158-305-1-PB

10
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1,Juli 2013 55 KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN SOLO KECAMATAN BOJONEGORO Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia Telp 0341-567886 e-mail: [email protected] ABSTRAK Pesatnya pertumbuhan kota diiringi dengan pertumbuhan penduduk. Adanya pertumbuhan penduduk menyebabkan permintaan terhadap permukiman semakin besar. Hal ini menyebabkan tumbuhnya permukiman di bantaran Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Daerah permukiman yang hanya memiliki jarak 0- 20 meter dari bibir Sungai Bengawan Solo menjadi daerah yang rawan akan banjir setiap tahunnya. Penanganan untuk permukiman yang berada di bantaran Sungai Bengawan Solo berupa relokasi pada daerah yang rentan terhadap banjir. Oleh karena itu, dilakukan kajian dengan tujuan mengidentifikasi arahan konsep relokasi permukiman di sempadan Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Penelitian ini menggunakan metode analisis tingkat kerentanan yang menganalisis daerah rentan berdasarkan beberapa parameter dan Analisis Lesson Learn Best Practice. Metode analisanya terdiri dari pembobotan parameter-parameter empat aspek, overlay parameter tiap aspek, pembobotan tiap aspek, overlay tiap aspek kerentanan. Sedangkan untuk metode analisis best practice yang menganalisis beberapa contoh penerapan relokasi yang dapat diterapkan di wilayah studi, dilihat dari kesamaan karakteristik fisik, sosial, ekonomi dan budaya. Sehingga diperoleh daerah rentan terhadap bencana banjir sebagai arahan konsep relokasi permukiman yaitu (a) mekanisme dengan pembentukan tim anggaran dan operasional, sosialisasi (b) partisipasi; (c) negosiasi; (d) kepemilikan tanah; (e) lokasi relokasi; (f) prioritas relokasi. Kata Kunci : Permukiman, Kerentanan, Relokasi ABSTRACT Urban Rapid growth is accompanied by population growth. The existence of population growth cause greater demand for housing. This right cause to the growth of settlement along Bengawan Solo River District of Bojonegoro. Residential areas that have only a distance of 0-20 meters from Bengawan Solo River areas vulnerable to flooding every year. Treatment for settlement locate along the Bengawan Solo River in the form of relocating to area vulnerable to flooding. Therefore conduct the study with the aim of identifying the direction of the concept of relocation settlements in the Bengawan Solo River District of Bojonegoro. Analysis method in this study using analyzes the level of vulnerability areas based on several parameters and lesson learn best practice. Analysis methods consist of weighting the parameter of four aspect of vulnerability. Whereas for the method lesson learn best practice analysis is to analyze some examples of the application that can be apply to the relocation of the study region, seen from similiarity of physical characteristics, sosial characteristics, economic characteristics, and cultural characteristics. With the result that are flood vulnerable areas as the direction of the concept relocation settlement: (a)mechanism with the establishment of budgets and operational teams, dissemination;(b) partisipatif; (c) negotiation; (d)ownership of land; (e)relocation sites; (f) priority of the relocation Keywords: Settlement, Vulnerability, Relocation PENDAHULUAN Pesatnya pembangungan pada sebuah kota berjalan seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang berlebihan dalam kota. Tingginya harga tanah pada daerah perkotaan menyebabkan terbatasnya masyarakat yang dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk perumahan. Hal ini menyebabkan berkembangnya lingkungan permukiman dengan kepadatan tinggi. Terdapat beberapa kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan rendah memanfaatkan daerah aliran sungai untuk membangun rumah. Perkembangan permukiman pada daerah sempadan sungai semakin sulit dikendalikan. Kecamatan Bojonegoro merupakan pusat dari Kabupaten Bojonegoro. Kecamatan Bojonegoro juga merupakan pusat dari kegiatan perdagangan dan jasa. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan masyarakat yang tinggal di desa memilih untuk berurbanisasi ke Kecamatan

Transcript of 158-305-1-PB

Page 1: 158-305-1-PB

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1,Juli 2013 55

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN

DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia Telp 0341-567886

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pesatnya pertumbuhan kota diiringi dengan pertumbuhan penduduk. Adanya pertumbuhan penduduk

menyebabkan permintaan terhadap permukiman semakin besar. Hal ini menyebabkan tumbuhnya permukiman

di bantaran Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Daerah permukiman yang hanya memiliki jarak 0-

20 meter dari bibir Sungai Bengawan Solo menjadi daerah yang rawan akan banjir setiap tahunnya.

Penanganan untuk permukiman yang berada di bantaran Sungai Bengawan Solo berupa relokasi pada daerah

yang rentan terhadap banjir. Oleh karena itu, dilakukan kajian dengan tujuan mengidentifikasi arahan konsep

relokasi permukiman di sempadan Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Penelitian ini menggunakan

metode analisis tingkat kerentanan yang menganalisis daerah rentan berdasarkan beberapa parameter dan

Analisis Lesson Learn Best Practice. Metode analisanya terdiri dari pembobotan parameter-parameter empat

aspek, overlay parameter tiap aspek, pembobotan tiap aspek, overlay tiap aspek kerentanan. Sedangkan untuk

metode analisis best practice yang menganalisis beberapa contoh penerapan relokasi yang dapat diterapkan di

wilayah studi, dilihat dari kesamaan karakteristik fisik, sosial, ekonomi dan budaya. Sehingga diperoleh daerah

rentan terhadap bencana banjir sebagai arahan konsep relokasi permukiman yaitu (a) mekanisme dengan

pembentukan tim anggaran dan operasional, sosialisasi (b) partisipasi; (c) negosiasi; (d) kepemilikan tanah; (e)

lokasi relokasi; (f) prioritas relokasi.

