran
sungai untuk membangun rumah. Perkembangan
permukiman pada daerah sempadan sungai
semakin sulit dikendalikan.
Kecamatan Bojonegoro merupakan pusat
dari Kabupaten Bojonegoro. Kecamatan
Bojonegoro juga merupakan pusat dari kegiatan
perdagangan dan jasa. Faktor-faktor inilah yang
menyebabkan masyarakat yang tinggal di desa
memilih untuk berurbanisasi ke Kecamatan
KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN
SOLO KECAMATAN BOJONEGORO
56 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013
Bojonegoro untuk mencari pekerjaan. Pesatnya
pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan
untuk permukiman menyebabkan masyarakat
kesulitan untuk mencari tempat tinggal yang
layak.
Pada Kecamatan Bojonegoro dilintasi oleh
Sungai Bengawan Solo yang dilengkapi dengan
adanya tanggul. Tinggi tanggul bervariasi yaitu
0,5 meter sampai 1,5 meter. Namun tanggul
tersebut tidak berfungsi dengan baik karena
bangunan tanggul dijebol untuk aksesibilitas
masyarakat yang bertempat tinggal di dalam
tanggul.
Saat ini di sepanjang Sungai Bengawan
Solo tepatnya di Kecamatan Bojonegoro terdapat
kurang lebih 1.300 bangunan yang menempati
daerah sempadan sungai, dengan jarak sempadan
sungai antara 0-20 meter. Permukiman ini
berjarak sekitar 1-5 meter dari bibir sungai pada
saat sungai surut. Permasalahan utama yang
dihadapi oleh permukiman pada daerah aliran
Sungai Bengawan Solo adalah banjir. Pada tahun
2007 terjadi banjir bandang besar pada daerah
aliran Sungai Bengawan Solo yang hampir
mengenangi seluruh wilayah Kota Bojonegoro.
Banjir pada akhir 2007 merupakan banjir terbesar
setelah tahun 1966, terdapat 15 dari 27
kecamatan di Bojonegoro yang tergenang banjir
selama 10 hari dengan ketinggian diatas 1,5
meter. Limpasan air sungai sampai menggenangi
daerah kota disebabkan karena tanggul permanen
tidak dapat menahan arus air sungai, selain itu
karena terdapat beberapa titik tanggul yang
sengaja dijebol sebagai aksesibiltas permukiman
yang terdapat di dalam tanggul. Beberapa tahun
terakhir bencana banjir yang terdapat di
Bojonegoro semakin sulit untuk diprediksi.
Menurut RTRW Kabupaten Bojonegoro
tahun 2007-2027 menyebutkan bahwa daerah
aliran sungai (DAS) Bengawan Solo termasuk
kedalam rencana zone high control penanganan
lingkungan akibat banjir yang terjadi setiap
tahun. Sedangkan menurut Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman di Daerah (RP4D) Kabupaten
Bojonegoro “permukiman di daerah bantaran
Sungai Bengawan Solo merupakan daerah yang
rawan terhadap bencana banjir dan perlu segera
mendapatkan penangangan dengan relokasi
permukiman ke daerah yang lebih layak dan
sesuai peruntukannya”. Sehingga dengan adanya
permasalahan permukiman yang terdapati di
Kecamatan Bojonegoro dan mengacu pada
RTRW Kabupaten Bojonegoro maka perlu
dilakukan langkah penanggulangan melalui
“Konsep Relokasi Permukiman Berdasarkan
Tingkat Kerentanan di Sempadan Sungai
Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro”. Arahan
relokasi bertujuan untuk memperbaiki
lingkungan DAS Bengawan Solo dan
mengamankan permukiman tersebut dari bencana
tahunan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum no. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan
Dan Sungai, pemanfaatan lahan untuk
permukiman di wilayah studi tidak sesuai karena
terletak di dalam garis sempadan sungai.
Pemanfaatan lahan untuk daerah perkotaan dan
bertanggul adalah 3 meter dari luar tanggul.
Kerentanan dapat dikelompokan menjadi
empat aspek (Angela Peck, Physical,
Economical, Infrastructural and Social Flood
Risk-Vulnerability Analyses in GIS , BNPB, 2008
dan BAKORNAS, 2002), yaitu aspek fisik, aspek
sosial, aspek ekonomi dan aspek infrastruktur.
