13. Wan_Transportasi Hijau

5
1 MEWUJUDKAN TRANSPORTASI YANG BERKELANJUTAN DENGAN TRANSPORTASI HIJAU Wan Meidiantra (25413028) Mahasiswa Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung Abstrak Pertumbuhan kendaraan bermotor yang tak terkendali dan tak diimbangi oleh pertumbuhan ruas jalan telah memberikan dampak yang buruk bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Diantara dampak yang ditimbulkan tersebut adalah kemacetan, gangguan kesehatan, polusi udara, gas rumah kaca dan permasalahan lingkungan lainnya. Sebagai respon terhadap permasalahan di atas, dengan mempelajari berbagai literatur, tulisan ini mencoba membahas konsep transportasi hijau (green transportation) dalam konteks transportasi berkelanjutan dalam rangka mewujudkan transportasi yang lebih ramah terhadap lingkungan. Transportasi hijau merupakan turunan dari konsep transportasi berkelanjutan yang merupakan pengimplementasian konsep pembangunan berkelanjutan dalam perspektif transportasi. Dampak negatif dari transportasi berbasiskan kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan mengurangi jumlah perjalanan, berorientasi pada transportasi umum masal, penggunaan kendaraan tak bermotor serta penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan. Kata kunci: permasalahan lingkungan, transportasi berkelanjutan, transportasi hijau, jumlah perjalanan, transportasi umum masal, kendaraan tak bermotor, bahan bakar ramah lingkungan. I. PENDAHULUAN Pourbaix (2011) dalam Cervero (2013) mengungkapkan bahwa jumlah perjalanan di kota setiap hari secara global telah mencapai 8 miliar perjalanan. Hampir separuhnya (47%) menggunakan kendaraan bermotor pribadi berbahan bakar fosil. Sementara jumlah perjalanan dengan berjalan kaki dan bersepeda baru sebesar 37%, serta mode transportasi umum menyerap 16% perjalanan. Pertumbuhan kendaraan bermotor yang tak terkendali menimbulkan berbagai masalah diantaranya polusi udara, gangguan kesehatan, konsumsi energi yang boros, kemacetan lalulintas, dan efek gas rumah kaca. Semua masalah tersebut dirasakan hampir di seluruh kota-kota besar di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Dalam laporan Transport and the environment yang dikeluarkan oleh Royal Comissin on Environmental Pollution di Inggris pada tahun 1994 menyebutkan bahwa pertumbuhan kepadatan lalulintas pada saat itu telah mengancam keberlanjutan lingkungan (Cartledge.1996). Goodwin (1995) dalam Cartledge (1996) menyampaikan bahwa menurut Stokes et al (1992) kecenderungan pertumbuhan rata-rata kendaraan bermotor di pinggiran kota di Inggris dalam 30 tahun mendatang akan mencapai 3-4 kali lipat. Di Jakarta sendiri pertumbuhan kendaraan mencapai 10% pertahun sementara pertumbuhan jalan hanya sebesar 0,01% pertahun (Kompas, 28 November 2013). Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), hingga tahun 2010 jumlah populasi kendaraan bermotor di Indonesia telah mencapai 50.824.128 unit. Sekitar 65% atau sekitar 30 juta unit adalah sepeda motor. Sementara Thailand hanya memiliki 25 juta unit, Vietnam sekitar 14 juta unit, Malaysia sekitar 7 jutaan unit dan Philipina sekitar 2 juta unit. Jadi, kendaraan bermotor di Indonesia adalah yang paling banyak di kawasan Asia Tenggara (Musnandar. 2012). Kondisi dominannya kendaraan pribadi dibandingkan angkutan umum menggambarkan pola perjalanan sebagian besar penduduk yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan angkutan umum. Di Inggris menurut Cartledge (1996) mobil/kendaraan pribadi yang persentasenya kurang dari 20% dari total jumlah kendaraan menyumbangkan 80% polusi udara. Sementara di Indonesia menurut Aigha (2010) pada tahun 2007, berdasarkan data Jasa Raharja, transportasi merupakan penyumbang emisi dominan (23,6%) dibandingkan sektor lainnya seperti sektor industri, pembangkit tenaga, sektor rumah tangga serta dari sektor komersial. Goodwin (1995) dalam Cartledge (1996) menjelaskan bahwa aktivitas transportasi telah menyedot 30% konsumsi energi secara keseluruhan dan berdasarkan riset yang dilakukan oleh Reid (1994) menunjukkan bahwa transportasi telah menjadi salah satu pemicu berbagai penyakit yang diantaranya seperti penyakit pernapasan, asma, penyakit jantung, bahkan kanker.

