118 - · PDF file118 program nasional pemberdayaan masyarakat (pnpm) dan upaya perwujudan...

9

Transcript of 118 - · PDF file118 program nasional pemberdayaan masyarakat (pnpm) dan upaya perwujudan...

Page 1: 118 -   · PDF file118 program nasional pemberdayaan masyarakat (pnpm) dan upaya perwujudan masyarakat madani: kajian atas pelaksanaan pnpm di kelurahan kapuk
Page 2: 118 -   · PDF file118 program nasional pemberdayaan masyarakat (pnpm) dan upaya perwujudan masyarakat madani: kajian atas pelaksanaan pnpm di kelurahan kapuk

118

PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM)

DAN UPAYA PERWUJUDAN MASYARAKAT MADANI:

KAJIAN ATAS PELAKSANAAN PNPM DI

KELURAHAN KAPUK, KECAMATAN CENGKARENG

Ricca Anggraeni, Rifkiyati Bachri, Endra Wijaya

Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Jln. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 12640.

Telp. (021) 7872830, Faks.78880008.

E-mail: [email protected]

ABSTRAK:

PNPM merupakan program nasional yang pada intinya bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan yang melibatkan

masyarakat. Secara yuridis, PNPM ini mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional

dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemerintahan daerah, perencanaan pembangunan,

keuangan negara, serta penanggulangan kemiskinan. Selain itu, secara filosofis, PNPM juga memiliki landasan yang

jelas di dalam falsafah Negara Indonesia, yaitu Pancasila, khususnya sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Secara prinsip, PNPM terkait erat dengan upaya untuk mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.

Dilihat dari usianya, maka PNPM ini sebenarnya sudah cukup lama berjalan. Namun demikian, masih ada beberapa

hal yang patut untuk dipertanyakan atau dikritisi sehubungan dengan pelaksanaan PMPM tersebut, dan hal inilah

yang akan menjadi pokok pembahasan dalam makalah berikut. Pembahasan dalam makalah ini berasal dari

penelitian pelaksanaan PNPM di wilayah Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng (sebagai contohnya).

Penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan PNPM di wilayah tersebut belum berjalan secara efektif.

Kata kunci: pemberdayaan, partisipasi masyarakat, masyarakat madani.

1. PENDAHULUAN: LATAR BELAKANG DAN

POKOK PERMASALAHAN

Pembangunan Negara Indonesia (pem-

bangunan nasional) pada hakikatnya merupakan

pembangunan yang dilakukan secara menyeluruh

oleh dan terhadap masyarakat serta bangsa Indonesia

dalam berbagai bidang kehidupan, baik spiritual

maupun material, yang meliputi bidang ideologi,

politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan

keamanan.

Tujuan yang hendak dicapai dalam pem-

bangunan nasional secara eksplisit telah dirumuskan

di dalam alinea ke-4, Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 (UUD 1945), yaitu untuk: melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, men-

cerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam tataran yang lebih konkret, khu-

susnya tujuan memajukan kesejahteraan umum

tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam program-

program pembangunan yang diarahkan kepada

pembangunan masyarakat agar masyarakat ini

sejahtera, mandiri, terbebas dari kemiskinan, dan

secara sosial menjadi masyarakat yang hubungan

antaranggotanya kuat (Jimly Asshiddiqie, 2010).

Dan terkait dengan hal tersebut di atas,

maka pada tahun 2006, Pemerintah Indonesia

menyetujui untuk menetapkan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat sebagai instrumen dalam

percepatan penanggulangan kemiskinan dan per-

luasan kesempatan kerja berbasis pemberdayaan

masyarakat. Tetapi, baru pada tahun 2007, Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia

<http://www.pnpm-mandiri.org>.

Secara garis besar, PNPM ini bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan dengan berbasis

pada pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, dilaku-

kanlah serangkaian kegiatan untuk menanggulangi

kemiskinan dengan berbasis pada partisipasi masya-

rakat. Jadi, kegiatan ini tidak hanya mengandalkan

pembangunan secara fisik dengan penyediaan dan

perbaikan prasarana/sarana lingkungan pemukiman,

sosial ekonomi secara padat karya, tetapi juga secara

ekonomi dengan penyediaan sumber daya keuangan

melalui dana bergulir dan kredit mikro untuk me-

ngembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin.

Dan yang paling penting juga ialah PNPM ini

ditujukan sebagai bagian dari program pembangunan

secara utuh untuk peningkatan kualitas sumber daya

manusia dan peningkatan kapasitas masyarakat serta

pemerintah lokal. Kegiatan ini dilakukan hingga ke

level masyarakat yang paling bawah, baik di desa

maupun di kota.

Secara ideal, PNPM memang telah diran-

cang sebagai program yang di dalamnya Pemerintah

akan menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mem-

bangun dan memberdayakan masyarakat yang

menjadi sasaran PNPM, seperti fasilitas pendam-

pingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung

untuk Masyarakat (BLM). Selain itu, secara ideal

juga diharapkan bahwa di dalam proses pelaksanaan

PNPM ini ada keterlibatan aktif masyarakat dalam

setiap tahapan kegiatan PNPM. Yang disebut terakhir

ini ialah unsur partisipatif di dalam PNPM, yang

tujuannya agar kegiatan PNPM tidak salah sasaran

dan tetap dapat membuat masyarakat menjadi

mandiri.