Kata Kunci : Permukiman, Kerentanan, Relokasi

ABSTRACT

Urban Rapid growth is accompanied by population growth. The existence of population growth cause greater

demand for housing. This right cause to the growth of settlement along Bengawan Solo River District of

Bojonegoro. Residential areas that have only a distance of 0-20 meters from Bengawan Solo River areas

vulnerable to flooding every year. Treatment for settlement locate along the Bengawan Solo River in the form of

relocating to area vulnerable to flooding. Therefore conduct the study with the aim of identifying the direction of

the concept of relocation settlements in the Bengawan Solo River District of Bojonegoro. Analysis method in this

study using analyzes the level of vulnerability areas based on several parameters and lesson learn best practice.

Analysis methods consist of weighting the parameter of four aspect of vulnerability. Whereas for the method

lesson learn best practice analysis is to analyze some examples of the application that can be apply to the

relocation of the study region, seen from similiarity of physical characteristics, sosial characteristics, economic

characteristics, and cultural characteristics. With the result that are flood vulnerable areas as the direction of

the concept relocation settlement: (a)mechanism with the establishment of budgets and operational teams,

dissemination;(b) partisipatif; (c) negotiation; (d)ownership of land; (e)relocation sites; (f) priority of the

relocation

Keywords: Settlement, Vulnerability, Relocation

PENDAHULUAN

Pesatnya pembangungan pada sebuah kota

berjalan seiring dengan pesatnya pertumbuhan

penduduk yang mengakibatkan kepadatan

penduduk yang berlebihan dalam kota. Tingginya

harga tanah pada daerah perkotaan menyebabkan

terbatasnya masyarakat yang dapat

memanfaatkan lahan tersebut untuk perumahan.

Hal ini menyebabkan berkembangnya lingkungan

permukiman dengan kepadatan tinggi. Terdapat

beberapa kelompok masyarakat yang memiliki

penghasilan rendah memanfaatkan daerah aliran

sungai untuk membangun rumah. Perkembangan

permukiman pada daerah sempadan sungai

semakin sulit dikendalikan.

Kecamatan Bojonegoro merupakan pusat

dari Kabupaten Bojonegoro. Kecamatan

Bojonegoro juga merupakan pusat dari kegiatan

perdagangan dan jasa. Faktor-faktor inilah yang

menyebabkan masyarakat yang tinggal di desa

memilih untuk berurbanisasi ke Kecamatan

Page 2: 158-305-1-PB

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN

SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

56 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Bojonegoro untuk mencari pekerjaan. Pesatnya

pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan

untuk permukiman menyebabkan masyarakat

kesulitan untuk mencari tempat tinggal yang

layak.

Pada Kecamatan Bojonegoro dilintasi oleh

Sungai Bengawan Solo yang dilengkapi dengan

adanya tanggul. Tinggi tanggul bervariasi yaitu

0,5 meter sampai 1,5 meter. Namun tanggul

tersebut tidak berfungsi dengan baik karena

bangunan tanggul dijebol untuk aksesibilitas

masyarakat yang bertempat tinggal di dalam

tanggul.

Saat ini di sepanjang Sungai Bengawan

Solo tepatnya di Kecamatan Bojonegoro terdapat

kurang lebih 1.300 bangunan yang menempati

daerah sempadan sungai, dengan jarak sempadan

sungai antara 0-20 meter. Permukiman ini

berjarak sekitar 1-5 meter dari bibir sungai pada

saat sungai surut. Permasalahan utama yang

dihadapi oleh permukiman pada daerah aliran

Sungai Bengawan Solo adalah banjir. Pada tahun

2007 terjadi banjir bandang besar pada daerah

aliran Sungai Bengawan Solo yang hampir

mengenangi seluruh wilayah Kota Bojonegoro.

Banjir pada akhir 2007 merupakan banjir terbesar

setelah tahun 1966, terdapat 15 dari 27

kecamatan di Bojonegoro yang tergenang banjir

selama 10 hari dengan ketinggian diatas 1,5

meter. Limpasan air sungai sampai menggenangi

daerah kota disebabkan karena tanggul permanen

tidak dapat menahan arus air sungai, selain itu

karena terdapat beberapa titik tanggul yang

sengaja dijebol sebagai aksesibiltas permukiman

yang terdapat di dalam tanggul. Beberapa tahun

terakhir bencana banjir yang terdapat di

Bojonegoro semakin sulit untuk diprediksi.

Menurut RTRW Kabupaten Bojonegoro

tahun 2007-2027 menyebutkan bahwa daerah

aliran sungai (DAS) Bengawan Solo termasuk

kedalam rencana zone high control penanganan

lingkungan akibat banjir yang terjadi setiap

tahun. Sedangkan menurut Rencana

Pembangunan dan Pengembangan Perumahan

dan Permukiman di Daerah (RP4D) Kabupaten

Bojonegoro “permukiman di daerah bantaran

Sungai Bengawan Solo merupakan daerah yang

rawan terhadap bencana banjir dan perlu segera

mendapatkan penangangan dengan relokasi

permukiman ke daerah yang lebih layak dan

sesuai peruntukannya”. Sehingga dengan adanya

permasalahan permukiman yang terdapati di

Kecamatan Bojonegoro dan mengacu pada

RTRW Kabupaten Bojonegoro maka perlu

dilakukan langkah penanggulangan melalui

“Konsep Relokasi Permukiman Berdasarkan

Tingkat Kerentanan di Sempadan Sungai

Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro”. Arahan

relokasi bertujuan untuk memperbaiki

lingkungan DAS Bengawan Solo dan

mengamankan permukiman tersebut dari bencana

tahunan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum no. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan

Dan Sungai, pemanfaatan lahan untuk

permukiman di wilayah studi tidak sesuai karena

terletak di dalam garis sempadan sungai.