description

Green Transportastion

Transcript of 13. Wan_Transportasi Hijau

Page 1: 13. Wan_Transportasi Hijau

1

MEWUJUDKAN TRANSPORTASI YANG BERKELANJUTAN DENGAN

TRANSPORTASI HIJAU

Wan Meidiantra (25413028) Mahasiswa Magister Perencanaan Wilayah dan Kota

Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung

Abstrak Pertumbuhan kendaraan bermotor yang tak terkendali dan tak diimbangi oleh pertumbuhan ruas jalan telah

memberikan dampak yang buruk bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Diantara dampak yang

ditimbulkan tersebut adalah kemacetan, gangguan kesehatan, polusi udara, gas rumah kaca dan

permasalahan lingkungan lainnya. Sebagai respon terhadap permasalahan di atas, dengan mempelajari

berbagai literatur, tulisan ini mencoba membahas konsep transportasi hijau (green transportation) dalam konteks transportasi berkelanjutan dalam rangka mewujudkan transportasi yang lebih ramah terhadap

lingkungan. Transportasi hijau merupakan turunan dari konsep transportasi berkelanjutan yang merupakan

pengimplementasian konsep pembangunan berkelanjutan dalam perspektif transportasi. Dampak negatif dari transportasi berbasiskan kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan mengurangi jumlah perjalanan,

berorientasi pada transportasi umum masal, penggunaan kendaraan tak bermotor serta penggunaan bahan

bakar yang ramah lingkungan.

Kata kunci: permasalahan lingkungan, transportasi berkelanjutan, transportasi hijau, jumlah perjalanan, transportasi

umum masal, kendaraan tak bermotor, bahan bakar ramah lingkungan.

I. PENDAHULUAN Pourbaix (2011) dalam Cervero (2013) mengungkapkan bahwa jumlah perjalanan di kota setiap hari

secara global telah mencapai 8 miliar perjalanan. Hampir separuhnya (47%) menggunakan kendaraan

bermotor pribadi berbahan bakar fosil. Sementara jumlah perjalanan dengan berjalan kaki dan bersepeda

baru sebesar 37%, serta mode transportasi umum menyerap 16% perjalanan. Pertumbuhan kendaraan bermotor yang tak terkendali menimbulkan berbagai masalah diantaranya polusi udara, gangguan kesehatan,

konsumsi energi yang boros, kemacetan lalulintas, dan efek gas rumah kaca. Semua masalah tersebut

dirasakan hampir di seluruh kota-kota besar di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Dalam laporan Transport and the environment yang dikeluarkan oleh Royal Comissin on Environmental Pollution di Inggris pada

tahun 1994 menyebutkan bahwa pertumbuhan kepadatan lalulintas pada saat itu telah mengancam

keberlanjutan lingkungan (Cartledge.1996).

Goodwin (1995) dalam Cartledge (1996) menyampaikan bahwa menurut Stokes et al (1992)

kecenderungan pertumbuhan rata-rata kendaraan bermotor di pinggiran kota di Inggris dalam 30 tahun

mendatang akan mencapai 3-4 kali lipat. Di Jakarta sendiri pertumbuhan kendaraan mencapai 10% pertahun sementara pertumbuhan jalan hanya sebesar 0,01% pertahun (Kompas, 28 November 2013). Berdasarkan

data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor

Indonesia (AISI), hingga tahun 2010 jumlah populasi kendaraan bermotor di Indonesia telah mencapai 50.824.128 unit. Sekitar 65% atau sekitar 30 juta unit adalah sepeda motor. Sementara Thailand hanya

memiliki 25 juta unit, Vietnam sekitar 14 juta unit, Malaysia sekitar 7 jutaan unit dan Philipina sekitar 2 juta

unit. Jadi, kendaraan bermotor di Indonesia adalah yang paling banyak di kawasan Asia Tenggara (Musnandar. 2012). Kondisi dominannya kendaraan pribadi dibandingkan angkutan umum menggambarkan

pola perjalanan sebagian besar penduduk yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan

angkutan umum.

