15 1 14 Manuscript
-
Upload
meikhel-alexander -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
description
Transcript of 15 1 14 Manuscript
HUBUNGAN KETERATURAN PEMAKAIAN KACAMATA DENGAN PROGRESIFITAS KELAINAN REFRAKSI
Penulis:Maria Christiningrum030.10.170
Alamat:Komplek Bumi Menteng Asri Jl. Terapi Raya No. AE-9 Bogor Barat – Bogor 16111Departemen Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa, Grogol, (Kampus B) Jakarta 11440
Korespondensi:Maria ChristiningrumKomplek Bumi Menteng Asri Jl. Terapi Raya No. AE-9 Bogor Barat – Bogor [email protected]
1
ABSTRAK
Hubungan keteraturan pemakaian kacamata dengan progresifitas kelainan refraksi
LATAR BELAKANG
Anak usia antara 5 sampai 15 tahun memiliki risiko lebih besar mengalami kelainan refraksi mata. Salah satu pendekatan untuk mengoreksi kelainan refraksi mata adalah dengan menggunakan kacamata yang sesuai. Oleh karena pentingnya pengaruh pemakaian kaca mata pada anak sekolah terhadap perbaikan refraksi, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keteraturan pemakaian kacamata dengan tingkat progresifitas, khususnya pada murid sekolah menengah pertama.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan studi observasional yang mengikutsertakan 51 murid di Jakarta Pusat. Data dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuisioner yang meliputi jenis kelamin, faktor herediter kelainan refraksi, lama pemakaian kacamata, keteraturan penggunaan kacamata (pada saat menonton TV, membaca buku, dan pada saat beraktifitas), kebiasaan posisi membaca, serta lamanya aktifitas mata untuk membaca dan menonton TV di rumah. Pengukuran tingkat kelainan refraksi dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan visus. Analisis data dengan menggunakan SPSS for Windows versi 17.0 dan tingkat kemaknaaan yang digunakan besarnya 0,05.
HASIL
Analisis korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna dari keteraturan pemakaian kacamata, posisi baca, dan lama aktifitas mata dengan progresifitas kelainan refraksi, akan tetapi progresifitas berkaitan dengan derajat kelainan refraksi yang sudah dimiliki. Semakin berat derajat miopi semakin progresif pula kelainan refraksi tersebut. (p=0.05)
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang kuat antara keteraturan pemakaian kacamata dengan progresifitas kelainan refraksi akan tetapi pemakaian
2
kacamata tetap diperlukan sebagai pengendali agar tidak memperburuk kelainan refraksi yang sudah dimiliki sehingga tidak memperbesar progresifitas.
Kata kunci : Kelainan refraksi, progresifitas, miopi, astigmatisma, kacamata
ABSTRACT
Relations order wearing Glasses on reducing refractive error progressivity
BACKGROUND
The school age children, between 5 to 15 years old have higher risk to eye refractive error. One of approach to correct the eye refractive error is using proper eye glasses fit to its level. Glasses which used properly will help overcome refractive error. The important of influence on using glasses on school children with impact on refractive improvement is the background of this research, with specific goal to understand the correlation between glasses application regularity with progressivity level especially on junior high school student.
METHODS
This research is an analytical research with observational study on 51 junior high school students at Central Jakarta. Data collected by questioners containing gender, hereditary factor on refractive error, glasses applying time, glasses application regulatory (during watching TV, book reading, and normal activity), body position during reading, and time duration of eye activity on reading and watching TV at home. Refractive level measurement is being done by visual examination. Data analysis conducted by using SPSS for Windows 17.0 with significant level 0.05.
RESULTS
Analysis of statistic shows there is no correlation between wearing glasses regularity, reading position, a time of eye activity and the progressivity in refractive error. Progressivity disorder associated with degrees of refraction. The more severe myopia degree, refractive error will be more progressive. (p=0.05)
CONCLUSIONS
3
This research shows that there is no significant correlation between glasses regularity application and progression of refractive error. Using eye glasses is needed to control deterioration of refractive error.