Pemanfaatan lahan untuk daerah perkotaan dan

bertanggul adalah 3 meter dari luar tanggul.

Kerentanan dapat dikelompokan menjadi

empat aspek (Angela Peck, Physical,

Economical, Infrastructural and Social Flood

Risk-Vulnerability Analyses in GIS , BNPB, 2008

dan BAKORNAS, 2002), yaitu aspek fisik, aspek

sosial, aspek ekonomi dan aspek infrastruktur.

Keempat aspek tersebut akan dipergunakan untuk

menganalisis tingkat kerentanan di wilayah studi

Relokasi permukiman dapat diartikan

pemindahan suatu lokasi permukiman ke lokasi

lain yang baru, karena lokasi permukiman yang

lama dianggap tidak layak sebagai lokasi

permukiman dengan kondisi rawan/rentan

terhadap bencana atau bahkan terkena musibah

bencana (Andy Rizal,2003:59)

Menurut ADB (1999), rencana

pemukiman kembali, yang bervariasi menurut

keadaan, khususnya terhadap besaran pemukiman

kembali, biasanya harus mengandung penyataan

tujuan, kebijaksanaan dan strategi serta harus

mencakup unsur-unsur penting yaitu tanggung-

jawab organisasi; partisipasi masyarakat dan

integrasi dengan penduduk setempat; survai

sosial-ekonomi; kerangka hukum termasuk

mekanisme untuk penyelesaian perselisihan dan

prosedur pengaduan; identifikasi alternatif lokasi

dan pemilihan; penaksiran dan ganti rugi untuk

kekayaan hilang; kepemilikan tanah, status

penguasaan, pembebasan dan pengambil-alihan;

kemudahan mendapat pelatihan, pekerjaan dan

kredit/bank; perlindungan/keamanan, prasarana

dan pelayanan sosial; perlindungan dan

pengelolaan lingkungan; dan jadwal pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi.

METODE PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah

teridentifikasinya arahan konsep relokasi

permukiman di bantaran Sungai Bengawan Solo

Perkotaan Bojonegoro. Analisis yang digunakan

dalam penelitian ini, antara lain:

Analisis Karakteristik Fisik Permukiman

bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan

Bojonegoro

Page 3: 158-305-1-PB

Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

57

Karakteristik fisik permukiman bantaran

Sunagi Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro

berdasarkan pada kondisi fisik permikiman yang

meliputi kondisi fisik dasar wilayah,

kependudukan, kondisi sarana dan prasarana

permukiman. Sedangkan untuk karakteristik fisik

sempadan sungai meliputi kondisi bangunan di

sempadan sungai, kondisi vegetasi, kondisi

tanggul, curah hujan dan frekuensi bencana

banjir.

Analisis Karakteristik Non Fisik Permukiman

bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan

Bojonegoro

Karakteristik non fisik permukiman

bantaran Sungai Bengawan Solo berdasarkan

kondisi sosial, ekonomi masyarakat.

Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Fisik

Analisis ini merupakan perhitungan nilai

indeks kerentanan berdasarkan parameter-

parameter fisik. Parameter-parameter tersebut

terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking

untuk menghitung nilai indeks ketentanannya,

berikut adalah parameter-parameter kerentanan

fisik yang diolah dari beberapa sumber.

Geologi

Kemiringan/ Elevasi tanah

Erosi

Periode Ulang Banjir/ Frekuensi

Setelah seluruh parameter memiliki

tingkat kerentanannya, kemudian dilakukan

perhitungan indeks kerentanan fisik sesuai rumus

berikut:

Vuliphy

=√

Vuliphy

= Indeks Kerentanan Fisik

n1 = Rangking Geologi

n2 = Rangking Kemiringan Lereng

n3 = Rangking Erosi

n4 = Rangking Frekuensi

∑n = Jumlah Parameter

Selain untuk menghitung nilai indeks

kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan

memberikan gambaran kawasan-kawasan yang

rentan terhadap bencana banjir di wilayah

penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan

bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil

overlay masing-masing parameter yang telah

dibobotkan.

Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Sosial

Analisis ini merupakan perhitungan nilai

indeks kerentanan berdasarkan parameter-

parameter sosial. Parameter-parameter tersebut

terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking

untuk menghitung nilai indeks ketentanannya,

berikut adalah parameter-parameter kerentanan

sosial yang diolah dari beberapa sumber.

Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)

Kelompok Umur

Tingkat Pendidikan

Tingkat Kepadatan Bangunan (unit/ha)

Tingkat Kesehatan

Setelah seluruh parameter memiliki tingkat

kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan

indeks kerentanan sosial sesuai rumus berikut:

Vulisoc

=√

Vulisoc

= Indeks Kerentanan Sosial

n1 = Rangking Kepadatan Penduduk

n2 = Rangking Kelompok Umur

n3 = Rangking Tingkat Pendidikan

n4 = Rangking Kepadatan Bangunan

n5 = Rangking Tingkat Kesehatan

∑n = Jumlah Parameter

Selain untuk menghitung nilai indeks

kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan

memberikan gambaran kawasan-kawasan yang

rentan terhadap bencana banjir di wilayah

penelitian dilihat dari aspek sosial kawasan

dengan bantuan media peta yang dihasilkan dari

hasil overlay masing-masing parameter yang

telah dibobotkan.

Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Ekonomi

Analisis ini merupakan perhitungan nilai

indeks kerentanan berdasarkan parameter-

parameter ekonomi. Parameter-parameter

tersebut terbagi menjadi beberapa kelas interval

rangking untuk menghitung nilai indeks

ketentanannya, berikut adalah parameter-

parameter kerentanan ekonomi yang diolah dari

beberapa sumber.

