121325198-LAPORAN-PKL
description
Transcript of 121325198-LAPORAN-PKL
1
LAPORAN RISET DAN PRAKTEK
KINERJA ORGANISASI BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) TERHADAP
PENGELOLAAN SAMPAH
(LINGKUNGAN HIDUP SEKTOR PERTANIAN)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Dalam Mata Kuliah Riset Praktek
Ilmu Administrasi Negara (RISTEK)
PADA
Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Subang
Disusun Oleh:
1. Novi Dayu Y AIA.09.0019
2. Neni Nurhayati A1A.09.0018
3. Rita Royani AIA.09.0205
4. Fani Mayasari AIA.09.0011
5. Cecep Andri AIA.09.0006
6. Gigin Ginanjar AIA.10.0101
UNIVERSITAS SUBANG
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
2013
i
LAPORAN RISET DAN PRAKTEK
KINERJA ORGANISASI BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) TERHADAP
PENGELOLAAN SAMPAH
(LINGKUNGAN HIDUP SEKTOR PERTANIAN)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Dalam Mata Kuliah Riset Praktek
Ilmu Administrasi Negara (RISTEK)
PADA
Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Subang
Disusun Oleh:
1. Novi Dayu Y AIA.09.0019
2. Neni Nurhayati A1A.09.0018
3. Rita Royani AIA.09.0205
4. Fani Mayasari AIA.09.0011
5. Cecep Andri AIA.09.0006
6. Gigin Ginanjar AIA.10.0101
Mengesahkan, Ketua program studi Administrasi Negara
Iin Inderawati, S.Sos,M.si
Menyetujui,
Pembimbing
Drs.D.Yaceu Priatna,M.AP
ii
ABSTRAK
Kabupaten Wonosobo dihadapkan dengan berbagai permasalahan lingkungan
hidup yang semakin menghawatirkan.Penomena terjadinya permasalahan lingkungan
hidup baik berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan dan problem lingkungan
sosial, tidak mungkin terjadi dalam waktu sesaat pada periode akhir tetapi
permasalahan tersebut tentunya sesuai proses kejadiannya telah berlangsung lama dari
periode waktu lama pada berbagai tipe ekosistem.
Kerjasama antara masyarakat dengan Badan lingkungan hidup tentang
pengelolaan sampah terjalin baik dengan adanya program pemerintah tentang bank
sampah sehingga wonosobo mendapatkan predikat Adipura berturut-turut sampi
sekarang.
Tujuan dari penelitian ini yaitu akan membahas mengenai bagaimana kinerja
Badan lingkungan hidup kabupaten wonosobo berkaitan dengan pertanian di kawasan
gunung dieng dan upaya yang dilakukan pemerintah Badan lingkungan hidup dalam
menangani masalah sampah.
Jenis penelitian adalah penelitian Deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan
data dengan wawancara dan telaah dokumen, sedangkan teknik penarikan sempel
menggunakan penelitian kualitatif.
Dari hasil yang penelitian yang dilakukan, kinerja badan lingkungan hidup
berkaitan dengan pertanian memang cukup baik dengan adanya kerjasama antara
masyarakat dan pemerintah Badan lingkungan hidup yang terpacu kepada
produktivitas,kualitas layanan,Responsivitas,Akuntabilitas (berdasarkan teori
Dwiyanto) hanya pencapaiannya masih belum maksimal secara keseluruhan.
Kata kunci : kinerja,Badan Lingkungan Hidup,
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Karunia-Nya, saya
dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Kinerja Badan Lingkungan Hidup
Terhadap Pengelolaan Sampah” tepat pada waktunya. Laporan ini merupakan tugas
mata kuliah “Riset dan Praktek (RISTEK)”.
Laporan ini merupakan inovasi pembelajaran untuk memahami penelitian
secara mendalam, semoga laporan ini dapat berguna untuk Mahasiswa pada
umumnya.Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.Drs.Tatang Parjaman,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Administrasi
2. Iin Inderawati,S.Sos,Msi selaku Ketua Studi Administrasi Negara
3.Drs.D.Yaceu Priatna,M.Ap selaku Dosen Pembimbing
4. Para Dosen Jurusan Administrasi Negara
5. Orang tua tercinta
6. Rekan-rekan Mahasiswa
Penulis juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu sayasangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan
pada intinya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar dimasa yang akan
datang lebih baik lagi.
Penulis,
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... i
ABSTRAK………………………………………… .................................................... ii
KATA PENGANTAR………………… ..................................................................... iii
DAFTAR ISI…………………………….................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN..……… .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang..…… ................................................................................ 1
1.2. Rumusan masalah ..................................................................................... 4
1.3. Maksud dan Tujuan .................................................................................. 5
1.4. Manfaat Penelitian.…… ........................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..……………………………………………… ...... 6
2.1. Kajian Teori……………………………………………………............... 6
A. Konsep Kinerja………………………………………………………6
B. Pengertian Kinerja…………………………………………… ....... 15
C. Teori Kinerja………………………………………………… ........ 15
D. Pengukuran Kinerja……………………………………… ............. 17
E. Faktor Yang Mempengaruhi…………………… ........................... 18
F. Syarat Penilaian Kinerja……………. ............................................ 22
G. Metode Penilaian Kinerja…………………… ................................ 23
2.2. Kerangka Pemikiran…………………………………………………... 24
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………… .. 30
3.1.Jenis Penelitian……………………………………… ............................. 30
A. Lokasi Penelitian…………………………………………………….31
v
B. Fokus Penelitian……………………………………………… ......... 31
C. Pemilihan Informan……………………… ....................................... 31
D. Teknik Pengumpulan Data…………………………………… ....... 33
E. Analisis Data…………………………………………… ................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………… ............... 35
4.1.Gambaran Umum………………………………………………….. ......... 35
1. Kondisi Wilayah ……………………………………………………36
2. Letak ………………………………………………………………..39
3. Batas…………………………………………………………………40
4. Luas Wilayah ……………………………………………………… 41
4.2. Data Fokus Penelitian ……… ................................................................ 42
4.3.Pembahasan……………………………… .............................................. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………….46
A. Kesimpulan ………………………………………………………… ...... 46
B. Saran ……………………………………………………………….. ...... 47
C. Rekomendasi ………………………………………………………. ...... 47
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. ............... 52
Lampiran ……………………………………………………… ........................ 53
Pedoman Wawancara……………………………………………………. ....... 53
Foto Objek Penelitian…………………………………………………….. ...... 56
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya
dalam kondisi yang baik.Lingkungan hidup di Indonesia perlu ditangani
dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya yaitu
adanya masalah mengenai keadaan lingkungan hidup seperti kemerosotan atau
degradasi yang terjadi di berbagai daerah.
Secara garis besar komponen lingkungan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu kelompok biotik (flor Manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya memerlukan sumber daya alam yang berupa : tanah, air dan udara dan
sumber daya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumber daya alam yang
dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui).
Namun demikian, harus disadari bahwa sumber daya alam yang kita
perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan
tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya alam
tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu,
diperlukan pengelolaan sumber daya alam yang baik dan bijaksana. Antara
lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat.
Wonosobo menerima adipura kelima dalam kurun 2007 hingga sekarang.
Bupati menegaskan bahwa pihak Kementrian Lingkungan Hidup seyogyanya
menghidupkan lagi adipura kencana, hal itu penting untuk support kepada
masyarakat agar lebih maksimal terlibat dalam pemeliharaan kebersihan kota.
2
Dengan demikian, ke depan kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat
dapat lebih meningkat.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Wonosobo, menyatakan akan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat agar lebih cinta lingkungan, sehingga tahun depan Wonosobo dapat
meraih penghargaan adipura kembali. Hal ini mengingat persyaratan untuk dapat
meraih adipura dari tahun ke tahun semakin berat. Masyarakat tidak sekedar
dituntut dapat menanam, melainkan sampai pada pemeliharaan tanaman tersebut
agar tetap lestari.
Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Wonosobo,
menyampaikan apresiasi terhadap perilaku dan pola hidup bersih masyarakat
Wonosobo, sehingga piala Adipura dapat diraih untuk kelima kali berturut-turut.
Selain itu juga menandaskan komitmen DPU untuk terus menjaga kebersihan
dan keindahan kota demi terwujudnya Wonosobo Asri, alias Aman Sehat, Rapi
dan IndahSeperti telah diketahui, bahwa organisai dapat selalu hidup dan
berkembang karena adanya manusia (human being) yang menggerakkannya.
Manusia inilah yang nantinya sebagai aktor dalam sebuah organisasi. Suatu
organisasi , baik organisasi atau lembaga pemerintah maupun lembaga yang di
namakan perusahaan atau yayasan semua di gerakkan oleh sekelompok orang
(group of humanbeing) yang berperan aktif sebagai pelaku (aktor) dalam
upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan.
Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinnkan karena upaya
para pelaku yang terdapat pada organisasi lembaga tersebut. Dalam hal ini
sebenarnya terdapat hubugan yang erat antara kinerja perorangan dengan
kinerja lembaga atau dengan kinerja perusahaan. Dengan perkataan lain bila
3
kinerja anggota atau karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja
organisasi atau perusahaan akan baik pula.