Keempat aspek tersebut akan dipergunakan untuk
menganalisis tingkat kerentanan di wilayah studi
Relokasi permukiman dapat diartikan
pemindahan suatu lokasi permukiman ke lokasi
lain yang baru, karena lokasi permukiman yang
lama dianggap tidak layak sebagai lokasi
permukiman dengan kondisi rawan/rentan
terhadap bencana atau bahkan terkena musibah
bencana (Andy Rizal,2003:59)
Menurut ADB (1999), rencana
pemukiman kembali, yang bervariasi menurut
keadaan, khususnya terhadap besaran pemukiman
kembali, biasanya harus mengandung penyataan
tujuan, kebijaksanaan dan strategi serta harus
mencakup unsur-unsur penting yaitu tanggung-
jawab organisasi; partisipasi masyarakat dan
integrasi dengan penduduk setempat; survai
sosial-ekonomi; kerangka hukum termasuk
mekanisme untuk penyelesaian perselisihan dan
prosedur pengaduan; identifikasi alternatif lokasi
dan pemilihan; penaksiran dan ganti rugi untuk
kekayaan hilang; kepemilikan tanah, status
penguasaan, pembebasan dan pengambil-alihan;
kemudahan mendapat pelatihan, pekerjaan dan
kredit/bank; perlindungan/keamanan, prasarana
dan pelayanan sosial; perlindungan dan
pengelolaan lingkungan; dan jadwal pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi.
METODE PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah
teridentifikasinya arahan konsep relokasi
permukiman di bantaran Sungai Bengawan Solo
Perkotaan Bojonegoro. Analisis yang digunakan
dalam penelitian ini, antara lain:
Analisis Karakteristik Fisik Permukiman
bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan
Bojonegoro
Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013
57
Karakteristik fisik permukiman bantaran
Sunagi Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro
berdasarkan pada kondisi fisik permikiman yang
meliputi kondisi fisik dasar wilayah,
kependudukan, kondisi sarana dan prasarana
permukiman. Sedangkan untuk karakteristik fisik
sempadan sungai meliputi kondisi bangunan di
sempadan sungai, kondisi vegetasi, kondisi
tanggul, curah hujan dan frekuensi bencana
banjir.
Analisis Karakteristik Non Fisik Permukiman
bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan
Bojonegoro
Karakteristik non fisik permukiman
bantaran Sungai Bengawan Solo berdasarkan
kondisi sosial, ekonomi masyarakat.
Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Fisik
Analisis ini merupakan perhitungan nilai
indeks kerentanan berdasarkan parameter-
parameter fisik. Parameter-parameter tersebut
terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking
untuk menghitung nilai indeks ketentanannya,
berikut adalah parameter-parameter kerentanan
fisik yang diolah dari beberapa sumber.
Geologi
Kemiringan/ Elevasi tanah
Erosi
Periode Ulang Banjir/ Frekuensi
Setelah seluruh parameter memiliki
tingkat kerentanannya, kemudian dilakukan
perhitungan indeks kerentanan fisik sesuai rumus
berikut:
Vuliphy
=√
∑
Vuliphy
= Indeks Kerentanan Fisik
n1 = Rangking Geologi
n2 = Rangking Kemiringan Lereng
n3 = Rangking Erosi
n4 = Rangking Frekuensi
∑n = Jumlah Parameter
Selain untuk menghitung nilai indeks
kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan
memberikan gambaran kawasan-kawasan yang
rentan terhadap bencana banjir di wilayah
penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan
bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil
overlay masing-masing parameter yang telah
dibobotkan.
Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Sosial
Analisis ini merupakan perhitungan nilai
indeks kerentanan berdasarkan parameter-
parameter sosial. Parameter-parameter tersebut
terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking
untuk menghitung nilai indeks ketentanannya,
berikut adalah parameter-parameter kerentanan
sosial yang diolah dari beberapa sumber.
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)
Kelompok Umur
Tingkat Pendidikan
Tingkat Kepadatan Bangunan (unit/ha)
Tingkat Kesehatan
Setelah seluruh parameter memiliki tingkat
kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan
indeks kerentanan sosial sesuai rumus berikut:
Vulisoc
=√
∑
Vulisoc
= Indeks Kerentanan Sosial
n1 = Rangking Kepadatan Penduduk
n2 = Rangking Kelompok Umur
n3 = Rangking Tingkat Pendidikan
n4 = Rangking Kepadatan Bangunan
n5 = Rangking Tingkat Kesehatan
∑n = Jumlah Parameter
Selain untuk menghitung nilai indeks
kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan
memberikan gambaran kawasan-kawasan yang
rentan terhadap bencana banjir di wilayah
penelitian dilihat dari aspek sosial kawasan
dengan bantuan media peta yang dihasilkan dari
hasil overlay masing-masing parameter yang
telah dibobotkan.
Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Ekonomi
Analisis ini merupakan perhitungan nilai
indeks kerentanan berdasarkan parameter-
parameter ekonomi. Parameter-parameter
tersebut terbagi menjadi beberapa kelas interval
rangking untuk menghitung nilai indeks
ketentanannya, berikut adalah parameter-
parameter kerentanan ekonomi yang diolah dari
beberapa sumber.
