1569-3076-1-SM
-
Upload
reza-hariansyah -
Category
Documents
-
view
71 -
download
0
Transcript of 1569-3076-1-SM
![Page 1: 1569-3076-1-SM](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020307/55cf98f5550346d0339aae75/html5/thumbnails/1.jpg)
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN KONJUNGTIVITIS PADA PEKERJA
PENGELASAN DI KECAMATAN CILACAP TENGAH
KABUPATEN CILACAP
Tri Wahyuni 1. Mahasiswa Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro 2.
Staf Pengajar Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro
ABSTRACT
Conjunctivitis photoelectric was an inflammation of the conjunctiva caused by ultraviolet rays.
Ultraviolet rays was a by-product of the welding process. Cilacap district had many small
informal industries of trellis manufacture which had welding processes.Based on the survey held
in July 2012, there were 80.6% of respondents experienced red eyes, eyes pain, eyes feel hot, like
there was sand in the eyes, and watery eyes which were symptoms of conjunctivitis excess after
work. The purpose of this research was to analyze the risk factors related to the photoelectric
conjunctivitis on welding workers. This research was a kind of quantitative and explanatory
research used cross-sectional. The samples were 28 workers, it was taken by using total sampling
method. Eyes examinations for each respondent carried out by nurses. The results showed that
there was a correlation between the working period, length of exposure and knowledge with the
incidence of conjunctivitis photoelectric with p-value 0013, 0024 and 0037 and there was no
correlation between age, education, type of welding, the use of PPE with conjunctivitis
photoelectric with p-value 0225 , 0247, 0869 and 0354. Working period and knowledge were not
risk factors of photoelectric conjunctivitis. Meanwhile duration of exposure was a risk factor of
photoelectric conjunctivitis. Workers with length of exposure more than 4 hours had 2.667 greater
risk of affected conjunctivitis photoelectric than workers with length of exposure ≤ 4 hours.
Key words : individu charateristics, conjunctivitis photoelectrica, welder.
PENDAHULUAN
Sektor informal saat ini
mengalami proses pertumbuhan yang
lebih pesat dibandingkan dengan sektor
formal, sehingga menjadi salah satu
penopang perekonomian di Indonesia.
Dari jumlah total tenaga kerja
Indonesia menurut BPS sebesar 116
juta orang pada tahun 2010, lebih dari
73 juta orang terserap ke sektor
informal.
Kebijakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Sektor informal
merupakan upaya kelima dari 15 upaya
kesehatan yang tercantum dalam
Undang-Undang No. 13 Tahun 1992
tentang Kesehatan. Salah satu
permasalahan kesehatan kerja di
Indonesia adalah 70-80% angkatan
kerja bergerak di sektor informal.
Sektor informal memiliki pola kegiatan
tidak teratur, baik dalam arti waktu,
permodalan maupun penerimaannya
serta pada umumnya tidak tersentuh
![Page 2: 1569-3076-1-SM](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020307/55cf98f5550346d0339aae75/html5/thumbnails/2.jpg)
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
oleh peraturan dan ketentuan yang
ditetapkan (Prihantoyo, 2003).
Penyakit Akibat Kerja (PAK)
adalah setiap penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
PAK sering dianggap sebagai “The
Silent Killer”, tidak saja merugikan
pekerja yang tanpa sadar telah
mengidap penyakit akibat
pekerjaan/lingkungan kerja, melainkan
juga mengakibatkan kerugian sosial
dan ekonomi serta menurunnya
produktivitas. Dalam pelaksanaan
pekerjaan sehari-hari, pekerja di
berbagai sektor akan terpajan dengan
risiko PAK. Risiko ini bervariasi mulai
dari yang paling ringan sampai yang
paling berat tergantung jenis
pekerjaannya.
Salah satu industri sektor
informal yang banyak terdapat di
Cilacap adalah industri pengelasan atau
bengkel las. Tiap wilayah kecamatan
yang terdapat di Kabupaten Cilacap
memiliki banyak bangkel las, di
Kecamatan Cilacap Tengah saja
terdapat kurang lebih 13 industri las
rumahan yang jumlah pekerja di tiap
bengkelnya tidak melebihi 12 orang.
