1

6
1.2. Rumusan Masalah Dalam penyusunan ini penulisan memberikan batasan-batasan masalah, meliputi : 1. Eksploitasi Pendapatan Daerah 2. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap 3. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai 4. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah 5. Korupsi di Daerah 6. Potensi munculnya konflik antar daerah Masalah-masalah tersebut antara lain : 1. 1. Adanya eksploitasi Pendapatan Daerah 2. 2. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap 3. 3. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai 4. 4. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnyapelaksanaan otonomi daerah 5. 5. Korupsi di Daerah 6. 6. Adanya potensi munculnya konflik antar daerah Permasalahan tersebut dibahas lebih lanjut sebagai berikut : 2.2.1 Adanya eksploitasi Pendapatan Daerah Salah satu konsekuensi otonomi adalah kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengelolaan keuangannya, mulai dari proses pengumpulan pendapatan sampai pada alokasi pemanfaatan pendapatan daerah tersebut. Dalam kewenangan semacam ini sebenarnya sudah muncul inherent risk, risiko bawaan, bahwa daerah akan melakukan upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi, perolehan pendapatan daerah. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa daerah harus mempunyai dana yang cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun pembangunan. Daerah harus membayar seluruh gaji seluruh pegawai daerah, pegawai pusat yang statusnya dialihkan menjadi pegawai daerah, dan anggota legislatif daerah. Di samping itu daerah juga dituntut untuk tetap menyelenggarakan jasa-jasa publik dan kegiatan pembangunan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dengan skenario semacam ini, banyak daerah akan terjebak dalam pola tradisional dalam pemerolehan pendapatan daerah, yaitu mengintensifkan pemungutan pajak dan retribusi. Bagi pemerintah daerah pola ini tentu akan sangat gampang diterapkan karena kekuatan koersif yang dimiliki oleh institusi pemerintahan; sebuah kekuatan yang tidak applicable dalam negara demokratis modern. Pola peninggalan kolonial ini menjadi sebuah pilihan utama karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengembangkan sifat wirausaha (enterpreneurship).

description

rtetgery

Transcript of 1

1.2. Rumusan MasalahDalam penyusunan ini penulisan memberikan batasan-batasan masalah, meliputi :1. Eksploitasi Pendapatan Daerah2. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomidaerah yang belum mantap3. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai4. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah5. Korupsi di Daerah6. Potensi munculnya konflik antar daerah

Masalah-masalah tersebut antara lain :1. 1.Adanya eksploitasi Pendapatan Daerah2. 2.Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap3. 3.Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai4. 4.Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnyapelaksanaan otonomi daerah5. 5.Korupsi di Daerah6. 6.Adanya potensi munculnya konflik antar daerahPermasalahan tersebut dibahas lebih lanjut sebagai berikut :2.2.1 Adanya eksploitasi Pendapatan DaerahSalah satu konsekuensi otonomi adalah kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengelolaan keuangannya, mulai dari proses pengumpulan pendapatan sampai pada alokasi pemanfaatan pendapatan daerah tersebut. Dalam kewenangan semacam ini sebenarnya sudah munculinherent risk,risiko bawaan, bahwa daerah akan melakukan upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi, perolehan pendapatan daerah. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa daerah harus mempunyai dana yang cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun pembangunan. Daerah harus membayar seluruh gaji seluruh pegawai daerah, pegawai pusat yang statusnya dialihkan menjadi pegawai daerah, dan anggota legislatif daerah. Di samping itu daerah juga dituntut untuk tetap menyelenggarakan jasa-jasa publik dan kegiatan pembangunan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.Dengan skenario semacam ini, banyak daerah akan terjebak dalam pola tradisional dalam pemerolehan pendapatan daerah, yaitu mengintensifkan pemungutan pajak dan retribusi. Bagi pemerintah daerah pola ini tentu akan sangat gampang diterapkan karena kekuatan koersif yang dimiliki oleh institusi pemerintahan; sebuah kekuatan yang tidakapplicabledalam negara demokratis modern. Pola peninggalan kolonial ini menjadi sebuah pilihan utama karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengembangkan sifat wirausaha(enterpreneurship).Apakah upaya intensifikasi pajak dan retribusi di daerah itu salah? Tentu tidak. Akan tetapi yang jadi persoalan sekarang adalah bahwa banyak pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya. Pemerintah daerah telah kebablasan dalam meminta sumbangan dari rakyat. Buktinya adalah jika menghitung berapa item pajak dan retribusi yang harus dibayar selaku warga daerah. Jika diteliti, jumlahnya akan mencapai ratusan item.Beberapa bulan lalu berkembang sinisme di kalangan warga DKI Jakarta, bahwa setiap aktivitas yang mereka lakukan telah menjadi objek pungutan Pemda DKI, sampai-sampai buang hajat pun harus membayar retribusi. Pemda Provinsi Lampung juga bisa menjadi contoh unik ketika menerbitkan perda tentang pungutan terhadap label sebuah produk. Logika yang dipakai adalah bahwa label tersebut termasuk jenis papan reklame berjalan. Hal ini terlihat lucu. Karena tampaknya Pemerintah setempat tidak bisa membedakan mana reklame, sebagai bentuk iklan, dan mana label produk yang berfungsi sebagai identifikasi nama dan spesifikasi sebuah produk. Kedua, jika perda tersebut diberlakukan (sepertinya kurang meyakinkan apakah perda tersebut jadi diberlakukan atau tidak), akan timbul kesulitan besar dalam penghitungan dan pemungutan retribusi.Dengan dua contoh tersebut, penulis ingin mengatakan bahwa upaya pemerintah daerah dalam menggali pendapatan daerah di era otonomi ini telah melampaui batas-batas akal sehat. Di satu pihak sebagai warga negara kita harus ikut berpartisipasi dalam proses kebijakan publik dengan menyumbangkan sebagian kemampuan ekonomi yang kita miliki melalui pajak dan retribusi. Akan tetapi, apakah setiap upaya pemerintah daerah dalam memungut pendapatan dari rakyatnya hanya berdasarkan justifikasi semacam itu? Tidak adakah ukuran kepantasan, sejauh mana pemerintah daerah dapat meminta sumbangan dari rakyatnya?2.2.2 Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantapDesentralisasi adalah sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Tujuan otonomi daearah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya.Pemerintah hanya berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.Desentralisasi diperlukan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai wahana pendidikan politik di daerah. Untuk memelihara keutuhan negara kesatuan atau integrasi nasional. Untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dimulai dari daerah. Untuk memberikan peluang kepada masyarakat utntuk membentuk karir dalam bidang politik dan pemerintahan. Sebagai sarana bagi percepatan pembangunan di daerah. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Oleh karena itu pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi haruslah mantap.

