1207565630_LAPTAH 2006 ISI pdf
-
Upload
novita-maria -
Category
Documents
-
view
218 -
download
2
Transcript of 1207565630_LAPTAH 2006 ISI pdf
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575/Menkes/
Per/XI/2005 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsinya sebagai
berikut :
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang bina penggunaan obat
rasional, farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan
kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat kesehatan.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang bina penggunaan obat rasional,
farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan,
serta bina produksi dan distribusi alat kesehatan.
3. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di
bidang bina penggunaan obat rasional, farmasi komunitas dan klinik,
obat publik dan perbekalan kesehatan serta bina produksi dan
distribusi alat kesehatan.
4. Perumusan kebijakan dan perizinan yang berkaitan dengan dengan
obat dan makanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
5. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.
6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
2
B. Visi, Misi, Strategi Utama, Sasaran Departemen Kesehatan dan Nilai-nilai 1. Visi
Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah
Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat. Yaitu adalah suatu
kondisi dimana masyarakat Indonesia menyadari, mau, dan mampu
untuk mengenali, mencegah, dan mengatasi permasalahan
kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan
kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit, termasuk
gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan
perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
2. Misi Misi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah
Membuat Rakyat Sehat. Dimana dalam hal ini Departemen
Kesehatan harus mampu sebagai penggerak dan fasilitator
pembangunan kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah
bersama masyarakat termasuk swasta, untuk membuat rakyat
sehat, baik fisik, sosial, maupun mental/jiwanya.
3. Strategi Utama
4 Strategi Utama (Grand Strategy) dari Departemen Kesehatan
adalah :
1. Menggerakkan dan Memberdayakan Masyarakat Untuk Hidup
Sehat
2. Meningkatkan Akses Masyarakat terhadap Pelayanan
Kesehatan yang berkualitas
3. Meningkatkan System Surveillance Monitoring dan Informasi
Kesehatan
4. Meningkatkan Pembiayaan Kesehatan
3
4. Sasaran Departemen Kesehatan Departemen Kesehatan memiliki 17 sasaran utama sebagai
penjabaran dari 4 strategi utama di atas, yaitu :
1. Seluruh desa menjadi desa siaga
2. Seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat
3. Seluruh keluarga sadar gizi
4. Setiap orang miskin mendapat pelayanan kesehatan yang
bermutu
5. Setiap bayi, anak, ibu hamil dan kelompok masyarakat resiko
tinggi terlindung dari penyakit
6. Di setiap desa tersedia SDM Kesehatan yang kompeten
7. Di setiap desa tersedia cukup obat essensial & alkes dasar
8. Puskesmas & jejaring dapat menjangkau dan dijangkau
masyarakat di wilayah kerjanya
9. Pelayanan kesehatan di setiap RS, Puskesmas & jaringannya
memenuhi standar mutu
10. Setiap kejadian penyakit dilaporkan secara cepat dan tepat
pada kades/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi
kesehatan terdekat
11. Setiap KLB dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat &
tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan
masyarakat
12. Semua sediaan farmasi, makanan & perbekalan kesehatan
memenuhi syarat
13. Terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar
kesehatan
14. Berfungsinya Sistem Informasi Kesehatan yang evidence based
di seluruh Indonesia
15. Pembangunan Kesehatan memperoleh prioritas penganggaran
Pemerintah Pusat dan Daerah
16. Anggaran Kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya
Pencegahan dan Promosi Kesehatan
4
17. Terciptanya Sistem Jaminan Pembiayaan Kesehatan terutama
bagi masyarakat miskin
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
bertanggung jawab langsung terhadap 2 diantara 17 sasaran di atas,
yaitu sasaran ke-7 dan ke-12, yaitu :
1. Di setiap desa tersedia cukup obat essensial & alkes dasar 2. Semua sediaan farmasi, makanan & perbekalan kesehatan
memenuhi syarat
5. Nilai-nilai Berdasarkan semangat yang menjiwai Visi dan Misi yang telah
dirumuskan, maka nilai-nilai yang diyakini dan ingin dibangun serta
diterapkan adalah sebagai berikut :
BERPIHAK PADA RAKYAT : memahami dan ikut merasakan
masalah yang dihadapi dan mau berpartisipasi misalnya
pengadaan obat-obatan /vaksin yaitu obat buffer stock
Propinsi/Kabupaten/Kota, obat buffer stock Pusat, obat flu
burung, obat untuk keluarga miskin dan obat oseltamivir.
Revitalisasi Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota se Indonesia.
BERTINDAK CEPAT DAN TEPAT : mengenali harapan
masyarakat dan memenuhi janji secara tepat waktu,
menunjukkan rasa hormat, komitmen, dan mendorong
partisipasi karyawan dalam pelayanan masyarakat.
KERJASAMA TIM : bekerja dalam kebersamaan jauh lebih baik
dari pada bekerja sendiri-sendiri.
INTEGRITAS YANG TINGGI : bekerja dengan ketulusan hati,
kejujuran, berkepribadian yang teguh dan bermoral tinggi.
5
TRANSPARAN DAN AKUNTABILITAS : melaksanakan tugas
secara transparan dan hasil kerja dapat dipertanggung-
jawabkan dan dipertanggung-gugatkan kepada publik.
6
BAB II PROGRAM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN
Sebagaimana di tuangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun
2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional
Tahun 2004–2009 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No: 331/Menkes/SK/V/2006 tentang Rencana Strategis Departemen
Kesehatan Tahun 2005 – 2009, Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
bertujuan untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan
obat dan perbekalan kesehatan termasuk obat tradisional, perbekalan
kesehatan rumah tangga dan kosmetika.
Tugas dari Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
berdasarkan Keputusan Menkes Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 adalah
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di
bidang pembinaan kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut maka Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi yaitu (1)
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang bina penggunaan obat rasional,
farmasi komunitas dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
bina produksi dan distribusi alat kesehatan; (2) Pelaksanaan kebijakan di
bidang bina penggunaan obat rasional, farmasi komunitas dan klinik, obat
publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat
kesehatan; (3) Penyusunan Standard, norma, pedoman, kriteria, dan
prosedur di bidang penggunaan obat rasional, farmasi komunitas dan klinik,
obat publik dan perbekalan kesehatan, serta bina produksi dan distribusi alat
kesehatan; (4) Perumusan kebijakan dan perizinan yang berkaitan dengan
obat dan makanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; (5) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dan (6) Pelaksanaan
administrasi Direktorat Jenderal.
Adapun susunan organisasi di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan adalah (1) Sekretariat Direktorat Jenderal ; (2) Direktorat
Bina Penggunaan Obat Rasional; (3) ) Direktorat Bina Farmasi Komunitas
7
dan Klinik; (4) ) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; dan
(5) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
1. Kegiatan Pokok Kegiatan pokok Program Obat dan Perbekalan Kesehatan tahun 2005 –
2009 yang dilaksanakan adalah:
1. Peningkatan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat
dan perbekalan kesehatan
2. Menjamin obat dan perbekalan kesehatan memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan kemanfaatan
3. Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah
sakit
4. Peningkatan kerasionalan penggunaan obat dan perbekalan
kesehatan
2. Kegiatan Indikatif Kegiatan Indikatif Program Obat dan Perbekalan Kesehatan Tahun
2005 – 2009 yang dilaksanakan meliputi :
1) Peningkatan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan
harga obat dan perbekalan kesehatan :
a) Menyusun dan menerapkan kebijakan peningkatan ketersediaan,
pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan
yang terus diperbaharui dan diimplementasikan serta dimonitor
dan dievaluasi secara reguler dengan mempertimbangkan
kebijakan kesehatan, pengembangan dan intersektoral;
b) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam
manajemen suplai dan pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan sektor publik di pelayanan kesehatan dasar;
c) Menjamin akses terhadap obat essensial sebagai hak asasi
manusia;
8
d) Mengintegrasikan obat tradisional/komplementer dan alternatif
kedalam sistem pelayanan kesehatan nasional setelah
memenuhi persyaratan;
e) Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat tradisional/
komplementer dan alternatif;
f) Meningkatkan pemerataan obat esensial, termasuk obat-obat
untuk HIV/AIDS, malaria, TB, penyakit anak dan penyakit tidak
menular;
g) Meningkatkan dana publik untuk obat sejalan dengan
mekanisme sadar biaya (cost containment mechanism);
h) Meningkatkan pemerataan obat melalui pengembangan
perbantuan;
i) Meningkatkan manfaat obat dalam jaminan kesehatan sosial dan
pembiayaan pra-bayar;
j) Menyusun kebijakan harga obat dan informasi perubahan harga
obat;
k) Mengimplementasikan kebijakan obat generik;
l) Mendorong pengembangan produksi dalam negeri; m) Meningkatkan Cara Pengadaan Obat Yang Baik (Good
Procurement Practices) dan efisiensi pengadaan obat;
n) Menjamin ketersediaan dan mencegah penyalahgunaan
Narkotik & Psikotropik;
o) Melaksanakan dan memonitor regulasi dibidang obat dan
perbekalan kesehatan secara efektif;
p) Meningkatkan sistem manajemen dan pertukaran informasi.
2) Menjamin obat dan perbekalan kesehatan memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan :
a) Menyusun dan menerapkan kebijakan peningkatan mutu,
keamanan dan kemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan
yang terus diperbaharui dan diimplementasikan serta dimonitor
dan dievaluasi secara reguler dengan mempertimbangkan
kebijakan kesehatan, pengembangan dan intersektoral;
9
b) Melindungi aspek-aspek kesehatan masyarakat dengan
mempertimbangkan kesepakatan internasional, regional, dan
bilateral;
c) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam bidang
produksi dan distribusi obat dan perbekalan kesehatan;
d) Meningkatkan sistem jaminan mutu dibidang obat dan
perbekalan kesehatan;
e) Melaksanakan Post-marketing surveillance mengenai
keamanan obat dan perbekalan kesehatan yang
berkesinambungan;
f) Menurunkan peredaran obat-obat substandar dan obat palsu;
g) Memonitor dan meningkatkan harmonisasi regulasi, serta
mengembangkan networking.
3) Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi
rumah sakit :
a) Menyusun dan menerapkan kebijakan peningkatan mutu
pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit yang
terus diperbaharui dan diimplementasikan serta dimonitor dan
dievaluasi secara reguler dengan mempertimbangkan kebijakan
kesehatan, pengembangan dan intersektoral;
b) Melindungi aspek-aspek kesehatan masyarakat dengan
mempertimbangkan kesepakatan internasional, regional, dan
bilateral;
c) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia kefarmasian
melalui pelaksanaan jabatan fungsional Apoteker dan Asisten
Apoteker;
d) Menjamin akses terhadap obat esensial sebagai hak asasi
manusia;
e) Menerapkan etik profesi dan mengimplementasikan praktek
anti-korupsi dalam sektor kefarmasian;
10
f) Mengintegrasikan obat tradisional/ komplementer dan alternatif
kedalam sistem pelayanan kesehatan nasional setelah
memenuhi persyaratan;
g) Menyusun dan memperbaharui norma, standar, dan pedoman
pelayanan kefarmasian di komunitas dan rumah sakit;
h) Melaksanakan dan memonitor regulasi dibidang pelayanan
kefarmasian secara efektif;
i) Meningkatkan sistem manajemen dan pertukaran informasi;
j) Memonitor dan meningkatkan harmonisasi regulasi, serta
mengembangkan networking;
k) Menyelenggarakan pelatihan tentang pelayanan kefarmasian
yang baik.