Tingkat Pendapatan
Jenis Pekerjaan
Tingkat Kesejahteraan/kemiskinan
Jumlah Pengangguran
Setelah seluruh parameter memiliki tingkat
kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan
indeks kerentanan ekonomi sesuai rumus berikut:
VuliEco
=√
∑
VuliEco
= Indeks Kerentanan Ekonomi
n1 = Rangking Tingkat Pendapatan
n2 = Rangking Jenis Pekerjaan
n3 = Rangking Tingkat Kemiskinan
n4 = Rangking Jumlah Pengangguran
∑n = Jumlah Parameter
Selain untuk menghitung nilai indeks
kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan
memberikan gambaran kawasan-kawasan yang
rentan terhadap bencana banjir di wilayah
KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN
SOLO KECAMATAN BOJONEGORO
58 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013
penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan
bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil
overlay masing-masing parameter yang telah
dibobotkan.
Analisis Tingkat Kerentanan Aspek
Infrastruktur
Parameter-parameter tersebut terbagi
menjadi beberapa kelas interval rangking untuk
menghitung nilai indeks ketentanannya, berikut
adalah parameter-parameter kerentanan
infrastruktur yang diolah dari beberapa sumber.
Fasilitas Umum
Transportasi
Setelah seluruh parameter memiliki tingkat
kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan
indeks kerentanan infrastruktur sesuai rumus
berikut:
VuliInf
=√
∑
VuliInf
= Indeks Kerentanan Infrastruktur
n1 = Rangking Fasilitas Umum
n2 = Rangking Transportasi
∑n = Jumlah Parameter
Selain untuk menghitung nilai indeks
kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan
memberikan gambaran kawasan-kawasan yang
rentan terhadap bencana banjir di wilayah
penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan
bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil
overlay masing-masing parameter yang telah
dibobotkan.
Analisis Indeks Kerentanan
Setelah perhitungan tingkat kerentanan
masing-masing aspek fisik, aspek social, aspek
ekonomi dan aspek infrastruktur maka
selanjutnya adalah perhitungan tingkat parameter
total, Total Vulnerability Index , yang dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus di bawah
ini:
Vulio = Vuli
phy + Vuli
soc + Vuli
Eco + Vuli
Inf
4
Vulio = Total Indeks Kerentanan Kawasan
Vuliphy
= Indeks Kerentanan Fisik
Vulisoc
= Indeks Kerentanan Sosial
VuliEco
= Indeks Kerentanan Ekonomi
VuliInf
= Indeks Kerentanan Infrastruktur
Tingkat kerentanan terbagi menjadi tiga
klasifikasi kerentanan yaitu: rendah, sedang dan
tinggi, penilaian kalsifikasi atau interval antar
klasifikasi ditentukan dengan rumus metode
Equal Interval pada software Arc GIS 9.3.
Analisis Lesson Learn Best Practice
Metode ini dapat membantu untuk mencari
sesuatu yang lebih baik dari studi awal. Desain
dari analisis lesson learn adalah membandingkan
beberapa kasus untuk memperoleh konsep
relokasi. Dalam membandingkan menggunakan
beberapa unsur relokasi dan ditinjau dari
karakteristik wilayah studi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik Permukiman bantaran
Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro
Kondisi permukiman yang padat dengan
luas kapling sederhana berpengaruh pada pola
bangunan dengan KDB mencapai 100 sebesar
49,45%. Koefisien lantai bangunan maksimum 1
yaitu sebesar 56,04%. Terdapat 79,12%
bangunan permanen, 17,58% bangunan semi
permanen dan 3,3% bangunan non permanen.
Penggunaan lantai bangunan yang paling
dominan adalah 47,25% ubin. Kondisi
pencahayaan dan penghawaan masih sangat baik.
Jaringan air bersih yang paling mendominasi
adalah sumur yaitu 91,2%. Saluran drainase yang
terdapat pada wilayah studi berupa saluran
primer alami yaitu Sungai Bengawan Solo, yang
memiliki permasalahan yaitu banjir tahunan.
Sebagian besar masyarakat membuang sampah di
sungai, yaitu sebesar 50,55%. Hampir 97,8%
masyarakat memiliki kamar mandi serta WC.
Bangunan yang terdapat di wilayah
sempadan sungai Bengawan Solo Kecamatan
Bojonegoro berada pada jarak antara 0-20 meter
dari bibir sungai pada saat surut. Bangunan
tersebut berada di dalam tanggul. Sejak tahun 70-
80 permukiman di bantaran sungai mulai
berkembang, hingga saat ini. Tanggul yang ada di
Perkotaan Bojonegoro melewati 7 Kelurahan
yaitu, Kelurahan Jetak, Klangon, Kauman, Ledok
Kulon, Ledok Wetan, Kadipaten dan Banjarejo.