Dalam pembahasan ini akan dikemukakan pengertian kinerja menurut
para ahli. Tapi sebelum membahas tentang pengertian kinerja, disini kita lihat
aktifitas atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini penting
sekali dikemuikakan sebelum kita membahas dan mendefinisikan lebih dalam
tentang pengertian kinerja organisasi itu sendiri. Sebab segala aktifitas yang
dilakukan manusia itu sendiri belum tentu bisa di katakana atau dikatagorikan
sebagai pekerjaan.
Adapun yang dapat dikatakan sebagai pekerjaan adalah sebagai
berikut:
1. Bahwa aktifitas dilakukan karena adanya suatu dorongan tanggung jawab
2. Bahwa apa yang dilakukan tersebut di lakukan karena adanya unsure
kesengajaan, sesuatu yang direncanakan, karena adanya unsure kesengajaan,
sesuatu yang direncanakan, karena terkandung didalamnya suatu gabungan
antara rasio dan rasa.
3. Bahwa yang dilakukan itu, karena adanya seuatu arah dan tujuan yang luhur
(Aim Goal) yang secara dinamis memberikan makna dari dirinya.
Untuk menilai kinerja organisasi ini tentu saja diperlukan indikator-
indikator atau kriteria-kriteria untuk mengukurnya secara jelas. Tanpa indikator
dan kriteria yang jelas tidak akan ada arah yang dapat digunakan untuk
menentukan mana yang relatif lebih efektif diantara : alternatif alokasi sumber
daya yang berbeda; alternatif desain-desain organisasi yang berbeda; dan diantara
pilihan-pilihan pendistribusian tugas dan wewenang yang berbeda (Bryson,
4
2002). Sekarang permasalahannya adalah kriteria apa yang digunakan untuk
menilai organisasi.
Sebagai sebuah pedoman, dalam menilai kinerja organisasi harus
dikembalikan pada tujuan atau alasan dibentuknya suatu organisasi. Misalnya,
untuk sebuah organisasi privat/swasta yang bertujuan untuk menghasilkan
keuntungan dan barang yang dihasilkan, maka ukuran kinerjanya adalah seberapa
besar organisasi tersebut mampu memproduksi barang untuk menghasilkan
keuntungan bagi organisasi. Indikator yang masih bertalian dengan sebelumnya
adalah seberapa besar efficiency pemanfaatan input untuk meraih keuntungan itu
dan seberapa besar effectivity process yang dilakukan untuk meraih keuntungan
tersebut.
Kinerja Badan Lingkungan Hidup sudah memberikan Yang terbaik bagi
tata pengelolaan sampah kabupaten Wonosobo,dimana hasil kinerja yang di
lakukan oleh badan lingkungan hidup tetapi belum optimal dalam menangani
pelayanan terhadap masyarakat . Misalnya : pemisahan sampah dilakukan oleh
masyarakat karena Badan lingkumgan hidup hanya menerima sampah yang
sudah di pisah .
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Kinerja Organisasi Badan Lingkungan Hidup Di Kabupaten
Wonosobo?
5
1.3. Maksud & Tujuan Penelitian
Adapun maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Kinerja
Organisasi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo kaitannya dengan
sektor pertanian. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan penelitian
ini yaitu untuk mengetahui kinerja organisasi Badan Lingkungan Hidup di
Kabupaten Wonosobo
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian memiliki kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis.
Adapun kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Kegunaan bagi peneliti, dari hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
bagi peneliti untuk menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan di
bidang administrasi negara terutama mengenai Kinerja dari organisasi
pelayanan publik.
2. Kegunaan teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
informasi bagi perkembangan ilmu administrasi negara mengenai kinerja
dari organisasi.
3. Kegunaan praktis, yaitu diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat
sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya
Pemerintah daerah Kabupaten Subang.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
A. Konsep Kinerja
Di berbagai media masa istilah kinerja telah popular digunakan,
namun seyogianya definisi atau pengertian kinerja belum dicantumkan
dalam kamus besar Bahasa Indonesia, sehingga menyulitkan masyarakan
untuk mengetahuinya. Namun demikian, media masa Indonesia memberi
padanan kata dalam bahasa Inggris untuk istilah kinerja yaitu “performance”.
Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999).
Kinerja (performance) juga dapat didefinisikan sebagai tingkat
pencapaian hasil atau “degree of accomplishment” atau dengan kata lain,
kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi (Rue & Byars,
1981). Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting
karena digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam
mencapai misinya. Kinerja seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai
keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah
sesuai dengan perjanjian , mempunyai harapan (expectation) masa depan
lebih baik.
7
Suatu lembaga, baik lembaga pemerintah maupun lembaga yang
dinamakan perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui
sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang
(group or humanbeing) yang berperan aktif sebagai pelaku (actors) dalam
upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi bersangkutan. Tercapainya
tujuan lembaga atau perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para
pelaku yang terdapat pada organisasi lembaga tersebut.
Selanjutnya dapat dipahami bahwa kinerja aparat sangat
mempengaruhi kinerja organisasi di mana dia atau mereka berperan sebagai
pelaku. Sehubung dengan itu, kiranya seorang pemimpin selalu melakukan
hal-hal seperti diterangkan oleh S. Sloma dalam Prawirosentoro, sebagai
berikut :
1. Sets goals and performance criteria artinya menentukan tujuan
organisasi secara jelas dan ditentukan pula kriteria kinerjanya.
2. Provider incentives, so that subordinate want to reach goals and
meet performace criteria artinya pimpinan perusahaan selalu
menydiakan insentif (pendorong kerja) yang menarik, baik berupa
penghargaan dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lain , agar
para karyawan khususnya pegawai bersedia mencapai tujuan
organisasi melaui upaya mencapai kinerja sesuai dengan kinerja
yang ditetapkan.
3. Give regular objective feed back so that people know share they
stand in the work artinya pemimpin secara teratur menjelaskan
tentang umpan balik tujuan organisasi, sehingga setiap pegawai
mengetahui posisi perannya dalam perusahaan.
4. Uses techniques of participative whereby employees participate
when it is appropriate in decisions which affect them and their
work artinya gunakan cara manajemen partisipatif di mana para
pegawai diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tertentu di
mana mereka dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik.
5. Hold regularly, two way communicative meeting with
subordinates artinya dalam hal ini antara pimpinan dan pegawai
harus menjadi pendengar yang baik didasari niat yang baik demi
peningkatan kinerja organisasi.
Dalam instansi pemerintah, penilaian kinerja sangat berguna untuk
menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan, memotivasi paara
8
birokrat pelaksana, serta memonitor pemerintah agar lebih memperhatikan
kebutuhan masyarakat yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam
pelayanan publik. Oleh sebab itu, informasi mengenai kinerja tentu sangat
berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh
organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa.Dengan
melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki
kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis.Di samping itu,
dengan adanya informasi kinerja maka benchmarking dengan mudah bisa
dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa diciptakan.
Meskipun demikian, penilaian tersebut tidak selalu efektif mengingat
terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi publik, serta kinerja belum
dianggap sebagai suatu hal yang mendasar oleh pemerintah, di samping
kompleksitas indicator kinerja yang biasanya digunakan untuk mengukur
kinerja birokrasi public, birokrasi public memiliki stakeholders yang
banyak dan memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kesulitan lain dalam
menilai kinerja birokrasi publik muncul karena tujuan dan misi birokrasi
publik seringkali bukan hanya dalam kabur, tetapi juga bersifat
multidimensional sebagai akibat banyaknya kepentingan yang sering
berbenturan satu sama lain.
Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan
dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu
seperti efisien dan efektivitas,tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator
yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan, akuntabilitas dan
responsivitas. Dwiyanto (1995, 9) mengemukakan beberapa indikator yang
dapat digunakan dalam mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu :
9
1. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingka efisien, tetapi juga
efektifitas pelayanan. Produktifitas pada umumnya dipahami sebagai
rasio antara input dengan output. Pada tataran ini, konsep produktifitas
dirasa terlalu sempit sehingg General Accounting Office (GAO) mencoba
mengembangkan satu ukuran produktifitas yang lebih luas dengan
memasukan seberapa besar pelayanan public itu memiliki hasil yang
diharapkan sebagai salah satu indicator kinerja yang penting.
2. Kualitas layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam
menjelaskan kinerja organisasi public.Banyak pandangan negative
mengenai organisasi public muncul karena ketidakpuasan masyarakat
terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi public. Dengan
demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan
indicator kinerja organisasi public, sebab akses untuk mendapatkan
informasi mengenai kualitas relative sangat mudah dan murah.
3. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk menggali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta
mengembangkan program-program pelayanan public sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.Dalam konteks ini, responsivitas
mengacu pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan
dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.Responsivitas dimasukan
sebagai salah satu indicator kinerja karena responsivitas secara langsung
menggambarkan kemampuan organisasi public dalam menjalankan misi
10
dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.Responsivitas yang rendah ditunjukan dengan ketidak
selarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat yang secara
otomatis kinerja organisasi tersebut jelek.Hal tersebut jelas menunjukan
kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi.
4. Responsibilitas
menjelaskan apakah pelaksaan kegiatan organisasi public itu dilakukan
sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan
kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit (Lenvine,
1990). Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika
berbenturan dengan responsivitas Responsibilitas.
5. Akuntabilitas
Akuntabilitas public menujukan pada seberapa besar kebijakan dan
kegiatan organisasi public tunduk pada para pejabat politik yang dipilih
oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut dipilih
oleh rakyat, sehingga dengan sendirinyaakan selalu merepresentasikan
kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas public dapat
digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak.
Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal
yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti
pencapaian target, akan tetapi kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran
eksternal, seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau
11
kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang
berkembang dalam masyarakat.
Kumorotomo (1996) menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan
pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Efisiensi
Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan orgganisasi
pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan factor-faktor
produksi serta pertimbangan yang bersifat dari rasionalitas
ekonomis.Apabila ditetapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas,
solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat
relevan.
2. Efektivitas
Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut
tercapai ?Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai,
misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan.
3. Keadilan
Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang
diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik.Kriteria ini erat
kaitannya dengan konsep ketercakupan atau kepantasan.Keduanya
mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-
nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi.
4. Daya Tanggap
Organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara
atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh karena itu
12
organisasi secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.
Disamping ini, Salim dan Woodward (1992) melihat kinerja
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi, efisiensi, efektifitas dan
persamaan pelayanan. Dalam konteks ini, aspek ekonomi diartikan sebagai
strategi untuk menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin dalam
proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik. Efisiensi kinerja
pelayanan publik juga dilihat untuk menunjukan suatu kondisi tercapainya
perbandingan terbaik (proposional) antara input pelayanan dengan output
pelayanan. Demikian pula, aspek efektivitas kinerja pelayanan ialah untuk
melihat tercapainya pemenuhan tujuan atau target pelayanan yang telah
ditentukan. Prinsip keadilan dalam pemberian pelayanan publik juga dilihat
sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu bentuk pelayanan telah
memperhatikan aspek-aspek keadilan dan membuat publik memiliki akses
yang sama terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan.
Sementara itu, Zeithami, Parasuraman dan Berry (1990)
mengemukakan bahwa kinerja pelayanan publik yang baik dapat dilihat
melalui berbagai indicator yang sifatnya fisik. Penyelenggaraan pelayanan
publik yang baik dapat dilihat melalui aspek fisik pelayanan yang diberikan,
seperti tersedianya gedung pelayanan yang representative, fasilitas pelayanan
berupa televise, ruang tunggu yang nyaman, peralatan pendukung yang
memiliki teknologi canggih, seperti seragam dan aksesoris serta berbagai
fasilitas kantor pelayanan yang memudahkan akses pelayanan bagi
masyarakat.
13
Dalam konteks kinerja birokrasi pelayanan publik di Indonesia,
Pemerintah melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
(Menpan) Nomor 81 tahun 1995 telah memberikan berbagai rambu-rambu
pemberian pelayanan kepada birokrasi publik secara baik. Berbagai prinsip
pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai dengan sendi-sendi sebagai
berikut :
1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan
diselenggarakan secara mudah, lancer, cepat dan tidak berbelit-belit serta
dipahami dan dilaksanakan.
2. Kejelasan dan kepastian, menyangkut :
a. Prosedur/tata cara pelayanan umum.
b. Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administrative.
c. Unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan umum.
d. Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayarannya.
e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum.
f. Hak dan kewajiban baik dari pemberi maupun penerima pelayanan
umum berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan/
kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan pemprosesan
pelayanan umum.
g. Pejabat yang menerima keluhan pelanggan (masyarakat).
3. Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan umum dapat
memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan
kepastian hukum.
14
4. Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur/ tata cara, persyaratan, satuan
kerja/ pejabat penanggung jawab pemberi pelayan umum, waktu
penyelesaian dan rincian biaya/ tarif dan hal-hal yang berkaitan dengan
proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah
diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak
diminta.
5. Efiseinsi, meliputi :
a. Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang
berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan
tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan
produk pelayanan umum yang diberikan.
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan kelengkapan persyaratan,
dalam hal proses pelayanannya mempersyaratkan kelengkapan
persyaratan dari satuan kerja/ instansi pemerintah lain yang terkait.
6. Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan
secara wajar dengan memperhatikan :
a. Nilai barang atau jasa pelayanan umum dengan tidak menuntut
biaya yang tinggi diluar kewajaran.
b. Kondisi dan kemampuan pelanggan (masyarakat) untuk
membayar secara umum.
c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Keadilan yang merata dalam arti cakupan atau jangkauan pelayanan
umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata
dan diperlakukan secara adil.
15
8. Ketetapan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
B. Pengertian Kinerja
Ilyas (2001) mendefinisikan kinerja sebagai penampilan hasil karya
personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja
dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil.
Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku
jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran
personil di dalam organisasi. Menurut As’ad (2003) kinerja (job
performance) adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang
berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Menurut Darokah dalam Ilyas
(2001) kinerja adalah suatu catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan
kerja oleh seluruh aktivitas kerja dalam periode waktu tertentu. Kopelman
(1998) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kinerja
(Performance=P) adalah hasil interaksi antara motivasi (M) dan kemampuan
(Ability = A), yang dalam teori atribusi dirumuskan dengan P = f (M x A).
Dalam penelitian ini pengertian kinerja yang dipakai adalah definisi
kinerja menurut Ilyas (2001) yaitu penampilan hasil karya personil baik
kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi.
C. Teori Kinerja
Heider (1958) dan As’ad (2003) mengemukakan teori atribusi atau
Expectancy Theory bahwa kinerja merupakan hasil interaksi antara motivasi
dan ability, yang dirumuskan dengan formula sebagai berikut:
16
P(Performance) merupakan fungsi M(Motivation) dan A(Ability) yang dapat
ditulis sebagai rumus: P = f (M x A). Konsep diatas juga didukung oleh
Maier (1965), Lawler dan Porter (1967) dan Vroom (1964). Berdasarkan
teori diatas maka seseorang tenaga kesehatan yang rendah dalam salah satu
komponennya maka kinerjanya akan rendah pula, dengan demikian dapat
pula diartikan bahwa tenaga kesehatan yang kinerjanya rendah, maka hal
tersebut dapat merupakan hasil dari motivasinya yang rendah atau
kemampuannya yang kurang atau kedua-duanya yaitu motivasi dan
kemampuannya yang rendah.
Vroom (1964) dan As’ad (2003) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya
motivasi seserang ditentukan oleh interaksi perkalian dari tiga komponen,
yaitu Valence (nilai-nilai), Instrumentality (alat) dan Expectancy (harapan)
jadi M = f (V x I x E).
Muchlas (1997) dan Wulandari (2004) menjelaskan bahwa meskipun
seseorang mempunyai kemampuan dan kemauan, tapi mungkin saja ada
penghalang yang bisa menghambat prestasinya. Jadi seseorang yang
menunjukan kinerja yang tidak baik, maka harus dilihat lingkungan luarnya
apakah sudah cukup membantu, seperti apakah memiliki kelengkapan
peralatan dan bahan, kondisi kerja yang favorable, teman kerja yang
membantu, peraturan yang mendukung dan prosedur kerja dengan alokasi
waktu yang cukup. Jika semua tidak ada maka jangan diharapkan muncul
suatu prestasi kerja yang minimal sekalipun.
17
D. Pengukuran Kinerja
As’ad (2003) mengatakan bahwa untuk mengukur job performance,
masalah yang paling penting adalah menetapkan kriterianya. Menurut Jessup
& Jessup (1975) dalam As‟ad (2003), yang pertama diperlukan dalam hal ini
adalah ukuran mengenai sukses, dan bagian-bagian mana yang dianggap
penting sekali dalam suatu pekerjaan. Usaha untuk menentukan ukuran
tentang sukses ini amatlah sulit, karena seringkali pekerjaan itu begitu
komplek sehingga sulit ada ukuran output yang pasti. Hal seperti ini terutama
terdapat pada jabatan-jabatan yang bersifat administratif.
Bellows (1961) dan As‟ad (2003) menyebutkan bahwa syarat kriteria
kinerja yang baik ialah apabila lebih reliabel, realistis, representatif dan bisa
predictable. Sedangkan Maier (1965) dan As‟ad (2003) mengatakan bahwa
yang umum dianggap sebagai kriteria kinerja antara lain ialah: kualitas,
kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi, dan
keselamatan dalam menjalankan tugas pekerjaan. Dikatakan selanjutnya
bahwa dimensi mana yang penting adalah berbeda antara pekerjaan yang satu
dengan lainnya.
Jika kriteria kinerja pekerjaan sudah ditetapkan, maka langkah
berikutnya dalam mengukur performance adalah mengumpulkan informasi
yang berhubung-an dengan hal-hal tersebut dari seseorang selama periode
tertentu. Dengan membandingkan hasil ini terhadap standart yang dibuat
untuk periode waktu yang bersangkutan, akan didapatkan level of
performance seseorang.
18
E. Faktor yang mempengaruhi Kinerja.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja
personel, dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Gibsons
(1996) menyatakan bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi
perilaku kerja dan kinerja yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan
variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi
perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Perilaku
yang berpengaruh terhadap kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas
pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau
tugas.
Variabel individu menurut Gibson (1996) dikelompokan pada sub
variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografis. Sub
variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis,
mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Variabel
psikologis terdiri dari sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi. Variabel ini menurut Gibson, banyak dipengaruhi oleh keluarga,
tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan
hal yang komplek dan sulit diukur. Gibson (1996) juga menyatakan sukar
dicapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang
individu masuk dan bergabung dalam organi-sasi kerja pada usia, etnis, latar
belakang, budaya dan ketrampilan yang berbeda satu dengan lainnya. Varibel
organisasi, menurut Gibson (1996) mempunyai efek tidak langsung terhadap
19
perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-
variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan disain pekerjaan.
