13 boy (3)

18
Penyakit Inkontinentia Urine pada Lansia Ramli Saibun Hasudungan Simanjuntak 10.2010.356 C/C3 Pendahuluan Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi rapuh disertai dengan menurunnya cadangan hampir semua sistem fisiologis dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. Proses menua bukan akumulasi penyakit, walau proses menua dan penyakit yang terkait usia saling berkaitan dalam bentuk yang samar dan rumit, sehingga salinh untuk membedakan keduanya. Inkontinentia urine merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering dijumpai pada pasien lanjut usia. Dipekirakan 15-30% usia lanjut di masyarakat dan 20- 30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinentia urine. Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi usila untuk mengalami inkontinentia tetapi tidak menyebabkan inkontinentia. Jadi inkontinentia bukan bagian normal proses menua. 1 Proses menua mempengaruhi penurunan kadar estrogen, kapasistas kandung kemih, tekanan uretra, dan laju aliran urin, dan meningkatnya kontraksi detrusor tak terkendali, meningkatnya 1

description

makalah

Transcript of 13 boy (3)

Page 1: 13 boy (3)

Penyakit Inkontinentia Urine pada Lansia

Ramli Saibun Hasudungan Simanjuntak

10.2010.356

C/C3

Pendahuluan

Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi rapuh

disertai dengan menurunnya cadangan hampir semua sistem fisiologis dan disertai pula

dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. Proses menua bukan

akumulasi penyakit, walau proses menua dan penyakit yang terkait usia saling berkaitan

dalam bentuk yang samar dan rumit, sehingga salinh untuk membedakan keduanya.

Inkontinentia urine merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering dijumpai pada

pasien lanjut usia. Dipekirakan 15-30% usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien

geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinentia urine. Perubahan-perubahan

akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut

merupakan predisposisi bagi usila untuk mengalami inkontinentia tetapi tidak

menyebabkan inkontinentia. Jadi inkontinentia bukan bagian normal proses menua.1

Proses menua mempengaruhi penurunan kadar estrogen, kapasistas kandung kemih,

tekanan uretra, dan laju aliran urin, dan meningkatnya kontraksi detrusor tak terkendali,

meningkatnya residu pasca berkemih, produksi urine nokturnal, dan ukuran prostat. Oleh

karena itu tujuan dari makalah ini ingin mengetahui tentang proses menua dan penyakit

inkontinentia urin pada lansia. Hipotesis yang dibuat ialah usia tua dapat menyebabkan

inkontinentia urine.

Alamat Korespondensi :

Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta Barat 11510, No telp:(021) 56942061, Fax:

(021)5631731, E-mail: [email protected].

1

Page 2: 13 boy (3)

Isi

Inkontinentia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine secara tak terkendali dan atau

tidak pada tempatnya (mengompol) sehingga menyebabkan timbulnya masalah sosial dan

higiene yang pada akhirnya mengakibatkan isolasi sosial, depresi, stress, luka lecet, infeksi

saluran kemih yang berulang, jatuh, dan tak kalah pentingnya biaya perawatan yang tinggi.

Compos mentis ialah kejernihan kesadaran atau dapat dikatakan dengan waras.2

Anamnesis

Pada anamnesis kita dapat langsung menanyakan pada pasien yang bersangkutan (auto-

anamnesis) maupun keluarga pasien (allo-anamnesis) jika pasien tidak dapat berkomunikasi

dengan baik akibat gangguan yang timbul pada usia lanjut (seperti sering lupa) atau dengan

tujuan memperlengkap data pasien.

Pada anamnesis yang dapat kita tanyakan adalah:

Apakah pasien merasa ada sisa-sisa urine yang menetes setelah buang air kecil.

Apakah disaat pasien melakukan kegiatan yang menyebabkan peningkatan tekanan

intraabdomen seperti tertawa atau batuk tanpa sadar ia berkemih.

Apakah ada kemungkinan pasien mengalami trauma tulang belakang sehingga

menimbulkan refleks kencing.