Page 3: 118 -   · PDF file118 program nasional pemberdayaan masyarakat (pnpm) dan upaya perwujudan masyarakat madani: kajian atas pelaksanaan pnpm di kelurahan kapuk

119

Dari perspektif ilmu hukum, khususnya

hukum tata negara, unsur partisipatif yang hadir

dalam perumusan dan pelaksanaan suatu kebijakan

merupakan salah satu syarat penting agar kebijakan

itu menjadi efektif berlaku di masyarakat. Hal ini

sejalan dengan pendapat Yuliandri, Guru Besar Ilmu

Perundang-Undangan dari Universitas Andalas, yang

menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) pilar dari per-

aturan perundang-undangan yang berkelanjutan,

yaitu adanya naskah akademis, partisipasi publik, dan

kesesuaian materi muatan dengan persyaratan

pembentukan perundang-undangan (Yuliandri,

2009).

Dari penjelasan tersebut, maka dapat dipa-

hami bahwa sebenarnya PNPM memiliki keterkaitan

yang erat dengan proses perwujudan masyarakat

madani (civil society). Unsur partisipasi masyarakat

yang terdapat di dalam PNPM tidak lain ialah

perwujudan dari unsur free public sphere, demo-

kratisasi dan partisipasi sosial pada konsep ma-

syarakat madani (Juniarso Ridwan dan Achmad

Sodik Sudrajat, 2009). Dengan demikian, apabila

PNPM ini dilaksanakan secara benar atau ideal, maka

sesunguhnya melalui PNPM ini dapat diwujudkan

konsep masyarakat madani dalam konteks yang

nyata.

Namun demikian, yang patut untuk diper-

tanyakan kemudian ialah: apakah PNPM ini sudah

dapat berjalan sesuai dengan harapannya yang ideal?

Atau, dengan kata lain, apakah PNPM sudah dapat

mencapai dan mewujudkan apa yang menjadi tujuan

dibentuknya PNPM? Dan, apakah pelaksanaan

PNPM yang ada sekarang sudah dapat berkontribusi

secara positif bagi upaya perwujudan masyarakat

madani?

Pertanyaan tersebut menjadi penting untuk

dibahas dan dijawab setidaknya karena: Pertama,

untuk melihat kesesuaian antara konsep normatif

PNPM dan praktiknya di lapangan, sehingga ke-

mudian dapat dievaluasi apakah PNPM itu telah tepat

sasaran dan berdaya guna atau tidak di masyarakat.

Ke dua, terkait dengan upaya mewujudkan ma-

syarakat madani, maka hasil pembahasan pertanyaan

tadi akan dapat menjadi pintu masuk untuk menilai

apakah masyarakat madani itu telah dapat

diupayakan perwujudannya secara maksimal atau

tidak melalui kegiatan PNPM.

2. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam

kajian mengenai PNPM ini ialah metode penelitian

normatif dan empiris.

Metode penelitian hukum normatif mengacu

pada data sekunder (data kepustakaan), yang dalam

penelitian ini menggunakan data berupa bahan

hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai

kekuatan mengikat di masyarakat, seperti halnya

peraturan perundang-undangan, dan bahan hukum

sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan

penjelasan lebih lanjut mengenai bahan hukum

primer tadi, seperti halnya buku-buku dan makalah

dari para ahli hukum (Soerjono Soekanto dan Sri

Mamudji, 2006).

Kemudian, metode penelitian hukum em-

piris pada penelitian ini mengacu pada pelaksanaan

PNPM di wilayah Kelurahan Kapuk, Kecamatan

Cengkareng, Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota

Jakarta (sebagai salah satu contohnya). Data em-

pirisnya dikumpulkan melalui metode pengamatan

dan wawancara kepada narasumber yang relevan

dengan pokok permasalahan penelitian.

Narasumber yang diwawancarai ialah

Sudarmoyo, Ketua TPP, RW 10, Kelurahan Kapuk,

Kecamatan Cengkareng, dan beberapa warga setem-

pat. Wawancara dilakukan beberapa kali pada awal

bulan Mei 2012.

3. PEMBAHASAN

3.1. Landasan Yuridis PNPM

Secara filosofis, dari perspektif falsafah

negara, apa yang dirumuskan di dalam PNPM se-

benarnya merupakan perwujudan pengamalan sila

ke-5 dari Pancasila. Sedangkan dari perspektif

konstitusi, PNPM mempunyai landasan pada be-

berapa pasal yang terdapat di dalam UUD 1945,

yaitu: Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28C ayat

(1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 31 ayat (5), Pasal 33

ayat (1), Pasal 33 ayat (4), Pasal 34 ayat (1), dan

Pasal 34 ayat (2).