Pengelasan merupakan proses
penyambungan antara dua keping
logam menjadi satu bentuk yang
diinginkan. Proses pekerjaan
pengelasan ini menimbulkan hasil
samping berupa asap las, gas Nitrogen
Oksida (NOX), gas Nitrogen Dioksida
(NO2), sinar infra merah dan sinar
ultraviolet. Sinar ultraviolet yang dihasilkan dari proses pengelasan
tersebut dapat merusak selaput
konjungtiva mata, dengan gejala mata
seakan-akan ada pasir di dalamnya
(A.R.Elkinton, 1996). Konjungtivitis
ialah radang pada konjungtiva yang
dapat disebabkan oleh bakteri,
klamidia, virus, parasit, riketsia, alergi
dan radiasi sinar ultraviolet
(fotoelektrik) (Sidarta Ilyas, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian
ketajaman penglihatan oleh
Trisnowiyanto tahun 2002 terhadap
pekerja pengelasan listrik di Pasar
Semanggi, Surakarta, didapatkan
intensitas cahaya las sebesar 289,7 –
348,0 luks, sebesar 23,08% responden
mengalami gangguan ketajaman
penglihatan ringan dan 30% responden
mengalami konjungtivitis (Bambang
Trisnowiyanto, 2002)
Walaupun memiliki dampak
baik dalam perekonomian masyarakat,
pengelasan juga memiiki dampak yang
buruk bagi kesehatan apabila proses
pengelasan tidak sesuai standar
operasional prosedur yang berlaku.
Industri sektor informal dengan skala
kecil, dengan permodalan kecil, dan
keuntungan yang tidak terlalu besar
menyebabkan pengelola usaha (baik
pemilik dan pekerja) lebih berfokus
pada hasil produksi yang didapatkan
dibandingkan dengan perhatian pada
kesehatan dan keselamatan kerja.
Peralatan dan perlengkapan
keselamatan yang seadanya
memperbesar peluang mereka terkena
penyakit akibat kerja maupun
kecelakaan kerja, apalagi jika ditambah
dengan kurangnya perhatian dan
kehati-hatian dalam bekerja.
Cara berfikir juga
mempengaruhi mereka dalam
memperhatikan kesehatan mereka. Selama mereka tidak terganggu,
keluhan kesehatan akan dianggap
lumrah atau biasa sehingga mereka
tidak akan membutuhkan pelayanan
kesehatan apabila gangguan kesehatan
yang mereka rasakan belum benar-
benar parah.
![Page 3: 1569-3076-1-SM](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020307/55cf98f5550346d0339aae75/html5/thumbnails/3.jpg)
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Pengelasan dengan berbagai
efek yang ditimbulkan dari hasil
samping yang didapatkan, pada sektor
informal yang pada umumnya tidak
tersentuh oleh pelayanan kesehatan
serta kurangnya perhatian tentang
keselamatan dan kesehatan oleh tenaga
kerja menjadi alasan pentingnya
penelitian ini dilakukan.
Survei pendahuluan yang
dilakukan pada 31 responden yang
diwawancarai 80,6% merasakan
gangguan pada mata sebelum, saat dan
sesudah bekerja berupa mata pedih,
mata berair berlebih, mata seperti
kemasukan pasir, mata terasa panas,
mata terasa gatal, penglihatan menjadi
buram dan perasaan pusing setelah
bekerja. 35,5% mengeluhkan gangguan
pernafasan dan 80% mengeluhkan
terjadinya pengelupasan kulit setelah
bekerja. Berdasarkan hasil tersebut
dapat dilihat proporsi responden yang
mengeluhkan gangguan pada
penglihatan terbanyak bila
dibandingkan dengan proporsi
responden yang mengeluhkan
gangguan pada kulit dan gangguan
pernafasan.
Gejala konjungtivitis yang
dirasakan oleh responden yang
diwawancarai merupakan
konjungtivitis fotoelektrik yang
merupakan penyakit yang ditimbulkan
oleh pekerjaannya karena responden
mengatakan keluhan akan hilang atau
tidak dirasakan apabila responden
berhenti atau libur melakukan pengelasan. Selain itu, gangguan yang
dirasakan tidak hanya dirasakan oleh
beberapa orang saja melainkan seluruh
pekerja mengaku merasakan gejala
tersebut apabila telah melakukan
pengelasan.