Kondisi tanggul yang berada di perkotaan
Bojonegoro sangat memprihatinkan, dimana
tanggul tersebut di jebol untuk akses dari
permukiman yang terdapat di dalam tanggul.
Selain itu juga terdapat tanggul yang terputus di
jalan Jaksa Agung Suprapto. Ada bangunan
tanggul yang lama dengan yang baru tidak
tersambung. Frekuensi bencana banjir yang
terjadi di wilayah permukiman perkotaan
Bojonegoro dalam setiap tahunnya adalah antara
5-7 kali dengan presentase 47,26%.
Karakteristik Non Fisik Permukiman
bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan
Bojonegoro
Tingkat pendapatan masyarakat di
bantaran sungai sangat beragam sesuai dengan
mata pencaharian. Mayoritas masyarakat
berpenghasilan antara 5.00.000 – 1.000.000,
Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013
59
yaitu sebanyak 47,25%. Sedangkan untuk
masyarakat yang berpenghasilan lebih dari
2.000.000 sebanyak 8,79%. Jenis mata
pencaharian masyarakat di bantaran sungai
didominasi oleh pedagang yaitu sebanyak
31,87%. sebanyak 95,6% berstatus tinggal
menetap pada permukiman di bataran sungai
Bengawan Solo. Sedangkan 4,4% memiliki status
tinggal sementara, yang pada umumnya adalah
pendatang. Sebanyak 26,37% masyarakat sudah
tinggal di bantaran sungai selama 31-40 tahun.
Alasan pemilihan lokasi tempat tinggal yang
paling dominan adalah karena mengikuti
keluarga. Sedangkan karena alasan terletak di
pusat kota sebanyak 7,69%. Status bangunan
tersebut sebnayak 91,21% merupakan hak milik,
namun sebanyak 70,33% tidak memiliki
sertifikat. Kebudayaan yang terdapat di wilayah
studi adalah adanya arisan dan pengajian yang
rutin dilakukan dan adanya rasa gotong royong.
Tingkat Kerentanan Aspek Fisik
Analisis tingkat kerentanan aspek fisik
terdiri dari empat parameter yaitu geologi,
kemiringan lereng, erosi dan frekuensi.
Pembobotan parameter gelogi dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Pembobotan Parameter Geologi Geolo
gi
Batu
kongl
omer
at
Batu
sedi
men
Sedi-
men
consoli
dated
lem-
pung,
lumpur
Batu
Kapur/
Gamping
Sedimen
unconsol
idated
kerikil,
pasir
Bobot 1 2 3 4 5
Luas
(Ha) 0 0 37,73 18,89 42,18
Daerah yang termasuk kedalam kerentanan
tinggi dalam parameter geologi adalah Kelurahan
Ledok Kulon dan Jetak. Pembobotan parameter
kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pembobotan Parameter Kemiringan
Lereng Elevasi Datar
0-3%
Berombak/
agak
miring
3-15%
Berbukit/mi
ring 15-
30%
Curam
30-65%
Sangat
Curam
>65%
Bobot 1 2 3 4 5
Luas 9,81 38,06 22,07 28,96 0
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter kemiringan lereng adalah
Kelurahan Banjarejo RT 7, Ledok Wetan RT 4,
Ledok Kulon RW 3 RT 5, Kelurahan Kauman
dan Jetak Pembobotan parameter erosi dapat
dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Pembobotan Parameter Erosi Erosi Ringan
(<25%
lapisan
atas
hilang)
Sedang
(25-75%
lapisan
atas
hilang)
Agak
berat
(>75%
lapisan
atas
<25%
lappisan
bawah
hilang)
Berat
(>25%
lapisan
bawah
hilang)
Sangat
Berat
(erosi
parit)
Bobot 1 2 3 4 5
Luas(Ha) 24,86 17,67 19,49 36,88 0
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter erosi adalah Banjarejo RT 7, RT
4, RT 1; Ledok Wetan RT 1,RT 4, RW2 RT 10;
Ledok Kulon RW 3 RT 5, RW 4 RT 3; Kauman
dan Klangon. Pembobotan parameter frekuensi
banjir dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pembobotan Parameter Frekuensi
Frekuensi 0
kali/th
1– 2
kali/th
3–4
kali/th
5-6
kali/th
> 7
kali/th
Bobot 1 2 3 4 5
Luas(Ha) 1,62 11,47 27,85 33,59 26,40
Hampir semua wilayah studi sangat
rentan terhadap banjir karena seringnya
banjir. Dari keempat parameter diatas maka
dilakukan pembobotan untuk aspek fisik,
sehingga diperoleh daerah rentan terhadap
banjir terdapat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tingkat kerentanan aspek fisik
Daerah yang rentan ditinjau dari aspek
fisik adalah Jetak dsn. Madean, RW 2 RT 1;
Klangon; Ledok Kulon RW 4 RT 3, RW 3 RT 5;
Ledok Wetan RT 1, RT 2 dan Banjarejo RT 1,
RT 7.