Bahkan secara eksplisit Pasal 34 ayat (2) itu

dapat dipahami sebagai suatu bentuk jaminan

konstitusional pelaksanaan PNPM sebagai salah satu

program “kebijakan kesejahteraan” yang ditujukan

bagi masyarakat hingga di lapisan bawah (grass-

roots) (Jimly Asshiddiqie, 2002). Pasal 34 ayat (2)

menegaskan bahwa “Negara mengembangkan sistem

jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan mem-

berdayakan masyarakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan” (huruf

miring dari penulis).

Pengaturan pasal-pasal tersebut di dalam

UUD 1945 telah memperlihatkan bahwa UUD 1945

itu sebenarnya bukanlah dokumen konstitusi politik

semata. Lebih dari itu, UUD 1945 juga merupakan

konstitusi ekonomi bagi bangsa dan Negara Indo-

nesia yang telah memilih sistem ekonomi kerakyatan

dalam mencapai perwujudan masyarakat yang adil

dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

(Jimly Asshiddiqie, 2010).

Lebih lanjut, landasan yuridis dari PNPM

dirumuskan lagi di dalam peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan sistem pemerintahan,

perencanaan, keuangan negara, dan kebijakan pe-

nanggulangan kemiskinan, sebagai berikut:

3.1.1. Sistem Pemerintahan

Dasar peraturan perundangan sistem peme-

rintahan yang digunakan ialah:

a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun

2005 tentang Pemerintah Desa dan Per-

aturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005

tentang Kelurahan.

Page 4: 118 -   · PDF file118 program nasional pemberdayaan masyarakat (pnpm) dan upaya perwujudan masyarakat madani: kajian atas pelaksanaan pnpm di kelurahan kapuk

120

c. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005

tentang Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan.

3.1.2. Sistem Perencanaan

Dasar peraturan perundangan sistem pe-

rencanaan yang terkait ialah:

a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (SPPN).

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007

tentang Rencana Pembangunan Jangka Pan-

jang Nasional 2005-2025.

c. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005

tentang Rencana Pembangunan Jangka Me-

nengah (RPJM) Nasional 2004-2009.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun

2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan

Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangun-

an.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

2007 tentang Tata Cara Penyusunan Ren-

cana Pembangunan Nasional.

f. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000

tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional.

3.1.3. Sistem Keuangan Negara

Dasar peraturan perundangan sistem ke-

uangan negara yang digunakan ialah:

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara.

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 ten-

tang Perbendaharaan Negara.

c. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 ten-

tang Perimbangan Keuangan antara Pe-

merintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun

2005 tentang Hibah kepada Daerah.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006

tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman

dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan

Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.

f. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa

Pemerintah.

g. Peraturan Menteri Perencanaan Pem-

bangunan Nasional/Kepala Bappenas

Nomor 005/MPPN/06/2006 tentang Tata

Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan

serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari

Pinjaman/Hibah Luar Negeri.

h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

52/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pem-

berian Hibah kepada Daerah.

i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13

Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah.

3.2. PNPM dan Upaya Perwujudan Masyarakat

Madani (Civil Society)

Terdapat beberapa prinsip dari PNPM, yai-

tu:

a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pe-

laksanaan PNPM senantiasa bertumpu pada

peningkatan harkat dan martabat manusia

seutuhnya.

b. Otonomi. Dalam pelaksanaan PNPM, ma-

syarakat memiliki kewenangan secara

mandiri untuk berpartisipasi dalam menen-

tukan dan mengelola kegiatan pembangunan

secara swakelola.

c. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan

kegiatan pembangunan sektoral dan ke-

wilayahan dilimpahkan kepada pemerintah

daerah atau masyarakat sesuai dengan

kapasitasnya.

d. Berorientasi pada masyarakat miskin.

Semua kegiatan yang dilaksanakan meng-

utamakan kepentingan dan kebutuhan

masyarakat miskin dan kelompok masya-

rakat yang kurang beruntung.

e. Partisipasi. Masyarakat terlibat secara aktif

dalam setiap proses pengambilan keputusan

pembangunan dan secara gotong-royong

menjalankan pembangunan.

f. Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki

dan perempuan mempunyai kesetaraan

dalam perannya di setiap tahap pem-

bangunan dan dalam menikmati secara adil

manfaat kegiatan pembangunan.

g. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan

pembangunan dilakukan secara musyarawah

dan mufakat dengan tetap berorientasi pada

kepentingan masyarakat miskin.

h. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat

harus memiliki akses yang memadai ter-

hadap segala informasi dan proses

pengambilan keputusan sehingga pengelola-

an kegiatan dapat dilaksanakan secara

terbuka dan dipertanggunggugatkan baik

secara moral, teknis, legal, maupun ad-

ministratif.

i. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus

memprioritaskan pemenuhan kebutuhan

untuk pengentasan kemiskinan dengan men-

dayagunakan secara optimal berbagai sum-

ber daya yang terbatas.