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis faktor – faktor yang
berhubungan dengan kejadian
kojungtivitis fotoelektrik pada pekerja
pengelasan. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai
masukan untuk meningkatkan jaminan
kesehatan kerja dengan mengambil
kebijakan yang sesuai.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di
industri pembuatan teralis (pengelasan)
sektor informal yang dilaksanakan pada
bulan November 2012. Jenis penelitian
ini adalah explanatory research dengan
pendekatan cross sectional, dalam hal
ini menggambarkan kejadian
konjungtivitis fotoelektrik pada
pekerja.
Populasi dalam penelitian ini
adalah pekerja pengelasan yang
terdapat di Kecamatan Cilacap Tengah
Kabupaten Cilacap yang bekerja
selama ≤8 jam per hari dengan jumlah
tenaga kerja sebanyak 31 orang, yang
keseluruhan berjenis kelamin laki-laki.
Sampel yang diambil merupakan total
populasi sebanyak 28 orang karena 2
orang pindah dan 1 orang sedang cuti.
Proses penelitian dilakukan
dengan dua tahapan yaitu observasi
penggunaan APD (goggle), jenis
pengelasan pada pekerja dan
wawancara pekerja untuk mengetahui
karakteristik pekerja (umur, lama
paparan, masa kerja) dan pengetahuan
mengenai dampak pengelasan terhadap
kesehatan.
Observasi penggunaan APD
dilakukan tiga kali dalam rentan waktu
yang berbeda. Tujuan observasi ini
adalah untuk mengamati apakah
pekerja selalu, kadang- kadang atau
![Page 4: 1569-3076-1-SM](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020307/55cf98f5550346d0339aae75/html5/thumbnails/4.jpg)
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
tidak menggunakan APD pada saat
bekerja.
Data yang diperoleh kemudian
dikumpulkan dan dianalisis dengan
analisis univariat dengan menggunakan
distribusi frekuensi dan analisis
bivariat, dengan jenis uji statistic
meliputi Shapiro Wilk dengan nilai p-
value < 0,05 untuk variabel dengan
skala data rasio (umur dan masa kerja)
dengan hasil data berdistribusi normal
dan uji korelasi yang digunakan adalah
koefisien biserial. Variabel bebas
berskala nominal (lama paparan)
dengan variabel terikat berskala
nominal menggunakan uji korelasi
fisher’s exact dan variabel berskala
ordinal (pemakaian APD, pengetahuan,
dan jenis pengelasan) dan variabel
berskala nominal (konjungtivitis)
menggunakan uji korelasi kendall’s
tau.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 Distribusi Frekuensi
Karakteristik Pekerja Pengelasan di
Kecamatan Cilacap Tengah
Kabupaten Cilacap 2012
No Variabel F (%)
1
Umur :
a. 21-30
b. 31-40
c. 41-50
8
16
4
28,6
57,1
14,3
2
Pendidikan :
a. SD
b. SMP
c. SMA/STM
3
9
16
10,7
32,2
57,1 3
Pengetahuan :
a. Dibawah
rata-rata
b. Diatas rata-
rata
17
11
60,7
39,3
4
Masa Kerja :
a. 0-9
18
64,3
b. 10-19
c. 20-29
8
2
28,6
7,1
Total 28 100,0
Berdasarkan tabel 1 rentang
umur responden terbanyak pada
rentang 31-40 tahun degan presentase
sebesar 57,1%. Kebanyakan pekerja
pengelasan di Kecamatan Cilacap
Tengah Kabupaten Cilacap 57,1%
merupakan lulusan SMA/STM. Pekerja
dengan pengetahuan dibawah rata-rata
memiliki presentase terbanyak sebesar
60,7%. Responden terbanyak terdapat
pada rentang 0-9 tahun sebanyak
64,3%.