Tingkat Kerentanan Aspek Sosial
Analisis kerentanan aspek sosial terdiri dari lima
parameter yaitu kepadatan penduduk, kepadatan
bangunan, kelompok umur, tingkat pendidikan
dan tingkat kesehatan. Pembobotan parameter
kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 5
KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN
SOLO KECAMATAN BOJONEGORO
60 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013
Tabel 5. Pembobotan parameter kepadatan
penduduk Kepadatan
Penduduk
(jiwa/Ha)
0-25 26-56 57-91 92-145 146-291
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 15,18 39,93 17,27 19,23 7,29
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter kepdatan penduduk adalah
Ledok Wetan RT 1, RT 2, RT 3 dan RT 4.
Pembobotan parameter kepadatan bangunan
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pembobotan parameter kepadatan
bangunan Kepadatan
Bangunan
(unit/Ha)
0-6 7-16 17-29 30-41 42-61
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 24,53 39,81 24,75 8,40 1,42
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter kepdatan bangunan adalah
Ledok Wetan RT 4. Pembobotan parameter
kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Pembobotan parameter kelompok
umur Kelompok
Umur
(Tahun)
20-39 40-49 16-19 13-15 0-12&>50
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 40,29 16,92 10,44 4,29 26,96
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter kelompok umur adalah Jetak
dsn Madean, Klangon RW 2 RT 1, Ledok Wetan
RW 2 RT 10 dan Banjareojo RT 3, RT 6, RT 7,
RT 22. Pembobotan parameter tingkat pendidi-
kan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pembobotan parameter tingkat
pendidikan
Tingkat
Pendidikan Sarjana SMA SMP SD
Tidak
Bersekolah &
TK
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 6,66 49,7 5,63 27,47 9,44
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam
parameter tingkat pendidikan adalah Banjarejo
RT 2, RT 4, RT 22 dan Ledok Wetan RT 2.
Pembobotan parameter tingkat kesehatan dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pembobotan parameter tingkat
kesehatan Tingkat
Kesehatan 0-4 5-7 8-11 12-14 15-18
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 9,41 55,91 11,82 9,28 12,48
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter tingkat pendidikan adalah
Klangon RW 2 RT 8, Ledok Kulon RW 4 RT 2
dan Ledok wetan RT 2, RT 4.
Dari kelima parameter diatas maka
dilakukan pembobotan untuk aspek sosial,
sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir
yang terdapat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tingkat kerentanan aspek sosial
Daerah yang rentan ditinjau dari aspek
fisik adalah Banjarejo RT 2 dan Ledok
Wetan RT 2.
Tingkat Kerentanan Aspek Ekonomi
Analisis kerentanan aspek ekonomi terdiri
dari empat parameter yaitu tingkat pendapatan,
jenis pekerjaan, tingkat kesejahteraan dan jumlah
pengangguran. Pembobotan parameter kepadatan
penduduk dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Pembobotan parameter tingkat
pendapatan Tingkat
Pendapatan
>Rp 2jt Rp1,5jt-
2 jt
Rp 1jt-
1,5 jt
Rp 500rb-
1jt
<Rp
500rb
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 3,53 1,98 47,17 41,22 5.00
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter tingkat pendapatan adalah Jetak
dsn Madean, Ledok Kulon RW 3 RT 1 RW 3 RT
2 RW 3 RT 3. Pembobotan parameter jenis
pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Pembobotan parameter jenis
pekerjaan Jenis
Pekerjaan
Swasta Karya
wan
Perdagangan Buruh Penambang
Pasir &
Pembuat
Bata
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 15,69 30,03 27,31 4,85 21,02
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter tingkat pendapatan adalah
Ledok Wetan RT 6, RW 2 RT 10 . Pembobotan
parameter Tingkat kesejahteraan dapat dilihat
pada Tabel 12.
Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013
61
Tabel 12. Pembobotan parameter tingkat
kesejahteraan Tingkat
Kesejahteraan
S.III
Plus
S.III S.II S.I Pra
Sejahtera
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 6,37 5,88 24,59 54,35 7,71
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter tingkat kesejahteraan adalah
Ledok Wetan RT 3, RW 2 RT 10 dan Ledok
Kulon RW 3 RT 5. Pembobotan parameter
Tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel
13.
