132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

77
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drainase adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan suatu sistem penanganan air lebih (excess water). Terdapat tiga jenis drainase sesuai dengan fungsinya, sebagai drainase hujan daerah permukiman, drainase lahan dan drainase jalan raya. Setiap tahunnya pekerjaan ini membutuhkan modal investasi yang besar dan waktu perencanaan yang cukup lama bila dibandingkan dengan tindakan-tindakan pencegahan banjir yang ada dan telah dilakukan. Drainase tidak lagi ditangani secara tradisional yaitu dengan tujuan membuang limpasan secepat- cepatnya dengan jalur saluran sependek mungkin, karena hal ini akan mempercepat datangnya debit puncak aliran yang sebenarnya dan mengakibatkan daerah hilir dilanda banjir. Lahan-lahan yang sebenarnya untuk daerah preservasi dan konservasi untuk menjaga keseimbangan, diambil alih untuk pemukiman, gedung bertingkat, industri dan lainnya. Akibatnya dapat dirasakan misalnya di Kota Pekanbaru (http://www.halloriau.com/read-lingkungan-14481-2011-09-12-jalan-dan- warung-sekitar-tabek-gadang-terendam.html,2010). Kualitas genangan dan banjir di beberapa wilayah saat ini terjadi hanya oleh hujan deras satu sampai dua jam ekuivalen dengan hujan deras satu malam pada tahun 1990-an. Dengan kata lain tinggi dan lama genangan suatu daerah saat ini dengan hujan deras satu hingga dua jam sama dengan tinggi genangan hujan deras satu malam pada tahun 1990- an. Salah satu daerah di Pekanbaru yang mulai diburu para investor untuk menginvestasikan uangnya adalah Kecamatan Tampan atau lebih dikenal dengan Kota Panam yang merupakan wilayah pengembangan utama Kota Pekanbaru. Kecamatan Tampan merupakan daerah perbatasan antara Pekanbaru dengan Kabupaten Kampar. Kecamatan Tampan yang dahulunya banyak dipenuhi hutan rawa sekarang berubah menjadi kawasan perkantoran, pusat perbelanjaan, dan

Transcript of 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

Page 1: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Drainase adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan suatu sistem

penanganan air lebih (excess water). Terdapat tiga jenis drainase sesuai dengan

fungsinya, sebagai drainase hujan daerah permukiman, drainase lahan dan

drainase jalan raya. Setiap tahunnya pekerjaan ini membutuhkan modal investasi

yang besar dan waktu perencanaan yang cukup lama bila dibandingkan dengan

tindakan-tindakan pencegahan banjir yang ada dan telah dilakukan. Drainase tidak

lagi ditangani secara tradisional yaitu dengan tujuan membuang limpasan secepat-

cepatnya dengan jalur saluran sependek mungkin, karena hal ini akan

mempercepat datangnya debit puncak aliran yang sebenarnya dan mengakibatkan

daerah hilir dilanda banjir.

Lahan-lahan yang sebenarnya untuk daerah preservasi dan konservasi

untuk menjaga keseimbangan, diambil alih untuk pemukiman, gedung bertingkat,

industri dan lainnya. Akibatnya dapat dirasakan misalnya di Kota Pekanbaru

(http://www.halloriau.com/read-lingkungan-14481-2011-09-12-jalan-dan-

warung-sekitar-tabek-gadang-terendam.html,2010). Kualitas genangan dan banjir

di beberapa wilayah saat ini terjadi hanya oleh hujan deras satu sampai dua jam

ekuivalen dengan hujan deras satu malam pada tahun 1990-an. Dengan kata lain

tinggi dan lama genangan suatu daerah saat ini dengan hujan deras satu hingga

dua jam sama dengan tinggi genangan hujan deras satu malam pada tahun 1990-

an.

Salah satu daerah di Pekanbaru yang mulai diburu para investor untuk

menginvestasikan uangnya adalah Kecamatan Tampan atau lebih dikenal dengan

Kota Panam yang merupakan wilayah pengembangan utama Kota Pekanbaru.

Kecamatan Tampan merupakan daerah perbatasan antara Pekanbaru dengan

Kabupaten Kampar. Kecamatan Tampan yang dahulunya banyak dipenuhi hutan

rawa sekarang berubah menjadi kawasan perkantoran, pusat perbelanjaan, dan

Page 2: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

2

dipenuhi ruko di sepanjang jalan H.R. Soebrantas. Dampak dari majunya

perkembangan Kecamatan Tampan malah timbul masalah baru yaitu banjir.

Dalam beberapa tahun ke depan, Kota Panam diyakini akan menjadi

daerah rawan banjir karena sebagian besar wilayah yang dulunya rawa itu kini

berlomba-lomba ditimbun oleh pengembang untuk menjadi hunian tempat tinggal.

Hujan yang turun dalam intensitas besar mengakibatkan besarnya limpasan karena

sedikitnya daerah resapan air. Hal ini disebabkan saluran drainase tidak mampu

lagi mengalirkan debit air yang besar. Pesatnya perkembangan Kota Panam tidak

disertai dengan perencanaan kota yang baik, terutama dari sistem saluran airnya.

Jalan H.R. Soebrantas yang menjadi poros utama dan persimpangan jalan H.R.

Soebrantas dengan S.M. Amin adalah lokasi langganan banjir. Saluran air di sana

sudah tidak mampu menampung debit air buangan yang terlalu besar.

Sumber : Dokumentasi lapangan

Gambar 1.1 Banjir pada Bulan Agustus tahun 2010 di jalan H.R. Soebrantas

1.2 Perumusan Masalah

Terjadinya banjir pada simpang Tabek Gadang Jalan H.R. Soebrantas

menunjukan bahwa sistim drainase kawasan tersebut tidak berfungsi secara

optimal, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk memperoleh solusi dari

permasalahan tersebut :

1. Bagaimana pola aliran yang terjadi pada saat ini.

2. Berapa kapasitas saluran yang dibutuhkan untuk mengantisipasi banjir

tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

Page 3: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

3

1. menentukan penyebab banjir yang terjadi di persimpangan jalan H.R.

Soebrantas dengan jalan S.M. Yamin,

2. menentukan alternatif solusi terhadap permasalahan sistem drainase di

kawasan jalan H.R. Soebrantas.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi masukan

atau bahan pertimbangan alternatif solusi pemecahan masalah banjir bagi pihak

yang berkepentingan.

1.5 Batasan Masalah

Adapun Batasan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Data curah hujan yang digunakan adalah sepanjang 25 tahun terakhir (tahun

1984 sampai dengan tahun 2009),

2. Lokasi studi adalah Jalan H.R. Soebrantas dan Kawasan sekitarnya,

3. Pada penelitian ini tidak meneliti aspek sosial dan ekonomi, tetapi hanya

meneliti teknisnya saja, dan

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, secara garis besar dapat

diuraikan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian, tujuan dan manfaat

penelitian, batasan masalah.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka berisi dasar teori dan persyaratan yang dibutuhkan

untuk mendukung penelitian ini.

BAB III : DATA DAN PERHITUNGAN

Data dan perhitungan berisikan data masukan dan langkah-langkah

dalam pengerjaan penelitian yang akan dilakukan dan dilengkapi

dengan bagan alir.

Page 4: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

4

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan menjelaskan hasil yang diperoleh pada penelitian

dan membahas permasalahan yang terdapat pada penelitian dan

membahas permasalahan yang terdapat pada penelitian.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari rangkaian Bab I

sampai Bab IV yang mengulas dan membahas pokok-pokok pikiran dan

dasar-dasar teori serta analisa dan hasil penelitian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Drainase

Page 5: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

5

1.1.1 Pengertian dan Fungsi Drainase

Drainase berasal dari bahasa Inggris “drainage” yang mempunyai arti

mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik

sipil drainase dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi

kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan maupun kelebihan air

irigasi dari suatu kawasan atau lahan sehingga fungsi lahan dan kawasan itu tidak

terganggu. Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian

bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari

suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal

(Suripin, 2004).

Drainase merupakan suatu sistem pembuangan air (excess water) dan air

limbah yang berupa buangan air dari daerah perumahan, pemukiman, dari daerah

industri dan kegiatan usaha lainnya, serta berupa penyaluran kelebihan air pada

umumnya baik air hujan, air kotor maupun air lebih lainya yang mengalir keluar

dari kawasan yang bersangkutan.

Drainase memiliki peranan yang sangat penting karena fungsinya antara

lain adalah sebagai berikut:

a. mengendalikan limpasan air hujan yang berlebihan,

b. menurunkan tinggi permukaan air tanah,

c. menciptakan lingkungan yang bersih dan teratur, dan

d. memelihara agar jalan tidak tergenang air hujan dalam waktu yang

cukup lama, sehingga tidak menyebabkan kerusakan konstruksi jalan.

Drainase di dalam kota berfungsi untuk mengendalikan kelebihan air

permukaan sehingga tidak akan mengganggu masyarakat yang ada di sekitar

saluran tersebut.

2.1.2 Fungsi Sistem Drainase

Pada sistem pengumpulan air buangan yang diperhatikan ada 2 macam air

buangan, yaitu air hujan dan air kotor (bekas). Sistem buangan tersebut ada 3

macam, yaitu :

1. Sistem terpisah (separate system)

Page 6: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

6

Air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem saluran masing-masing secara

terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu:

a. Periode hujan dan kemarau yang terlalu lama.

b. Kuantias yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan.

c. Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sedangkan air

hujan tidak perlu dan harus segera dibuang ke sungai yang terdapat

pada daerah tinjauan.

1. Sistem tercampur (combined system)

Air hujan dan air kotor disalurkan melalui satu saluran yang sama dimana

pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut ini.

a. Debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga bisa disatukan.

b. Kuantitas air hujan dan air buangan tidak jauh berbeda.

c. Fluktuasi dari tahun ke tahun relatif kecil.

1. Sistem kombinasi (pseudo system separate system) atau sistem interceptor.

Merupakan perpaduan antara saluran air hujan dan air buangan dimana

pada waktu musim hujan air hujan dan air buangan tercampur dalam saluran air

buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengencer dan penggelontor.

Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan

interceptor.

Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan sistem

adalah:

a. Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan yang akan disalurkan

melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah hujan pada

daerah pelayanan.

b. Umumnya didalam kota dilalui sungai-sungai, dimana air hujan

secepatnya dibuang ke sengai-sungai tersebut.

c. Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi air

hujan yang tidak tetap.

1.1 Siklus Hidrologi

Untuk menganalisa banjir yang terjadi membutuhkan data mengenai

limpasan yang terjadi pada kawasan tersebut. Metode untuk menentukan debit

limpasan yang terjadi merupakan bagian dari ilmu hidrologi

Page 7: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

7

Siklus hidrologi dapat diartikan sebagai sebuah bentuk gerakan air laut ke

udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah sebagai hujan atau bentuk

presipitasi yang lain dan akhirnya mengalir ke laut kembali.

Sumber : http://www.ilmusipil.com/hidrologi-mempelajari-siklus-air(2010)

Gambar 2.1 Siklus hidrologi

Air yang jatuh ke bumi berupa air hujan (percipitation) akan mengalami

beberapa proses, yaitu : infiltrasi atau peresapan ke dalam tanah kemudian meng-

alami perkolasi dan menjadi air tanah (ground water). Sebagian yang tidak

terinfiltrasi akan mengalir di permukaan bumi berupa aliran permukaan (surface

run off) mencari tempat yang rendah dan akhirnya berkumpul pada cekungan-

cekungan bumi yang menjadi retensi berupa air waduk, danau, sungai, atau yang

terkumpul pada cekungan-cekungan yang ada di muka bumi, kemudian air yang

terkumpul pada permukaan dan yang tersimpan pada tanaman sebagian akan

menguap berupa evaporasi, transpirasi, dan evapotranspirasi yang akhirnya

menjadi awan yang pada suatu waktu akan jatuh lagi ke bumi menjadi butiran air

hujan, begitulah seterusnya.

1.2 Presipitasi (Hujan)

Presipitasi merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan uap air

yang mengkondensasi dan jatuh dari atmosfir ke bumi dalam segala bentuknya

pada rangkaian siklus hidrologi (Suripin, 2004). Uap yang sampai ke permukaan

bumi dalam bentuk zat cair disebut dengan hujan. Hujan merupakan sebuah

Page 8: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

8

kejadian ekstrim yang apabila dalam perencanaannya tidak diperhitungkan dengan

baik akan menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia

Kejadian hujan dapat dipisahkan menjadi dua grup, yaitu hujan aktual dan

hujan rencana. Kejadian hujan aktual merupakan rangkaian data pengukuran di

stasiun hujan selama periode tertentu. Hujan rencana merupakan hujan yang

mempunyai karakteristik terpilih yang secara umum sama dengan karakteristik

hujan yang terjadi di masa lalu. Karakteristik hujan yang perlu ditinjau dalam

analisa dan perencanaan hidrologi untuk daerah irigasi meliputi intensitas hujan

(mm/menit, mm/jam atau mm/hari), durasi hujan (menit atau jam), tinggi hujan

(mm), frekuensi hujan dan luas daerah geografis sebaran hujan.

1.3 Analisa Frekuensi

Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan

disamai atau dilampaui. Kala ulang (return periode) adalah waktu hipotetik di

mana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui.

Kala ulang yang digunakan untuk desain hidrologi sistem drainase

perkotaan berpedoman pada standar yang telah ditetapkan, seperti terlihat pada

Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1. Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaanLuas DAS Kala Ulang Metode perhitungan debit

banjir(Ha) (tahun)< 10 2 Rasional

10 - 100 2 - 5 Rasional101 - 500 5 - 20 Rasional

> 500 10 - 25 Hidrograf satuan Sumber: Suripin, 2004

Analisa frekuensi pada data hidrologi bertujuan untuk mengetahui besaran

peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadian melalui

penerapan distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisa diasumsikan

tidak bergantung (independent) dan terdistribusi secara acak dan bersifat

stokastik.

Analisis frekuensi memerlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos

penakar hujan. Penetapan seri data yang akan dipergunakan dalam analisis

dapat dilakukan dengan dua cara (Harto, 1993).

Page 9: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

9

a. Cara pertama dilakukan dengan mengambil satu data maksimum setiap

tahun yang berarti jumlah data dalam seri akan sama dengan panjang data

yang tersedia. Hal ini berarti pula bahwa hanya besaran maksimum tiap

tahun saja yang berpengaruh dalam analisis selanjutnya. Seri data seperti

ini dikenal dengan ‘maximum annual series’. Dalam cara ini, besaran data

maksimum kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih besar dari besaran

data maksimum dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya

dalam analisis.

b. Cara kedua (partial series) dengan menetapkan suatu batas bawah tertentu

(threshold) dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Selanjutnya,

semua besaran hujan/debit yang lebih besar daripada batas bawah tersebut

diambil dan dijadikan bagian seri data untuk kemudian dianalisis dengan

cara-cara yang lazim.