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Lama
Paparan Sinar Ultraviolet Pada
Pekerja Pengelasan di Kecamatan
Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap
Tahun 2012
No Lama Paparan
(Jam) F (%)
1 ≤4 4 14,3
2 >4 24 85,7
Total 28 100.0
Berdasarkan tabel 2 dapat
diketahui bahwa responden dengan
lama paparan >4 jam perhari sebesar
85,7%.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi
Pemakaian APD Pekerja Pengelasan
di Kecamatan Cilacap Tengah
Kabupaten Cilacap Tahun 2012
No Pemakaian
APD F (%)
1 Tidak Pakai 0 0
2
3
Kadang-kadang
Selalu Pakai
6
22
21,4
78,6
Total 28 100.0
Berdasarkan tabel 3 dapat
diketahui bahwa 78,6 responden selalu
menggunakan APD ketika bekerja.
![Page 5: 1569-3076-1-SM](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020307/55cf98f5550346d0339aae75/html5/thumbnails/5.jpg)
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Jenis
Pengelasan yang Digunakan Pekerja
Pengelasan di Kecamatan Cilacap
Tengah Kabupaten Cilacap Tahun
2012
No Jenis
Pengelasan F (%)
1 Las Listrik 18 64,3
2 Las Asetilen 3 10,7
3 Keduanya 7 25
Total 28 100.0
Dapat dilihat pada tabel 4 jenis
pengelasan terbanyak yang digunakan
oleh responden yaitu las listrik
sebanyak 64,3%.
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Hasil
Pemeriksaan Konjungtiva Pekerja
Pengelasan di Kecamatan Cilacap
Tengah Kabupaten Cilacap Tahun
2012
No Hasil
Pemeriksaan F (%)
1 Positif
Konjungtivitis 16 57,1
2
Negatif
Konjungtivitis 12 42,9
Total 28 100.0
Hasil pemeriksaan yang
terdapat pada tabel 5 menjelaskan
bahwa 57,1% responden yang diperiksa
mengalami konjungtivitis fotoelektrik.
Tabel 9 Hasil Uji Bivariat Hubungan Umur, Masa Kerja, Pendidikan,
Pemakaian APD, Jenis Las dan Pengetahuan, dengan Konjungtivitis
Fotoelektrik Pada Pekerja Pengelasan Kecamatan Cilacap Tengah
Kabupaten Cilacap Tahun 2012
Variabel bebas Koefisien
korelasi P-value Makna
Umur -0,237 0,225 Tidak ada hubungan
Masa Kerja -0,462 0,013 Ada hubungan
Pendidikan -0,215 0,247 Tidak ada hubungan
Jenis Las 0,031 0,869 Tidak ada hubungan
Lama Paparan
Pemakaian APD
Pengetahuan
0,426
0,244
0,401
0,024
0,354
0,037
Ada hubungan
Tidak ada hubungan
Ada hubungan
Analisis Data
Berdasarkan tabel 9 setelah dilakukan
uji normalitas dengan menggunakan uji
statistic Shapiro Wilk didapatkan hasil
bahwa p-value umur adalah 0,880 dan
p-value masa kerja adalah 0,080 yang
>0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa seluruh data berdistribusi
normal.
Tabel 9 Normalitas Dengan
Menggunakan Uji Shapiro Wilk Test
Karena data berdistribusi
normal maka uji statistic yang
digunakan untuk mengetahui hubungan
karakteristik individu (umur, masa
kerja), dengan kejadian konjungtivitis
fotoelektrik menggunakan uji statistic
koefisien biserial.
Umur dengan Konjungtivitis
Fotoelektrik
Umur terkait dengan
kemampuan tubuh seseorang untuk
melakukan proses penyembuhan /
recovery. Proses penyembuhan pada
usia non produktif (lebih dari 45 tahun)
lebih lambat dibandingkan dengan
Umur Masa
Kerja
Asymp. Sig. (2-
tailed)
0,880 0,080
![Page 6: 1569-3076-1-SM](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020307/55cf98f5550346d0339aae75/html5/thumbnails/6.jpg)
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
proses penyembuhan pada usia
produktif. (Sidarta Ilyas, 2002)
Hasil penelitian dengan
menggunakan uji korelasi koefisien
biserial menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara umur dengan kejadian
konjungtivitis fotoelektrik. hasil ini
sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Aryani Pujiyanti.
