12 Angry Men

3
12 Angry Men, Kebenaran dalam Perspektif OPINI Syah Alfian | 4 Februari 2010 | 16:10 96 0 Nihil. hasil searching mbah google.com Film ini berkisah tentang perdebatan 12 juri pada suatu peradilan Anglo Saxon di US. Kasus yang diangkat dalam film ini adalah pembunuhan tingkat pertama dengan ancaman hukuman mati dengan seorang terdakwa pemuda berumur 18 tahun. Semula semua terlihat sangat mudah, putusan guilty! Para juri hampir saja menyelesaikan hidup dan mati si pemuda dalam 5 menit saja. Salah seorang juri yang merasa “kita tak bisa ‘menyelesaikan’ hidup dan mati seseorang dalam 5 menit”, dia

description

12 Angry Men

Transcript of 12 Angry Men

Page 1: 12 Angry Men

12 Angry Men, Kebenaran dalam PerspektifOPINI Syah Alfian|  4 Februari 2010  |  16:10

96

0

Nihil.

hasil searching mbah google.com

Film ini berkisah tentang perdebatan 12 juri pada suatu peradilan Anglo Saxon di US. Kasus yang diangkat dalam film ini adalah pembunuhan tingkat pertama dengan ancaman hukuman mati dengan seorang terdakwa pemuda berumur 18 tahun.

Semula semua terlihat sangat mudah, putusan guilty! Para juri hampir saja menyelesaikan hidup dan mati si pemuda dalam 5 menit saja. Salah seorang juri yang merasa “kita tak bisa ‘menyelesaikan’ hidup dan mati seseorang dalam 5 menit”, dia menganggap para juri perlu mediskusikannya terlebih dahulu. Oleh karena itu, ia menjadi satu-satunya orang yang mengatakan not guilty. Oleh karena 11 orang juri yang lain bukanlah seonggok daging yang tak punya kehidupan, mereka yang sudah sangat yakin bahwa si pemuda guilty ditambah dengan bukti-bukti yang kesemuanya sangat meyakinkan, menjadi kesal (baca:marah). Film ini adalah perdebatan antara 12 lelaki yang merasa stuck di sebuah ruang diskusi juri dalam kondisi marah.

Page 2: 12 Angry Men

Cerita pun mengalir dengan sangat baik. Argumen, penjelasan, dugaan semua tersampaikan dalam dialog yang cerdas serta penokohan karakter yang kuat. Saya yakin tidak ada seorang penonton pun yang terganggu dengan kenyataan bahwa ini adalah film hitam putih dengan setting hanya tiga ruangan yang tidak terlampau besar. Penokohan dan dialog-dialog yang cerdas tersebut pada suatu titik tertentu dapat menghantarkan kita pada suatu identifikasi diri dari salah seorang tokoh dalam film ini. Apakah kita pemarah? Pragmatis? Idealis? Pendendam? Atau hanya sekedar orang yang tak acuh?

Saya tak hendak menjadi spoiler dengan menceritakan keseluruhan film ini. Maka disinilah akhir resensi film 12 Angry Men. Tulisan selanjutnya anggap saja bonus ;)

Suatu cerita menyimpan satu atau banyak pelajaran, maka saya akan berbagi kesan yang saya dapati dari film ini.

Manusia lahir – hidup – mati, just like that. Ketika seorang harus mati, apakah harus ada seorang yang menangisinya? Apakah harus ada seorang yang merasa kehilangan? Apabila seorang garong atau teroris atau sampah masyarakat lainnya mati, adakah yang harus kehilangan? Apabila tidak, pantaskah kita bersyukur atas suatu kematian?

Seorang penjahat adalah musuh masyarakat, musuh peradaban. Tapi betapapun itu ketika ia mati, maka ia adalah seonggok daging yang sama seperti kita yang masih hidup. Berangkat dari sana, semestinya kita punya perspektif yang utuh tentang penghargaan terhadap manusia. Penghargaan atas suatu susunan organisme yang serupa dengan kita. Penghargaan yang selakyaknya menjadikan kita tidak berlaku serampangan terhadap keadilan dan sepantasnya menempatkan manusia lain pada suatu dugaan bahwa setiap orang berpotensi untuk menjadi buruk atau menjadi baik.

Kita semuanya adalah manusia tidak akan pernah mencapai suatu keadilan yang mutlak, semua kembali kepada suatu perspektif bernama pendapat. Sayangnya, pendapat itu sendiri berdiri pada suatu pondasi yang rapuh bernama argumen. Seringkali saya mungkin juga anda menginsafi hal ini. Suatu bukti yg semula memberatkan dapat ‘diolah’ menjadi suatu pembelaan yang efektif pada sebuah argumen.

Hidup ini tentang pilihan, mana yg baik dan benar serta mana yg buruk dan salah. Apakah kita sudah cukup yakin dalam ber’argumen’ tentang hidup kita sendiri? Apabila orang India pernah berkata, “kebodohan (tidak mengerti apa-apa) adalah suatu jalan mudah untuk hidup nyaman tanpa terusik benar dan salah, maka untuk apa kita belajar?”. Maka untuk inilah jawabnya, untuk meyakinkan kita bahwa kita bukanlah kambing yang hanya tergerak oleh insting saja melainkan juga oleh (perspektif) benar dan salah yang kita yakini.

01072009Syah Alfian