Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

76
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA VALIDASI METODE ANALISIS TIMOKUINON SERTA PENETAPAN KADAR TIMOKUINON DALAM MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L .) SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) SKRIPSI BOY REYNALDI NOOR 1112102000071 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI AGUSTUS 2016

Transcript of Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

Page 1: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

VALIDASI METODE ANALISIS TIMOKUINON

SERTA PENETAPAN KADAR TIMOKUINON DALAM

MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L .)

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

(KCKT)

SKRIPSI

BOY REYNALDI NOOR

1112102000071

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

AGUSTUS 2016

Page 2: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

VALIDASI METODE ANALISIS TIMOKUINON

SERTA PENETAPAN KADAR TIMOKUINON DALAM

MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L .)

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

(KCKT)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi

BOY REYNALDI NOOR

1112102000071

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

AGUSTUS 2016

Page 3: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF
Page 4: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF
Page 5: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF
Page 6: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

vi

ABSTRAK

Nama : Boy Reynaldi Noor

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Validasi Metode Analisis Timokuinon serta Penetapan Kadar

Timokuinon dalam Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa

L.) secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Penetapan kadar timokuinon menjadi penting untuk dilakukan karena timokuinon

telah diketahui sebagai senyawa marker aktif dalam minyak biji jinten hitam.

Kandungan kimia yang terdapat di dalam minyak biji jinten hitam ini cukup banyak,

maka dari itu diperlukan suatu metode analisis yang dapat memisahkan senyawa-

senyawa tersebut yang bersifat selektif dan sensitif. Pada penelitian ini, telah

dilakukan optimasi kondisi dan validasi metode analisis timokuinon menggunakan

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Hasil optimasi metode menggunakan

sistem kromatografi terdiri dari kolom Acclaim® Polar Advantage II (C18) dengan

kecepatan alir 1,5 mL/menit, detektor UV, panjang gelombang 252 nm, dan volume

penyuntikan 20 μL dengan sistem isokratik pada komposisi eluen metanol : air

(70:30). Metode yang divalidasi memperlihatkan nilai linearitas yang baik (r =

0,9997) pada rentang 0,5 – 500 μg/ml. Batas deteksi dan batas kuantitasi 8,67

μg/mL dan 28,9 μg/mL, (%diff) sekitar -1,864 sampai 1,562, presisi (% RSD)

berkisar 0,052 sampai 0,113% dan perolehan kembali 98,135 sampai 101,563 %.

Hasil validasi metode telah memenuhi persyaratan dan dapat diaplikasikan untuk

penetapakan kadar timokuinon dalam minyak biji jinten hitam. Pada pengujian

sampel, kandungan timokuinon dalam minyak biji jinten hitam adalah 3,968 %.

Kata kunci : minyak biji jinten hitam, timokuinon, validasi, KCKT

Page 7: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

vii

ABSTRACT

Name : Boy Reynaldi Noor

Program Study: Pharmacy

Title : Validation of Analytical Method of Thymoquinone for the

Estimation of Thymoquinone in Black Cumin Seed Oil

(Nigella sativa L.) by High Performance Liquid

Chromatography (HPLC)

Analysis thymoquinone be important to be done because thymoquinone had been

known as marker compound in black cumin seed oil. Since the number of chemical

constituents present in the black cumin seed oil, it would require an analytical

method that can separate compounds that are selective and sensitive. In this study,

the optimization condition analysis and validation of analytical method

thymoquinone by High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The results

of the optimization method using column chromatography systems consist of

column Acclaim® Polar Advantage II (C18) with a flow rate of 1.5 mL / min, UV

detector, wavelength 252 nm, and the injection volume of 20 μL with isocratic

system in the eluent composition of methanol: water (70:30). Validation methods

showed good linearity values (r = 0.9997) in the range of concentration 0.5 to 500

μg/ml. The limits of detection and limit of quantitation 8,67 μg / mL and 28,9

μg/mL, (% diff ) has ranged -1,864 to 1,562%, coefficient variation of precision (%

RSD) ranged between 0.052 to 0.113% and the recovery value has a range 98,135

to 101,563%. The results of the validation method has met the requirements and

can be applied to the analysis thymoquinone in black cumin seed oil. In the samples,

the content of thymoquinone in black cumin seed oil is 3.968 %.

Key word : black cumin seed oil, thymoquinone, validation, HPLC

Page 8: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan

skripsi yang berjudul “Validasi Metode Analisis Timokuinon serta Penetapan

Kadar Timokuinon dalam Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L. ) secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)” bertujuan untuk memenuhi persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena

itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua saya, Papa terbaik Ir. Dewa Yuniardi M.B.A dan Mama tercinta

Nooraini Ratna Dewi serta bunda Irma Dwi Iryaningsih yang selalu

memberikan kasih sayang, doa yang tidak pernah putus dan dukungan baik

moril maupun materil. Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat membalas

kasih sayang yang telah kalian berikan kepada anakmu, semoga Allah selalu

memberikan keselamatan dan perlindungan kepada orang tua hamba

tercinta.

2. Prof. Dr. Arief Sumantri, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt dan Supandi, M.Si., Apt., selaku dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga,

saran, dan dukungan dalam penelitian ini.

5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Saudaraku tersayang Bernaditha Kusuma Pradani, Bobby Septardi Noor,

Bondan Dinarto Noor, Bertha Millenia Noor, dan Berry Rivanaldo Noor

Page 9: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

ix

yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat sehingga penelitian

ini dapat berjalan dengan lancar

7. Kepada partner penelitian “Tim Jinten”, Addina Syahida, Ayu Nopita, Anis

Khilyatul, Chalila Deli Gayo, dan Alamsyah Putra yang telah melewati suka

duka bersama terima kasih atas ilmu, tenaga, kerjasama, dan dukungannya

selama penelitian.

8. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan

kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan

yang amat besar.

9. Teman- teman “Kontrakan Ceria” Adia, Benny, Galih, Brendi, Fadil,

Ghilman, Gunawan, Irham, Ivan, Okin, Santo, Thantowi, Hary, Apri dan

Agung yang telah bersama-sama melewati dari awal perkuliahan hingga

penyusunan skripsi ini.

10. Teman-teman seperjuangan “Digoxyn” Farmasi UIN 2012 atas

kebersamaan kita.

11. Teman-teman PMC UIN Jakarta sebagai mood booster di kala suntuk

komunitas ini selalu membuat mood menjadi meningkat lagi, terimakasih

atas dukungan dan semangat kalian.

12. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan farmasi pada

khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas

segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam

penelitian ini.

Ciputat, 8 Agustus 2016

Penulis

Page 10: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF
Page 11: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................ iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................. vi

ABSTRACT ........................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .......................................................................... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......... x

DAFTAR ISI ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Tujuan 3

1.4. Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Tanaman Jinten Hitam 4

2.1.1. Taksonomi 4

2.1.2. Sejarah Tumbuhan 4

2.1.3. Deskripsi Tumbuhan 4

2.1.4. Bagian Tanaman Yang Digunakan 6

2.1.5. Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam 7

2.1.6. Timokuinon 8

2.2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 9

2.2.1. Pengertian Umum 9

2.2.2. Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 10

2.2.3. Proses Pemisahan Dalam Kolom KCKT 10

2.2.4. Keuntungan KCKT 11

2.2.5. Cara Kerja KCKT 11

2.2.6. Instrumen KCKT 11

2.2.6.1 Wadah Fase Gerak Pada KCKT 12

2.2.6.2 Fase Gerak Pada KCKT 12

2.2.6.3 Pompa Pada KCKT 12

2.2.6.4 Penyuntikan Sampel Pada KCKT 13

2.2.6.5 Kolom Pada KCKT 13

2.2.6.6 Fase Diam Pada KCKT 14

2.2.6.7 Detektor KCKT 14

2.3. Validasi Metode Analisis 15

2.3.1. Ketepatan (akurasi) 15

2.3.2. Presisi 17

2.3.3. Batas Deteksi (limit of detection, LOD) 18

2.3.4. Batas Kuantitasi (limit of quantification, LOQ) 19

Page 12: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

xii

2.3.5. Linieritas 19

2.3.6. Uji Kesesuaian Sistem 20

BAB 3 METODE PENELITIAN 21

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 21

3.2. Alat dan bahan 21

3.2.1 Alat 21

3.2.1 Bahan 21

3.3. Prosedur Kerja 22

3.3.1. Pembuatan Larutan Induk Timokuinon 22

3.3.2. Penentuan Panjang Gelombang Untuk Analisis 22

3.3.3. Penentuan Komposisi Fase Gerak 22

3.3.4. Uji Kesesuaian Sistem 22

3.4. Validasi Metode 23

3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas 23

3.4.2. Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantitfikasi (LOQ) 23

3.4.3. Selektivitas 23

3.4.4. Akurasi 23

3.4.5. Presisi 24

3.4.6. Analisis Kadar Timokuinon 25

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Untuk Analisis 26

4.2 Penentuan Komposisi Fase Gerak 26

4.3 Uji Kesesuaian Sistem 27

4.4 Validasi Metode 29

4.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas 29

4.4.2 Limit Deteksi dan Limit Kuantitfikasi 30

4.4.3 Selektivitas 31

4.4.4 Akurasi 32

4.4.5 Presisi 34

4.4.6 Analisis Kadar Timokuinon 35

BAB 5 PENUTUP 36

5.1. Kesimpulan 36

5.2. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 41

Page 13: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Biji Jinten Hitam 5

Gambar 2.2. Tanaman Jinten Hitam 6

Gambar 2.3. Struktur Kimia Timokuinon 9

Gambar 2.4. Instrumen KCKT 12

Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Timokuinon 29

Gambar 4.2. Kromatogram Timokuinon Standar 10 ppm 31

Gambar 4.3. Kromatogram Sampel Uji Selektivitas 32

Page 14: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Kandungan Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam 7

Tabel 2.2. Kandungan Minyak Statis Pada Biji Jinten Hitam 8

Tabel 4.1. Hasil penentuan komposisi fase gerak 25

Tabel 4.2. Hasil Uji Kesesuaian Sistem 26

Tabel 4.3. Hasil Uji Batas Deteksi, Batas Kuantitasi dan Koefisien Fungsi 28

Tabel 4.4. Hasil Rata-Rata Uji Akurasi 30

Tabel 4.5. Hasil Rata-Rata Uji Presisi 31

Tabel 4.6. Analisis Kadar Timokuinon 31

Tabel 6.1. Hasil Uji Linieritas 46

Tabel 6.2. Data Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi 47

Tabel 6.3. Hasil Uji Akurasi dan Presisi 48

Page 15: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Alur Penelitian 42

Lampiran 2. Spektrum Serapan Timokuinon Pada Spektrofotometer 43

Lampiran 3. Gambar Kromatogram 44

Lampiran 6. Uji Linieritas dan Pembuatan Kurva Kalibrasi 47

Lampiran 7. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi 48

Lampiran 8. Uji Akurasi dan Presisi 49

Lampiran 9. Perhitungan Uji Akurasi 50

Lampiran 10. Perhitungan Uji Presisi 53

Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Timokuinon 54

Lampiran 12. Perhitungan Kadar Timokuinon dalam Minyak Jinten Hitam 56

Lampiran 13. Sertifikat Analisis Standar Timokuinon 57

Lampiran 14. Sertifikat Analisis Minyak Jinten Hitam 58

Lampiran 15. Sertifikat Analisis Metanol HPLC Grade 59

Lampiran 16. Sertifikat Analisis Air HPLC Grade 60

Lampiran 17. Bahan dan Alat 61

Page 16: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengobatan herbal masih menjadi pilihan utama oleh sekitar 75-80%

populasi dunia sebagai kebutuhan primer kesehatan mereka, karena mudah diterima

tubuh dan efek samping yang rendah (Kamboj, 2000). Penggunaan obat bahan alam

terus meningkat dari tahun ke tahun, baik yang digunakan untuk menjaga dan

meningkatkan kesehatan, maupun untuk pengobatan penyakit. Hal ini terjadi pada

negara-negara berkembang seperti Indonesia dan juga pada negara-negara maju

(BPOM, 2011). Salah satu obat bahan alam yang sering digunakan dalam

pengobatan alternatif adalah habbatussauda atau jinten hitam (Nigella sativa L.)