Parameter statistik data curah hujan yang perlu diperkirakan untuk

pemilihan distribusi yang sesuai dengan sebaran data adalah sebagai berikut

(Suripin, 2004).

a. Rata-rata :

∑=

=n

iix

nx

1

1

(2.1)

b. Standar Deviasi : Sd =

2

1

2

1

)(1

1

− ∑=

xxn

n

ii

(2.2)

c. Koefisien Variansi : Cv =

x

s

(2.3)

d. Asimetri (skewness) : Cs =

31

3

)2)(1(

)(

snn

xxnn

ii

−−

−∑=

(2.4)

Page 10: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

10

e. Kurtosis : Ck =

∑=

−−−−

n

ii xx

Snnn

n

1

44

2

)()3)(2)(1(

(2.5)

Dengan:

x

= rata-rata,

n = jumlah pengamatan,

S = simpangan baku,

Cv = koefisien varians,

Cs = asimetri (skewness),

Ck = koefisien kurtosis.

Selanjutnya memilih metode distribusi yang akan digunakan dengan cara

menyesuaikan parameter statistik yang didapat dari perhitungan data dengan sifat-

sifat yang ada pada metode-metode distribusi seperti yang disajikan pada Tabel

2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Parameter Statistik untuk Menentukan Jenis Distribusi

No Distribusi Persyaratan

1 Normal

x±s=68,27% x±2s=95,44% Cs≅0,0 Ck≅3,0

2 Log Normal Cs=Cv3+3Cv Ck=Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3

3 Gumbel Cs≅1,396 Ck≅5,4002

4 Log Person IIIjika tidak menunjukkan sifat dari ketiga distribusi di atas

Sumber: Triatmodjo, 2008

Distribusi Log Person III memiliki tiga parameter penting, yaitu harga rata-

rata, simpangan baku, dan koefisien kemencengan. Jika koefisien kemencengan

sama dengan nol, distribusi kembali ke distribusi normal. Berikut ini langkah-

langkah penggunaan distribusi Log-Person III (Suripin, 2004):

Page 11: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

11

1) Ubah data kedalam bentuk logaritmik,

X=logX (2.6)

2) Hitung harga rata-rata,

(2.7)

3) Hitung harga simpang baku,

(2.8)

4) Hitung koefisien kemencengan,

(2.9)

5) Hitung logaritma hujan tahunan atau banjir periode ulang T dengan rumus

berikut:

logXT=logX+KS (2.10)

Dengan:

K = variabel standar untuk X, tergantung nilai G (Tabel 2.3),

XT = hujan kala ulang T tahun,

X = nilai rata-rata hitung variat,

S = deviasi standar nilai variat.

Tabel 2.3 Nilai K untuk Distribusi Log Person IIIInterval kejadian (Recurrence Interval), tahun (periode ulang)

1,0101 1,25 2 5 10 25 50 100Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)

Koef,G 99 80 50 20 10 4 2 13 -0,667 -0,636 -0,396 0,42 1,18 2,278 3,152 4,051

2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,46 1,21 2,275 3,114 3,973

2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 3,889

2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,8

logX=i=1nlogXin

S=ni=1n(logXi-logX)2n-10,5

G=ni=1n(logXi-logX)3n-1n-2S3

Page 12: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

12

2,2 -0,905 -0,752 -0,33 0,574 1,284 2,24 2,97 3,705

2 -0,99 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,6051,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,4991,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,78 3,388

1.4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271

1.2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,34 2,087 2,626 3,1491 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,34 2,043 2,542 3,022

0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,78 1,336 1,993 2,453 2,891

0,6 -1,88 -0,857 -0,099 0,8 1,328 1,939 2,359 2,755

0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,88 2,261 2,615

0,2 -2,178 -0,85 -0,033 0,83 1,301 1,818 2,159 2,472

0 -2,326 -0,842 0 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326-0,2 -2,472 -0,83 0,033 0,85 1,258 1,68 1,945 2,178-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029

-0,6 -2,755 -0,8 0,099 0,857 1,2 1,528 1,72 1,88

-0,8 -2,891 -0,78 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733

-1 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588

-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449

-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,27 1,318

-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197-1,8 -3,499 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087

Sumber: Suripin, 2004

2.4.1 Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi

Setelah diperoleh hasil dari distribusi frekuensi maka perlu dilakukan uji

kesesuaian distribusi frekuensi sebagai berikut ini.

1.1.1.1 Uji Smirnov – Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov – Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan

non parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi

tertentu. Prosedur perhitungannya adalah sebagai berikut (Suripin, 2004):

1) Mengurutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan

besarnya peluang dari masing-masing data tersebut.

X1 = P(X1), X2 = P(X2), X3 = P(X3), dan seterusnya.

2) mengurutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran

data (persamaan distribusinya).

X1 = P’(X1), X2 = P’(X2), X3 = P’(X3), dan seterusnya.

3) Menentukan selisih terbesar antara peluang pengamatan dan peluang

teoritis.

Page 13: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

13

D = maksimum [P(Xn) - P’(Xn)]

4) Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov – Kolmogorov test) ditentukan harga

Do dari Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov – Kolmogorov

NDerajat Kepercayaan, α

0,20 0,10 0,05 0,015101520253035404550

0,450,320,270,230,210,190,180,170,160,15

0,510,370,300,260,240,220,200,190,180,17

0,560,410,340,290,270,240,230,210,200,19

0,670,490,400,360,320,290,270,250,240,23

N > 50

0.5N

07,10.5N

22,10.5N

36,10.5N

63,1

Sumber: Suripin, 2004

1.1.1.1 Uji Chi–Kuadrat

Uji chi–kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan

distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang

dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter χ2, yang dapat

dihitung dengan persamaan berikut (Suripin, 2004):

(2.11)

Dengan:

χh = parameter chi – kuadrat terhitung,

Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i,

Ei = jumlah nilai teoritis (frekuensi harapan) pada sub kelompok i.

Parameter χh2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai χh

2

sama atau lebih besar dari nilai chi-kuadrat sebenarnya (χ2cr

) disajikan pada Tabel

2.5. Adapun langkah-langkah pengujian uji chi-kuadrat adalah sebagai berikut:

1. Membagi data curah hujan rata-rata harian maksimum ke dalam beberapa

kelas dengan rumus K = 1 + 3,3 log n,

2. Memasukkan anggota atau nilai-nilai data ke kelas yang bersangkutan,

χh2=i=1G(Oi-

Ei)2Ei

Page 14: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

14

3. Menghitung nilai-nilai pengamatan yang ada dalam kelas (Oi),

4. Menentukan Ei ,

5. Menentukan χh2 dengan Persamaan (2.11),

6. Menentukan derajat kebebasan (Dk) dengan

Dk = K-R-1

(nilai R = 2, untuk disribusi normal dan binomial dan R=1 untuk distribusi

poisson),

7. Menentukan nilai χ2cr. Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima,

harga χh2 < χ2

cr.

2.5 Analisa Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu

(Suripin, 2004). Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya

curah hujan dan frekuensi. Adapun rumus intensitas hujan dinyatakan sebagai

berikut:

(2.12)

Dengan:

I = intensitas hujan (mm/jam),

R = tinggi hujan (mm),

t = lamanya hujan (jam).

Tabel 2.5 Nilai Kritis untuk Uji Chi-Kuadrat

DK α (Derajat Kepercayaan)

0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

1 0,000039 0,00015 0,00098 0,0039 3841 5024 6635 7879

2 0,01 0,0201 0,0506 0,103 5991 7378 9210 10597

3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7815 9348 11345 12838

4 0,207 0,297 0,484 0,711 9488 11143 13277 14860

5 0,412 0,554 0,831 1145 11070 12832 15086 16750

6 0,676 0,872 1237 1635 12592 14449 16812 18548

7 0,989 1239 1690 2167 14067 16013 18475 20278

8 1344 1646 2180 2733 15507 17535 20090 21955

I=Rt

Page 15: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

15

9 1735 2088 2700 3325 16919 19023 21666 23589

10 2156 2558 3247 3940 18307 20483 23209 25188

11 2603 3053 3816 4575 19675 21920 24725 26757

12 3074 3571 4404 5226 21026 23337 26712 28300

13 3565 4107 5009 5892 22362 24736 27688 29819

14 4075 4660 5629 6571 23685 26119 29141 31319

15 4601 5229 6262 7261 24996 27488 30578 32801

16 5142 5812 6908 7962 26296 28845 32000 34267

17 5697 6408 7564 8672 27587 30191 33409 35718

18 6265 7015 8231 9390 28869 31526 34805 37156

19 6844 7633 8907 10117 30144 32852 36191 38582

20 7434 8260 9591 10851 31410 34170 37566 39997

21 8034 8897 10283 11591 32671 35479 38932 41401

22 8643 9542 10982 12338 33924 36781 40289 42796

23 9260 10196 11689 13091 36172 38076 41638 44181

24 9886 10856 12401 13848 36415 39364 42980 45558

25 10520 11524 13120 14611 37652 40646 44314 46928

26 11160 12198 13844 15379 38885 41923 45642 48290

27 11808 12879 14573 16151 40113 43194 .46,963 49645

28 12461 13565 15308 16928 41337 44461 48278 50993

29 13121 14256 16047 17708 42557 45722 49588 52336

30 13787 14953 16791 18493 43773 46979 50892 53672Sumber: Suripin, 2004

Hubungan antara intensitas hujan, lama hujan dan frekuensi hujan

dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF=Intensity-

Duration-Frequency Curve). Analisis IDF dilakukan untuk memperkirakan debit

puncak di daerah tangkapan kecil berdasarkan data curah hujan titik (satu stasiun

pencatat curah hujan) seperti dalam perencanaan sistem drainase perkotaan,

gorong-gorong, sumur resapan dan kolam resapan (Triatmodjo, 2009).

Jika data curah hujan yang tersedia adalah data curah hujan harian atau dari

penakar hujan biasa (manual), maka pembuatan kurva IDF dapat diturunkan dari

persamaan Mononobe sebagai berilkut.

(2.13)

Dengan:

It = intensitas curah hujan untuk lama hujan t (mm/jam),

It=R242424t23

Page 16: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

16

t = lamanya curah hujan (jam),

R24 = curah hujan maksimum selama 24 jam (mm).

Dengan prosedur perhitungan sebagai berikut:

1. Dilakukan analisis frekuensi dari data hujan harian yang ada dengan periode ulang

yang dikehendaki untuk mendapatkan hujan rencana,

2. Tentukan durasi hujan, misalnya 5, 10, 15…menit,

3. Hitung intensitas hujan jam-jaman dengan menggunakan persamaan Mononobe,

4. Plot hasil perhitungan pada grafik IDF (Intensity-Duration-Frequency).

2.5 Limpasan (run off)

Limpasan adalah air hujan yang turun dari atmosfir dalam siklus hidrologi

yang tidak ditangkap oleh vegetasi atau permukaan-permukaan buatan seperti atap

bangunan atau lapisan kedap air lainnya, maka akan jatuh ke permukaan bumi dan

sebagian akan menguap, berinfiltrasi, atau tersimpan dalam cekungan-cekungan

(Suripin, 2004). Bila kehilangan air seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi,

maka sisa air hujan akan mengalir langsung di atas permukaan tanah menuju alur

aliran terdekat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan adalah sebagai berikut:

1) Faktor Meteorologi

a. Intensitas Hujan

Pengaruh Intensitas hujan terhadap limpasan permukaan tergantung pada

laju infiltrasi. Jika intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan

terjadi limpasan permukaan sejalan peningkatan intensitas curah hujan.

b. Durasi Hujan

Total limpasan dari suatu hujan berkaitan langsung dengan durasi hujan

dengan intensitas tertentu. Setiap DAS memiliki satuan durasi hujan atau

lama hujan kritis. Jika hujan terjadi lamanya kurang dari lama hujan kritis,

maka lamanya limpasan akan sama dan tidak tergantung pada intensitas

hujan.

c. Distribusi Curah Hujan

Laju dan volume limpasan maksimum terjadi jika seluruh DAS telah

memberiakna kontribusi aliran. Namun, hujan dengan intensitas tinggi

Page 17: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

17

pada sebagian DAS dapat menghasilkan limpasan yang lebih besar

dibandingkan dengan hujan biasa yang meliputi seluruh DAS.

1) Karakteristik DAS

a. Luas dan Bentuk DAS

Laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar dengan

bertambahnya luas DAS. Sementara bentuk DAS akan mempengaruhi pola

aliran dalam sungai.

b. Topografi

Penampakan rupa bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, keadaan

dan kerapatan, parit atau saluran, dan bentuk-bentuk cekungan lainnya

mempunyai pengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. DAS yang

mempunyai kemiringan curam dan lebar saluran yang kecil menghasilkan

volume dan laju aliran permukaan yang lebih tinggi.

c. Tata Guna Lahan

Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam

koefisien aliran permukaan (C). Angka koefisian aliran permukaan ini

merupakan salah satu indicator untuk menentukan kondisi fisik suatu

DAS.

2.5 Koefisien Aliran Permukaan

Salah satu konsep penting dalam upaya mengendalikan banjir adalah

koefisien aliran permukaan (runoff) yang biasa dilambangkan dengan C.

Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan

terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju

infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Suripin, 2004).

Berikut Nilai C untuk berbagai tipe tanah dan penggunaan lahan dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Koefisien aliran permukaan (C)Tipe Daerah Aliran Koefisien Aliran, (C)

Rerumputan :Tanah pasir, datar 2%Tanah pasir, sedang 2%-7%Tanah pasir, curam > 7%Tanah gemuk, datar 2%Tanah gemuk, sedang 2%-7%Tanah gemuk, curam > 7%

0,5 – 0,100,10 – 0,150,15 – 0,200,13 – 0,170,18 – 0,220,23 – 0,35

Page 18: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

18

Perdagangan :Daerah kota lamaDaerah kota pinggiran

0,75 – 0,950,50 – 0,70

Perumahan :Daerah single familyMulty Unit TerpisahMulty unit tertutup

0,30 – 0,500,40 – 0,600,60 – 0,75

SuburbanDaerah apartemen

0,25 – 0,400,50 – 0,70

Industri :Daerah ringanDaerah berat

0,50 – 0,800,60 – 0,90

Taman, kuburan 0,10 – 0,25Tempat bermain 0,20 – 0,35Halaman kereta api 0,20 – 0,40Daerah tidak dikerjakan 0,10 – 0,30Jalan :

AspalBetonBatu

0,70 – 0,950,80 – 0,950,70 – 0,85

Atap 0,74 – 0,95 Sumber : Bambang Triatmodjo, 2009

2.6 Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan air hujan yang jatuh

untuk mengalir dari suatu titik terjauh sampai ke tempat keluaran DPS (titik

kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Waktu

konsentrasi dapat dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen,

yaitu, waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai

saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik

keluaran (td) (Suripin, 2004), sehingga:

doc ttt +=(2.14)

menitS

nLto

×××= 28,33

2

(2.15)

Page 19: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

19

menitv

Lt s

d 60=

(2.16)

Dengan:n = koefisien kekasaran manning (Tabel 2.7),

S = kemiringan lahan,

L = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m),

Ls = panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m),

v = kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik).