Kopelman (1998) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah: karakteristik individu, karakteristik organisasi dan karakteristik
pekerjaan, lebih lanjut Kopelman menjelaskan bahwa kinerja selain
dipengaruhi oleh faktor diatas juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Menurut Kopelman karakteristik individu terdiri dari: kemampuan,
pengetahuan, ketrampilan, motivasi, norma, dan nilai, sedang karakteristik
individu yang lain seperti kepribadian, umur dan jenis kelamin, tingkat
pendidikan, suku bangsa, keadaan sosial ekonomi, pengalaman terhadap
keadaan yang lalu, akan menentukan perilaku kerja dan produktivitas kerja,
baik individu maupun organisasi. Karakteristik organisasi terdiri dari: sistem
imbalan, seleksi dan pelatihan, struktur organisasi, visi dan misi organisasi
serta kepemimpinan; sedangkan karakteristik pekerjaan terdiri dari: deskripsi
pekerjaan, disain pekerjaan dan jadwal kerja.
Ilyas (2001) lebih lanjut menjelaskan bahwa teori yang dikembangkan
oleh Gibson dan Kopelman berdasarkan penelitian dan pengalaman yang
mereka temukan pada sampel dan komunitas masyarakat negara maju seperti
Amerika Serikat. Pada teori yang mereka sampaikan tidak tampak peran
variabel supervisi dan kontrol dalam hubungannya dengan kinerja. Hal ini
dimungkinkan kedua variabel tersebut tidak berperan secara bermakna bagi
masyarakat maju seperti Amerika Serikat, artinya budaya kerja pekerja
Amerika sudah dalam kondisi tidak membutuhkan kontrol dan supervisi yang
ketat dari organisasi dan atasan mereka, tingkat kinerja mereka sudah pada
tingkatan yang optimum. Dengan kata lain setiap pekerja melaksanakan fungsi
20
dan tanggung jawabnya dengan pengawasan yang melekat pada setiap pekerja
telah berjalan dengan baik. Pada negara berkembang seperti Indonesia,
variabel supervisi dan kontrol masih sangat penting pengaruhnya dengan
kinerja individu. Menurut penelitian Ilyas (2001) dengan topik: Determinan
Kinerja Dokter PTT, ditemukan bahwa supervisi atasan mempunyai hubungan
yang bermakna dengan kinerja dokter PTT.
Hall TL dan Meija (1987) dan Ilyas (2001) menyebutkan bahwa faktor
yang mempengaruhi kinerja adalah faktor internal individu yang terdiri dari:
(1).Karakteristik individu seperti umur, pendapatan, status perkawinan,
pengalaman kerja dan masa kerja.
(2).Sikap terhadap tugas yang terdiri persepsi, pengetahuan, motivasi,
tanggung-jawab dan kebutuhan terhadap imbalan, sedang faktor
eksternal meliputi sosial ekonomi, demografi, geografi, lingkungan
kerja, aseptabilitas, aksesabilitas, beban kerja dan organisasi yang
terdiri pembinaan, pengawasan, koordinasi, dan fasilitas.
Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002:15) memberikan
pengertian atau kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the
record of outcomes produced on a specified job function or activity during
time period. Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang
diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama
kurun waktu tertentu.
Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari
pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja
kefektifan kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja
adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi.
Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku
jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran
personil di dalam organisasi.
21
Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak
(2005:1) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas
pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian
hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja
adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan
kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil
kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita
mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan
pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja
organisasi, kinerja unit, dan kinerja pegawai.
Dessler (2000:87) berpendapat : Kinerja (prestasi kerja) karyawan
adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang
diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi
standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan
sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu
dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja
dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja
mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan
demikian bahwa kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil
yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan
(individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance)
atau kinrja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang
22
erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance)
baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance)
juga baik.
F. Syarat Penilaian Kinerja
Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna
melakukan penilaian kinerja yang efektif, yaitu
(1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif.
(2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi (Gomes, 2003).
Sedangkan dari sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Sondang
Siagian (2002) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan
sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan,
kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk
menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan
bagi organisasi, hasil penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya
dengan pengambilan keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi
kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program
pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek
lain dalam proses manajemen sumber daya manusia.
Berdasarkan kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus
dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan
secara rasional serta diterapkan secara objektif serta didokumentasikan
secara sistematik.Dengan demikian, dalam melalukan penilaian atas prestasi
kerja para pegawai harus terdapat interaksi positif dan kontinu antara para
pejabat pimpinan dan bagian kepegawaian
23
G. Metode Penilaian Kinerja
Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja,
sebagaimana diungkapkan oleh Gomes (2003:137-145), yaitu :
1. Metode Tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling
sederhana untuk menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak
sistematis maupun sistematis. Yang termasuk kedalam metode
tradisional adalah : rating scale, employee comparation, check list,
free form essay, dan critical incident.
(a) Rating scale.
Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan
banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan
atau supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya
mengenai inisitaif, ketergantungan, kematangan, dan
kontribusinya terhadap tujuan kerjanya.
(b) Employee comparation.
Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan
dengan cara membandingkan antara seorang pegawai dengan
pegawai lainnya. Metode ini terdiri dari :
(1) Alternation ranking : yaitu metode penilaian dengan cara
mengurutkan peringkat (ranking) pegawai dimulai dari yang
terendah sampai yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya.
(2) Paired comparation : yaitu metode penilaian dengan cara
seorang pegawai dibandingkan dengan seluruh pegawai
lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif keputusan yang
akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah
pegawai yang relatif sedikit.
(3) Porced comparation (grading) : metode ini sama dengan
paired comparation, tetapi digunakan untuk jumlah pegawai
yang relative banyak.
(c) Check list.
Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian
yang dilakukan oleh bagian personalia.
(d) Freeform essay.
Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan
yang berkenaan dengan orang/karyawan/pegawai yang sedang
dinilainya.
(e) Critical incident
Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian
mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian
dimasukan kedalam buku catatan khusus yang terdiri dari
berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya
mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan.
2. Metode Modern.
Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional
dalam menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode modern
24
ini adalah : assesment centre, Management By Objective
(MBO=MBS), dan human asset accounting.
Assessment centre.
Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai
khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun
kombinasi dari luar dan dari dalam.
Management by objective (MBO = MBS).
Dalam metode ini pegawai langsung diikutsertakan dalam
perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan
kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-
masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan.
Human asset accounting.
Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai individu modal
jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara
membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat
mempengaruhi keberhasilan perusahaan.
2.2. Kerangka Pemikiran
Kinerja merupakan kegiatan yang paling lazim dinilai dalam suatu
organisasi, yakni bagaimana suatu organisasi melakukan segala sesuatu yang
berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan, atau peranan dalam organisasi.
Kinerja bisa juga dikatakan sebagai sebuah hasil (output) dari suatu proses
tertentu yang dilakukan oleh seluruh komponen organisasi terhadap sumber-
sumber tertentu yang digunakan (input). Kinerja juga merupakan hasil dari
serangkaian proses kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu di
suatu organisasi atau instansi. Bagi suatu organisasi atau instansi, kinerja
merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen
organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Kinerja merupakan suatu kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau
tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Agus Dwiyanto,
kinerja organisasi adalah suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat
25
digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya
(Dwiyanto, 2006:47).
Berdasarkan pendapat diatas kinerja organisasi adalah tingkatan sejauh
mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Setiap organisasi atau instansi dalam melaksanakan
program atau kebijakan yang diarahkan selalu berdaya guna untuk mencapai
tujuan pemerintahan yang baik. Salah satu cara agar berdaya guna adalah
meningkatkan kinerja organisasi. Organisasi pemerintahan menggunakan alat
untuk mengukur kinerja birokrasi publik, indikator yang digunakan menurut
Dwiyanto dalam bukunya yang berjudul Reformasi Birokrasi Publik, yaitu :
1. Produktifitas
2. Kualitas Layanan
3. Responsivitas
4. Responsibilitas
5. Akuntabilitas.
(Dwiyanto, 2008)
Model kinerja menurut Dwiyanto di atas terdapat lima faktor yang
mempengaruhi kinerja, yaitu produktifitas, kualitas layanan, responsivitas,
responsibilitas, dan akuntabilitas.
Pertama, produktivitas yaitu rasio antara input dan output dimana suatu
proses produksi dalam periode tertentu. Semakin baik hasil kerja yang dicapai
oleh suatu organisasi atau instansi dalam suatu proses kinerja, maka terjadinya
kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula jika semakin
buruk hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi atau instansi, maka terjadinya
kesalahan-kesalahan akan sangat besar untuk terjadi.
Kedua, kualitas layanan yaitu pemberian informasi dan kualitas sumber
daya manusia yang relatif rendah. Kepastian dalam pemberian pelayanan yang
26
dibutuhkan oleh masyarakat merupakan suatu hal yang penting untuk melihat
kinerja suatu organisasi atau instansi dalam penggunaan sistem informasi
sehingga kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan terpuaskan.
Ketiga, responsivitas yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta
mengembangkan program-program pelayanan.