(Yulianti dan Junaedi, 2006).

Jinten hitam (Nigella sativa L.) merupakan salah satu tanaman yang

tumbuh subur di wilayah tropis. Tanaman ini termasuk famili Ranunculaceae, yang

merupakan tanaman berbiji. Jinten hitam juga tergolong tanaman gulma yang

tumbuh semusim dengan tinggi 20-50 cm. Penyebaran tanaman ini meliputi

wilayah Mediterania Timur hingga ke wilayah India dan Asia Tenggara termasuk

Indonesia. Jinten hitam telah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat khususnya

pada bagian biji. Selain telah lama digunakan sebagai obat tradisional, tanaman ini

juga banyak digunakan sebagai bumbu masakan di daerah Timur Tengah. Menurut

sejarah, jinten hitam ini telah digunakan sebagai obat tradisional sejak 2000-3000

tahun sebelum Masehi di daerah Timur Tengah (Gilani, et al., 2004).

Sebagian besar aktivitas farmakologis jinten hitam dihasilkan dari minyak

atsiri dan minyak statis ( fixed oils ) (Nickaver, et al., 2003). Minyak atsiri jinten

hitam terbukti memiliki efek antihelmintik (Agarwal et al., 1979), antinematodal

(Akhtar dan Riffat, 1991), antimikroba (Hanafy dan Hatem, 1991) dan antivirus

(Salem dan Hossain, 2000). Selain itu, minyak yang diekstraksi dari biji

menghasilkan berbagai aktivitas farmakologis seperti antihistamin (El-Dakhakhny,

1965), diuretik, antihipertensi (Zaoui et al, 2000), hipoglikemik (Al-Hader, et al.,

1

Page 17: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1993), hepatoprotektif (Daba dan Abdel-Rahman, 1998), sakit kepala, perut

kembung, pembekuan darah, rematik dan radang (Boulos, 1983).

Senyawa utama dari tanaman jinten hitam adalah timokuinon (TQ) yang

terkandung dalam essential oil nya (volatile oil, atau minyak atsiri). Timokuinon

adalah senyawa yang terbukti bertanggung jawab terhadap berbagai aktivitas

farmakologis yang dimiliki oleh Nigella sativa. Sifat terapeutik dari timokuinon

meliputi anti-oksidan (Mansoor, et al., 2002), anti-inflamasi (Umar, et al., 2012),

anti-diabetes (Pari, 2009), hepatoprotektif (Abdel-Wahab, 2013 ), saraf (Al-Majed,

et al., 2006), anti-kanker (Gali-Muhtasib et al., 2006), anti-ulseratif (Arslan, et al.,

2005), antimikroba (Harzallah, et al., 2011), imunomodulator (El-Mahmoudy, et

al., 2002).

Produk minyak jinten hitam sangat populer di Indonesia, sehingga banyak

produsen obat herbal yang memproduksi minyak jinten hitam dengan harga yang

bervariasi. Klaim khasiat jinten hitam yang disetujui oleh BPOM adalah untuk

memelihara kesehatan (BPOM, 2009). Burits dan Bucar (2000) menemukan adanya

perbedaan kadar timokuinon minyak jinten hitam yang telah dipasarkan. Perbedaan

kadar timokuinon dapat berpengaruh pada aksi farmakologinya karena timokuinon

telah diketahui sebagai senyawa marker aktif sehingga penting untuk diketahui

kadar timokuinon dalam minyak jinten hitam karena belum adanya standarisasi

kadar timokuinon pada setiap produk minyak jinten yang beredar. Oleh karena itu,

penting untuk dilakukan analisis kadar timokuinon dalam minyak jinten hitam.

Dalam analisis kadar senyawa timokuinon, adanya komponen atau

senyawa lain dalam minyak jinten hitam membutuhkan suatu metode analisis yang

mempunyai selektivitas dan sensitivitas tinggi. Metode analisis dengan

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan perkembangan teknik pemisahan

menggunakan teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang

sensitif, sehingga menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi

yang tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sebelumnya, telah dilakukan penelitian oleh Hadad (2012) tentang

pengembangan metode analisis timokuinon dalam minyak biji jinten hitam dengan

menggunakan instumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi analisis

menggunakan fase terbalik dengan sistem elusi isokratik, laju alir 1,5 ml/menit, fase

Page 18: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gerak air : metanol (40 : 60), kolom C18 (250 × 4,6 mm), panjang gelombang

deteksi uv pada 254 nm, menghasilkan waktu retensi sekitar 10 menit.

Suatu metode analisis baru dapat dipakai atau digunakan bila telah

dilakukan validasi yang kondisinya disesuaikan dengan laboratorium dan peralatan

yang tersedia, meskipun metode yang akan dipakai tersebut telah dipublikasikan

pada jurnal, buku teks atau buku resmi seperti farmakope. Hal ini dikarenakan

adanya perbedaan dan keterbatasan alat, bahan kimia atau kondisi lain yang

menyebabkan metode tersebut tidak dapat diterapkan secara keseluruhan, sehingga

sering dilakukan modifikasi, penyederhanaan maupun perbaikan metode, akibatnya

metode tersebut harus divalidasi dengan cara yang benar. Oleh karena itu, penelitian

ini bertujuan untuk memperoleh kondisi optimum dan metode analisis timokuinon

dalam minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) secara Kromatografi Cair kinerja

Tinggi dengan nilai validitas yang baik, sehingga dapat digunakan untuk penetapan

kadar timokuinon dalam minyak biji jinten hitam.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimanakah kondisi optimum dan metode yang valid untuk menganalisis

kadar timokuinon dalam minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan kondisi yang optimum

dan metode yang valid dalam menganalisis kadar timokuinon pada minyak biji

jinten hitam (Nigella sativa L.) secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi yang

optimum dan metode yang valid dalam menganalisis kadar timokuinon pada

minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) secara Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi.

Page 19: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

2.11 Taksonomi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Ranunculales

Famili : Ranunculaceae

Marga : Nigella

Spesies : Nigella sativa (Hutapea, 1994).

2.1.2 Sejarah Tumbuhan

Tumbuhan ini telah digunakan sebagai pengobatan herbal selama lebih dari

2000 tahun (Hawsawi, et al., 2001). Bagian tumbuhan yang digunakan untuk

pengobatan adalah bijinya. Biji Nigella sativa memiliki peran medis dan telah

diaplikasikan dalam sistem pengobatan herbal tradisional di Arab dan Yunani.

Akhir-akhir ini, biji Nigella sativa dilaporkan telah menunjukkan efek farmakologis

yang meliputi antihelmintik, anticestoda, dan antischistosoma, antibakterial,

antifungi, antiviral, antioksidan, memiliki aktivitas antiinflamasi, serta dapat

meningkatkan respon imun yang dimediasi sel T (Abdulelah dan Abidin, 2007).

2.1.3 Deskripsi Tumbuhan

Nama lainnya adalah Black Seed (Inggris) atau Habattusauda (Arab).

Nigella sativa merupakan tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia Barat Daya.

Meskipun Nigella sativa merupakan tumbuhan asli daerah mediterania, namun juga

4

Page 20: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

telah banyak tumbuh di belahan dunia lain, yang meliputi Arab Saudi, Afrika Utara,

dan sebagian Asia (Hosseinzadeh, et al., 2007).

Tumbuhan ini tumbuh hingga mencapai tinggi 20-30 cm, dengan daun hijau

lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgit, dan pertulangan menyirip.

Bunganya majemuk, bentuk karang, kepala sari berwarna kuning, mahkota

berbentuk corong berwarna antara biru sampai putih, dengan 5-10 kelopak bunga

dalam satu batang pohon (Hutapea, 1994). Tanaman jinten hitam juga memiliki

mahkota bunga pada umumnya delapan dan bentuk agak memanjang namun lebih

kecil dari kelopak bunga. Memiliki bibir bunga dua, bibir bagian atas pendek,

lanset, ujung memanjang berbentuk benang dan bibir bagian bawah bawah

memiliki ujung tumpul. Benang sari banyak dan gundul, kepala sari jorong,

berwarna kuning, dan sedikit tajam. Memiliki buah dengan bentuk bulat telur atau

agak bulat. Biji hitam, jorong bersundut tiga dan tidak beraturan yang sedikit

membentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar (Materia Medika Jilid III, 1979).

Biji jinten hitam agak berbentuk limas ganda dengan kedua ujunganya

meruncing, limas yang satu lebih pendek dari yang lain, bersudut 3 sampai 4,

panjang 1,5 mm sampai 2 mm. Lebih kurang lebih 1 mm. Permukaan luar biji

berwarna hitam kecoklatan, berbintik-bintik, kasar dan berkerut, terkadang dengan

beberapa rusuk membujur atau melintang. Pada penampang melintang biji akan

terlihat kulit biji berwarna coklat kehitaman sampai hitam (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 1979)

Gambar 2.1 Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Sumber : Katzer, 2004

Page 21: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.2 Tanaman Nigella sativa L (a) Bunga (b) Biji (c) Struktur kimia

komponen bioaktif dari biji, thymoquinone (TQ) (d).

Sumber : Darakhshan et al., 2015

Buahnya berupa kapsul yang besar dan menggembung terdiri dari 3- 7

folikel yang menjadi satu, dimana masing-masing folikel ini mengandung beberapa

biji. Biji ini biasanya digunakan sebagai bumbu dapur (Anonim, 2000). Biji jintan

hitam berujung tajam saperti bentuk biji wijen, keras, dan lebih menggelembung.

Memiliki bau khas seperti rempah-rempah dan agak pedas, yang akan semakin

tajam baunya setelah dikunyah (Katzer, 2004).

2.1.4 Bagian Tanaman yang Digunakan

Bagian tanaman yang digunakan pada tanaman jintan hitam adalah bagian

bijinya. Biji jinten hitam mengandung minyak atsiri sampai 1,5 % karven 45 – 60%,

d- limonena, simena dan terpen- terpen lainnya, glukosida saponin, glukosida

beracun melantin, minyak lemak 37, 5 % dan zat pahit. Biji jinten hitam telah

banyak digunakan untuk pengobatan dan dalam makanan, terutama di negara-

negara islam. Selain itu minyak biji jintan hitam ini juga banyak mengandung

nutrisi yang baik untuk kesehatan (Gharby et al., 2013).