Di Inggris menurut Cartledge (1996) mobil/kendaraan pribadi yang persentasenya kurang dari 20%

dari total jumlah kendaraan menyumbangkan 80% polusi udara. Sementara di Indonesia menurut Aigha

(2010) pada tahun 2007, berdasarkan data Jasa Raharja, transportasi merupakan penyumbang emisi dominan (23,6%) dibandingkan sektor lainnya seperti sektor industri, pembangkit tenaga, sektor rumah tangga serta

dari sektor komersial. Goodwin (1995) dalam Cartledge (1996) menjelaskan bahwa aktivitas transportasi

telah menyedot 30% konsumsi energi secara keseluruhan dan berdasarkan riset yang dilakukan oleh Reid (1994) menunjukkan bahwa transportasi telah menjadi salah satu pemicu berbagai penyakit yang diantaranya

seperti penyakit pernapasan, asma, penyakit jantung, bahkan kanker.

Page 2: 13. Wan_Transportasi Hijau

2

Transportasi merupakan sumber utama emisi karbon monoksida(CO2), nitrogen oksida (NOx), partikel

dan zat emisi berbahaya lainnya. Transportasi darat menjadi sumber utama pencemar COx dan NOx. Transportasi laut merupakan sumber pencemaran sulfur dioksida (SOx), sementara transportasi udara

menjadi sumber pencemar nitrogen oksida(NOx) dan kebisingan. Transportasi juga menimbulkan berbagai

eksternalitas negatif lainnya seperti gangguan suara, getaran, kecelakaan, dan pemborosan terhadap waktu,

uang serta kemacetan. Hasil penelitian dari Universitas Emory yang dimuat dalam sebuah jurnal terbaru dari Environmental Health Perspectives mengungkapkan bahwa dalam setahun, polusi yang dihasilkan dari

mesin disel menyebabkan kematian 11 ribu orang di Amerika Serikat dan Inggris Raya. Jurnal ini juga

mengungkapkan bahwa asap knalpot kendaran bermesin disel turut andil menyumbangkan 6 % penderita penyakit kanker paru-paru. Dari 6% penderita kanker paru-paru tersebut, sekitar 4,8 % meninggal dunia

( http://techno.okezone.com di akses 30 November 2013).

Berbagai dampak yang ditimbulkan tersebut telah mendorong lahirnya gagasan untuk

mengembangkan suatu sistem transportasi yang berkelanjutan dan lebih ramah terhadap lingkungan.

Gagasan ini menjelaskan pentingnya mengurangi berbagai eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh transportasi, khususnya transportasi darat yang berupa kendaraan bermotor melalui konsep transportasi hijau.

Dalam bagian-bagian berikutnya dari tulisan ini, berdasarkan berbagai literature (buku, jurnal, artikel,

laporan, dan lain-lain) dari media cetak maupun elektronik, akan dibahas lebih jauh dengan pendekatan

deskriptif mengenai sistem trasportasi berkelanjutan serta pentingnya beralih ke transportasi hijau untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Terminologi Transportasi Berkelanjutan Transportasi merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam mendukung aktivitas kehidupan

manusia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa seiring perkembangannya, transportasi juga membawa

masalah-masalah dari setiap pergerakannya.Dalam konteks penatana ruang, transportasi merupakan sistem

pendukung yang menghubungkan berbagai fungsi ruang yang berbeda-beda di tempat yang berbeda pula.

Baik fungsi ekonomi, fungsi sosial/budaya, serta fungsi lingkungan. Ketiga aspek ini juga merupakan unsur utama dalam konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep transportasi yang berkelanjutan pada akhirnya

memang tidak dapat terlepas dari konsep pembangunan berkelanjutan.

Sementara jika merujuk pada berbagai literatur yang ada, definisi sistem transportasi yang berkelanjutan cukup beragam. Diantaranya yang diungkapkan oleh Gusnita (2010) dan Black (2000) dalam

Zuidgeest et al (2000) yang memberikan definisi yang agak mirip yakni sistem transportasi berkelanjutan

adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan transportasi generasi saat ini dengan mempertimbangkan

kemampuan generasi mendatang untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Definisi yang lebih luas diungkapkan oleh Baskoro (2010) menurut The Centre of Sustainable Transportation Canada

transportasi berkelanjutan terkait dengan penyediaan akses utama atau dasar yang dibutuhkan oleh individu

dan masyarakat demi menjaga keamanannya dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan kesehatan ekosistem, serta keadilan dalam dan antar generasi. Sistem transportasi hendaknya mampu menghasilkan,

efisiensi, memberikan pilihan moda trasportasi yang mengurangi emisi berbahaya, meminimalkan

penggunaan sumber daya yang tak terbarukan, membatasi penggunaan sumber daya alam yang dapat

diperbarui serta meminimalkan penggunaan lahan dan produksi yang menyebabkan kegaduhan, namun tetap mampu mendukung pergerakan aspek ekonomi,

