13086710321319803211.makalah

download 13086710321319803211.makalah

of 10

Transcript of 13086710321319803211.makalah

  • 8/18/2019 13086710321319803211.makalah

    1/10

  • 8/18/2019 13086710321319803211.makalah

    2/10

    2

    cerdas. UNICEF mengakui bahwa perbaikan gizi yang didasarkan padapemenuhan kebutuhan protein memiliki kontribusi sekitar 50% dalampertumbuhan ekonomi negara-negara maju. Kandungan gizi yang dimilikiprotein hewani, baik telur maupun daging lebih tinggi dibandingkan makanan

    yang paling digemari masyarakat Indonesia yaitu tempe dan susu. Proteintelur sekitar 12,5%, daging ayam mencapai 18,5%, sedangkan protein nabatiseperti tempe dan tahu masing-masing hanya 11% dan 7,5% (A. Daryanto,2009).

    Dibandingkan negara ASEAN lainnya, konsumsi protein hewanipenduduk Indonesia jauh diurutan bawah. Menurut data FAO tahun 2006mencatat rata-rata konsumsi daging penduduk Indonesia sekitar 4,5kg/kap/tahun, Malaysia (38,5), Thailand (14), Filipina (8,5), Singapura (28).Konsumsi telur tah jauh beda. Indonesia dengan tingkat konsumsi 67butir/kap/tahun masih lebih rendah dibanding Thailand (93 butir) dan Cina

    (304 butir). Demikian juga konsumsi susu, Indonesia ada di 7 kg/kap/tahun,sementara Malaysia 20 kg/kap/tahun, apalagi masyarakat AS, sudah 100kg/kap/tahun.

    Berdasarkan road map pencapaian swasembada daging sapi tahun2014, ditargetkan penyediaan daging sapi produksi lokal sebesar 420,3 ributon (90%) dan dari impor sapi bakalan setara daging dan impor dagingsebesasr 46,6 ribu ton (10%) (Blue Print P2SDS 2014). Sapai saat iniIndonesia masih mengimpor sapi bakalan dan daging sapi sekitar 30% darikebutuhan. Dari data ini menunjukkan perlu usaha keras untuk meningkatkanproduksi sapi dan daging dalam negeri. Peran IPTEK dalam peningkatan

    populasi dan mutu genetik ternak Indonesia untuk memenuhi kebutuhandaging nasional menjadi sangat strategis.

    TUJUAN

    Pada tulisan ini merupakan review peran IPTEK Peternakan dalammendorong percepatan program swasembada daging dan susu nasional.Juga akan membahas berbagai permasalahan seputar ketahanan pangandan kondisi aktual pembangunan peternakan di Indonesia. Selanjutnya akanmengulas peran LIPI dalam pembangunan peternakan di Indonesia.

    METODE

    Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dilakukan dengan melaksanakan focus groupdiscussion (FGD) di 3 lokasi : Jawa Barat, Sumatera Barat dan SulawesiSelatan. Pemilihan lokasi tersebut untuk mewakili kondisi peternakan sapiperah dan sapi potong di Indonesia. Tahapan pelaksanaannya adalahsebagai berikut :

  • 8/18/2019 13086710321319803211.makalah

    3/10

    3

    Persiapan

    Kegiatan persiapan meliputi studi pustaka, penyiapan bahan-bahanyang diperlukan. Penyiapan rancangan workshop kajian. termasuk

    organisasi pelaksanaan kajian/workshop di lokasi-lokasi tersebut.

    Pelaksanaan FGD di Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Jawa Barat

      Organisasi pelaksana adalah perwakilan dari tingkat pusat (PuslitBioteknologi LIPI) dan dari tingkat daerah.

      Penetapan peserta dan nara sumber FGD yaitu berasal dari,perguruan tinggi, Pemda setempat (provinsi/Kab.Kota),industry/swasta dan tokoh masyarakat peternak.

      Sasaran pelaksanaan FGD adalah merumuskan kebijakan peranIPTEK dalam program pengembangan peternakan di daerah dalamrangka mendorong percepatan swasembada daging dan susunasional.

     Analisis Data dan Perumusan Hasil Kajian

      Pembentukan organisasi/panitia pelaksana adalah Puslit BioteknologiLIPI.