Page 22: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.5 Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam ( Nigella sativa L.)

Sebagian besar aktivitas farmakologis minyak jintan hitam dihasilkan dari

minyak atsiri dan minyak statis ( fixed oils ) (Nickaver et al., 2003). Komposisi

minyak jintan hitam secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Kandungan minyak atsiri pada biji jinten hitam ( Nigella sativa L.)

Komponen Kandungan (%)

Nonterpenoid Hidrokarbon

α-thujene

α-pinene

Sabinene

β-pinene

Myrecene

p-cymene

Limonene

Gama-terpinene

Monoterpenoid hidrokarbon

Fenchone

Dihydrocarvone

Carvone

Thymoquinon

Monoterpenoid keton

Terpinen-4-ol

p-cymne-8-ol

Carvacrol

Monoterpenoid alkohol

A-longipinene

Longifolene

Sesquiterpen hidrokarbon

Estragole

Anisaldehyde

Trans-anethole

4,0

2,4

1,2

1,4

1,3

0,4

14,8

4,3

0,5

26,9

1,1

0,3

4,0

0,6

6,0

0,7

0,4

1,6

2,7

0,3

0,7

1,0

1,9

1,7

38,3

Page 23: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Myristicin

Dill apiole

Apiole

Senyawa fenil propanoat

1,4

1,8

1,0

46,1

Sumber : Nickavar et al., 2003

Tabel 2.2 Kandungan minyak statis (fixed oils) pada biji jinten hitam (Nigella

sativa L.)

Asam Lemak Kandungan (%)

Asam Laurat

Asam Miristat

Asam Palmitat

Asam Stearat

Asam Oleat

Asam Linoleat

Asam Linolenat

Asam Oktadienoat

Total Asam Lemak

0,6

0,5

12,5

3,4

23,4

55,6

0,4

3,1

99,5

Sumber : Nickavar et al., 2003

2.1.6 Timokuinon (TQ)

Senyawa yang memiliki Bobot Molekul 164.20 ini memiliki rumus molekul

C10H12O2. TQ memiliki titik leleh antara 45°C-47°C, dan titik didih antara 230°C-

232°C (Willy, et al., 2003).TQ larut dalam eter, kloroform, metanol dan air (0,87

mg/ml pada suhu 25°) (YT, 2015). TQ merupakan senyawa yang terdapat dalam

minyak atsiri biji Nigella sativa L. TQ adalah monoterpen keton yang merupakan

komponen utama dalam penyusunan minyak atsiri pada Nigella sativa, sehingga

TQ dapat menjadi indikator kuantitatif untuk mengetahui jumlah dari minyak atsiri

Nigella sativa (Nickavar, 2003).TQ adalah komponen aktif utama dari Nigella

sativa (biji jinten hitam). Benih telah digunakan dalam obat-obatan tradisional

untuk mengobati berbagai penyakit dan sebagian besar efek biologis terutama

dikaitkan dengan TQ. Kandungan TQ pada biji adalah 2200 mg / kg secara bobot

Page 24: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

segar. Sifat terapeutik dari TQ termasuk anti-oksidan (Mansoor, et al., 2002), anti-

inflamasi (Umar, et al., 2012), anti-diabetes (Pari dan Sankaranarayanan, 2009) dan

hepatoprotektif (Abdel-Wahab, 2013 ), saraf (Al-Majed, et al., 2006; Al Hebshi, et

al., 2013), anti-kanker (Gali-Muhtasib, et al., 2006; Woo, et al., 2012), anti-ulseratif

(Arslan, et al., 2005; Magdy, et al., 2012), antimikroba (Harzallah, et al., 2011),

imunomodulator (El-Mahmoudy, et al., 2002).

Gambar 2.3 Struktur kimia komponen bioaktif dari biji jinten hitam, timokuinon

(TQ)

Sumber : Darakhshan et al., 2015

2.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

2.2.1 Pengertian Umum

Kromatografi merupakan teknik pemisahan satu atau lebih komponen dari

suatu sampel yang dibawa fase gerak melewati fase diam (dapat berbentuk padat

atau cairan). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance

Liquid Chromatography (HPLC) adalah kromatografi cair kolom modern, dimana

teori dasarnya bukanlah baru tetapi hasil pengembangan dari kromatografi cair

kolom klasik. Kemajuan dalam teknologi kolom, pompa tekanan tinggi dan

detektor yang peka telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi

suatu sistem pemisahan yang cepat dan efisien. Pada KCKT diperkenalkan

penggunaan fase diam yang berdiameter kecil dalam kolom yang efisien. Teknologi

kolom partikel kecil (3-5 µm) ini memerlukan sistem pompa bertekanan tinggi yang

mampu mengalirkan fase gerak dengan tekanan tinggi agar tercapai laju aliran 1-

2ml/menit. Oleh karena sampel yang digunakan sangat kecil (<20 mikrogram)

maka diperlukan detektor yang sangat peka. Dengan teknologi ini, pemisahan

berlangsung sangat cepat dengan daya pisah sangat tinggi.

Page 25: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KCKT merupakan metode yang sering digunakan untuk menganalisis

senyawa obat. KCKT dapat digunakan untuk pemeriksaan kemurnian bahan obat,

pengawasan proses sintesis dan pengawasan mutu (Quality Control) (Gandjar &

Rohman, 2007)

2.2.2 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat dibagi menjadi beberapa

metode, yakni: kromatografi fase normal (normal phase chromatography),

kromatografi fase balik (reversed-phase chromatography), kromatografi penukar

ion (ion-exchange chromatography) dan kromatografi eksklusi ukuran (size-

exclusion chromatography) (Kazakevich, 2007). Kromatografi fase balik

merupakan kebalikan dari kromatografi fase normal. Kromatografi fase balik

menggunakan fase diam yang bersifat hidrofobik, dan fase geraknya yang relatif

lebih polar daripada fase diam. Fase diam yang populer digunakan adalah

oktadesilsilan (ODS atau C18) Hampir 90% senyawa kimia dapat dianalisis dengan

kromatografi jenis ini (Meyer, 2004; Kazakevich, 2007).

2.2.3 Proses Pemisahan dalam Kolom KCKT

Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase

gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi

analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan

setiap komponen dalam campuran (Kazakevich, 2007). Masuknya eluen yang baru

ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru: molekul sampel dalam

fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada

koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan

muncul kembali di fase gerak. Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua

komponen akan terpisah. Komponen yang lebih suka dengan fase gerak akan

berpindah lebih cepat daripada komponen yang cenderung menetap di fase diam,

sehingga komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian

baru diikuti oleh komponen yang suka dengan fase diam (Meyer, 2004).

Page 26: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.4 Keuntungan KCKT

KCKT mempunyai banyak keuntungan , yaitu:

a. Kecepatan waktu analisis,

b. Daya pisahnya baik dan selektif,

c. Peka, karena detektor dapat mendeteksi konsentrasi yang kecil,

d. Kolom dapat dipakai kembali, Ideal untuk molekul besar dan ion, dan Mudah

memperoleh kembali cuplikan (Johnson & Stevenson, 1991).

2.2.5 Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut

terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu

kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam

fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap

suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari

berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan

diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel.

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok, yaitu:

wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel,

kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, dan

suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar & Rohman, 2007).

2.2.6 Instrumen KCKT

Instrumen KCKT terdiri atas 6 bagian, yakni wadah fase gerak (reservoir),

pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (column), detektor

(detector) dan perekam (recorder).

Page 27: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.4 Instrumen KCKT

Sumber : McMaster, 2007

2.2.6.1 Wadah Fase Gerak pada KCKT

Wadah fase gerak harus bersih dan lembab (inert). Wadah pelarut kosong

ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini

biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak

sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada

fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di

pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar & Rohman,

2007).

2.2.6.2 Fase Gerak pada KCKT

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sample. Untuk fase normal (fase diam lebih

polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya

polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada

fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut

(Gandjar & Rohman, 2007).

Page 28: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.6.3 Pompa pada KCKT

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai

syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase

gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,

Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan

tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir

3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu

mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/menit (Gandjar & Rohman, 2007).

2.2.6.4 Penyuntikan Sampel pada KCKT

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase

gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik

yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan

keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal. Pada saat pengisian sampel

sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke

pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir

melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan

dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntik ini mudah

digunakan untuk otomatisasi dan sering digunakan untuk autosampler pada KCKT

(Gandjar & Rohman, 2007).

2.2.6.5 Kolom pada KCKT

Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom

mikrobor. Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibandingkan

dengan kolom konvensional, yakni:

a. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding

dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak

lebih lambat (10-100 μl/menit).

b. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal

jika digabung dengan spektrometer massa.

c. Sensitifitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya

jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.

Page 29: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom

konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin (Gandjar & Rohman,

2007).

2.2.6.6 Fase Diam Pada KCKT

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara

kimiawi, silica yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan

divinilbenzen. Permukaan silica adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu

gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan

menggunakan reagen reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi

dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain.

Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap

hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si-O-O-Si). Silika yang

dimodifikasi ini mempunyai karakteristik kromatografik dan selektifitas yang

berbeda jika dibandingkan dengan silika yang tidak dimodifikasi (Gandjar &

Rohman, 2007).

2.2.6.7 Detektor KCKT

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor

universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan

tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa;

dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara

spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan

elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai

berikut:

a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel,

b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar

yang sangat kecil,

c. Stabil dalam pengoperasiannya,

d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran

pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 μl atau lebih kecil, sementara

kolom mikrobor selnya bervolume 1 μl atau lebih kecil lagi,

Page 30: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solute pada kisaran

yang luas (kisaran dinamis linier), dan

f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar &

Rohman, 2007).

2.3 Validasi Metode Analisis

Validasi merupakan suatu proses yang terdiri atas paling tidak 4 langkah

nyata, yaitu: (1) validasi perangkat lunak (software validation), (2) validasi

perangkat keras/instrument (instrument/hardware validation), (3) validasi metode,

dan (4) kesesuaian sistem (system suitability). Validasi metode analisis menurut

United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode

analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan

dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa

parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis,

karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika:

a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.

b. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau

karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut

harus direvisi.

c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah

seiring dengan berjalannya waktu.

d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis

yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.

e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode baru

dan metode baku (Gandjar & Rohman, 2007).

2.3.1 Ketepatan (akurasi)

Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan

dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan

(Harmita, 2004).

Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu:

Page 31: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Metode simulasi (spiked-placebo recovery), yaitu pengukuran sejumlah analit

bahan murni yang ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan

farmasi (plasebo) dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang sebenarnya.