Seberapa besar volume urine yang keluar pada saat berkemih

Apakah ada perubahan warna yang khas pada urine pasien serta adakah rasa nyeri saat

berkemih

Tanyakan apa pasien memiliki riwayat penyakit diabetes yang dapat meningkatkan

volume urin.3

Tetap perhatikan umur pasien. Penyakit ini sangat berhubungan dengan kelompok usia yang

sudah lanjut. Penderita usia muda kemungkinan mengalami ini karena trauma benturan.

Selain itu jangan lupakan kemungkinan komplikasi yang terjadi seperti adanya infeksi

saluran kemih dan ulkus dekubitus. Sedangkan pada wanita, inkontinensia dapat terjadi

akibat melemahnya otot dasar panggul karena sering melahirkan. Kemungkinan ini juga perlu

dipikirkan saat melakukan anamnesis.1

Pemeriksaan

2

Page 3: 13 boy (3)

Pemeriksaan fisik

Pada prinsipnya tidak diperlukan pemeriksaan fisik yang lebih lanjut karena dari anamnesis

kita sudah bisa menyimpulkan terjadinya inkontinensia serta jenis inkontinensia yang terjadi.

Pemeriksaan fisik yang mungkin dapat dilakukan ialah palpasi dan perkusi untuk menentukan

batas bawah abdomen dan batas atas rongga pelvis untuk mengetahui posisi vesika urinaria.2

Pemeriksaan yang lebih lanjut dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien dengan inkontenensia, berikut adalah jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan

untuk menunjang anamnesis dan pemeriksaan fisik:

Pemeriksaan Laboratorium

o Kultur Urin

o Sitologi Urin

o Gula darah, kalsium darah

o Uji fungsi ginjal

o USG ginjal

Pemeriksaan Ginekologik

Pemeriksaan Urologik

Cystouretroskopi

Uji Urodinamik

o Simpel

Observasi proses pengosongan kandung kemih

Uji batuk

Cystometri simpel

o Kompleks

Urin flowmetry

Multichannel cystometrogram

Pressure low study

Leak point pressure

Urethral pressure profilometry

Video urodynamic

3

Page 4: 13 boy (3)

Pemeriksaan dengan prosedur khusus seperti diatas tidak dilakukan setiap saat.

Pemeriksaan dapat dilakukan bila ada kasus dengan riwayat sebagai berikut: operasi atau

radiasi daerah urogenital bawah, infeksi saluran kemih berulang, prolaps berat, hipertrofi

prostat atau kanker, gagalnya kateterisasi, volume residu pasca miksi yang mencapai

lebih dari 200 ml, hematuria tanpa petunjuk infeksi saluran kemih dan gagal terapi yang

telah diberikan.3

Diagnosis

- Diagnosis Kerja

Berdasarkan kasus yang ada dapat disimpulkan bahwa ibu tersebut menderita

inkontinensia campuran. Yaitu jenis inkontinensia gabungan antara inkontinensia stress dan

inkontinensia urgensi. Inkontinensia stress didefinisikan oleh tak terkendalinya pengeluaran

urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal seperti pada saat batuk, bersin atau berolah

raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab

tersering inkontinentia urin pada usia dibawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita

tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter uretra setelah

pembedahan tranuretra dan terapi radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin ketika tertawa,

batuk atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak. Inkontinentia urgensi

sering didefinisika keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan

berkemih inkontinentia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak

terkendali (detrusor overacitivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan

inkontinentia urin tipe urgensi ini, meliputi stroke, penyakit parkinson, demensia, dan cedera

medul spinalis. Jika terdapat masalah neurologis, disebut hiperrefleksi detrusor, jika tidak ada

masalah neurologis disebut inhabilitas detrusor. Pasien mengeluh tidak cukup waktu untuk

sampai ke toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa

inkontinentia urin. Inkontinentia urin tipe urgensi ini merupakan penyebab tesering

inkontinentia urin pada usia diatas 75 tahun.

Satu variasi inkontinentia urin urgensi adalah hipersktivitas detrusor dengan kontraktilitas

yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tettapi tidak dapat mengosongkan

kandung kemih sama sekali. Mereka mungkin juga memiliki gejala inkontinentia urin stres,

overlow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat

meyerupai inkontinentia urin tipe lain sehingg penanganannya tidak tepat.