Keempat, responsibilitas yaitu kegiatan pelaksanaan yang dilakukan
sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi pelayanan yang baik dalam
menggunakan sistem layanan. Responsibilitas pelayanan publik dijabarkan
menjadi beberapa yang diantaranya adalah infrastruktur pelayanan dan aktivitas
administrasi pelayanan.
Kelima, akuntabilitas yaitu suatu ukuran yang menunjukan seberapa besar
tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau
norma eksternal yang ada di masyarakat. Jika penyelenggaraan pelayanan publik
diukur dengan nilai-nilai yang baik, maka kemungkinan besar mereka akan
menggunakan sistem layanan secara bersungguh-sungguh seperti tujuan yang
diharapkannya. Sebaliknya jika penyelenggaraan pelayanan publik tidak diukur
dengan nilai-nilai yang baik dalam menggunakan sistem layanan, maka proses
kinerja dalam pelayanan publik akan mengalami kesulitan.
Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan faktor kunci guna
mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya
kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi. Penilaian kinerja organisasi sangat bermanfaat bagi dinamika
pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka
27
dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja di suatu organisasi
atau instansi.
Sejalan dengan hal tersebut pengertian organisasi menurut Ernie dan
Kurniawan, organisasi ialah sekumpulan orang atau kelompok yang memiliki
tujuan tertentu dan berupaya untuk mewujudkan tujuannya tersebut melalui
kerjasama (Ernie&Kurniawan, 2004). Dengan demikian organisasi merupakan
sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai
tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumberdaya yang dimiliki.
Badan lingkungan hidup Kabupaten Wonosobo merupakan organisasi
yang dibentuk untuk melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
daerah yang bersifat spesifik dalam urusan pemerintahan di bidang pencemaran
lingkungan hidup, pengendalian kerusakan hutan, konservasi sumber daya alam
serta peningkatan teknologi lingkungan hidup.
Sektor Pertanian memiliki kaitan yang erat dengan tugas Badan
Lingkungan hidup dimana Badan Lingkungan Hidup memiliki Visi untuk
mewujudkan lembaga yang tanggap terhadap kelestarian lingkungan.
Berdasarkan visi tersebut maka dalam misi Badan Lingkungan Hidup yaitu:
1. Meningkatkan upaya pencegahan bencana, dan pemulihan kerusakan
lingkungan , pelestarian keanekaragaman hayati serta penanganan
pencemaran lingkungan pada UMKM dan industri menengah.
2 . Melibatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian dan perbaikan
lingkungan hidup.
3. Mengembangkan penerapan teknologi tepat guna untuk
penanggulangan kerusakan dan pencegahan pencemaran.
4. Meningkatkan kapasitas aparatur pengelola lingkungan yang
profesional dan responsif serta meningkatkan penyebarluasan data dan
informasi lingkungan hidup.
Keberhasilan sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo bergantung dari
kinerja Badan Lingkungan Hidup. Dengan kinerja yang baik maka dapat
28
mewujudkan kondisi lingkungan yang kondusif untuk kegiatan pertanian yang
seterunya bermuara terhadap peningkatan kesejahteraan para pelaku usaha di
bidang pertanian dan peningkatan pendapatan pada restribusi daerah Kabupaten
Wonosobo.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka definisi operasional dalam
penelitian ini adalah:
1. Kinerja Organisasi adalah suatu tingkat pencapaian yang digunakan sebagai
ukuran hasil kerja Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo dalam
mencapai tujuan organiasasi, khususnya pada sektor pertanian.
2. Badan Lingkungan Hidup adalah merupakan organisasi yang bertugas dalam
memberikan pelayanan di bidang lingkungan hidup
3. Kinerja Badan Lingkungan Hidup dapat diukur dari suatu keberhasilan
pelayanan bidang lingkungan hidup dengan indikator sebagai berikut:
1) Produktivitas
a. Tingkat Pemahaman Aparatur
b. Jumlah permasalahan yang berhasil di selesaikan
c. Tingkat Kepuasan masyarakat
d. Tenggang waktu penyelesaian pekerjaan
2) Kualitas layanan
a. Output pelayanan
b. Spontanitas dalam menghadapi permasalahan dan melayani masyarakat
c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan
3) Responsivitas
a. Keterkaitan antara program dengan kebutuhan
b. Daya tanggap aparat dalam menyelesaikan keluhan pengguna jasa
29
c. Ketersediaan kesempatan dan wadah bagi masyarakat menyampaikan
saran dan keluhan
4) Responsibilitas
a. infrastruktur pelayanan
b. aktivitas pelayanan
5) Akuntabilitas
Berdasarkan pemaparan diatas, maka kerangka pemikiran ini dapat
digambarkan dalam bentuk gambar sebagai berikut :
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran
Kinerja Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Wonosobo
1. Produktivitas
2. Kualitas Layanan
3. Responsivitas
4. Responsibilitas
5. Akuntabilitas
Kinerja Organisasi Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten
Wonosobo Optimal
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. untuk menggambarkan atau menjelaskan
suatu hal yang kemudian diklasifikasikan sehingga dapat diambil satu
kesimpulan. Kesimpulan tersebut dapat lebih mempermudah dalam melakukan
penelitian dan pengamatan, dengan begitu dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode penelitian deskriptif.
Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam memilih suatu
kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nasir). Metode ini bertujuan
untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang
tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antar dua gejala atau
lebih. Penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yaitu:
“Memandang objek sebagai sesuatu yang dinamis, hasil konstruksi
pemikiran, dan utuh (holistic) karena setiap aspek dari objek itu memiliki
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.Suatu realitas atau objek tidak
dapat dilihat secara parsial dan dipecah dalam beberapa variable”
(Sugiyono, 2005).
Berdasarkan pengertian di atas, maka penelitian ini adalah penelitian yang
diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian
secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi serta menganalisa
kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh. Oleh karena itu, dalam rangka
mendapatkan data lapangan, peneliti harus terjun langsung ke lapangan agar
dapat mengamati secara langsung masyarakat yang diteliti. Selanjutnya, dalam
31
kaitan penelitian ini, berarti peneliti berusaha untuk memberikan penjelasan
tentang badan lingkungan hidup kaitannya dengan sektor pertanian di kabupaten
Wonosobo
A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kantor Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Wonosobo, yang beralamat di Jl. Jend A Yani 84A Wonosobo, berdasarkan
pertimbangan Subtema yang di arahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup
kaitannya dengan bidang sektor pertanian.
B. Fokus Penelitian
Yang menjadi fokus dalam penelitian Ristek ini adalah kinerja Badan
Lingkungan Hidup dikaitkan dengan sektor pertanian yang ada di Kabupaten
Wonosobo .
C. Pemilihan Informan
Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive (pengambilan informan berdasarkan tujuan). Teknik
penentuan informan ini adalah siapa yang akan diambil sebagai anggota
informan diserahkan pada pertimbangan pengumpul data yang sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian, penentuan informan sebagai sumber data
berdasarkan pertimbangan tertentu. Teknik tersebut disebut teknik purposive,
yaitu:
“Teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu. Pertimbangan tertentu dapat diartikan bahwa informan yang
kita pilih dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau
32
mungkin sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti” (Sugiyono, 2005).
Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi
dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak
dikenal adanya populasi atau sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin
dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja melalui teknik pemilihan
informan. Subjek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan
memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.
Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan yang berkaitan
dengan Kinerja Badan Lingkungan Hidup. Informan yang berkaitan dengan
Badan Lingkungan Hidup yaitu terdiri dari aparatur Badan Lingkungan Hidup,
adapun informan dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo terdiri
dari:
a. Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo sebagai
orang yang bertanggung jawab dan Mengetahui tentang kinerja dan
kebijakan dalam bidang Lingkungan Hidup;
b. Sekretaris yang bertanggung jawab terhadap kinerja bidang tata usaha
di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo;
c. Para Kepala Bidang di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Wonosobo yang bertanggungjawab dan mengetahui persoalan pada
tiap bidang masing-masing;
d. Staff-staff Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo sebagai
pelaksana dalam kebijakan Badan Lingkungan Hidup utamanya yang
berkaitan dan bersentuhan dengan sektor pertanian.
Penentuan informan untuk narasumber berikutnya adalah masyarakat
yang merasakan pelayanan ataupun kinerja dari Badan Lingkuan Hidup
Kabupaten Wonosobo. Peneliti menggunakan accidental yaitu :
“Teknik penelitian sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja
yang secara kebetulan atau incidental bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu
cocok sebagai sumber data “ (Sugiyono, 2007).
33
Informan yang menjadi narasumber yang berkaitan dengan Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo kaitannya dengan aspek Pertanian
adalah:
1. Masyarakat di Kabupaten Wonosobo.
2. Petani yang ada di Kabupaten Wonosobo.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua metode pengumpulan
data:
1. Pengumpulan Data Primer
Adalah metode pengumpulan data yang diperoleh langsung ke lokasi
penelitian, untuk mencari data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah
yang diteliti. Data primer tersebur dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Metode Observasi atau pengamatan adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
melalui pengamatan dan penginderaan
b. Metode Wawancara atau interview adalah teknik memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Dalam
hal ini, peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo beserta jajaran.