Tabel 2.7. Nilai koefisien kekasan Manning (n)

Tata guna lahan nKedap air 0,02Timbunan tanah 0,1Tanaman pangan/tegalan dengan sedikit rumput pada

0,2 tanah yang kasar dan lunakPadang rumput 0,4Tanah gundul yang kasar dengan reruntuhan dedaunan 0,6Hutan dan sejumlah semak belukar 0,8

Sumber: Bambang Triatmodjo, 2009

2.7 Menentukan Debit Puncak dengan Metode Rasional

Metode rasional digunakan untuk memperkirakan debit puncak yang

ditimbulkan oleh hujan pada daerah tangkapan aliran (DTA) kecil. Suatu DTA

disebut kecil apabila distribusi hujan dapat dianggap seragam dalam ruang dan

waktu dan biasanya waktu hujan melebihi waktu konsentrasi. Motode ini sangat

simpel dan mudah penggunaannya, namun terbatas untuk DTA dengan ukuran

kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Suripin, 2004).

Metode rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan yang

terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh DTA selama paling

sedikit sama dengan waktu konsentrasi (Tc) DTA. Rumus rasional adalah sebagai

berikut :

Q = 0,002778 . C . I . A (2.17)

Dengan :

Q = debit puncak (m3/detik),

C = koefisien pengaliran,

Page 20: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

20

I = intensitas hujan (mm/jam),

A = luas daerah (hektar).

2.10 Debit Air Kotor (Limbah Domestik)

Air kotor (limbah domestik) dihitung berdasarkan standar kebutuhan

konsumsi air tiap orang dalam satu unit rumah. Dimana 80% dari kebutuhan

tersebut akan menjadi air buangan atau limbah domestik. Adapun standar

kebutuhan konsumsi air untuk daerah Pekanbaru adalah sebagai berikut ini.

Tabel 2.8 Standar kebutuhan air daerah Pekanbaru

Jenis PenggunaanRasio daya dukung Standar Kebutuhan airtiap luasan lahan Kebutuhan Air Perunit Kegiatan

Rumah Tanggaa. Type besar 5 org/unit 200 lt/org/hari 1,0 m3/unit/harib. Tipe Sedang 5 org/unit 150 lt/org/ hari 0,75 m3/unit/haric. Tipe Kecil 5 org/unit 100 lt/org/ hari 0,50 m3/unit/hariFas. Perekonomiana. Warung 5 org/unit 10 lt/org/ hari 0,05 m3/unit/harib. Pertokoan 200 org/unit 15 lt/org/ hari 0,30 m3/unit/haric. Pasar 1400 org/unit 15 lt/org/ hari 36 m3/unit/hari

Sumber: Revisi RUTRK Pekanbaru, 1994-2004: dalam Wedy, 2010

2.11Analisa Hidraulika

2

2.9

2

2.10

2.11.1 Tipe Aliran

Secara umum saluran drainase merupakan aliran terbuka yaitu aliran

dimana muka air mempunyai tekanan sama dengan tekanan atmosfer. Aliran

terbuka dapat digolongkan menjadi berbagai tipe berdasarkan perubahan

kedalaman aliran sesuai dengan ruang dan waktu.

Berdasarkan ruang dan tipe aliran dibedakan menjadi:

a. Aliran seragam (uniform flow), bila kedalaman air pada setiap potongan

melintang sama

b. Aliran tidak seragam (nonuniform flow), bila kedalaman air pada setiap

potongan melintangnya tidak sama

Page 21: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

21

Berdasarkan waktu, tipe aliran dibedakan atas:

a. Aliran tetap (steady flow), bila kedalaman air tidak berubah atau diannggap

tetap dalam kurun waktu tertentu

b. Aliran tidak tetap (unsteady flow), bila kedalaman aliran berubah sesuai

dengan waktu.

Untuk mempermudah dalam penyelesaian persamaan aliran maka aliran

dalam drainase dianggap mempunyai tipe aliran seragam. Sifat-sifat aliran

seragam ini adalah:

a. Kedalaman aliran, luas penampang basah, kecepatan aliran serta debit

aliran selalu tetap pada setiap penampang lining saluran (h, A, V dan Q

selalu tetap)

b. Garis Energi dan dasar saluran selalu sejajar

Dalam sebagian persoalan aliran seragam, berdasarkan suatu pertimbangan,

maka debit dianggap tetap disepanjang bagian saluran yang lurus atau

dengan kata lain aliran bersifat kontinu. Sehingga dapat ditunjukkan dengan

persamaan kontinuitas:

Q = A1.V1 = A2.V2 (2.18)

Dengan: Q = debit saluran (m3/detik),

A = luas basah pada potongan,

V = kecepatan aliran pada potongan.

2.11.1 Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran harus memenuhi persyaratan tidak boleh kurang dari

kecepatan minimum dan tidak melebihi kecepatan maksimum yang diizinkan

sesuai dengan tipe dan bahan material saluran yang ditinjau. Hal ini dimaksudkan

untuk mencegah terjadinya endapan partikel (sedimen) dan terjadi erosi pada

saluran.

Rumus kecepatan aliran seragam ada 3 buah yang terkenal yaitu:

1. Rumus de chezy

SRCV =

(2.19)

2. Rumus Strickler

Page 22: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

22

2

1

3

2

SRkV s=

(2.20)

3. Rumus Manning

2

1

3

21SR

nV =

(2.21)

Dengan: V = kecepatan aliran (m/dtk),

R = jari-jari hidrolis (m),

A = luas basah (m2),

P = keliling basah (m),

S = kemiringan dasar saluran (%),

C = koefisien kakasaran chezy,

ks = koefisien kekasaran Strickler,

n = koefisien kekasaran manning.

Kekasaran manning dapat dilihat pada Tabel 2.8

Pada saluran alam maupun buatan sering ditemui kenyataan bahwa

kekasaran dinding saluran berbeda dengan kekasaran dasar saluran. Untuk

menghitung kekasaran komposit perlu ditinjau luas daerah pengaruh masing-

masing. Sehingga kekasaran komposit dapat dihitung dengan rumus (Suripin,

2004) :

32

1

23

).(

=∑

=

co

n

iii

co P

Pnn

(2.22)

Dengan :

n co = koefisien manning komposit,

pco = keliling basah komposit,

pi = keliling basah bagian i,

ni = kekasaran manning bagian i.

Page 23: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

23

Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan adalah kecepatan

terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan partikel (sedimentasi)

maupun tumbuhnya tumbuhan air. Sedangkan kecepatan maksimum adalah

kecepatan dimana aliran air dapat menimbulkan gerusan (erosi) pada saluran.

Tabel 2.9 menunjukkan besarnya kecepatan maksimum yang diizinkan untuk

berbagai saluran.

Kecepatan maksimum ini adalah konservatif yang akan digunakan untuk

perencanaan drainase ini. Pada batas-batas keperluan tertentu kecepatan

maksimum ini dapat lebih tinggi lagi. Kecepatan maksimum saluran dapat dilihat

pada Tabel 2.10.

Tabel 2.9. Harga Koefisien Manning Pada Saluran

Bahan Koefisien Manning (n)Besi tuang lapisKacaSaluran betonBata dilapis mortarPasangan batu disemenSaluran tanah bersihSaluran tanahSaluran dengan dasar batu dan tebing rumputSaluran pada galian batu padas

0,0140,0100,0130,0150,0250,0220,0300,0400,040

Sumber : Triatmodjo, 2003

Tabel 2.10. Kecepatan Maksimum Saluran

Jenis bahan Kecepatan maksimum (m/detik)Pasir halus 0,45

Lempung kepasiran 0,50Lanau alluvial 0,60Kerikil halus 0,75Lempung koko 0,75Lempung padat 1,10Kerikil Kasar 1,20Batu-batuan besar 1,50Pasangan batu 1,50Beton 1,50Beton bertulang 1,50

Sumber : Triatmodjo, 2009

2.12 Tinggi Jagaan

Page 24: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

24

Tinggi jagaan disaluran pembuka dengan lining permukaan yang keras

akan ditentukan dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain seperti

besar dimensi saluran, kecepatan aliran, arah dan lengkungan saluran, debit banjir,

gelombang permukaan akibat tekanan aliran angin, pentingnya daerah yang

dilindungi dan sebagainya. Tinggi jagaan biasanya diambil antara 0,15 m s/d 0,60

m dan tinggi urugan atas timbunan tanah diatas puncak lining tersebut biasanya

diambil 0,30 – 0,60 m.

Sedangkan untuk saluran drainase yang sudah dilining yang umumnya ada

dikawasan permukaan maka tinggi jagaan berdasarkan SNI-3434-1994 dalam

Wedy (2010), baik untuk bentuk trapesium maupun bentuk U, ditetapkan rumus:

Hf 5,0=

(2.23)

Dengan : f = tinggi jagaan (m) H = tinggi air rencana (m)

Berdasarkan SNI T-07-1990-F dalam Wedy (2010), standarkan tinggi

jagaan minimum saluran drainase berdasarkan debit aliran seperti terlihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 2.11 Standar tinggi jagaan

Debit Tinggi jagaan minimum (m)m3/dtk

0-0,3 0,30,3-0,5 0,4

0,5-1,5 0,5

1,5-15,0 0,6

15,0-25,0 0,75

25 1

Sumber: SNI T-07-1990-F; Wedy, 2010

2.13 Geometri Saluran

Dalam perencanaan suatu saluran drainase harus diusahakan dapat

memilih bentuk dan jenis saluran yang baik dan berbilai ekonomis. Perencanaa

dimensi perlu mempertimbangkan:

a. Efisiensi hidrolis saluran,

b. Kepraktisan saluran, dan

Page 25: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

25

c. Faktor biaya yang ekonomis.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa saluran terbuka umumnya lebih

menguntungkan dan jauh lebih ekonomis dibanding dari saluran tertutup. Adapun

bentuk-bentuk umum dan geometris dari saluran drainase adalah sebagai berikut:

1) Bentuk segi empat

Saluran drainase yang berbentuk empat persegi panjang ini tidak banyak

membutuhkan ruangan dan lahan. Namun saluran ini harus terbentuk dari

pasangan batu dan beton untuk mencegah keruntuhan. Umumnya dalam

pelaksanaan bentuk persegi panjang menggunakan pasangan batu. Saluran ini

berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun irigasi. Pada

penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan

kedalaman air h (Gambar 2.2), luas penampang basah, A, dan keliling basah, P,

dapat dituliskan sebagai berikut:

A=BH (2.24)

B=AH (2.25)

P=B-2H atau,

P=AH-2H

dPdH=-AH2+2=0

A=2H2=BH

B=2H (2.28)

Gambar 2.2 Penampang persegi panjang

2) Bentuk Trapesium

Pada umumnya saluran berbentuk trapesium ini terbuat dari tanah, namun

dimungkinkan juga bentuk ini dari pasangan batu dan beton. Saluran ini

membutuhkan ruang atau lahan yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air

H

B

(2.26)

(2.27)

Page 26: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

26

hujan, air rumah tangga maupun air irigasi. Saluran ini merupakan saluran

serbaguna yang sering digunakan karena mudah pengerjaannya. Saluran ini juga

dapat menampung volume air yang besar dan disamping itu mudah dalam

pengerjaannya. Luas penampang melintang, A, dan keliling basah P, saluran

dengan penampang melintang yang berbentuk trapesium dengan lebar dasar B,

kedalaman aliran h, dan kemiringan dinding 1 : m (Gambar 2.3), dapat

dirumuskan sebagai berikut:

( ) HmHBA += (2.29)

12 2 ++= mHBP

atau,

12 2 +−= mHPB

(2.30)

Substitusikan nilai B:

222 12 mHmHPHA ++−=

(2.31)

Gambar 2.3 Penampang melintang saluran trapesium

Asumsikan bahwa luas penampang A dan kemiringan adalah konstan,

maka persamaan diatas dapat dideferensialkan terhadap h dan dibuat sama dengan

nol,untuk memperoleh kondisi P minimum:

0214 2 =++−= mHmHPHdh

dA

atau,

mHmP 214 2 −+=

(2.32)

H

B

Page 27: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

27

Dengan menganggap h konstan, mendeferensialkan persamaan diatas dan

membuat sama dengan nol, maka diperoleh persamaan berikut:

021

24

2

12

=−

+= H

m

mH

dm

dP

atau,

11

22

=+m

m

(2.33)

;14 22 mm +=

;13 2 =m

3

1

3

1 ==m

(2.34)

Maka diperoleh:

3233

23

3

8HHHP =−=

(2.35)

33

23

3

432 HHHB =−=

(2.36)

333

13

3

2 2HHHA =

+=

(2.37)

2.14 Gorong-Gorong

Gorong-gorong adalah saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air melewati

jalan raya, jalan kereta api atau timbunan lainya. Gorong-gorong biasanya dibuat

dari beton, aluminium gelombang, baja gelombang dan kadang-kadang plastik

gelombang. Bentuk penampang melintang gorong-gorong bermacam-macam, ada

yang bulat, persegi, oval, tapal kuda dan segitiga.

Gambar 2.4 menunjukan bentuk penampang melintang gorong-gorong (a) bulat,

(b) segitiga dan (c) persegi.

Page 28: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

28

(a) (b) (c)

Gambar 2.4 Bentuk penampang melintang gorong-gorong

Berdasarkan lokasi, dikenal ada dua macam pengontrol yang dapat digunakan

pada gorong-gorong, yaitu pengontrol di depan (inlet) dan di belakang (outlet).

Kontrol didepan terjadi jika kapasitas gorong-gorong lebih besar dari pada

kapasitas pemasukan (inlet). Sedangkan kontrol di belakang terjadi jika kapasitas

gorong-gorong lebih kecil dari pada kapasitas pemasukan. Berikut ini adalah

rumus untuk perhitungan kapasitas gorong-gorong :

zgaCQ d .2.=

(36) (2.38)

Dengan :

a = luas penampang gorong-gorong (m2),

z = selisih antara tinggi gorong-gorong dengan tinggi permukaan air (m),

Cd = koefisien kontraksi pada sisi pemasukan. Cd = 0,9 untuk ujung persegi dan

Cd = 1 untuk ujung yang dibulatkan.

Page 29: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

29

BAB III

DATA DAN PERHITUNGAN

3.1. Umum

Proses pelaksanaan studi ini pada prinsipnya terbagi dalam tiga bagian yaitu

pengumpulan data, pengolahan data atau perhitungan dan keluaran berupa hasil

analisa sebagai rekomendasi kepada pihak yang membutuhkan. Langkah-langkah

yang diambil dalam prosedur penelitian ini adalah studi literatur, survei dan

pengumpulan data. Pola pikir pelaksanaan studi dalam penelitian ini adalah seperti

yang digambarkan dalam bagan alir Gambar 3.1.

3.1 Studi Literatur

Studi literatur adalah studi kepustakaan guna mendapatkan teori-teori yang

berkaitan dengan analisa hidrologi berupa, analisa curah hujan, analisa distribusi

frekuensi, analisa intensitas hujan dan debit puncak dengan Metode Rasional.

