14044745 Faktorfaktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Di Desa Sibowi...
Transcript of 14044745 Faktorfaktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Di Desa Sibowi...
B A B I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Keluarga Berencana Nasional telah diawali dan dicanangkan
oleh pemerintah pada tahun 1974. Tujuan dari pada pemerintah tersebut untuk
mengurangi jumlah penduduk dan juga untuk mengurangi tingkat kematian pada
ibu hamil dan bayi yang dilahirkan.
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan
preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui
demikian. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan KB, pelayanan tersebut harus
disediakan bagi wanita dengan cara menggabungkan dan memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan reproduksi utama dan yang lain. Juga responsif terhadap
berbagai tahap kehidupan reproduksi wanita. Peningkatan dan perluasan
pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang
dialami oleh wanita (Herti, 2008 : 16). Sembilan puluh sembilan persen (99%)
kesakitan pada wanita yang mengalami kehamilan terjadi di negara berkembang
dan hampir 500 juta jiwa yang meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi
kehamilan (Koblinsky 1997:151–153).
Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak
1
hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena
metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan
kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya
untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus
menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek samping
potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan,
besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya
mengenai kemampuan mempunyai anak (Maryani, 2008 : 1).
Keluarga Berencana adalah merupakan suatu perencanaan kehamilan
yang diinginkan untuk menjadikan norma keluarga kecil, bahagia dan sejahtera
dan pada hakikatnya keluarga berencana adalah upaya untuk menjarangkan
kelahiran dan menghentikan kehamilan, bila ibu sudah melahirkan anak yang
banyak. Secara tidak langsung Keluarga Berencana dapat menyehatkan fisik dan
kondisi, sehat ekonomi keluarga dan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak
(DEPKES RI 1996:88-89).
Menurut data dari kantor BKKBN Sulawesi Tengah tahun 2005 bulan
April, jumlah peserta akseptor KB di Sulawesi Tengah adalah 278.288 jiwa
(62,6%) dari 435.000 jiwa pasangan usia subur (PUS).
Pada saat sekarang ini telah banyak beredar berbagai macam alat
kontrasepsi, khususnya alat kontrasepsi metode efektif yaitu: pil, suntik, IUD
implant. Alat kontrasepsi hendaknya memenuhi syarat yaitu aman pemakaiannya
dan dapat dipercaya, efek samping yang merugikan tidak ada, lama kerjanya
2
dapat diatur menurut keinginan, tidak mengganggu hubungan seksual, harganya
murah dan dapat diterima oleh pasangan suami istri (Mochtar, 1998:255–256).
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian,
meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia,
tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif,
dengan metode yang dapat diterima, baik secara perseorangan maupun budaya
pada berbagai tingkat reproduksi. Tidaklah mengejutkan apabila banyak wanita
merasa bahwa penggunaan kontrasepsi terkadang problematis dan mungkin
terpaksa memilih metode yang tidak cocok dengan konsekuensi yang merugikan
atau tidak menggunakan metode KB sama sekali.
Pemakaian alat kontrasepsi di Palu yang paling tinggi adalah pil (42,6%),
suntik (36,8%) dan IUD (10,6%) dari metode efektif yang ada. Sedangkan di desa
Sibowi, kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah suntik (76%), pil
(20%) dan IUD (4%). Menurut data dari Pustu Desa Sibowi, sejak Januari – April
2008 jumlah akseptor ± 120 orang. Dengan demikian dapat dilihat bahwa cukup
banyak ibu memilih menggunakan kontrasepsi suntik dibandingkan alat
kontrasepsi lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan
alat kontrasepsi suntikan di desa Sibowi tahun 2008”.
3
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada hubungan antara umur ibu dengan
penggunaan alat kontrasepsi suntikan di desa
Sibowi ?
2. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu
dengan penggunaan alat kontrasepsi suntikan di
desa Sibowi ?
3. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan
ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntikan di
desa Sibowi ?
4. Apakah ada hubungan antara tingkat pendapatan
ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntikan di
desa Sibowi
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan berhubungan penggunaan
alat koontrasepsi suntikan di desa Sibowi tahun 2008.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya hubungan umur ibu dengan penggunaan
alat kontrasepsi suntikan di desa Sibowi.
b. Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan ibu
4
dengan penggunaan alat kontrasepsi suntikan di desa
Sibowi.
c. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan ibu
dengan penggunaan alat kontrasepsi suntikan di desa
Sibowi.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Desa Sibowi/BKKBN/Dinas Kesehatan
Memberikan gambaran tentang hal-hal yang behubungan dengan penggunaan
alat kontrasepsi terutama alat kontrasepsi suntikan.
2. Untuk peneliti lainnya yaitu sebagai bahan informasi untuk penelitian
selanjutnya.
3. Untuk penulis yaitu merupakan pengalaman yang nyata serta dialami oleh
penulis dalam melakukan penelitian sederhana.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di desa Sibowi pada bulan Juli 2008.
5
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Alat Kontrasepsi
1. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” yakni mencegah dan
“konsepsi” yang berarti pertemuan antara sel telur dan sel sperma. Jadi
kontrasepsi adalah mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur dan sperma (Mochtar, 1992: 3).
2. Pengertian Alat Kontrasepsi Efektif
Metode kontrasepsi efektif adalah metode yang dalam
penggunaannya keefektifan relatif lebih tinggi dan angka kegagalan lebih
rendah.