2. Pengumpulan Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder
untuk mendukung data primer. Penulis menggunakan cara untuk
memperoleh data sekunder sebagai berikut:
a. Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh
melalui buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang
berkaitan dengan penelitian.
b. Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan- catatan yang
ada dalam lokasi penelitian serta sumber- sumber lain yang
relevan dengan masalah penelitian.
34
E. Analisis Data
Teknik analisis data yang sesuai dengan penelitian ini adalah analisis
deskriptif, yaitu suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan atau pengujian
yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka menentukan bagian-bagian
hubungan diantara bagian dalam keseluruhan.
Terdapat unsur utama dalam proses analisis data pada penelitian
kualitatif dimana terbagi menjadi:
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah bagian dari proses analisis untuk mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting,
dan mengatur data sehingga dapat dibuat kesimpulan.
2. Sajian Data
Sajian data adalah susunan informasi yang memungkinkan dapat
ditariknya suatu kesimpulan. Sajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan
sejenisnya, namun yang sering digunakan untuk penyajian data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif,
karena akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan
merencanakan sesuatu selanjutnya.
3. Penarikan Kesimpulan
Pada penelitian kualitatif tidak akan ditarik kecuali setelah diproses
pengumpulan data berakhir. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum
ada.Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih belum pasti sehingga setelah diteliti menjadi
jelas berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
Kesimpulan yang dibuat perlu diverifikasi dengan cara melihat dan
mempertayakannya kembali. Sambil meninjau secara sepintas pada
catatan lapangan untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat
( Sugiyono, 2005).
Berdasarkan hal di atas maka teknik analisis data merupakan proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri ataupun orang lain.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Wonosobo
A. Gambaran Umum Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo
Lingkungan Hidup Adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1, UU Nomor 32
Tahun 2009).
Visi dan Misi Badan Lingkungan Hidup
A. VISI
Mewujudkan lembaga yang tanggap terhadap kelestarian lingkungan
B. MISI
1. Meningkatkan upaya pencegahan bencana dan pemulihan
kerusakan lingkungan, pelestarian keanekaragaman hayati serta
penanganan pencemaran lingkungn pada UMK dan industri
menengah.
2. Melibatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian dan
perbaikan lingkungan hidup.
3. Mengembangkan penerapan teknologi tepat guna untuk
penanggulangan kerusakan dan pencegahan pencemaran.
36
4. Meningkatkan kapasitas aparatur pengelola lingkungan yang
profesional dan responsif serta meningkatkan penyebarluasan
data dan informasi lingkungan hidup .
1. Kondisi Wilayah
Kabupaten Wonosobo merupakan daerah pegunungan
dengan ketinggian lokasi antara 250 m hingga 2.250 m diatas
permukaan laut termasuk dalam jenis pegunungan muda dengan
lembah yang curam. Secara geografis Kabupaten Wonosobo
memiliki luas 98.448 ha (984,68 Km2) terletak dibebatuan
prakwaker. Keadaan demikian sering menyebabkan timbul bencana
alam terutama dimusim penghujan seperti tanah longsor (land
slide), gerakan tanah runtuh dan gerakan merayap. Kondisi
Wonosobo yang subur sangat mendukung untuk pengembangan
pertanian sebagai mata pencaharian utama masyarakat Wonosobo.
Pada sektor pertanian ini memiliki komoditas antara lain
Padi, Teh, Tembakau, kopi dan berbagai jenis sayuran serta
tanaman hortikultura lainnya. Wonosobo yang memiliki suhu udara
antara 14,3 - 26,5 °C sangat cocok untuk pengembangan budidaya
jamur, carica pepaya, asparagus dan beberapa jenis kayu sebagai
komoditi ekspor non migas serta beberapa jenis tanaman khas
Wonosobo seperti seperti Purwaceng, Gondorukem dan Kayu
putih.
37
Kabupaten Wonosobo mempunyai potensi di bidang
pertanian,salah satunya yaitu kentang. Kentang tumbuh sebagian
besar di dataran tinggi saja, meliputi Kecamatan Kejajar, Garung
dan Kertek. Sentra kentang terdapat di Kecamatan Kejajar, dengan
produksi 47.711 ton/tahun.Produksi kentang Kabupaten Wonosobo
selama 10 (sepuluh) tahun terakhir rata-rata mencapai 49.481
ton/tahun, dengan luas lahan yang dimanfaatkan untuk tanaman
kentang adalah 3.013 ha. Pemasarannya Daerah sendiri dan daerah
lain juga Memiliki potensi untuk ekspor karena memiliki kentang
kualitas unggulan.
Selain kentang juga ada ubi kayu yang tumbuh dengan baik
di 14 kecamatan di wilayah Kabupaten Wonosobo. Sentra produksi
ubi kayu di Kecamatan Kaliwiro, Wadaslintang, Garung,
Sukoharjo, Watumalang dan Mojotengah. Dengan luas panen rata-
rata 5 tahun terakhir 6.828 Ha tersebar di 12 bulan sepanjang
tahun. Produktivitas mencapai 19,79 ton/Ha sehingga total
produksi rata-rata 135.099 ton. Potensi peningkatan produksi masih
sangat terbuka, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Dengan peningkatan intensifikasi diharapkan dapat terjadi
peningkatan produktivitas menjadi 40 -50 ton/Ha.
Melalui ekstensifikasi dimanfaatkan lahan-lahan potensial
diharapkan luas panen dapat meningkat menjadi 10.000 - 12.500
Ha/tahun. Sehingga dihasilkan produksi antara 400.000-625.000
38
ton/Ha.Pemasarannya Daerah sendiri dan lain, Varietas yang
banyak dikembangkan adalah varietas unggul nasional yang sudah
ditanam turun-menurun seperti plengka, klanteng, hijau, jawa,
bogor, mentega dan lain-lain. Sistem pertanaman adalah tumpang
sari dan monokultur.
Orang yang pernah mengenal atau berkunjung ke
Wonosobo akan teringat kepada batik talunombo, mie ongklok dan
dataran tinggi Dieng dengan carica dan kacang diengnya, selain hal
tersebut masih ada yang lebih menarik lagi yaitu sebuah
perkebunan teh yang dikenal sebagai kawasan Agrowisata Tambi.
Kawasan Agrowisata Tambi merupakan pilihan yang menarik bagi
pecinta alam pegunungan terutama yang ingin melepaskan diri dari
hirukpikuknya suasa perkotaan sekaligus merasakan sejuknya
udara pegunungan sehingga tidak berlebihan jiwa kegiatan
outbound sangat tepat dilakukan di kawasan ini.
Letak Wonosobo yang strategis dengan sebagian besar
daerahnya adalah pegunungan menjadi beberapa sungai, seperti
Sungai Serayu, Sungai Bogowonto, Kali Putih, Kali Semagung dan
Luk Ulo. Sungai serayu yang menambah debit air di Telaga Menjer
telah dimanfaatkan airnya untuk membangkitkan listrik tenaga air.
Tidak kalah penting daerah ini juga memiliki banyak potensi wisata
seperti Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) dengan panas
buminya yang telah dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik
39
Tenaga Uap (PLTU), kawah dan panorama yang indah lainnya.
Selain itu terdapat juga candi-candi peninggalan Kerajaan Mataram
Hindu dan beberapa situs sejarah lainnya. Semuanya itu adalah
sebagai daya tarik utama bagi wisatawan manca negara maupun
wisatawan nusantara untuk berkunjung ke Wonosobo
2. Letak
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, terletak antara 7°.11'.20"
sampai 7°.36'.24" garis lintang selatan (LS), serta 109°.44'.08"
sampai 110°.04'.32" garis bujur timur (BT), Kabupaten Wonosobo
berjarak 120 Km dari Ibu Kota Jawa Tengah (Semarang) dan 520
Km dari Ibu Kota Negara (Jakarta) berada pada rentang 250 dpl -
2.250 dpl dengan dominasi pada rentang 500 dpl - 1.000 dpl
sebesar 50% (persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri dataran
tinggi sebagai wilayah Kabupaten Wonosobo dengan posisi spasial
berada di tengah-tengah Pulau Jawa dan berada di antara jalupantai
utara dan jalur pantai Selatan. Jaringan Jalan Nasional ruas jalan
Buntu - Pringsurat memberi akses dari dan menuju dua jalur
strategis nasional.
40
Gambar 4.1
Peta Wilayah Kabupaten Wonosobo
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kab. Wonosobo Tahun 2012
3. Batas
Secara administratif Wonosobo berbatasan langsung dengan
enam Kabupaten yaitu:
Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara,
Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang;
41
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan
Kabupaten Magelang;
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan
Kabupaten Kebumen;
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan
Kabupaten Kebumen.
4. Luas Wilayah
Luas Wilayah Kabupaten Wonosobo adalah 98.468 hektar
atau 984,68 km2 ,atau 3.03 % (Persen) dari luas jawa tengah,
dengan komposisi tata guna lahan atatanah sawah mencakup
18.909,72 ha (18,99 %), tankering seluas 55.140,80 ha (55,99 %),
hutan negara 18.909,72 ha (19,18 %), perkebunan negara/swasta
seluas 2.764,51 ha (2,80 %) dan lainnya seluas 2.968,07 ha (3,01
%).