4

Page 5: 13 boy (3)

Inkontinentia urin campuran

Inkontinentia urin tipe ini umumnya gabungan antara inkontinentia urin tipe urgensi dengan

inkotinentia urin tipe stress.4

- Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari inkontinensia yang dialami ibu tersebut ialah jenis inkontinensia yang

lainnya, yaitu:

Inkontinensia overflow

Keadaan dimana pengeluaran urine terjadi akibat overdistensi kandung kemih. Dengan kata

lain aktivitas kandung kemih menurun akibat kandung kemih terlalu melebar. Inkontinensia

overflow dapat diakibatkan oleh trauma pada medula spinalis, stroke, diabetik neuropari serta

pembedahan yang radikal pada pelvis.

Pada laki-laki, dapat terjadi inkontinensia jenis overflow akibat hipertrofi prostat. Pada

hipertrofi prostat, dapat terjadi obstruksi pada uretra pars prostatika. Hal ini dapat

meningkatkan tegangan kandung kemih yang dapat menyebabkan pelebaran kandung kemih

dalam jangka waktu yang terlalu lama. Yang akhirnya memicu terjadinya inkontinensia.

Inkontinensia ini umumnya diikuti dengan sering berkemih pada malam hari dengan volume

yang kecil. Umumnya sisa urine setelah berkemih (biasanya 450 cc) dapat menjadi pembeda

jenis inkontinensia ini dengan jenis yang lainnya.

Inkontinensia fungsional

Berbagai penyakit seperti demensia berat, gangguan mobilitas (artritis genu, kontraktur) serta

gangguan neurologik dan psikologik dapat menyebabkan penurunan berat pada fungsi fisik

dan kognitif. Hal ini sangat mengganggu mobilisasi penderita sehingga penderita tidak dapat

mencapai toilet pada saat yang tepat.3

Patofisiologi

Secara normal proses berkemih merupakan proses dinamik yang memerlukan rangkaian

koordiansi proses fisiologik yang berurutan. Secara umum terdapat 2 fase yaitu fase

penyimpanan dan fase pengosongan. Diperlukan keutuhan struktur dan fungsi komponen

saluran kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi dan lingkungan.4

Ada mekanisme yang berada di luar kendali dalam melaksanakan proses berkemih. Proses ini

dikendalikan oleh sistem saraf. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada

5

Page 6: 13 boy (3)

dibawah kendali saraf pudendal, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra

internal berada di bawah kontrol sistem saraf otonom.

Vesika urinaria terdiri atas 4 lapisan, yaitu lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan

submukosa dan lapisan mukosa. Saat otot detrusor berelaksasi terjadi pengisian kandung

kemih, dan bila otot ini mengalami kontraksi maka urine yang telaha tertampung didalamnya

akan dikeluarkan. Proses kontraksi ini berlangsung akibat kerja saraf parasimpatis, sedangkan

penutupan sfingter vesika urinaria agar dapat menampung urin dikerjakan oleh saraf simpatis

yang dipicu oleh noradrenalin.1,3

Mekanisme kerja pada otot detrusor melibatkan kerja otot itu sendiri, saraf pelvis, medula

spinalis dan kontrol sistem saraf pusat yang mengontrol jalannya proses berkemih. Pada

sistem saraf pusat ada bagian yang bernama pusat sobkortikal dan pusat kortikal. Ketika urine

mulai mengisi kandung kemih, pusat subkortikal akan bekerja agar otot-otot pada kandung

kemih dapat berelaksasi sehingga dapat berdistensi untuk menampung urin hasil proses di

ginjal. Ketika pengisian ini berlanjut akan tercapai suatu volume tertentu (biasanya 200 ml)

yang memicu pusat kortikal yang ada pada lobus frontal untuk bekerja mengurangi pasokan

urine yang masuk ke dalam kandung kemih.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas relaksasi yang menyebabkan pengisian urin

ditimbulkan oleh pusat yang lebih tinggi yaitu korteks serebri atau dengan kata lain bersifat

menghambat proses miksi. Sedangkan pusat yang lebih rendah yaitu batang otak dan saraf

supra spinal memfasilitasi proses miksi dengan mendukung proses kontraksi otot yang

terjadi. Gangguan yang mungkin terjadi pada kedua bagian otak ini yang dapat menyebabkan