Keywords: Refractive error, progressivity, myopia, astigmatism, eyeglasses
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Mata adalah organ penglihatan dan penerima cahaya. Gangguan penglihatan
berupa kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab terbanyak dari keseluruhan
menurunnya kemampuan visual dan menjadi penyebab kedua utama dari kebutaan
yang dapat disembuhkan.1 Dunia telah memberikan perhatian yang cukup serius
mengenai masalah gangguan penglihatan pada anak karena angka kesakitannya
terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat tinggi.2
Anak usia sekolah antara 5 sampai dengan 15 tahun memiliki risiko lebih besar
mengalami kelainan refraksi mata karena pada usia ini terjadi tahap pertumbuhan
fisik yang aktif dan cenderung terjadi ketegangan non-fisik karena tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan akademiknya.3 Salah satu pendekatan untuk mengoreksi
kelainan refraksi mata adalah dengan menggunakan kacamata yang sesuai dengan
tingkat kelainan refraksi mata. Banyak peneliti telah melakukan penelitian tentang
kelainan refraksi mata, dengan obyek penelitian berbeda yang meliputi : prevalensi
kelainan refraksi di wilayah tertentu, progresifitas dan perkembangan miopia, faktor-
4
faktor penggunaan lensa, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penurunan visus
dan lain-lain. Namun demikian penelitian yang melibatkan perilaku atau keteraturan
penggunaan kacamata terhadap kelainan refraksi belum banyak dilakukan. Demikian
pula faktor-faktor keteraturan pemakaian kacamata, kebiasaan belajar dengan tiduran,
posisi membaca dengan jarak yang terlalu dekat dan kebiasaan lamanya menonton
televisi cenderung dapat sebagai faktor pemicu atau memperburuk kejadian gangguan
penurunan ketajaman penglihatan pada anak.7 Pentingnya pengaruh pemakaian kaca
mata pada anak sekolah terhadap perbaikan refraksi mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Keteraturan Pemakaian Kacamata
Dengan Tingkat Progresifitas Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
Wilayah Jakarta Pusat”
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel di SMP Wilayah Jakarta
Pusat. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2013. Populasi penelitian
ialah siswa-siswi SMP di Wilayah Jakarta Pusat yang mengalami kelainan refrakasi.
Sampel penelitian adalah siswa-siswi SMP wilayah Jakarta Pusat yang
mengalami kelainan refraksi dan memakai kacamata. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah consecutive non-random sampling dimana seluruh subyek
yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria dimasukkan ke penelitian
sampai jumlah sampel terpenuhi. Kriteria inklusi penelitian ini yakni siswa-siswi
5
yang memakai kacamata minimal 1 tahun dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria
eksklusi yakni siswa-siswi yang menggunakan pengoreksi kelainan refraksi selain
kacamata atau sudah melakukan perbaikan kelainan refraksi dengan tindakan operatif
Data pada penelitian ini diperoleh dengan pemeriksaan menggunakan lensa uji
coba, bingkai uji coba dan kartu Snellen. Data tambahan didapatkan dari kuesioner
yang telah divalidasi dan wawancara yang dilakukan pada subjek. Subjek akan
diminta untuk melakukan pemeriksaan visus kemudian menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang dicantumkan dalam kuesioner yang telah divalidasi.
Penelitian ini akan menggunakan analisis statistic deskriptif maupun induktif.
Alat analisis yang digunakan adalah : uji t, uji F. Jika hasil tidak memuaskan maka
akan digunakan metoda Chi Square (metoda non-parametrik). Tingkat kepercayaan
yang digunakan adalah 95% (α = 0,05). Uji hubungan diupayakan menggunakan
metoda statistik parametrik dan non-parametrik. Analisis ini menggunakan SPSS for
Windows versi 17.0.