Secara administratif terbagi dalam 15 Kecamatan, 236
Desa dan 29 Kelurahan. Adapun ke 15 kecamatan tersebut yaitu :
(1) Kecamatan Wonosobo
(2) Kecamatan Kalikajar
(3) Kecamatan Sapuran
(4) Kecamatan Kepil
(5) Kecamatan Kertek
(6) Kecamatan Kaliwiro
(7) Kecamatan Wadaslintang
42
(8) Kecamatan Leksono
(9) Kecamatan Kalibawang
(10) Kecamatan Selomerto
(11) Kecamatan Garung
(12) Kecamatan Kejajar
(13) Kecamatan Watumalang
(14) Kecamatan Mojotengah
(15) Kecamatan Sukoharjo.
4.2. Data Fokus Penelitian
Yang menjadi fokus dalam penelitian Ristek ini adalah kinerja Badan
Lingkungan Hidup dikaitkan dengan sektor pertanian yang ada di Kabupaten
Wonosobo .Dimana limbah/sampah ditampung di bank sampah sehingga
sangat bermanfaat bagi masyarakat juga menjadikan daerah tersebut
mendapatkan penghargaan adipura.
4.3. Pembahasan
Usaha untuk mengukur kinerja organisasi telah banyak dilakukan pada
saat ini yang dilandasi keingintahuan tentang pandangan orang terhadap
kinerja suatu organisasi, metode yang tepat dalam menentukan kinerja
organisasi yang menyatakan keberhasilan sistem dalam mencapai tujuan.
Produktivitas sistem merupakan perbandingan antara keluaran dan masukan
43
yang mengukur kemampuan sistem dalam menghasilkan keluaran dengan
masukan tertentu.
Untuk mengukur tingkat keberhasilan mencapai sasaran tersebut,
maka indikator yang dipakai adalah produktivitas. Jadi dengan demikian,
kinerja organisasi dapat diukur berdasarkan tingkat pencapaian hasil kerja
berdasarkan sasaran yang ditetapkan sebelumnya. Demikian pula mengukur
tentang hasil kerja organisasi bukan hanya hasil kerja yang secara output
diberikan kepada lingkungan eksternalnya yaitu masyarakat atau
pelanggannya, tetapi hasil kerja dapat pula diberikan kepada pelanggan
internalnya, yaitu pegawai yang berfungsi mengelola organisasi guna
mencapai tujuannya.
Dengan demikian konsep tentang kinerja organisasi sangat luas ruang
lingkupnya; bukan hanya kinerja yang dihasilkan untuk lingkungannya
eksternalnya, tetapi kinerja dapat pula diperuntukkan bagi sasaran internal
organisasi. Oleh karena itu pendekatan untuk mengukur kinerja suatu
organisasi sangat tergantung susut pandang yang digunakan; dapat berupa
kinerja pada sisi Input kinerja pada sisi proses atau kinerja pada sisi output.
Masing-masing pendekatan ini memiliki indikator yang berbeda.
Hasil analisis wawancara dengan pegawai dan masyarakat yang di
kaitkan dengan teori Dwiyanto :
1. Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingka
efisien, tetapi juga efektifitas pelayanan. Produktifitas pada
umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output.
Pada tataran ini, konsep produktifitas dirasa terlalu sempit
sehingg General Accounting Office (GAO) mencoba
44
mengembangkan satu ukuran produktifitas yang lebih luas dengan
memasukan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil
yang diharapkan sebagai salah satu indicator kinerja yang penting.
Penulis menyatakan tentang dimensi produktivitas kepada
seorang informan yaitu pegawai dinas BLH menyatakan :
Bahwa kinerja aparatur terhadap masyarakat, banyak
masyarakat yang tidak puas karena banyak ke inginan masyarakat
yang tidak ter penuhi . misalnya pemilihan sampah di lakukan
langsung oleh masyarakatnya .
Dari hasil penelitian yang penulis peroleh tentang dimensi
produktivitas seorang informan menyatakan hal serupa yaitu :
Ketidak puasnya kami sebagai masyarakat terhadap badan
lingkungan hidup yang hanya menerima sampah yang sudah di
pisah diantaranya sampah organik dan an organik,
2. Kualitas layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin
penting dalam menjelaskan kinerja organisasi public.Banyak
pandangan negative mengenai organisasi public muncul karena
ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima
dari organisasi public. Dengan demikian, kepuasan masyarakat
terhadap layanan dapat dijadikan indicator kinerja organisasi
public, sebab akses untuk mendapatkan informasi mengenai
kualitas relative sangat mudah dan murah.
Menurut pegawai kualitas layanan yang diberikan kepada
masyarakat sudah memberikan pelayanan yang maksimal.
Menurut masyarakat dan penulis kualitas layanan yang
diberikan oleh badan lingkungan hidup sudah cukup baik terhadap
masyarakat dan bersikap sopan,ramah terhadap pelayanan yang di
berikan.
3. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk
menggali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas
pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan
public sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.Dalam
konteks ini, responsivitas mengacu pada keselarasan antara
program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat.Responsivitas dimasukan sebagai salah satu indicator
kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan
kemampuan organisasi public dalam menjalankan misi dan
tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.Responsivitas yang rendah ditunjukan dengan ketidak
selarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat yang
secara otomatis kinerja organisasi tersebut jelek.Hal tersebut jelas
menunjukan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan
tujuan organisasi.
45
Dari segi responsivitas keselarasan antara program dan
kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat
sesuai dengan kempuan organisasi dalam menjalankan misi dan
tujuan nya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
4. Responsibilitas
menjelaskan apakah pelaksaan kegiatan organisasi public
itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit
maupun implisit (Lenvine, 1990). Oleh sebab itu, responsibilitas
bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas
Responsibilitas.
Pelaksanaan kegiatan kinerja organisasi badan lingkungan
hidup sudah sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi .
5. Akuntabilitas
Akuntabilitas public menujukan pada seberapa besar
kebijakan dan kegiatan organisasi public tunduk pada para pejabat
politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para
pejabat politik tersebut dipilih oleh rakyat, sehingga dengan
sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat.
Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas public dapat
digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat
banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari
ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau
pemerintah, seperti pencapaian target, akan tetapi kinerja
sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai
dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan
organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau
kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma
yang berkembang dalam masyarakat.
Menurut pegawai kinerja organisasi badan lingkunagn
hidup sudah melaksanakan tugas dan fungsi nya dengan baik
sesuai aturan yang di berikan oleh pemerintah.
Menurut masyarakat dan penulis melaksanakan tugas dan
fungsi nya dengan baik sesuai pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Peningkatan peran masyarakat melalui pengelolaan sampah sekala
kecil, bisa dimulai dari tingkat desa/kelurahan atau pun kecamatan, termasuk
dalam hal penggunaan teknologi daur ulang.Kerusakan sumber daya alam
banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak kasus-kasus pencemaran
dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti :
pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan
yang semuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia dan pada akhirnya akan
merugikan manusia itu sendiri.
Oleh karena itu perlu adanya kerja sama antara pemerintah dan
masyarakat dalam menjaga kebersihan di lingkungan sekitar,dengan adanya
bank sampah akan saling menguntungkan untuk semua pihak karena saling
membantu satu sama lain baik untuk masyarakat maupun lingkungan sekitar
serta kinerja dari Badan Lingkungan Hidup Wonosobo terhadap tugasnya.
Dengan adanya kesadaran pentingnya menjaga lingkungan akan
sangat membantu kinerja Badan Lingkungan Hidup dengan tugasnya dan
alangkah baiknya jika semua masyarakat seluruh Indonesia bisa menjaga
lingkungan agar tercipta Negara yang bersih.
47
Lingkungan yang bersih akan memberikan suatu keindahan yang baik
dan masyarakat pun harus menjaga nya dan mampu memberikan suasana
yang layak untuk menjadikan kota wonosobo yang asri.
Aparatur pegawai dinas terutama pada Pembina kepegawaian kota
wonosobo dinas lingkungan hidup belum bias memberikan pasilitas
terhadapat masyarakat nya karena dengan ketidak tersedian nya pupuk maka
masyarakat kurang puas dengan kinerja aparatur khusus nya pegawai
lingkungan hidup.
B. Saran
Masyarakat harus menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dalam
pemanfaatan sumber daya harus memperhatikan dampak yang timbul dari
penggunaan sumber daya tersebut terhadap lingkungan sekitar agar tidak
terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan dan terdapat pengelolahan
sampah organik dan non organik agar dapat di kelola melalui bank sampah .
C. Rekomendasi
Masyarakat dan Pemerintah baiknya bekerja sama menjalankan
program-program penanganan masalah lingkungan yang telah di buat oleh
Mentri lingkungan hidup yang merencanakan beberapa program sebagai
upaya penanganan masalah kerusakan lingkungan hidup, antara lain :
48
Program Adiwiyata
Adiwiyata adalah tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh
segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat
menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita dan
menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan. Tujuan program
Adiwiyata adalah menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk
menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah
Program Adipura
Adipura, merupakan salah satu upaya menangani limbah padat domestik di
perkotaan. Dalam perkembangannya, lingkup kerja Program Adipura
difokuskan pada upaya untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi
kota Bersih dan Hijau. Ada dua kegiatan pokok dalam penanganan limbah
domestik dan ruang terbuka hijau di perkotaan, yaitu : memantau dan
mengevaluasi kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan berdasarkan
pedoman dan kriteria yang ditetapkan untuk menentukan peringkat kinerja
kota serta meningkatkan kapasitas pemerintahdaerah dalam pengelolaan
lingkungan perkotaan.