Hasil tersebut dapat
dikarenakan konjungtivitis yang
disebabkan oleh radiasi sinar ultraviolet
merupakan penyakit akut yang dapat
timbul pada usia manapun, selama
individu tersebut menerima paparan
sinar ultraviolet dengan besar energi
radiasi tertentu selama 4-8 jam.
Lama Paparan dengan
Konjungtivitis Fotoelektrik
Lama paparan sinar ultraviolet
berkaitan dengan iradiasi efektif yaitu
besarnya radiasi yang diterima pekerja.
(Iyan Dharmawan, 1977). Tanda dan
gejala konjungtivitis akan muncul
setelah 4-6 jam dari paparan. Semakin
lama paparan maka efek yang diterima
semakin banyak maka kerusakan
jaringan semakin berat (Daniel
Vaughan, 1996).
Hasil penelitian dengan mengguanakan
uji Fisher exact ini menghasilkan
adanya hubungan antara lama paparan
dengan kejadian konjungtivitis
fotoelektrik. Perhitungan rasio prevalen
menghasilkan nilai 2,667 dimana
pekerja dengan lama paparan >4 jam
per hari memiliki risiko 2,667 lebih
besar dibandingkan pekerja dengan
lama paparan ≤4 jam per hari untuk
terkena konjungtivitis fotoelektrik.
Efek dari radiasi ultraviolet
yang dirasakan oleh pekerja pada tubuh
dapat kembali pulih selama pekerja
tidak terpapar ultraviolet dalam kurun
waktu 36-48 jam (Sidarta Ilyas, 2002).
Pemulihan yang terhenti karena
terjadinya paparan yang berulang dapat
menyebabkan semakin banyak
kerusakan yang ditimbulkan. Sehingga
pekerja beresiko mengalami gangguan
penglihatan yang lebih parah di
kemudian hari. Pada konjungtiva yang
telah mengalami reaksi akibat sinar
sinar ultraviolet, reaksi tersebut akan
semakin parah apabila mendapatkan
paparan dari asap las yang dihasilkan
pada proses pengelasan yang bersifat
iritatif.
Pemakaian APD dengan
Konjungtivitis Fotoelektrik
Uji korelasi menggunakan
fisher’s exact menghasilkan tidak
adanya hubungan antara pemakaian
APD dengan kejadian konjungtivitis
fotoelektrik. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Aryani
Pujiyanti.
Kacamata las (goggle) sangat
penting digunakan pada saat mengelas,
untuk melindungi mata dari radiasi
sinar ultra violet, sinar tampak dan
sinar inframerah (A. Bintoro, 1999).
Dalam penelitian ini, sebagian
besar responden yang mengalami
konjungtivitis berada dalam kategori
responden yang selalu menggunakan
APD saat bekerja. Seharusnya pekerja
yang menggunakan pelindung tidak
akan mengalami gangguan kesehatan.
Kemungkinan responden yang selalu
menggunakan APD tersebut tidak
menggunakan APD dengan baik dan
benar. Kemungkinan lain adalah karena
jenis kacamata yang digunakan
merupakan kacamata standart safety
saja, bukan kacamata goggle khusus
pengelasan ditambah tidak
menggunakan perisai/pelindung wajah.
![Page 7: 1569-3076-1-SM](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020307/55cf98f5550346d0339aae75/html5/thumbnails/7.jpg)
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Pengetahuan dengan Konjungtivitis
Fotoelektrik
Tingkat pengetahuan seseorang
tentang segala sesuatu yang dihadapi
tidak lepas dari status pendidikannya,
dimana seseorang mempunyai
pengaruh dalam berfikir dan bertindak
dalam menghadapi pekerjaannya.
Keberhasilan tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya ditentukan oleh tingkat
pengetahuan dan pengetahuan tenaga
kerja yang sangat ditentukan oleh
latihan yang diperoleh (Eko
Nurmianto, 2004).
Hasil uji korelasi antara
pengetahuan dengan kejadian
konjungtivitis menggunakan kendall’s
tau menghasilkan kesimpulan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan
dengan kejadian konjungtivitis.