Tingkat Pendapatan

Jenis Pekerjaan

Tingkat Kesejahteraan/kemiskinan

Jumlah Pengangguran

Setelah seluruh parameter memiliki tingkat

kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan

indeks kerentanan ekonomi sesuai rumus berikut:

VuliEco

=√

VuliEco

= Indeks Kerentanan Ekonomi

n1 = Rangking Tingkat Pendapatan

n2 = Rangking Jenis Pekerjaan

n3 = Rangking Tingkat Kemiskinan

n4 = Rangking Jumlah Pengangguran

∑n = Jumlah Parameter

Selain untuk menghitung nilai indeks

kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan

memberikan gambaran kawasan-kawasan yang

rentan terhadap bencana banjir di wilayah

Page 4: 158-305-1-PB

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN

SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

58 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan

bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil

overlay masing-masing parameter yang telah

dibobotkan.

Analisis Tingkat Kerentanan Aspek

Infrastruktur

Parameter-parameter tersebut terbagi

menjadi beberapa kelas interval rangking untuk

menghitung nilai indeks ketentanannya, berikut

adalah parameter-parameter kerentanan

infrastruktur yang diolah dari beberapa sumber.

Fasilitas Umum

Transportasi

Setelah seluruh parameter memiliki tingkat

kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan

indeks kerentanan infrastruktur sesuai rumus

berikut:

VuliInf

=√

VuliInf

= Indeks Kerentanan Infrastruktur

n1 = Rangking Fasilitas Umum

n2 = Rangking Transportasi

∑n = Jumlah Parameter

Selain untuk menghitung nilai indeks

kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan

memberikan gambaran kawasan-kawasan yang

rentan terhadap bencana banjir di wilayah

penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan

bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil

overlay masing-masing parameter yang telah

dibobotkan.

Analisis Indeks Kerentanan

Setelah perhitungan tingkat kerentanan

masing-masing aspek fisik, aspek social, aspek

ekonomi dan aspek infrastruktur maka

selanjutnya adalah perhitungan tingkat parameter

total, Total Vulnerability Index , yang dapat

dilakukan dengan menggunakan rumus di bawah

ini:

Vulio = Vuli

phy + Vuli

soc + Vuli

Eco + Vuli

Inf

4

Vulio = Total Indeks Kerentanan Kawasan

Vuliphy

= Indeks Kerentanan Fisik

Vulisoc

= Indeks Kerentanan Sosial

VuliEco

= Indeks Kerentanan Ekonomi

VuliInf

= Indeks Kerentanan Infrastruktur

Tingkat kerentanan terbagi menjadi tiga

klasifikasi kerentanan yaitu: rendah, sedang dan

tinggi, penilaian kalsifikasi atau interval antar

klasifikasi ditentukan dengan rumus metode

Equal Interval pada software Arc GIS 9.3.

Analisis Lesson Learn Best Practice

Metode ini dapat membantu untuk mencari

sesuatu yang lebih baik dari studi awal. Desain

dari analisis lesson learn adalah membandingkan

beberapa kasus untuk memperoleh konsep

relokasi. Dalam membandingkan menggunakan

beberapa unsur relokasi dan ditinjau dari

karakteristik wilayah studi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Permukiman bantaran

Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro

Kondisi permukiman yang padat dengan

luas kapling sederhana berpengaruh pada pola

bangunan dengan KDB mencapai 100 sebesar

49,45%. Koefisien lantai bangunan maksimum 1

yaitu sebesar 56,04%. Terdapat 79,12%

bangunan permanen, 17,58% bangunan semi

permanen dan 3,3% bangunan non permanen.

Penggunaan lantai bangunan yang paling

dominan adalah 47,25% ubin. Kondisi

pencahayaan dan penghawaan masih sangat baik.

Jaringan air bersih yang paling mendominasi

adalah sumur yaitu 91,2%. Saluran drainase yang

terdapat pada wilayah studi berupa saluran

primer alami yaitu Sungai Bengawan Solo, yang

memiliki permasalahan yaitu banjir tahunan.

Sebagian besar masyarakat membuang sampah di

sungai, yaitu sebesar 50,55%. Hampir 97,8%

masyarakat memiliki kamar mandi serta WC.

Bangunan yang terdapat di wilayah

sempadan sungai Bengawan Solo Kecamatan

Bojonegoro berada pada jarak antara 0-20 meter

dari bibir sungai pada saat surut. Bangunan

tersebut berada di dalam tanggul. Sejak tahun 70-

80 permukiman di bantaran sungai mulai

berkembang, hingga saat ini. Tanggul yang ada di

Perkotaan Bojonegoro melewati 7 Kelurahan

yaitu, Kelurahan Jetak, Klangon, Kauman, Ledok

Kulon, Ledok Wetan, Kadipaten dan Banjarejo.

Kondisi tanggul yang berada di perkotaan

Bojonegoro sangat memprihatinkan, dimana

tanggul tersebut di jebol untuk akses dari

permukiman yang terdapat di dalam tanggul.

Selain itu juga terdapat tanggul yang terputus di

jalan Jaksa Agung Suprapto. Ada bangunan

tanggul yang lama dengan yang baru tidak

tersambung. Frekuensi bencana banjir yang

terjadi di wilayah permukiman perkotaan

Bojonegoro dalam setiap tahunnya adalah antara

5-7 kali dengan presentase 47,26%.