3. Cara Kerja Kontrasepsi Metode Efektif
Pada umumnya cara kerja kontrasepsi metode efektif yaitu:
a. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sel sperma
b. Mengusahakan tidak terjadi ovulasi
6
c. Melumpuhkan sperma (Siwosudarmono, 2001: 23)
4. Pembagian Cara Kontrasepsi
a. Metode sederhana
b. Metode efektif
c. Metode mantap
5. Jenis-Jenis Alat Kontrasepsi
a. Suntik
b. Pil
c. IUD
d. Implant
B. Tinjauan Tentang Alat Kontrasepsi Suntikan
Kontrasepsi suntikan hanya berisi hormon progesteron.
1. Keuntungan
a. Praktis, efektif dan amam.
b. Tidak mempengaruhi ASI.
2. Kontra indikasi
a. Tersangka/diduga hamil
b. Perdarahan akibat kelainan ginekologi
c. Tumor
d. Penyakit jantung, hati, darah tinggi, kencing manis dan
penyakit paru-paru berat.
3. Efek samping
7
a. Gangguan haid
b. Keputihan
c. Jerawat
d. Perubahan libido
e. Pusing/sakit kepala.
4. Cara pemakaian KB suntik
Kontrasepsi suntikan menguntungkan karena sangat efektif, dapat
diberikan pada ibu menyusui dan tidak mengurangi produksi ASI. Kontrasepsi
suntikan diberikan setiap 12 minggu sekali. Kontrasepsi suntikan dapat
diberikan pada:
a. Paska persalinan sampai 40 hari sebelum berkumpul dengan suami.
b. Paska keguguran sampai 7 hari.
c. Interval dengan anak hidup minimal satu, sebelum hari kelima haid.
Kontrasepsi ini disuntikkan intra muskular diotot bokong atau paha.
Kontrasepsi suntikan tidak diberikan pada ibu hamil, perdarahan pervagina,
tumor ganas, penyakit berat dan abortus.
Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 4 minggu setelah
melahirkan (dimulai hari ke 3 – 5 setelah melahirkan). Suntikan kedua
diberikan 12 minggu kemudian untuk Depo provera. Sedangkan noristerat
(suntikan kedua) diberikan setelah 8 minggu. Suntikan selanjutnya tetap
setiap12 minggu untuk depo provera sampai 8 kali suntikan (sekitar 2 tahun)
kemudian suntikan dilanjutkan 8 minggu sekali sampai 4 kali suntikan.
8
Selanjutnya suntikan diberikan setiap 12 minggu sampai sekitar 2 tahun (9
kali suntikan) setelah 2 tahun bila perlu dipertimbangkan ganti cara
kontrasepsi lain.
5. Jenis-jenis suntikan
Kontrasepsi yang beredar di indonesia ada 2 yaitu:
a. DMPA (Depo Medroxy Progesteron Acetat) yang lasim disebut
Depo provera.
b. Net Oen (Noretisteron Oenanthate) yang lasim disebut
noristerat.
C. Tinjauan Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntikan
1. Umur
Menurut Elisabeth, B.H, (1995) dalam Nursalam, 2001:134 yaitu umur adalah
usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Pendapat lain mengemukakan bahwa semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja dari segi kepercayaan masyarakat. Seseorang yang lebih dewasa akan
lebih percaya diri dari orang yang belum cukup kedewasaannya (Huclock,
1998).
Menurut Long (1996), dalam Nursalam, 2001:134 yaitu semakin tua
umur seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap
masalah yang dihadapi. Semakin muda umur seseorang dalam menghadapi
9
masalah maka akan sangat mempengaruhi konsep dirinya. Umur dipandang
sebagai suatu keadaan yang menjadi dasar kematangan dan perkembangan
seseorang.
Kematangan individu dapat dilihat langsung secara objektif dengan
periode umur, sehingga berbagai proses pengalaman, pengetahuan,
keterampilan, kemandirian terkait sejalan dengan bertambahnya umur
individu (Muchsin, 1996). Setionegoro (1979) mengatakan bahwa umur <20
tahun adalah umur belum dewasa, 21–29 tahun dewasa muda, sedangkan
umur 30 – >40 tahun adalah dewasa penuh. Pada umumnya umur akan
mempengaruhi seseorang dalam menentukan pemilihan alat kontrasepsi
karena biasanya ibu dengan usia muda (baru pertama kali menggunakan alat
kontrasepsi) akan cenderung memilih alat kontrasepsi yang kebanyakan orang
pakai.
2. Pendidikan
a. Pendidikan adalah suatu proses ilmiah yang terjadi pada manusia.
Menurut Dictionary of Education, pendidikan dapat diartikan suatu proses
dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah
laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Pada umumnya semakin
tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula tingkat pengetahuannya
(Notoatmodjo, 1993:127).
b. Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 2001:11) memandang bahwa
pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan
10
pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan
mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.
Orang dewasa itu adalah orang tua si anak. Atau orang yang atas dasar
tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya
guru sekolah, pendeta atau kiyai dalam lingkungan keagamaan, kepala-
kepala asrama dan sebagainnya. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia
merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat.