Penentuan persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan menggunakan tiga

macam konsentrasi antara 80%-120% dari kadar analit yang diperkirakan.

b. Metode penambahan standar atau pembanding (standard addition method), yaitu

menambahkan sejumlah tertentu analit dalam sampel yang telah dianalisis untuk

selanjutnya dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang

sebenarnya (hasil yang diharapkan)

Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai

terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai

rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada

suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian

senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan

bahan rujukan standar (standard reference material, SRM). Suatu metode dikatakan

tepat jika ia menghasilkan hasil yang sama dalam sederet penentuan ulangan

(Gandjar & Rohman, 2007; Johnson & Stevenson, 1991). Menurut (Harmita, 2006)

Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat

dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Syarat perolehan kembali untuk tiap konsentrasi dalam matriks

Analit pada matriks sampel (%) Rata-rata yang diperoleh (%)

100 98-102

>10 98-102

>1 97-103

>0,1 95-105

0,01 90-107

0,001 90-107

0,000.1 (1 ppm) 80-110

0,000.01 (100 ppb) 80-110

0,000.0001 (10 ppb) 60-115

0,000.00001 (1 ppb) 40-120

Page 32: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.2 Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda

signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH (International Conference on

Harmanization), presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu:

keterulangan (repeatibility), presisi antara (intermediate precision) dan ketertiruan

(reproducibility).

a. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama

(berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.

b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang berbeda,

baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.

c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.

Dari ketiga kategori di atas, yang wajib dilakukan adalah repeatibilitas

(Indrayanto & Yuwono, 2003). Dokumentasi presisi seharusnya mencakup:

simpangan baku, simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV), dan

kisaran kepercayaan. Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan

uji banding antar laboratorium. Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau

standar deviasi relatif (RSD) dari serangkaian data. Data untuk menguji presisi

seringkali dikumpulkan sebagai bagian kajiankajian lain yang berkaitan dengan

presisi seperti linearitas atau akurasi. Biasanya replikasi 6-15 dilakukan pada

sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Kriteria seksama diberikan jika metode

memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan

tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang

diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai

bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis

(Harmita, 2004). Menurut AOAC (1998), kriteria penerimaan uji presisi

ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Page 33: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.1 Kadar analit berbanding % RSD

2.3.3 Batas Deteksi (limit of detection, LOD)

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.

LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas

atau di bawah nilai tertentu. Definisi batas deteksi yang paling umum digunakan

dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit yang

memberikan respon sebesar respon blangko (yb) ditambah dengan 3 simpangan

baku blangko (3Sb). LOD seringkali diekspresikan sebagai suatu konsentrasi pada

rasio signal terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya rasionya 2 atau 3

dibanding 1. ICH mengenalkan suatu konversi metode signal to noise ratio ini,

meskipun demikian ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain untuk

menentukan LOD yakni: metode non instrumental visual dan dengan metode

perhitungan. Metode non instrumental visual digunakan pada teknik kromatografi

lapis tipis dan pada metode titrimetri. LOD juga dapat dihitung berdasarkan pada

standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope, S) kurva baku pada level yang

mendekati LOD sesuai dengan rumus, LOD = 3 (SD/S). Standar deviasi respon

dapat ditentukan berdasarkan pada standar deviasi blanko, pada standar deviasi

residual dari garis regresi, atau standar deviasi intersep y pada garis regresi (Gandjar

& Rohman, 2007).

Page 34: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.4 Batas Kuantitasi (limit of quantification, LOQ)

Batas kuantitasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada

kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga

diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan).

Kadang-kadang rasio signal to noise 10:1 digunakan untuk menentukan LOQ.

Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10:1 merupakan aturan umum,

meskipun demikian perlu diingat bahwa LOQ merupakan suatu kompromi antara

konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi

LOQ menurun maka presisi juga menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka

konsentrasi LOQ yang lebih tinggi harus dilaporkan. ICH mengenalkan metode

rasio signal to noise ini, meskipun demikian sebagaimana dalam perhitungan LOD,

ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain untuk menentukan LOQ yaitu: (1)

metode non instrumental visual dan (2) metode perhitungan. Sekali lagi, metode

perhitungan didasarkan pada standar deviasi respon (SD) dan slope (S) kurva baku

sesuai rumus: LOQ = 10 (SD/S). Standar deviasi respon dapat ditentukan

berdasarkan standar deviasi blanko pada standar deviasi residual garis regresi linier

atau dengan standar deviasi intersep-y pada garis regresi (Gandjar & Rohman,

2007).

2.3.5 Liniearitas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil

hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran

yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva

kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas

dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang

berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat

terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan

koefisien korelasinya (Gandjar & Rohman, 2007).

Page 35: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.6 Uji Kesesuaian Sistem

Seorang analis harus memastikan bahwa sistem dan prosedur yang

digunakan harus mampu memberikan data yang dapat diterima. Hal ini dapat

dilakukan dengan percobaan kesesuaian sistem yang didefinisikan sebagai

serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode tersebut dapat menghasilkan

akurasi dan presisi yang dapat diterima. Persyaratan-persyaratan kesesuaian sistem

biasanya dilakukan setelah dilakukan pengembangan metode dan validasi metode.

United States Pharmacopeia (USP) menentukan parameter yang dapat digunakan

untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum analisis. Parameter parameter yang

digunakan meliputi: bilangan lempeng teori (N), faktor tailing, kapasitas (k’ atau α)

dan nilai standar deviasi relatif (RSD) tinggi puncak dan luas puncak dari

serangkaian injeksi. Pada umumnya, paling tidak ada 2 kriteria yang biasanya

dipersyaratkan untuk menunjukkan kesesuaian sistem suatu metode. Nilai RSD

tinggi puncak atau luas puncak dari 5 kali injeksi larutan baku pada dasarnya dapat

diterima sebagai salah satu kriteria baku untuk pengujian komponen yang

jumlahnya banyak (komponen mayor) jika nilai RSD ≤ 2% untuk 5 kali injeksi.

Sementara untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, nilai RSD dapat

diterima jika antara 5-15% (Gandjar & Rohman, 2007).

Page 36: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioavailibilitas dan Bioekivalensi

(PBB) serta laboratorium-laboratorium penunjang lainnya di Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sejak bulan Maret hingga bulan Juni 2016.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Penelitian ini menggunakan alat-alat berupa Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (Dionex UltiMate® 3000) yang terdiri dari; pompa, autosampler, kolom

Acclaim® Polar Advantage II (C18; 3 μm; 4,6 x 150 mm), detektor UV, program

komputer PC (Chromeleon®). Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (Hitachi U-

2910), ultrasonik (Branson 5510), dry vacuum pump (Welch), labu ukur,

erlenmeyer, gelas piala, batang pengaduk, spatula, mikropipet, pipet tetes,

aluminium foil, neraca analitik, vortex, syringe.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah, timokuinon

standar 99,0% (Sigma Aldrich), minyak biji jinten hitam (diperoleh dari perusahaan

lokal), aquadest, metanol HPLC Grade (Merck), air HPLC Grade.

21

Page 37: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pembuatan Larutan Induk Timokuinon

Ditimbang sebanyak 12,5 mg timokuinon. Dilarutkan dalam metanol hingga

volume akhir 25 ml. Diperoleh konsentrasi sebesar 500 μg/mL. Konsentrasi 500

μg/mL digunakan sebagai larutan induk. Dilakukan pengenceran untuk

mendapatkan larutan dengan konsentrasi tertentu.

3.3.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Analisis Timokuinon

Dibuat spektrum serapan ultraviolet larutan timokuinon dengan konsentrasi

2 μg/mL. Dipipet 0,1 mL larutan induk timokuinon dalam labu ukur 25 mL

kemudian dilarutkan dalam metanol hingga volume akhir 25 mL. Diukur pada

panjang gelombang 200 – 400 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Visibel,

ditentukan panjang gelombang maksimumnya (Hadad et al ., 2012).

3.3.3 Penentuan Komposisi Fase Gerak Analisis Timokuinon

Dibuat larutan standar timokuinon pada konsentrasi 50 μg/mL. Dipipet 2,5

mL larutan induk timokuinon dalam labu ukur 25 mL kemudian dilarutkan dalam

metanol hingga volume akhir 25 mL. Diinjeksikan sebanyak 20 μL pada komposisi

fase gerak metanol : air pada perbandingan 60:40, 65:35, dan 70:30 dengan

kecepatan alir 1,5 mL/menit dan dideteksi pada panjang gelombang terpilih,

kemudian dicatat waktu retensi, luas puncak, jumlah plat teoritis, HETP (Height

Equivalent Theoritical Plate), asimetrisitas, dan % RSD (Relative Standard

Deviation) (Gandjar & Rohman, 2007).

3.3.4 Uji Kesesuaian Sistem

Larutan standar timokuinon pada konsentrasi 50 μg/mL diinjeksikan

sebanyak 20 μL ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih, diulangi sebanyak lima

kali. Kemudian dihitung jumlah plat teoritis, HETP (Height Equivalent Theoritical

Plate), asimetrisitas, dan % RSD (Relative Standard Deviation) dari waktu retensi

dan luas puncak (Gandjar & Rohman, 2007).

Page 38: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4 Validasi Metode (Gandjar & Rohman, 2007; Harmita, 2006; Food Drug

and Administration, 2001; United Nations Office on Drug and Crime, 2009)

3.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas

Ditimbang sebanyak 12,5 mg timokuinon. Dilarutkan ke dalam metanol

hingga volume akhir 25 mL sehingga konsentrasi larutan induk 500 μg/mL.

Kemudian dibuat seri konsentrasi dengan range 0,5 – 500 μg/mL sebanyak 0,5 , 10

, 20 , 30 , 50 , 100 , 500 μg/mL (Hadad et al ., 2012). Lalu larutan standar sebanyak

20 μL diinjeksikan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Setelah itu dianalisis regresi

perbandingan luas puncak terhadap konsentrasi timokuinon dari masing-masing

konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasi dengan persamaan garis regresi linier (y = a

+ bx). Dihitung koefisien korelasi (r) dari kurva tersebut.

3.4.2 Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantitfikasi (LOQ)

LOQ dihitung melalui persamaan garis regresi linear dari kurva kalibrasi.

Dapat dihitung dengan mengukur respon standar beberapa kali lalu dihitung

simpangan baku respon standar dengan formula di bawah ini:

LOQ = 10(

𝑆𝑦

𝑥)

𝑏

sedangkan nilai batas deteksi (LOD) diperoleh dengan rumus :

LOD = 3,3 (

𝑆𝑦

𝑥)

𝑏

dimana (Sy/x) adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari persamaan

regresi.

3.4.3 Selektivitas

Larutan standar timokuinon konsentrasi 10 μg/mL diinjeksikan ke dalam

KCKT sebanyak 20 μL. Kromatogram yang dihasilkan diamati peak

timokuinonnya, pada waktu retensi (Rt) berapa ia muncul. Sampel sebanyak 100

μL dipipet kemudian dilarutkan dalam metanol sampai 10 mL dalam labu ukur, lalu

divortex selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian

atas (Enein, et al., 1995). Setelah itu sampel disaring menggunakan syringe filter

Page 39: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berukuran 0,45 μm. Kemudian diinjeksikan ke dalam KCKT dengan volume 20 μL.

Kromatogram yang dihasilkan diamati peak timokuinonnya, apakah waktu

retensinya sama dengan waktu retensi pada larutan standar.