Masih menurut Baskoro (2010), Brundtland Commission dalam CAI-Asia (2005: 11) mengatakan transportasi berkelanjutan yang merupakan kumpulan kegiatan transportasi bersama dengan infrastruktur

tidak boleh meninggalkan masalah atau biaya-biaya yang harus ditanggung oleh generasi mendatang.

Baskoro (2010) juga menjelaskan bahwa definisi yang lebih resmi dikenalkan oleh the world bank (1996) yang menyatakan secara konseptual, transportasi berkelanjutan lebih menekankan pada pelayanan terhadap

sektor ekonomi wilayah perkotaan dan perkembangan sosial. Dari berbagai definisi tersebut, antara

pembangunan berkelanjutan dan transportasi berkelanjutan terdapat suatu benang merah sebagaimana dijelaskan oleh Poshinega (2011) yakni:

Secara ekonomi: Transportasi berkelanjutan masih dapat terjangkau, mampu menciptakan keadilan

dan efisiensi, memberikan alternatif moda transportasi, dan mendukung ekonomi yang kompetitif,

serta keseimbangan dalam pembangunan daerah.

Page 3: 13. Wan_Transportasi Hijau

3

Secara sosial: Transportasi berkelanjutan memungkinkan akses dasar dan mampu memenuhi

pengembangan kebutuhan individu, perusahaan, dan masyarakat dengan aman dan dengan cara yang

konsisten terkait kesehatan manusia dan ekosistem, dan mempromosikan ekuitas dalam dan di antara generasi berturut-turut.

Secara ekologis: Transportasi berkelanjutan memperhatikan batas emisi dan limbah dalam

kemampuan bumi ini untuk menyerap polusi, menggunakan sumber daya terbarukan di bawah tarif,

dan menggunakan sumber daya yang tidak terbarukan pada atau di bawah tingkat perkembangan

pengganti terbarukan, sambil meminimalkan dampak terhadap penggunaan tanah dan kebisingan.

II.2 Terminologi Transportasi Hijau

Baskoro (2010) menjelaskan sistem transportasi yang berkelanjutan harus memperhatikan setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan, dan dampak lingkungan. Aksesibilitas diwujudkan

melalui penyusunan rencana jaringan transportasi dan keragaman alat angkutan yang terintegrasi antara satu

dengan lainnya. Kesetaraan terkait dengan penyediaan transportasi yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, persaingan bisnis yang sehat, dan pembagian penggunaan ruang dan pemanfaatan infrastruktur

secara adil serta transparansi dalam setiap pengambilan kebijakan. Pengurangan dampak negatif terhadap

lingkungan diimplementasikan dengan menggunakan energi ramah lingkungan, alat angkut yang lebih ramah

lingkungan dan perencanaan yang memprioritaskan keselamatan.

Sementara konsep transportasi hijau (green transportation) memiliki dimensi lebih terbatas, yakni

pada aspek pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan. Konsep ini merupakan pendekatan yang digunakan untuk menciptakan transportasi yang sedikit atau tidak menghasilkan zat emisi berbahaya. Dalam

konsep ini penekanan lebih ditujukan kepada pengendalian jumlah perjalanan, pemilihan dan penggunaan

moda transportasi dan infrastruktur lainnya yang terintegrasi dan efisien tanpa mencemari lingkungan, serta mendorong penggunaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah terhadap lingkungan.

Transportasi hijau atau green transport dapat diterapkan melalui berbagai cara, seperti mengganti bahan bakar minyak yang digunakan kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan,

pengurangan jumlah perjalanan dan penggunaan kendaraan bermotor pribadi serta beralih ke moda

transportasi masal maupun kendaraan tak bermotor. Poshinega (2011) menjelaskan transportasi hijau merupakan transportasi yang mengedepankan sarana transportasi yang lebih ramah terhadap lingkungan.