j. Kolaborasi. Semua pihak yang ber-

kepentingan dalam penanggulangan ke-

miskinan didorong untuk mewujudkan kerja

sama dan sinergi antarpemangku kepen-

tingan dalam penanggulangan kemiskinan.

k. Keberlanjutan. Setiap pengambilan kepu-

tusan harus mempertimbangkan kepentingan

peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak

hanya saat ini tapi juga di masa depan

dengan tetap menjaga kelestarian ling-

kungan.

l. Sederhana. Semua aturan, mekanisme dan

prosedur dalam pelaksanaan PNPM harus

sederhana, fleksibel, mudah dipahami, dan

Page 5: 118 -   · PDF file118 program nasional pemberdayaan masyarakat (pnpm) dan upaya perwujudan masyarakat madani: kajian atas pelaksanaan pnpm di kelurahan kapuk

121

mudah dikelola, serta dapat dipertanggung-

jawabkan oleh masyarakat.

Satu hal yang jelas, dan ini eksplisit dapat

dilihat pada penggunaan isitilah “Pemberdayaan

Masyarakat” pada nama program, bahwa PNPM

tersebut sangat menekankan pada aspek pem-

berdayaan masyarakat dalam rangka untuk menye-

jahterakan masyarakat miskin.

Pemberdayaan (empowerment) dapat diarti-

kan sebagai pengembangan (perluasan) modal dan

kesempatan dari masyarakat kurang mampu (miskin)

untuk berpartisipasi di dalam, bernegosiasi dengan,

ikut mempengaruhi, mengontrol, dan meminta per-

tanggungjawaban kepada institusi-institusi tertentu

atas sesuatu (kebijakan) yang berdampak pada

kehidupan mereka (masyarakat tersebut) (Deepa

Narayan, ed., 2002).

4 (empat) elemen pokok dalam program

pemberdayaan ialah (Deepa Narayan, ed., 2002):

a. Access to information. Mengalirnya infor-

masi secara 2 (dua) arah, yaitu dari pe-

merintah ke masyarakat, dan dari masya-

rakat ke pemerintah merupakan hal yang

penting bagi penciptaan masyarakat yang

bertanggung jawab dan pemerintah yang

responsif serta akuntabel;

b. Inclusion (participation). Partisipasi ma-

syarakat memungkinkan untuk terwujudnya

dan berjalannya sebuah kebijakan yang

berbasiskan sumber daya dan kebutuhan

masyarakat tersebut;

c. Accountability. Pihak pemerintah harus

menjadikan diri mereka menjadi institusi

yang dapat dipertanggungjawabkan atas

segala kebijakan (keputusan) mereka yang

membawa dampak ke masyarakat.

d. Local organizational capacity. Hal ini

mengacu kepada keharusan adanya ke-

mampuan dari seluruh pihak untuk dapat

bekerja secara bersama-sama, meng-

organisasikan diri mereka dengan baik, dan

menggunakan secara tepat seluruh sumber

daya yang ada untuk memecahkan per-

masalahan bersama.

Dengan penekanan terhadap aspek pem-

berdayaan masyarakat, jika dilihat dari prinsip-

prinsip PNPM di atas, maka sebenarnya keseluruhan

prinsip tersebut sangat mendukung (sejalan dengan)

terciptanya masyarakat madani (civil society) yang

bercirikan: adanya kemandirian yang cukup tinggi

dari individu-individu dan kelompok-kelompok da-

lam masyarakat, adanya ruang publik bebas sebagai

wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari

warga negara melalui wacana dan praksis yang

berkaitan dengan kepentingan publik, dan adanya

kemampuan untuk membatasi kuasa negara agar dia

tidak intervensionis (Muhammad A.S. Hikam, 1996).

Konsep masyarakat madani tersebut me-

ngandung beberapa hal penting yang menjadi syarat

perwujudannya, yaitu (B. Hestu Cipto Handoyo,

2009 dan Ramlan Surbakti, 2009):

a. Free public sphere (ruang publik yang be-

bas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh

terhadap setiap kegiatan publik, berhak

untuk menyampaikan pendapat, berserikat,

berkumpul, serta mempublikasikan infor-

masi yang diketahuinya.

b. Demokratisasi, yaitu proses di mana para

anggotanya menyadari akan hak-hak dan

kewajibannya dalam menyuarakan pendapat

dan mewujudkan kepentingan-kepentingan-

nya.

c. Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan

menghormati pendapat serta aktivitas yang

dilakukan oleh orang atau kelompok lain.

d. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan me-

nerima kenyataan masyarakat yang maje-

muk disertai dengan sikap tulus,

e. Social justice (keadilan sosial), yaitu ke-

seimbangan dan pembagian antara hak dan

kewajiban, serta tanggung jawab individu

terhadap lingkungannya.

f. Partisipasi publik, yaitu partisipasi masya-

rakat yang benar-benar bersih dari rekayasa,

intimidasi, ataupun intervensi penguasa.

g. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk mem-

berikan jaminan terciptanya keadilan me-

lalui perangkat hukum yang tegas dan

berkeadilan.

h. Adanya upaya pengembangan masyarakat

melalui peningkatan pendapatan dan pen-

didikan.