3.4.4 Akurasi

Untuk uji akurasi dibuat 3 seri larutan dengan menggunakan metoda spiking

standar dengan sampel yang sudah diketahui pasti konsentrasinya. Ditimbang

sebanyak 25 mg Timokuinon. Dilarutkan ke dalam metanol hingga volume akhir

25 mL sehingga konsentrasi larutan induk 1000 μg/mL. Seri 1 (spiking sampel +

standar 80 ppm): dipipet 0,8 ml larutan induk timokuinon dalam labu ukur 10 mL,

lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol ad 10 mL.Seri 2

(spiking sampel + standar 200 ppm):dipipet 2 mL larutan induk timokuinon dalam

labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol

ad 10 mL.Seri 3 (spiking sampel + standar 375 ppm): dipipet 3,75 mL larutan induk

timokuinon dalam labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan

dengan metanol ad 10 mL. Masing-masing seri dihomogenkan dengan vortex

selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas

(Enein, et al., 1995). Setelah itu sampel disaring menggunakan syringe filter

berukuran 0,45 μm. Kemudian masing-masing seri diinjeksikan ke dalam KCKT

dengan volume injeksi 20 μL. Luas puncak yang didapat disubstitusikan ke dalam

persamaan regresi pada kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat

konsentrasi dari masing-masing seri. Kemudian dihitung % diff dan perolehan

kembalinya.

3.4.5 Presisi

Untuk uji presisi dibuat 3 seri larutan dengan menggunakan metoda spiking

standar dengan sampel yang sudah diketahui pasti konsentrasinya. Ditimbang

sebanyak 25 mg timokuinon. Dilarutkan ke dalam metanol hingga volume akhir 25

mL sehingga konsentrasi larutan induk 1000 μg/mL. Seri 1 (spiking sampel +

standar 80 ppm): dipipet 0,8 ml larutan induk timokuinon dalam labu ukur 10 mL,

lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol ad 10 mL. Seri 2

(spiking sampel + standar 200 ppm): dipipet 2 mL larutan induk timokuinon dalam

Page 40: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol

ad 10 mL.Seri 3 (spiking sampel + standar 375 ppm): dipipet 3,75 mL larutan induk

timokuinon dalam labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan

dengan metanol ad 10 mL. Masing-masing seri dihomogenkan dengan vortex

selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas

(Enein, et al., 1995). Setelah itu sampel disaring menggunakan syringe filter

berukuran 0,45 μm. Kemudian masing-masing seri diinjeksikan ke dalam KCKT

dengan volume injeksi 20 μL. Setelah itu diamati luas puncaknya. Nilai luas puncak

kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan linear dari kurva kalibrasi sebagai

nilai Y, sehingga didapat konsentrasi dari masing-masing nilai luas puncak.

Kemudian dihitung besarnya simpangan deviasi dari masing-masing konsentrasi

dengan rumus:

SD =√∑(𝑥−𝑥 ̅)2

𝑁−1

Dimana x merupakan luas dari masing-masing konsentrasi, �̅� merupakan rerata

konsentrasi, dan N merupakan jumlah injeksi. Setelah mendapat nilai SD kemudian

dihitung nilai RSD dengan rumus: RSD = 𝑆𝐷

�̅� x 100%

Syarat dari nilai RSD adalah < 2%.

3.4.6 Analisis Kadar Timokuinon pada Sampel Minyak Biji Jinten Hitam

Sampel dipreparasi dengan menimbang sejumlah tertentu sampel minyak

biji jinten hitam (replikasi 3 kali) kemudian dilarutkan dalam metanol hingga

volume akhir 10 mL. Campurkan dengan vortex selama 2 menit, didiamkan selama

1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas (Enein, et al., 1995). Setelah itu

sampel disaring menggunakan syringe filter berukuran 0,45 μm. Sampel

diinjeksikan ke dalam KCKT dengan volume injeksi sebanyak 20 μL dan dilihat

luas puncaknya. Luas puncak yang didapat kemudian disubstitusikan ke dalam

persamaan regresi pada kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat

konsentrasi sampel dalam satuan ppm. Kemudian dilakukan perhitungan kadar %

b/b.

Page 41: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Analisis Timokuinon

Sebelum memasuki tahap analisis, perlu dilakukan penentuan panjang

gelombang maksimum analisis timokuinon. Penentuan panjang gelombang

maksimum dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet, diperoleh

serapan maksimum timokuinon yaitu pada panjang gelombang 252 nm.

Berdasarkan penelitian Hadad (2012) panjang gelombang timokuinon berada pada

kisaran 250-260 nm. Penentuan panjang gelombang analisis ini guna meningkatkan

selektivitas dan sensitivitas senyawa yang dianalisa. Spektrum serapan timokuinon

dapat dilihat pada lampiran 2.

4.2 Penentuan Komposisi Fase Gerak Analisis Timokuinon

Untuk menghasilkan kromatogram yang baik maka dilakukan pemilihan

fase gerak dengan kondisi optimum KCKT. Pada percobaan pertama, fase gerak

yang digunakan adalah metanol : air (60 : 40) v/v dengan detektor UV-Vis, panjang

gelombang 252 nm, laju alir 1,5 mL/ menit dengan volume injeksi 20 μL. Pada

percobaan kedua, fase gerak yang digunakan adalah metanol : air (65 : 35) v/v

dengan detektor UV-Vis, panjang gelombang 252 nm, laju alir 1,5 mL/ menit

dengan volume injeksi 20 μL. Pada percobaan ketiga, fase gerak yang dicobakan

adalah metanol : air (70 : 30) v/v dengan detektor UV-Vis, panjang gelombang 252

nm, laju alir 1,5 mL/ menit dengan volume injeksi 20 μL. Berdasarkan percobaan

yang dilakukan, komposisi fase gerak yang dipilih adalah percobaan yang ketiga,

yaitu pada komposisi fase gerak metanol : air (70 :30). Komposisi fase gerak ini

dipilih karena menghasilkan nilai asimetrisitas yang memenuhi syarat jika

dibandingkan dengan komposisi fase gerak lainnya dan memiliki waktu retensi

paling cepat dibanding dengan komposisi fase gerak lainnya sehingga waktu

analisis lebih cepat dan efisien. Gambar masing-masing kromatogram tercantum

pada lampiran 3. Data mengenai komposisi fase gerak tercantum pada tabel 4.1.

26

Page 42: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.1. Hasil penentuan komposisi fase gerak timokuinon standar pada

konsentrasi 50 μg/mL, laju alir 1,5 mL/menit, panjang gelombang 252 nm, dan

volume penyuntikan 20 μL.

Fase

Gerak

(v/v)

TR

(menit)

Luas Puncak

(mAU) N HETP Asimetris

60 : 40 14,240 63,4197 4382 0,0342 2,64

65 : 35 10,460 64,3771 3486 0,0430 2,53

70 : 30 5,960 61,9257 3864 0,0380 1,72

Syarat - - ≥ 2500 - ≤ 2,5

Keterangan :

TR : Time retention (waktu retensi)

N : Plat teoritis

HETP : Height Equivalent Theoritical Plate

4.3 Uji Kesesuaian Sistem

Dengan menggunakan fase gerak terpilih, yaitu komposisi metanol : air

(70 : 30), dilakukan uji kesesuaian sistem untuk memastikan kesesuaian dan

keefektifan sistem operasional dan dihasilkan kromatogram yang baik. Uji

kesesuaian sistem dilakukan dengan menyuntikan sampel dengan konsentrasi 50

μg/mL kedalam alat KCKT sebanyak 5 kali lalu ditentukan jumlah plat teoritis,

asimetris, koefisien variasi dari waktu retensi dan luas puncak.

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, parameter yang berguna untuk uji

kesesuaian sistem adalah keberulangan dari penyuntikan ulang larutan baku

dinyatakan dalam simpangan baku relatif yang dinyatakan dalam persen bila tidak

dinyatakan lain dalam monografi buku yang digunakan maka untuk perhitungan

digunakan data kromatogram lima kali hasil penyuntikan ulang dengan nilai RSD

kurang dari 2,0 %.

Menurut USP, ada lima parameter yang dijadikan rujukan untuk

menunjukan bahwa metode telah sesuai dengan sistem yang tersedia. Lima

parameter tersebut adalah faktor kapasitas, asimetris, lempeng teoritis, dan

koefisien variasi dari luas area dari serangkaian penyuntikan sampel. Suatu metode

dinyatakan telah memenuhi syarat uji kesesuaian sistem jika minimal ada dua

parameter yang memenuhi persyaratan dari lima parameter yang diujikan.

Page 43: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari hasil percobaan, diperoleh nilai rata- rata : jumlah plat teoritis 3489

(persyaratan > 2500), asimetris 2,044 (persyaratan < 2,5) dan RSD luas area 0,92

dan waktu retensi 0,024 (persyaratan < 2%). Hasil ini telah memenuhi persyaratan

uji, yang menunjukan bahwa sistem alat yang digunakan telah memenuhi

kesesuaian dan keefektifan sistem operasional. Data mengenai uji kesesuaian

sistem tercantum pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil uji kesesuaian sistem timokuinon standar konsentrasi 50 μg/mL,

laju alir 1,5 mL/menit, panjang gelombang 252 nm, dan volume penyuntikan 20

μL.

Konsentrasi

TR

(menit)

Luas

puncak

(mAU) N HETP Asimetris

50 μg/mL

5,960

6,02

6,007

6,013

6,013

61,9257

59,9157

60,4857

59,683

61,1613

3864

3405

3316

3333

3527

0.0382

0,0440

0,0452

0,0450

0,0425

1,72

2,06

2,14

2,17

2,13

RSD (%) 0,024 0,920

Rata-rata 6,002 60,634 3489 0,0429 2,044

Syarat RSD< 2% RSD< 2% > 2500 - < 2,5

Kesimpulan √ √ √ √ √

Keterangan :

TR : Time retention (waktu retensi)

N : Plat teoritis

HETP : Height Equivalent Theoritical Plate

Nilai bilangan lempeng teoritis dan asimetrisitas menunjukan kinerja kolom

dalam memisahkan komponen dengan menggunakan metode tersebut. Semakin

besar nilai lempeng teoritis berarti semakin efisien kolom dalam memisahkan

komponen dengan metode tersebut. Faktor asimetris yang memenuhi persyaratan

menunjukan bentuk puncak timokuinon yang simetris atau tidak memiliki

pengekoran (tailing) (Sari, 2010).

Page 44: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4.1 Validasi Metode Analisis Timokuinon

4.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas

Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan melihat respon KCKT

terhadap analit timokuinon dengan tujuh seri konsentrasi standar, yaitu 0,5 , 10 , 20

, 30 , 50 , 100 , 500 μg/mL (Hadad , et al ., 2012). Mula- mula dibuat larutan induk

500 μg/mL pada labu ukur 25 mL, kemudian dilakukan pengenceran hingga

mendapatkan 7 seri konsentrasi standar. Dari hasil analisis deret standar tersebut

didapat luas puncak kromatogram yang berbeda-beda. Nilai dari luas puncak

diplotkan ke dalam sumbu-y, sedangkan deret konsentrasi standar diplotkan ke

dalam sumbu-x, sehingga terbentuklah kurva kalibrasi dengan persamaan y

=1,278x + 1,7567.