pengurangan kemampuan penundaan pengeluaran urin.2

Ketika terjadi desakan untuk berkemih, maka rangsang saraf dari daerah korteks akan

disalurkan melalui medula spinalis ke saraf pelvis. Aksi saraf parasimpatis ini akan memicu

terjadinya kontraksi. Namun kontraksi ini tidak hanya semata-mata tergantung kepada

aktivitas saraf yang bersifat kolinergik. Otot detrusor memiliki reseptor prostaglandin. Obat-

obat yang menyebabkan inhibisi pada prostaglandin tentu saja akan mempengaruhi kontraksi

m. Detrusor. Selain itu kontaksi otot detrusor juga bergantung pada calcium-channel. Oleh

karena itu bila pemberian calcium channel blocker seperti pada pasien hipertensi dapat

menyebabkan terjadinya gangguan kontraksi kandung kemih.4

Selain faktor dari kandung kemih, juga harus diperhatikan sfingter uretra baik yang interna

dan eksterna. Proses kontraksi pada sfingter uretra dipengaruhi oleh aktivitas dari adrenergik

alfa. Pengobatan yang sifatnya agonis terhadap adrenergik alfa (pseudoefedrin) dapat

6

Page 7: 13 boy (3)

memperkuat kontraksi dari sfingter sehingga menahan urin secara berkelanjutan. Sedangkan

obat alpha-blocking dapat mengganggu penutupan sfingter. Persarafan adrenergik beta dapat

menyebabkan relaksasi pada sfingter uretra. Obat yang bersifat beta-adrenergic blocking

dapat mengganggu karena menyebabkan relaksasi uretra dan melepaskan aktivitas kontraktil

adrenergik alfa.

Perlu diperhatikan bahwa meskipun inkontinensia urin kebanyakan dialami pada lansia,

sindrom ini bukanlah kondisi yang normal pada usia lanjut. Namun dapat dikatakan bahwa

usia lanjut yang dapat menjadi faktor predesposisi (faktor pendukung) terjadinya

inkontinensia urin. Proses menua akan menyebabkan perubahan anatomis dan fisiologis pada

sistem urogenital bagian bawah. Perubahan ini memiliki kaitan erat dengan menurunnya

kadar estrogen pada wanita dan kadar androgen pada laki-laki. Perubahan yang terjadi

meliputi penumpukan fibrosis dan kolagen pada dinding kandung kemih sehingga

menyebabkan penurunan efektivitas fungsi kontraksi dan memudahkan terbentuknya

trabekula maupun divertikula.3

Atrofi pada mukosa, perubahan vaskularisasi pada daerah submukosa dan menipisnya lapisan

otot uretra menyebabkan penurunan pada tekanan penutupan uretra dan tekanan outflow.

Selain itu pada laki-laki terjadi pembesaran prostat dan pengecilan testis sedangkan pada

wanita terjadi penipisan dinding vagina dengan timbulnya eritema atau ptekie, pemendekan

dan penyempitan ruang vagina serta peningkatan pH lingkungan vagina akibatnya kurangnya

lubrikasi.

Melemahnya fungsi otot dasar panggul yang disebabkan oleh berbagai macam operasi,

denervasi dan gangguan neurologik dapat menyebabkan prolaps pada kandung kemih

sehingga melemahkan tekanan akhir kemih keluar. Hal ini dapat memicu terjadinya

inkontinensia.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terdiri dari intervensi perilaku, farmakologis dan pembedahan. Prinsip

pentalaksanaan adalah memilih modalitas terapi yang paling tidak invasif dan paling

aman. Kombinasi pembedahan, perilku dan terapi farmakologis mungkin dapat membantu.

Strategi pengobatan yang optimal tergantung pada masing-masing pasien, tipe

inkontinentia urin, dan rasio resiko manfaat masing-masing intervensi. Keberhasilan

masing-masing modalitas tergantung pada indentifikasi penyebab inkontinentia urin.