3.2 Survei dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian ini dilakukan dengan

dua cara, yaitu survei lapangan dan survei instansional. Survei Lapangan

dilakukan dengan pengamatan langsung kondisi drainase eksisting, arah aliran air

limpasan yang terdapat di daerah tersebut.

a. Survei Lapangan

Penelitian dilakukan pada kawasan Jalan H.R. Subrantas. Daerah ini

secara geografis terletak pada pada 00 28' 37,6'' LU dan 1010 22' 55,19'' BT,

dengan luas wilayah lebih kurang 127 hektar dan batas geografis sebelah utara

berbatasan dengan Kecamatan Payung Sekaki, sebelah selatan berbatasan dengan

Kabupaten Kampar, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar, dan

sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Marpoyan Damai. Lokasi penelitian

dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini:

Page 30: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

30

S

umber : http://pekanbaru.go.id, 2010

Gambar 3.1 : Lokasi Penelitian

b. Survei Instansional

Data-data yang digunakan pada penulisan ini diperoleh dari Dinas terkait

di kota Pekanbaru. Data yang digunakan antara lain adalah data curah hujan,

topografi, dan tata guna lahan.

1. Data Curah Hujan

Data curah hujan yang dipergunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini

diambil dari stasiun pencatat hujan. Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang Penulis

kaji terletak pada Catchment Area Pekanbaru, yaitu pada Stasiun Pekanbaru.

Curah hujan yang dicatat selama 25 tahun yaitu curah hujan mulai tahun 1985

sampai tahun 2009.

2. Data Topografi

Kotamadya Pekanbaru terletak pada ketinggian rata-rata ± 5 meter di atas

permukaan laut. Kecuali di beberapa tempat seperti di sekitar Bandar Udara

Sultan Syarif Kasim II (SSK II) dan di bagian utara serta timur kota. Secara

umum kondisi wilayah Kotamadya Pekanbaru merupakan dataran rendah dengan

Lokasi Penelitian

Page 31: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

31

kemiringan lereng 0 – 2 %. Kecuali beberapa daerah di bagian utara dan di bagian

timur memiliki morfologi yang bergelombang dengan kemiringan di atas 40%.

3. Tata Guna Lahan

Kota Pekanbaru berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Tahun 2010 terbagi menjadi beberapa Wilayah Pengembangan (WP) antara lain

adalah sebagai berikut:

a. Wilayah Pengembangan I

Terdiri dari 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Senapelan, Kecamatan Lima

Puluh, Kecamatan Pekanbaru Kota, Kecamatan Sukajadi dan Kecamatan

Sail. Selanjutnya WP I diarahkan fungsinya untuk pusat kegiatan

perdagangan dan jasa kepadatan tinggi, pusat kegiatan jasa perkantoran

lokal regional, dan internasional, pusat kegiatan pemerintahan provinsi dan

kawasan permukiman kepadatan tinggi.

b. Wilayah Pengembangan II

Terdiri dari 1 kecamatan, yaitu Kecamatan Rumbai. Selanjutnya WP II ini

diarahkan fungsinya untuk pusat kegiatan olahraga, kawasan pendidikan,

kawasan pemukiman, pusat kegiatan industri kecil, kawasan perdagangan

dan kawasan lindung.

c. Wilayah Pengembangan III

Terdiri dari 1 kecamatan, yaitu Kecamatan Rumbai Pesisir. WP III ini

diarahkan fungsinya untuk kawasan lindung, kawasan pemukiman, pusat

kegiatan pariwisata, kawasan industri dan kawasan pergudangan.

d. Wilayah Pengembangan IV

Terdiri dari 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan

Tenayan Raya. Selanjutnya WP IV ini diarahkan fungsinya untuk kawasan

permukiman, pusat kegiatan industri, kawasan pendidikan, pusat kegiatan

pergudangan, kawasan perdagangan, pusat kegiatan pemerintahan dan

kawasan rekreasi.

e. Wilayah Pengembangan V

Page 32: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

32

Terdiri dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Tampan, Kecamatan Marpoyan

Damai dan Kecamatan Payung Sekaki. Selanjutnya WP V ini diarahkan

fungsinya untuk pusat kegiatan pendidikan tinggi, kawasan permukiman,

pusat kegiatan industri kecil, kawasan perkantoran, kawasan pemerintahan

dan kawasan perdagangan.

Dari uraian diatas lokasi penelitian berada pada wilayah pengembangan V

yang merupakan wilayah pemukiman dan perkantoran dan perdagangan. Tata

guna lahan dilokasi penelitian banyak dibangun bangunan rumah toko atau lazim

di sebut ruko.

3.1 Bagan Alir Penelitian

Tahap-tahap yang akan dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir adalah

pengumpulan data, pengolahan data dan evaluasi. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat dalam bagan alir penelitian pada Gambar 3.2 berikut ini:

Data Pola Aliran Air

Pengumpulan Data

Data Tata Guna LahanData Curah Hujan Harian MaksimumData Saluran Drainase

Analisis Data Curah Hujan

Panjang Saluran

Penamaan Saluran Drainase

Catchment Area (A)

A

Trase Saluran

A

Mulai

Page 33: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

33

Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian

3.2 Analisa Hidrologi

Analisa hidrologi dilakukan untuk menentukan intensitas hujan. data yang

digunakan berupa data curah hujan harian 25 tahun (tahun 1985-2009), dari data

Debit AliranQ = 0,002778.C.I A

Hitung nilai C Koefisien Limpasan

Analisa Intensitas Hujan (I)

Cek Dimensi Saluran Drainase

Perhitungan Dimensi Saluran Drainase

Selesai

Tidak

Oke

Kesimpulan

Perubahan Dimensi Saluran

Hitung nilai tc Waktu

konsentrasi

Page 34: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

34

tersebut dilakukan analisa frekuensi hujan, selanjutnya dihitung intensitas hujan

yang terjadi untuk durasi tertentu. Hasil perhitungan akan memperlihatkan

hubungan antara intensitas hujan dengan durasi dan frekuensi dalam grafik IDF

(Intensity Duration Frequency).

1.2.1 Penetapan Seri Data

Penetapan Seri data curah hujan harian maksimum Stasiun Pekanbaru

yang akan digunakan dalam analisis frekuensi diperoleh dengan metode maximum

annual series (Data Maksimum Tahunan). Data curah hujan harian maksimum

tersebut disajikan pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1. Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Pekanbaru

No TahunCurah Hujan Harian

Maksimum (mm)

1 2000 72

2 2005 87.5

3 2001 92

4 2004 95

5 2008 97

6 2006 99.5

7 1997 100.2

8 1986 100.8

9 1993 103

10 2007 107.5

11 2002 108.5

12 1985 112.2

13 1992 114

14 1995 114

15 1996 115.3

16 2003 119

17 2005 127

18 2009 130

Tabel 3.1. Lanjutan

No TahunCurah Hujan Harian

Maksimum (mm)

19 1991 133

20 1989 137.5

Page 35: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

35

21 1999 139.5

22 1987 140.5

23 1998 145

24 1994 148.4

25 1990 160 Sumber : Perhitungan 2011

1.2.2. Analisa Frekuensi

Analisa frekuensi bertujuan untuk menentukan jenis distribusi yang sesuai

untuk mendapatkan curah hujan rencana. Pemilihan jenis distribusi curah hujan

yang sesuai berdasarkan nilai koefisien asimetris (Cs), koefisien variansi (Cv) dan

koefisien kurtosis (Ck). Koefisien tersebut didapat dengan menentukan nilai

parameter statistik dari data curah hujan maksimum tahunan.

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat melalui prosedur berikut ini:

a. Menghitung nilai Rata-rata (average) dengan menggunakan Persamaan (2.1)

X=125×2898,40=115,936 mm

b. Menghitung simpangan baku dengan menggunakan Persamaan (2.2)

s=125-1×11256,021/2=21,656

c. Menghitung Koefisien variansi menggunakan Persamaan (2.3)

Cv=21,656115,936=0,186

d. Menghitung asimetri (skewness) dengan menggunakan Persamaan (2.4)

Cs=25×38854,1825-1×(25-

2)×21,6563=0,173

e. Menghitung nilai kurtosis dengan menggunakan Persamaan (2.5)

Ck=252×1187086,9025-1×25-2×(25-

3)×21,6564

Ck=2,778

Hasil perhitungan parameter statistik selengkapnya disajikan pada Tabel 3.2

berikut ini.

Page 36: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

36

Tabel 3.2. Parameter Statistik

No TahunHujan

Maks Xi (mm)

(Xi-Xrata)2 (Xi-Xrata)3 (Xi-Xrata)4

1 2000 72,00 1930,372 -84812,828 3726336,429

2 2005 87,50 808,606 -22993,523 653843,818

3 2001 92,00 572,932 -13713,703 328251,187

4 2004 95,00 438,316 -9176,586 192121,000

5 2008 97,00 358,572 -6789,921 128573,948

6 2006 99,50 270,142 -4440,055 72976,752

7 1997 100,20 247,622 -3896,575 61316,504

8 1986 100,80 229,098 -3467,635 52486,121

9 1993 103,00 167,340 -2164,711 28002,708

10 2007 107,50 71,166 -600,357 5064,613

11 2002 108,50 55,294 -411,167 3057,437

12 1985 112,20 13,958 -52,146 194,817

13 1992 114,00 3,748 -7,256 14,048

14 1995 114,00 3,748 -7,256 14,048

15 1996 115,30 0,404 -0,257 0,164

16 2003 119,00 9,388 28,765 88,136

17 2005 127,00 122,412 1354,367 14984,721

18 2009 130,00 197,796 2781,804 39123,296

19 1991 133,00 291,180 4968,697 84785,848

20 1989 137,50 465,006 10027,391 216230,669

21 1999 139,50 555,262 13084,196 308315,995

22 1987 140,50 603,390 14821,674 364079,608

23 1998 145,00 844,716 24550,829 713545,283

24 1994 148,40 1053,911 34214,176 1110729,020

25 1990 160,00 1941,636 85556,253 3769950,729

Jumlah 2898,40 11256,018 38854,176 11874086,901

Nilai Log X rata-rata Xrata-rata 115,936

Deviasi standar s 40,236

Koefisien variasi Cv 0,347

Koefisien skewnes Cs 0,027

Koefisien kurtosis Ck 5,130

f. Pemilihan jenis distribusi yang sesuai

Hasil perhitngan parameter statistik pada Tabel 3.2 dan sifat-sifat distribusi

pada Tabel 2.2, memperlihatkan bahwa distribusi yang sesuai dengan data yang

Sumber : Perhitungan, 2011

Page 37: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

37

tersedia adalah distribusi Log Person III. Hasil pemilihan tersebut dapat dilihat

pada Tabel 3.3 berikut ini

Tabel 3.3. Pemilihan distribusi yang sesuai

Distribusi Persyaratan Hasil Hitungan

Keterangan

Normal

(X rat ± s) = 68,27% 62,5%Tidak

Memenuhi(X rat ± 2s) = 95,44% 91,67%Cs ≈ 0 0,027Ck ≈ 3 5,130

Log NormalCs=Cv3+3Cv = 0,564 0,027 Tidak

MemenuhiCk=Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3 =

3,571 5,130

GumbelCs=1,14 0,027 Tidak

MemenuhiCk=5,4 5,130Log Person III Selain dari nilai diatas Memenuhi

Sumber: Perhitungan 2011

Dari hasil perhitungan di atas, sesuai dari Tabel 2.2 maka dapat disimpulkan

bahwa distribusi yang dapat digunakan adalah distribusi Log Pearson Tipe III.

3.2.3 Distribusi Log Pearson Tipe III

Adapun langkah-langkah distribusi Log Pearson Tipe III adalah sebagai

berikut:

a. Penjumlahan hujan harian dari data yang tersedia

b. Mengubah data kedalam bentuk logaritmik dengan Persamaan (2.1)

X=log72=1,857

c. Menghitung harga rata-rata menggunakan Persamaan (2.2)

logX=51,42025=2,0658

d. Menghitung harga simpang baku menggunakan Persamaan (2.3)

S=25×0,16425-10,5

S=0,0827

e. Menghitung koefisien kemencengan menggunakan Persamaan (2.4)

G=25×-0,0032225-1×25-2×0,08273

G=-0,2657

Hasil perhitungan lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.4

f. Menghitung logaritma hujan tahunan atau banjir periode ulang

Untuk T=2 tahun, G=-0,2657 berdasarkan Tabel 2.2 diperoleh nilai K

dengan interpolasi sebagai berikut:

Page 38: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

38

K-0,2657=0,033+-0,2657+0,20-0,40+0,20×0,066-0,033

K-0,2657=0,04384

dengan menggunakan Persamaan (2.5) diperoleh:

logX2=2,0568+0,04384×0,0827

logX2=2,0604

X2=102,0604=111,924

Hasil perhitungan lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4. Perhitungan Distribusi Log Pearson Tipe III

No Tahun Hujan Maks Xi (mm)

Log x(Log X-

Log Xrata)2

(Log X-Log

Xrata)3

1 2000 72,0 1,857 0,03978 -0,00793

2 2005 87,5 1,942 0,01317 -0,00151

3 2001 92,0 1,964 0,00865 -0,00080

4 2004 95,0 1,978 0,00625 -0,00049

5 2008 97,0 1,987 0,00490 -0,00034

6 2006 99,5 1,998 0,00348 -0,00021

7 1997 100,2 2,001 0,00313 -0,00017

8 1986 100,8 2,003 0,00284 -0,00015

9 1993 103,0 2,013 0,00193 -0,00008

10 2007 107,5 2,031 0,00064 -0,00002

11 2002 108,5 2,035 0,00046 -0,00001

12 1985 112,2 2,05 0,00005 0,00000

13 1992 114,0 2,057 0,00000 0,00000

Tabel 3.4. Lanjutan

No TahunHujan

Maks Xi (mm)

Log x(Log X-

Log Xrata)2

(Log X-Log

Xrata)3

14 1995 114,0 2,057 0,00000 0,00000

15 1996 115,3 2,062 0,00003 0,00000

16 2003 119,0 2,076 0,00035 0,00001

17 2005 127,0 2,104 0,00221 0,00010

18 2009 130,0 2,114 0,00327 0,00019

Page 39: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

39

19 1991 133,0 2,124 0,00450 0,00030

20 1989 137,5 2,138 0,00664 0,00054

21 1999 139,5 2,145 0,00771 0,00068

22 1987 140,5 2,148 0,00826 0,00075

23 1998 145,0 2,161 0,01094 0,00114

24 1994 148,4 2,171 0,01314 0,00151

25 1990 160,0 2,204 0,02171 0,00320

Jumlah 2898,4 51,42 0,16404 -0,00332

Nilai Log X rata-rata Log Xrata 2,0568

Deviasi standar s 0,0827 Sumber: Perhitungan 2011

Tabel 3.5 Hujan rancangan periode ulang T (tahun)Kala ulang T Nilai K Logaritma hujan Hujan XT

(tahun) (dari tabel) Log Xt = Log Xrata+ K.s mm2 0,04384 2,172 114,9245 0,85164 2,160 133,02810 1,24913 2,194 144,56325 1,65569 2,215 156,196

Sumber: Perhitungan 2011

Tabel 3.5 merupakan hasil perhitungan hujan rencana untuk kala ulang 2, 5

10 dan 25 tahun, namun berdasarkan Tabel 2.1 untuk luas kawasan kecil dari 100

Ha maka periode ulang yang digunakan adalah 10 tahun. Sehingga untuk

perhitungan selanjutnya menggunakan hujan rancangan harian (R24) sebesar

144,563 mm.