Karakteristik Non Fisik Permukiman

bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan

Bojonegoro

Tingkat pendapatan masyarakat di

bantaran sungai sangat beragam sesuai dengan

mata pencaharian. Mayoritas masyarakat

berpenghasilan antara 5.00.000 – 1.000.000,

Page 5: 158-305-1-PB

Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

59

yaitu sebanyak 47,25%. Sedangkan untuk

masyarakat yang berpenghasilan lebih dari

2.000.000 sebanyak 8,79%. Jenis mata

pencaharian masyarakat di bantaran sungai

didominasi oleh pedagang yaitu sebanyak

31,87%. sebanyak 95,6% berstatus tinggal

menetap pada permukiman di bataran sungai

Bengawan Solo. Sedangkan 4,4% memiliki status

tinggal sementara, yang pada umumnya adalah

pendatang. Sebanyak 26,37% masyarakat sudah

tinggal di bantaran sungai selama 31-40 tahun.

Alasan pemilihan lokasi tempat tinggal yang

paling dominan adalah karena mengikuti

keluarga. Sedangkan karena alasan terletak di

pusat kota sebanyak 7,69%. Status bangunan

tersebut sebnayak 91,21% merupakan hak milik,

namun sebanyak 70,33% tidak memiliki

sertifikat. Kebudayaan yang terdapat di wilayah

studi adalah adanya arisan dan pengajian yang

rutin dilakukan dan adanya rasa gotong royong.

Tingkat Kerentanan Aspek Fisik

Analisis tingkat kerentanan aspek fisik

terdiri dari empat parameter yaitu geologi,

kemiringan lereng, erosi dan frekuensi.

Pembobotan parameter gelogi dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Pembobotan Parameter Geologi Geolo

gi

Batu

kongl

omer

at

Batu

sedi

men

Sedi-

men

consoli

dated

lem-

pung,

lumpur

Batu

Kapur/

Gamping

Sedimen

unconsol

idated

kerikil,

pasir

Bobot 1 2 3 4 5

Luas

(Ha) 0 0 37,73 18,89 42,18

Daerah yang termasuk kedalam kerentanan

tinggi dalam parameter geologi adalah Kelurahan

Ledok Kulon dan Jetak. Pembobotan parameter

kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pembobotan Parameter Kemiringan

Lereng Elevasi Datar

0-3%

Berombak/

agak

miring

3-15%

Berbukit/mi

ring 15-

30%

Curam

30-65%

Sangat

Curam

>65%

Bobot 1 2 3 4 5

Luas 9,81 38,06 22,07 28,96 0

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter kemiringan lereng adalah

Kelurahan Banjarejo RT 7, Ledok Wetan RT 4,

Ledok Kulon RW 3 RT 5, Kelurahan Kauman

dan Jetak Pembobotan parameter erosi dapat

dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Pembobotan Parameter Erosi Erosi Ringan

(<25%

lapisan

atas

hilang)

Sedang

(25-75%

lapisan

atas

hilang)

Agak

berat

(>75%

lapisan

atas

<25%

lappisan

bawah

hilang)

Berat

(>25%

lapisan

bawah

hilang)

Sangat

Berat

(erosi

parit)

Bobot 1 2 3 4 5

Luas(Ha) 24,86 17,67 19,49 36,88 0

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter erosi adalah Banjarejo RT 7, RT

4, RT 1; Ledok Wetan RT 1,RT 4, RW2 RT 10;

Ledok Kulon RW 3 RT 5, RW 4 RT 3; Kauman

dan Klangon. Pembobotan parameter frekuensi

banjir dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pembobotan Parameter Frekuensi

Frekuensi 0

kali/th

1– 2

kali/th

3–4

kali/th

5-6

kali/th

> 7

kali/th

Bobot 1 2 3 4 5

Luas(Ha) 1,62 11,47 27,85 33,59 26,40

Hampir semua wilayah studi sangat

rentan terhadap banjir karena seringnya

banjir. Dari keempat parameter diatas maka

dilakukan pembobotan untuk aspek fisik,

sehingga diperoleh daerah rentan terhadap

banjir terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tingkat kerentanan aspek fisik

Daerah yang rentan ditinjau dari aspek

fisik adalah Jetak dsn. Madean, RW 2 RT 1;

Klangon; Ledok Kulon RW 4 RT 3, RW 3 RT 5;

Ledok Wetan RT 1, RT 2 dan Banjarejo RT 1,

RT 7.

Tingkat Kerentanan Aspek Sosial

Analisis kerentanan aspek sosial terdiri dari lima

parameter yaitu kepadatan penduduk, kepadatan

bangunan, kelompok umur, tingkat pendidikan

dan tingkat kesehatan. Pembobotan parameter

kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 5

Page 6: 158-305-1-PB

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN

SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

60 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Tabel 5. Pembobotan parameter kepadatan

penduduk Kepadatan

Penduduk

(jiwa/Ha)

0-25 26-56 57-91 92-145 146-291

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (Ha) 15,18 39,93 17,27 19,23 7,29

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter kepdatan penduduk adalah

Ledok Wetan RT 1, RT 2, RT 3 dan RT 4.

Pembobotan parameter kepadatan bangunan

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pembobotan parameter kepadatan

bangunan Kepadatan

Bangunan

(unit/Ha)

0-6 7-16 17-29 30-41 42-61

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (Ha) 24,53 39,81 24,75 8,40 1,42

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter kepdatan bangunan adalah

Ledok Wetan RT 4. Pembobotan parameter

kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7

Tabel 7. Pembobotan parameter kelompok

umur Kelompok

Umur

(Tahun)

20-39 40-49 16-19 13-15 0-12&>50

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (Ha) 40,29 16,92 10,44 4,29 26,96

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter kelompok umur adalah Jetak

dsn Madean, Klangon RW 2 RT 1, Ledok Wetan

RW 2 RT 10 dan Banjareojo RT 3, RT 6, RT 7,

RT 22. Pembobotan parameter tingkat pendidi-

kan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pembobotan parameter tingkat

pendidikan

Tingkat

Pendidikan Sarjana SMA SMP SD

Tidak

Bersekolah &

TK

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (Ha) 6,66 49,7 5,63 27,47 9,44

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam

parameter tingkat pendidikan adalah Banjarejo

RT 2, RT 4, RT 22 dan Ledok Wetan RT 2.