7

Page 8: 13 boy (3)

1. Teknik (intervensi) perilaku:

Strategi umum meliputi pendidikan kepada pasien atau keluarga atau pegasuh lansia

(care givers). Teknik khusus meliputi latihan kandung kemih (baldder training), laatihan

kebiasaan (habit training), prompted voidding, dan latihan otot dasar panggul (pelvic

muscle extercise). Selain itu, terdapat teknik-teknik canggihyang dapat meningkatkan

efektivitas metode biofeedback, stimulasi elektri, dan retensi vaginak cone.

- Bladder training adalah untuk latihan untuk memperpanjang jarak berkemih yang

terkendali dengan teknik relaksasi atau distraksi (mengalihkan pikiran dari keinginan

berkemih) sehingga pasien dapat menahan atau menghambat keinginan sensasi

berkemih. Teknik ini bermanfaaat untuk inkontinentia urin tipe urgensi dan stress.

- Habit training memerlukan penjadwalan waktu berkemih (scheduled toileting). Teknik

ini akan lebih berhasil bila jadwal berkemih disesuaikan dengan pola berkemih alamiah

pasien. Teknik ini sangat baik digunakan pada inkontinentia urin fungsional dan

memerlukan keterlibatan perawat atau pengasuh lansia.

- Prompted voiding mengajarkan pasien untuk mengenali pola berkemihnya dan

memberitahu petugas atau pengasuh bila akan berkemih. Teknik ini diperlukan untuk

pasien dengan gangguan fungi kognitif.

- Latihan otot dasar panggul atau larihan kegel adalah latihan untuk mengkontraksikan

otot dasar panggul dengan cara seolah-olah sedang menahan keluarnya flatus atau feses

beberapa menit latihan ini dilakukan rutin, setiap hari, berulang-ulang, pada berbagai

macam kondisi dan situasi. Dengan memperkuat otot dasar panggul, latihan ini

membantu meningkatkan tekanan menutup pada uretra dan menunjang struktur

panggul.

Untuk membantu teknik perilaku tersebut diatas, evaluasi terhadap lingkungan fisis dan

sosial meliputi mendekatkan ke toilet, pakaian atau celana yang mudah dibuka, kursi yang

mudah ditinggikan, bel yang berfungsi baik untuk meminta bantuan, perlu diperhatikan.

2. Pengobatan farmakologis

Terapi yang menggunakan obat (farmakologis) merupakan terapi yang terbukti efektif

terhadap inkontinensia urin tipe stress dan urgensi. Terapi ini dapat dilaksanakan bila upaya

8

Page 9: 13 boy (3)

terapi non-farmakologis telah dilakukan namun tidak dapat mengatasi masalah inikontinensia

tersebut.5 Berikut adalah obat-obat yang dapat digunakan pada pasien dengan inkontinensia

urin:Tabel no.1. Obat yang digunakan untuk inkontinentia urin.5

Obat Yang Digunakan Untuk Inkontinensia Urin

Obat Dosis Tipe Inkontinensia Efek Samping

Hyoscamin 3 x 0,125 mg Urgensi atau campuran Mulut kering, mata kabur, glaukoma,

derilium, konstipasi

Tolterodin 2 x 4 mg Urgensi atau OAB Mulut kering, konstipasi

Imipramin 3 x 25-50 mg Urgensi Derilium, hipotensi ortostatik

Pseudoephedrin 3 x 30-60 mg Stress Sakit kepala, takikardi, hipertensi

Topikal estrogen Urgensi dan Stress Iritasi lokal

Doxazosin 4 x 1-4 mg BPH dengan Urgensi Hipotensi postural

Tamsulosin 1 x 0,4-0,8 mg

Terazosin 4 x 1-5 mg

Penggunaan fenilpropanolamin sabagai obat inkontenensia urin tipe stress sekarang telah

dihentikan karena hasil uji klinik yang menunjukkan adanya resiko stroke pasca penggunaan

obat ini. Sebagai gantinya digunakan pseudoefedrin. Namun penggunaan pseudoefedrin pun

jarang ditemukan pada usia lanjut karena adanya masalah hipertensi, aritmia jantung dan

angina.4

3. Pembedahan

Pembedahan merupakan langkah terakhir yang dilakukan untuk masalah inkontinensia bila

terapi secara farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil dilakukan. Pembedahan yang

sering dilakukan ialah berupa pemasangan kateterisasi yang menetap. Namun penggunaan