4) Peningkatan kerasionalan penggunaan obat dan perbekalan
kesehatan :
a) Menyusun dan menerapkan kebijakan kerasionalan
penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang terus
menerus diperbaharui dan diimplementasikan serta dimonitor
dan dievaluasi secara reguler, dengan mempertimbangkan
kebijakan kesehatan, pengembangan dan intersektoral;
b) Melindungi aspek-aspek kesehatan masyarakat dengan
mempertimbangkan kesepakatan internasional, regional, dan
bilateral;
c) Melakukan advokasi kerasionalan penggunaan obat oleh profesi
kesehatan dan konsumen;
d) Menyusun dan mendesiminasikan daftar obat essensial,
pedoman klinis, dan formularium;
e) Menyebarluaskan informasi obat yang independen dan dapat
dipercaya;
f) Mendorong promosi obat yang bertanggungjawab dan etis
kepada profesi kesehatan dan konsumen;
g) Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan konsumen;
11
h) Membentuk komite obat dan terapi di institusi kesehatan tingkat
nasional maupun daerah;
i) Menyusun pedoman pencegahan resistensi antibiotika;
j) Meningkatkan kerasional penggunaan obat melalui pendekatan
strategi cost-effective
3. Sasaran a. Ketersediaan obat essensial-generik di sarana pelayanan kesehatan =
95%
b. Anggaran untuk obat essensial-generik di sektor publik = Rp.20.000,-
/kapita/tahun (setara 2 US$ dengan asumsi 1 US$ = Rp.10.000,- )
4. Kebijakan a. Peningkatan kualitas sarana pelayanan kefarmasian di desa
b. Peningkatan kualitas sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi
dan alat kesehatan
c. Peningkatan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan khususnya
di sektor publik yang lengkap jenis, jumlah cukup dan mudah
diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin
d. Pelaksanaan perizinan dalam rangka perlindungan terhadap
penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi
standar mutu, keamanan dan kemanfaatan
e. Penyelenggaraan pelayanan farmasi yang berkualitas melalui
penerapan jabatan fungsional apoteker dan asisten apoteker serta
pelaksanaan pendidikan berkelanjutan
f. Penyelenggaraan pembinaan, advokasi dan promosi penggunaan
obat rasional antara lain melalui pengembangan sumber daya
kesehatan yang tersedia
g. Pelaksanaan harmonisasi standar bidang kefarmasian dan alat
kesehatan dengan standar regional maupun internasional
12
5. Strategi a. Melakukan regulasi dibidang obat dan perbekalan kesehatan
b. Mengoptimalkan industri farmasi berbasis keanekaragaman sumber
daya alam dan keunggulan daya saing
c. Meningkatkan penerapan standar mutu, keamanan dan kemanfaatan
serta kerasionalan penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
d. Meningkatkan profesionalitas tenaga farmasi
e. Memberdayakan komite farmasi dan terapi serta pelaksanaan
komunikasi, informasi dan edukasi
6. Pembiayaan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan dibiayai melalui :
1) Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2006 sebesar Rp
556.514.870.000,- (lima ratus lima puluh enam milyar lima ratus
empat belas juta delapan ratus tujuh puluh ribu rupiah).
2) DIPA Luncuran
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada
tahun anggaran 2006 mendapat DIPA Luncuran sebesar Rp.
10.648.321.000,-.
3) DIPA Dekonsentrasi
Program Bina kefarmasian dan alat kesehatan yang dilaksanakan
oleh provinsi dibiayai melalui DIPA Dekonsentrasi sebesar
Rp. 35.675.984.000,- .
4) DIPA Tugas Pembantuan adalah sebesar Rp. 35.932.400.000,-
untuk rehabilitasi dan sarana Gudang Farmasi Kabupaten/Kota
Program Obat dan Perbekalan Kesehatan untuk anggaran tahun
2006 di 32 Propinsi.
5) Dana Hibah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2006.
13
No Sumber
Dana
Kegiatan Alokasi Realisasi % Keterangan
1 JICS Procurement
of Drugs/
Medical &
Equipment in
NAD
JPY
Rp.57.413.865
JPY
Rp.57.413.863
100 Dilaksanakan oleh
JICS melalui
PT SUMITOMO
2 JICS Emergency
relief good
(Medicine
and
Equipment) in
Sumatera
JPY
Rp.252.898.467
JPY
Rp.57.413.863
100 Dilaksanakan
oleh JICS melalui
PT KIMIA
FARMA
3 JICA Pelatihan
Pengelolaan
Obat
Rp. 22.031.100 Rp. 21.919.300 99,49 Dilaksanakan
oleh Dit Bina
Oblik dan
Perbekkes
4 JICA Pelatihan
Pengelolaan
Obat
Kab/Kota
Rp. 121.161.600 Rp.120.975.600 99,85 Dilaksanakan
oleh Dit Bina
Oblik dan
Perbekkes
Tabel -1: Daftar Kegiatan Yang Dibiayai Dana JICS dan JICA
14
Grafik-1: Alokasi Anggaran dan Realisasi Program Obat dan Perbekalan
Kesehatan Tahun 2006
96,01%
85,14% 89,34%
0
100,000,000,000
200,000,000,000
300,000,000,000
400,000,000,000
500,000,000,000
600,000,000,000
DITJEN BINFAR DANALKES
DEKON TUGASPEMBANTUAN
ALOKASI DAN REALISASI KEGIATAN PROGRAM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN
TAHUN 2006
ALOKASI
REALISASI
15
BAB III SUMBER DAYA
A. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang bertugas di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan sampai akhir tahun 2006 berjumlah 186
orang, dengan perincian pejabat struktural 64 orang, jabatan fungsional 6
orang dan tenaga staf sebanyak 116 orang.
Yang bertugas di Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes berjumlah 76
orang, terdiri dari pejabat struktural 18 orang, jabatan fungsional 8 orang dan
staf 50 orang, sedangkan yang berkedudukan dimasing-masing Direktorat
adalah 1). Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional berjumlah 24 orang,
terdiri dari pejabat struktural 11 orang, dan staf 13 orang, 2). Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik berjumlah 27 orang, terdiri dari pejabat
struktural 11 orang dan staf 16 orang, 3). Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan berjumlah 30 orang, terdiri dari pejabat struktural 11
orang dan staf 19 orang, 4). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan berjumlah 29 orang, terdiri dari pejabat strukural 13 orang, dan
staf 16 orang.
Berdasarkan pendidikan dapat dikelompokkan S2 (pasca sarjana) 34
orang, Apoteker 49 orang, Dokter umum 3 orang, Dokter Gigi 1 orang,
Sarjana Hukum 5 orang, Sarjana Ekonomi 4 orang, Sarjana Sosial 12 orang,
Sarjana Teknik 2 orang, Sarjana Komputer 1 orang, Sarjana Pendidikan 1
orang, Diploma/D3 Farmasi 15 orang, Sarjana Muda lain 3 orang, SMF 6
orang, SLTA 48 orang, SLTP 2 orang.
16
Grafik-2: Peta SDM Ditjen Binfar dan Alkes Menurut Pendidikan
Tahun 2006
Pelatihan yang diikuti oleh pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah berdasarkan diklat
penjenjangan (struktural) adalah 2 orang yang mengikuti Diklat
Kepemimpinan Tingkat III (SPAMA) dan 2 orang yang mengikuti Diklat
Kepemimpinan Tingkat IV (ADUM) sedangkan berdasarkan Diklat
Fungsional adalah 30 orang mengikuti peningkatan dan ketrampilan strategic
leadership dengan pendekatan learning organization, 21 orang mengikuti
ujian sertifikasi pembekalan pengadaan barang dan jasa, 3 orang mengikuti
teknik Manajemen bagi eselon III dan IV, 1 orang mengikuti Workshop
Nasional Analisis Jabatan Standar Kompetisi Jabatan dan Evaluasi Jabatan,
34
49
31
5 4
12
2 1 1
15
3
6
48
2
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
PascaSarjana
Apt DokterUmum
Dokter Gigi SarjanaHukum
SarjanaEkonomi
SarjanaSosial
SarjanaTeknis
SarjanaKomputer
SarjanaPendidikan
D3 Farmasi SarjanaM uda
Lainnya
SM F SLTA SLTP
PETA PENDIDIKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES S/D TAHUN 2006
SDM
17
31 orang mendapatkan Piagam Penghargaan dari Presiden RI Satyalancana
Karya Satya XX Tahun dan 14 orang mendapatkan piagam Penghargaan
dari Menteri Kesehatan RI Bakti Karya Husada Dwi Windu.
B. Keuangan
Realisasi Keuangan :
1. DIPA Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Anggaran pada DIPA Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan tahun 2006 sebesar Rp. 582.163.191.000,- terdiri
dari DIPA sekretariat 2006 dan DIPA luncuran tahun 2005
digunakan untuk 1). membiayai operasional pendukung program
teknis kefarmasian sebesar Rp. 553.076.707.000,-, (termasuk
didalamnya pengadaan obat buffer stock pusat, buffer stock propinsi
dan obat untuk bencana) dengan realisasi sebesar Rp
534.515.843.590,- (96,64%); 2). Program Bina Penggunaan Obat
Rasional sebesar Rp. 4.341.504.000,- dengan realisasi Rp.
4.160.800.050,- (95,84 %); 3). Program Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik sebesar Rp. 4.430.177.000,- dengan realisasi sebesar
Rp. 4.037.614.300,- (91,14 %); 4). Program Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan sebesar Rp. 4.928.842.000,- dengan
realisasi sebesar Rp. 3.944.577.020,- (80,03 %); serta 5). Program
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sebesar Rp.
4.737.640.000,- dengan realisasi sebesar Rp. 4.294.986.469,-
(90.66 %)
18
NO Program Kegiatan Alokasi Realisasi Rupiah %
1 Penunjang Teknis 553.076.707,000 534.515.843.590 96,64 2 Dana Luncuran 10.648.321.000 7.976.900.780 74.91 2 Bina POR 4.341.504.000 4.160.800.050 95,84 3 Bina Farkomnik 4.430.177,000 4.037.614.300 91,14
4 Bina Oblik & Perbekes 4.928.842,000 3.944.577.020 80,03
5 Bina Prodis Alkes 4.737.640.000 4.294.986.469 90.66
Jumlah 582.163.191.000 558.930.722.209 96,01
Tabel-2: Alokasi dan Realisasi Anggaran DIPA Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2006
Grafik-3: Alokasi Anggaran dan Realisasi DIPA Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2006
90,66%
96,64%
74,91% 95,84% 91,14% 80,03%
-
100,000,000
200,000,000
300,000,000
400,000,000
500,000,000
600,000,000
Dit Bina ProdisAlkes
Set Ditjen BinfarDan Alkes
Dana Luncuran Dit Bina POR Dit Bina FarmasiKomunitas dan
Klinik
Dit Bina ObatPublik dan
Bekkes
ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN PERSATUAN KERJA DITJEN BINFAR DAN ALKES TAHUN 2006
(dalam ribu rupiah)
ALOKASI
REALISASI
19
2. DIPA Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Dana Dekonsentrasi adalah dana-dana yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dilaksanakan oleh
gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua
penerimaan, dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi
vertikal pusat di daerah. Program Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan yang dilaksanakan oleh provinsi dibiayai melalui DIPA
Dekonsentrasi juga sebesar Rp. 35.675.984.000,- dengan jenis
kegiatan sebagai berikut:
NO Jenis Kegiatan Dana
1. Biaya Operasional Monitoring
Ketersediaan Obat
Rp. 1.800.000.000,-
2. Biaya Operasional Gudang Obat
Propinsi & Gudang Farmasi
Kab/Kota
Rp. 7.475.984.000,-
3. Peningkatan Program Kefarmasian
dan Alat Kesehatan
Rp. 26.400.000.000,-
J U M L A H Rp.35.675.984.000,-
Tabel-3: Alokasi DIPA Dekonsentrasi Tahun 2006
Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dilaksanakan oleh
Daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam
rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. DIPA Tugas Pembantuan
adalah sebesar Rp. 35.932.400.000,-
Alokasi setiap Propinsi tidak sama. Laporan pelaksanaan
kegiatan DIPA Dekonsentrasi dan DIPA Tugas Pembantuan diatur
20
dalam Peraturan Menteri Keuangan No: 59/PMK.06/2005 tentang
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pelaporan realisasi DIPA Dekonsentrasi dan dan DIPA Tugas
Pembantuan belum optimal karena sumber daya manusia di
propinsi kurang memahami Sistem pelaporan menggunakan Sistem
Akuntansi Instansi (SAI) serta prosedur pelaporannya. Satker di
Propinsi/ Kabupaten/Kota tidak memberikan laporan penggunaan
dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan tersebut ke tingkat
eselon 1 (satu) sebagaimana mestinya.
21
BAB IV REALISASI KEGIATAN TAHUN 2006
A. REALISASI KEGIATAN DUKUNGAN DAN OPERASIONAL: 1. Program Dukungan Administrasi dan Operasional Program
kefarmasian 1.1 Sumber Daya Manusia
Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes terdiri dari 4 bagian yaitu 1).
Bagian Umum dan Kepegawaian, 2) Bagian Program dan Informasi,
3). Bagian Keuangan dan 4). Bagian Hukum dan Organisasi. Sumber
daya manusia yang ada di sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan berjumlah 76 orang, terdiri dari pejabat struktural 18
orang, jabatan fungsional 8 orang dan staf 50 orang.