Hasil
Dari keseluruhan siswa-siswi yang berjumlah 128 orang di SMP Santo
Bellarminus Jakarta Pusat dilakukan pemeriksaan dan didapatkan 51 orang yang
memenuhi kriteria inklusi dan kemudian mendapatkan lembar kuisioner.
Karakteristik subjek pada penelitian ini dapat dilihat pada table 5.1
Tabel 5.1 Karakteristik subjek penelitian
6
Variabel Jumlah Persentase
Jenis Kelamin
Laki-laki 28 54.9
Perempuan 23 45.1
Kelompok tingkat kelas
Kelas 1 17 33.3Kelas 2 20 39.2Kelas 3 24 38.9
Faktor genetik
Salah satu orang tua berkacamata 30 39.2
Kedua orang tua berkacamata 13 25.5
Kedua orang tua tidak berkacamata 18 35.3
Lama penggunaan kacamata
<3 tahun 18 35.3
>3 tahun 33 64.7
Tingkat kelainan refraksi
Ringan 35 68.6
Menengah 10 19.6
Berat 6 11.8
Dari hasil tabel frekuensi di atas dapat murid kelas 3 paling banyak
didapatkan mengalami kelainan refraksi sebanyak 24 murid (38.9%). Siswa-siswi
yang mengalami kelainan refraksi juga dilihat berkaitan dengan faktor herediter dari
ayah dan ibunya yang jga memakai kacamata dengan lensa negatif. Didapatkan
distribusi paling banyak ditemukan pada mereka yang memiliki salah satu orang tua
yang berkacamata untuk membantu penglihatan jarak jauh sebanyak 30 murid
(39.2%). Lama pemakaian kacamata. Didapatkan kebanyakan dari siswa-siswi sudah
7
memakai kacamata untuk melihat jauh cukup lama yaitu lebih dari 3 tahun sebanyak
33 murid (64.7%). Dapat dikatakan bahwa mereka sudah mengalami kelainan refraksi
sejak menduduki sekolah dasar. Subjek penelitian terbanyak mengalami tingkat
kelainan refraksi ringan sebanyak 38 murid (68.6%)
Tabel 5.2 Karakteristik subjek berdasarkan kebiasaan penggunaan kacamata
Jumlah Persentase
Pada saat baca buku
Selalu tidak memakai 6 11.7Lebih sering tidak memakai 15 29.4Lebih sering memakai 9 17.7Selalu memakai 21 41.2
Pada saat beraktifitas
Selalu tidak memakai 5 9.8Lebih sering tidak memakai 19 37.3Lebih sering memakai 12 23.5Selalu memakai 15 29.4
Pada saat menonton TV
Selalu tidak memakai 8 15.7Lebih sering tidak memakai 9 17.6Lebih sering memakai 5 9.8Selalu memakai 29 56.9
Kebiasaan posisi baca
Selalu tiduran/rebahan 11 21.6Lebih sering tiduran/rebahan 10 19.6Lebih sering duduk 19 37.2Selalu duduk 11 21.6
8
Waktu baca buku
<2 jam 27 52.92-3 jam 15 29.5>3 jam 9 17.6
Waktu menonton TV
<2 jam 14 27.42-3 jam 29 56.8>3 jam 8 14.8
Keteraturan pemakaian kacamata pada saat membaca buku dari 51 murid
yang memakai kacamata didapatkan murid yang selalu memakai kacamata pada saat
membaca buku memiliki presentase paling besar sebanyak 21 murid (41.2%), murid
yang lebih sering tidak memakai kacamata saat beraktifitas memiliki presentase
paling besar sebanyak 19 murid (37.2%), murid yang selalu memakai kacamata pada
saat menonton TV memiliki presentase paling besar sebanyak 29 murid (56.9%), 19
murid (37.2%) lebih sering duduk dan jumlah ini menempati presentasi yang paling
besar
Murid-murid yang menonton TV 2-3 jam per hari memiliki presentase paling
besar sebanyak 29 murid (56.8%). Murid-murid yang membaca buku kurang dari 2
jam per hari lebih dominan sebanyak 27 murid (52.9%). Dari pengamatan ini dapat
diketahui bahwa siswa-siswi lebih banyak meluangkan waktunya untuk menonton TV
dibandingkan dengan mambaca buku selama di rumah.