kateterisasi ini harus benar-benar dibatasi pada indikasi yang tepat. Misalnya adanya ulkus

dekubitis yang terganggu penyembuhannya karena adanya inkontinensia urin ini. Komplikasi

yang dapat timbul sebagai efek dari penggunaan kateter ialah timbulnya batu saluran kemih,

abses ginjal bahkan proses keganasan pada saluran kemih.6

Pada laki-laki dengan obstruksi saluran kemih akibat hipertrofi prostat dapat dilakukan

pembedahan untuk mencegah timbulnya inkontinensia tipe overflow di kemudian hari. Selain

itu, ada pula teknik pembedahan yang bertujuan melemahkan otot detrusor misalnya dengan

menggunakan pendekatan postsakral maupun paravaginal. Teknik pembedahan ini contohnya

9

Page 10: 13 boy (3)

ialah transeksi terbuka kandung kemih, transeksi endoskopik, injeksi penol periureter dan

sitolisis.

Pencegahan

Ada beberapa pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terkena inkontinensia urin:

Wanita disarankan untuk tidak melahirkan terlalu sering. Hal ini dikarenakan dapat

melemahkan otot dasar panggul yang memicu prolapsis kandung kemih. Kondisi ini dapat

menyebabkan inkontinensia urin tipe stress.

Bagi wanita yang sering melahirkan, dapat mengikuti senam kegel sejak dini untuk

menghindari resiko timbulnya inkontinensia di kemudian hari.

Pria harus menjaga kesehatan prostatnya agar terhindar dari resiko timbulnya hipertrofi

maupun keganasan pada prostat yang bisa menyebabkan timbulnya resiko inkontinensia

tipe overflow.

Pasien dengan penyakit demensia dan gangguan mobilitas harus mendapat akses ke kamar

kecil yang lebih mudah. Pemasangan kateter sementara dapat dilakukan bila pasien tidak

dapat bergerak sama sekali. Hal ini untuk mengurangi resiko timbulnya inkontinensia

fungsional.

Komplikasi

Dari segi medis, komplikasi yang timbul dapat meliputi ulkus dekubitus, infeksi saluran

kemih, urosepsis hingga gagal ginjal. Hal ini perlu diperhatikan saat melakukan pemeriksaan,

apakah telah timbul komplikasi dari gejala awal inkontinensia.1

Pada penggunaan kateterisasi yang menetap juga dapat timbul komplikasi seperti infeksi,

batu kandung kemih, abses ginjal dan bahkan proses keganasan pada saluran kemih.

Prognosis

Prognosis inkontinensia urin cukup baik bila ditekahui secara cepat dan tepat penyebabnya

sehingga dapat diberikan terapi yang baik. Jarang ada kasus inkontinensia urin yang berujung

pada komplikasi seperti gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.3

Terapi sangat penting dalam mengatasi hal ini terutama terapi non-farmakologis sebagai

sarana lapis pertama untuk mengatasi inkontinensia urin yang terjadi.

10

Page 11: 13 boy (3)

Kesimpulan

Hipotesis yang dibuat benar ialah usia tua atau pada proses menua dapat menyebabkan

terkena penyakit inkontinentia urin. Berdasarkan skenario yang didapat ibu tersebut

terkena panyakit inkontinentia urin tipe gabungan antara inkontinentia urin tipe urgensi

dengan inkotinentia urin tipe stress.

Inkontinensia urin merupakan penyakit yang jamak dijumpai pada usia lanjut yang

dicirikan dengan ketidakmampuan menahan sensasi untuk berkemih. Umumnya penyakit

ini dapat ditegakkan diagnosanya melalui anamnesis. Namun pada keadaan tertentu

diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit ini.

Daftar Pustaka

1. Dewanto George, Suwono Wita, Riyanto Budi. Panduan praktis diagnosis dan tata laksana

penyakit saraf. Edisi I. Jakarta: EGC: 2009. Hal 193-9.

2. Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata Marcellus, Setiati Siti. Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid III. Jakarta: EGC; 2007. Hal 1777-1785.

3. Rahmalia A. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2003: 151-3.

4.

11

Page 12: 13 boy (3)

5. James J, Baker C. Prinsip-prinsip sains untuk keperwatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

2008: 116-9.

12