1.2 Keuangan Anggaran Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes tahun 2006 sebesar Rp.
553.076.707.000,-dengan realisasi sebesar Rp. 534.515.843.590,-
(96,64%) dan dana luncuran sebesar Rp. 10.648.321.000,- dengan
realisasi sebesar Rp. 7.976.900.780,- (74.91 %).
1.3 Sarana dan Prasarana 1) Melakukan pemeliharaan/perbaikan sarana kerja/kantor Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, termasuk
renovasi gudang obat pusat.
2) Pengadaan obat buffer stock pusat, buffer stock propinsi dan obat
bencana
3) Pengadaan sarana dan prasarana kantor termasuk alat pengolah
data, kendaran operasional, pembangunan gudang obat pusat.
22
1.4 Regulasi dan Registrasi 1) Penyusunan peraturan Perundang-undangan tentang 1) Obat,
bahan obat dan perbekalan kesehatan; 2) Peraturan Perundang-
undangan narkotika, psikotropika dan bahan berbahaya; 3)
Peraturan Perundang-undangan bidang Obat Tradisional; 4)
Peraturan Perundang-undangan tentang Kosmetika, Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; 5)
Peraturan Perundang-undangan tentang makanan dan
minuman; 6) Peraturan Perundang-undangan tentang tenaga
kefarmasian dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Apotik.
2) Peningkatan pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan melalui
kegiatan promosi, pameran, dokumentasi dan publikasi kepada
masyarakat melalui media elektronik dan media cetak.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam
hal ini Bagian Hukum dan Organisasi menangani izin Usaha yaitu
izin Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi (PBF), Pedagang
Besar Bahan Baku farmasi (PBBBF), Industri Obat Tradisional dan
Industri Kosmetika yang diproses Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan Surat Keputusan izin usahanya
ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Sampai Bulan Desember tahun 2006 Total usulan 204
buah, izin yang telah diterbitkan 187 buah.
Secara rinci usulan yang diterima PBF 150 buah ijin yang
diterbitkan 137 buah, usulan PBBBF 27 buah sedangkan izin yang
diterbitkan 25 buah, usulan Industri Farmasi 8 buah semua telah
diterbitkan izinnya, usulan Industri Obat Tradisional 9 yang diterbitkan
8 buah, dan usulan Industri Kosmetika 10 buah yang telah terbit 9
buah. Pada prinsipnya semua berkas yang masuk diproses dan paling
lambat 12 (dua belas) hari kerja terhitung setelah berkas lengkap SK
23
0
20
40
60
80
100
120
140
160
PBF PBBBF INDUSTRI OBATTARDISIONAL
KOSMETIKA
DATA PROSES PERIZINAN PBF, PBBBF, INDUSTRI FARMASI, OBAT TARDISIONAL, KOSMETIKA
TAHUN 2006
JML. PERMOHONAN
IZIN TERBIT
perizinan sudah diterbitkan tetapi ada beberapa berkas yang masih
dalam proses karena ada beberapa persyaratan yang belum lengkap.
Grafik-4 : Realisasi Perizinan PBF, PBBF, Industri Farmasi, Obat
Tradisional, dan Kosmetika Tahun 2006.
Selain izin usaha, Ditjen Binfar dan Alkes juga menerbitkan izin
import/eksport prekursor, psikotropika dan narkotika, yang meliputi izin
Importir Produsen (IP Prekursor) 31 buah, Importir Produsen
Psikotropika (IP-Psikotropika) 14 buah, Importir Produsen Narkotika
(IP-Narkotika) 1 buah khusus untuk PT.Kimia Farma, Importir terdaftar
Prekursor (IT-Prekursor) 2 buah, Importir terdaftar Psikotropika (IT-
Prekursor) 39 buah, Eksportir Produsen Prekursor (EP-Prekursor) 3
buah, Eksportir Produsen Psikotropika (EP-Psikotropika) sebanyak 2
buah, Surat Persetujuan Import (SPI) Prekursor 195 buah, Surat
Persetujuan Impor (SPI) Psikotropika 139 buah, Surat Persetujuan
Impor (SPI) Narkotika 29 buah, Surat Persetujuan Eksport (SPE)
Prekursor 18 buah, Surat Persetujuan Eksport (SPE) Psikotropika 10
24
buah. Selama tahun 2006 jumlah total izin yang dikeluarkan
sebanyak 453 buah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
KATEGORI PREKURSOR/ JUMLAH PSIKOTROPIKA/NARKOTIKA
IP PREKURSOR/ 31 IP PSIKOTROPIKA 14 IP NARKOTIKA 1
SPI PREKURSOR/ 195 SPI PSIKOTROPIKA 139 SPI NARKOTIKA 29 SPE PREKURSOR/ 18 SPE PSIKOTROPIKA 10 EP PREKURSOR/ 3 EP PSIKOTROPIKA 2 IT PREKURSOR/ 2 IT PSIKOTROPIKA 9
Jumlah 453
Tabel-4: Daftar Perizinan Prekursor, Psikotropika, dan Narkotika yang Diterbitkan Tahun 2006
Perundang – undangan Tahun 2006 telah diterbitkan peraturan bidang kefarmasian
diantaranya :
1) Kepmenkes RI No.068/Menkes/SK/II/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pencantuman Nama Generik pada Label Obat.
2) Kepmenkes RI No.069/Menkes/SK/II/2006 tentang
Pencantuman Harga Eceran Tertinggi (HET) pada Label Obat.
3) Kepmenkes RI No.314/Menkes/SK/V/2006 Perubahan Atas
Kepmenkes No. 068/Menkes/SK/II/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pencantuman Nama Generik Pada Label Obat .
4) Kepmenkes RI No.370/Menkes/SK/V/2006 tentang Perubahan
Atas Kepmenkes No. 314/Menkes/SK/V/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pencantuman Nama Generik Pada label Obat .
5) Kepmenkes RI No.336/Menkes/SK/II/2006 tentang Harga obat
Generik.
25
6) Kepmenkes RI No.487/Menkes/SK/VII/2006 tentang Perubahan
Atas Kepmenkes No.336/Menkes/SK/V/2006 tentang harga Jual
Obat Generik.
7) Kepmenkes RI No.720/Menkes/SK/IX/2006 tentang Harga Obat
Generik.
Sedangkan peraturan bidang kefarmasian yang sedang diproses
adalah:
1) Rancangan Keputusan presiden tentang Retroviral
2) Rancangan Undang-undang tentang Narkotika
3) RPP tentang Prekursor
4) RPP tentang Pekerjaan Kefarmasian
5) Rancangan Kepmenkes tentang Bahan Tambahan Makanan.
1.5 Pengembangan Program
1.5.1 Melakukan pengumpulan, pemutakhiran data, pemantauan,
evaluasi, penilaian dan monitoring terhadap pelaksanaan
program bina kefarmasian dan alat kesehatan serta survey
pencapaian indikator kinerja program obat dan perbekalan
kesehatan.
Hasil dari kegiatan ini adalah terkumpulnya data kefarmasian
secara nasional yang dapat menggambarkan pelaksanaan
program kefarmasian dan pencapaian indikator program di
propinsi.
1.5.2 Melakukan penyusunan program dan rencana kerja di
lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Dari kegiatan ini telah tersusun Rencana Kerja
Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKA-KL) program obat
dan perbekalan kesehatan dan Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) tahun 2007.
26
1.5.3 Penyelenggaraan pertemuan Rapat Konsultasi Nasional dalam
rangka perumusan komitmen dan rekomendasi bidang program
Obat dan Perbekalan Kesehatan
1.5.4 Melaksanakan pembinaan/bimbingan teknis program bina
kefarmasian dan alat kesehatan.
1.5.5 Pengembangan informasi Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dengan pembuatan Software Sistem Pengelolaan
Data, pada tahun ini difokuskan pada pengelolaan data
pelaporan PBF, Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika.
1.5.6 Perumusan Kebijakan teknis program kefarmasian dengan
pertemuan yang melibatkan pelaksana program di daerah.
1.6 Realisasi Kegiatan 1) Terlaksananya administrasi umum di Sekretariat Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2) Tersusunnya naskah buku lainnya:
a. Tersusunnya indikator dan evaluasi keberhasilan program
obat dan perbekalan kesehatan di 33 propinsi di Indonesia
b. Tersusunnya laporan tahunan Ditjen Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan tahun 2006
c. Terlaksananya pembuatan himpunan peraturan perundang-
undangan di bidang farmasi dan alat kesehatan dalam bentuk
buku.
d. Terlaksananya revisi buku kumpulan peraturan jabatan
fungsional apoteker dan asisten apoteker.
e. Tersusunnya Kebijakan Obat Tradisional
3) Terlaksananya pengadaan buku-buku perpustakaan
4) Terlaksananya pendidikan dan pelatihan fungsional
a. Terlaksananya Bimbingan teknis jabatan fungsional apoteker
dan asisten apoteker di 33 propinsi.
b. Terlaksananya pembahasan dan penilaian tim penilai jabatan
fungsional Apoteker & Asisten Apoteker.
27
c. Tercapainya Peningkatan Kompetensi Tim Penilai jabatan
fungsional Apoteker & Asisten Apoteker.
d. Tercapainya Peningkatan Ketrampilan dengan pelatihan
emotional spritual quotient bagi pejabat dengan 20 orang
kelas eksekutif dan 40 orang kelas profesional.
e. Terlaksananya Peningkatan kemampuan di Bidang
Perencanaan.
f. Terlaksananya Pelatihan Tim Penilai Angka Kredit Jabatan
Fungsional Apoteker dan Asisten Apoteker
5) Terlaksananya pengadaan makanan/minuman penambah daya
tahan tubuh.
6) Terlaksananya pelantikan/pengambilan sumpah jabatan
7) Terlaksananya pembinaan administrasi pengelolaan
kepegawaian.
a. Tersusunnya pemutakhiran data kepegawaian
b. Terlaksananya percepatan penyelesaian sistem informasi
manajemen kepegawaian (SIMKA) bagi PNS
c. Terlaksananya Daftar Urut Kepangkatan (DUK) pegawai
negeri sipil
d. Tersusunnya formasi pegawai Ditjen Bina Kefarmasian &
Alat Kesehatan.
8) Tersusunnya sistem informasi pendayagunaan aparatur negara.
Terlaksananya penyuluhan dan peningkatan profesionalitas
jabatan fungsional administrasi kesehatan di Jawa Barat
9) Terlaksananya pengadaan pakaian dinas pegawai Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
10) Tersusunnya/terkumpulnya/terlaksananya
pengolahan/updating/analisa data dan statistik di 33 propinsi
11) Tersusunnya program dan rencana kerja/Teknis/Program
a. Tersusunnya substansi materi promosi Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
b. Tersusunnya program kefarmasian di daerah perbatasan di
Jawa Barat
28
c. Tersusunnya program kefarmasian di daerah bencana
12) Terlaksananya penyusunan program dan rencana kerja Setditjen
Binfar dan Alkes.
13) Terlaksananya penyusunan/perumusan sistem dan prosedur
teknis.
Terlaksananya penyusunan/perumusan sistem dan prosedur
teknis kebijakan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
yang diikuti oleh 33 propinsi.
14) Terlaksananya pembinaan dan evaluasi hasil-hasil pemeriksaan
(LHP) dan tindak lanjut
15) Terlaksananya penyelenggaraan humas dan protokol
16) Terlaksananya pameran/visualisasi/publikasi dan promosi.
a. Penyusunan buletin Infarkes Ditjen Bina Kefarmasian & Alat
Kesehatan.
b. Terlaksananya Press Tour mengikuti kunjungan kerja Menteri
Kesehatan/ Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan ke Propinsi/Kabupaten/Kota
c. Terlaksananya pameran Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
d. Terlaksananya promosi Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan melalui berbagai media yaitu media TV,
penyiaran spot iklan melalui TV, dialog interaktif dan built in
TV, media massa, siaran melalui radio di 32 propinsi, poster,
stiker dan leaflet 2 muka.