Tabel 5.3 Hasil progresifitas
Variabel Progresifitas Kelainan Refraksi
p pearson
p Spearman
9
Progresif(n=35)
Tidak progresif(
n=16)N (%) N (%)
Pada saat baca buku Selalu tidak memakai 4 11.4 2 12.5 0.760 0.752 Lebih sering tidak memakai 10 28.6 5 31.3 Lebih sering memakai 6 17.1 3 18.8 Selalu memakai 15 42.9 6 37.5Pada saat beraktifitas Selalu tidak memakai 2 5.7 3 18.8 0.281 0.297 Lebih sering tidak memakai 13 37.1 6 37.5 Lebih sering memakai 9 25.7 3 18.8 Selalu memakai 11 31.4 4 25Pada saat menonton TV Selalu tidak memakai 5 14.3 3 18.8 0.281 0.248 Lebih sering tidak memakai 5 14.3 4 25 Lebih sering memakai 3 8.6 2 12.5 Selalu memakai 22 62.9 7 43.8Kebiasaan posisi baca Selalu tiduran/rebahan 6 17.1 5 31.3 0.692 0.762 Lebih sering tiduran/rebahan 9 25.7 1 6.3 Lebih sering duduk 12 34.3 7 43.8 Selalu duduk 8 22.9 3 18.8Waktu baca buku <2 jam 15 42.9 12 75 0.088 0.059 2-3 jam 13 37.1 2 12.5 >3 jam 7 20 2 12.5Waktu menonton TV <2 jam 9 27.5 5 31.3 0.688 0.744 2-3 jam 22 56.9 7 43.8 >3 jam 8 15.7 4 25
Dari hasil output diatas tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara
progresifitas kelainan refraksi dengan keteraturan pemakaian kacamata pada saat
10
membaca buku, menonton TV, beraktifitas, dan kebiasaan posisi baca serta lamanya
aktifitas mata di rumah.
Pada saat penelitian, peneliti melihat hubungan lain yang menarik, disini peneliti
mencoba melihat hubungan antara progresifitas kelainan refraksi dengan tingkat kelainan
refraksi dan ternyata hasil korelasi menunjukkan terdapat adanya hubungan lemah antara
progresifitas dengan tingkat kelainan refraksi. Didapatkan dari uji kemaknaan pada uji
Pearson dan uji Spearman sebesar 0.051 dan 0.051.
Variabel
Progresifitas Kelainan Refraksi
p pearson
p SpearmanProgresif(
n=35)
Tidak progresif(
n=16)N (%) N (%)
Tingkat kelainan refraksiRingan 21 60 14 87.5 0.051 0.051Menengah-berat 14 22.9 2 12.5
Pembahasan
Dari penelitian ini didapatkan 51 siswa-siswi yang menggunakan kacamata
dari total keseluruhan adalah 128 murid. Lebih dari sepertiga siswa didapatkan
berkacamata. Penderita miopi lebih besar dimiliki oleh para murid laki-laki. Hal ini
tidak serupa dengan penelitian yang pernah dilakukan di Yzad, Iran Tengah, dan
China yang mendapatkan bahwa prevalensi kelainan refraksi khususnya miopia lebih
banyak ditemukan pada subjek wanita. (2, ms word, 6 pdf, 5,8) Akan tetapi terdapat juga
penelitian yang mendapatkan presentase subjek laki-laki pengidap miopi sedikit lebih
11
banyak dari pada subjek perempuan seperti penelitian yang sudah dilakukan oleh
Mohammad Alam(6)
Didapatkan 30 murid (39.2%) dari mereka yang memakai kacamata memiliki
salah satu orang tua yang juga memakai kacamata minus dan menempati presentase
paling besar. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada riset yang pernah
dilakukan dipaparkan bahwa siswa yang memiliki kedua orang tua memakai
kacamata baca jarak jauh cenderung memiliki tingkat kelainan refraksi yang lebih
besar. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Elliott at al. yang menyebutkan
heritabilitas pada miopi derajat berat menunjukkan bahwa ada signifikan komponen
genetik untuk menjelaskan varians dan populasi.