Tabel 13. Pembobotan Parameter Tingkat
Pengangguran Tingkat
Pengangguran
0-58 59-97 98-123 124-
213
214-
335
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 7,72 21,36 27,24 20,34 22,24
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter tingkat pengangguran adalah
Ledok Wetan RT 2, RT 3 dan Ledok Kulon RW
4 RT 2. Dari keempat parameter di atas maka
dilakukan pembobotan untuk aspek ekonomi,
sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir
yang terdapat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tingkat Kerentanan Aspek
Ekonomi
Daerah yang rentan ditinjau dari aspek
fisik adalah Banjarejo RT 3 dan Ledok Wetan RT
2, Rt 6, Ledok Kulon RW 1 RT 1, RW 2 RT 3,
RW 3 RT 5, RW 3 RT 3, RW 3 RT 2, RW 4 RT
2 dan Jetak dsn Madean.
Tingkat Kerentanan Aspek Infrastruktur
Analisis kerentanan aspek infrastruktur
terdiri dari dua parameter yaitu fasilitas umum
dan trasmportasi jalan.
Pembobotan parameter kepadatan penduduk
dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Pembobotan parameter fasilitas
umum Tingkat
Fasilitas
Umum
0 unit 1 Unit 2 Unit 3
Unit
≥3
Unit
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (Ha) 16,38 62,24 15,08 3,16 5,37
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter fasilitas umum adalah Jetak
RW 2 RT 3, RW 2 RT 2, RW 2 RT 1, Klangon
RW 2 RT 8, Ledok Wetan RT 1, RT 2.
Pembobotan parameter Tingkat kesejahteraan
dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Pembobotan parameter
transportasi jalan Tingkat
Transpotasi
jalan
Tanah
Makadam
Plester Paving Aspal Hotmix
Bobot 1 2 3 4 5
Luas (m) 9,06 1,96 37,26 34,39 10,01
Daerah yang termasuk kerentanan tinggi
dalam parameter jalan adalah Ledok Kulon RW
4 RT 2. Dari kedua parameter diatas maka
dilakukan pembobotan untuk aspek infrastruktur,
sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir
yang terdapat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tingkat kerentanan aspek
infrastruktur
Daerah yang rentan ditinjau dari aspek
infrastruktur adalah Jetak RW 2 RT 3, RW 2 RT
2, Klangon RW 2 RT 8, Ledok Kulon RW 2 RT
3, RW 4 RT 2, Ledok Wetan RT 1
Indeks Kerentanan
Setelah perhitungan tingkat kerentanan
pada masing- masing aspek fisik, sosial, ekonomi
dan infrastruktur. Maka untuk tahap berikutnya
adalah perhitungan tingkat parameter total atau
Overall Vurnerability Index Vulio
yang terdapat
pada Gambar 5.
KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN
SOLO KECAMATAN BOJONEGORO
62 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013
Gambar 5. Tingkat kerentanan
Wilayah yang termasuk kedalam tingkat
kerentanan tinggi berada di Kelurahan Jetak RT
1, RT 2 dan RT 3, Kelurahan Klangon RW 2 RT
8, Kelurahan Ledok Wetan RW 1 RT 2, RT 4 dan
RT 6, Kelurahan Ledok Kulon RW 3 RT 5 dan
RW 4 RT 2 serta Kelurahan Banjarejo RT 3.
Konsep Relokasi
Konsep relokasi permukiman pada wilayah
studi diperoleh dari contoh-contoh penerapan
relokasi di wilayah lain dengan
mempertimbangkan kesamaan karakteristik, baik
karakteristik fisik, ekonomi, sosial dan budaya.
Maka arahan konsep relokasi permukiman
sempadan Sungai Bengawan Solo di Kecamatan
Bojonegoro adalah sebagai berikut:
Mekanisme
Mekanisme untuk daerah dengan
kerentanan tinggi adalah dengan meninjau nilai
dari kerentanan aspek fisik, sosial dan ekonomi
yang tinggi, namun nilai yang paling tinggi
terdapat di aspek sosial. Sehingga dalam
mekanisme relokasi untuk daerah dengan tingkat
kerentanan tinggi adalah dengan memperhatikan
aspek sosial, dimana masyarakat memiliki tingkat
pendidikan yang rendah dan kepadatan penduduk
serta bangunan yang tinggi. Penekanan pada
proses sosialisasi dengan pendekatan masyarakat,
dimana masyarakat diberikan penjelasan
mengenai tujuan dari relokasi. Selain itu
masyarakat harus diajak berkonsultasi mengenai
kompensasi, termasuk lokasi relokasi dan
rehabilitasi sosial ekonomi.
Mekanisme untuk daerah dengan
kerentanan sedang adalah dengan meninjau nilai
kerentanan aspek ekonomi dan sosial yang cukup
tinggi. Namun nilai yang paling tinggi terdapat di
aspek ekonomi. Mekanisme relokasi untuk
daerah dengan tingkat kerentanan sedang adalah
pembentukan tim operasional dan anggaran.