3.2.4. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi

Hasil yang diperoleh dengan jenis distribusi teoritis yang digunakan (Log

Pearson Tipe III) dapat diuji kesesuaiannya dengan metode pengujian Smirnov-

Kolgomorov dan Chi-Kuadrat.

3.2.4.1.Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji ini dilakukan dengan memplot data debit harian dan probabilitasnya,

untuk memperoleh perbandingan empiris dalam bentuk grafis. Dari hasil plot ini

dapat diketahui penyimpangan terbesar (Dmaks). Penyimpangan ini kemudian

Page 40: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

40

dibandingkan dengan penyimpangan kritik yang masih diijinkan (Do). Hasil

pengujian disajikan pada Tabel 3.5 dengan langkah-langkah perhitungan adalah

sebagai berikut:

1) Data curah hujan (Xi) diurutkan dari besar ke kecil, dan ditentukan

probabilitas (P(Xi)) masing-masing data tersebut, seperti yang terlihat pada

kolom 4 dan 5.

2) Untuk distribusi log person III data diubah dalam bentuk log (Xi), seperti

yang terlihat pada kolom 6.

3) Seperti yang telah dihitung pada sub-bab sebelumnya dengan menggunakan

Persamaan (2.7), (2.8) dan (2.9). diperoleh nilai log rata-rata (log Xrata-rata)

adalah 2,056, simpangan baku (s) adalah 0,082 dan koefisien kemencengan

(G) adalah -0,2356.

4) Menentukan nilai K untuk masing-masing peluang (P(Xi)) berdasarkan

Tabel 2.3, dengan cara interpolasi 2 arah sebagai berikut:

Untuk data hujan, Xi=160 mm dengan peluang P(X)=0,038 dan G=-0,2356

maka berdasarkan Tabel 2.2 nilai K berada pada P(X)=0,02 dan P(X)=0,04

terhadap G=-0,2 dan G=-0,4. Sehingga nilai K diperoleh dengan interpolasi

dua arah.

Arah pertama untuk G = -0,2 dengan P(X)=0,02 dan P(X)=0,04 diperoleh

nilai K adalah 1,945 dan 1,680. Maka nilai K adalah:

KPX=0,038=1,680+0,038-0,040,02-0,04×1,945-1,680=1,70

Untuk G = -0,4 dengan P(X)=0,02 dan P(X)=0,04 diperoleh nilai K adalah

1,834 dan 1,606. Maka nilai K adalah:

KPX=0,038=1,606+0,038-0,040,02-0,04×1,834-1,606=1,62

Dengan demikian dari interpolasi arah pertama diperoleh:

PX=0,038 dengan G=-0,2 → K=1,70

PX=0,038 dengan G=-0,4 → K=1,62

Kemudian dilakukan interpolasi lagi untuk P(X)=0,038 dan G=-0,2356,

sehingga diperoleh nilai K adalah sebagai berikut:

K=1,62+-0,2356+0,4-0,2+0,4×1,70-1,62=1,69

Perhitungan nilai K dilakukan untuk masing-masing probabilitas data curah

hujan.

Page 41: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

41

5) Menentukan nilai log XT dengan menggunakan Persamaan 2.10 serta nilai

XT sehingga diperoleh hasil seperti yang disajikan dalam kolom 10 dan 11.

logXT=logX+KS

logXT=2,057+1,69×0,082=2,194

tinggi hujan untuk masing-masig peluang (XT) adalah,

XT=10Log (XT)

XT=102,194=156,250

Page 42: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

42

m Tahun

Curah hujan Xi

(mm)

Curah hujan telah diurut Xi

(mm)P(x) Log

(Xi)Log Xi-Log Xr

(Log Xi-Log Xr)2

(Log Xi-Log Xr)3

Log (XT)

XT P'(x) DX

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13]

1 1985 112,2 160 0,0382,2041

2 0,14733 0,02171 0,00320 2,195156,79

1 0,001 0,037

2 1986 100,8 148,4 0,0772,1714

3 0,11465 0,01314 0,00151 2,175149,75

2 0,071 0,006

3 1987 140,5 145 0,1152,1613

7 0,10458 0,01094 0,00114 2,148140,59

3 0,166 0,051

4 1988 87,5 140,5 0,1542,1476

8 0,09089 0,00826 0,00075 2,143139,05

2 0,183 0,029

5 1989 137,5 139,5 0,1922,1445

7 0,08779 0,00771 0,00068 2,138137,52

8 0,200 0,007

6 1990 160 137,5 0,2312,1383

0 0,08151 0,00664 0,00054 2,103126,86

1 0,322 0,091

7 1991 133 133 0,2692,1238

5 0,06706 0,00450 0,00030 2,100125,96

8 0,333 0,063

8 1992 114 130 0,3082,1139

4 0,05716 0,00327 0,00019 2,097125,08

1 0,343 0,036

9 1993 103 127 0,3462,1038

0 0,04702 0,00221 0,00010 2,094124,20

0 0,354 0,008

10 1994 148,4 119 0,3852,0755

5 0,01876 0,00035 0,00001 2,091123,32

6 0,365 0,020

11 1995 114 115,3 0,4232,0618

3 0,00504 0,00003 0,00000 2,088122,45

8 0,376 0,048

12 1996 115,3 114 0,4622,0569

0 0,00012 0,00000 0,00000 2,085121,59

5 0,386 0,075

13 1997 100,2 114 0,5002,0569

0 0,00012 0,00000 0,00000 2,082120,73

9 0,397 0,103

14 1998 145 112,2 0,5382,0499

9 -0,00680 0,00005 0,00000 2,033107,98

9 0,566 0,028

15 1999 139,5 108,5 0,5772,0354

3 -0,02136 0,00046 -0,00001 2,030107,22

8 0,577 0,000

16 2000 72 107,5 0,6152,0314

1 -0,02538 0,00064 -0,00002 2,027106,47

2 0,587 0,028

Tabel 3.6 Uji Smirnov-Kolmogorov

Page 43: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

43

17 2001 92 103 0,6542,0128

4 -0,04395 0,00193 -0,00008 2,024105,72

2 0,598 0,056

18 2002 108,5 100,8 0,6922,0034

6 -0,05333 0,00284 -0,00015 2,021104,97

6 0,609 0,083

19 2003 119 100,2 0,7312,0008

7 -0,05592 0,00313 -0,00017 2,018104,23

6 0,620 0,111

20 2004 95 99,5 0,7691,9978

2 -0,05897 0,00348 -0,00021 2,015103,50

1 0,630 0,139

21 2005 127 97 0,8081,9867

7 -0,07002 0,00490 -0,00034 1,938 86,684 0,899 0,091

22 2006 99,5 95 0,8461,9777

2 -0,07906 0,00625 -0,00049 1,929 84,989 0,929 0,083

23 2007 107,5 92 0,8851,9637

9 -0,09300 0,00865 -0,00080 1,921 83,327 0,959 0,074

24 2008 97 87,5 0,9231,9420

1 -0,11478 0,01317 -0,00151 1,912 81,698 0,989 0,066

25 2009 130 72 0,9621,8573

3 -0,19946 0,03978 -0,00793 1,904 80,100 1,019 0,057Jumlah 2898,4 2898,4 12,500 51,420 0,000 0,16404 -0,00332 DX max 0,139

Rata-rata 115,936 115,936 0,500 2,057 0,0000,00656146

1 -0,000133 DX kritik (Tabel 2.4) 0,27Sumber: Perhitugan,2011

Page 44: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

44

3.2.4.1. Uji Chi–Kuadrat

Uji Chi – Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah Persamaan

distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel

data yang dianalisis.

Pembagian (K) berdasarkan panjang data pengamatan (n) selama 25 tahun

dengan Persamaan (2.12) adalah sebagai berikut:

)25log322,3(1 ×+=K

K = 5,644 ~ 6

Diperoleh 6 sub-bagian data pengamatan dengan interval peluang yaitu:

P = 0,1667 (16,67%), berdasarkan persamaan garis pada Persamaan (3-1) yakni:

)0827,0(057,2 ×+= KLogX T

, maka diperoleh harga XT sebagai berikut:

Contoh Perhitungan Untuk P = 0,1667

Dengan interpolasi nilai Cs = -0,2 dan Cs = -0,4 pada Tabel 2.2 didapat untuk

Cs = -0,266 nilai K = 0,984

)0827,0984,0(057,2 ×+=TLogX

= 2,14

XT = 137.45

Nilai XT untuk besar peluang (P) 33,34;50,01; 66,68 dan 83,35 dapat

dilihat pada Tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7. Perhitungan Nilai XT Untuk Tiap Peluang

No P (%) K S Log X Anti Log

1 16,67 0,984 0,083 2,14 137,45

2 33,34 0,492 0,083 2,10 125,17

3 50,01 0,044 0,083 2,06 114,92

4 66,68 -0,439 0,083 2,02 104,82

5 83,35 -1,124 0,083 1,96 92,02Sumber: Hasil Perhitungan, 2011

Page 45: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

45

Perhitungan uji Chi – Kuadrat distribusi Log-Pearson Tipe III untuk data

curah hujan harian dari tahun 1985 – 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.8. berikut

ini.

Tabel 3.8. Perhitungan Uji Chi – Kuadrat

No Kelas Batas kelas Ei Oi (Oi-Ei)2 ((Oi-Ei)2)/Ei

1 I 137,45 – x 4,17 6 3,36 0,807

2 II 125,17 – 137,45 4,17 3 1,36 0,327

3 III 114,92 – 125,17 4,17 2 4,69 1,127

4 IV 104,82 – 114,92 4,17 5 0,69 0,167

5 V 92,02 – 104,82 4,17 6 3,36 0,807

6 VI x – 92,02 4,17 3 1,36 0,327

Jumlah 25 25 14,83 3,560Sumber: Hasil Perhitungan, 2011

Berdasarkan Persamaan (2.11) yang ditampilkan pada perhitungan Tabel 3.8 di atas maka diperoleh:

χh2 =

17,4

83,14

= 3,56

Dengan K = 6 dan parameter yang terikat untuk distribusi Log Pearson Tipe III =

2, maka derajat kebebasannya diperoleh dengan Persamaan (2.13):

Dk = 6 – ( 2 + 1 ) = 3

Berdasarkan Tabel 2.4 Untuk Dk = 3 dan α = 5% diperoleh harga χ2cr =

7,815, dengan demikian χh2 = 3,56 < χ2

cr = 7,815, sehingga dapat disimpulkan

bahwa distribusi Log Pearson Tipe III dapat diterima.

3.2.4. Intensitas Hujan

Perencanaan sistem drainase memerlukan perkiraan debit puncak pada

daerah tangkapan kecil dengan cara menganalisa grafik IDF atau hubungan antara

intensitas hujan dengan durasi dan frekuensi. Untuk memperoleh grafik IDF dari

data curah hujan harian dilakukan dengan metode Mononobe Persamaan (2.8)

dengan prosedur sebagai berikut:

a. Curah hujan rencana harian diperoleh dari perhitungan analisa frekuensi

dengan menggunakan distribusi Log person III seperti yang terlihat pada

Tabel 3.4.

Page 46: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

46

b. Menentukan durasi singkat terjadinya hujan, untuk perencanaan sistem

drainase durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi aliran (Tc)

c. Menghitung intensitas hujan sebagai berikut:

Misalkan untuk durasi hujan 60 menit = 1 jam dengan hujan rencana harian

133,028 mm (kala ulang 5 tahun)

It=R242424t23

It=133,0282424123=46,465 mm/jam

Hitungan yang sama dilanjutkan untuk durasi dan kedalaman hujan yang

lain. Hasil hitungan seperti yang terlihat pada Tabel 3.9.

d. Hasil perhitungan yang ada dalam Tabel 3.9 diplot dalam bentuk garafik

IDF (Intensitas Durasi Frekuensi).

Tabel 3.9. Perhitungan Intensitas hujan

DurasiIntensitas (mm/jam)

2 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahunMenit Jam 114,924 134,028 144,563 156,196

15 0,25 100,396 117,084 126,288 136,45030 0,5 63,245 73,759 79,556 85,95845 0,75 48,265 56,288 60,713 65,59860 1 39,842 46,465 50,117 54,150120 2 25,099 29,271 31,572 34,112180 3 19,154 22,338 24,094 26,033360 6 12,066 14,072 15,178 16,400720 12 7,601 8,865 9,562 10,331

Sumber : Hasil Perhitungan 2011

3.2.4. Menentukan Luas Daerah Tangkapan Aliran (DTA)

Daerah Tangkapan Aliran merupakan area tangkapan air hujan yang akan

dilayani suatu saluran. Tiap saluran mempunyai luas DTA yang berbeda dimana

makin ke hilir saluran luas DTA akan semakin besar sehingga debit yang akan

melewati saluran tersebut juga semakin besar. Perhitungan luas DTA dimulai

dengan menghitung masing-masing luas area setiap ruas jalan yang dilayani dari

hulu hingga ke hilir saluran.

Page 47: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

47

Page 48: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

48

Gambar 3.3 Batas catchment area yang diperhitungkan, (perhitungan 2011)

Page 49: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

49

3.2.7. Menghitung Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran ditentukan dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap

bagian penutup lahan pada kawasan tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel

koefisien limpasan yang ada. Nilai koefisien limpasan pada Tabel 2.6 merupakan

nilai koefisien masing-masing penutup lahan. Nilai koefisien limpasan yang

dipakai dalam perhitungan debit adalah nilai koefisien (C) yang mewakili seluruh

bagian daerah tangkapan. Nilai koefisien (C) untuk area jalan Rajawali dihitung

dengan cara sebagai berikut, yaitu:

a. Menentukan nilai koefisien limpasan (Ci) untuk luas tersebut dengan

menggunakan Tabel 2.6

b. Mengulangi perhitungan tersebut untuk mendapatkan koefisien limpasan

area pada tiap ruas saluran.

3.2.8 Menghitung Waktu Konsentrasi Aliran

Waktu konsentrasi aliran dihitung dengan menggunakan metode Kirpich

(1940). Waktu konsentrasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu waktu yang

dibutuhkan air untuk mengalir menuju saluran terdekat atau disebut dengan waktu

inlet (t0) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai ke titik

keluaran atau disebut dengan waktu drain (td) sehingga waktu konsentrasi aliran

dari area tangkapan merupakan penjumlahan dari waktu inlet dan waktu drain.