Tanpa pendidikan mustahil suatu bangsa dapat hidup berkembang sejalan
dengan aspirasi atau cita-cita untuk maju, sejahtera bahagia menurut
pandangan hidupnya. Pendidikan selalu terkait dengan kebudayaan
karena hakikat dari proses pendidikan adalah proses perubahan manusia
dan tingkah lakunya, cara dan kemampuan berpikir, sikap dan
kemampuan kerja.
c. Harold G. Shane ada empat potensi dari signifikansi pendidikan terhadap
masa depan (Soedijarto, 2000:90):
1) Pendidikan adalah suatu cara yang mapan untuk
memperkenalkan peserta didik pada keputusan sosial
yang timbul
2) Pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi
masalah sosial itu
3) Pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang
meningkat untuk menerima dan mengimplementasikan
11
alternatif-alternatif baru
4) Pendidikan merupakan cara terbaik yang dapat
ditempuh masyarakat membimbing perkembang
manusia sehingga pengamanan dari dalam berkembang
pada setiap anak dan karena itu terdorong untuk
memberikan konstribusi pada kehidupan hari esok.
d. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan pendidikan
nonformal. Pendidikan formal mepunyai sumbangan yang sangat
berharga bagi perubahan dalam masyarakat, dapat memajukan
masyarakat dan pembangunan. Sedangkan pendidikan nonformal dapat
diperoleh anggota keluarga dan masyarakat sepanjang hayat baik di
lingkungan keluarga maupun dilingkungan masyarakat sekitar. Kaitan
proses pendidikan dengan pembangunan khususnya pembangunan
manusia, dijelaskan bahwa pendidikan dapat diperoleh melalui jenjang
pendidikan yaitu pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. lebih lanjut, jenjang (tingkat) pendidikan
terdiri atas pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi (Soedijarto, 2000:91-93).
e. Tingkat pendidikan adalah lamanya pendidikan seseorang yang
didasarkan atas kemampuan dan kesempatan seseorang mengikuti satuan
pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Satuan
pendidikan merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan
12
berkesinambungan. Jenjang pendidikan adalah tingkatan pendidikan
persekolahan yang berkesinambungan antara satu jenjang dengan jenjang
yang lainnya. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah
terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi (Suryadi, 1999 : 153). untuk itu secara rinci dapat diuraikan sebagai
berikut :
1) Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan
sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dimasyarakat serta
mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk
mengikuti pendidikan menengah.
2) Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan
meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam
sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam
dunia kerja atau pendidikan tinggi.
3) Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah
yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi
13
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan /atau kesenian.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi sehingga diharapkan makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Dapat diartikan bahwa pendidikan sangat
mempengaruhi perilaku seseorang. Jadi dapat dikatakan bahwa
pendidikan itu membuat manusia dapat mengisi kehidupannya untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan,
sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup..
3. Tinjauan tentang Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan melakukan penginderaan
terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia,
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2003:127).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour).
a. Proses Adopsi Perilaku (Notoatmodjo, 2003:128)
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Roger (1974)
14
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri
orang tersebut terjadi proses berurutan yakni:
1) Awareness (kesadaran)
yakni orang tersebut
menyadari dalam arti
mengetahui stimulus
(objek) terlebih dahulu.
2) Interest, yakni orang
mulai tertarik pada
stimulus.
3) Evaluation (menimbang-
nimbang baik dan
tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya).
Hal ini berarti sikap
responden sudah lebih
baik lagi.
4) Trial, orang telah mulai
mencoba perilaku baru.
5) Adoption, subjek telah
berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan,
15
kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers
menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap
diatas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti diri didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang
positif (long latish). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama
(Notoatmodjo, 2003:128).
b. Tingkat Pengetahuan (Notoatmodjo, 2003:128-130).
Pengetahuan yang dicakup dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1) Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (application)
16
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan
suatu kriteria yang telah ada .
Seorang yang memiliki pengetahuan baik akan cenderung memilih
alat kontrasepsi yang sesuai dan cocok digunakannya. Karena
dengan pengetahuan yang baik seseorang akan lebih mudah
menerima informasi terutama tentang alat kontrasepsi. Sejalan
pendapat dari Nursalam dan Siti Priyani (2002) yang mengatakan
bahwa pada umumnya pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh
pendidikan yang pernah diterima, semakin tinggi tingkat pendidikan
17
seseorang maka semakin baik pula tingkat pengetahuannya.
4. Tingkat pendapatan
Dalam mengukur kondisi ekonomi sesorang, ada dua konsep pokok
yang paling sering digunakan yaitu pendapatan dan kekayaan. Pendapatan
menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah
tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Pendapatan terdiri
dari upah atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti
sewa, bunga dan dividen serta pembayaran transfer atau penerimaan dari
pemerintah seperti tunjangan sosial (Samuelson dan William, 1999: 24).
Distribusi pendapatan adalah pengukuran untuk mengukur
kemiskinan relatif. Distribusi pendapatan biasanya diperoleh dengan
menggabungkan seluruh individu dengan menggunakan skala pendapatan
perorang kemudian dibagi dengan jumlah penduduk kedalam kelompok-
kelompok berbeda yang berdasarkan pengukuran atau jumlah pendapatan
yang mereka terima (Remi dan Tjiptoherijanto, 2002: 40).
Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh
pendapatan disposabel saat ini. Menurutnya ada batas konsumsi minimal yang
tidak tergantung tingkat pendapatan. Artinya tingkat konsumsi tersebut harus
dipenuhi walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut
dengan konsumsi otonomus. Jika pendapatan disposabel meningkat, maka
konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut
18
tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel (Raharja dan Manurung,
2004: 37).
Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat
konsumsi. Biasanya makin tinggi tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin
tinggi. Karena ketika pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk
membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar. Atau mungkin
juga pola hidup menjadi makin konsumtif, setidak-tidaknya semakin
menuntut kualitas yang baik. Saat ini standar UMR adalah Rp 670. 000.
Karena penghasilan yang cukup akan memotivasi seseorang memilih
alat kontrasepsi yang lebih baik pula. Sejalan dengan pendapat dari Birdsall
dan Chester, 1987 yang mengatakan bahwa Pengguna kontrasepsi
memerlukan sejumlah biaya untuk memperoleh dan menggunakan kontrasepsi
selain biaya untuk alat kontrasepsi. Penggunaan alat kontrasepsi yang efektif
mengurangi ketidak pastian tentang kapan melahirkan anak, dan memberi
kesempatan untuk memanfaatkan waktu dan tenaga pada peran ekonomi
dalam keluarga.
19
Pendidikan
Umur Penggunaan Alat Kontrasepsi SuntikanPengetahuanTingkat PendapatanPengetahuan
B A B III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep atau paradigma yang digunakan dalam penelitian ini
adalah paradigma ganda. Pada penelitian ini peneliti akan meneliti variabel umur,
pendidikan dan pengetahuan sebagai variabel independen serta penggunaan alat
kontrasepsi suntikan sebagai variabel dependen. Yang dapat digambarkan dalam
kerangka konsep sebagai berikut:
Gambar 3.1Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
B. Hipotesis
1. Ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan
penggunaan alat kontrasepsi suntikan di desa Sibowi.
20
2. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu
dengan penggunaan alat kontrasepsi suntikan di desa Sibowi.
3. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu
dengan penggunaan alat kontrasepsi suntikan di desa Sibowi.
4. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendapatan ibu
dengan penggunaan alat kontrasepsi suntikan di desa Sibowi.
C. Definisi Operasional
1. Umur
Definisi : Usia responden yang dihitung berdasarkan tanggal, bulan
dan tahun kelahiran.
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuesioner
Skala Ukur : Ordinal
Hasil Ukur : 0 = < 29 tahun
1 = ≥ 29 tahun
2. Pendidikan
Definisi : Pendidikan formal tertinggi yang dicapai oleh responden
berdasarkan kepemilikan ijasah.
Cara ukur : Wawancara.
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : Dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
21
0 = Rendah bila (< SMA)
1 = Tinggi bila (≥ SMA)
3. Pengetahuan
Definisi : Kemampuan responden untuk mengingat dan memahami hal-
hal yang berkaitan dengan kebutuhan gizi ibu hamil.
Cara ukur : Wawancara.
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : Dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
0 = Kurang baik bila score < 7
1 = Baik bila score ≥ 7
4. Tingkat pendapatan
Definisi : Pendapatan yang diperoleh ibu dalam satu bulan.
Cara ukur : Wawancara.
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : Dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
0 = Tingkat pendapatan kurang (jika pendapatan <Rp
670.000)
1 = Tingkat pendapatan cukup (jika pendapatan >Rp
670.000)
5. Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntikan
22
Definisi : Merupakan alat kontrasepsi yang digunakan oleh responden
yaitu alat kontrasepsi suntik.
Cara ukur : Wawancara.
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : Dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
0 = Tidak menggunakan alat kontrasepsi suntikan
1 = Menggunakan alat kontrasepsi suntikan
23
B A B IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Pada penelitian ini, jenis penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian
analitik, dengan pendekatan Cross Sectional study penelitian yang dilakukan pada
saat yang bersamaan antara variabel independen dan variabel dependen (Alimul
Azis, 2002:28).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti
(Riduwan, 2006: 8). Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang
menjadi aseptor KB di desa Sibowi.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi (keseluruhan obyek) yang
diteliti dan dianggap mewakili populasinya (Nursalam, 2001:64). Pada
penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebagian dari ibu di desa Sibowi
dengan kriteria inklusi:
24
(Z . )2 P Q n = (d)2
(1,96)2 x 0,76 x 0,24 (0,1)20,70
0,01
a. Ibu yang bersedia menjadi responden.
b. Ibu yang menjadi aseptor KB.
3. Besar sampel
Besar sampelnya dihitung berdasarkan rumus estimasi proporsi
(Alimul,2002:123) yaitu:
Keterangan : n = Sampel
z = Tingkat kepercayaan (CI) = 90%
P = Proporsi klien 76%
Q = 1 – P
d = Tingkat kesalahan absolute yang dikehendaki 10%
Jadi : n =
n =
n = 70 responden
Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 70 responden.
4. Cara pengambilan sampel
25
137 1447 175 1447 8751447 260 1447
Dalam penelitian ini cara pengambilan sampel yang penulis gunakan adalah
stratified random sampling.
Proporsi sampel tiap-tiap dusun:
Dusun I : x 70 = 7
Dusun II : x 70 = 8
Dusun III : x 70 = 42
Dusun IV : x 70 = 13
5. Tehnik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini, tehnik pengambilan sampel yang digunakan
adalah non random sampling dengan cara accidental sampling, yaitu ibu yang
kebetulan bertemu dengan peneliti di Sibowi dijadikan sebagai responden.
C. Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah :
1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung dari responden data
tentang pemakaian alat kontrasepsi suntik yang meliputi umur, pendidikan,
pengetahuan dan tingkat pendapatan.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari Pustu desa Sibowi yaitu tentang
jumlah akseptor KB.
D. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pengolahan data dengan cara:
26
1. Editing : memeriksa kembali data-data yang telah
dikumpulkan apakah ada kesalahan atau tidak.
2. Coding : pemberian nomor-nomor kode atau
bobot pada jawaban yang bersifat kategori.
3. Tabulating : penyusunan/perhitungan data
berdasarkan variabel yang diteliti.
4. Cleaning : membersihkan data dan melihat variabel
yang digunakan apakah datanya sudah benar atau belum.
5. Describing : menggambarkan/menerangkan data.
E. Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Analisis Univariat
Dilakukan untuk mengetahui distribusi frekwensi dan proporsi dari masing-
masing variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).
2. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Uji yang digunakan adalah uji Chi-Square (X2) dengan derajat
kemaknaan 95%. Bila nilai p ≤ 0,05, berarti hasil perhitungan statistik
bermakna (signifikan) dan nilai p > 0,05, berarti hasil perhitungan statistik
tidak bermakna.
27
F. Etika Penelitian
1. Informed Consent
Lembar persetujuan yang diberikan kepada responden oleh peneliti dengan
menyertakan judul penelitian agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghargai atau menghormati hak-hak yang dimiliki responden (subjek).
2. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden tetapi lembar tersebut diberikan kode.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil
penelitian.
G. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti adalah:
1. Pada saat pengumpulan data sangat ditentukan oleh
kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan.
2. Kuesioner yang tidak diuji cobakan.
28
B A B V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berikut ini akan disajikan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi suntikan dari 70 responden
yang dilakukan di desa Sibowi pada bulan Juli 2008.
Adapun hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk analisis univariat
dan analisis bivariat.
1. Analisis Univariat
Pada penelitian ini, hasil analisis univariat akan menggambarkan variabel
independen yang meliputi umur, pendidikan, pengetahuan dan pendapatan
serta variabel dependen yaitu penggunaan alat kontrasepsi suntikan sebagai
berikut:
a. Variabel Umur
Berdasarkan hasil ukur yang ditetapkan yaitu responden yang berumur
29
? 29 Tahun < 29 Tahun
< 29 tahun dan responden yang berumur ≥ 29 tahun. Adapun distribusi
responden menurut umur dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.1Distribusi Responden Menurut Umur ibu
Di Desa Sibowi Juli Tahun 2008
48,6
%
51,4
%
0
10
20
30
40
50
60
70
Sumber: data primer yang diolah
Gambar di atas terlihat bahwa dari 70 responden, yang berumur
< 29 tahun adalah 34 responden (48,6%) sedangkan yang berumur ≥ 29
tahun adalah 36 responden (51,4%).
b. Variabel Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil ukur menurut tingkat pendidikan dibagi menjadi dua
yaitu responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah (< SMA) dan
responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (≥ SMA). Adapun
distribusi responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada
gambar berikut:
30
Rendah Tinggi
Gambar 5.2Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Ibu
Di Desa Sibowi Juli Tahun 2008
85,7%
14,3%
0102030405060708090
100
Sumber: data primer yang diolah
Gambar di atas dapat dilihat bahwa distribusi tingkat pendidikan
responden memperlihatkan bahwa yang memiliki tingkat pendidikan
rendah (< SMA) adalah 60 orang (85,7%). Sedangkan responden yang
memiliki tingkat pendidikan tinggi (≥ SMA) yaitu sebanyak 10 orang
(14,3%).
c. Variabel Pengetahuan
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan, variabel
tingkat pengetahuan ditetapkan dua kategori berdasarkan nilai median
yaitu 7, sehingga kategori pengetahuan dikelompokan menjadi dua yaitu
pengetahuan yang kurang baik dengan skor < 7 dan yang memiliki
pengetahuan yang baik dengan skor ≥ 7.
Adapun distribusi responden menurut tingkat pengetahuan dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.3Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Ibu Tentang
Penggunaan Alat Kontrsepsi Suntikan Di Desa Sibowi Juli Tahun 2008
31
Kurang Baik Baik
31.7%
68.3%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Sumber: data primer yang diolah
Gambar di atas dapat dilihat hasil penelitian responden yang
memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik tentang penggunaan alat
kontrsepsi suntikan adalah sebanyak 30 responden (42,9%) sedangkan
yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 40 responden (57,1%).
d. Variabel Pendapatan
Pada penelitian ini pendapatan responden hanya dibagi dua yaitu
ibu yang memiliki pendapatan < Rp 670.000 dan ibu yang memiliki
pendapatan ≥ Rp 670.000.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.4Distribusi Responden Menurut Pendapatan Ibu
Di Desa Sibowi Juli Tahun 2008
32
? Rp 670.000< Rp 670.000
91,4%
8,6%
0102030405060708090
100110
Sumber: data primer yang diolah
Gambar di atas dapat dilihat bahwa ibu yang memiliki pendapatan
< Rp 670.000 adalah sebanyak 64 orang (91,4%) sedangkan ibu yang
memiliki pendapatan ≥ Rp 670.000 adalah sebanyak 6 orang (8,6%).
e. Variabel Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik
Pada penelitian ini pendapatan responden hanya dibagi dua yaitu
ibu yang tidak menggunakan alat kontrasepsi suntikan dan ibu yang
menggunakan alat kontrasepsi suntikan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.5Distribusi Responden Menurut Penggunaan Kontrasepsi Suntik
Di Desa Sibowi Juli Tahun 2008
33
Tidak Menggunakan KB suntikMenggunakan KB suntik
91,4%
8,6%
0102030405060708090
100110
Sumber: data primer yang diolah
Gambar di atas dapat dilihat bahwa ibu yang tidak menggunakan
alat kontrasepsi suntikan adalah sebanyak 21 orang (30%) sedangkan ibu
yang menggunakan alat kontrasepsi suntikan adalah sebanyak 49 orang
(70%).