      Penetapan peserta perumusan hasil kajian yaitu berasal dariperwakilan masing-masing daerah, narasumber dari komite teknisatas masukan dari komite pengarah, dan pelaksana kegiatan, yangdilakukan di tingkat pusat.

      Sasaran Pelaksanaan perumusan workshop adalah membuat draftkebijakan program pengembangan peternakan nasional dan IPTEK dibidang Peternakan, sebagai bahan masukkan kepada pemerintah.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Populasi Ternak Sapi dan Kerbau Vs Swasembada Daging Nasional

    Hasil sementara sensus ternak Badan Pusat Statistik (BPS) padatahun 2011 memperlihatkan bahwa ternak sapi potong cukup melimpahdimana jumlah sapi potong mencapai 14,43 juta, kerbau 1,27 juta, dan sapiperah 574 ribu ekor. Sehingga jumlah keseluruhan sekitar 16,3 juta ekor.Dalam suatu seminar nasional Peran IPTEK Reproduksi dalam MendukungKetersediaan Daging dan Susu Nasional di Bogor 6 oktober 2011 terungkapbahwa sekitar 7,5 juta ekor atau 50,74% dari populasi sapi potong nasional.

    berada di pulau jawa padahal diketahui bahwa kantong-kantong ternak sapipotong lokal berada di kawasan timur indonesia. Terkonsentrasinya sapi

  • 8/18/2019 13086710321319803211.makalah

    4/10

    4

    potong di Pulau Jawa karena sensus ternak juga mendata ternak yang ada difeedloter atau ternak impor juga didata. Anehnya populasi ini menjadi dasaruntuk swasembada. Kalau ternak impor juga disensus maka tidak perlumenunggu 2014 untuk swasembada, tinggal mengimpor sapi sebanyak

    kebutuhan, maka akan swasembada. Data hasil sensus ternak terkesansangat politis, ingin menunjukkan bahwa pemerintah telah berhasilmembangun peternakan di Indonesia dengan menunjukkan datapertumbuhan yang secara signifikan meningkat. Berdasarkan data statistikpopulasi ternak tahun 2003 sebesar 10,2 juta ekor, tahun 2011 menjadi 15,4 juta ekor atau meningkat rata-rata 5,32 % per tahun (Dirjen Peternakan danKesehatan Hewan, 2011). Padahal peningkatan tersebut karena peningkatanimpor sapi bakalan dan daging. Data tersebut sungguh menyesatkan. Bolehdibayangkan betapa data base peternakan kita sangat lemah, dan bisadibayangkan pula ketika data tersebut dijadikan dasar dalam membuatprogram, yakin bahwa dilevel implementasi tidak dapat dilaksanakan. Dan

    kondisi itulah yang terjadi.

    Terkait swasembada daging yang harus dicermati bahwa jumlah ekorternak dan daging yang diimpor setiap tahun telah menjadi acuan atau dasar jumlah kekurangan populasi ternak untuk swasembada. Maksudnya karenakita mengimpor sekitar 700 ribu ekor sapi hidup dan 119 ribu ton dagingpada tahun 2010 kalau dikonversi ke sapi hidup sekitar 700 ribu ekorsehingga diasumsikan dengan sederhana bahwa jika populasi bertambah 1,4 juta ekor maka kita sudah swasembada. Program swasembada dagingnasional ini yang harus dipahami bahwa sapi asli Indonesia (sapi bali,pesisir, PO, madura) mendominasi lebih dari 50 % populasi. Sapi-sapi

    tersebut postur tubuhnya relatif lebih kecil dari sapi jenis persilangan atausapi yang diimpor. Sehingga prediksi terhadap produksi daging tentu lebihkecil, oleh karena itu perlu adanya perhitungan tentang prediksi produksidaging sapi lokal, agar terukur benar dan benar-benar swasembada sapi danbuka swasembada semu. Selanjutnya kantong-kantong ternak sapi potongadanya di kawasan timur Indonesia sedangkan konsumen dagingterkonsentrasi di pulau jawa sehingga distribusi dan transportasi harusdiperbaiki. Kenyataan menunjukkan bahwa mengangkut ternak dari NusaTenggara Timur itu lebih mahal dibanding dari Darwin Australia.