Transportasi hijau ini dapat berupa pedestrian untuk berjalan kaki dan bersepeda, sarana transportasi

berorientasi transit, kendaraan ramah lingkungan, carsharing, penghematan penggunaan bahan bakar, serta

membiasakan diri dengan gaya hidup sehat.

Ismael (2011) dalam Kustiwan (2013) berpandangan bahwa konsep green transportation terdiri dari

empat elemen. Pertama, desain mass transit lead cities yang mengakomodasi integrasi terpadu antara angkutan masal, parkir, transfer node, jalan, dan pedestrian. Kedua, kota minim mobil (mengurangi jumlah

kendaraan bermotor). Ketiga, berorientasi pada pedestrian dan sepeda. Keempat, avoid (menghindari

perjalanan yang tidak perlu) –shift (berpindah ke moda transportasi masal) –improve (meningkatkan system dan fasilitas transportasi).

Secara garis besar, dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa dalam konsep transportasi

hijau terdapat setidaknya empat isu utama: 1. Aksesibilitas, bukan mobilitas.

Esensi dari transportasi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan manusia/barang untuk berpindah

dari tempat asal ke tempat tujuannya. Hal ini tidak harus dilakukan dengan menggunakan kendaraan

pribadi, namun akan lebih efisien jika menggunakan transportasi masal. 2. Memindahkan orang, bukan memindahkan kendaraan.

Transportasi didorong untuk lebih efisien dengan mampu memindahkan orang lebih banyak

menggunakan kendaraan yang lebih sedikit (secara masal). Dengan begitu dapat mengurangi jumlah perjalanan dan kepadatan lalulintas.

3. Mendorong penggunaan kendaraan tak bermotor

Dengan beralih menggunakan kendaraan tak bermotor akan mengurangi pencemaran zat emisi

berbahaya yang mencemari lingkungan. 4. Mengkonversi energi polutif dengan energi yang ramah lingkungan.

Energi yang berasal dari fosil merupakan sumber utama pencemaran udara. Oleh sebab itu, bahan

bakar dari fosil harus dikurangi dan mengkonversinya ke energy yang ramah lingkungan.

Page 4: 13. Wan_Transportasi Hijau

4

III. ANALISIS PENERAPAN KONSEP TRANSPORTASI HIJAU DALAM MEWUJUDKAN

TRANSPORTASI BERKELANJUTAN.

Transportasi hijau pada dasarnya merupakan bagian kecil dari usaha untuk menwujudkan konsep

keberlanjutan yang saat ini menjadi isu utama pembangunan global. Menurut Aigha (2010) tujuan dari

transportasi berkelanjutan adalah untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam rangka

mengurangi polusi, mengurangi kemacetan dan menjaga kualitas lingkungan untuk masa depan. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan yakni dengan pendekatan transportasi hijau. Transportasi hijau ini,

sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya berkaitan dengan pengurangan polusi udara oleh zat emisi

berbahaya, khususnya yang berasal dari kendaraan bermotor. Pengurangan polusi ini dapat dilakukan dengan menerapkan empat cara yaitu: mengurangi jumlah perjalanan kendaraan bermotor, berorientasi pada

transportasi umum masal, mendorong penggunaan kendaraan tak bermotor, dan menggunakan bahan bakar

yang ramah lingkungan.

III.1. Mengurangi Jumlah Perjalanan Kapasitas jalan seringkali tidak mampu mengakomodasi pertumbuhan kendaraan bermotor sehingga

mengakibatkan kemacetan. Persentase luas jalan terhadap luas lahan di Jakarta dan beberapa kota di negara

berkembang hanya 10% (Vasconcellos (1999) dalam Cervero (2013)). Sementara di kota pada negara dengan ekonomi lebih maju seperti Seoul dan Sao Paulo persentase luas jalan 15-20%, di Eropa (London dan

Paris) sebesar 20-25%, dan di Amerika seperti Houston dan Atlanta sebesar lebih dari 35% (Vasconcellos

(2001) dalam Cervero (2013)). Kemacetan lalulintas yang terjadi menyebabkan meningkatnya polusi udara,

oleh sebab itu perlu dilakukan pengendalian volume kendaraan dengan mengurangi jumlah perjalanan. Pengurangan jumlah perjalanan ini dapat dilakukan dengan penataan ruang yang lebih kompak, penerapan

pajak kemacetan dan pajak bahan bakar yang tinggi, serta memanfaatkan kemajuan teknologi informasi

misalnya dengan teleconference, online shopping dan online meeting.