Pembobotan parameter tingkat kesehatan dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pembobotan parameter tingkat

kesehatan Tingkat

Kesehatan 0-4 5-7 8-11 12-14 15-18

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (Ha) 9,41 55,91 11,82 9,28 12,48

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter tingkat pendidikan adalah

Klangon RW 2 RT 8, Ledok Kulon RW 4 RT 2

dan Ledok wetan RT 2, RT 4.

Dari kelima parameter diatas maka

dilakukan pembobotan untuk aspek sosial,

sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir

yang terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tingkat kerentanan aspek sosial

Daerah yang rentan ditinjau dari aspek

fisik adalah Banjarejo RT 2 dan Ledok

Wetan RT 2.

Tingkat Kerentanan Aspek Ekonomi

Analisis kerentanan aspek ekonomi terdiri

dari empat parameter yaitu tingkat pendapatan,

jenis pekerjaan, tingkat kesejahteraan dan jumlah

pengangguran. Pembobotan parameter kepadatan

penduduk dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pembobotan parameter tingkat

pendapatan Tingkat

Pendapatan

>Rp 2jt Rp1,5jt-

2 jt

Rp 1jt-

1,5 jt

Rp 500rb-

1jt

<Rp

500rb

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (Ha) 3,53 1,98 47,17 41,22 5.00

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter tingkat pendapatan adalah Jetak

dsn Madean, Ledok Kulon RW 3 RT 1 RW 3 RT

2 RW 3 RT 3. Pembobotan parameter jenis

pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pembobotan parameter jenis

pekerjaan Jenis

Pekerjaan

Swasta Karya

wan

Perdagangan Buruh Penambang

Pasir &

Pembuat

Bata

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (Ha) 15,69 30,03 27,31 4,85 21,02

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter tingkat pendapatan adalah

Ledok Wetan RT 6, RW 2 RT 10 . Pembobotan

parameter Tingkat kesejahteraan dapat dilihat

pada Tabel 12.

Page 7: 158-305-1-PB

Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

61

Tabel 12. Pembobotan parameter tingkat

kesejahteraan Tingkat

Kesejahteraan

S.III

Plus

S.III S.II S.I Pra

Sejahtera

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (Ha) 6,37 5,88 24,59 54,35 7,71

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter tingkat kesejahteraan adalah

Ledok Wetan RT 3, RW 2 RT 10 dan Ledok

Kulon RW 3 RT 5. Pembobotan parameter

Tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel

13.

Tabel 13. Pembobotan Parameter Tingkat

Pengangguran Tingkat

Pengangguran

0-58 59-97 98-123 124-

213

214-

335

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (Ha) 7,72 21,36 27,24 20,34 22,24

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter tingkat pengangguran adalah

Ledok Wetan RT 2, RT 3 dan Ledok Kulon RW

4 RT 2. Dari keempat parameter di atas maka

dilakukan pembobotan untuk aspek ekonomi,

sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir

yang terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tingkat Kerentanan Aspek

Ekonomi

Daerah yang rentan ditinjau dari aspek

fisik adalah Banjarejo RT 3 dan Ledok Wetan RT

2, Rt 6, Ledok Kulon RW 1 RT 1, RW 2 RT 3,

RW 3 RT 5, RW 3 RT 3, RW 3 RT 2, RW 4 RT

2 dan Jetak dsn Madean.

Tingkat Kerentanan Aspek Infrastruktur

Analisis kerentanan aspek infrastruktur

terdiri dari dua parameter yaitu fasilitas umum

dan trasmportasi jalan.

Pembobotan parameter kepadatan penduduk

dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Pembobotan parameter fasilitas

umum Tingkat

Fasilitas

Umum

0 unit 1 Unit 2 Unit 3

Unit

≥3

Unit

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (Ha) 16,38 62,24 15,08 3,16 5,37

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter fasilitas umum adalah Jetak

RW 2 RT 3, RW 2 RT 2, RW 2 RT 1, Klangon

RW 2 RT 8, Ledok Wetan RT 1, RT 2.

Pembobotan parameter Tingkat kesejahteraan

dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Pembobotan parameter

transportasi jalan Tingkat

Transpotasi

jalan

Tanah

Makadam

Plester Paving Aspal Hotmix

Bobot 1 2 3 4 5

Luas (m) 9,06 1,96 37,26 34,39 10,01

Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

dalam parameter jalan adalah Ledok Kulon RW

4 RT 2. Dari kedua parameter diatas maka

dilakukan pembobotan untuk aspek infrastruktur,

sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir

yang terdapat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tingkat kerentanan aspek

infrastruktur

Daerah yang rentan ditinjau dari aspek

infrastruktur adalah Jetak RW 2 RT 3, RW 2 RT

2, Klangon RW 2 RT 8, Ledok Kulon RW 2 RT

3, RW 4 RT 2, Ledok Wetan RT 1

Indeks Kerentanan

Setelah perhitungan tingkat kerentanan

pada masing- masing aspek fisik, sosial, ekonomi

dan infrastruktur. Maka untuk tahap berikutnya

adalah perhitungan tingkat parameter total atau

Overall Vurnerability Index Vulio

yang terdapat

pada Gambar 5.

Page 8: 158-305-1-PB

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN

SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

62 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Gambar 5. Tingkat kerentanan

Wilayah yang termasuk kedalam tingkat

kerentanan tinggi berada di Kelurahan Jetak RT

1, RT 2 dan RT 3, Kelurahan Klangon RW 2 RT

8, Kelurahan Ledok Wetan RW 1 RT 2, RT 4 dan

RT 6, Kelurahan Ledok Kulon RW 3 RT 5 dan

RW 4 RT 2 serta Kelurahan Banjarejo RT 3.