Gambar 4.1 Kurva kalibrasi timokuinon

Linieritas merupakan kemampuan metode analisis yang memberikan respon

yang secara langsung proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.

Berdasarkan hasil kurva kalibrasi, diperoleh persamaan y =1,278x + 1,7567. Dari

persamaan tersebut diperoleh nilai intersep yang dilambangkan dengan a =1,7567

yang berarti kurva tersebut memotong sumbu-y di titik + 1,7567. Sedangkan nilai

b = 1,278. Nilai b mempresentasikan nilai slope atau kemiringan atau gradien dari

kurva tersebut, sedangkan untuk nilai r = 0,9997. Nilai r merupakan koefisien

korelasi. Syarat diterimanya nilai koefisien korelasi adalah jika nilai r > 0,9990

(FDA, 2001) . Jika ditinjau dari hasil nilai r pada percobaan ini yaitu 0,9997, maka

kurva kalibrasi tersebut telah memenuhi syarat.

y = 1,278x + 1,7567R² = 0,9997

0

100

200

300

400

500

600

700

0 100 200 300 400 500 600

Konsentrasi (μg/mL)

Luas

Punca

k (

mA

U)

Page 45: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4.3 Pengukuran Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Dengan menggunakan data kurva kalibrasi, kemudian dihitung nilai LOD

dan LOQ. Hasil uji LOD dan LOQ dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil uji batas deteksi, batas kuantitasi dan koefisien fungsi

Parameter Nilai

Simpangan Baku Residual (S y/x) 3,69

Batas deteksi (LOD) 8,67 μg/mL

Batas Kuantitasi (LOQ) 28,9 μg/mL

Di antara keunggulan teknik analisis menggunakan instrumen adalah

kemampuannya mendeteksi dan menentukan kadar analit yang sangat kecil

dibandingkan dengan metode analisis klasik. Batas deteksi dan batas kuantitasi

metode perlu ditentukan kalau metode tersebut digunakan untuk menganalisis

sampel yang mengandung analit berkadar rendah, seperti pada analisis obat dalam

cairan tubuh, analisis metabolit sekunder dalam kultur jaringan, atau analisis pada

uji disolusi obat, sedangkan untuk sampel dengan konsentrasi analit tinggi tidak

mutlak diperlukan pengujian LOD dan LOQ, hanya saja dalam penelitian ini uji

LOQ tetap dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kuantitas terkecil analit

dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria akurasi dan presisi yang baik,

sehingga dari hasil pengujian LOQ ini akan menjadi acuan dalam pemilihan sampel

mana yang akan diuji presisi dan akurasinya. Dari hasil uji LOD dan LOQ ini

didapat konsentrasi terendah yang dapat memenuhi kriteria presisi dan akurasi yang

baik adalah 8,67 μg/mL dan 28,9 μg/mL.

4.4.4 Selektivitas

Pada percobaan ini selektivitas dinilai dari ketiadaan peak-peak senyawa

lain yang berhimpit atau bersinggungan dengan peak TQ dan persamaan waktu

retensi peak TQ pada kromatogram standar dengan waktu retensi peak TQ pada

kromatogram sampel .

Page 46: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.2 Kromatogram timokuinon standar 10 ppm

Gambar 4.3 Kromatogram sampel Minyak biji jinten hitam

Uji selektivitas dilakukan untuk mengetahui bahwa metode yang ditetapkan

kemampuannya hanya untuk mengukur zat tertentu saja dengan cermat dan

seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.

Pada uji selektivitas ini menunjukkan hasil yang baik, karena peak timokuinon pada

larutan standar menunjukkan waktu retensi yang persis sama dengan waktu retensi

yang ditunjukkan oleh peak timokuinon pada larutan sampel, di mana larutan

standar timokuinon berada di waktu retensi 5,913 menit dan larutan sampel berada

di waktu retensi 5,820 menit. Disamping itu tidak adanya peak lain yang terlihat

bersinggungan atau berhimpit dengan peak timokuinon pada sampel minyak jinten

hitam, sehingga menghasilkan selektivitas yang baik.

Page 47: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4.5 Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan

dinyatakan sebagai % diff dan persen perolehan kembali (recovery) analit yang

ditambahkan (Harmita, 2004). Akurasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu

metode simulasi dan penambahan standar (spiking). Pada penelitian ini digunakan

metode penambahan standar (spiking) karena metode simulasi memerlukan

pembuatan plasebo, sedangkan pembuatan plasebo (minyak biji jinten hitam tanpa

timokuinon) sebagai matriks tidak bisa dilakukan. Akurasi diperiksa dengan cara

menghitung perbedaan nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya (% diff) dan

persentase perolehan kembali (% recovery). Pada penelitian ini, uji akurasi

dilakukan dengan mengukur 3 konsentrasi dengan masing-masing konsentrasi

sebanyak 3 kali pada konsentrasi rendah (3× 𝐿𝑂𝑄) , sedang (35-50% dari standar

kalibrasi tertinggi), dan tinggi (75 % dari standar kalibrasi tertinggi) (FDA, 2001) .

Uji akurasi pada percobaan ini dilakukan dengan mengukur konsentrasi sampel

terlebih dahulu dan kemudian konsentrasi sampel dan standar pada konsentrasi 80

μg/mL, 200 μg/mL, dan 375 μg/mL masing-masing sebanyak 3 kali.

Pada pengujian % diff konsentrasi 80 μg/mL didapatkan hasil % diff rata

rata sebesar -0,155%, pada konsentrasi 200 μg/mL didapatkan % diff rata-rata

sebesar 1,562 % dan pada konsentrasi 375 μg/mL didapatkan % diff rata-rata

sebesar -1,864 %.

Kemudian dihitung pula nilai persentase perolehan kembalinya (%

recovery) dengan cara membandingkan nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya.

Pada konsentrasi 80 μg/mL didapatkan hasil % recovery rata rata sebesar 99,844%,

pada konsentrasi 200 μg/mL didapatkan % recovery rata-rata sebesar 101,563% dan

pada konsentrasi 375 μg/mL didapatkan % recovery rata-rata sebesar 98,135%

Nilai yang dipersyaratkan untuk (% diff) adalah tidak lebih dari 2% dan syarat

untuk persentase perolehan kembali adalah 97-103% (Harmita, 2006) . Hasil untuk

uji akurasi telah memenuhi persyaratan untuk metode analisis. Hasil untuk uji

akurasi dapat dilihat pada tabel 4.4.

Page 48: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.4 Hasil rata-rata uji Akurasi (% diff dan perolehan kembali)

Konsentrasi

standar

(μg/mL)

Konsentrasi

sampel

sebenarnya

(μg/mL)

Konsentrasi

yang

diperoleh

(μg/mL)

Rata-rata

perolehan

kembali (%)

Rata-rata %

diff (%)

80

81,5

79,875 99,844 -0,155

200 203,126 101,563 1,562

375 368,007 98,135 -1,864

Syarat - 97-103 % < 2%

4.4.5 Presisi

Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual

dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang

diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Pada penentuan presisi

dapat dilakukan pada 3 kategori yaitu repeatibilitas, presisi antara dan

reprodusibilitas. Dari ketiga kategori di atas, yang wajib dilakukan adalah

repeatibilitas (Indrayanto & Yuwono, 2003). Untuk uji presisi repeatibilitas

dilakukan dengan pengukuran sampel sebanyak 3 replikasi pada 3 konsentrasi uji.

Dari data yang diperoleh kemudian dihitung nilai RSD-nya. Uji presisi pada

penelitian ini dilakukan dengan mengukur konsentrasi sampel dan standar pada

konsentrasi 80 μg/mL, 200 μg/mL, dan 375 μg/mL masing-masing sebanyak tiga

kali. Pada konsentrasi 80 μg/mL didapatkan hasil % RSD (Relative Standard

Deviation) sebesar 0,078 % , pada konsentrasi 200 μg/mL didapatkan didapatkan

hasil % RSD (Relative Standard Deviation) sebesar 0,113 % dan pada konsentrasi

375 μg/mL didapatkan didapatkan hasil % RSD (Relative Standard Deviation)

sebesar 0,052 %. Nilai yang dipersyaratkan untuk (% RSD) adalah tidak lebih dari

2% (Harmita, 2006). Pada uji presisi ini, hasil telah memenuhi persyaratan untuk

uji presisi. Dapat disimpulkan bahwa uji presisi pada percobaan ini telah memenuhi

persyaratan.

Page 49: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.5 Hasil rata-rata uji presisi

Konsentrasi

spiking sampel +

standar (μg/mL)

Rata-rata Luas

Puncak (mAU)

Rata-rata

Konsentrasi

(μg/mL)

RSD (%)

80 208 161,376 0,078

200 365,508 284,626 0,113

375 576,227 449,507 0,052

Syarat - - < 2%

4.4.6 Analisis Kadar Timokuinon pada Sampel Minyak Biji Jinten Hitam

Setelah parameter validasi metode yang ditetapkan telah memenuhi

persyaratan maka dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar timokuinon dalam

minyak biji jinten hitam. Penetapan kadar timokuinon dalam sampel minyak jinten

hitam dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan pada bobot yang sama. Sampel

dipreparasi dengan menimbang sampel minyak biji jinten hitam sebanyak 42,6 mg

(100 𝜇𝐿) replikasi 3 kali kemudian dilarutkan dalam metanol hingga volume akhir

10 mL. Campurkan dengan vortex selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit,

diambil lapisan metanol bagian atas (Enein, et al., 1995). Setelah itu sampel

disaring menggunakan syringe filter berukuran 0,45 μm. Sampel diinjeksikan ke

dalam KCKT dengan volume injeksi sebanyak 20 μL dilihat luas puncaknya. Luas

puncak yang didapat kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan regresi pada

kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat konsentrasi sampel dalam satuan

ppm. Kemudian dilakukan perhitungan kadar % b/b. Hasil penetapan kadar dengan

3 kali pengulangan disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Analisis kadar timokuinon dalam minyak biji jinten hitam

Replikasi

Bobot

minyak yang

ditimbang

(mg)

Luas

puncak

(mAU)

Konsentrasi

(μg/mL)

Kadar

Timokuinon

dalam minyak

jinten hitam (%)

1

2

3

42,6

220,038

220,206

219,293

170,799

171.930

170,216

4,002

4,009

3,895

RSD (%) - - - 0,22

Rata-rata - - - 3,968

Page 50: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari hasil pengujian, diperoleh kadar rata-rata timokuinon dalam sampel

minyak jinten hitam adalah 3,968 % (b/b) dengan nilai RSD 0,22 %. Dalam

penetapan kadar ini didapatkan hasil % RSD yang memenuhi persyaratan, yaitu

kurang dari 2% sehingga metode KCKT yang diuji dapat memberikan hasil analisis

yang teliti (AOAC,1998).