Untuk menentukan waktu inlet tiap luas area, sebelumnya dihitung terlebih

dahulu panjang lintasan aliran (L) dari titik air terjauh sampai ke saluran drainane

terdekat, kemudian ditentukan koefisien kekasaran (n) tiap luas area yang

diperoleh dari Tabel 2.7 dan kemiringan masing-masing lahan (S), selanjutnya

dihitung waktu inlet dengan menggunakan Persamaan (2.15).

Sebagai contoh perhitungan waktu inlet untuk area jalan HR.Soebrantas,

dari software Google Earth dapat dihitung panjang lintasan aliran lahan, L =

243,46 m, dari Tabel 2.7 diperoleh nilai koefisien kekasaran (n) untuk lahan kedap

air adalah 0,02 dan kemiringan (S) untuk lahan datar adalah 0,15% (sesuai dengan

kondisi eksisting). Sehingga dengan menggunakan persamaan Kirpich diperoleh

waktu inlet adalah sebagai berikut:

Page 50: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

50

×××=

S

nLt 28,3

3

20

93,860015,0

02,046,24328,3

3

20 =

×××=t

menit = 1,45 jam

Setelah waktu inlet (t0) diperoleh selanjutnya dihitung waktu drain (td)

tiap-tiap saluran drainase dengan menggunakan Persamaan (2.16). Panjang

saluran (Ls) diperoleh dari software Google Earth dan kecepatan izin aliran air

dalam saluran diperoleh dari Tabel 2.9. Sebagai contoh perhitungan waktu drain

untuk area jalan HR.Soebrantas, dengan panjang saluran (Ls) adalah 1258,05 m

dan kecepatan aliran air dalam saluran adalah 1,5 m/detik sehingga diperoleh

waktu drain saluran sebagai berikut:

V

Lt s

d 60=

98,135,160

05,1258 =×

=dt

menit = 0,23 jam

Dengan demikian, maka diperoleh waktu konsentrasi aliran adalah, sebagai

berikut:

rajawalidlahanc ttt += 0

23,045,1 +=ct

= 0,23 jam

Perhitungan dilanjutkan untuk saluran berikutnya, jika saluran tersebut

mempunyai beberapa DTA maka digunakan waktu konsentrasi yang terlama dari

DTA tersebut. Hasil perhitungan waktu kosentrasi masing-masing saluran

drainase disajikan dalam Tabel 3.11.

Page 51: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

51

Waktu kosentrasi aliran digunakan untuk menghitung intensitas hujan.

Debit puncak dalam saluran tercapai jika seluruh bagian dari DTA telah

memberikan kontribusi aliran secara bersama, oleh karena itu durasi hujan yang

digunakan untuk menghitung intensitas hujan harus sama atau lebih besar dari

waktu konsentrasi aliran. Sehingga dengan memasukkan durasi hujan atau waktu

konsentrasi dalam Persamaan (2.22) diperoleh intensitas hujan. Sebagai contoh

perhitungan intensitas hujan untuk area jalan H.R Subrantas adalah sebagai

berikut:

a. Curah hujan rencana yang digunakan untuk daerah perkotaan adalah 10

tahun.

b. Waktu konsentrasi untuk area jalan Angkasa kiri adalah 1,68 jam

Sehingga diperoleh intensitas hujan untuk jalan H.R Subrantas adalah

sebagai berikut:

3

2

24 24

24

=

t

RI t

44,3568,1

24

24

563,145 3

2

=

=tI

mm/jam

Untuk perhitungan intensitas selanjutnya pada berbagai kala ulang disajikan

dalam Tabel 4.1.

3.2.9 Menghitung Debit Banjir Rencana

Debit aliran dihitung persaluran drainase, besarnya debit yang dilayani

bervariasi sesuai tata guna lahan dan luas DTA serta intensitas hutan yang terjadi.

Perhitungan debit aliran dalam saluran dimulai dari hulu hingga ke hilir saluran.

Besarnya debit banjir rancangan merupakan penjumlahan dari debit limbah

domestik dengan debit air hujan.

3.2.9.1 Perhitungan Debit Limbah Domestik

Page 52: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

52

Untuk memperkirakan jumlah air kotor yang mengalir ke areal drainase

daerah pengaliran Jalan H.R. Soebrantas, maka terlebih dahulu kita harus

mengetahui kebutuhan air rata-rata dan jumlah air buangan serta jumlah penduduk

pada daerah kajian. Diasumsikan kebutuhan air rata-rata penduduk yang dominan

sebagai limbah domestik adalah tipe rumah tangga dan dalam kajian ini ditetapkan

untuk rumah tangga sedang yaitu 150 liter/jiwa/hari. Dari jumlah kebutuhan air

tiap hari dianggap besarnya air yang terpakai adalah 80 % dari kebutuhan air

bersih (berdasarkan RTRK Kota Pekanbaru), sehingga besarnya air buangan

penduduk adalah :

%80150× = 120 liter/jiwa/hari

Dengan mengasumsikan bahwa pemakaian kebutuhan air pada rumah

tangga tersebut terjadi terus menerus selama 24 jam setiap harinya maka harga di-

atas perlu dikonversikan lagi menjadi :

Buangan per jiwa =

606024

120

××

= 0,0014 liter/jiwa/detik

Selanjutnya akan dihitung debt limbah domestik yang mengalir pada suatu

daerah pada setiap hektar denga menggunakan rumus :

AKrQ ××= 0014,0

Dengan : Q = Debit limbah domestik (liter/detik)

Kr = Kepadatan rata-rata (jiwa/ha)

Buangan per jiwa = 0,0014 (lt/jiwa/detik)

A = Luas cathment area (ha)

Kepadatan rata-rata penduduk untuk kecamatan Tampan adalah 16 jiwa/ha

(sumber: BPS Kota Pekanbaru 2008), dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Contoh perhitungan debit limbah domestik untuk jalan HR.Soebrantas adalah

sebagai berikut :

Q limbah domestik = ×× 0014,016

13,15 = 0,29 liter/detik

Page 53: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

53

3.2.9.2 Perhitungan Debit Air Hujan

Untuk perhitungan debit air hujan juga akan dihitungan pada setiap ruas

jalan yang ada di daerah pengaliran jalan HR. Soebrantas. Berikut adalah contoh

perhitungan debit aliran dalam saluran drainase jalan H.R Subrantas, dimana luas

DTA adalah 13,150 ha koefisien pengaliran C adalah 0,9 dan intensitas hujan

adalah 35,44 mm/detik, maka debit saluran adalah:

Q = F.C.I.A

Q = 0,002778×

0,9×

35,44×

13,150 = 1,165 m3/detik

Perhitungan dilanjutkan untuk saluran drainase berikutnya sampai ke titik

pembuangan akhir. Hasil perhitungan debit air hujan untuk kala ulang 10 tahun

dapat dilihat dalam Tabel. 3.11.

Berikut ini adalah contoh perhitungan debit banjir rencana pada jalan

H.R.Soebrantas :

Q rencana = Q limbah domestik + Q air hujan

= 1,169 + 0,00029

= 1,16929 m3/detik

Tabel 3.10 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2008

Wilayah Pengembangan

(WP)Kecamatan

Luas area (Ha)

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)

WP-I

Pekanbaru Kota 226 31,350 139Senapelan 665 39,436 59Limapuluh 404 44,857 111Sukajadi 377 55,986 148Sail 327 23,571 72Jumlah WP-I 1995 195,200 98

WP-II Rumbai 12544 51258 4WP-III Rumbai Pesisir 16135 64,995 4

WP-IV

Tenayan Raya 16216 97,529 6Bukit Raya 2198 84,109 38Jumlah WP-IV 20089 181,638 9

WP-V Payung Sekaki 4236 73,261 17Tampan 6080 99,234 16

Page 54: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

54

Marpoyan Damai 2965 128,907 43Jumlah WP-V 13221 301,402 23

Jumlah 33909 794,493 23

Sumber : BPS Kota Pekanbar 2010

Tabel 3.11 Perhitungan Intensitas

Nama SaluranPanjang Saluran

Koefisien Pengaliran

Wilayah

to tdTotal Kwsn (Tc)

Total Kwsn (Tc)

R24 Intensitas

m Jam Jam Jam Jam mm mm/jam

SD RAJAWALI I 461,25 0.9 0,58 0,06 0,64 1,68 144,563 35,44SD 1 KA 196,11 0.9 0,65 0,02 0,67 1,68 144,563 35,44

SD 1 KI 196,11 0.9 0,43 0,02 0,45 1,68 144,563 35,44

SD RAJAWALI II KI 491,9 0.9 0,51 0,06 0,57 1,68 144,563 35,44

SD 2 KA 169,59 0.9 0,53 0,02 0,54 1,68 144,563 35,44

SD 2 KI 169,49 0.9 0,46 0,02 0,48 1,68 144,563 35,44SD SM AMIN 1330,59 0.9 0,73 0,27 1,00 1,68 144,563 35,44SD 3 KA 269,48 0.9 0,47 0,03 0,50 1,68 144,563 35,44SD 3 KI 263,83 0.9 0,62 0,03 0,65 1,68 144,563 35,44

SD RAJAWALI II KA 245,78 0.9 0,62 0,08 0,70 1,68 144,563 35,44SD 5 KA 239,87 0.9 0,62 0,06 0,68 1,68 144,563 35,44

SD 5 KI 239,16 0.9 0,81 0,02 0,83 1,68 144,563 35,44

SD RAJAWALI KA 438,26 0.9 0,80 0,17 0,97 1,68 144,563 35,44

SD RAJAWALI KI 339,33 0.9 0,52 0,05 0,57 1,68 144,563 35,44

SD RAMBAI KA 361,53 0.9 0,14 0,06 0,20 1,68 144,563 35,44

SD RAMBAI KI 384,12 0.9 0,81 0,06 0,86 1,68 144,563 35,44SD 4 184,56 0.9 0,62 0,02 0,63 1,68 144,563 35,44

SD 6 138,22 0.9 0,33 0,02 0,35 1,68 144,563 35,44SD 7 KA 139,96 0.9 0,29 0,03 0,33 1,68 144,563 35,44SD 7 KI 140,04 0.9 0,39 0,01 0,40 1,68 144,563 35,44

SD 8 KA 368,14 0.9 0,30 0,06 0,36 1,68 144,563 35,44

SD 8 KI 333,99 0.9 0,30 0,05 0,35 1,68 144,563 35,44SD 9 105,55 0.9 0,33 0,04 0,37 1,68 144,563 35,44

SD 10 103,98 0.9 0,27 0,01 0,28 1,68 144,563 35,44

SD ANGKASA KA 398,83 0.9 0,42 0,07 0,48 1,68 144,563 35,44

SD ANGKASA KI 509,37 0.9 0,13 0,06 0,19 1,68 144,563 35,44

Page 55: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

55

SD DAMAI KA 381,62 0.9 1,22 0,07 1,28 1,68 144,563 35,44

SD DAMAI KI 251,35 0.9 0,35 0,03 0,38 1,68 144,563 35,44

SD DELIMA 449,91 0.9 1,45 0,08 1,53 1,68 144,563 35,44

SD HR SOEBRANTAS 1014,59 0.9 1,45 0,23 1,68 1,68 144,563 35,44

Sumber : Perhitungan 2011

Page 56: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

56

Tabel 3.12 Perhitungan Debit

Nama Saluran

Panjang

Saluran

Lebar Exixting Jalan

Luas Tangkapan

Aliran

Kepadatan

Penduduk

Rata-Rata

Buangan

Koefisien Pengalira

n Wilayah

Intensitas Debit Saluran

Kawasan

Jalan

Kawasan

Kawasan

Q domestik

Total

m m Ha Ha Jiwa/Ha m3/hari

mm/jam m3/det m3/det m3/det

SD RAJAWALI I 461,25 6 3,14 0,138 16 6,294 0,9 35,437 0,278 0,00007 0,278

SD 1 KA 196,11 5 4,184 0,049 16 8,128 0,9 35,437 0,371 0,00009 0,371

SD 1 KI 196,11 5 0,681 0,049 16 1,402 0,9 35,437 0,06 0,00002 0,06SD RAJAWALI II KI 491,9 6 3,518 0,148 16 7,038 0,9 35,437 0,312 0,00008 0,312

SD 2 KA 169,59 5 0,731 0,042 16 1,485 0,9 35,437 0,065 0,00002 0,065

SD 2 KI 169,49 5 0,66 0,042 16 1,348 0,9 35,437 0,058 0,00001 0,058

SD SM AMIN 1330,59 16 11,069 1,064 16 23,296 0,9 35,437 0,981 0,00025 0,981

SD 3 KA 269,48 5 1,513 0,067 16 3,034 0,9 35,437 0,134 0,00003 0,134

SD 3 KI 263,83 5 1,6 0,066 16 3,199 0,9 35,437 0,142 0,00004 0,142SD RAJAWALI II KA 245,78 6 2,803 0,074 16 5,524 0,9 35,437 0,248 0,00006 0,248

SD 5 KA 239,87 5 2,469 0,06 16 4,856 0,9 35,437 0,219 0,00006 0,219

SD 5 KI 239,16 5 1,859 0,06 16 3,683 0,9 35,437 0,165 0,00004 0,165

SD RAJAWALI KA 438,26 6 3,062 0,131 16 6,132 0,9 35,437 0,271 0,00007 0,271

SD RAJAWALI KI 339,33 6 2,29 0,102 16 4,592 0,9 35,437 0,203 0,00005 0,203

Sumber : Perhitungan 2011

Page 57: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

57

Tabel 3.12 Perhitungan Debit

Nama Saluran

Panjang

Saluran

Lebar Exixting Jalan

Luas Tangkapan

Aliran

Kepadatan

Penduduk

Rata-Rata

Buangan

Koefisien Pengalira

n Wilayah

Intensitas Debit Saluran

Kawasan

Jalan

Kawasan

Kawasan

Q domestik

Total

m m Ha Ha Jiwa/Ha m3/hari

mm/jam m3/det m3/det m3/det

SD RAMBAI KA 361,53 5 3,066 0,09 16 6,06 0,9 35,437 0,272 0,00007 0,272

SD RAMBAI KI 384,12 5 2,999 0,096 16 5,943 0,9 35,437 0,266 0,00007 0,266

SD 4 184,56 5 0,976 0,046 16 1,963 0,9 35,437 0,086 0,00002 0,086

SD 6 138,22 5 0,483 0,035 16 0,994 0,9 35,437 0,043 0,00001 0,043

SD 7 KA 139,96 5 0,681 0,035 16 1,375 0,9 35,437 0,06 0,00002 0,06

SD 7 KI 140,04 5 0,454 0,035 16 0,939 0,9 35,437 0,04 0,00001 0,04

SD 8 KA 368,14 5 0,878 0,092 16 1,862 0,9 35,437 0,078 0,00002 0,078

SD 8 KI 333,99 5 1,607 0,083 16 3,246 0,9 35,437 0,142 0,00004 0,142

SD 9 105,55 5 0,775 0,026 16 1,539 0,9 35,437 0,069 0,00002 0,069

SD 10 103,98 5 0,238 0,026 16 0,507 0,9 35,437 0,021 0,00001 0,021

SD ANGKASA KA 398,83 5 3,417 0,1 16 6,752 0,9 35,437 0,303 0,00008 0,303

SD ANGKASA KI 509,37 5 0,747 0,127 16 1,679 0,9 35,437 0,066 0,00002 0,066

SD DAMAI KA 381,62 5 8,343 0,095 16 16,202 0,9 35,437 0,739 0,00019 0,739

SD DAMAI KI 251,35 5 1,451 0,063 16 2,907 0,9 35,437 0,129 0,00003 0,129

SD DELIMA 449,91 5 7,82 0,112 16 15,23 0,9 35,437 0,693 0,00018 0,693SD HR SOEBRANTAS 1014,59 16 13,15 0,812 16 26,807 0,9 35,437 1,165 0,00029 1,165

Sumber : Perhitungan 2011

Page 58: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

58

Page 59: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

59

3.2.10Pola Aliran

Dari peta topografi dapat dilihat gambar skema jaringan drainase, pola

alirannya berikut garis kontur sehingga dapat diketahui arah aliran dari setiap

drainase yang ada. Berdasarkan peta tersebut dapat digambar suatu skema

jaringan drainase untuk berbagai kala ulang dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar pola aliran dan arah aliran pada sebagian besar perencanaan drainase

mengikuti pola aliran yang telah ada sebelumnya, disamping memudahkan dalam

perencanaan juga tidak memerlukan pembebasan lahan penduduk.