Perhatian khusus harus diberikan pada kebutuhan
warga termiskin yang terimbas serta kelompok
yang rentan yang mungkin beresiko tinggi untuk
menjadi miskin. Termasuk di dalamnya adalah
mereka yang tak memiliki dokumen kepemilikan
yang sah atas tanah atau aset lain. Mekanisme
selanjutnya adalah sosialisasi dengan pendekatan
masyarakat.
Mekanisme untuk daerah dengan tingkat
kerentanan rendah sama dengan daerah yang
memiliki tingkat kerentanan sedang, karena nilai
kerentanan yang mendominasi adalah aspek
ekonomi.
Parisipatif
Terdapat 28% masyarakat tidak setuju
dengan adanya relokasi. Oleh sebab itu dalam
menjaring partisipasi masyarakat dilakukan
dengan pendekatan secara intensif yang
dilakukan oleh tim operasional. Partisipasi
masyarakat lebih diarahkan oleh pemerintah. Jadi
masyarakat dapat memilih beberapa opsi yang
ditawarkan.
Terdapat 14% masyarakat masih ragu-ragu
dengan adanya relokasi. Oleh sebab itu
diperlukan pendekatan untuk menjelaskan
mengenai pentingnya relokasi dan prosedur
relokasi. Masyarakat memiliki waktu yang cukup
lama untuk membuat konsep yang lebih matang.
Sehingga dalam pemilihan lokasi dan ganti rugi
menurut keinginan masyarakat.
Terdapat 48% masyarakat setuju dengan
adanya relokasi. Dengan demikian masyarakat
akan lebih aktif dalam memberikan ide-ide
terkait pelaksanaan relokasi. masyarakat dapat
menyumbangkan tenaga dalam pembangunan.
Hal ini dapat memperkecil anggaran dan dapat
memberikan pemasukan untuk masyarakat yang
tidak memiliki pekerjaan.
Negosiasi
Sebanyak 15% masyarakat menginginkan
ganti rugi berupa tanah/uang serta adanya
masyarakat yang rentan terhadap aspek sosial
menunjukan adanya tingkat kerentanan tinggi.
Oleh sebab itu pada proses negosiasi tim
anggaran dan operasional melakukan dengan cara
pendekatan terhadap masyarakat karena tingkat
pendidikan yang rendah. Tim operasional
memberikan arahan lokasi yang terbaik agar
masyarakat dapat segera memperoleh lokasi
permukiman baru.
Terdapat 27% masyarakat menginginkan
ganti rugi berupa tanah dan uang serta adanya
masyarakat yang rentan terhadap aspek ekonomi
menunjukan adanya tingkat kerentanan sedang.
Melihat rendahnya tingkat perekonomian
masyarakat maka pada proses negosiasi harus
memperhatikan agar masyarakat tersebut tidak
Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013
63
merasa dirugikan. Sehingga opsi-opsi relokasi
harus berdasarkan kemampuan masyarakat.
Sebanyak 58% masyarakat menginginkan
ganti rugi berupa tanah dan bangunan. Dengan
melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat yang
lemah maka ganti rugi berupa tanah dan
bangunan lebih cocok.
Kepemilikan tanah
Terdapat 50,54% masyarakat tidak
memiliki sertifikat. Sehingga diperlukan
pembentukan tim identifikasi untuk mengetahui
kelayakan masyarakat dalam memperoleh ganti
rugi yang sama dengan masyarakat yang
memiliki sertifikat.
Terdapat 20,43% masyarakat memiliki
kepemilikan tanah berupa petok D. Dalam
penerapannya tim identifikasi mengecek kembali
keberadaan petok D yang dimiliki masyarakat
agar proses ganti rugi dapat dilaksanakan dengan
segera.
Terdapat 29,03% masyarakat memiliki
sertifikat. Dalam penerapannya tim identifikasi
mengecek kembali keberadaan sertifikat yang
dimiliki masyarakat.
Lokasi relokasi
Tujuan daerah relokasi berdasarkan
keinginan masyarakat adalah di Kecamatan
Dander, dalam kota dan di Kecamatan Kapas.
Lokasi relokasi sebaiknya mengutamakan agar
tetap dapat menjangkau tempat kerja sebelumnya
dan masih dekat dengan pusat kota. Sehingga
proses relokasi tersebut tidak mengurangi
pendapatan penduduk. Keinginan dari masyara-
kat tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah
dalam pengembangan perumahan yaitu di Keca-
matan Dander. Sedangkan utuk di dalam kota
yang masih memiliki lahan kosong terdapat pada
Kelurahan Pacul, sehingga hanya dapat menam-
pung beberapa KK. Untuk lebih jelasnya menge-
nai lokasi relokasi terdapat pada Gambar 6.