17) Terlaksananya Penyuluhan dan penyebaran informasi
a. Tersosialisasinya sistem pelaporan PBF di 6 Propinsi yaitu
propinsi Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,
Kalimantan Selatan dan Riau dengan mengundang 40 PBF
per-propinsi.
b. Tersosialisasinya Kebijakan Obat Nasional
c. Tersosialisasinya sistem pelaporan narkotika
d. Tersosialisasinya peraturan perundang-undangan bidang
farmasi yang baru
29
18) Terlaksananya Evaluasi Program dan Penyusunan Laporan
19) Terlaksananya Penyelenggaraan ceramah/ diskusi/ seminar/
sarasehan
Terlaksananya Seminar Lokakarya Nasional dalam rangka
Kebijakan Obat Tradisional
20) Terlaksananya rapat-rapat koordinasi/kerja/dinas/pimpinan
kelompok kerja
a. Terlaksananya rapat-rapat koordinasi/kerja/dinas/pimpinan
kelompok kerja
b. Terlaksananya Konsultasi pemantapan monitoring dan
evaluasi program Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
c. Terlaksananya konsultasi lintas sektor evaluasi program
kesehatan program Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
21) Kerjasama antar instansi pemerintah/swasta/ lembaga terkait
22) Terlaksananya Penatausahaan, pembukuan verifikasi &
pelaksanaan anggaran
a. Tersusunnya Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK).
b. Tersusunnya petunjuk teknis pelaksana anggaran
c. Tersusunnya petunjuk teknis pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan
d. Tersusunnya Harga Perhitungan Sendiri (HPS)/Owner
Estimate (OE).
e. Tersusunnya Pembukuan dan verifikasi pertanggung
jawaban keuangan semester I dan II
f. Terlaksananya rekonsiliasi data Perhitungan Anggaran (PA)
semester I dan II
g. Terlaksananya tindak lanjut hasil pembukuan dan verifikasi
pertanggungjawaban keuangan.
h. Terevaluasinya pelaksana anggaran
23) Terlaksananya penelitian klasifikasi, registrasi, penerapan sistem
kearsipan.
a. Terevaluasinya penerapan kearsipan.
30
b. Terlaksananya Penataan berkas dan sistem kearsipan
dinamis di Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
c. Terlaksananya Penataan berkas dan sistem kearsipan
dinamis di Tingkat Eselon II Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
d. Terlaksananya pembinaan pengelolaan kearsipan elektronik.
24) Terlaksananya pengepakan/pengiriman/pengangkutan barang
25) Terlaksananya koordinasi penyusunan peraturan perundang-
undangan dan bantuan hukum.
a. Terlaksananya review/inventaris peraturan perundangan
Bidang Obat, Bahan Obat (Prodis ijin edar) dan bidang
Perbekalan Kesehatan.
b. Terlaksananya review/inventaris peraturan perundang-
undangan di bidang narkotik, psikotropik dan bahan
berbahaya.
c. Terlaksananya review/inventaris peraturan perundang-
undangan Bidang Obat Tradisional.
d. Terlaksananya review/inventaris peraturan perundang-
undangan kosmetika, alat kesehatan dan PKRT.
e. Terlaksananya review/inventaris peraturan perundang-
undangan Bidang makanan dan minuman, obat tradisional
dan lain-lain.
f. Terlaksananya pemantauan penanganan kasus hukum
pengaduan masyarakat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
g. Terlaksananya pembuatan naskah akademik untuk RPP
tentang Tenaga Kefarmasian dan Apotik.
h. Terlaksananya review peraturan perundang-undangan
tentang Tenaga Kefarmasian dan RPP tentang Apotik.
26) Terlaksananya pembinaan administrasi dan pengelolaan
keuangan.
31
a. Terlaksananya pembinaan perbendaharaan dalam rangka
peningkatan SDM
b. Tersusunnya Buku Petunjuk Tambahan Pelaksanaan
Anggaran
c. Tersusunnya bahan nota keuangan
d. Tersusunnya peraturan perundang-undangan di bidang
keuangan
e. Terlaksananya bimbingan teknis pengelolaan keuangan
f. Tersusunnya laporan realisasi
g. Terlaksananya penyuluhan bendaharawan di bidang
pengelolaan keuangan di Departemen Keuangan
27) Terlaksananya Perencanaan/implementasi/pengelolaan sistem
akuntansi pemerintah
a. Terlaksananya Pembinaan sistem akuntansi pemerintah
dalam rangka peningkatan SDM
b. Terlaksananya pengolahan data Sistem Akuntansi
Pemerintah (SAP) semester I dan II
c. Terlaksananya rekonsiliasi Data Sistem Akuntansi
Pemerintah (SAP) semester I dan II
d. Tersusunnya buku laporan realisasi anggaran dan neraca TK
Eselon I
e. Terlaksananya technical asistence Sistem Akuntansi
28) Terlaksananya pembinaan penerimaan negara bukan pajak
a. Terlaksananya penyusunan dan pembahasan target PNBP
b. Terlaksananya penyusunan dan pembahasan rancangan
penetapan biaya PNBP untuk pelayanan prodis alkes
c. Terlaksananya penyusunan dan pembahasan final besaran
tarif PNBP untuk pelayanan prodis alkes.
d. Terlaksananya rekonsiliasi realisasi PNBP untuk perhitungan
anggaran semester I dan II.
29) Terlaksananya pembinaan administrasi dan pengelolaan
perlengkapan.
32
a. Tersusunnya hasil pendataan dan penataan barang
milik/kekayaan negara berbasis SAAT.
b. Tersusunnya buku petunjuk penatausahaan barang
milik/kekayaan negara di lingkungan Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
c. Terlaksananya pembuatan protap penghapusan dan protap
mekanisme penyerahan dan penerimaan barang.
d. Terlaksananya pembuatan protap pengamanan instalasi
prasarana gedung.
e. Terlaksananya Pembuatan protap pemeliharaan dan
peminjaman barang milik/ kekayaan negara
f. Terlaksananya Pembuatan protap pemakaian ruang rapat
dan protap permintaan barang habis pakai.
g. Terlaksananya Pembuatan protap mekanisme pelaporan
barang persediaan obat-obatan Bufferstock.
h. Tersusunnya rencana kebutuhan dan sertifikasi barang milik
negara tahun 2007.
i. Menghadiri rapat koordinasi kegiatan administrasi dan
pengelolaan perlengkapan.
j. Tersusunnya laporan kegiatan pembinaan administrasi dan
pengelolaan perlengkapan 3 triwulan.
30) Analisis/pengkajian pengembangan organisasi dan tata laksana
yaitu tersusunnya Lakip Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
31) Terlaksananya pengembangan kelembagaan
a. Terlaksananya pengembangan sumber daya manusia
Kehumasan
b. Terlaksananya pembekalan dan pemantapan program
National Health Account Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
c. Meningkatnya ketrampilan leadership dengan pendekatan
Learning Organization bagi pejabat Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
33
d. Terlaksananya pemantapan dan pembekalan sistem
pelaporan PBF.
e. Meningkatnya kemampuan di bidang operasional website
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
f. Meningkatnya kemampuan di bidang pengelolaan website.
g. Terlaksananya Pemutakhiran data Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
h. Terlaksananya assement pelayanan farmasi di daerah
perbatasan.
i. Terlaksananya assement pelayanan farmasi di daerah pasca
bencana.
j. Terlaksananya rapat konsultasi teknis program Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
k. Terlaksananya pertemuan dalam rangka penyusunan
pemantapan program dekonsentrasi Tahun 2007.
l. Terselenggaranya perizinan sarana produksi dan distribusi
farmasi.
m. Tersusunnya kebutuhan obat di propinsi
n. Tersusunnya bahan raker DPR, Pidato Presiden.
o. Terlaksananya Pemantapan kinerja program dekonsentrasi.
p. Terlaksananya pemantapan dan pembekalan sistem
pelaporan narkotika.
q. Terlaksananya pengembangan kemampuan di bidang hukum.
32) Terlaksananya pengadaan obat-obatan/vaksin yaitu obat Buffer
Stock Propinsi/Kabupaten/Kota, Obat Buffer Stock Pusat, obat flu
burung, obat untuk keluarga miskin dan obat oseltamivir.
33) Terlaksananya pembangunan gudang/lapangan penumpukan
barang
34) Terlaksananya pengadaan perlengkapan sarana gedung
35) Terlaksananya pengadaan alat pengolah data.
36) Terlaksananya Pengadaan kendaraan bermotor roda-2.
37) Terlaksananya Pengadaan kendaraan bermotor roda-4 / roda-6 /
roda-10.
34
38) Terlaksananya pencetakan/penerbitan/pengadaan/laminasi.
39) Terlaksananya fasilitasi penguatan organisasi yaitu
tersosialisasinya organisasi Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
40) Terlaksananya pemantauan dan evaluasi
a. Terlaksananya monitoring dan evaluasi hasil kegiatan
promosi.
b. Terlaksananya pemantauan dan analisa anggaran.
c. Terlaksananya evaluasi dan kompilasi ketersediaan data di
lingkungan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
d. Terlaksananya pemantauan revitalisasi GFK.
e. Terlaksananya survey implementasi WOD ke 15 Propinsi.
f. Terlaksananya survey implementasi laporan narkotika.
g. Terlaksananya pembahasan/evaluasi dan penyusunan
laporan dan pelaksanaan KW-SPM.
h. Terlaksananya survey pencapaian indikator program Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2006. i. Terlaksananya survey ketersediaan obat di GFK.
j. Terlaksananya pemantauan/monitoring/evaluasi peraturan
perundang-undangan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
k. Terlaksananya pemantauan kinerja kewenangan wajib
standar pelayanan minimum.
B. PROGRAM BINA PENGGUNAAN OBAT RASIONAL 1. Tujuan
Untuk meningkatkan penggunaan obat rasional dan obat essensial
nasional di setiap fasilitas kesehatan masyarakat, melindungi
masyarakat dari resiko pengobatan irasional dan meningkatkan mutu,
efisiensi dan efektifitas pelayanan farmasi.
2. Sasaran Untuk meningkatkan penggunaan obat rasional dan obat essensial
nasional, melakukan promosi, pembinaan dan advokasi untuk
35
meningkatkan kemandirian masyarakat dalam penggunaan obat
rasional dan obat essensial nasional, menyusun peraturan
perundang-undangan dan mengembangkan SDM kesehatan untuk
meningkatkan penggunaan obat rasional dan obat essensial nasional
dan sasaran program dititikberatkan pada produsen obat, penjual
obat, pemerintah dan daerah, tokoh masyarakat, pembuat iklan serta
dengan sektor terkait.
3. Realisasi Kegiatan 3.1. Tersusunnya Formularium Spesialistik Penyakit Mata dengan
dicapainya penyusunan Formularium Spesialistik Penyakit Mata
dan peningkatan penggunaan obat rasional khususnya di bidang
kesehatan mata.
3.2. Tersusunnya Profil Penggunaan Obat Generik di Rumah Sakit
Pemerintah di 10 propinsi dengan dicapainya penyusunan profil
penggunaan obat generik di Rumah Sakit Pemerintah.
3.3. Tersusunnya Profil Penggunaan Narkotika di 10 Rumah Sakit
Propinsi/Kabupaten dengan tercapainya evaluasi implementasi
pelaporan penggunaan narkotika, mengetahui jumlah dan jenis
narkotika yang digunakan dan dibutuhkan serta meningkatkan
penggunaan narkotika secara rasional di sarana kesehatan oleh
Dinas Kesehatan Propinsi.
3.4. Tersusunnya Data Formularium Puskesmas Berdasarkan Pola
Penyakit diselenggarakan di Sulawesi Utara, Jawa Timur, dan
Jambi dengan dicapainya penyusunan formularium mandiri bagi
Puskesmas Kabupaten/Kota dan peningkatan penggunaan obat
rasional khususnya di Puskesmas kabupaten/kota.
3.5. Tersusunnya Petunjuk Teknis Pelabelan Generik dan Harga
Obat yang dilaksanakan di Jawa Tengah dengan dicapainya
penyusunan petunjuk teknis tentang pelabelan generik,
penerapan kebijakan Menteri Kesehatan tentang pelabelan
generik dan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai
obat. Kegiatan ini diikuti oleh Biro Hukum dan Organisasi
36
(Depkes), Industri obat, Direktorat Bina Obat Publik, dan
Direktorat Farmasi Komunitas dan Klinik.
3.6. Tersusunnya Rencana Program dan Evaluasi Hasil Penyusunan
Perencanaan Program dengan dicapainya mekanisme
pelaksanaan program pembinaan POR dan hasil guna dan daya
guna yang maksimal.
3.7. Terlaksananya Lomba Poster Penggunaan Obat Generik dan
Antibiotika di Bali dan Penyelenggaraan Pameran Poster HKN
dengan dicapainya peningkatan pengetahuan dan pemahaman
tentang penggunaan obat generik dan antibiotik, peningkatan
pengetahuan masyarakat dalam penggunaan POR, identifikasi
masalah dalam pengetahuan obat rasional, dan pengurangan
penggunaan obat yang tidak rasional. Kegiatan ini diikuti oleh
guru dan pelajar SMU di 15 propinsi.
