153274680-94887875-referat-kejang-demam

20
1

Transcript of 153274680-94887875-referat-kejang-demam

Page 1: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

1

Page 2: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

2

REFFERAT

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Oleh

Ima Damayanti

I11106024

Pembimbing

dr. Dedet Hidayati, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

RUMAH SAKIT UMUM DOKTER SOEDARSO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2012

Page 3: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

3

LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui refferat dengan judul :

“Kejang Demam Sederhana”

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Kesehatan Anak di SMF Anak

Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak

Pembimbing Laporan Kasus,

dr. Dedet Hidayati, Sp.A

Disusun oleh :

Ima Damayanti

Page 4: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

4

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia,

serta tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak.

Kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai

dengan 5 tahun. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18

bulan. Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam

sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah

kejang demam fokal, lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada

kejang demam sederhana kejang bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam

24 jam.

Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor

demam, usia, riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil),

riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan dan bayi berat lahir rendah).

Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka

kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh

sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Walaupun

prognosis kejang demam baik,bangkitan kejang demam cukup mengkhawatirkan

bagi orang tuanya. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan tingkah

laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik.

Pemberian antipiretik tanpa disertai pemberian antikonvulsan atau diazepam

dosis rendah tidak efektif untuk mencegah timbulnya kejang demam berulang.

Jenis obat yang sering digunakan adalah diazepam, fenobarbital, asam valproat

dan fenitoin.

Page 5: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal > 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Menurut consensus statment on febrile seizures kejang demam adalah suatu

kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun

berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial

atau penyebab tertentu.1 Definisi kejang demam menurut International

League Against Epilepsy (ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1

bulan yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan oleh infeksi

susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus

dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut lainnya misalnya karena

keseimbangan elektrolit akut.5,6

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.

Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami

kejang didahului dengan demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi

susunan saraf pusat atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 1,2

Anak yang pernah kejang tanpa demam kemudian mengalami kejang

demam kembali dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk

dalam definisi kejang demam. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup

untuk diagnosis kejang demam ialah 38 o

C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya

saat kejang berlangsung sering tidak diketahui.1,2

Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15

menit, fokal atau multipel (lebih daripada 1 kali kejang per episode demam)

sedangkan kejang demam sederhana ialah kejang demam yang berlangsung

singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang

berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal, kejang tidak

Page 6: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

6

berulang dalam waktu 24 jam. Kejadian kejang demam sederhana yaitu 80%

di antara seluruh kejang demam. 1,2

Jika kejang yang disertai demam terjadi selama lebih dari 30 menit baik

satu kali atau multipel tanpa kesadaran penuh diantara kejang maka

diklasifikasikan sebagai status epileptikus yang diprovokasi demam. Kejadian

ini berkisar 5 % dari keseluruhan kejang yang disertai demam.6

Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik,

prenatal dan perinatal. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan

atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.

Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi, terkadang kejang

terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi. Bila hal ini terjadi maka anak

tersebut memiliki resiko tinggi untuk berulangnya kejang. 1

Kejang demam diturunkan secara autosomal dominan sederhana. Banyak

pasien kejang demam yang orangtua atau saudara kandunnya menderita

penyakit yang sama. Faktor prenatal dan perinatal dapat berperan dalam

kejang demam. 1

B. EPIDEMIOLOGI

Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum

berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya sedikit

yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau

setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak

kejang demam lagi/ namun, beberapa pasien masih dapat mengalami kejang

demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun.1

Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada

anak umur kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam

dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah

kejang demam sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah 9-

10%.3

Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna.

Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang

Page 7: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

7

demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi

sebanyak 2-7%. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan

tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat

akademik.4

C. MANIFESTASI KLINIS

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang

klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah

kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi

setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar embali tanpa

defisit neurologis. Kejang demam kompleks dapat diikuti oleh hemiparesis

sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai

beberapa hari.1,8

Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapat

dilihat pada tabel berikut 4:

Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

D. FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM

Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam,

yaitu: demam, usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil,

riwayat pre-eklamsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan

toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan,

partus lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma

kepala).3,4

Page 8: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

8

1. Faktor demam.

Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8oC aksila atau

di atas 38,3oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab,

tetapi yang tersering pada anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus

merupakan penyebab terbanyak. Demam merupakan faktor utama

timbulnya bangkitan kejang. 4

Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang

dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada

kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan

suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan metabolisme

karbohidrat sebesar 10-15%, sehingga meningkatkan kebutuhan glukosa

dan oksigen. 4,9

Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk

jaringan otak. Pada keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi

sehingga menggangu fungsi normal pompa Na+. Permeabilitas membran

sel terhadap ion Na+ meningkat, sehingga menurunkan nilai ambang

kejang dan memudahkan timbulnya bangkitan kejang. Demam juga dapat

merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. 4,9

Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh

berkisar 38,9°C-39,9°C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu

tubuh 37°C-38,9°C sebanyak 11% dan sebanyak 20% kejang demam

terjadi pada suhu tubuh di atas 40oC.

4

2. Faktor usia

Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu 4:

1. Neurulasi

2. Perkembangan prosensefali

3. Proliferasi neuron

4. Migrasi neural

5. Organisasi

6. Mielinisasi.

Page 9: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

9

Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai

migrasi neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih

berlanjut sampai tahun-tahun pertama paskanatal. Kejang demam terjadi

pada fase perkembangan tahap organisasi sampai mielinisasi. Fase

perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila mengalami

bangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi.4

Pada keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor

untuk asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif,

sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak

belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi. 4,9

Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid

eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang

kadar CRH di hipokampus tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan

kejang apabila terpicu oleh demam. 4,9

Anak pada masa developmental window merupakan masa

perkembangan otak fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2

tahun. Pada masa ini, apabila anak mengalami stimulasi berupa demam,

maka akan mudah terjadi bangkitan kejang. 4,9

Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus

terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan

kejadian paling sering pada anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.4

3. Riwayat keluarga

Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan

kejang demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak

ditemukan sekitar 60-80%.

Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka

anaknya beresiko sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai

riwayat pernah menderita kejang demam maka resikonya meningkat

menjadi 59-64%. Sebaliknya apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai

Page 10: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

10

riwayat kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.

Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu

27% berbanding 7%.4

4. Faktor Prenatal dan Perinatal

Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat

mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan.

Komplikasi kehamilan diantaranya hipertensi dan eklamsia, sedangkan

gangguan pada persalinan diantaranya trauma persalinan. Hipertensi pada

ibu dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang sehingga

berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin, prematuritas dan

BBLR. Komplikasi persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebut

dapat mengakibatkan janin dengan asfiksia sehingga akan terjadi hipoksia

dan iskemia. Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus,

rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi,

sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai

seperti demam.4

5. Faktor Paskanatal

Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila

serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf

pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi

lainnya. Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan terjadinya

kejang. Di negara-negara barat penyebab yang paling umum adalah virus

Herpes simplex (tipe l) yang menyerang lobus temporalis.4

Selain infeksi, ditemukan bukti bahwa cedera kepala memicu kejadian

kejang demam pada anak sebesar 20,6%.

E. PATOGENESIS KEJANG DEMAM

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan

listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada

Page 11: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

11

neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel

syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran.

Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel.

Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan

istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial

membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan.

Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu 4 :

- Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,

misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan

pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi

hipoksemia.

- Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan

hipomagnesemia.

- Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan

dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang

berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat

akan menimbulkan kejang.

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan

bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan

demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen

akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang

memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat

yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan

sel saraf meningkat. 4

Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,

jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan

menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin

bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa

hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan

Page 12: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

12

hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena

kegagalan metabolisme di otak. 4

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut 4:

- Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang

belum matang/immatur.

- Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang

menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel.

- Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat

dan CO2 yang akan merusak neuron.

- Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta

meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan

gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya kejang demam

F. DIAGNOSIS

Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain

dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala,

Page 13: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

13

ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari

beberapa diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang

yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian meningitis pada kejang yang

disertai demam yaitu 2-5%. 6

Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi

pada sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola.