    Ditengah kabar gembira hasil sensus ternak 2011, rupanya hal yang

    sangat mengerikan ketika komoditas ternak dimasukkan atau dicampuradukdengan kepentingan politik seperti diulas di majalah mingguan Tempo edisi 6sampai dengan 12 Juni 2011. Memang disadari bahwa pemenuhankebutuhan daging nasional menyangkut hayat hidup masyarakat Indonesia,harkat dan martabat bangsa sehingga sulit dipisahkan dengan politik. Tetapi jika urusan ketersediaan pangan ini para politisi ikut terlalu jauh dan bahkanbersaing dengan para pedagang maka urusannya akan menjadi lain. Kalaukondisi seperti ini tidak segera diperbaiki, maka populasi ternak tidak adahubungannya dengan swasembada karena ternak sapi tidak menjadikomoditi yang harus dibudidayakan melainkan telah menjadi komoditidagang. Hal ini diperkuat dengan keluarnya kebijakan impor daging menjadi

    kewenangan Kementerian Perdagangan, besarnya kuota impor menjadi

  • 8/18/2019 13086710321319803211.makalah

    5/10

    5

    wewenang Menkoekonomi sedangkan Kementerian Pertanian hanyabertindak sebagai “konsultan”.

    Bisnis daging impor memang lumayan menggiurkan. Seorang importir

    membeli daging impor dengan harga rata-rata Rp 40 ribu per kilogram. Disupermarket, pasar tradisional, atau perhotelan Indonesia, daging impor inidijual Rp 60-70 ribu per kg, tergantung jenis dan kualitasnya, terdapat marginsekitar Rp 30 ribu per kg. Berdasarkan cetak biru Kementerian Pertanian,pada 2011 impor daging sapi dipatok sebesar 72 ribu ton. Itu berarti marginkeuntungan kotor Rp 2-3,6 triliun buat semua pemain daging, mulai importirsampai pedagang eceran. Tak mengherankan jika kuota impor daging sapimenjadi rebutan pengusaha. Segala cara dikerahkan, termasukmendatangkan daging impor secara ilegal.

    Tabel 1. Proyeksi Produksi dan Kebutuhan Impor Sapi Bakalan dan DagingNasional Tahun 2010 - 2014

    Sumber : P2SDSK 2014

    Pemerintah Australia Vs Swasembada Daging Nasional

    Indonesia merupakan salah satu pangsa pasar terbesar produkpeternakan dan keberhasilan dari program swasembada daging akanmengancam stabilitasi ekspor produk ternak Australia.

    Selanjutnya tiga negara produsen jeroan sapi, yakni Australia, Selandia Barudan Amerika Serikat melakukan protes atas kebijakan Pemerintah Indonesia

  • 8/18/2019 13086710321319803211.makalah

    6/10

    6

    yang akan mengurangi dan melarang impor jeroan dari negara tersebut.Kekhawatiran mereka terkait dengan bisnis dimana 70 persen produkpeternakan baik daging maupun sapi hidup dari Australia dipasok keIndonesia. Pada tahun 2009 realisasi ekspor sapi hidup dari Australia

    mencapai 700.000 ekor naik dari 2008 yang hanya 620.000 ekor.

    Perlu saya sampaikan bahwa jika jeroan berupa jantung diimpordalam jumlah besar ribuan bahkan jutaan buah jantung, yakinkah kita bahwaseluruh jeroan itu diambil dari ternak yang dipotong berdasarkan standarkehalalan? Saya pikir bahwa ini juga menjadi kewenangan Majelis UlamaIndonesia dan Badan POM untuk memastikan bahwa jeroan-jeroan tersebuthalal untuk dikomsumsi.

    Kegiatan Litbang Peternakan dan Ketahanan Pangan

    Teknologi hanya akan memberikan kontribusi jika ia digunakan dalamproses produksi barang/jasa untuk meningkatkan kualitas hidup umatmanusia, termasuk dalam upaya penyediaan pangan yang cukup, bergizi,aman, dan sesuai selera konsumen serta terjangkau secara fisik danekonomi bagi setiap individu sehingga ketahanan pangan dapat dicapai.Untuk dapat digunakan, teknologi harus dikembangkan dengan mengenaliterlebih dahulu pengguna potensialnya. Dalam konteks upaya pencapaianketahanan pangan, maka pengguna primer teknologi tersebut adalahpeternak. Pengguna sekundernya adalah pengolah bahan pangan segarmenjadi produk pangan olahan. Kebutuhan dan persoalan nyata yang

    dihadapi oleh para pengguna perlu dipahami secara komprehensif terlebihdahulu, agar solusi teknologi yang ditawarkan diminati oleh para pengguna.