Otonomi daerah diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan kebijakan nasional yang dapat mencegah kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional. Otonomi daerah juga merupakan sarana kebijakan politik dalam rangka memelihara keutuhan NKRI. Karena itu, dengan otonomi akan kembali memperkuat ikatan semangat kebangsaan serta persatuan dan kesatuan diantara segenap warga bangsa.

Otonomi daerah adalah sebuah proses dalam mengembalikan harkat dan martabat masyarakat daerah dan memberikan peluang pendidikan politikdalam rangka peningkatan kualitas demokrasi di daerah. Dalam ilmu administrasi Negara, otonomi daerah juga dapat menjadi suatu alat peningkatan efisiensi pelayanan publik didaerah dan peningkatan percepatan pembangunan daerah. Sehingga kita dapat meyakini bahwa nantinya seluruh proses ini akan mencipatakan pula cara berpemerintahan yang baik atau good governance.

Namun, implementasi kebijakan bukanlah suatu yang kederhana untuk dieksekusi. Karena implementasi kebijakan menyangkut interpretasi, organisasi dan dukungan sumber daya yang ada. Karena itulah muncul kesalahpahaman dari kebijakan otonomi daerah. Kesalahpahaman ini muncul dari berbagai kalangan, apakah itu akademisi, politisi ataupun masyarakat karena terbatasnya pemahaman umum perihal otonomi daerah ataupun argumentasi-argumentasi yang diajukan lebih merupakan argumentasi politik ketimbang argumentasi keilmuan.

Berikut beberapa kesalahanpahaman yang berkembang dimasyarakat. Pertama, otonomi dikaitkan semata-mata karena uang. Pemahaman yang ada dalam masyarakat adalah otonomi harus mencukupi segala kebutuhannya sendiri, terutama dalam bidang keuangan. Sehingga daerah terkesan belum siap dan belum mampu. UU NO.32 tahun 2004 belum diikuti dengan pelimpahan kewenangan dalam mencari uang dan subsidi dari pemerintah pusat. Efek negatif adalah maraknya manipulasi pajak atau pungutan. Alhasil, pemerintah daerah harus mampu menggunakan uang dengan bijaksana, tepat guna dan beorientasi kepada kepentingan masyarakat.

Kedua, dengan otonomi daerah maka pusat akan melepaskan tanggung jawabnya untuk membantu dan membina daerah. Pendapat ini sama sekali tidak benar. Pusat tetap memberikan bimbingan teknis penyelenggaraan pemerintahan kepada personil yang ada didaerah, ataupun dukungan keuangan. Hal yang terpenting adalah kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah harus disertai dengan dana yang jelas dan cukup berupa Dana Alokasi Umum, Khusus atau bantuan keuangan lainnya yang sangat berguna bila terjadi bencana alam yang sangat mengganggu roda perekonomian daerah.