Oleh karena itu, apabila konsep masyarakat

madani ini ingin diwujudkan secara maksimal,

terutama dalam konteks kehidupan nyata masyarakat

di Indonesia, maka diperlukan sinergi antara seluruh

komponen bangsa, mulai dari pihak pemerintah,

masyarakat yang diberdayakan, bahkan dunia usaha.

Hal itu jelas sejalan pula dengan sistem ekonomi

kerakyatan sebagaimana yang diatur dalam UUD

1945 sebagai dokumen konstitusi ekonomi (Jimly

Asshiddiqie, 2010), dan yang pada akhirnya juga

telah dirumuskan di dalam pedoman (dasar hukum)

pelaksanaan PNPM.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

sebenarnya PNPM ini juga bisa berfungsi sebagai

salah satu sarana untuk mewujudkan masyarakat

madani di Indonesia.

3.3. Prosedur PNPM

Secara garis besar, prosedur PNPM meli-

puti:

a. Sosialisasi dan penyebaran informasi pro-

gram, baik secara langsung melalui forum

pertemuan maupun dengan memanfaatkan

media (saluran) informasi masyarakat di

berbagai tingkat pemerintahan.

b. Proses partisipatif pemetaan rumah tangga

miskin (RTM) dan pemetaan sosial.

Masyarakat diajak untuk bersama-sama

menentukan kriteria kurang mampu dan

bersama-sama pula menentukan rumah

tangga mana yang termasuk kategori miskin

atau sangat miskin. Masyarakat juga

difasilitasi untuk membuat peta sosial

desa/kelurahan dengan tujuan agar lebih

Page 6: 118 -   · PDF file118 program nasional pemberdayaan masyarakat (pnpm) dan upaya perwujudan masyarakat madani: kajian atas pelaksanaan pnpm di kelurahan kapuk

122

mengenal kondisi (situasi) sesungguhnya

desa/keluarahan mereka, yang berguna

untuk mengagas masa depan desa, peng-

galian gagasan untuk menentukan kegiatan

yang paling dibutuhkan, serta mendukung

pelaksanaan kegiatan pembangunan dan

pemantauannya.

c. Perencanaan partisipatif di tingkat dusun

(RT/RW), desa/kelurahan dan kecamatan.

Masyarakat memilih Fasilitator Desa/Kelu-

rahan atau Kader Pemberdayaan Masyarakat

Desa/Kelurahan (KPMD/K), satu laki-laki,

satu perempuan, untuk mendampingi proses

sosialisasi dan perencanaan. KPMD/K ini

kemudian mendapat peningkatan kapasitas

untuk menjalankan tugas dan fungsinya

dalam mengatur pertemuan kelompok,

termasuk pertemuan khusus perempuan,

untuk melakukan penggalian gagasan ber-

dasarkan potensi sumber daya alam dan

manusia di desa /kelurahan masing-masing,

untuk menggagas masa depan desa/kelu-

rahan.

d. Masyarakat kemudian bersama-sama mem-

bahas kebutuhan dan prioritas pembangunan

di desa/kelurahan dan bermusyawarah untuk

menentukan pilihan jenis kegiatan pem-

bangunan yang prioritas untuk didanai.

PNPM Mandiri menyediakan tenaga kon-

sultan pemberdayaan dan teknis di tingkat

kecamatan dan kabupaten guna mem-

fasilitasi atau membantu upaya sosialisasi,

perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.

Usulan (gagasan) dari masyarakat akan

menjadi bahan penyusunan Rencana Pem-

bangunan Jangka Menengah (RPJM).

e. Seleksi kegiatan di tingkat desa/kelurahan

dan kecamatan. Masyarakat melakukan

musyawarah di tingkat desa/kelurahan dan

kecamatan untuk memutuskan usulan

kegiatan prioritas yang akan didanai.

Musyawarah ini terbuka bagi segenap

anggota masyarakat untuk menghadiri dan

memutuskan jenis kegiatan yang paling

prioritas (mendesak). Keputusan akhir me-

ngenai kegiatan yang akan didanai, diambil

dalam forum Musyawarah Antar-Desa/Ke-

lurahan (MAD/K) di tingkat kecamatan,

yang dihadiri oleh wakil-wakil dari setiap

desa/kelurahan dalam kecamatan yang

bersangkutan. Pilihan kegiatan adalah open

menu untuk semua investasi produktif,

kecuali yang tercantum dalam daftar la-

rangan (negative list). Dalam hal terdapat

usulan masyarakat yang belum terdanai,

maka usulan tersebut akan menjadi bahan

kajian dalam Forum Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD)

f. Masyarakat melaksanakan kegiatan mereka.