Di dapatkan dari hasil penelitian ini progresifitas mata kanan memiliki nilai
rata-rata -0.46 D per tahun dan rata-rata progresifitas mata kiri adalah -0.50 D
pertahun. Karena hasil dari progresiftas ini keduanya dalah diatas 0.4 D pertahunnya,
maka dapat dikatakan bahwa kelainan refraksi miopi rata-rata bersifat progresif. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan di Hongkong. Tingkat
progresifitas di Asia yang cebderung lebih tinggi mungkin disebabkan oleh interaksi
kompleks antara faktor genetik dan lingkungan.14 Dalam hal keteraturan
pemakaian kacamata pada saat aktifitas dari 51 murid yang memakai kacamata
didapatkan 19 murid (37.3%) lebih sering tidak menggunakan kacamata dan memiliki
presentase paling besar. Sebuha studi penggunaan sontonan di daerah perkotaan dan
pedesaaan di Andhra Pradesh oleh Dandona et al. melaporkan bahwa orang-orang
12
yang tidak menggunakan kacamata mereka melakukannya karena : mereka percaya
resep itu tidak tepat, mereka merasa kacamata tersebut tidak nyaman, atau mereka
tidak mampu membelinya karena alasan ekonomi. Beberapa penderita kelainan
refraksi percaya bahwa kacamata melemahkan mata dan memakainya hanya ketika
hal itu perlu atau untuk acara-acara khusus. (3, ms word)
Pada saat membaca buku, kebanyakan dari mereka selalu memakai kacamata
sebanyak 41%. Dilihat dari keteraturan pemakaian kacamata pada saat menonton tv
didapatkan jawaban terbanyak adalah selalu memakai kacamata. Waktu menonton tv
di rumah terbanyak adalah 2-3 jam yang didapatkan dari 29 murid (56.8%). 27 murid
(52.9%) memiliki waktu kurang dari 2 jam dalam membaca buku.
Dari hasil korelasi progresifitas dengan keteraturan pemakaian kacamata pada
saat mambaca buku, menonton TV, beraktifitas tidak ditemukan pada penelitian ini,
demikian pula hubungan progresifitas dengan kebiasaan posisi baca dan lamanya
wakti mambaca serta menonton TV di rumah. Penelitian sebelumnya lebih
menekankan pengaruh pada jarak membaca dekat atau bekerja dengan jarak mata
yang terlalu dekat yang sulit untuk diteliti pada penelitian ini.
Peneliti juga melakukan pengamatan terhadap variabel lainnya yang
didapatkan pada kuisioner dan pemeriksaan yang telah dilakukan, ternyata didapatkan
keterkaitan atau hubungan yang kuat diantara variabel-variabel tersebut yang semula
tidak menjadi tujuan dalam penelitian ini.
13
Dari hasil korelasi ternyata didapatkan hubungan antara progresifitas dengan
tingkat kelainan refrakasi dimana semakin berat derajat miopi semakin progresif pula
kelainan refraksinya. Pada penelitian ini, seluruh murid yang memiliki miopi derajat
berat atau 6 orang dari 51 murid, memiliki kelainan refraksi yang progresif. Miopi
dengan derajat lebih tinggi pada usia dini berhubungan langsung dengan progresifitas
miopi yan lebih besar pula. Sejauh ini, berbagai penelitian mendukung hipotesis
bahwa miopi pada anak memiliki perubahan yang lebih besar daripada mereka yang
tidak memiliki rabun jauh.14
Kesimpulan
Berdasarkan jenis kelamin, Didapatkan 28 orang siswa (54.9%) dan 23 orang
siswi (45.1%) yang mengalami kelainan refraksi miopi dan astigmatisma. Umur yang
diambil pada penelitian ini berkisar antara 11-15 tahun dari kelas 1, 2, dan 3.