Ketiga, dengan otonomi dapat melakukan apa saja. Hakikat dari otonomi daerah adalah agar daerah mampu menjalankan pemerintahan yang kreatif dan inovatif dalam rangka memperkuat NKRI, dengan berlandaskan norma kepatutan dan kewajaran dalam rangka tata kehidupan bernegara. Disamping itu kepentingan masyarakat haruslah menjadi patokan utama dalam formulasi kebijakan dan bukan sebaliknya, pemerintah daerah mengabaikan berbagai aturan dan norma yang berlaku dalam setiap kebijakannya atau bahkan tidak mengindahkan aspirasi masyarakat.

Keempat, otonomi daerah akan menciptakan raja-raja kecil didaerah dan memindahkan korupsi di daerah. Pendapat seperti ini dapat dibenarkan bila penyelenggara daerah, masyarakat dan dunia usaha menempatkan diri dalam kerangka system politik gaya lama yakni korupsi, kolusi dan nepotisme serta penyalahgunaan lainnya. Oleh karena itu, untuk menghindari pandang tersebut, pilar-pilar kekuatan politik dan pengutan demokrasi pada tingkat daerah haruslah memainkan perannya secara optimal. Pilar-pilar kekuatan madani itu seperti partai politik, media massa, mahasiswa, KPK, komisi ombudsman termasuk LSM control (corruption watch, parliament watch, court watch, police watch), dan lain-lain.

KESIMPULANOtonomi daerah sangat memiliki pengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan daerahnya. Apabila proses berlangsungnya otonomi daerah dilaksanakan secara asal asalan, maka output dari otonoi daerah tersebut akan menjadi buruk. Maka dari itu,good governancesangat diperlukan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintah Kota Malang masih belum menunjukanadanya otorisasi mengenai kebijakan yang dibuat atas dasar otonomi daerah. Kurangnya tata kelola daerah juga menimpa, ketidaksiapan pemerintah Kota Malang dalam memberdayakan masyarakatnya untuk mandiri dalam pembangunan ekonominya. PAD Kota Malang bahkan tidak menunjukkan adanya perubahan ke arah mandiri dalam mengoptimalisasikan sumber daya yang dimiliki, penghasilan daerah lebih banyak didapat dari dana perimbangan yang digelontorkan dari pemerintah pusat. Pemanfaatan ekonomi lokal dalam pembangunan ekonomi lokal juga kurang terbukti untuk mensejahterakan masyarakatnya.

2.7Kesalahpahaman terhadap Otonomi Daerah

Otonomi daerah diharapkan dapat mencegah desintegrasi nasional. Otonomi daerah dilakukan untuk memperkuat ikatan semangat kebangsaan, serta persatuan dan kesatuan antar warga negara, mengembalikan harkat dan martabat masyarakat di daerah, memberikan pendidikan politik untuk meningkatkan kualitas demokrasi di daerah, meningkatkan efisiensi pelayanan publik di daerah, mempercepat pembangunan daearh,dan pada akhirnya diharapkan mampu menciptakan cara pemerintahan yang baik.Namun dalam praktiknya kebijakan otda banyak menimbulkan kesalahpahaman dari berbagai kelompok masyarakat, diantaranya :Pertama, otonomi dikaitkan semata-mata dengan uang. Otonomi diguanakan untuk memenuhi dan mencakupi kehidupannya sendiri. Kedua, daerah belum siap dan belum mampu. Hal ini keliru, karena pemerintah daerah sudah terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam waktu yang sudah sangat lama dan berpengalaman dalam administrasi pemerintahan.Ketiga, Pemerintah pusat akan melepaskan tanggung jawabnya untuk membantu dan membina daerah. Pendapat ini salah, pemerintah pusat tetap bertanggung jawab memberi dukungan dan bantuan kepada daerah, baik dukungan keuangan maupun penyelenggaraan pemerintah. Setiap pemberian kewenangan dari pusat ke daerah harus diserati dana yang jelas dan cukup,apakah berbentuk Dana Alokasi Umum atau Dana Alokasi Khusus.Keempat, Daerah dapat melakukan apa saja. Daerah dapat menempuh segala bentuk kebijakan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan UU yang berlaku secara nasional. Disamping itu, kepentingan masyarakat merupakan landasan paling utama dalam mengambil kebijakan.Kelima, Otda akan menciptakan raja-raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi kedaerah.Hal ini benar, jika pemerintah daerah menempatkan diri dalam kerangka sistem politik orde baru. Untuk menghindari hal tersebut, pilar-pilar penegakan demokrasi dan masyarakat madani.