Dalam kajian ini pola aliran yang akan digunakan adalah pola aliran

alamiah atau pola aliran yang telah terbentuk sebelumnya karena pola aliran

tersebut sudah dianggap stabil dan cukup efektif serta telah teruji selama

bertahun-tahun. Disamping itu, kawasan kajian merupakan kawasan pusat kota

dengan situasi dan keadaan yang cukup kompleks sehingga bila diadakan

pembebasan lahan sulit sekali untuk dilakukan dan apabila dilakukan perubahan

pola aliran maka membutuhkan dana yang cukup besar untuk pembebasan lahan

dan permasalahan yang dihadapi semakin kompleks.

Hal yang harus dilakukan dalam menangani masalah banjir di daerah

perkotaan padat adalah dengan mengkaji kembali saluran drainase yang ada

dengan menganalisa kapasitas saluran terhadap debit yang masuk. Apabila terjadi

banjir, maka solusi yang tepat adalah melakukan pengerukan dasar saluran atau

mengubah dimensi saluran dengan menambah kedalaman atau lebar saluran.

Untuk lebih memahami dari isi kajian ini pola dan arah aliran dapat dilihat

pada Gambar 3.5.

Page 60: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

60

Gambar 3.4 Lokasi Daerah Genangan dan Pola Aliran, (Perhitungan 2011)

Page 61: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

61

3.3 Analisa Hidrolika

3.3.1 Drainase Eksisting

Drainase eksisting adalah drainase yang ada di lapangan dan biasanya

drainase eksisting ada yang masih alamiah dan tidak terdapat bangunan-bangunan

penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu atau beton, gorong-gorong

dan lain-lain. Saluran ini terbentuk dari gerusan air yang bergerak karena gravitasi

yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai. Serta ada

sebagian lagi yang sudah dibuat pasangan batu atau beton dan bangunan

penunjang lain seperti gorong-gorong, pipa-pipa, bangunan pelimpah dan lain

sebagainya. Biasanya drainase ini terletak di tengah kota atau di komplek

perumahan yang sudah direncanakan dari awal.

Dalam kajian tugas akhir ini karena pada umumnya luas daerah tangkapan

(cathcment area) lokasi studi berada pada kawasan perkotaan, maka sebagian

besar drainase eksistingnya sudah dibuat dari pasangan batu atau beton dan hanya

sebagian kecil saja yang drainase eksistingnya masih alamiah.

Selanjutnya antara drainase eksisting dengan debit rencana yang telah

dihitung, maka akan dapat dilihat apakah kondisi eksisting yang ada sekarang

kapasitasnya memenuhi atau tidak memenuhi sehingga perlu didimensi ulang.

Untuk itu dibuat suatu perbandingan antara drainase eksisting dengan debit

rencana yang dihasilkan yang dapat dilihat pada Tabel 4.6.

3.3.2 Drainase Rencana

Dalam perhitungan dimensi saluran drainase daerah pengaliran Jalan HR

Soebrantas ini direncanakan saluran berbentuk segi empat dan trapesium

mengikuti penampang saluran pada kondisi eksisting yang ada, sedangkan harga

kemiringan saluran (S) juga mengikuti kemiringan saluran pada kondisi eksisting

yang ada.

Perhitungan dimensi saluran menggunakan harga debit banjir rencana

dengan kala ulang 10 tahun (karena daerah yang dikaji merupakan perkotaan

padat) yang telah dihitung sebelumnya yaitu penjumlahan debit limbah domestik

dan debit air hujan.

Page 62: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

62

Dari perbandingan drainase eksisting terhadap drainase rencana, maka

dapat dilihat bahwa saluran yang kapasitasnya tidak memenuhi terhadap debit

yang masuk adalah saluran pada jalan Rajawali, jalan S.M Amin, jalan Rambai.

Sehingga saluran tersebut perlu dikaji ulang agar dapat menampung debit

limpasan yang terjadi.

Berkut ini adalah perhitungan dimensi rencana pada saluran jalan

H.R.Soebrantas sebagai berikut :

Diketahui :

Qr = 1,165 m3/detik

i = 0,0015 (kemiringan dasar saluran mengikuti kemiringan dasar saluran

pada kondisi eksisting)

a) Penampang terbaik untuk saluran persegi empat adalah :

A = 2H2 , P = 4H, R =

=== hH

H

P

A

2

1

4

2 2

0,5H

b) Kecepatan aliran dihitung dengan persamaan :

21

32

..1

iRn

V =

21

32

0015,0.)5,0.(0215,0

1hV =

det/135,1 32

mhV =

c) Debit banjir dihitung dengan persamaan

Q =

AV ×

1,165 =

)2()135,1( 232

HH ×

1,165 =

38

27,2 H

Page 63: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

63

H =

83

27,2

165,1

H = 0,779 ≈ 0,8 m

d) Luas penampang basah saluran (A), dihitung dengan menggunakan

persamaan :

A = B.H

A = 2.H2

A = 2.(0,8)2

A = 1,28 m2

B =

H

A

B =

8,0

28,1

B = 1,6 m

Tinggi jagaan (freeboard) yang dipakai untuk debit 0,00 sampai dengan

0,30 m3/detik adalah 0,30 m. Gambar 3.5 menunjukan penampang melintang

dimensi saluran rencana untuk jalan HR.Soebrantas.

f = 0,30 m

H = 0,8 m

B = 1,6 m

Gambar 3.5 Dimensi Saluran Rencana Jalan H.R. Soebrantas

Page 64: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

64

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan Hidrologi

4.1.1 Curah Hujan Rencana

Hasil perhitungan curah hujan rencana untuk berbagai kala ulang dapat

dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Curah Hujan Rencana Kala Ulang T (tahun)

Periode Ulang

Probabilitas Log XCurah Hujan

Rencana (mm)

2 50 2,172 114,9245 20 2,160 133,02810 10 2,194 144,563

25 4 2,215 156,196

50 2 2,233 163,898 Sumber : hasil perhitungan, 2011

4.1.2 Intensitas Curah Hujan

Hasil perhitungan intensitas curah hujan pada berbagai kala ulang dapat

dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan

DurasiIntensitas (mm/jam)

2 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahunMenit Jam 114,924 134,028 144,563 156,196

15 0,25 100,396 117,084 126,288 136,450

Page 65: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

65

30 0,5 63,245 73,759 79,556 85,95845 0,75 48,265 56,288 60,713 65,59860 1 39,842 46,465 50,117 54,150120 2 25,099 29,271 31,572 34,112180 3 19,154 22,338 24,094 26,033360 6 12,066 14,072 15,178 16,400720 12 7,601 8,865 9,562 10,331

Sumber : hasil perhitungan, 2011

Tinggi hujan untuk waktu yang lebih pendek diperoleh dari analisa IDF

(Intensitas Durasi dan Frekuensi), dimana hasil analisa IDF diperoleh Grafik

seperti berikut ini.

Gambar 4.1. Grafik IDF (hasil perhitungan, 2011)

4.1.3 Hasil Perhitungan Debit Banjir Rencana

Hasil Perhitungan debit rencana yang terjadi pada masing-masing saluran

drainase sekunder kala ulang 10 tahun disajikan pada Tabel 4.3 berikut ini.

Debit banjir existing didapat dari pengukuran dimensi saluran existing.

Untuk mendapatkan besarnya limpasan yang terjadi maka hasil perhitungan debit

rencana yang tersaji pada Tabel 4.3 diatas dikurangi dengan debit banjir existing.

Hasil perhitungan limpasan yang terjadi disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Debit Banjir Rencana di Jl. HR.Soebrantas

NO

Nama Saluran

Debit Air

Hujan

Debit Limbah

Domestik

Debit Banjir

Rencana

m3/det m3/det m3/det

1 SD RAJAWALI I 0,278 0,00007 0,278

2 SD 1 KA 0,371 0,00009 0,371

3 SD 1 KI 0,060 0,00002 0,060

4 SD RAJAWALI II KI 0,312 0,00008 0,312

5 SD 2 KA 0,065 0,00002 0,065

Page 66: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

66

6 SD 2 KI 0,058 0,00001 0,058

7 SD SM AMIN 0,981 0,00025 0,981

8 SD 3 KA 0,134 0,00003 0,134

9 SD 3 KI 0,142 0,00004 0,142

10 SD RAJAWALI II KA 0,248 0,00006 0,248

11 SD 5 KA 0,219 0,00006 0,219

12 SD 5 KI 0,165 0,00004 0,165

13 SD RAJAWALI KA 0,271 0,00007 0,271

14 SD RAJAWALI KI 0,203 0,00005 0,203

15 SD RAMBAI KA 0,272 0,00007 0,272

16 SD RAMBAI KI 0,266 0,00007 0,266

17 SD 4 0,086 0,00002 0,086

18 SD 6 0,043 0,00001 0,043

19 SD 7 KA 0,060 0,00002 0,060

20 SD 7 KI 0,040 0,00001 0,040

21 SD 8 KA 0,078 0,00002 0,078

22 SD 8 KI 0,142 0,00004 0,142

23 SD 9 0,069 0,00002 0,069

24 SD 10 0,021 0,00001 0,021

25 SD ANGKASA KA 0,303 0,00008 0,303

26 SD ANGKASA KI 0,066 0,00002 0,066

27 SD DAMAI KA 0,739 0,00019 0,739

28 SD DAMAI KI 0,129 0,00003 0,129

29 SD DELIMA 0,693 0,00018 0,693

30 SD HR SOEBRANTAS 1,165 0,00029 1,165 Sumber : hasil perhitungan, 2011

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Debit Limpasan

NO Nama Saluran

Debit Air

Hujan

Debit Limbah Domesti

k

Debit Banjir Rencan

a

Debit Banjir

Existing

Limpasan

m3/det m3/det m3/det m3/det m3/det

1 SD RAJAWALI I 0,278 0,00007 0,278 0,022 0,256

2 SD 1 KA 0,371 0,00009 0,371 0,022 0,349

3 SD 1 KI 0,060 0,00002 0,060 0,022 0,038

4 SD RAJAWALI II KI 0,312 0,00008 0,312 0,022 0,290

5 SD 2 KA 0,065 0,00002 0,065 0,022 0,043

6 SD 2 KI 0,058 0,00001 0,058 0,022 0,036

Page 67: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

67

7 SD SM AMIN 0,981 0,00025 0,981 0,153 0,827

8 SD 3 KA 0,134 0,00003 0,134 0,022 0,112

9 SD 3 KI 0,142 0,00004 0,142 0,022 0,120

10 SD RAJAWALI II KA 0,248 0,00006 0,248 0,022 0,226

11 SD 5 KA 0,219 0,00006 0,219 0,022 0,197

12 SD 5 KI 0,165 0,00004 0,165 0,022 0,143

13 SD RAJAWALI KA 0,271 0,00007 0,271 0,022 0,249

14 SD RAJAWALI KI 0,203 0,00005 0,203 0,022 0,181

15 SD RAMBAI KA 0,272 0,00007 0,272 0,027 0,245

16 SD RAMBAI KI 0,266 0,00007 0,266 0,027 0,239

17 SD 4 0,086 0,00002 0,086 0,022 0,064

18 SD 6 0,043 0,00001 0,043 0,022 0,021

19 SD 7 KA 0,060 0,00002 0,060 0,022 0,038

20 SD 7 KI 0,040 0,00001 0,040 0,022 0,018

21 SD 8 KA 0,078 0,00002 0,078 0,022 0,056

22 SD 8 KI 0,142 0,00004 0,142 0,022 0,120

23 SD 9 0,069 0,00002 0,069 0,022 0,047

24 SD 10 0,021 0,00001 0,021 0,022 0,001

25 SD ANGKASA KA 0,303 0,00008 0,303 0,069 0,234

26 SD ANGKASA KI 0,066 0,00002 0,066 0,069 0,002

27 SD DAMAI KA 0,739 0,00019 0,739 0,022 0,717

28 SD DAMAI KI 0,129 0,00003 0,129 0,022 0,106

29 SD DELIMA 0,693 0,00018 0,693 0,022 0,671

30 SD HR SOEBRANTAS 1,165 0,00029 1,165 0,058 1,107Sumber : hasil perhitungan, 2011

4.1.4 Hasil Investigasi Daerah Genangan

Data eksisting saluran drainase menggambarkan kondisi saluran drainase

pada wilayah studi penelitian. Data ini juga termasuk Kondisi Box Culvert dan

Outlet tempat aliran air tersebut berakhir. Data ini menunjukkan berapa dimensi

saluran, panjang saluran, kondisi bangunan saluran serta apakah saluran berfungsi

dengan baik sebagai mestinya. Data eksisting saluran didapat dengan survey

langsung dilapangan. Kemudian di identifikasi sesuai dengan nama salurannya.

Salah satu faktor penyebab genangan pada drainase di jalan H.R. Soebrantas

adalah penumpukan sedimentasi seperti sampah dan vegetasi pada saluran

drainase. Hasil investigasi daerah genangan di lapangan disajikan pada Tabel 4.5.

Page 68: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

68

4.1.5 Pola Aliran

Permasalahan utama pada kajian ini adalah pola aliran. Aliran dari jalan

Rajawali, Angkasa, Rambai dan Damai masuk ke saluran jalan H.R Subrantas.

Pola aliran pada kawasan kajian ini bertemu pada satu titik yaitu pertemuan

antara saluran drainase jalan H.R. Soebrantas dengan saluran drainase jalan S.M

Amin. Permasalahan pada pola aliran tersebut disebabkan karena leveling saluran

atau kemiringan dasar saluran yang tidak sesuai konsep perencanaan saluran,

dimana saluran H.R Subrantas lebih tinggi dibandingkan saluran di S.M Amin.