3.8. Terlaksananya Pembudayaan dan Pemasyarakatan Sosialisasi
Kebijakan Teknis di propinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat,
dan Nusa Tenggara Timur dengan dicapainya pelaksanaan
sosialisasi kebijakan teknis dan program dalam rangka
peningkatan penggunaan obat rasional, identifikasi masalah
dalam penggunaan obat rasional, dan penurunan penggunaan
obat yang tidak rasional. Kegiatan ini diikuti oleh Dinas
Kesehatan Propinsi.
3.9. Terlaksananya Evaluasi Implementasi Permenkes tentang
Pelabelan Generik pada Kemasan Produk Obat dengan
dicapainya perolehan data mengenai kepatuhan terhadap
peraturan pemerintah tentang pelabelan generik, penerapan
kebijakan Menkes tentang pelabelan generik, peningkatan
penggunaan obat generik, dan peningkatan keterjangkauan obat
bagi masyarakat. Kegiatan ini diikuti oleh organisasi profesi
(IDI,ISFI), LSM (YLKI), dan pakar profesi.
3.10. Terlaksananya Evaluasi Implementasi Penggunaan Narkotika di
Sarana Kesehatan di Bali dengan dicapainya perolehan data
kebutuhan narkotika di rumah sakit, mengetahui besaran
37
kebutuhan narkotika di rumah sakit, mengetahui jenis narkotika
yang dibutuhkan dan untuk menjamin ketersediaan oleh rumah
sakit, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Direktorat Pelayanan
Medik.
3.11. Terlaksananya Evaluasi Implementasi Pelaporan Penggunaan
Psikotropika di Sarana Kesehatan di Sumatera Barat. Kegiatan
ini diikuti oleh rumah sakit, Dinas Kesehatan Propinsi, dan
Direktorat Pelayanan Medik.
3.12. Terlaksananya Rapat Konsultasi KFT di Rumah Sakit dalam
rangka Peningkatan Tugas dan Fungsi di RSUP di Makassar
dengan dicapainya perolehan gambaran tentang masalah
pelaksanaan tugas dan fungsi KFT di Rumah Sakit,
mendapatkan masukan tentang kendala-kendala dalam
implementasi KFT Rumah Sakit serta upaya-upaya
pemecahannya, meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi
KFT, dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
Kegiatan ini diikuti oleh Dinas kesehatan 15 propinsi dan KFT
Rumah Sakit Pendidikan.
3.13. Terlaksananya Bimbingan Teknis POR bagi dokter puskesmas
di 5 propinsi yaitu propinsi Maluku Utara, Gorontalo, Papua,
Nusa Tenggara Timur dan Nangroe Aceh Darussalam dengan
dicapainya peningkatan kemampuan tenaga pelatih bagi dokter
puskesmas dalam rangka peningkatan penggunaan obat
rasional, memperoleh tenaga pelatih POR di kabupaten/kota,
dan menyebarluaskan berbagai upaya penerapan penggunaan
obat rasional. Kegiatan ini diikuti oleh Dinas Kesehatan Propinsi
dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
3.14. Terlaksananya Pembekalan Tenaga Perawat Puskesmas di
Kabupaten/Kota dalam Meningkatkan POR di propinsi Sulawesi
Selatan, 12 kab/kota di propinsi Jawa Tengah, 8 kab/kota di
propinsi Bali, 10 kab/kota di propinsi Jawa Barat dengan
dicapainya peningkatan kemampuan tenaga pelatih bagi
perawat puskesmas dalam rangka peningkatan penggunaan
38
obat rasional, memperoleh tenaga pelatih POR di
kabupaten/kota dan meningkatkan penggunaan obat rasional.
Kegiatan ini diikuti oleh perawat Dinas Kesehatan Propinsi dan
perawat Dinas Kesehatan Kabupaten/kota.
3.15. Terlaksananya Pembekalan Tenaga Dokter Puskesmas
Kabupaten/Kota dalam Meningkatkan POR di 8 kabupaten/kota
propinsi Sumatera Selatan, 8 kabupaten/kota di propinsi
Bangka Belitung, 12 kabupaten/kota di propinsi kepulauan Riau,
6 kabupaten/kota di propinsi Nusa Tenggara Barat, propinsi
Papua, propinsi Sulawesi Tenggara, propinsi Kalimantan
Selatan dengan dicapainya peningkatan kemampuan tenaga
pelatih bagi dokter puskesmas dalam rangka peningkatan
penggunaan obat rasional, memperoleh tenaga pelatih
penggunaan obat rasional di kabupaten/kota dan
menyebarluaskan berbagai upaya penerapan penggunaan obat
rasional. Kegiatan ini diikuti oleh Dokter Dinas Kesehatan
Propinsi dan dokter Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
3.16. Terlaksananya Penggalangan Peningkatan Kerjasama Tim
Penggerak POR di Surabaya dengan dicapainya peningkatan
kerjasama tim dalam rangka POR, tercapainya pengertian
masing-masing personil terhadap POR dan tercapainya
kerjasama tim dalam rangka peningkatan POR.
3.17. Terlaksananya Pengadaan Alat Pengolah Data dengan
dicapainya peningkatan motivasi kinerja di lingkungan Direktorat
Bina Penggunaan Obat Rasional dan terlaksananya motivasi
kinerja di lingkungan Direktorat Bina Penggunaan Obat
Rasional.
3.18. Terlaksananya Pencetakan/Penerbitan/Penggandaan/Laminasi
dengan dicapainya peningkatan jenis dan jumlah buku terbitan
Direktorat Bina POR, terlaksananya pencetakan dan penerbitan
buku dan terlaksananya motivasi kinerja di lingkungan Direktorat
Bina POR oleh Direktorat Bina POR.
39
3.19. Terlaksananya Pertemuan bilateral dengan ASEAN dengan
dicapainya peningkatan kerjasama bilateral Negara ASEAN di
daerah perbatasan dalam bidang pelayanan kesehatan dan
tercapainya kesamaan pandang antara Negara ASEAN untuk
mengatasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah
perbatasan dan terbentuknya masyarakat yang sehat sejahtera
di daerah perbatasan antara Negara-negara ASEAN.
3.20. Terlaksananya Pertemuan Multilateral dengan Negara ASEAN,
China, Jepang dan Australia.
3.21. Terlaksananya Pertemuan Internasional WHO di Geneva.
3.22. Terlaksananya Supervisi Pelaksanaan Program Dekon di 15
Propinsi dengan dicapainya peningkatan koordinasi dan
sinkronisasi program antara pusat dan daerah dan
terlaksananya koordinasi dan sinkronisasi kesepakatan program
antara pusat dan daerah. Kegiatan ini diikuti oleh Dinas
Kesehatan Propinsi.
3.23. Terlaksananya Evaluasi Harga Obat Generik dan Branded
Generik di tingkat Apotek di Yogyakarta dengan dicapainya
evaluasi terhadap rasionalisasi harga obat generik dan branded
generik, dan peningkatan keterjangkauan dan akses obat
generik dan branded generik. Kegiatan ini diikuti oleh tim
evaluasi harga obat, Ditjen Yanmedik, Dinas Kesehatan
Propinsi, dan KFT Rumah Sakit.
3.24. Terlaksananya Rasionalisasi Harga Obat Generik di FK UGM
dengan dicapainya rasionalisasi harga obat generik,
tersusunnya daftar harga obat generik yang telah dirasionalisasi
dan peningkatan keterjangkauan dan akses obat generik pada
masyarakat. Kegiatan ini diikuti oleh Tim evaluasi harga obat,
Ditjen Bina Yanmedik, Dinas Kesehatan Propinsi dan pakar dan
praktisi terkait di RS Pendidikan.
3.25. Terlaksananya Rasionalisasi Harga Obat Essensial di FK
UNAIR dengan dicapainya rasionalisasi harga obat essensial,
tersusunnya daftar harga obat essensial yang telah
40
dirasionalisasi, peningkatan keterjangkauan obat oleh
masyarakat, dan peningkatan akses obat untuk seluruh
masyarakat. Kegiatan ini diikuti oleh Tim evaluasi harga obat,
Ditjen Bina Yanmedik, Dinas Kesehatan Propinsi, dan pakar dan
praktisi terkait di RS Pendidikan.
3.26. Terlaksananya Rasionalisasi Harga Obat Branded di FK UNPAD
dengan dicapainya rasionalisasi harga obat branded,
tersusunnya daftar harga obat branded yang telah
dirasionalisasi, peningkatan keterjangkauan terhadap akses
branded, terciptanya kompetisi yang sehat antara berbagai
produk obat branded generik. Kegiatan ini diikuti oleh tim
evaluasi harga obat, Ditjen Bina Yanmedik, Dinas Kesehatan
Propinsi, dan pakar dan praktisi terkait di RS Pendidikan.
C. PROGRAM BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK
1. Tujuan Terselenggaranya pelayanan farmasi yang profesional didukung oleh
sediaan farmasi yang aman dan bermutu melalui :
a. Penggalangan kemitraan lintas sektor, masyarakat dan swasta.
b. Peningkatan peran daerah
c. Pengembangan sumber daya tenaga farmasi.
d. Regulasi yang sesuai dengan era desentralisasi.
2. Sasaran
a. Sarana
1) Farmasi Klinik: Instalasi farmasi Rumah Sakit (IFRS)
2) Farmasi Komunitas: Puskesmas, Apotek, Toko Obat,
Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi (Kosmetika, Obat,
Obat Tradisional).
41
3) Produksi dan Distribusi makanan minuman, Industri Rumah
Tangga.
b. Sumber Daya manusia
Asisten Apoteker (AA), D3 Farmasi, Apoteker, Apoteker Spesialis,
S2.
c. Masyarakat : konsumen
d. Komoditi : obat, obat tradisional, kosmetika.
3. Realisasi Kegiatan 3.1 Tersusunnya Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek yang diikuti oleh 23 orang peserta dari
Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Universitas Surabaya, Universitas
Gadjah Mada, Organisasi Profesi Farmasi (BPP ISFI), Pusat
Litbangkes-Departemen Kesehatan serta peserta di lingkungan
Ditjen Binfar dan Alkes.
3.2 Tersusunnya Buku Saku Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien
Hipertensi yang diikuti oleh 14 orang peserta dari praktisi
Rumah sakit, Klinisi akademi, serta peserta di lingkungan Dit
Bina Farmasi Komunikasi dan Klinik.
3.3 Tersusunnya Buku Saku Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien
Kardiovaskular yang diikuti oleh 24 orang peserta yang terdiri
dari praktisi RS Jantung dan Pembuluh darah Nasional
Harapan Kita, RS-Ramelan Surabaya, RS Hasan Sadikin
Bandung, Universitas Surabaya, Universitas Nasional, Institut
Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Organisasi
profesi Farmasi (BPP ISFI) serta peserta dari lingkungan
Direktorat Bina Farmasi komunitas dan Klinik.
3.4 Tersusunnya Buku Saku Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien
Artritis Rheumatoid yang diikuti oleh 14 orang peserta dari
42
praktisi Rumah Sakit, Klinisi, Akademisi, serta peserta dari
lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes
3.5 Tersusunnya Buku Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan
Bebas Terbatas yang diikuti oleh 19 peserta dari RSCM, Univ.
Nasional Jakarta, Badan Litbangkes Depkes RI, BPP ISFI,
Praktisi Apotek serta peserta dari lingkungan Ditjen Binfar dan
Alkes.
3.6 Tersusunnya Buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang diikuti oleh 17 orang
peserta dari praktisi Rumah Sakit, Akademisi, Ditjen P2 dan PL
serta peserta dari lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes.
3.7 Tersusunnya Buku Pedoman Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang diikuti oleh 17
orang peserta yang terdiri dari peserta pusat, praktisi Rumah
Sakit dan akademisi perguruan tinggi.
3.8 Tersusunnya Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil
dan Menyusui yang diikuti oleh 18 orang peserta yang terdiri
dari peserta pusat, praktisi RS, dan akademisi perguruan tinggi
negeri.
3.9 Tersusunnya Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di
sarana kesehatan yang diikuti oleh 5 orang peserta daerah, 14
orang peserta pusat.
3.10 Tersusunnya Pedoman Pelayanan Farmasi di Puskesmas yang
diikuti oleh 19 orang peserta dari Dinas Kesehatan Prop.