Dalam forum musyawarah, masyarakat

memilih anggotanya sendiri untuk menjadi

Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) di setiap

desa/kelurahan untuk mengelola kegiatan

yang diusulkan desa/kelurahan yang ber-

sangkutan dan mendapat prioritas pendana-

an program. Fasilitator Teknis PNPM

Mandiri akan mendampingi TPK dalam

mendesain sarana/prasarana (bila usulan

yang didanai berupa pembangunan infra-

struktur), penganggaran kegiatan, verifikasi

mutu dan supervisi. Para pekerja yang

terlibat dalam pembangunan sarana/pra-

sarana tersebut berasal dari warga desa/kelu-

rahan penerima manfaat

g. Akuntabilitas dan laporan perkembangan.

Selama pelaksanaan kegiatan, TPK harus

memberikan laporan perkembangan ke-

giatan minimal 2 (dua) kali dalam perte-

muan terbuka desa/kelurahan, yakni se-

belum program mencairkan dana tahap

berikutnya dan pada pertemuan akhir, di

mana TPK akan melakukan serah terima

kegiatan kepada desa/kelurahan, serta badan

operasional dan pemeliharaan kegiatan atau

Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana

(TP3).

3.4. Studi Kasus: Praktik PNPM di Kelurahan

Kapuk, Kecamatan Cengkareng

3.4.1. Kondisi Kelurahan Kapuk, Kecamatan

Cengkareng

Kapuk ialah salah satu kelurahan di Keca-

matan Cengkareng, Kota Jakarta Barat. Kelurahan ini

berbatasan dengan Kelurahan Kamal Muara, Pen-

jaringan dan Kelurahan Kapuk Muara, Penjaringan di

sebelah utara, Kelurahan Wijaya Kusuma, Grogol

Petamburan, dan Kelurahan Kedaung Kali Angke,

Cengkareng di sebelah timur, serta Kelurahan Ceng-

kareng Timur, Cengkareng di sebelah barat dan

selatan. Adapun luas wilayah Kelurahan Kapuk 723

ha., dengan jumlah penduduk 53.965 jiwa dan 18.887

kepala keluarga (KK). Kelurahan Kapuk ini terbagi

menjadi 16 Rukun Warga (RW) yang kemudian

terbagi lagi menjadi 125 Rukun Tetangga (RT).

Kapuk merupakan kelurahan di wilayah

Kecamatan Cengkareng dengan wilayah terluas dan

penduduk terpadat, namun sayang tingkat pendidikan

yang ada di wilayah itu belum tinggi. Kapuk juga

merupakan daerah yang terhitung banyak pemukiman

kumuhnya, rawan banjir, dan kebakaran.

3.4.2. Pelaksanaan PNPM

Jumlah dana PNPM yang diterima oleh RW

yang proposal kegiatannya disetujui sebesar Rp.

20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Setiap RW baru

akan mendapatkan dana PNPM itu setelah mengikuti

seluruh prosedur yang menjadi persyaratannya

PNPM.

Adapun prosedur pelaksanaan PNPM yang

harus dilakukan ialah masing-masing RT menyusun

proposal usulan mengenai kegiatan yang akan

diprioritaskan atau dibutuhkan oleh wilayah itu, tapi

sayangnya pengajuan kegiatan ini hanya terbatas

pada kegiatan fisik dan sosial, tanpa bidang ekonomi

karena, menurut keterangan dari narasumber yang

diwawancarai, di wilayah Kelurahan Kapuk ini telah

Page 7: 118 -   · PDF file118 program nasional pemberdayaan masyarakat (pnpm) dan upaya perwujudan masyarakat madani: kajian atas pelaksanaan pnpm di kelurahan kapuk

123

memiliki P2KP yang ditangani oleh Dewan Ke-

lurahan yang kini sudah berubah pula menjadi

koperasi. Koperasi inilah yang bergerak mengurusi

bidang ekonomi untuk wilayah kelurahan.

Kritik pelaksanaan PNPM di Kelurahan Ka-

puk, Kecamatan Cengkareng, setidaknya dapat di-

arahkan kepada hal-hal berikut ini:

Pertama, terdapat masalah dalam penentuan

prioritas rumah tangga miskin yang akan didanai.

Permasalahan ini sering kali menimbulkan salah

paham di level masyarakat (RT/RW), karena persepsi

dari masyarakat, setiap rumah tangga miskin yang

telah dipetakan pasti menerima dana PNPM.

Apabila ditelusuri pangkal permasalahan-

nya, hal tersebut terjadi karena tidak adanya indikator

untuk menentukan rumah tangga miskin yang men-

jadi prioritas. Dalam praktik, penentuan prioritas

hanya mengandalkan pertimbangan-pertimbangan

yang subjektif, dan ketiadaan indikator untuk

menentukan prioritas rumah tangga miskin ini

memperlihatkan kelemahan dari peraturan yang

menjadi acuan pelaksanaan PNPM.

Jika mengacu pada pendapatnya Yuliandri,

maka hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kurang

adanya partisipasi aktif masyarakat dalam proses

pembentukan peraturan perundang-undangan yang

menjadi pedoman pelaksanaan PNPM (Yuliandri,

2009). Hal itu kemudian menunjukkan pula bahwa

peraturan perundang-undangan yang menjadi pe-

doman PNPM tidak memiliki sifat berkelanjutan,

dalam arti berdaya laku dan berdaya guna di

masyarakat. Padahal sifat berkelanjutan ialah salah

satu asas dari kumpulan asas-asas pembentukan

peraturan yang baik yang harus dipenuhi dalam

perumusan setiap peraturan agar dapat berlaku efektif

di masyarakat.