    Kapasitas adopsi para pengguna teknologi peternakan harus setaradengan teknologi yang dikembangkan agar proses adopsi dapatberlangsung. Kapasitas adopsi pengguna tersebut perlu dilihat darikemampuan teknis, manajerial, finansial, dan sosiokultural. Banyak teknologipeternakan di masa lalu yang diintroduksikan kepada para pengguna(terutama pengguna primer) tetapi tidak digunakan dalam proses produksipangan sebagai akibat dari tidak padunya antara teknologi yangdiintroduksikan dengan kebutuhan dan/atau kapasitas adopsi pihak

    pengguna.

    Faktor penyebab kondisi ketahanan pangan sulit dicapai salahsatunya adalah karena teknologi belum berkontribusi secara efektif. Hal initerutama disebabkan karena teknologi yang dikembangkan belum selarasdengan kebutuhan dan persoalan nyata yang dihadapi para penggunanya,atau karena tidak mempertimbangkan kapasitas adopsi para penggunanya.Ketahanan pangan berbasis peternakan tercapai jika seluruh individu rakyatIndonesia mempunyai akses (secara fisik dan finansial) untuk mendapatkanpangan asal hewan untuk memenuhi konsumsi protein hewani mereka agardapat hidup sehat dan produktif. Jika konsisten dengan ini, maka

    pembangunan peternakan harus lebih berorientasi pada upaya pemenuhan

  • 8/18/2019 13086710321319803211.makalah

    7/10

    7

    permintaan pasar domestik. Kemandirian dalam pemenuhan pangandomestic merupakan modal dasar dalam menangkal dampak krisis global.

     Aktor produsen pangan asal ternak sejati adalah peternak,

    pembudidaya ternak. Peningkatan produksi pangan nasional tidak pernahakan tercapai jika tanpa kontribusi nyata dari para pelaku ini. Demikian pulastatus swasembada dan ketahanan pangan tidak akan pernah dapat dicapai jika tanpa kontrbusi dari para pelaku nyata di lapangan ini. Oleh sebab itu,teknologi yang dikembangkan perlu ‘lebih bersahabat’ dan diarahkan untukmemudahkan para peternak atau pembudidaya ternak dalam memproduksipangan.

    Teknologi yang lebih bersahabat dalam persepsi peternak dan pelakuproduksi pangan lainnya adalah teknologi yang secara teknis mudahdioperasikan dan secara ekonomis lebih menguntungkan dibandingkan

    dengan cara tradisional. Faktor penyebab kegagalan dalam introduksiteknologi pertanian/pangan yang paling umum adalah bukan karena kendalateknis, tetapi sering disebabkan karena biaya operasionalnya yang tinggisehingga tidak menguntungkan bagi petani. Harga komoditas pangan yangrendah menjadi tantangan berat bagi para pengembang teknologi untukmenghasilkan teknologi yang sesuai bagi petani atau pengguna primerteknologi pertanian/pangan lainnya. Tantangannya adalah menciptakanteknologi yang lebih efisien, tidak menyebabkan ongkos produksi lebih mahaldibandingkan dengan cara-cara tradisional yang telah diterapkan, danmenjamin peningkatan keuntungan bagi pengguna primer yangmengadopsinya.

    Kontribusi Puslit Bioteknologi – LIPI dalam Pembangunan PeternakanNasional

    Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menyadari, bahwa praktekpeternakan yang tidak dilandasi ilmu pengetahuan mendasar akan terusmenurunkan populasi dan memperburuk kualitas genetika ternak diIndonesia yang pada akhirnya akan semakin tergantung kepada pihak asingdalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani bagi rakyat Indonesia.Keadaan ini jika dibiarkan terus menerus juga akan menurunkan konsumsi

    protein dan dapat berakibat pada penurunan kualitas dan kecerdasan rakyatIndonesia.

    Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI pada tahun 1993 telah mendapatkepercayaan oleh pemerintah dengan dikukukannya sebagai pusat unggulanbioteknologi pertanian II oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi. Dalamperkembangannya Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI telah turut aktif danterlibat dalam pembangunan peternakan di Indonesia dengan membentukForum Komunikasi Industri Peternakan Modern dengan visi menjembataniberbagai kepentingan pengguna (stakeholders) bidang peternakan dalamupaya mendukung terwujudnya Industri Peternakan Modern Berbasis

    Sumberdaya Lokal.

  • 8/18/2019 13086710321319803211.makalah

    8/10

    8

    Dengan SDM yang dimiliki ini, Puslit Bioteknologi LIPI telah mampumelakukan kegiatan riset peternakan yang strategis, riset yang dikerjakanadalah riset yang cukup mendasar namun dapat diaplikasikan di masyarakatyang didanai dari dana APBN dan dana kerjasama luar negeri. Dalam

    perkembangannya Puslit Bioteknologi LIPI telah melakukan kegiatanpenelitian peternakan tersebar di 18 provinsi dan tidak kurang dari 35Kabupaten di Indonesia.

    Sejak tahun 1992, Puslit Bioteknologi LIPI telah melakukan kerjasamariset dengan Peternakan Tri “S” Tapos untuk meningkatkan populasi danmutu genetic ternak melalui aplikasi teknologi reproduksi inseminasi buatan(IB) dan transfer embrio (TE) di Indonesia. Kegiatan ini menjadi cikal bakalkegiatan transfer embrio di daerah dan telah tercatat berbagai keberhasilankelahiran sapi unggul hasil embrio transfer. Puslit Bioteknologi LIPI juga turutberperan dalam pembentukan Balai Embrio Ternak Cipelang, balai dibawah

    koordinasi Direktorat Jenderal Peternakan. Setahun kemudian tepatnyatahun 1993, Puslit Bioteknologi LIPI dikukuhkan sebagai Pusat UnggulanBioteknologi Pertanian II oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi.Kelompok peneliti hewan telah turut memberikan kontribusi nyata dalampengukuhan ini.

    Sebagai salah satu tanggungjawab LIPI terhadap masyarakat, sejaktahun 2003 Puslit Bioteknologi LIPI telah melaksanakan kegiatanpemberdayaan masyarakat melalui program IPTEKDA LIPI. KegiatanIPTEKDA LIPI dalam bidang peternakan ini focus terhadap aplikasi hasil risetbioteknologi peternakan di masyarakat. Kegaiatan aplikasi IB sexing,

    teknologi transfer embrio, teknologi pakan, teknologi pengolahan susuadalah bagian kegiatan dari IPTEKDA LIPI di bidang peternakan. Selain itu, juga dikembangkan sistim produksi peternakan, pengembangan pertanianterpadu berbasis peternakan. Dalam kegiatan ini diperkenalkan suatu modelpeternakan dengan sistim zero waste.

    Berbekal dari kegiatan dan pengalaman Puslit Bioteknologi LIPImengembangkan riset dan teknologi dibidang peternakan di Indonesia,masyarakat dan pemerintah Indonesia memberikan kepercayaan untukmendapatkan bantuan soft loan dari Pemerintah Spanyol. Soft loan ini akandigunakan untuk mempercepat pembangunan peternakan di Indonesia.

    Dengan perbaikan dan peningkatan sarana laboratorium peternakan di LIPIdi Universitas dan Balai IB Daerah di 3 Provinsi (Puslit Bioteknologi LIPI,Jawa Barat, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan) diharapkan mampumeningkatkan kapasitas peneliti Indonesia di bidang peternakan,meningkatkan kerjasama riset dan aplikasi teknologi peternakan baiknasional maupun internasional sehingga swasembada dan kecukupanpemenuhi konsumsi protein hewani dapat tercapai.

    Beberapa program strategis Puslit Bioteknologi – LIPI dalam bidangpeternakan yang sedang dikembangkan, yaitu :

    1. Mengembangkan kawasan IPTEK Peternakan di cibinong sciencecentre. Kawasan IPTEK Peternakan terpadu antara kegiatan riset,pengembangan ternak dan unit processing pakan dan susu.

  • 8/18/2019 13086710321319803211.makalah

    9/10

    9

    Diharapkan dari kawasan ini menjadi percontohan agribisnis berbasisriset.