Program Amdal
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk
pengambilan keputusan suatu usaha dan kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27
tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Manfaat
49
dari AMDAL , ialah : bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah,
membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan
hidup dari rencana usaha, memberi masukan untuk penyusunan disain
rinci teknis dari rencana usaha, memberi masukan untuk penyusunan
rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup, memberi
informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu
rencana usaha
Program Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati dalam
bentuk Undang-Undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati. Sesuai
dengan mandat yang tercantum dalam pasal 18 (3) dari Konvensi tersebut
maka Kementerian Lingkungan Hidup sebagai National Focal Point dari
Konvensi Keanekaragaman Hayati membangun Balai Kliring
Keanekaragaman Hayati Indonesia berbasis internet.
Program Diklat Lingkungan
Pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup memiliki peranan yang sangat
penting dan strategis dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia
(SDM) bidang lingkungan hidup. Melalui pendekatan metode Androgogi
dan peninjauan lapangan yang dilaksanakan oleh Pusat pendidikan dan
pelatihan (PUSDIKLAT) diharapkan memberikan perubahan perilaku
serta sikap positif terwujudnya pelestarian lingkungan hidup yang
melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan.
50
Program Kalpataru
Pendahulu Bangsa Indonesia menorehkan pahatan KALPATARU untuk
menggambarkan suatu tatanan lingkungan yang serasi, selaras dan
seimbang antara hutan, tanah, air, udara, dan makhluk hidup. Salah satu
prinsip pembangunan adalah berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Sejalan dengan itu, Pasal 10 huruf UU No. 23 Tahun 1997, menyebutkan
bahwa salah satu bentuk penghargaan tingkat nasional yang diberikan oleh
Pemerintah adalah KALPATARU. Penghargaan KALPATARU diberikan
pada seseorang atau kelompok masyarakat yang telah menunjukkan
kepeloporan dan memberikan sumbangsihnya di dalam memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Program Langit Biru
Pencemaran udara menjadi masalah yang serius terlebih tahun-tahun
terakhir ini terutama di kota-kota besar. Upaya pengendalian pencemaran
termasuk pencemaran udara pada dasarnya adalah menjadi kewajiban bagi
setiap orang. Pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas udara sejak
tahun 1992 telah melaksanakan Program Langit Biru sebagai upaya untuk
mengendalikan pencemaran udara baik yang berasal dari sumber bergerak
maupun tidak bergerak.
Program Piagam Bumi
Piagam Bumi adalah sebuah deklarasi prinsip-prinsip pokok untuk
membangun masyarakat global yang berkeadilan, berkelanjutan dan damai
di abad ke- 21. Piagam Bumi berupaya untuk mengilhami seluruh umat
51
manusia akan pengertian baru tentang saling ketergantungan global dan
tanggung jawab bersama untuk kesejahteraan keluarga umat manusia,
yaitu kehidupan dunia yang lebih besar, dan generasi yang akan datang.
Program Pasar Berseri
Pasar Berseri „bersih, sehat, ramah lingkungan, dan indah‟ merupakan
konsep pemikiran ulang menuju peningkatan performa pasar tradisional.
Konsep ini mengarah pada dua hal, yaitu : optimalisasi kinerja pasar
tradisional dan peningkatan infrastruktur dan pengembalian peran pasar
tradisional sebagai distributor produk-produk lokal.
Program Pusat Produksi Bersih Nasional
Tujuan pendirian PPBN adalah untuk memfasilitasi, mempromosikan dan
mengkatalis pengembangan dan penerapan Produksi Bersih (PB) di
Indonesia. PPBN akan menstimulasi dan mendorong kegiatan-kegiatan
teknis, tukar informasi, memperluas jaringan, proyek-proyek percontohan
dan pelatihan PB sehingga menumbuhkan pasar Produksi Bersih di
Indonesia.
52
DAFTAR PUSTAKA
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo
http://blog.uad.ac.id/sulisworo/2011/12/14/pendekatan-pengukuran-kinerja-sistem/
Dwiyanto, Agus, 1995, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Seminar
Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya, Fisipol
UGM, Yogyakarta.
Dwiyanto, Agus,dkk, 2002, Reformasi Birokrasi di Indonesia, Yogyakarta, Pusat
Studi Kependudukan dan dan Kebijakan, UGM.
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2173967-pengertian-kinerja-
organisasi/#ixzz2ICMRdtSy
http://kebebasaninformasi.org/v3/2010/10/26/kinerja-birokrasi-pelayanan-publik/
http://orangbuton.wordpress.com/2010/12/11/good-governance-dan-kinerja-
organisasi-publik/
http://reconia4training.wordpress.com/2012/08/23/kinerja-organisasi/
http://wonosobokab.go.id/
http://wonosobokab.go.id/index.php?start=292
53
Lampiran 1
Pedoman wawancara
DAFTAR PERTANYAAN SEBAGAI PEDOMAN WAWANCARA
Pedoman wawancara dengan informan pelaksana pelayanan lingkungan hidup
Data Pedoman :
1. Nama :……………………………………………………………
2. Jenis Kelamin :……………………………………………………………
3. Jabatan :……………………………………………………………
4. Intansi :……………………………………………………………
Produktivitas :
TINGKAT pemahaman aparat terhadap uraian pekerjaan
1. Bagaimana menurut pendapat bapak/Ibu tingkat pemahaman pegawai/aparat
terhadap tugas-tugas yang dilakukan selama ini ?
2. Apakah menurut pendapat bapak/Ibu tugas-tugas diselesaikan dengan baik ?
Jumlah permasalahan yang berhasil ditangani /diselesaikan
3. Apakah permasalahan yang Bapak ? ibu hadapi selama ini seluruhnya dapat
diselesaikan dengan baik dan menyeluruh oleh petugas / aparat?
4. Berapakah kira-Kira prosentase penyelesaian permasalahan yang ditangani ?
5. Apakah petugas /aparat memiliki teknik –teknik atau metode atau metode tertentu
untuk menyelesaikan masalah tersebut?
54
Tingkat kepuasan masyarakat / pengguna jasa terhadap pelayanan yang diberikan .
6. Apakah bapak/ibu apakah pengguna jasa/ masyarakat merasa puas atas pelayanan
yang diberikan oleh petugas /Aparat ?Mohon penjelasan
7. Apakah selama ini bapak/ibu pernah mengeluhkan pelayanan yang diberikan oleh
petugas /aparat ?pernahkan pernah terjadi keluhan komplain terhadap pelayanan
yang diberikan aparat oleh teman /rekan Bapak /ibu ?
Tenggang waktu lamanya penyelesaian satu permasalahan atau pekerjaan .
8. Menurut pendapatan bapak/ibu berapa lamakah tenggang waktu dalam penyelesaian
permasalahan oleh petugas atas permasalahan yang dihadapi ?
9. Apakah petugas memiliki dan menerapkan teknik atau cara tertentu yang jelas
dalam menyelesaikan permasalahan yang Bapak /ibu hadapi ?
b. Kualitas layanan
Output pelayanan
1. Bagaimana menurut pendapat bapak /ibu kualitas pelayanan yang diberikan
petugas/aparat kepada Bapak /ibu ?
2. Apakah pelayanan yang diberikan aparat / petugas sudah benar-benar sesuai dengan
kebutuhan atau keinginan Bapak /ibu?
Spontanitas dalam menghadapi permasalahan dan melayani masyarakat
3. Bagaimana menurut pendapat bapak /ibu cara petugas dalam menangani
permasalahan atau keluhan dari masyarakat ?
4. Apakah dalam menangani permasalahan ada spontanitas dari petugas untuk
membantu dalam penyelesaian permasalahan yang dihadapi Bapak /ibu ?
Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan
55
5. Bagaimana menurut pendapat Bapak/Ibu sikap dan cara petugas dalam memberikan
pelayanan?
6. Apakah sikap kesopanan dan keramahan petugas pernah Bapak /ibu rasakan dalam
menerima pelayanan ?
C. Responsivitas
Keterkaitan antara program kegiatan dengan kebutuhan
1. Apakah menurut pendapat Bapak/ibu program kegiatan yang dilaksanakan ada
petugas sering berbenturan dengan dinas atau lembaga lain ?
2. Apakah menurut pendapat Bapak / ibu kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi organisasi ?Apakah sering petugas
melaksanakan peklerjaan yang berada diluar tugasnya?
Daya tanggap aparat dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan-keluhan yang
disampaikan pengguna jasa
3. Menurut pendapat Bapak /ibu ,bagaimanakah cara petugas menyikapi keluhan-
keluhan atau permasalahan yang di sampaikan oleh Bapak /Ibu ?
4. Apakah langkah –langkah yang ditempuh petugas –petugas pertama kali untuk
merespons keluhan –keluhan atau kebutuhan –kebutuhan dari Bapak / Ibu?
Ketersedluhaniaan kesempatan dan wadah baik masyarakat untuk menyampaikan
saran dan keluhan .
5. Apakah Bapak /IbU sering di beri kesempatan untuk menyampaikan saran atas
pelayanan atau pekerjaan yang diberikan atau dilakukan petugas ?
6. Apakah tersedia wadah atau sarana untuk menyampaikan keluhan-keluhan dari
Bapak /Ibu pelayanan yang diberikan ?
56
LAMPIRAN OBJEK PENELITIAN
57