Konsep Relokasi

Konsep relokasi permukiman pada wilayah

studi diperoleh dari contoh-contoh penerapan

relokasi di wilayah lain dengan

mempertimbangkan kesamaan karakteristik, baik

karakteristik fisik, ekonomi, sosial dan budaya.

Maka arahan konsep relokasi permukiman

sempadan Sungai Bengawan Solo di Kecamatan

Bojonegoro adalah sebagai berikut:

Mekanisme

Mekanisme untuk daerah dengan

kerentanan tinggi adalah dengan meninjau nilai

dari kerentanan aspek fisik, sosial dan ekonomi

yang tinggi, namun nilai yang paling tinggi

terdapat di aspek sosial. Sehingga dalam

mekanisme relokasi untuk daerah dengan tingkat

kerentanan tinggi adalah dengan memperhatikan

aspek sosial, dimana masyarakat memiliki tingkat

pendidikan yang rendah dan kepadatan penduduk

serta bangunan yang tinggi. Penekanan pada

proses sosialisasi dengan pendekatan masyarakat,

dimana masyarakat diberikan penjelasan

mengenai tujuan dari relokasi. Selain itu

masyarakat harus diajak berkonsultasi mengenai

kompensasi, termasuk lokasi relokasi dan

rehabilitasi sosial ekonomi.

Mekanisme untuk daerah dengan

kerentanan sedang adalah dengan meninjau nilai

kerentanan aspek ekonomi dan sosial yang cukup

tinggi. Namun nilai yang paling tinggi terdapat di

aspek ekonomi. Mekanisme relokasi untuk

daerah dengan tingkat kerentanan sedang adalah

pembentukan tim operasional dan anggaran.

Perhatian khusus harus diberikan pada kebutuhan

warga termiskin yang terimbas serta kelompok

yang rentan yang mungkin beresiko tinggi untuk

menjadi miskin. Termasuk di dalamnya adalah

mereka yang tak memiliki dokumen kepemilikan

yang sah atas tanah atau aset lain. Mekanisme

selanjutnya adalah sosialisasi dengan pendekatan

masyarakat.

Mekanisme untuk daerah dengan tingkat

kerentanan rendah sama dengan daerah yang

memiliki tingkat kerentanan sedang, karena nilai

kerentanan yang mendominasi adalah aspek

ekonomi.

Parisipatif

Terdapat 28% masyarakat tidak setuju

dengan adanya relokasi. Oleh sebab itu dalam

menjaring partisipasi masyarakat dilakukan

dengan pendekatan secara intensif yang

dilakukan oleh tim operasional. Partisipasi

masyarakat lebih diarahkan oleh pemerintah. Jadi

masyarakat dapat memilih beberapa opsi yang

ditawarkan.

Terdapat 14% masyarakat masih ragu-ragu

dengan adanya relokasi. Oleh sebab itu

diperlukan pendekatan untuk menjelaskan

mengenai pentingnya relokasi dan prosedur

relokasi. Masyarakat memiliki waktu yang cukup

lama untuk membuat konsep yang lebih matang.

Sehingga dalam pemilihan lokasi dan ganti rugi

menurut keinginan masyarakat.

Terdapat 48% masyarakat setuju dengan

adanya relokasi. Dengan demikian masyarakat

akan lebih aktif dalam memberikan ide-ide

terkait pelaksanaan relokasi. masyarakat dapat

menyumbangkan tenaga dalam pembangunan.

Hal ini dapat memperkecil anggaran dan dapat

memberikan pemasukan untuk masyarakat yang

tidak memiliki pekerjaan.

Negosiasi

Sebanyak 15% masyarakat menginginkan

ganti rugi berupa tanah/uang serta adanya

masyarakat yang rentan terhadap aspek sosial

menunjukan adanya tingkat kerentanan tinggi.

Oleh sebab itu pada proses negosiasi tim

anggaran dan operasional melakukan dengan cara

pendekatan terhadap masyarakat karena tingkat

pendidikan yang rendah. Tim operasional

memberikan arahan lokasi yang terbaik agar

masyarakat dapat segera memperoleh lokasi

permukiman baru.

Terdapat 27% masyarakat menginginkan

ganti rugi berupa tanah dan uang serta adanya

masyarakat yang rentan terhadap aspek ekonomi

menunjukan adanya tingkat kerentanan sedang.

Melihat rendahnya tingkat perekonomian

masyarakat maka pada proses negosiasi harus

memperhatikan agar masyarakat tersebut tidak

Page 9: 158-305-1-PB

Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

63

merasa dirugikan. Sehingga opsi-opsi relokasi

harus berdasarkan kemampuan masyarakat.

Sebanyak 58% masyarakat menginginkan

ganti rugi berupa tanah dan bangunan. Dengan

melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat yang

lemah maka ganti rugi berupa tanah dan

bangunan lebih cocok.

Kepemilikan tanah

Terdapat 50,54% masyarakat tidak

memiliki sertifikat. Sehingga diperlukan

pembentukan tim identifikasi untuk mengetahui

kelayakan masyarakat dalam memperoleh ganti

rugi yang sama dengan masyarakat yang

memiliki sertifikat.

Terdapat 20,43% masyarakat memiliki

kepemilikan tanah berupa petok D. Dalam

penerapannya tim identifikasi mengecek kembali

keberadaan petok D yang dimiliki masyarakat

agar proses ganti rugi dapat dilaksanakan dengan

segera.