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Jambi, Sumatera Barat,
D.I. Yogyakarta, Puskesmas di wilayah jakarta Timur,
Puskesmas di wilayah Jakarta Barat, Puskesmas di wilayah
jakarta Selatan, Organisasi Profesi Farmasi (BPP ISFI), Pusat
Litbangkes Depkes serta peserta dari Ditjen Binfar dan Alkes.
3.11 Terlaksananya kegiatan Keterampilan Interpersonal dengan
tujuan untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik yang diikuti oleh 24 peserta yang
43
terdiri dari pejabat struktural dan staf di lingkungan Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
3.12 Terciptanya Tenaga Pelatih Training of Trainer (TOT)
Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit (Batch I dan Batch
II) yang dihadiri oleh peserta dari 11 propinsi yang terdiri dari 1
orang apoteker dari Dinkes Propinsi dan 2 orang apoteker dari
RS propinsi (Batch I dan Batch II) serta 8 orang peserta pusat.
3.13 Terlaksananya kegiatan pembekalan tenaga farmasi dalam
rangka pelayanan farmasi komunitas dan klinik dengan hasil
yaitu tersusunnya jumlah laporan Linatih Pembekalan Tenaga
Farmasi di Jambi, Bandung, Surabaya dan Bali. Yang diikuti
oleh 34 orang peserta dari daerah propinsi Jambi, 39 orang
peserta daerah Bandung, 42 orang dari daerah Surabaya,dan
49 orang peserta dari daerah propinsi Bali.
3.14 Tersusunnya jumlah laporan Linatih Pembekalan Tenaga
Farmasi tentang Pelayanan Kefarmasian untuk ODHA (Orang
Dengan HIV/AIDS) dengan dicapainya hasil berupa rencana
tindak lanjut dari pertemuan Pembekalan Tenaga farmasi
tentang Pelayanan Kefarmasian untuk ODHA yaitu:
1) Rumah Sakit sebagai wadah pelayanan ODHA
- Menyiapkan sarana dan prasarana penunjang seperti
ruang khusus konseling.
- Perlu memisahkan file untuk penderita ODHA pada rekam
medik Rumah Sakit sehingga memudahkan monitoring
penderita tersebut.
2) Tenaga Farmasi
- Menyiapkan diri sebagai konselor di bidang kefarmasian.
- Segera melibatkan diri dalam Tim HIV/AIDS.
- Menciptakan jaringan komunikasi antar tenaga farmasi.
- Senantiasa berkoordinasi dan menciptakan komunikasi
yang baik dengan tenaga kesehatan lainnya.
3) Usulan ke Depkes
44
- Mempertimbangkan biaya perbekalan farmasi lainnya
selain obat yaitu anggaran untuk alat kesehatan habis
pakai dan pelayanan penunjang lainnya.
- Perlu adanya pembekalan lanjutan bagi peserta yang
sudah dilatih pada saat ini guna kesinambungan materi.
- Perlu adanya standar operasional khususnya untuk
tenaga farmasi dalam pelayanan ODHA.
3.15 Tersusunnya Rencana Program Kerja Tahun 2007.
Penyusunan program diikuti oleh 25 orang dan penyusunan
DIPA diikuti oleh 25 orang.
3.16 Tersusunnya Rencana Induk Pelayanan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.
3.17 Tersusunnya Rencana Induk Pelayanan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit yang diikuti oleh 30 orang peserta daerah, 10
orang peserta pusat, dan 5 orang narasumber.
3.18 Tersusunnya draft poster siap cetak sebagai Informasi Obat
Bebas Terbatas dengan judul:
1) Obat Penurun Panas dan Pereda nyeri
2) Kenali Batuk dan Obatnya
3) Kenali Diare dan Obatnya
4) Cacingan dan Obatnya
5) Sakit maag dan Obatnya
Pertemuan Pembuatan poster ini diikuti oleh 19 orang peserta.
3.19 Terlaksananya bantuan tugas belajar Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik.
3.20 Tersusunnya Laporan Dit. Bina Farkomnik Tahun 2006
3.21 Tersusunnya Laporan Akuntabilitas Dit. Bina Farkomnik tahun
2006
3.22 Terlaksananya kegiatan Rapat Konsultasi Teknis Dalam
Rangka Pengendalian Pelayanan Farmasi Komunitas dan
Klinik serta Kerjasama Profesi menghasilkan beberapa
rekomendasi diantaranya adalah sebagai berikut:
45
1) Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan program
pelayanan kefarmasian perlu dilakukan pelatihan /
peningkatan kemampuan SDM guna meningkatkan mutu
pelayanan kefarmasian sehingga masyarakat
mendapatkan pelayanan kefarmasian yang lebih bermutu
oleh karena dan merasa terlindungi dan diharapkan
Depkes Pusat berkontribusi lebih besar.
2) Pelaksanaan sistem farmasi satu pintu di rumah sakit
perlu diatur dalam undang-undang seperti Surat
Keputusan Menteri Kesehatan.
3) Regulasi perizinan apotek untuk praktek profesi
4) Adanya program untuk peningkatan SDM khususnya
untuk Asisten Apoteker.
5) Dinkes Prop sulit melaksanakan pembinaan terhadap
rumah sakit propinsi untuk itu dperlukan suatu mekanisme
yang jelas.
6) Perlunya regulasi tentang perizinan vaksin.
7) Dengan adanya era otonomi daerah diharapkan dapat
membuat kebijakan tentang pelayanan kefarmasian yang
sesuai dengan situasi dan kondisi daerahnya.
3.23 Terlaksananya kegiatan bimbingan teknis PIO di Rumah Sakit
di propinsi Bengkulu, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Tengah.
3.24 Tersusunnya harmonisasi peraturan pelayanan Farmasi
Komunitas dan Klinik dalam mengantisipasi Globalisasi.
3.25 Peningkatan Mutu Pelayanan Farmasi di sarana distribusi
sediaan farmasi pusat.
3.26 Terlaksananya kegiatan advokasi Penerapan Pharmaceutical
Care/ Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dengan Komite
Medik.
Pertemuan Advokasi Penerapan ”Pharmaceutical Care”/
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dengan Komite
Medik dikuti peserta daerah terdiri dari 62 orang ketua komite
Medik dan Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit se Indonesia,
46
20 Orang staf dan pejabat struktural di lingkungan Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
Dari hasil pertemuan tersebut diperoleh kesepakatan Rencana
Tindak Lanjut dari hasil diskusi yang telah dilakukan antara
Instalasi Rumah Sakit (IFRS) dan Komite Medik Rumah Sakit.
3.27 Terlaksananya kegiatan advokasi pemegang kebijakan tentang
Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit di Era Desentralisasi.
Dari Pertemuan tersebut diperoleh hasil berupa kesepakatan
tentang Rencana Tindak Lanjut dari hasil diskusi yang telah
dilakukan antara IFRS dan Pemda Propinsi dan diikuti oleh 60
orang peserta dari RS dan Pemda Propinsi se-Indonesia dan
15 orang dari peserta pusat.
3.28 Tersosialisasinya Buku-buku pedoman yang disusun untuk
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
Tersusunnya Laporan Hasil monitoring Pelayanan Farmasi
Rumah sakit.
3.29 Tersusunnya Laporan Hasil monitoring Pelayanan Farmasi di
Apotik dan Puskesmas.
3.30 Tersusunnya Laporan Hasil monitoring Sarana Produksi dan
Distribusi Sediaan Farmasi
3.31 Peninjauan kembali KEPMENKES NO. 386/MENKES/IV/1994
tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional,
Kosmetika, Alat Kesehatan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga & Makanan Minuman. Tujuan umum dari pertemuan ini
adalah agar terlindunginya masyarakat dari usaha periklanan
sediaan farmasi, alat kesehatan, makanan & minuman yang
tidak bertanggung jawab dan menyesatkan.
3.32 Tersusunnya laporan Hasil Evaluasi pelaksanaan kebijakan
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik diikuti oleh 90
orang peserta yang terdiri dari 65 orang peserta dari Dinas
kesehatan propinsi dan IFRS propinsi.
3.33 Meningkatnya Produktivitas SDM
3.34 Tersedianya Inventaris Kantor
47
3.35 Meningkatnya Produktivitas Kerja
3.36 Tersusunnya Laporan Administrasi Umum Satuan Kerja
D. PROGRAM BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
1. Tujuan a. Terwujudnya suatu pedoman, standar, norma, kriteria dan
prosedur di bidang penyediaan dan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar,
sesuai peraturan yang berlaku.
b. Terlaksananya kegiatan di bidang obat publik dan perbekalan
kesehatan berdasarkan rencana jangka panjang, menengah
dan pendek sesuai program terkait.
2. Sasaran Terjaminnya kecukupan obat publik dan perbekalan kesehatan di
pelayanan kesehatan dasar maupun Gudang Farmasi di Propinsi/
Kabupaten/Kota.
3. Realisasi Kegiatan
3.1 Tersusunnya Pedoman Harga Obat Generik nomor
156/Menkes/SK/II/2006 tanggal 16 Maret 2006 dan nomor
336/Menkes/SK/IV/2006 tanggal 16 Juni 2006, Pedoman
Obat Program Kesehatan nomor : 163/Menkes/SK/III/2006
tanggal 16 Maret 2006, Pedoman Harga Obat Pelayanan
Kesehatan Dasar (PKD) nomor : 155/Menkes/SK/III/2006
tanggal 16 Maret 2006.
3.2 Tersusunnya Pedoman Pengelolaan Obat Buffer Stok.
3.3 Terlaksananya Penyempurnaan Pedoman Supervisi dan
Evaluasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan.
48
3.4 Tersusunnya Laporan Tahunan Direktorat Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan.
3.5 Tersusunnya Rencana dan Evaluasi Hasil Rencana Program
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
3.6 Terlaksananya Sosialisasi Pedoman Pengelolaan Obat Buffer
Stok di propinsi Jawa Barat.
3.7 Terlaksananya Sosialisasi Pedoman Pengelolaan Obat di
saat Bencana di 6 propinsi yaitu: NAD, Sumatera Utara,
Papua, Maluku Utara, Sumatera Barat, Jawa Timur.
3.8 Tersusunnya Laporan Tahunan Akuntabilitas Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
3.9 Terlaksananya Rapat Konsultasi Teknis Pengendalian
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di
Sumatera Barat menghasilkan kesepakatan dan
rekomendasi tentang kebijakan obat publik dan perbekalan
kesehatan.
3.10 Terlaksananya Pertemuan Advokasi Perencanaan Obat
Terpadu 5 kab/kota di tiap propinsi yang dilaksanankan di
propinsi NAD, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa
Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Jambi, Kalimantan Selatan, Jawa Timur.
3.11 Terlaksananya Pertemuan Perencanaan Pengadaan Buffer
Stock di propinsi Jawa Barat.
3.12 Terlaksananya Fasilitas Teknis Pengelolaan Obat Publik
dan Perbekkes di Kab/Kota.
3.13 Terlaksananya Pembekalan Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekkes pada Tingkat Internasional di Negara ASEAN
dan Eropa. Perjalanan menghadiri undangan dalam rangka
12th BIMST Public Health Conference dengan tema:
“Enhancing Regional Response for Emergencing Public
Health Threath Through Capacity Building” pada tanggal
15-16 Nopember 2006 di Brunei Darussalam yang dihadiri
oleh Ibu Dra. Fatimah Umar, Apt, MM. (Kasubdit
49
Pemantauan dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan).
3.14 Terlaksananya Pembekalan Petugas Pengelola Obat dan
Perbekkes Propinsi se-Indonesia tentang Pemusnahan
Sediaan Farmasi.
3.15 Terlaksananya Pembekalan Tenaga Pengelola Obat dan
Perbekalan Kesehatan di Propinsi se-Indonesia tentang
Pengelolaan Obat di saat bencana .
3.16 Terlaksananya Pembekalan tenaga Pengelola Obat dan
Perbekalan Kesehatan di Propinsi se-Indonesia tentang
Pengelolaan Obat Program Malaria.
3.17 Terlaksananya Pembekalan Petugas Pengelola Obat dan
Perbekalan Kesehatan di Propinsi se-Indonesia tentang
Pengelolaan Obat Program HIV-AIDS (ARV).
3.18 Terlaksananya Pembekalan Petugas Pengelola Obat dan
Perbekalan Kesehatan di propinsi se-Indonesia tentang
Advokasi Pengelolaan obat terpadu.