III.2. Berorientasi pada Transportasi Umum Masal Saat ini volume perjalanan di jalan raya didominasi oleh kendaraan bermotor pribadi. Hal ini disebabkan

belum tersedianya moda transportasi masal yang mampu mengakomodasi tingginya kebutuhan transportasi

masyarakat. Padahal moda transportasi masal merupakan sarana yang lebih efisien untuk melakukan

perjalanan. Data dari Pemerintah DKI Jakarta pada 2008 menunjukkan jumlah perjalanan setiap hari di Jakarta mencapai 20,7 juta. Lebih dari separuhnya (57%) menggunakan kendaraan bermotor. Sementara

perjalanan dengan kereta hanya 3%, dan perjalanan tanpa kendaraan bermotor 40% (Baskoro.2010). Mobil

pribadi yang menggunakan 70% luas jalan hanya mengangkut 20% perjalanan, sementara bis yang menggunakan 4% luas jalan mampu mengangkut 35% perjalanan (Evren dan Murat ._). Dari fakta ini maka

bis merupakan salah satu moda transportasi umum masal yang efektif untuk mengurangi penggunaan

kendaraan pribadi yang selanjutnya dapat menurunkan pula pencemaran zat emisi berbahaya.

III.3. Memperbanyak Penggunaan Kendaraan Tak Bermotor

Pada dasarnya sepeda dan berjalan kaki merupakan moda transportasi yang paling murah dan paling ramah lingkungan. Pada tahun 2005, lebih kurang 37% perjalanan di kota-kota seluruh dunia menggunakan

sepeda atau berjalan kaki, sementara kota-kota di Afrika mencapai 30-35%(Montgomery and Roberts,(2008)

dalam Cervero (2013)). Dengan bersepeda dan berjalan kaki tidak ada zat emisi berbahaya yang dikeluarkan sehingga menimbulkan polusi. Namun menurut Onogawa (2007) dalam Pramono (2008) dukungan

infrastruktur transportasi ramah lingkungan khususnya di kota-kota Asia termasuk Indonesia saat ini masih

kurang baik. Kondisi sarana pejalan kaki seperti pedestrian sebagian besar dibuat seadanya dan tanpa pohon

peneduh, sarana penyeberangan sangat terbatas, minimnya sarana penerangan jalan, kapasitas pedestrian tidak sebanding dengan jumlah pejalan kaki, serta masih banyak tindakan kriminal yang dialami pejalan

kaki. Oleh sebab itu, perlu adanya perbaikan infrastruktur sepeda dan pejalan kaki agar dapat menciptakan

kenyamanan secara dimensional, visual dan thermal yang lebih baik. Selain itu faktor keamanan juga perlu terus ditingkatkan.

III.4. Menggunakan Bahan Bakar Yang Ramah Lingkungan

Sumber polusi udara yang paling utama berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan

bakar fosil. Oleh sebab itu perlu dikembangkan sumber-sumber energi baru yang lebih ramah lingkungan.

Dewasa ini terdapat beberapa sumber energi alternatif yang dapat menggantikan bahan bakar fosil diantaranya hydrogen, ethanol, gas, bioethanol, dan listrik. Sumber-sumber energi alternatif tersebut tidak

menghasilkan emisi berbahaya sehingga lebih ramah lingkungan.

Page 5: 13. Wan_Transportasi Hijau

5

Untuk mewujudkan langkah-langka di atas diperlukan juga pemahaman terkait dengan perilaku dan preferensi masyarakat dalam melakukan perjalanan sehingga masyarakat akan merespon positif konsep transportasi hijau yang ditawarkan. Kegagalan transportasi hijau sangat mungkin terjadi disebabkan gagalnya memahami preferensi dan perilaku masyarakat dalam melakukan perjalanan sehingga kebijakan tersebut terasa dipaksakan dan akhirnya mendapat penolakan dari masyarakat.

IV. KESIMPULAN

Konsep transportasi hijau merupakan salah satu langkah yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan.