Partisipasi masyarakat (partisipasi publik)

dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat,

baik secara individual maupun kelompok, secara

aktif dalam penentuan kebijakan publik atau per-

aturan perundang-undangan. Sebagai sebuah konsep

yang berkembang dalam sistem politik modern,

partisipasi merupakan ruang bagi masyarakat untuk

melakukan negosiasi dalam proses perumusan

kebijakan terutama yang berdampak langsung ter-

hadap kehidupan masyarakat tersebut (Saldi Isra,

2010).

Secara garis besar, partisipasi masyarakat

merupakan rangkaian proses yang berkelanjutan

(continuum) dari unsur-unsur berikut (James L.

Creighton, 2005):

a. Inform the public;

b. Listen to the public;

c. Engage in problem solving;

d. Develop agreements.

Kesemua rangkaian proses tersebut men-

dudukkan masyarakat sebagai unsur yang penting

dalam perumusan kebijakan. Jadi dengan demikian,

sebagaimana menurut Lothar Gundling, dalam kai-

tannya dengan perumusan dan implementasi suatu

kebijakan atau peraturan perundang-undangan, maka

proses partisipasi masyarakat tersebut sebenarnya

juga merupakan upaya bagi “democratizing decision-

making” (Saldi Isra, 2010). Hal inilah yang seharus-

nya diterapkan pada proses perumusan dan pe-

laksanaan PNPM.

Ke dua, tidak adanya kesesuaian antara

proposal yang diajukan dalam perencanaan dengan

pelaksanaan kegiatan di masyarakat. Hal ini menjadi

celah bagi masyarakat yang mendapatkan dana

PNPM untuk melakukan korupsi. Membudayanya

korupsi menjadikan masyarakat akhirnya terbiasa

untuk mencari keuntungan pribadi dari setiap pro-

gram pemerintah, sehingga apa yang seharusnya

dilaksanakan menjadi tidak dilaksanakan, atau

kalaupun dilaksanakan standarnya (kualitasnya)

dikurangi.

Ke tiga, PNPM yang dilaksanakan di Kelu-

rahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng juga masih

belum memperlihatkan adanya efektivitas dalam

pelaksanaan, ini disebabkan karena kurangnya

sosialisasi dan penyebaran informasi. Hal itu selan-

jutnya berimplikasi pada rendahnya partisipasi yang

seharusnya diperlukan dalam penentuan kriteria ku-

rang mampu dan penentuan rumah tangga yang

termasuk kategori miskin/sangat miskin (RTM), serta

dalam penggalian gagasan untuk menentukan ke-

giatan yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.

Sepertinya, program ini hanya menjadi “bagian” dari

orang-orang tertentu yang terlibat, bukan masyarakat

secara utuh.

Padahal jika kembali pada konsep pember-

dayaan masyarakat perihal sosialisasi dan penyebaran

informasi (access to information yang dipahami

sebagai mengalirnya informasi secara 2 (dua) arah)

merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi

dalam setiap pogram yang berbasiskan pem-

berdayaan masyarakat. Kurangnya unsur (syarat)

access to information dapat mengakibatkan ter-

hambatnya upaya penciptaan masyarakat yang

bertanggung jawab dan pemerintah yang responsif

serta akuntabel.

Ke empat, dalam lingkup mikro (khusus di

wilayah yang menjadi locus objek penelitian), maka

upaya perwujudan masyarakat madani cenderung

akan menjadi terhambat karena ada beberapa syarat

perwujudan dari masyarakat madani tidak terpenuhi.

Hal tersebut setidaknya dapat dilihat pada fakta-fakta

di masyarakat di Kelurahan Kapuk, Kecamatan

Cengkareng yang tidak dilibatkan partisipasinya

secara utuh, kemudian masyarakat juga tidak menya-

dari apa yang menjadi hak dan kewajibannya, serta

mereka tidak memiliki akses yang memadai terhadap

segala informasi dan proses pengambilan keputusan

sehingga pengelolaan kegiatan dari PNPM tidak

dapat dilaksanakan secara terbuka dan diper-

tanggunggugatkan, baik secara moral, teknis, legal,

maupun administratif.

Ke lima, dana PNPM tidak pernah sampai

ke tangan masyarakat tepat pada waktunya. Bahkan

berdasarkan keterangan narasumber yang peneliti

wawancarai, dana PNPM yang ada tidak sepenuhnya

dapat digunakan untuk kegiatan prioritas, karena ada

keperluan administrasi dan prasarana lain, seperti

pembuatan papan nama, yang harus dipenuhi dengan

dana PNPM tersebut.