Pekerja dengan pengetahuan
yang cukup diharapkan dapat bekerja
dengan baik sesuai prosedur dan
menjalankan pekerjaannya lebih hati-
hati agar terhindar dari kecelakaan
maupun penyakit akibat kerja. Dalam
penelitian ini didapatkan responden
yang mengalami konjungtivitis lebih
banyak pada kelompok responden yang
memiliki pengetahuan diatas rata-rata.
Hal tersebut kemungkinan dikarenakan
responden yang memiliki pengetahuan
yang lebih justru bekerja tidak lebih
hati-hati dibandingkan dengan
responden yang memiliki pengetahuan
dibawah rata-rata atau dengan
kemungkinan lain yaitu responden
menganggap enteng dampak pekerjaan
yang mereka lakukan terhadap
kesehatan mereka.
Jenis Pengelasan dengan
Konjungtivitis Fotoelektrik
Nilai signifikansi yang didapat
dari uji korelasi menggunakan
kendall’s tau >0,05 sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis las dengan
kejadian konjungtivitis fotoelektrik.
Tidak adanya hubungan antara
jenis las dengan kejadian konjungtivitis
fotoelektrik dapat dikarenakan jenis las
listrik yang digunakan oleh responden
menggunakan elektroda diameter kecil
sehingga menghasilkan tingkat energi
radiasi dan densitas luasan daya yang
besarnya tidak terlalu berbeda dengan
yang dihasilkan oleh las asetilen.
Penelitian di Amerika tahun
1987 tentang “Evaluasi bahaya
potensial dari radiasi optik pada
pengelasan listrik” menyatakan bahwa
tipe elektroda berdasarkan perbedaan
diameter dan tingkat ampere elektroda
mempengaruhi tingkat keparahan
konjungtivitis pada pekerja las listrik.
Pengelasan listrik diketahui memiiki
potensi bahaya radiasi sinar ultraviolet
terbesar dari elektrodanya bila
dibandingkan dengan pengelasan
dengan gas asetilen (F.A. Patty, 1991).
Masa Kerja dengan Konjungtivitis
Fotoelektrik
Masa kerja dapat
mempengaruhi seseorang terhadap
pekerjaan dan lingkungan dimana ia
bekerja. Semakin lama ia bekerja
semakin banyak pengalamannya. Hal
ini akan mempengaruhi persepsi, sikap,
melakukan pekerjaan yang lebih
terkontrol. Tenaga kerja baru biasanya
belum mengetahui secara mendalam
seluk beluk pekerjaan dan
keselamatannya, selain itu tenaga kerja
baru sering mementingkan selesainya
sejumlah pekerjaan yang diberikan
kepada mereka sehingga keselamatan
tidak cukup mendapatkan perhatian
(Silalahi Bennet, 1995).
![Page 8: 1569-3076-1-SM](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020307/55cf98f5550346d0339aae75/html5/thumbnails/8.jpg)
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Sedikit berbeda dengan
penelitian Ari Sigit Purnama yang
menyatakan pekerja dengan masa kerja
lebih dari 5 tahun memiliki
kemungkinan lebih besar mengalami
konjungtivitis dibandingkan dengan
responden dengan masa kerja ≤5 tahun
dan pekerja dengan masa kerja lebih
dari 5 tahun memiliki resiko 1,974
lebih besar untuk terkena konjungtivitis
fotoelektrik dibandingkan pekerja
dengan masa kerja kurang dari 5 tahun,
pada penelitian ini hubungan antara
masa kerja dengan kejadian
konjungtivitis merupakan hubungan
terbalik dimana pekerja dengan masa
kerja ≤ 5 tahun lebih banyak terkena
konjungtivitis fotoelektrik daripada
pekerja dengan masa kerja > 5 tahun.
Hal tersebut dapat dikarenakan
responden dengan masa kerja yang
lebih lama sudah terbiasa dengan
pekerjaannya sehingga lebih dapat
mengantisipasi kemungkinan terjadinya
penyakit akibat kerja.