Melihat konsidi tersebut maka solusi penyelesaian masalah tentunya

selain normalisasi saluran dan redimensi saluran juga dengan melakukan

perbaikan kemiringan dasar saluran dari hulu hingga ke hilir sehingga pola aliran

tersebut berfungsi secara optimal. Untuk lebih jelas nya besaran debit yang masuk

tersaji pada Gambar 4.2

4.1.6 Dimensi Saluran dan Perbandingan Dimensi Saluran

Redimensi saluran merupakan salah satu alternatif solusi untuk

mengimbangi penigkatan debit limpasan permukaan. Dimensi saluran berarti

mendimensi ulang saluran yang sudah ada berdasarkan kebutuhan kondisi

limpasan saat ini. Penambahan dimensi saluran tentunya disesuaikan dengan

kebutuhan serta kondisi dilapangan yang memungkinkan.

Adapun saluran yang akan mengalami redimensi saluran disajikan pada

Tabel 4.6. Setelah melakukan redimensi saluran kapasitas saluran mampu

menampung debit rencana. Hasil perhitungan normalisasi saluran dengan dimensi

rencana disajikan pada Tabel 4.7.

Page 69: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

69

Tabel 4.5. Hasil Investigasi Daerah Genangan di Lapangan dan Perhitungan

NO LOKASI KONDISI BANJIR IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

PEMECAHAN MASALAH DOKUMENTASI

1 Jl. H.R Soebrantas, persimpanga

n dengan jalan SM

Amin

Banjir genangan yang disebabkan oleh melimpasnya air dari saluran di Jl. HR.Soebrantas, tinggi genangan

20 s/d 30 cm. Hasil perhitungan kapasitas saluran adalah sebesar 0,058 m3/detik sedangkan debit rencana adalah sebesar 1,165

m3/detik.

Genangan disebabkan oleh penyempitan kapasitas gorong-gorong di Jl.

HR.Soebrantas akibat dari penumpukan sampah dan sedimen sehingga tidak

mampu untuk mengalirkan debit air yang terjadi

Membersihkan sampah dan sedimen pada saluran di hulu

gorong-gorong dan sepanjang jalan HR.

Soebrantas untuk dapat mengalirkan air langsung ke

Saluran berikutnya.

2 Jl. Angkasa Banjir genangan yang disebabkan

oleh melimpasnya air dari saluran, tinggi genangan 5 s/d 10 cm. Hasil

perhitungan kapasitas saluran adalah sebesar 0,069 m3/detik sedangkan debit rencana adalah sebesar 0,303

m3/detik.

Aliran air ke arah saluran Jl. HR. Soebrantas tidak lancar karena penumpukan sampah dan sedimen sehingga tidak mampu untuk mengalirkan

debit air yang terjadi.

Membersihkan sampah dan sedimen pada saluran di

sepanjang jalan HR. Angkasa dapat mengalirkan

air langsung ke Saluran berikutnya.

3 Jl. Damai Banjir genangan yang disebabkan

oleh melimpasnya air dari saluran, tinggi genangan 5 s/d 10 cm. Hasil

perhitungan kapasitas saluran adalah sebesar 0,022 m3/detik sedangkan debit rencana adalah sebesar 0,739

m3/detik.

Aliran air ke arah saluran Jl. HR. Soebrantas tidak lancar karena penumpukan sampah dan sedimen sehingga tidak mampu untuk mengalirkan

debit air yang terjadi.

Membersihkan sampah dan sedimen pada saluran di

sepanjang jalan HR. Angkasa dapat mengalirkan

air langsung ke Saluran berikutnya.

Sumber : Hasil Analisa, 2011

Page 70: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

70

SD RAJAWALI IA = 3,39 Q = 0,55

SD RAJAWALI II KiA = 3,52 Q = 0,61

JL R

AJAW

ALI

SD RAJAWALI KiQ = 0,39A = 2,29

SD RAJAWALI KAQ = 2,12A = 16,83

SD RAJAWALI II KAA = 12,58 Q = 1,95

SD 3

KI

A =

1,6Q =

0,2

5

SD 3

KA

A =

11, 2

8Q =

0,9

5SD

5 K

AA

= 2,

4 6Q =

0,3

8

SD 5

KI

A =

1,8 5

Q =

0,2

6

SD 8

KA

A =

0,97

Q =

0,1

6

SD 8

KI

A =

3,5

SD RAMBAI KAA = 7,63 Q = 2,35

Q =

0,7

4SD RAMBAI KiA = 4,04 Q = 0,55

JL R

AMBA

I

SD 6 KA

A = 3,65Q = 0,39

SD ANGKASA KAA = 3,42

SD ANGKASA KiQ = 0,25

JL A

NGKA

SA

A = 0,75

Q = 0,65

SD 7 KI

A = 0,45Q = 0,0 98

SD 7

KA

A =

0,68

Q =

0,1

65

SD 10A = 0,24 Q = 0,063

SD 9

A = 0,7 7Q = 0,1 76

SD 6 KIA = 0,48 Q = 0,114

SD DAMAI KA SD DAMAI KiQ = 0,32

JL D

AMAI

A = 1,45Q = 0,93A = 8,34

JL. HR. SOEBRANTAS

SD 6

KA

A =

7,82

Q =

0,7

9

SD SM

AMIN

Q = 1,14

A = 11,06

JL DELIM

A

JL. SM AM

IN

KETERANGANSALURAN DRAINASE SEKUNDER

SALURAN DRAINASE PRIMER

Gambar 4.2. Skema jaringan drainase untuk kala ulang 10 tahun.

Page 71: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

71

Tabel 4.6 Perbandingan Kapasitas Saluran Drainase Eksisting dengan Debit Saluran Drainase Rencana

No LokasiDimensi Sal. Eksisting Kapasitas Saluran Eksisting Qrenc(kum) Geometri

Saluran Eksisting

Ket.b (m)

h (m) S A (m2) P (m) R (m) Qsal (m3/dt) m3/dt

1 Jl. SM Amin 1,65 1,05 0,0015 1,7325 3,75 0,462 0,153 0,981 Persegi Empat kapasitas cukup

2 Jl. Rajawali 0,50 0,5 0,001 0,25 1,5 0,167 0,022 0,271 Persegi Empat Rehab Saluran

3 Jl. Rambai 0,5 0,6 0,001 0,3 1,7 0,176 0,027 0,2731 Persegi Empat Rehab Saluran

4 Jl. Angkasa 1,3 0,6 0,001 0,78 2,5 0,312 0,069 0,303 Persegi Empat Rehab Saluran

5 Jl. Damai 0,5 0,5 0,001 0,25 1,5 0,167 0,022 0,739 Persegi Empat Rehab Saluran

6 Jl. Delima 0,5 0,5 0,001 0,25 1,5 0,167 0,022 0,693 Persegi Empat Rehab Saluran

7 Jl. HR. Soebrantas 1,65 0,4 0,0015 0,66 2,45 0,269 0,058 1,165 Persegi Empat Rehab Saluran

(sumber: hasil perhitungan, 2011)

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Normalisasi Saluran dengan Dimensi Rencana

No LokasiDimensi Sal. Rencana Kapasitas Saluran Rencana Qrenc(kum) Geometri

Saluran Eksisting

Ket.b (m)

h (m)

S A (m2) P (m) R (m) Qsal (m3/dt) m3/dt

1 Jl. SM Amin 1,46 0,73 0,0015 1,069 2,924 0,365 0,981 0,981 Persegi Empat kapasitas cukup

2 Jl. Rajawali 0,95 0,48 0,001 0,452 1,902 0,238 0,287 0,271 Persegi Empat kapasitas cukup

3 Jl. Rambai 0,90 0,45 0,001 0,405 1,799 0,225 0,298 0,271 Persegi Empat kapasitas cukup

4 Jl. Angkasa 0,94 0,47 0,001 0,443 1,882 0,235 0,312 0,303 Persegi Empat kapasitas cukup

5 Jl. Damai 1,32 0,65 0,001 0,858 2,620 0,327 0,753 0,739 Persegi Empat kapasitas cukup

6 Jl. Delima 1,28 0,64 0,001 0,824 2,567 0,321 0,712 0,693 Persegi Empat kapasitas cukup

7 Jl. HR. Soebrantas1,56

0,78 0,0015 1,216 3,119 0,390 1,165 1,165 Persegi Empat kapasitas cukup

Page 72: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

72

(sumber: hasil perhitungan, 2011)

Page 73: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

73

4.1.7 Perhitungan Perencanaan Kapasitas Gorong-Gorong

Gorong-gorong (Box Culvert) direncanakan akan dibangun di

persimpangan jalan S.M. Amin dengan H.R. Soebrantas, yang nantinya akan

meneruskan limpasan air yang berlebih ke waduk cipta karya.

(a)

(b)

Gambar 4.3. Kondisi rencana aliran gorong-gorong pada jalan HR.Soebrantas

(a) Potongan memanjang, (b) potongan melintang

Data dimensi gorong-gorong Jalan HR.Soebrantas :

Q saluran : 1,169 m3/detik

z : 0,20 m

Dimensi box culvert :

zgaCQ d .2.=

2,0) .8 1,9.(2) .9,0(1 6 5,1 a=

1,165 = 1,783 a

a = 0,656 m2 ≈ 0,7 m2 (1,00 × 0,60 = 0,70 m2)

maka B = 1 m dan H = 0,7 m

z

B

H

Page 74: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

74

4.1 Pembahasan

Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian selama

25 tahun terakhir (1985-2009) pada DPS Pekanbaru Kecamatan Tampan Kota

Pekanbaru.

Dari hasil kurva IDF dapat dilihat bahwa intensitas hujan yang tinggi

berlangsung dengan durasi pendek. Dari kurva tersebut, untuk intensitas hujan

144,563 mm/jam pada kala ulang 10 tahun, dengan durasi 0,25 jam maka

intensitasnya adalah 126,288. Sedangkan dengan durasi 12 jam, intensitas

hujannya adalah 9,562. Hal ini menunjukan bahwa hujan deras pada umumnya

berlangsung dalam waktu singkat namun hujan tidak deras berlangsung dalam

waktu lama.

Dari perbandingan drainase eksisting dengan drainase rencana, maka dapat

dilihat bahwa saluran yang kapasitasnya tidak memenuhi terhadap debit yang

masuk adalah saluran pada jalan Rajawali, jalan Rambai, jalan Angkasa, jalan

Damai, jalan Delima dan jalan H.R. Soebrantas.

Pola aliran pada kawasan kajian ini bertemu pada satu titik yaitu

pertemuan antara saluran drainase jalan H.R. Subrantas dengan saluran drainase

jalan S.M Amin. Permasalahan pada pola aliran tersebut disebabkan karena

leveling saluran atau kemiringan dasar saluran yang tidak sesuai konsep

perencanaan saluran, dimana saluran H.R Subrantas lebih tinggi dibandingkan

saluran di S.M Amin

Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa saluran drainase jalan Rajawali, debit

eksisting adalah sebesar 0,022 m3/detik sedangkan debit rencana kumulatif yang

terjadi adalah sebesar 0,271 m3/detik. Sehingga terjadi limpasan yang

mengakibatkan banjir adalah sebesar 0,249 m3/detik.

Demikian juga untuk saluran pada jalan Rambai, jalan Angkasa, jalan

Damai dan jalan Delima. Saluran tersebut tidak mampu menampung air limpasan

hujan yang terjadi.

Pada saluran drainase sekunder, genangan terjadi disebabkan oleh

kapasitas dan dimensi saluran tidak mampu menampung debit air yang masuk.

Page 75: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

75

Saluran yang mengalami genangan yang cukup tinggi yaitu pada jalan

HR.Soebrantas. Untuk itu, perlu dilakukan normalisasi saluran dengan cara

mengubah kapasitas dan dimensi saluran.

Setelah dilakukan analisa dengan mengubah dimensi, ternyata kapasitas

saluran telah mencukupi untuk debit yang masuk. Misalnya pada saluran jalan

Rambai kapasitas saluran eksisting sebesar 0,027 m3/detik, sedangkan debit

rencana sebesar 0,272 m3/detik.

Adapun dalam hal ini, untuk dimensi-dimensi yang telah diperhitungkan

sebelumya dan membandingkanya pada kondisi eksistingnya dapat dibuat suatu

rekomendasi terhadap dimensi saluran seperti yang tercantum pada Tabel 4.8

berikut ini.

Tabel 4.8. Rekomendasi Dimensi Saluran Persegi

No LokasiLebar (m) Tinggi (m) Tinggi

Jagaan (m)Eksisting Rencana Eksisting Rencana

1 Jl. SM Amin 1,65 1,46 1,05 0,73 0,302 Jl. Rajawali 0,5 0,95 0,50 0,48 0,303 Jl. Rambai 0,5 0,90 0,60 0,45 0,304 Jl. Angkasa 1,3 0,94 0,60 0,47 0,305 Jl. Damai 0,5 1,32 0,50 0,65 0,306 Jl. Delima 0,5 1,28 0,50 0,64 0,307 Jl. HR. Soebrantas 1,65 1,56 0,40 0,78 0,30

Sumber : Hasil Analisa , 2011

BAB V

Page 76: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

76

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil studi kajian sistem drainase untuk mengatasi masalah banjir di

simpang tabek gadang jalan H.R. Soebrantas kota pekanbaru, menghasilkan

beberapa kesimpulan yaitu:

1. Hasil inventarisasi saluran diketahui bahwa sebagian besar keadaan saluran

eksisting di penuhi vegetasi dan sedimentasi ataupun sampah sehingga tidak

optimal dalam pelayanan limpasan kawasan.

2. Hasil evaluasi saluran drainase yang ada pada lokasi studi menunjukkan

bahwa saluran yang mengalami genangan adalah saluran pada jalan H.R.

Subrantas, jalan Angkasa, jalan Damai.

3. Secara umum permasalahan banjir disebabkan karena kapasitas saluran

eksisting tidak lagi sesuai dengan kondisi hujan serta limpasan kawasan saat

ini dan tidak optimalnya pola aliran eksisting.

4. Dimensi rencana merupakan ukuran kebutuhan saluran yang ideal sesuai

dengan kondisi hujan serta limpasan kawasan saat ini dan dimasa yang akan

datang. Modifikasi saluran dilakukan jika dimensi eksisting lebih kecil dari

dimensi rencana.

5. Alternatif penanganan banjir genangan yang bisa dilakukan adalah merubah

arah pola aliran dengan perbaikan kemiringan dasar saluran. Selanjutnya

normalisasi saluran dengan membersihkan saluran dari sedimen dan sampah.

5.1 Saran

Suatu sitem saluran drainase akan berfungsi secara optimal jika setiap

bagian saluran mampu menampung limpasan yang akan terjadi serta terpola

dengan baik dari hulu hingga ke hilir, oleh karena itu untuk menjaga agar jalan

H.R Soebrantas dan kawasan sekitarnya bebas dari banjir atau genangan maka

Page 77: 132727935 Marah Ahmad Husin D Repaired

77

perlu dilakukan normalisasi saluran, redimensi dan optimalisasi pola aliran yang

ada.