Terdapat 29,03% masyarakat memiliki

sertifikat. Dalam penerapannya tim identifikasi

mengecek kembali keberadaan sertifikat yang

dimiliki masyarakat.

Lokasi relokasi

Tujuan daerah relokasi berdasarkan

keinginan masyarakat adalah di Kecamatan

Dander, dalam kota dan di Kecamatan Kapas.

Lokasi relokasi sebaiknya mengutamakan agar

tetap dapat menjangkau tempat kerja sebelumnya

dan masih dekat dengan pusat kota. Sehingga

proses relokasi tersebut tidak mengurangi

pendapatan penduduk. Keinginan dari masyara-

kat tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah

dalam pengembangan perumahan yaitu di Keca-

matan Dander. Sedangkan utuk di dalam kota

yang masih memiliki lahan kosong terdapat pada

Kelurahan Pacul, sehingga hanya dapat menam-

pung beberapa KK. Untuk lebih jelasnya menge-

nai lokasi relokasi terdapat pada Gambar 6.

Gambar 6. Lokasi Relokasi

Prioritas relokasi

Prioritas lokasi yang direlokasi terlebih

dahalu adalah Kelurahan Jetak, Ledok Wetan dan

Banjarejo. Hal ini ditinjau dari kepadatan

penduduk yang tinggi dan frekuensi banjir yang

tinggi dan daerah rawan longsor berdasarkan

penilaian tingkat kerentanan.

Cara penerapan

Pembangunan Rusun untuk menangani

permasalahan tersebut yang diarahkan ke arah

selatan, yaitu Kecamatan Dander. Karena

banyaknya masyarakat yang tinggal di sempadan

sungai. Selain itu pemerintah dapat membuat

program kapling siap bangun sebagai salah satu

upaya untuk relokasi, pertama kali diadakan

untuk mengantisipasi proses perubahan status

tanah yang tidak jelas. Program kapling siap

bangun memberi kesempatan pada masyarakat

yang berpenghasilan rendah untuk memiliki

rumah melalui kerja sama dengan pemerintah

ataupun lembaga swasta, sehingga pengadaan

rumah tersebut tidak membutuhkan biaya besar.

Pentahapan proses pemindahan penduduk dapat

dilakukan dengan cara bedong desa, hal ini dapat

mempermudah masyarakat dalam beradaptasi

dengan lokasi relokasi yang baru. Sehingga

masyarakat tidak merasakan perubahan yang

terlalu besar, karena mereka hanya berpindah

lokasi tinggal saja sedangkan struktur

pemerintahannya tetap tidak berubah.

SIMPULAN

Karakteristik Fisik

Terdapat kurang lebih 1.300 bangunan dan

1.100 KK yang terdapat di bantaran sungai.

Bangunan yang berfungsi sebagai permukiman

dengan jarak antara 1-5 meter dari bibir sungai.

Karakteristik Non Fisik

Mayoritas pekerjaan masyarakat yang

terdapat di bantaran Sungai Bengawan Solo

adalah sebagai pedagang sebanyak 31,87%.

Terdapat beberapa masyarakat yang memiliki

pekerjaan berhubungan langsung dengan sungai

adalah penambang pasir dan pembuat bata.

Pendapatan yang paling dominan adalah antara

Rp. 500.000- Rp. 1000.000.

Tingkat Kerentanan

Ditinjau dari empat aspek kerentanan

bencana, maka daerah yang termasuk kedalam

tingkat Kerentanan tinggi adalah Kelurahan Jetah

RW 2 RT 1, RT 2, RT 3, Kelurahan Klangon RW

2 RT 8, Kelurahan Ledok Kulon RW 4 RT 2,

RW 3 RT 5, Kelurahan Ledok Wetan RW 1 RT

Page 10: 158-305-1-PB

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN

SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

64 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

2, RT 6 dan Kelurahan Banjarejo RW 1 RT 2, RT

3.

Konsep Relokasi

Konsep relokasi permukiman pada wilayah

studi diperoleh dari contoh-contoh penerapan

relokasi di wilayah lain dengan

mempertimbangkan kesamaan karakteristik, baik

karakteristik fisik, ekonomi, sosial dan budaya.

Maka konsep relokasi pada wilayah studi adalah

pembentukan tim operasional dan anggaran,

sosialisai, negosiasi, partisipatif dengan

penjaringan melalui pengajian, kepemilikan

tanah, lokasi relokasi dan prioritas relokasi

adalah daerah rentan bencana banjir.

Saran

Guna menyempurnakan penelitian ini

terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan,

antara lain:

1. Bagi peneliti selanjutnya untuk membuat

penelitian lanjutan mengenai analisis lokasi

relokasi permukiman yang rentan terhadap

banjir di bantaran Sungai Bengawan Solo

Perkotaan Bojonegoro

2. Bagi pemerintah melakukan sosialisasi

terkait ancaman bencana banjir Sungai

Bengawan Solo yang dapat terjadi sewaktu-

waktu khusunya pada daerah yang rawan.

Selain itu juga melakukan pengawasan

dalam memberikan perizinan dan

monitoring terhadap pengelolaan dan

pemanfaatan lahan di wilayah bantaran

sungai Bengawan Solo.

DAFTAR PUSTAKA

Angel Peck,ect, 2007 Physical, Economical,

Infrastructural and Social Flood Risk-

Vulnerability Analyses in GIS

Asian Development Bank. 1999. Buku Panduan

Tentang Pemukiman Kembali. ADB

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no.

63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan

Dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai,

Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas

Sungai

Rizal, Andy. 2003. Kajian Relokasi Permukiman

Kumuh Nelayan Ke Rumah Susun

Kedaung Kelurahan Sukamaju,

Bandar Lampung. Tesis, Program

Studi Magister Teknik Pembangunan

Kota Universitas Diponegoro