    2. Central Milk Testing Laboratory (CMT). Merupakan laboratoriumindependen yang memfasilitasi pengujian kualitas susu peternak sapi

    perah sebelum dikirim ke industri pengolahan susu (IPS). Hal inidimaksudkan untuk mendapatkan fare payment   dimana hargaditentukan oleh kualitas, menjamin susu yang diterima IPS memilikikualitas yang diinginkan, menghindari monopoli IPS. Program CMTbukan hanya menguji kualitas susu tetapi juga akan memperbaikikualitas ternak sapi perah.

    3. Pengembangan Sapi Simental Indonesia. Di Sumatera Barat telahberkembang cukup lama sapi-sapi simental dan sudah beradaptasidengan baik. Oleh karena perkembangan sapi simental di Sumbar,sudah terbentuk kelompok-kelompok pembibit sapi simental (SimentalBreeders Club). Melalui program riset strategis, akan membentuk sapi

    simental indonesia. Hal ini sangat strategis untuk mengembangkansapi-sapi simental Indonesia ke negara-negara yang memiliki iklimsama dengan iklim di Indonesia.

    4. Pusat Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Limbah pertanian, agroindustri pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan di Indonesiasangat melimpah. Apabila limbah ini dapat dikonsentrasikan kebeberapa tempat selanjutnya diolah menjadi pakan ternak berkualitas,tentu akan sangat membantu pembangunan peternakan nasionalyang diketahui bahwa komponen pakan sangat dominan berpengaruhterhadap pembangunan peternakan.

    KESIMPULAN

    Beberapa hal yang dapat disimpulkan terkait peran IPTEK peternakan dalammendorong [ercepatan swasembada daging dan susu nasional :

    1. Teknologi hanya akan memberikan kontribusi jika ia digunakan dalamproses produksi barang/jasa untuk meningkatkan kualitas hidup umatmanusia, termasuk dalam upaya penyediaan pangan yang cukup,bergizi, aman, dan sesuai selera konsumen serta terjangkau secara

    fisik dan ekonomi bagi setiap individu sehingga ketahanan pangandapat dicapai.2. Berdasarkan hasil sensus tidak dapat dikatakan kondisi sekarang

    sudah berada pada kondisi swasembada daging sapi.

    3. Program swasembada daging nasional harus mempertimbangkan :a. Kondisi sapi asli Indonesia (sapi bali, pesisir, PO, madura)

    mendominasi lebih dari 50 % populasi dengan postur tubuhlebih kecil dari sapi impor sehingga perlu perhitungan lebihcermat.

    b. Kantong-kantong ternak sapi potong adanya di kawasan timurIndonesia sedangkan konsumen daging terkonsentrasi di pulau

     jawa sehingga distribusi dan transportasi harus diperbaiki.

  • 8/18/2019 13086710321319803211.makalah

    10/10

    10

    Kenyataan menunjukkan bahwa mengangkut ternak dari NusaTenggara Timur itu lebih mahal dibanding dari Darwin Australia.

    4. Program strategis yang perlu dilaksanakan dalam rangka mendorongprogram percepatan swasembada daging dan susu nasional

    pembuatan pusat pengolahan pakan ternak ruminansia (P3TR) danCentral Milk Testing Laboratory.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh stake holder, narasumberdan tim pakar yang telah banyak berkontribusi dalam pelaksanaan FGD dan

    workshop peternakan LIPI. Kepada pimpinan LIPI yang telah mengarahkanpelaksanaan kegiatan ini. Juga tak lupa kami ucapkan terima kasih kepadapanitia yang telah bersusah payah melaksanakan acara ini dengan baik.

    REFERENSI

    1. Blue Print Program Percepatan Swasembada Daging Sapi 2014.Direktoraj Jenderal Petrnakan dan Kesehatan Hewan, KementerianPertanian RI.

    2. Arief Daryanto. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPBPres. Bogor 2009.

    3. Mohammad Jafar Hafsah. 2011. Mewujudkan Indonesia BerdaulatPangan. PT. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta 2011.

    4. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. 2006. PT. KompasMedia Nusantara. Jakarta

    5. Agus Pambagio. Politik Ketahanan Pangan Vs Sapi Australia. JurnalMedan, 17 Juni 2011.

    6. Sunudyantoro, Agoeng Wijaya, Retno Sulistyowati, Angga SukmaWijaya. Partai Putih di Pusaran Impor Daging. Tempo edisi 6 Juni2011.