Gambar 6. Lokasi Relokasi
Prioritas relokasi
Prioritas lokasi yang direlokasi terlebih
dahalu adalah Kelurahan Jetak, Ledok Wetan dan
Banjarejo. Hal ini ditinjau dari kepadatan
penduduk yang tinggi dan frekuensi banjir yang
tinggi dan daerah rawan longsor berdasarkan
penilaian tingkat kerentanan.
Cara penerapan
Pembangunan Rusun untuk menangani
permasalahan tersebut yang diarahkan ke arah
selatan, yaitu Kecamatan Dander. Karena
banyaknya masyarakat yang tinggal di sempadan
sungai. Selain itu pemerintah dapat membuat
program kapling siap bangun sebagai salah satu
upaya untuk relokasi, pertama kali diadakan
untuk mengantisipasi proses perubahan status
tanah yang tidak jelas. Program kapling siap
bangun memberi kesempatan pada masyarakat
yang berpenghasilan rendah untuk memiliki
rumah melalui kerja sama dengan pemerintah
ataupun lembaga swasta, sehingga pengadaan
rumah tersebut tidak membutuhkan biaya besar.
Pentahapan proses pemindahan penduduk dapat
dilakukan dengan cara bedong desa, hal ini dapat
mempermudah masyarakat dalam beradaptasi
dengan lokasi relokasi yang baru. Sehingga
masyarakat tidak merasakan perubahan yang
terlalu besar, karena mereka hanya berpindah
lokasi tinggal saja sedangkan struktur
pemerintahannya tetap tidak berubah.
SIMPULAN
Karakteristik Fisik
Terdapat kurang lebih 1.300 bangunan dan
1.100 KK yang terdapat di bantaran sungai.
Bangunan yang berfungsi sebagai permukiman
dengan jarak antara 1-5 meter dari bibir sungai.
Karakteristik Non Fisik
Mayoritas pekerjaan masyarakat yang
terdapat di bantaran Sungai Bengawan Solo
adalah sebagai pedagang sebanyak 31,87%.
Terdapat beberapa masyarakat yang memiliki
pekerjaan berhubungan langsung dengan sungai
adalah penambang pasir dan pembuat bata.
Pendapatan yang paling dominan adalah antara
Rp. 500.000- Rp. 1000.000.
Tingkat Kerentanan
Ditinjau dari empat aspek kerentanan
bencana, maka daerah yang termasuk kedalam
tingkat Kerentanan tinggi adalah Kelurahan Jetah
RW 2 RT 1, RT 2, RT 3, Kelurahan Klangon RW
2 RT 8, Kelurahan Ledok Kulon RW 4 RT 2,
RW 3 RT 5, Kelurahan Ledok Wetan RW 1 RT
KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN
SOLO KECAMATAN BOJONEGORO
64 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013
2, RT 6 dan Kelurahan Banjarejo RW 1 RT 2, RT
3.
Konsep Relokasi
Konsep relokasi permukiman pada wilayah
studi diperoleh dari contoh-contoh penerapan
relokasi di wilayah lain dengan
mempertimbangkan kesamaan karakteristik, baik
karakteristik fisik, ekonomi, sosial dan budaya.
Maka konsep relokasi pada wilayah studi adalah
pembentukan tim operasional dan anggaran,
sosialisai, negosiasi, partisipatif dengan
penjaringan melalui pengajian, kepemilikan
tanah, lokasi relokasi dan prioritas relokasi
adalah daerah rentan bencana banjir.
Saran
Guna menyempurnakan penelitian ini
terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan,
antara lain:
1. Bagi peneliti selanjutnya untuk membuat
penelitian lanjutan mengenai analisis lokasi
relokasi permukiman yang rentan terhadap
banjir di bantaran Sungai Bengawan Solo
Perkotaan Bojonegoro
2. Bagi pemerintah melakukan sosialisasi
terkait ancaman bencana banjir Sungai
Bengawan Solo yang dapat terjadi sewaktu-
waktu khusunya pada daerah yang rawan.
Selain itu juga melakukan pengawasan
dalam memberikan perizinan dan
monitoring terhadap pengelolaan dan
pemanfaatan lahan di wilayah bantaran
sungai Bengawan Solo.
DAFTAR PUSTAKA
Angel Peck,ect, 2007 Physical, Economical,
Infrastructural and Social Flood Risk-
Vulnerability Analyses in GIS
Asian Development Bank. 1999. Buku Panduan
Tentang Pemukiman Kembali. ADB
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no.
63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan
Dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai,
Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas
Sungai
Rizal, Andy. 2003. Kajian Relokasi Permukiman
Kumuh Nelayan Ke Rumah Susun
Kedaung Kelurahan Sukamaju,
Bandar Lampung. Tesis, Program
Studi Magister Teknik Pembangunan
Kota Universitas Diponegoro