2. Analisis Bivariat
Dalam penelitian ini, hasil analisis bivariat dilakukan untuk memberi
gambaran hubungan antara variabel indepenen dan variabel dependen. Pada
penelitian ini digunakan uji statiatik Chi-square dengan tingkat kemaknaan
95%. Pada analisis bivariat ini dilakukan secara berturut-turut pengujiannya.
Untuk melihat hubungan antara umur, pendidikan, pengetahuan dan
pendapatan dengan penggunaan alat kontrasepsi suntikan.
a. Hubungan Antara Umur Dengan
Penggunaan Kontrasepsi Suntikan
Tabel 5.1Distribusi Responden Berdasarkan Umur Dengan Penggunaan Alat
Kontrasepsi Suntikan Di Desa Sibowi Juli Tahun 2008
34
Umur Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntikan Total P
ValueTidak
Menggunakan KB Suntik
Menggunakan KB Suntik
n % n %
< 29 Tahun 12 35,3 22 64,7 34 0,487≥ 29 Tahun 9 25,0 27 75,0 36
Total 21 30,0 49 70,0 70Sumber: data primer yang diolah
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa penggunaan alat kontrasepsi
suntikan lebih banyak pada ibu yang berumur ≥ 29 Tahun yaitu 75% dan
pada umur < 29 tahun yaitu 64,7%.
Hasil uji statistic Chi Square yang ditunjukkan oleh tabel 5.1,
didapatkan nilai p = 0,498 (p Value >0,05), ini berarti secara statistik tidak
ada hubungan yang bermakna antara umur dengan penggunaan alat
kontrasepsi suntikan.
Akan tetapi dapat dilihat bahwa umur ≥ 29 tahun lebih banyak
menggunakan alat kontrasepsi suntikan dibandingkan dengan ibu yang
berumur < 29 tahun.
b. Hubungan Antara Pendidikan Dengan
Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntikan
Tabel 5.2Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Dengan Penggunaan Alat
Kontrasepsi Suntikan Di Desa Sibowi Juli Tahun 2008
35
PendidikanPenggunaan Alat Kontrasepsi
SuntikanTotal
PValue
Tidak MenggunakanKB Suntik
Menggunakan KB Suntik
N % n %
Rendah < SMA
19 31,7 41 68,3 60 0,709
Tinggi ≥ SMA 2 20,0 8 80,0 10Total 21 30,0 49 70,0 70
Sumber: data primer yang diolah
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa penggunaan alat kontrasepsi
suntikan lebih banyak pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi ≥
SMA yaitu 80% dan ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah < SMA
yaitu 68,3%.
Hasil uji statistic Chi Square yang ditunjukkan oleh tabel 5.2,
didapatkan nilai p = 0,709 (p Value >0,05), ini berarti secara statistik tidak
ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan dengan
penggunaan alat kontrasepsi suntikan.
Akan tetapi dapat dilihat bahwa ibu yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi ≥ SMA lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi
suntikan dibandingkan dengan ibu yang memiliki tingkat pendidikan
rendah < SMA.
c. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan
Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntikan
Tabel 5.3Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Dengan Penggunaan Alat
Kontrasepsi Suntikan Di Desa Sibowi Juli Tahun 2008
36
PengetahuanPenggunaan Alat Kontrasepsi
Suntikan
Total n
PValue
OR(95%)
Tidak Menggunakan
KB Suntik
MenggunakanKB Suntik
n % n %
Kurang Baik 16 53,3 14 46,7 30 0,0018.000
(2.458-26.036)
Baik 5 12,5 35 87,5 40
Total 21 31,7 49 68,3 60Sumber: data primer yang diolah
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa penggunaan alat kontrasepsi
suntikan lebih banyak pada ibu yang memiliki pengetahuan baik yaitu
87,5% dan penggunaan alat kontrasepsi suntikan lebih banyak pada ibu
yang memiliki pengetahuan kurang baik yaitu 46,7%.
Hasil uji statistic Chi Square yang ditunjukkan oleh tabel 5.3,
didapatkan nilai p =0,001 (p Value <0,05), ini berarti secara statistik ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan penggunaan alat
kontrasepsi suntikan.
Dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu yang baik memiliki peluang
8.000 kali lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi suntikan
dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik.
d. Hubungan Antara Pendapatan Dengan
Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntikan
Tabel 5.4
37
Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntikan Di Desa Sibowi Juli Tahun 2008
PendapatanPenggunaan Alat Kontrasepsi
SuntikanTotal
PValue
Tidak MenggunakanKB Suntik
Menggunakan KB Suntik
N % n %
< Rp 670.000 20 31,3 44 68,7 64 0,780 ≥ Rp 670.000 1 16,7 5 83,3 6
Total 21 30,0 49 70,0 70Sumber: data primer yang diolah
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa penggunaan alat kontrasepsi
suntikan lebih banyak pada ibu yang memiliki pendapatan ≥ Rp 670.000
yaitu 83,3% dan ibu yang memiliki pendapatan < Rp 670.000 yaitu
68,7%.