Sebanyak 30 murid (39.2%) memiliki ayah atau ibu yang berkacamata minus. Lama
pemakaian kacamata rata-rata adalah lebih dari 3 tahun.
Dari perilaku keteraturan penggunaan kacamata 51 yang menjadi subjek
didapatkan presentase terbanyak pada 21 murid (41.2%) selalalu memakai kacamata
pada saat membaca buku. Murid yang lebih sering tidak memakai kacamata saat
beraktifitas memiliki presentase paling besar yakni 19 murid (37.2%). Hal ini
kemungkinan dipengaruhi beberapa alasan, antara lain mereka percaya resep itu tidak
14
tepat, mereka merasa kacamata tersebut tidak nyaman, atau mereka tidak mampu
membelinya karena alasan ekonomi. Keteraturan pemakaian kacamata pada saat
menonton TV didapatkan murid yang selalu memakai kacamata pada saat menonton
TV memiliki presentase paling besar sebanyak 29 murid (56.9%). Keteraturan
pemakaian kacamata dengan progresifitas miopi dan astigmatisma tidak memiliki
korelasi yang bermakna, akan tetapi pemakaian kacamata dapat membantu penderita
kelainan refraksi mengurangi perburukan dari kelainan refraksi tersebut.
Dari kebiasaan posisi membaca pada siswa-siswi dalam sampel ini didapatkan
19 murid (37.2%) lebih sering duduk dan jumlah ini menempati presentasi yang
paling besar. Murid-murid yang menonton TV 2-3 jam per hari memiliki presentase
paling besar sebanyak 29 murid (56.8%). Murid-murid yang membaca buku kurang
dari 2 jam per hari lebih dominan sebanyak 27 murid (52.9%). Dari pengamatan ini
dapat diketahui bahwa siswa-siswi lebih banyak meluangkan waktunya untuk
menonton TV dibandingkan dengan mambaca buku selama di rumah. Tidak terdapat
hubungan antara progresifias dengan posisi pada saat murid menonton televisi dan
lamanya waktu menonton tv dan membaca buku.
Pada saat penelitian, peneliti melihat hubungan lain yang menarik, disini
peneliti mencoba melihat hubungan antara progresifitas kelainan refraksi dengan
derajat kelainan refraksi dan ternyata dari hasil korelasi didapatkan hubungan antara
progresifitas dengan tingkat kelainan refrakasi dimana semakin berat derajat miopi
semakin progresif pula kelainan refraksinya.
15
UCAPAN TERIMAKASIH
1. Dr. Suripriastuti, DAP&E, MS, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti
2. Dr Rita Khairani, MKes, SpP, selaku dosen pembimbing penulisan skripsi
yang telah menuangkan waktu untuk memberikan pengarahan akademis dan
dukungan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang telah membantu
dan memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi.
4. Ayahanda FX. Chrisnanto, dan ibunda Irmina Sri Wahyuningrum. Rasa
terimakasih sebanyak-banyaknya atas segala dukungan mengenai
penyelesaian skripsi. Baik secara moril maupun materil serta senantiasa
mendengar segala keluh kesah dalam menghadapi berbagai kesulitan.
Semoga ananda dapat membahagiakan dan membalas kebaikan kalian.
5. Teman-teman seangkatan di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang
senasib dan seperjuangan. Sebuah kebahagiaan menjadi salah satu bagian dari
kalian.
6. SMP Santo Bellarminus Jakarta Pusat yang telah memberikan izin dalam
penelitian mengenai skripsi dan membantu memberikan kontribusi mengenai
pengadaan penelitian.
7. Kepala sekolah, guru-guru, serta segenap karyawan yang memberikan
bantuan dalam pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
8. Semua pihak yang memberikan kontribusi mengenai penelitian ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
16