Page 51: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kondisi optimum untuk analisis timokuinon dalam minyak biji jinten hitam

menggunakan sistem kromatografi terdiri dari kolom Acclaim® Polar

Advantage II (C18) dengan kecepatan alir 1,5 mL/menit, detektor UV

dengan panjang gelombang 252 nm, volume penyuntikan 20 μL dengan

sistem isokratik pada komposisi eluen metanol : air (70:30)

2. Validasi metode yang dilakukan memberikan hasil nilai linearitas (r =

0,9997) pada rentang 0,5 – 500 μg/ml. Batas deteksi dan batas kuantitasi

8,67 μg/mL dan 28,9 μg/mL, (% diff) sekitar -1,864 sampai 1,562, presisi

(% RSD) berkisar 0,052 sampai 0,113% dan perolehan kembali 98,135

sampai 101,563 %.

3. Analisis timokuinon pada sampel minyak biji jinten hitam memiliki kadar

sebesar 3,968 % (b/b).

5.2 Saran

Perlu dilakukan pengembangan metode analisis Timokuinon dalam suatu

sediaan atau pengembangan metode analisis dengan instrumen lain,

misalnya GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry).

36

Page 52: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Abdulelah, H.A.A. and Abidin, Z.B.A.H. 2007. In vivo Anti-malarial Tests of

Nigella sativa (Black Seed) Different Extracts. American Journal of

Pharmacology and Toxicology 2(2): 46-50

Abdel-Wahab, W.M. 2013. Protective effect of thymoquinone on sodium fluoride-

induced hepatotoxicity and oxidative stress in rats. The Journal of Basic and

Applied Zoology, (In Press).

Agarwal R, Kharya MD, Shrivastava R. 1979. Antimicrobial and anthelminthic

activities of the essential oil of Nigella sativa Linn. Indian J Exp Biol

17:1264–5

Akhtar MS, Riffat S. 1991. Field trial of Saussurea lappa roots against nematodes

and Nigella sativa seeds against cestodes in children. J Pak Med Assoc

41:185–7.

Al-Hader AA, Aqel MB, Hasan ZA. 1993. Hypoglycemic effects of the volatile oil

of Nigella sativa seeds. Int J Pharmacogn 31:96–100. Boulos L. (1983)

Medicinal plants of North Africa. Algonac, MI: Reference Publications, p.

103.

Al-Majed, A., Al-Omar, F.A. and Nagi, M.N. 2006. Neuroprotective effects of

thymoquinone against transient forebrain ischemia in the rat hippocampus.

European Journal of Pharmacology, 543, 1-3, 14, 40-47.

AOAC. 1998. Peer-Verified Methods Program Manual on Policies and

Procedures. USA : Arlington, Virginia

Arslan, S.O., Gelir, E., Armutcu, F., Coskun, O., Gurel, A., Sayan, H. and Celik,

I.L. 2005. The protective effect of thymoquinone on ethanol-induced acute

gastric damage in the rat. Nutrition Research, 25, 673-680

Anonim. 2000. Domestication of plants in the Old World, 3, Oxford University

Press, p. 206. ISBN 0198503563.

Benhaddou- Andaloussi , A., L.C. Martineau, D.spoor,T. Vuong, C. Leduce, E.joly,

A. Burt, B.meddah , A.settaf , J.T arnason, M.prenkti, P.S. Haddad. 2008.

Antidiabetic activity of Nigella sativa seed extract in cultured pancreatic

betta cell, skeletal cell, and adipocytes.

Page 53: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Boulos, L. 1983. Medicinal Plants of North Africa. Reference Publication.

BPOM. 2009. Mengenal Jinten Hitam sebagai Obat Bahan Alam, Naturakos,

Vol.IV No.12.

BPOM. 2011. Mari Minum Obat Bahan Alam Dan Jamu dengan Baik dan Benar,

InfoPOM, Vol. 12 No. 3

Burits, M., dan Bucar, F. 2000. Antioxidant activity of Nigella sativa essential oil.

Phytother. Res., 14: 323–328

Daba MH, Abdel-Rahman MS. 1998. Hepatoprotective activity of thymoquinone in

isolated rat hepatocytes. Toxicol Lett 16:23–9.

Darakhsan, Sara., Pour, Ali bidmeshki., Colagar, Abasalt hosseinzadeh. 2015.

Thymoquinone and its Therapeutic Potentials. Pharmacol Res (2015).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid

III. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat da Makanan.

El-Dakhakhny M. 1965. Studies on the Egyptian Nigella sativa L. IV Some

pharmacological properties of seeds active principle in comparison to its

dihydro compound and its polymer. Arzneim Forsch (Drug Res Germ)

15:1227–9.

El-Mahmoudy, A., Matsuyama, H., Borgan, M.A., Shimizu, Y., El-Sayed, M.G.,

Minamoto, N. and Takewaki T.2002. Thymoquinone suppresses expression

of inducible nitric oxide synthase in rat macrophages International

Immunopharmacology, 2, 11, 1603-1611.

Faisal,Rizwan, et al.2015. Anti inflammatory effect of thymoquinone in comparison

with methotrexate on pristane induced arthritis in rats. J Pak Med Assoc,Vol

65.

Farmakope Indonesia Edisi IV. 1995. halaman 1016-1017.

Food and Drug Administration. 2001. Bioanalytical Method Validation. Rockville:

Center for Veterinary Medicine.

Gali-Muhtasib, H., Roessner, A. and Chneider-Stock, R. 2006. Thymoqui-none : A

promising anti-cancer drug from natural sources. The International Journal

of Biochemistry and Cell Biology, 38, 8, 1249-1253.

Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Page 54: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gharby, S. et al., 2013. Chemical investigation of Nigella sativa L. seed oil

produced in Morocco. Journal of the Saudi Society of Agricultural Sciences.

Gilani Hassan A. 2004. A Review of Medicinal Use and Pharmacological Activities

of Nigella sativa L,.Departement of Biological and Biomedical Sciences.

Goreja,W.G.2003.Black seed Nature’s Miracle Remedy. New York: Amazing Herb

Press.

Hanafy MS, Hatem ME. 1991. Studies on the antimicrobial activity of Nigella

sativa seed (black cumin). J Ethnopharmacol 34:275–8.

Hassan Y. Aboul-Enein & Laila I. Abou-Basha. 1995. Simple HPLC Method for

the Determination of Thymoquinone in Black Seed Oil (Nigella Sativa Linn),

Journal of Liquid Chromatography, 18:5, 895-902, DOI:10.1080/1082

6079508010400.

Hassan, sohair A., et al.,2008. The in vitro promising therapeutic activity of

thymoquinone on hepatocelullar carcinoma (HepG2) cell line. Department of

Medicinal Chemistry, National Research Centre, Dokki, Giza, Egypt. Global

Veterinaria 2 (5).

Harmita. 2006. Analisis Fisikokimia. Departemen Farmasi FMIPA UI.

Harzallah, H.J., Kouidhi, B., Flamini, G., Bakhrouf, A. and Mahjoub, T.

(2011).Chemical composition, antimicrobial potential against cariogenic

bacteria and cytotoxic activity of Tunisian Nigella sativa essential oil and

thymoquinone. Food Chemistry, 129, 4, 15, 1469-1474.

Hosseinzadeh., Fahimeh, Moghim. 2007. Effect of Nigella Nigella sativa seed

extracts on Ischemia-Reperfusion in Rat Skeletal Muscle.

Pharmacologyonline 2 : 326-335.

Hutapea, J.R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III), Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, p:

163.

Indrayanto, G. dan Yuwono, M. 2003. Validation of TLC Analyses in Encyclopedia

of Chromatography. Surabaya: Airlangga University Indonesia.

Johnson, E.L. dan Stevenson, R. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Penerjemah:

Kosain Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hal. 70, 119-121.

Kamboj. 2000. Herbal medicine. India : CURRENT SCIENCE, VOL.78, NO 1.

Page 55: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Katzer, Gernot. (2004) Nigella (Nigella sativa)

http://www.uni-graz.at/%7Ekatzer/spice_icon.ico

Kazakevich, Y., dan R. LoBrutto. 2007. Method Validation. In LoBrutto, R., dan

T. Patel., Editors. HPLC for Pharmaceutical Scientist. New Jersey: Jhon

Wiley & Sns, Inc. Hal.455.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Magdy, M.A., Hanan, El-A. dan Nabila, el-M. 2012. Thymoquinone: Novel

gastroprotective mechanisms. European Journal Pharmacology. 15, 697(1-3),

126-31.

Mansour, M.A., Nagi, M.N., El-Khatib, A.S. and Al-Bekairi, A.M. 2002. Effects of

thymoquinone on antioxidant enzyme activities, lipid peroxidation and DT-

diaphorase in different tissues of mice: a possible mechanism of action. Cell

Biochemistry and Function, 20(2), 143-51.

Meyer, V.R. 2004. Practical High Performance Liquid Chromatography. 4th

Edition. St. Gallen: John Wiley & Sons. Ltd. Hal 20-24, 52-55.

M.Hadad, Ghada., Randa., Salam,Abdel. 2012. High-Performance Liquid

Chromatography Quantification of Principal Antioxidants in Black seed

(Nigella sativa L.) Phytopharmaceuticals. Egypt : Journal of AOAC

International Vol. 95, No. 4, 2012.

Moffat, A. C. 1986. Clarke's Isolation and Identification of Drugs (2nd ed.).

London: The Pharmaceutical Press. 936-937.

Nickavar, B. Mojaba, F. Javidniab, K. Amolia, M.A. 2003. Chemical composition

of the fixed and volatile oil of nigella sativa L. From Iran Z. Naturforsch 58c.

Pari, L. and Sankaranarayanan, C. 2009. Beneficial effects of thymoqui-none on

hepatic key enzymes in streptozotocin-nicotinamide induced diabetic rats.

Life Sciences, 85, 23-26, 830 834.

Rajsekhar, Saha, Bhupendar Kuldeep. 2011. Pharmacognosy and pharmacology of

Nigella sativa-a review. India. 2(11).

Raza, Muhamma, Alghasham, Abdullah A., Alorainy, Mohammad S,El- Hadiyah,

Tarig M. 2006. Beneficial Interaction of Thymoquinone and Sodium

Valproate in Experimental Models of Epilepsy : Reduction in Hepatotoxicity

Page 56: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

of Valproate. Department of Pharmacology and Therapeutics, Saudi Arabia.

Scientia Pharmaceutica (Sci.pharm).

Salem ML, Hossain MS. 2000. Protective effect of black seed oil from Nigella

sativa against murine cytomegalovirus infection. Int J Immunopharmacol

22(9):729–40.

Sari, Ni Ketut. 2010. Analisis Instrumentasi.Klaten : Yayasan Humaniora

Umar, S., Zargan, J., Umar, K., Ahmad, S., Katiyar, C.K. and Khan, H.A. 2012.

Modulation of the oxidative stress and inflammatory cytokine response by

thymoquinone in the collagen induced arthritis in Wistar rats. Chemico-

Biological Interactions, 15, 197(1), 40-6.

Willy, John et al.2003. The Merck Index. Maryadelede: O’ Meil. 13th Edition. Hal:

8166.

Woo, C.C., Kumar, A.P., Sethi, G. and Tan, K.H.B. 2012. Thymoquinone :

Potential cure for inflammatory disorders and cancer. Biochemical

Pharmacology, 83, 4, 15, 443-451.