Hasil uji statistic Chi Square yang ditunjukkan oleh tabel 5.4,
didapatkan nilai p = 0,780 (p Value >0,05), ini berarti secara statistik tidak
ada hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan dengan
penggunaan alat kontrasepsi suntikan.
Akan tetapi dapat dilihat bahwa ibu yang memiliki memiliki
pendapatan ≥ Rp 670.000 lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi
suntikan dibandingkan dengan ibu yang memiliki memiliki pendapat < Rp
670.000.
B. Pembahasan
1. Hubungan Umur Ibu Dengan
Penggunaan Alat Kontrasepsi
38
Suntikan
Distribusi frekwensi berdasarkan umur di desa Sibowi yaitu umur ibu
paling banyak adalah pada umur ≥ 29 tahun. Ini artinya para ibu banyak
berada pada rentang usia yang cukup matang karena dengan usia yang matang
seseorang akan lebih memiliki kamampuan dan kematangan dalam berpikir
dan bertindak. Umur dipandang sebagai suatu keadaan yang menjadi dasar
kematangan dan perkembangan seseorang serta Muchsin (1996) dalam
Nursalam 2001 yang mengatakan bahwa kematangan individu dapat dilihat
langsung secara objektif dengan periode umur, sehingga berbagai proses
pengalaman, pengetahuan, keterampilan, kemandirian terkait sejalan dengan
bertambahnya umur individu.
Hasil uji statistic Chi Square yang ditunjukkan oleh tabel 5.1,
didapatkan nilai p = 0,498 (p Value >0,05), ini berarti secara statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara umur dengan penggunaan alat kontrasepsi
suntikan. Akan tetapi dapat dilihat bahwa umur ≥ 29 tahun lebih banyak
menggunakan alat kontrasepsi suntikan dibandingkan dengan ibu yang
berumur < 29 tahun. Hal ini terjadi karena pada umur ≥ 29 tahun seorang ibu
sudah memilliki banyak pengalaman tentang penggunaan alat kontrasepsi.
2. Hubungan Pendidikan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntikan
Distribusi frekwensi berdasarkan tingkat pendidikan di desa Sibowi
yaitu tingkat pendidikan rendah < SMA lebih besar dibandingkan dengan
tingkat pendidikan tinggi ≥ SMA. Hal ini kurang baik karena seorang ibu
39
yang memiliki tingkat pendidikan rendah < SMA akan lebih sulit menerima
informasi yang diberikan.
Hasil uji statistic Chi Square yang ditunjukkan oleh tabel 5.2,
didapatkan nilai p = 0,709 (p Value >0,05), ini berarti secara statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan penggunaan alat
kontrasepsi suntikan. Akan tetapi dapat dilihat bahwa ibu yang memiliki
tingkat pendidikan tinggi ≥ SMA lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi
suntikan dibandingkan dengan ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah
< SMA. Oleh karena itu sangat penting meningkatkan pengetahuan mereka
dengan jalan memberi penyuluhan tentang alat kontrasepsi agar pengetahuan
mereka lebih baik lagi karena pengetahuan yang baik sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Syah
(2001) yang mengatakan bahwa pendidikan bagi kehidupan umat manusia
merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat.
Tanpa pendidikan mustahil suatu bangsa dapat hidup berkembang sejalan
dengan aspirasi atau cita-cita untuk maju, sejahtera bahagia menurut
pandangan hidupnya. Pendidikan selalu terkait dengan kebudayaan karena
hakikat dari proses pendidikan adalah proses perubahan manusia dan tingkah
lakunya, cara dan kemampuan berpikir, sikap dan kemampuan kerja.
3. Hubungan Pengetahuan Dengan Penggunaan Kontrasepsi Suntikan.
40
Distribusi frekwensi berdasarkan pengetahuan di desa Sibowi yaitu ibu
yang memiliki tingkat pengetahuan baik tentang penggunaan kontrasepsi
suntikan lebih besar dibandingkan dengan pengetahuan yang kurang baik. Hal
ini cukup baik karena seorang ibu yang yang memiliki pengetahuan baik akan
lebih tahu apa yang sebaiknya dilakukan untuk menjarangkan kelahiran anak
dan juga para ibu sudah banyak mendapat informasi dari dokter, bidan dan
petugas kesehatan lainnya tentang kontrasepsi suntikan.
Hasil uji statistic Chi Square yang ditunjukkan oleh tabel 5.3,
didapatkan nilai p =0,001 (p Value <0,05), ini berarti secara statistik ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan penggunaan kontrasepsi
suntikan. Dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu yang baik memiliki peluang
8.000 kali lebih banyak menggunakan kontrasepsi suntikan dibandingkan
dengan ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik.
Seorang yang memiliki pengetahuan baik akan cenderung memilih alat
kontrasepsi yang sesuai dan cocok digunakannya. Karena dengan pengetahuan
yang baik seseorang akan lebih mudah menerima informasi terutama tentang
alat kontrasepsi. Sejalan pendapat dari Nursalam dan Siti Priyani (2002) yang
mengatakan bahwa pada umumnya pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh
pendidikan yang pernah diterima, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin baik pula tingkat pengetahuannya.