Masa kerja terkait dengan
tingkat keparahan gangguan yang
dialami pekerja. Paparan sinar UV
dapat mengakibatkan gangguan akut
dan kronis. Paparan akut radiasi UV
misalnya, menyebabkan fotokeratitis
(welder’s flash eye atau arc eye) yang
ditandai dengan sensasi benda asing
pada mata (grittiness), fotofobia, mata
berair, blefarospasme dan nyeri.
Paparan kronis radiasi UV terkait
dengan prevalensi yang tinggi dan
perubahan jangka panjang di bagian
luar mata pada tukang las (K.G.Davies,
2007).
KESIMPULAN
Hasil analisis korelasi antara
umur, jenis las dan pemakaian APD
dengan kejadian konjungtivitis
fotoelektrik memiliki nilai p-value
masing-masing 0,025; 0,869 dan 0,354
sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara umur, jenis
las dan pemakaian APD dengan
kejadian konjungtivitis fotoelektrik.
Hasil perhitungan nilai signifikansi
pada uji korelasi antara masa kerja dan
pengetahuan dengan kejadian
konjungtivitis fotoelektrik masing-
masing sebesar 0,013 dan 0,037. Hal
ini menunjukan adanya hubungan
antara masa kerja dan pengetahuan
dengan konjungtivitis fotoelektrik. Uji
korelasi antara lama paparan dengan
kejadian konjungtivitis fotoeletrik
menghasilkan nilai signifikansi 0,024
dengan nilai rasio prevalen 2,667. Hal
ini menunjukan bahwa lama paparan
merupakan faktor risiko terjadinya
konjungtivitis dimana pekerja dengan
lama paparan >4 jam per hari memiliki
risiko 2,667 lebih besar untuk terkena
konjungtivitis dibandingkan dengan
pekerja dengan lama paparan ≤4 jam
per hari.
DAFTAR PUSTAKA
Bennet, Silalahi. Rumondang B,
Silalahi. 1995. Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta : Saptodadi.
Bintoro, A. 1999. Dasar – Dasar
Pekerjaan Las. Yogyakarta : Kanisius.
Dharmawan, Iyan. 1977. Referensi
Visual Terapi Empirik Infeksi Bakteri.
Jakarta: Elek Media Komputindo.
Elkinton, A.R dan P.T Khaw. 1996.
Petunjuk Penting Kelainan Mata.
Jakarta : EGC.
![Page 9: 1569-3076-1-SM](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020307/55cf98f5550346d0339aae75/html5/thumbnails/9.jpg)
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Ilyas, Sidarta. 2002. Ilmu Penyakit
mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
K. G. Davies, U. Asana, C. O. Nku and
E. E. Osim. 2007. Ocular Effects of
Chronic Exposure to Welding Light on
Calabar Welders. Nigerian Journal of
Physiological Sciences. Vol. 22, No. 1-
2, pp. 55-58.
Nurmianto, Eko. 2003. Ergonomi,
Konsep Dasar dan Aplikasi, Edisi
Pertama. Jakarta : Guna Wijaya.
Patty, F.A. 1991. Industrial Hygiene
and Toxicologi 4th
ed. New York :
John Wiley and Sons.
Prihantoyo. 2003. Potensi Bahaya
Faktor Fisik di Tempat Kerja. Makalah
Pelatihan Hiperkes. Dinas Transmigrasi
dan Tenaga Kerja. Yogyakarta.
Pujiyanti , Aryani. 2004. Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Konjungtivitis Pada Pekerja
Pengelasan Listrik Di Bengkel Radas
Jaya Semarang [Skripsi].
Purnama, Ari Sigit. 2008. Analisis
Faktor - Faktor Risiko Kejadiann
Konjungtivitis Fotoelektrik pada
Pekerja Pengelas di Sebuah
Perusahaan Karoseri PT. X Semarang
[skripsi].
Trisnowiyanto, Bambang. 2002.
Beberapa Faktor Yang Berhubungan
Dengan Ketajaman Penglihatan
Pekerja Las Listrik di Pasar Besi Tua
Semanggi Surakarta. Skripsi FKM
UNDIP. Semarang.
Vaughan,Daniel dan Taylor Asburg.
1996. Olflaktomologi umum jilid 1.
Jakarta : PT. Widya Medika.