Lebih dari 50% kejadian kejang demam pada anak kurang dari 3 tahun

berhubungan dengan infeksi virus herpes (Human Herpes Virus 6 dan 7).6

Hal – hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu 11

:

- Adanya kejang, jenis kejang , kesadaran, lama kejang

- Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak

pasca kejang

- Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran

napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media akut/OMA, dll)

- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam

keluarga

- Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang

mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan

hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain 11

:

- Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran

- Suhu tubuh: apakah terdapat demam

- Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique,

Lasuque dan pemeriksaan nervus cranial

- Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB)

membonjol, papil edema

- Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran

pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain

sebagainya yang merupakan penyebab demam

- Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis11

Page 14: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

14

Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat

untuk dilakukan pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jika

terdapat komplikasi atau penyakit lain yang mendasari seperti gangguan

keseimbangan elektrolit yang berkaitan dengan dehidrasi akibat infeksi

saluran gastrointestinal. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan untuk

mencari penyebab demam diantaranya pemeriksaan kultur urin untuk melihat

ada tidaknya infeksi saluran kemih jika ternyata tidak ditemukan fokus

infeksi dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium,

fosfor, magnesium dan glukosa yang biasa dilakukan pada pasien kejang

tanpa demam juga kurang memberikan arti yang bermakna jika dilakukan

pada pasien kejang demam sederhana.7

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EEG

(elektroensefalogram). EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di

daerah belakang yang bilateral, sering asimetris kadang-kadang unilateral.

Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari

kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan 3 sampai 7 hari

setelah serangan kejang. Namun, perlambatan EEG ini kurang mempunyai

nilai prognostik dan kejadian kejang berulang dikemudian hari atau

perkembangan ke arah epilepsi. Saat ini sudah tidak dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan EEG pada pasien kejang demam sederhana karena

hasil pemeriksaan yang kurang bermakna.1

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis

karena manifestasi klinisnya tidak jelas, oleh karena itu pemeriksaan pungsi

lumbal harus dilakukan pada bayi berumur < 6-12 bulan, sangat dianjurkan

pada bayi berumur 12-18 bulan dan tidak rutin dilakukan pada bayi berumur

>18 tahun jika tidak disertai riwayat dan gejala klinis yang mengarah ke

meningitis.1,2,6,9

Page 15: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

15

Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi

kejang demam sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan pada

kejang demam kompleks sekalipun. Pemeriksaan radiologi misalnya

Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan untuk mengevaluasi ada

tidaknya kerusakan di otak misalnya di daerah hipokampus jika penyebab

kejang masih belum diketahui.

Secara umum, perlu tidaknya pemeriksaan penunjang dilakukan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini8:

Tabel 2. Pemeriksaan penunjang pada kejang yang disertai demam

Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjang

baik berupa pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karena

kejang demam sederhana didiagnosis berdasarkan gambaran klinis.

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding

kejang yang disertai dengan demam seperi meningitis.8 Diagnosis kejang

demam sederhana menurut konsensus ikatan dokter anak Indonesia yaitu jika

memenuhi kriteria sebagai berikut 2:

- Terjadi pada anak usia 6 bulan - 5 tahun

- Kejang berlangsung singkat, tidak melebihi 15 menit

- Kejang umumnya berhenti sendiri

- Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal

- Kejang tidak berulang dalam 24 jam

Page 16: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

16

G. TATA LAKSANA

Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu 1:

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pada waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang harus

dilakukan ialah membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkan

apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar

oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan

terapi oksigen dan jika perlu dilakukan intubasi. 1

Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan

dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air

hangat dan pemberian antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan

antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di

Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan ketika anak demam

(> 38,5oC). Dosis parasetamol yang digunakan ialah 10-15 mg/kgBB/kali

diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10

mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.2

Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang

diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam

darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secara

intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis

diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan

kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal

20 mg. Untuk memudahkan orangtua di rumah dapat diberikan diazepam

rektal dengan dosis 1,2

:

- 5 mg pada anak dengan berat badan < 10 kg

- 10 mg untuk berat badan anak > 10 kg

Page 17: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

17

Buccal midazolam (0.5 mg/kg; dosis maximal 10 mg) dikatakan lebih

efektif daripada diazepam per rektal pada anak.10

Tabel 3. Dosis obat anti konvulsi untuk kejang demam10

Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak pada

bagan berikut ini 12

:

Gambar 2. Tatalaksana kejang demam12

Page 18: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

18

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena sering

berulang dan menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2 cara

profilaksis yaitu proflaksis intermiten pada waktu demam dan profilaksis

terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari. 1

Untuk profilaksis intermiten, antikonvulsan hanya diberikan pada waktu

pasien demam. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk

ke jaringan otak. Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena

penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam

pada kenaikan suhu mencapai 38,5oC atau lebih yaitu dengan dosis

1:

- 5 mg untuk pasien dengan berat badan < 10 kg

- 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg

Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari

dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam

ialah ataksia, mengantuk dan hipotonia.1

Untuk profilaksis terus-menerus dilakukan dengan pemberian fenobarbital

4-5mg/kgBB/hari dengan kadar obat dalam darah sebesar 16µg/ml

menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang

demam. Efek samping fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel,

hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30-50% pasien. Efek

samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital.

Obat lain yang dapat digunakan yaitu asam valproat dengan dosis 15-40

mg/kgBB/hari. Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan

kejang demam. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2

tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2

bulan. 1

Adapun indikasi profilaksis terus-menerus yaitu sebagai berikut 1:

- Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis

atau perkembangan

Page 19: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

19

- Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara

kandung

- Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologis sementara dan menetap

- Kejang demam terjadi pada bayi berumur < 12 bulan atau terjadi

kejang multipel dalam satu episode demam

H. PROGNOSIS

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan. Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien

yang memang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif

melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini

biasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang baik fokal

atau kejang umum. 2,5

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko

berulangnya kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat

kejang pertama < 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang (<40°C) dan

timbulnya kejang yang cepat setelah demam. Bila semua faktor tersebut

terpenuhi maka resiko berulangnya kejang demam 80 % sedangkan bila tidak

terdapat faktor tersebut resikonya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang

paling besar pada tahun pertama.2,5

Page 20: 153274680-94887875-referat-kejang-demam

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetomenggolo, T.S., (1998), Kejang Demam dalam Buku Ajar Neurologi,

IDAI, Jakarta.

2. Pusponegoro, H.D., Widodo, D.P., Ismael, S., (2006), Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan

Dokter Anak Indonesia, Jakarta.

3. Kusuma, D., Yuana I., (2010), Korelasi antara Kadar Seng Serum dengan

Bangkitan Kejang Demam, (Tesis), Magister Ilmu Biomedik dan Program

Pendidikan Dokter Spesialis 1, Ilmu Kesehatan Anak, Universitas

Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.

4. Fuadi, F., (2010), Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak,

(Tesis), Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.

5. Jones, T., Jacobsen, S.J., (2007), Childhood Febrile Seizures: Overview and

Implications, Int. J. Med. Sci. 4(2):110-114.

6. Wolf, P., Shinnar, S., (2005), Febrile Seizures in Current Management in

Child Neurology, Third Edition. BC Decker Inc.

7. Srinivasan, J., Wallace, K.A., Scheffer, I.E., (2005), Febrile Seizures,

Australian Family Physician, Vol. 34, No. 12: 1021-1025.

8. Scheffer, I.E., Sadleir, L.G., (2007), Febrile Seizures, BMJ;334;307-311.

9. Bahtera, T., (2006), Pengelolaan Kejang Demam, Neurologi Anak, FK

UNDIP, Jawa Tengah.

10. Ministry of Health Service, (2010), Guidelines and Protocols : Febrile

seizures, British Columbia Medical Assosiation.

11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter

anak Indonesia Jilid 1.

12. Mangunatmadja, I., Widodo, D.P., (2011), Simposium dan Workshop Tata

Laksana Terkini Kejang Demam dan Epilepsi pada Anak, Ikatan Dokter Anak

Indonesia Cabang Kalimantan Barat.