Yulianti, S., dan Junaedi, E. 2006. Sembuhkan Penyakit dengan Habbatussauda

(jinten hitam), Agromedia, jakarta.

YT. 2015. http://www.scbt.com/datasheet-215986-thymoquinone.html, diakses 28

Juli 2015.

Zaoui A, Cherrah Y, Lacaille-Dubois MA, Settaf A, Amarouch H, Hassar M. 2000.

Diuretic and hypotensive effects of Nigella sativa in the spontaneously

hypertensive rat. Therapie 5:379–82.

Page 57: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alur Penelitian

Timokuinon merupakan senyawa yang terkandung dalam minyak jinten

hitam yang bertanggung jawab terhadap berbagai aktivitas farmakologis

Dikembangkan suatu metode analisis yang memiliki nilai validitas yang

baik serta dilakukan penetapan kadar timokuinon dalam minyak jinten

hitam

Pembuatan larutan induk timokuinon

Pengukuran λ maksimum timokuinon dengan spektrofotometer UV-Visibel

Penentuan

komposisi fase

gerak

Uji kesesuaian

sistem

Validasi metode

Linieritas Akurasi Limit deteksi dan

limit kuantitasi

kuantisasi

Presisi Selektivitas

Penetapan kadar timokuinon dalam minyak jinten hitam dengan instrumen

KCKT

Page 58: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Spektrum Serapan Timokuinon pada Spektrofotometer

Page 59: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Gambar Kromatogram Fase Gerak Metanol : Air (60 : 40)

Page 60: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Gambar Kromatogram Fase Gerak Metanol : Air (65 : 35)

Page 61: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Gambar Kromatogram Fase Gerak Metanol : Air (70 : 30)

Page 62: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6 . Uji Liniearitas dan Pembuatan Kurva Kalibrasi Timokuinon

Tabel 6.1 Hasil uji linieritas

Konsentrasi

(μg/mL)

Luas Puncak (mAU) Rata-Rata Luas Puncak

(mAU) 1 2 3

0,5 2,957 3,012 2,895 2,954 ± 1,981

10 13,493 13,257 13,345 13,235 ± 2,032

20 33,141 33,211 33,298 33,55 ± 1,722

30 38,147 38,537 39,459 38,714 ± 1,737

50 65,695 65,181 66,101 65,659 ± 0,702

100 124,783 125,19 123,78 124,584 ± 0,582

500 641,413 640,179 642,567 641,586 ± 0,141

Kondisi Analisis :

Fase gerak : metanol : air (70:30)

Kolom : Acclaim® (C18; 150 mm x 4,6 mm)

Volume injeksi : 20 μL

Kecepatan alir : 1,5 mL/menit

Detektor : UV

Panjang Gelombang : 252 nm

y = 1,278x + 1,7567R² = 0,9997

0

100

200

300

400

500

600

700

0 100 200 300 400 500 600

Kurva Kalibrasi Timokuinon

Konsentrasi (μg/mL)

Luas

Pu

nca

k (m

AU

)

Page 63: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7 . Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Tabel 6.2. Data hasil uji batas deteksi dan batas kuantitasi

Konsentrasi

(μg/mL) (X)

Luas

Puncak

(mAU) (Y)

(Y1) (Y-Y1)2

0,5 2,954 2,3957 0,311

10 13,235 14,536 1,693

20 33,55 27,316 38,854

30 38,714 40,096 1,911

50 65,659 65,656 0,0084

100 124,584 129,557 24,727

500 641,586 640,757 0,687

S(y/x) : √∑(𝑌−𝑌1)2

𝑛−2 =√

68,185

5 = 3,69

LOD : 3 S(y/x)

𝑏 = :

3 (3,69)

1,2778 = 8,67 μg/mL

LOQ : 10 S(y/x)

𝑏 = :

10 (3,69)

1,2778 = 28,9 μg/mL

Page 64: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Uji Akurasi dan Presisi

Tabel 6.3 Data hasil uji akurasi dan presisi

Konsentrasi

(μg/mL)

Luas

Puncak

(mAU)

Uji

peroleha

n

kembali

(%)

Rata-rata

uji

perolehan

kembali

(%)

% diff

%

diff

rata-

rata

Simpangan

baku (SD)

RSD

(%)

Spiking

sampel +

standar 80

208

99,854

99,844

-0,145

-0,155 0,1267 0,078 207,828 99,681 -0,318

208,151 99,997 -0,002

Spiking

sampel +

standar 200

365,64 101,614

101,563

1,614

1,562 0,322 0,113 365,839 101,692 1,692

365,046 101,382 1,381

Spiking

sampel +

standar 375

575,884 98,063

98,135

-1,936

-1,864 0,237 0,052 576,338 98,158 -1,841

576,46 98,183 -1,816

Page 65: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Perhitungan Uji Akurasi

a) Perhitungan % perolehan kembali dan % diff

Konsentrasi didapat dengan mensubstitusikan nilai luas area sebagai nilai y pada

persamaan kurva kalibrasi: y =1,278x + 1,7567. Sehingga didapat nilai x sebagai

konsentrasi.

Tabel 6.4 Uji Akurasi

RT (menit) Luas puncak

(mAU)

Konsentrasi

(μg/mL) Rata- rata

Spiking

sampel +

standar 80

ppm

5,440 208 161,384

161,376 5,433 207,828 161,245

5,440 208,151 161,498

Spiking

sampel +

standar 200

ppm

5,360 365,640 284,729

284,626 5,367 365,839 284,884

5,400 365,046 284,264

Spiking

sampel +

standar 375

ppm

5,433 575,884 449,238

449,507 5,400 576,338 449,594

5,420 576,460 449,689

Page 66: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Spiking sampel + standar 80 ppm

Konsentrasi standar = konsentrasi terukur – konsentrasi sampel

Konsentrasi standar = 161,376 – 81,5

= 79,876 μg/mL

% Perolehan kembali = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

= 79,876

80 × 100%

= 99,845 %

% diff = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

= 79,876−80

80 × 100%

= - 0,155 %

Spiking sampel + standar 200 ppm

Konsentrasi standar = 284,626 – 81,5

= 203,126 μg/mL

% Perolehan kembali = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

= 203,126

200 × 100%

= 101,56 %

% diff = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

= 203,126−200

200 × 100%

= 1,56 %

Page 67: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Spiking sampel + standar 375 ppm

Konsentrasi standar = 449,507 – 81,5

= 368,007 μg/mL

% Perolehan kembali = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

= 368,007

375 × 100%

= 98,135 %

% diff = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

= 368,007−375

375 × 100%

= - 1,864 %

Page 68: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Perhitungan Uji Presisi

a) Simpangan baku (SD) = √∑(𝑥−𝑥 ̅)2

𝑁−1

b) % RSD = 𝑆𝐷

�̅� × 100 %

Spiking sampel + standar 80 ppm

SD = √∑(161,384−161,376)2+(161,245−161,376)2+(161,498−161,376)2

3−1

SD = 0,1267

% RSD = 0,1267

161,465 × 100%

= 0,078%

Spiking sampel + standar 200 ppm

SD = √∑(284,729−284,626)2+(284,884−284,626)2+(284,264−284,626)2

3−1

SD = 0,322

% RSD = 0,322

284,734 × 100%

= 0,113 %

Spiking sampel + standar 375 ppm

SD = √∑(449,238−449,507)2+(449,594−449,507)2+(449,689−449,507)2

3−1

SD = 0,237

% RSD = 0,237

449,642 × 100%

= 0,052 %

Page 69: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Timokuinon

1) Standar 500 ppm sebagai larutan induk

Ditimbang sebanyak 12,5 mg serbuk timokuinon ad metanol 25 ml dalam

labu ukur 25 ml.

2) Standar 100 ppm

V1.C1 = V2.C2

500 ppm.x ml = 100 ppm. 10 ml

x ml = 100 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙

500 𝑝𝑝𝑚 = 2 ml

Dipipet 2 ml atau 2000 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml pada

labu ukur 10 mL.

3) Standar 50 ppm

V1.C1 = V2. C2

500 ppm. x ml = 50 ppm. 10 mL

x ml = 50 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙

500 𝑝𝑝𝑚 = 1 ml

Dipipet 1 ml atau 1000 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml pada

labu ukur 10 mL.

4) Standar 30 ppm

V1.C1 = V2.C2

500 ppm. x ml = 30 ppm. 10 mL

x ml = 30 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙

500 𝑝𝑝𝑚 = 0,6 ml

Dipipet 0,6 ml atau 600 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml

pada labu ukur 10 mL.

5) Standar 20 ppm

V1.C1 = V2.C2

500 ppm. x ml = 20 ppm. 10 mL

x ml = 20 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙

500 𝑝𝑝𝑚 = 0,4 ml

Page 70: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dipipet 0,4 ml atau 400 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml

pada labu ukur 10 mL.

6) Standar 10 ppm

V1.C1 = V2.C2

500 ppm. x ml = 10 ppm. 10 mL

x ml = 10 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙

500 𝑝𝑝𝑚 = 0,2 ml

Dipipet 0,2 ml atau 200 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml

pada labu ukur 10 mL.

7) Standar 0,5 ppm

V1.C1 = V2.C2

500 ppm. x ml = 0,5 ppm. 10 mL

x ml = 0,5 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙

500 𝑝𝑝𝑚 = 0,01 ml

Dipipet 0,01 ml atau 10 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml

pada labu ukur 10 mL.

Page 71: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Perhitungan Kadar Timokuinon dalam Minyak Biji Jinten Hitam

Tabel 4.6 Analisis kadar timokuinon dalam minyak biji jinten hitam

Replikasi

Bobot

minyak yang

ditimbang

(mg)

Luas

puncak

(mAU)

Konsentrasi

(μg/mL)

Kadar Timokuinon

dalam minyak

jinten hitam (%)

1

2

3

42,6

220,038

220,206

219,293

170,799

171.930

170,216

4,002

4,009

3,895

RSD (%) - - - 0,22

Rata-rata - - - 3,968

Perhitungan % kadar b/b = (𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑇𝑄 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛) × 𝟏𝟎𝟎%

a) Sampel replikasi 1 = (170,799 μg/mL

42600 μg × 10 𝑚𝐿) × 100% = 4,002 %

b) Sampel replikasi 2 = (171,930 μg/mL

42600 μg × 10 𝑚𝐿) × 100% = 4,009 %

c) Sampel replikasi 3 = (170,216 μg/mL

42600 μg × 10 𝑚𝐿) × 100% = 3,895 %

Perhitungan % kadar b/b = (𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑇𝑄 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛) × 𝟏𝟎𝟎%

Page 72: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Sertifikat Analisis Standar Timokuinon

Page 73: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14 . Sertifikat Analisis Minyak Jinten Hitam

Page 74: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Sertifikat Analisis Metanol HPLC Grade

Page 75: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Sertifikat Analisis Air HPLC Grade

Page 76: Boy Reynaldi Noor-FKIK.PDF

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Bahan dan Alat

HPLC dan Komputer

Waterbath Ultrasonik

Timbangan Analitik

Vakuum Penyaring Fase Gerak

Aquades Pro Injection

Metanol HPLC Grade

Vortex Mixer

Water HPLC Grade

Sampel Minyak Jinten Hitam