4. Hubungan Pendapatan Dengan Penggunaan Kontrasepsi Suntikan
41
Distribusi frekwensi berdasarkan pendapatan di desa Sibowi yaitu ibu
yang memiliki pendapatan < Rp 670.000 lebih besar jumlanya dibandingkan
dengan ibu yang memiliki pendapatan ≥ Rp 670.000. Hal ini terjadi karena
sebagian ibu hanya sebagai ibu rumah tangga dan hanya bekerja membantu
suami sebagai petani dimana tidak mempunyai pendapatan yang tetap.
Hasil uji statistic Chi Square yang ditunjukkan oleh tabel 5.4,
didapatkan nilai p = 0,780 (p Value >0,05), ini berarti secara statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan enggunaan kontrasepsi
suntikan. Akan tetapi dapat dilihat bahwa ibu yang memiliki memiliki
pendapatan ≥ Rp 670.000 lebih banyak menggunakan kontrasepsi suntikan
dibandingkan dengan ibu yang memiliki memiliki pendapat < Rp 670.000.
Dengan penghasilan yang cukup akan memotivasi seseorang memilih alat
kontrasepsi yang lebih baik pula. Sejalan dengan pendapat dari Birdsall dan
Chester, 1987 yang mengatakan bahwa Pengguna kontrasepsi memerlukan
sejumlah biaya untuk memperoleh dan menggunakan kontrasepsi selain biaya
untuk alat kontrasepsi. Penggunaan alat kontrasepsi yang efektif mengurangi
ketidak pastian tentang kapan melahirkan anak, dan memberi kesempatan
untuk memanfaatkan waktu dan tenaga pada peran ekonomi dalam keluarga.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
42
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab V yang telah
dipaparkan sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur
dengan penggunaan
kontrasepsi suntikan. Akan
tetapi dapat dilihat bahwa
umur ≥ 29 tahun lebih
banyak menggunakan
kontrasepsi suntikan
dibandingkan dengan ibu
yang berumur < 29 tahun.
2. Tidak ada hubungan yang
bermakna antara tingkat
pendidikan dengan dengan
penggunaan kontrasepsi
suntikan. Akan tetapi dapat
dilihat bahwa ibu yang
memiliki tingkat pendidikan
tinggi ≥ SMA lebih banyak
43
menggunakan kontrasepsi
suntikan dibandingkan
dengan ibu yang memiliki
tingkat pendidikan rendah <
SMA.
3. Ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan
dengan penggunaan
kontrasepsi suntikan. Dapat
dilihat bahwa pengetahuan
ibu yang baik memiliki
peluang 8.000 kali lebih
banyak menggunakan
kontrasepsi suntikan
dibandingkan dengan ibu
yang memiliki pengetahuan
kurang baik.
4. Tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendapatan
dengan dengan penggunaan
kontrasepsi suntikan. Akan
tetapi dapat dilihat bahwa ibu
44
yang memiliki memiliki
pendapatan ≥ Rp 670.000
lebih banyak menggunakan
kontrasepsi suntikan
dibandingkan dengan ibu
yang memiliki memiliki
pendapat < Rp 670.000.
B. Saran
Sesuai dengan hasil kesimpulan yang ada maka peneliti mengajukan
beberpa saran sebagai berikut:
1. Untuk Puskesmas Desa Sibowi.
Disarankan agar meningkatkan pemberian penyuluhan tentang penggunaan
alat kontrasepsi.
2. Untuk peneliti lainnya
Diharapkan untuk melaksanakan dan membuat penelitian dengan variabel
yang berbeda.
45
DAFTAR PUSTAKA
A. Azis Alimul Hidayat.2002. Riset Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta,.
BKKBN, Pola Pemakaian Alat Kontrasepsi Menurut Aspek Demografi dan Sosial Ekonomi. BKKBN. Jakarta, 1995
BKKBN. Kantor Badan Koordinasi KB Palu, 2003
BKKBN. 25 Tahun Gerakan KB. BKKBN. Jakarta, 1995.
Depkes RI. Pengembangan KB Mandiri Menuju Keluarga Sejahtera. Buku II. Jakarta, 1996
Fitri Astuti.2004. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Pada Akseptor KB. KTI. Palu.
Heri Purwanto. 1995. Pengantar Statistik Keperawatan. EGC. Jakarta.
HR. Siswosudarmo. 2001.Teknologi Kontrasepsi. UGM. Jakarta.
Notoatmodjo, S, 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, edisi I, Andi Offset, Jakarta.
Notoatmodjo, S, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Pinsip-Prinsip Dasar, Cetakan II, Jakarta.
Nursalam. 2001. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep Dan Praktek. Salemba Medika, Jakarta
Maryani, 2008. Cara Tepat Memilih Alat Kontrasepsi Keluarga Berencana Bagi Wanita.
46
Marge Lubinsky. 1997.Kesehatan Wanita Sebuah Prospektif Global. UGM. Jakarta.
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2004. Teori Ekonomi Makro suatu Pengantar edisi kedua. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI
Remi,S.S Dan Tjiptoherijanto,P. 2002. Kemiskinan dan ketidakmerataan di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta
Riduwan, 2006. Dasar-Dasar Statistika. Cetakan ke V, Bandung.Rustam Mochtar. Sinopsis Obstetri. Jilid II, EGC. Jakarta, 1998
47