3.19 Terlaksananya Pembekalan Petugas Pengelola Obat dan
Perbekalan kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota pemekaran
se-Indonesia tentang Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan.
3.20 Terlaksananya Pembekalan Petugas Pengelola Obat
Propinsi/Kabupaten/Kota tentang Pengelolaan Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan di propinsi Papua, Gorontalo,
Lampung, NAD, Sumatera Utara.
3.21 Terlaksananya Pengadaan Alat Pengolah Data.
3.22 Terlaksananya Pemantauan Ketersediaan Obat di
Kabupaten/Kota.
3.23 Terlaksananya Monitoring Harga Obat Generik dan
Pengolahan Data.
3.24 Terlaksananya Supervisi dan Evaluasi Penggunaan Buffer
Stock.
50
3.25 Terlaksananya Pembekalan Petugas Pengelola obat
Prop/Kab/Kota tentang Pengelolaan obat publik dan
Perbekalan kesehatan di Puskesmas di propinsi NAD,
Sumatera Utara.
3.26 Tersosialisasinya buku Pedoman Pengelolaan Obat Buffer
Stock
3.27 Terlaksananya Peningkatan Daya Tahan Tubuh
E. PROGRAM BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN
1. Tujuan a. Meningkatkan ketersediaan Alkes dalam jenis yang lengkap,
jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara
tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan.
b. Meningkatkan mutu, keamanan Alkes, PKRT, kosmetika,
reagensia, makanan dan sediaan lainnya.
c. Meningkatkan ketersediaan Alkes melalui optimalisasi industri
nasional dengan memperhatikan keanekaragaman produk dan
keunggulan daya saing.
2. Sasaran
a. Terjaminnya ketersediaan Alkes sesuai kebutuhan
b. Terjaminnya ketersediaan Alkes di sektor publik
c. Terjaminnya mutu pengelolaan Alkes di kabupaten/kota
d. Terjaminnya mutu Alkes yang beredar
e. Diterapkannya petunjuk pengelolaan Alkes
f. Terjaminnya mutu sarana produksi dan distribusi Alkes
51
g. Tercegahnya resiko atau akibat samping dari penggunaan Alkes
yang tidak memenuhi syarat
h. Terhindarnya masyarakat dari Alkes yang tidak bermutu serta
mengoptimalkan efektifitas Alkes terhadap biaya dan manfaat
terhadap resiko
i. Tersedianya system informasi Alkes yang akurat, obyektif dan up
to date serta mudah diakses oleh tenaga kesehatan dan
masyarakat.
3. Realisasi Kegiatan 3.1. Terlaksananya penyusunan naskah buku lainnya yang meliputi:
Penyusunan revisi pedoman cara pembuatan perbekalan
kesehatan rumah tangga, pembuatan petunjuk teknis cara
pengisian formulir pendaftaran Alkes dan PKRT, Penyusunan
pedoman pengujian kembali Alkes dan PKRT, Penyusunan
pedoman harga Alkes, Penyusunan pedoman surveillance dan
vigillance alat kesehatan, Penyusunan pedoman pelayanan
sertifikasi penyuluhan dan toko alat kesehatan, Penyusulan
pedoman penanganan produk invitro diagnostik dalam rangka
menjamin mutu, Penyusunan pedoman pengamanan sedíaan
peralatan makaj, Kajian tentang pejgamanan sedíaan mainan
anak, Penyusunan revisi pedoman cara pembuatan alat
kesehatan yang baik, Penyusunan revisi pedoman cara
distribusi alat kesehatan yang baik, Pembuatan petujjuk teknis
penerapan Permenkes 1184.
3.2. Terlaksananya Pengadaan makanan/minuman penambah daya
tahan tubuh.
3.3. Terlaksananya Penelitian produk/teknik produksi, yaitu Pengadaan sampling Alat Kesehatan dan PKRT.
3.4. Terlaksananya Penyusunan program dan rencana
kerja/teknis/program yaitu : Penyusunan Standar Nasional
Indonesia Alkes dan PKRT, Penyusunan daftar usulan kegiatan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
52
3.5. Terlaksananya Penyuluhan dan penyebaran informasi, yaitu
Sosialisasi tata cara pelaksanaan sampling Alkes dan PKRT.
3.6. Terlaksananya Rapat-rapat koordinasi/kerja/dinas/pimpinan
kelompok kerja, yaitu: Rapat konsultasi teknis Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Rapat penyusunan
konsep iklan layanan masyarakat, Rapat penyusunan
pengembangan sistem kearsipan dengan pembuatan
microchip.
3.7. Terlaksananya Iklan/pengumuman/pemberitahuan yaitu:
Pembuatan Iklan ( kilan kolom media massa 2 judul, iklan radio,
dan iklan televisi, Penyebaran ( Dialog interaktif TV, Dialog
interaktif radio, Siaran radio, dan siaran televisi ).
3.8. Terlaksananya Uji coba produk / proses produksi, yaitu : Uji
coba penilaian sertifikasi cara produksi alat kesehatan yang
baik.
3.9. Terlaksananya Pengembangan kelembagaan, yaitu :
Pembahasan perkembangan IPTEK dalam rangka pemberian
perizinan Alkes, Penerapan harmonisasi peraturan-peraturan
Alkes pada tingkat ASEAN dalam mengantisipasi AFTA.
3.10. Terlaksananya Pengadaan alat pengolah data.
3.11. Terlaksananya Pengadaan makanan / minuman penambah
daya tahan tubuh.
3.12. Terlaksananya Pertemuan ilmiah/konferensi/kunjungan ke
objek pendidikan, yaitu : Peningkatan sistem pembinaan Alkes
dalam rangka antisipasi globalisasi ke USA, Peningkatan
sistem pembinaan Alkes melalui EXPO Medical dalam rangka
antisipasi globalisasi ke Jerman.
3.13. Terlaksananya Peningkatan kemampuan SDM, yaitu:
Peningkatan kemampuan SDM Petugas propinsi dalam bidang
sertifikasi cara produksi Alkes, Peningkatan kemampuan
manajemen dan SDM Dit Bina Prodis Alkes dan PKRT.
53
3.14. Terlaksananya Pengembangan sistem informasi, yaitu:
Pengembangan sistem kearsipan dengan pembuatan
microchip.
3.15. Terlaksananya Pemantauan dan Evaluasi, yaitu: Monitoring
sarana produksi dan distribusi Alkes dan PKRT, evaluasi dan
monitoring kegiatan 2005 Dit Bina Prodis Alkes.
3.16. Terlaksananya kegiatan rutin berdasarkan Peraturan Presiden
No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia, bahwa Kewenangan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
Pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat
kesehatan.
Pelaksanaan kegiatan rutin Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan, meliputi:
1) Sertifikat Produksi Sesuai dengan UU No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
serta Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, bahwa produksi
Alat Kesehatan dan atau Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan yang memiliki
sertifikat produksi.
Produsen hanya diperbolehkan memproduksi dan
mengedarkan Alkes di Indonesia bila produsen tersebut telah
memiliki sertifikat produksi dari Departemen Kesehatan dalam
hal ini Ditjen Bina Kefarmasian dan dan alat kesehatan.
Sertifikat produksi diberikan berdasarkan kelayakan
suatu pabrik memproduksi Alkes yang ditinjau dari
ketersediaan alat dan bangunan serta keamanan karyawan dan
lingkungan dalam berproduksi.
54
Sertifikat Produksi adalah salah satu tahap sertifikasi
Cara Produksi yang Baik yang sangat diperlukan agar produk
Indonesia mampu bersaing di era perdagangan bebas.
Permasalahan yang sering timbul dalam penerapan Cara
Produksi yang Baik adalah tidak mampu dan tidak maunya
pengusaha/pemilik pabrik dapat menerapkan Cara Produksi
yang Baik.
Untuk itu, perlu disusun pedoman dan melakukan
pelatihan tentang Cara Produksi yang Baik yang ditujukan
kepada pemerintah daerah maupun pengusaha/ pemilik pabrik.
Namun demikian tanpa itikad dan tanggung jawab
pengusaha/pemilik pabrik, segala usaha tersebut tidak akan
berhasil.
Adapun sertikat produksi yang telah diterbitkan pada tahun 2006 sebanyak 70 naskah.
2) Distribusi Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan,
Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan serta
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/Menkes/Per/X/2004
tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga, bahwa penyalur alat kesehatan
wajib memiliki izin penyalur alat kesehatan dari Menteri
Kesehatan. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) dapat memiliki
Cabang dan Sub Penyalur Alat Kesehatan sebagai perwakilan
usaha penyalur alat kesehatan tersebut di daerah.
Untuk menjamin agar produk dapat diterima pasien/
pengguna dalam keadaan baik dan aman, maka sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku perlu diberikan
Izin Kelayakan Penyalur Alat Kesehatan atau yang kita kenal
selama ini sebagai Izin Penyalur Alat Kesehatan.
55
Adapun izin penyalur yang telah diterbitkan sebanyak 124 naskah
3) Ijin Edar / Registrasi
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan,
Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.1184/Menkes/Per/X/2004 tentang
Pengamanan alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga, bahwa alat kesehatan dan atau Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga yang diedarkan atau dijual di
wilayah Indonesia, harus mendapat izin edar dari Menteri
Kesehatan.
Maka seluruh Alkes dan PKRT yang beredar di
Indonesia terlebih dahulu harus mendapatkan izin edar dari
Depkes RI dalam hal ini Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
Pemohon yang bermaksud mendapatkan izin edar, harus
mengajukan permohonan ke Departemen Kesehatan dalam
hal ini Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan
menggunakan formulir yang telah disediakan dan melampirkan
persyaratan yang yang diperlukan.
Adapun izin edar yang telah diterbitkan sebanyak 6.174
naskah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dan grafik di
bawah ini.
56
ALKES URAIAN DR EL NE
PKRT
JUMLAH
PRODUK LUAR NEGERI
1481
1576
1467
297
4821
PRODUK DALAM NEGERI
73
96
518
666
1353
Total izin edar yang dikeluarkan
6174
Tabel - 5: Jumlah Izin Edar Dalam dan Luar Negeri Yang Dikeluarkan
Selama Tahun 2006
Keterangan : DR : Produk Diagnostik dan Reagensia EL : Elektromedik NE : Non Elektromedik PKRT : Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Grafik –5: Jumlah Izin Edar Dalam dan Luar Negeri Yang Dikeluarkan Selama Tahun 2006
4) Izin Import / export Pemberian Izin Import : Pemberian izin import ini
diberikan sesuai dengan persyaratan dari Bea Cukai terhadap
barang yang masuk (alat kesehatan) ke Indonesia. Pada
57
dasarnya produsen cukup menunjukkan izin edar dari Depkes
untuk alat kesehatan tersebut namun kadang kala diperlukan
izin import untuk memperjelas status barang tersebut, misalnya
untuk penelitian dan bantuan khusus kemanusiaan sehingga
tidak untuk diperjualbelikan.
Pemberian izin export : Pemberian izin export ini
umumnya berbentuk “Certificate of Free Sale “ yang
menyalurkan Alat Kesehatan tersebut telah mendapat izin edar
dan diawasi sesuai dengan sistem yang berlaku di Indonesia.
Pelayanan perizinan Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan pada tahun 2006 dapat dilihat pada
tabel berikut:
NO PERIZINAN TOTAL DALAM
NEGERI
LUAR
NEGERI
1 Izin Penyalur Alat Kesehatan 124
A. Alkes Elektromedik 40
B. Alkes Non Elektromedik 62
C. Diagnostik dan Reagensia 22
D. Perbekalan Kes. Rumah Tangga -
2 Izin Produksi/Sertifikat Produksi 70
A. Alkes Elektromedik 2
B. Alkes Non Elektromedik 24
C. Diagnostik dan Reagensia 2
D. Perbekalan Kes. Rumah Tangga 42
3 Izin Edar 6.174
A. Alkes Elektromedik 96 1.576
B. Alkes Non Elektromedik 518 1.467
C. Diagnostik dan Reagensia 73 1.481
D. Perbekalan Kes. Rumah Tangga 666 297
Tabel-6: Pelayanan Perizinan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tahun 2006
58
BAB V KENDALA, PELUANG, DAN UPAYA
PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2006 A. KENDALA
Dalam pelaksanaan program Obat dan Perbekalan Kesehatan tahun
2006 tidak terlepas dari kendala yang mesti diupayakan antisipasi dan
solusinya agar program Obat dan Perbekalan Kesehatan dapat berjalan
sebagaimana yang diharapkan. Kendala-kendala yang ada antara lain:
1. Organisasi Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Kabupaten/Kota di era otonomi daerah bervariasi bentuk dan
keberadaannya (Subdin Farmakmin, Seksi Farmasi, UPTD GFK,
Subdinkesmas dan Kefarmasian, Subdin POM).