Konsep transportasi hijau dapat diwujudkan dalam empat cara yaitu mengurangi jumlah perjalanan, berorientasi kepada metoda transportasi masal, lebih banyak menggunakan kendaraan tidak bermotor, dan menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Meskipun transportasi hijau merupakan suatu konsep yang dapat diterima sebagai upaya untuk mewujudkan transportasi yang berkelanjutan, namun dalam kenyataannya konsep ini tidak selalu mudah untuk dilaksanakan. Diperlukan pengetahuan tentang perilaku dan preferensi masyarakat dalam melakukan perjalanan serta perubahan budaya dan perilaku masyarakat dalam bertransportasi. Tanpa hal ini maka usaha perwujudan transportasi berkelanjutan sulit akan berhasil.

Implementasi transportasi hijau di Indonesia masih membutuhkan komitmen dari pemerintah dalam meningkatkan kualitas infrastruktur transportasi hijau baik dari aspek kenyamanan dimensional, visual dan thermal, juga aspek kemanan bagi pengguna.

Tata ruang dapat memberikan pengaruh terhadap pengurangan jumlah perjalanan dengan membuat penataan ruang yang lebih kompak dan mencegah urban sprawl. Selain itu, penerapan pajak kemacetan dan pajak bahan bakar serta pemanfaatan teknologi informasi pun dapat berperan dalam mengurangi jumlah perjalanan, misalnya dengan konsep teleconference, onlineshopping dan onlinemeeting.

DAFTAR PUSTAKA: Aigha, Galuh. 2010. Permasalahan Transportasi Darat Indonesia dan Alternatif Penanganannya .http://

galuhxxaigha.wordpress.com/2010/11/22/ . Diakses tanggal 22 November 2013 Baskoro, Sinta. 2010. Moda transportasi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. http://sintabaskoro.

wordpress.com/2010/11/22/moda-transportasi-berkelanjutan-yang-berwawasan-lingkungan/. Diakses tanggal 30 November 2013

Cartledge, Bryan. 1996. Transport and The Environment. The Linacre Lectures 1994-5. New York. Oxford University Press

Cervero, Robert. 2013. Transport Infrastructure and the Environment: Sustainable Mobility and Urbanism. Paper prepared for the 2nd Planocosmo International Conference Bandung Institute of Technology. University Of California, Berkeley

Evren,Gungor and Murat Akad.__. Transportation Planning Problems in Developing countries. Istanbul. Department of Transportation, Technical University of Istanbul. https://www.academia.edu/5153545 /TRANSPORTATION_PLANNING_PROBLEMS_IN_DEVELOPING_COUNTRIES. Diakses tanggal 30 November 2013

Gusnita,Dessy. 2010. Green Transport: Transportasi Ramah Lingkungan dan Kontribusinya Dalam Mengurangi Polusi Udara. Berita Dirgantara Vol. 11 No. 2 Juni 2010:66-71. Jakarta. Lapan.

Kustiwan, Iwan. 2013. Materi Kuliah Sumberdaya Lingkungan: Pengarusutamaan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan. Bandung. Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB

Musnandar, Aries. 2012. 4 Cara Membenahi Sistem Transportasi Publik. http://smsbox.uin-malang. ac.id/ index.php?option=com_content&view=article&id=3397:4-hal-yang-perlu-dilakukan-dalam-membenahi-sistem-transportasi-publik&catid=35:artikel&Itemid=210. Diakses 22 November 2013

Poshinega, Aktiviantia. 2011. Transportasi Berkelanjutan serta Penerapannya di Indonesia. http:// aktiviantiaposhi.wordpress.com/2011/12/03/transportasi-berkelanjutan-serta-penerapannya-di-indonesia/ Diakses tanggal 18 November 2013

Pramono,Agus. 2008. Pengelolaan Transportasi Ramah Lingkungan di Kota Mataram.Semarang. Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP

Suthanaya,Putu.Alit. 2010. Commuting Preferences by Bus and Train in Sydney Australia. Jurnal Transportasi Vol. 10 No. 2 Agustus 2010: 161-170 . Bali.. Department of Civil Engineering, Udayana University.

Zuidgeest, M.H.P and van Maarseveen,M.F.A.M. 2000. Transportation Planning for Sustainable Development. Action in Transport for the New Millennium’Conference Papers. Netherland. Department of Civil Engineering and Management. University of Twente.

___ Infrastruktur: Lelah dengan kemacetan. Harian Kompas tanggal 28 November 2013 ___Penelitian: 11 Ribu Orang Mati Karena Polusi Setiap Tahun. http://techno.okezone.com/read/2013/11/ 29/

56/904982/penelitian-11-ribu-orang-mati-karena-polusi-setiap-tahun. Diakses tanggal 29 November 2013