2. Sumber Daya Manusia:
− Belum semua daerah mempunyai pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan yang mempunyai latar belakang pendidikan
kefarmasian.
− Belum memadainya jumlah tenaga farmasi yang bekerja di bidang
farmasi komunitas dan klinik, di bidang penggunaan obat rasional.
− Dalam upaya melaksanakan fungsi pembinaan di bidang farmasi
komunitas dan klinik, tingkat profesionalisme tenaga farmasi masih
belum optimal.
− Kurangnya pengetahuan dan kemampuan sumber daya manusia
tentang Penggunaan Obat Rasional.
3. Tim perencanaan Obat Terpadu kabupaten/kota belum bekerja secara
optimal, sehingga rencana kebutuhan obat belum sesuai kebutuhan
nyata.
4. Alokasi dana obat untuk pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota melalui
DAU belum dapat memenuhi kebutuhan, sehingga masih sangat
tergantung dari dana APBN.
5. Masih ditemukan sediaan farmasi yang illegal, substandard/ tidak
memenuhi syarat.
59
6. Penggunaan obat secara rasional belum secara nyata diterapkan. Hal ini
memperburuk kondisi kesehatan masyarakat akibat belanja obat
masyarakat meningkat lebih tajam dibandingkan pendapatan real
masyarakat yang terus menurun. Untuk mengatasi kondisi seperti ini
diperlukan langkah-langkah penanganan secara optimal dengan
diperlukannya penanganan lintas sektor, terlebih lagi di era
desentralisasi dimana pengalokasian dana kesehatan dan obat untuk
pelayanan kesehatan dasar ditentukan sendiri oleh masing-masing
kabupaten/kota, beranjak dari masalah yang dihadapi perlu dilakukan
tindak lanjut yaitu masih perlu ditingkatkan advokasi pada pemerintah
daerah dan jajarannya, adanya pelatihan tenaga kefarmasian untuk
meningkatkan mutu SDM farmasi, perlu dilengkapi sarana dan pra
sarana pendukung program kefarmasian dan alat kesehatan di tingkat
pusat dan daerah. Disusunnya standarisasi bidang kefarmasian dan alat
kesehatan yang baik.
7. Kemajuan di bidang IPTEK menyebabkan meningkatnya produk alat
kesehatan dan PKRT di masyarakat. Hal tersebut perlu dilakukan
pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap komoditi yang
beredar agar keamanan, mutu, manfaat dari produk alkes dan PKRT
tidak menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat.
8. Belum semua produsen Alat Kesehatan dan PKRT menerapkan Cara
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang Baik dan juga Cara
Produksi dan Distribusi PKRT yang baik.
9. Alat kesehatan dan PKRT yang diedarkan atau dijual di wilayah
Indonesia harus mendapat izin edar atau terregistrasi. Hal tersebut
dalam rangka menjamin keamanan, mutu dan manfaat dari alat
kesehatan dan PKRT itu sendiri. Saat ini masih ada produk Alkes dan
PKRT yang belum teregistrasi.
10. Perubahan sistem Penganggaran menjadi Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) sudah berjalan selama 2 tahun, namun pencairan dana
masih belum terlalu mulus sehingga menghambat kelancaran
pelaksanaan kegiatan.
60
11. Realisasi dana dekonsentrasi tahun 2006 hanya sebesar 66,10 %. Hal ini
disebabkan karena laporan realisasi dari propinsi tidak menggunakan
Sistem Akuntansi Instansi (SAI).
12. Realisasi dana tugas pembantuan tahun 2006 hanya sebesar 36,35 %.
Hal ini disebabkan karena pencairan tanda bintang (*) baru selesai bulan
Juli-Agustus dan laporan realisasi tidak menggunakan Sistem Akuntansi
Instansi (SAI).
13. Belum adanya sistem pendataan penggunaan sediaan jadi narkotika dan
psikotropika nasional dimana system pelaporan terpusat, yang mudah
dikelola, diakses dan didistribusikan.
14. Belum adanya satu sistem informasi PBF yang komprehensif seperti
pendataan dinamika obat di OPBF secara nasional dan system
pelaporan terpusat yang mudah dikelola. Diakses dab diidistribusikan.
B. PELUANG Dari kendala yang ada dapat dioptimalkan sebagai peluang,
selanjutnya dirumuskan untuk pelaksanaan program kedepan, antara lain :
1. Peranan daerah semakin besar dengan adanya desentralisasi/ otonomi
daerah
2. Jumlah sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi yang semakin
meningkat, sehingga memudahkan masyarakat untuk memperoleh
sediaan farmasi
3. Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional / Asuransi Kesehatan.
4. Dengan meningkatnya rasionalisasi penggunaan obat dengan
memberdayakan Komite Farmasi Terapi yang ada di rumah sakit melalui
bimbingan teknis yang dilakukan oleh Direktorat Bina Penggunaan Obat
Rasional.
5. Terbatasnya anggaran dalam pelaksanaan program dapat diatasi
dengan prioritas program.
6. Melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan yang
berkesinambungan terhadap sarana produksi dan distribusi Alkes dan
PKRT baik dari awal pengajuan untuk memperoleh sertifikat produksi /
izin penyalur sampai produk tersebut digunakan oleh masyarakat.
61
7. Melakukan sosialisasi tentang peraturan yang berkaitan dengan
pembinaan maupun pengamanan Alkes dan PKRT.
8. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang arti pentingnya alat
kesehatan dan PKRT dalam menjamin keamanan, mutu dan manfaat.
C. Upaya Dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian diperlukan
berbagai langkah-langkah dan upaya antara lain :
1. Pembinaan secara lebih intensif terhadap tenaga farmasi di instalasi
farmasi rumah sakit, Apotek, Toko Obat, Pedagang Besar Farmasi,
Gudang Farmasi dan di sarana pelayanan kesehatan lainnya.
2. Pelatihan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan tenaga farmasi
dalam pelayanan kefarmasian secara berjenjang, mulai dari Pusat,
Propinsi, Kab/Kota, sampai ke Puskesmas.
3. Untuk meningkatkan kerasionalan penggunaan obat sekaligus efesien
biaya, maka penerapan konsepsi obat esensial (Daftar obat esensial
Nasional/ Revisi DOEN tahun 2006) penting untuk ditingkatkan. Sejalan
dengan itu, berbasis pada DOEN, di Rumah Sakit perlu disusun
Formularium Rumah Sakit. Pelaksanaan JPKM/SJSN harus dapat
dimanfaatkan sebagai instrument untuk mengendalikan penggunaan
obat kearah yang lebih rasional dan “cost effective”.
4. Untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan persediaan obat di
Kabupaten/Kota, dilakukan monitoring dan evaluasi serta pengadaan
obat buffer stock pusat.
5. Melakukan pembinaan terhadap sarana dan produksi Alkes dan PKRT
dalam menerapkan Cara dan Produksi Alkes dan PKRT.
6. Melakukan harmonisasi terhadap pendaftaran Alkes dan PKRT.
7. Untuk meningkatkan kepatuhan pelaporan penggunaan sediaan jadi
Narkotika & Psikotropika maka dibuat Sofware Sistem Pelaporan
Penggunaan Sediaan Jadi Narkotika & Psikotropika Nasional yang
terintegrasi mulai dari dinas kesehatan kabupaten/kota, Dinas kesehatan
propinsi dan Ditjen Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan.
62
8. Untuk meningkatkan kepatuhan pelaporan PBF berkala setiap 3 bulan
tentang jumlah penerimaan dan penyaluran perbekalan farmasi kepada
Menteri Kesehatan dan Dinas Kesehatan Propinsi maka dibuat Software
Sistem Pelaporan Pedagang Farmasi secara nasional.
63
BAB VI REKOMENDASI KEGIATAN TAHUN 2008
Sebagai respons terhadap VISI dan MISI Depkes yaitu VISI:
“Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat” dan MISI ”Membuat Rakyat
Sehat” serta memperhatikan hasil pelaksanaan kegiatan tahun 2006 dan
rencana kegiatan tahun 2007, maka tujuan, sasaran dan kebijakan prioritas
program obat dan perbekalan kesehatan tahun 2008 diusulkan sebagai
berikut :
1. TUJUAN : (1) Menjamin ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan
kesehatan; (2) Melindungi masyarakat dari penggunaan obat dan
perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu,
kemanfaatan, keamanan dan kerasionalan; (3) Meningkatkan mutu
pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka
pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga
farmasi yang profesional.
2. SASARAN : (1) Tersusunnya kerangka kebijakan di bidang obat dan
perbekalan kesehatan; (2) terlaksananya fasilitasi dan penyediaan
obat, alat medis dan perbekalan kesehatan; (3) meningkatnya
profesionalisme tenaga farmasi; (4) terlaksananya pemberdayaan
masyarakat dalam penggunaan obat, alat kesehatan dan PKRT; (5)
terlaksananya pembinaan dan pengembangan industri farmasi dan
alat kesehatan nasional; (6) terlaksananya penerapan penggunaan
obat essensial dan revitalisasi pemasyarakatan konsep obat essensial
dan penggunaan obat generik pada fasilitas pelayanan pemerintah
maupun swasta; (7) terlaksananya peningkatan penggunaan obat
rasional; (8) tersedianya buffer stok obat dan perbekalan kesehatan
essensial generik serta ”orphan drug”’ (9) terlaksananya pembinaan
dan pengembangan standar mutu alat kesehatan, perbekalan
kesehatan rumah tangga dan kosmetika.
64
3. KEBIJAKAN PRIORITAS PROGRAM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN TAHUN 2008 : (1) Peningkatan kualitas sarana
pelayanan kefarmasian sampai tingkat desa; (2) Peningkatan kualitas
sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan; (3)
Peningkatan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan khususnya di
sektor publik yang lengkap jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh
setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin; (4)
Pelaksanaan perizinan dalam rangka menjamin mutu obat dan
perbekalan kesehatan yang beredar; (5) Penyelenggaraan pelayanan
farmasi yang berkualitas melalui penerapan jabatan fungsional
apoteker dan asisten apoteker serta pelaksanaan pendidikan
berkelanjutan; (6) Penyelenggaraan pembinaan, advokasi dan promosi
penggunaan obat rasional; dan (7) Pelaksanaan harmonisasi standar
bidang kefarmasian dan alat kesehatan dengan standar regional
maupun internasional.
Agar sasaran utama ke-empat dari strategi utama ke-dua, yaitu : “di
setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar” serta
sasaran utama ke-tiga dari strategi utama ke-tiga, yaitu “semua sediaan
farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat” dapat
tercapai, maka kegiatan prioritas program obat dan perbekalan kesehatan
adalah : (1) Peningkatan ketersedian, pemerataan dan keterjangkauan obat
dan perbekalan kesehatan; (2) Menjamin obat dan perbekalan kesehatan
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan; (3) Peningkatan
mutu pelayanan kesehatan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dan
(4) Peningkatan kerasionalan penggunaan obat dan perbekalan kesehatan.
65
BAB VII PENUTUP
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan tahun 2006 sebagai bentuk evaluasi
kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran 2006, baik kegiatan
yang menggunakan anggaran APBN yang tercantum dalam DIPA 2006,
maupun sumber lain.
Anggaran tersebut digunakan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam
upaya membuat rakyat sehat, agar terwujud masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat melalui kegiatan-kegiatan di Sekretariat Ditjen Kefarmasian dan
Alat Kesehatan dengan realisasi 96,64 % serta realisasi DIPA luncuran
sebesar 74,91 %, pembinaan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
dengan realisasi 90,66 %, pembinaan penggunaan obat rasional dengan
realisasi 95,84%, pembinaan farmasi komunitas dan klinik dengan realisasi
91,14 %, pembinaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan realisasi
80,03 % . Kegiatan ini sebagai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta
pengelolaan sumber daya Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan kepada Pimpinan Departemen.
Hasil pelaksanaan program dan kegiatan program obat dan
perbekalan kesehatan selama tahun 2006 yang dalam pelaksanaan
menemui kendala sehingga menjadi tantangan untuk membuat pedoman
dan acuan program dan kegiatan dimasa mendatang menjadi lebih baik
untuk mewujudkan program obat dan perbekalan kesehatan yang merata
dan bermutu.