Page 8: 118 -   · PDF file118 program nasional pemberdayaan masyarakat (pnpm) dan upaya perwujudan masyarakat madani: kajian atas pelaksanaan pnpm di kelurahan kapuk

124

Ke enam, beberapa kritik yang telah di-

jelaskan di atas sebenarnya juga menyiratkan adanya

kelemahan dalam proses evaluasi terhadap pelak-

sanaan PNPM pada tingkat grassroots. Seperti

halnya pada fakta bahwa telah terjadi ketidaksesuaian

antara proposal yang diajukan dalam perencanaan

dengan pelaksanaan kegiatan di masyarakat. Di

dalam praktik, apabila ketidaksesuaian seperti itu

terjadi, maka sanksinya masih sangat lemah, yaitu

masih hanya berupa tidak diikutsertakan lagi pihak

yang bersangkutan pada PNPM periode berikutnya.

4. PENUTUP: SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan yang telah diurai-

kan di atas, maka simpulan yang dapat diperoleh

ialah:

Pertama, PNPM jelas merupakan program

yang sebenarnya memiliki tujuan yang baik (ideal),

karena pada hakikatnya PNPM bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan dengan berbasis pada

pemberdayaan masyarakat. Hal yang demikian tentu

sangat sejalan dengan tujuan Negara Indonesia yang

salah satunya ialah memajukan kesejahteraan umum.

Demikian pula halnya dengan perangkat

peraturan perundang-undangan yang menjadi lan-

dasan yuridis pelaksanaan PNPM, Pemerintah Indo-

nesia (pihak eksekutif) dan pihak legislatif telah me-

nyiapkannya. Landasan dan pengaturan PNPM dapat

ditemukan mulai dari UUD 1945, undang-undang

bahkan sampai dengan Peraturan Menteri Dalam

Negeri.

Ke dua, dalam pelaksanaannya di lapangan,

praktik PNPM masih menemukan beberapa per-

soalan, di antaranya ialah tidak adanya indikator

penentuan prioritas rumah tangga miskin yang sering

kali menyebabkan kesalahpahaman di masyarakat,

dan tidak adanya kesesuaian antara proposal yang

diajukan dalam perencanaan dengan pelaksanaan

kegiatan di masyarakat.

Adanya beberapa kendala tersebut me-

nunjukkan ketidakefektifan pelaksanaan PNPM, dan

hal itu antara lain disebabkan karena kurangnya pe-

nerapan asas partisipasi masyarakat dalam program

tadi. Selain itu, yang juga menjadi masalah ialah

dana PNPM ternyata tidak pernah sampai ke tangan

masyarakat tepat pada waktunya, yang berakibat

pada tertundanya kegiatan yang harus dilaksanakan.

Ke tiga, dengan masih adanya beberapa

persoalan dalam praktik PNPM tersebut, maka se-

benarnya PNPM ini masih belum bisa secara mak-

simal menjadi sarana untuk mewujudkan masyarakat

madani di Indonesia. Padahal, idealnya PNPM

dengan segala prinsip pelaksanaannya dapat menjadi

salah satu jalan untuk menuju masyarakat madani,

karena antara PNPM dan konsep civil society jelas-

jelas memiliki prinsip yang sejalan.

Sehubungan dengan simpulan tersebut,

maka untuk waktu yang akan datang diperlukan

beberapa pembenahan pada pelaksanaan PNPM.

Langkah awal dapat dimulai dari mengintensifkan

sosialisasi mengenai PNPM yang tidak hanya ber-

henti pada level tertentu tetapi juga meliputi seluruh

lapisan masyarakat. Ketika sosialisasi berjalan

dengan baik diharapkan akan tercipta partisipasi dari

masyarakat secara maksimal, yang pada akhirnya

akan berdampak secara positif pula terhadap pelak-

sanaan PNPM.

Begitupun dengan mekanisme evaluasi pe-

laksanaan PNPM di tingkat grassroots, perlu dipikir-

kan mekanisme yang tepat agar pelaksanaan PNPM

itu sesuai dengan sasaran dan tidak justru malah

membuka peluang bagi terjadinya tindakan korupsi.

Untuk waktu yang akan datang, mungkin dapat pula

dipikirkan untuk mengaitkan setiap penyimpangan

yang terjadi dalam penggunaan dana PNPM yang

tidak sesuai dengan peruntukannya dengan tindak

pidana korupsi. * * *

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly (2002). Konsolidasi Naskah UUD

1945 Setelah Perubahan ke Empat.

Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara

FHUI.

----------- (2010). Konstitusi Ekonomi. Jakarta:

Penerbit Buku Kompas.

Creighton, James L. (2005). The Public Participation

Handbook: Making Better Decisions

Through Citizen Involvement. San

Francisco: Jossey-Bass.

Handoyo, B. Hestu Cipto (2009). Hukum Tata

Negara Indonesia. Yogyakarta:

Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Hikam, Muhammad A.S. (1996). Demokrasi dan

Civil Society. LP3ES.

Isra, Saldi (2010). Pergeseran Fungsi Legislasi:

Menguatnya Model Legislasi Parlementer

dalam Sistem Presidensial Indonesia.

Jakarta: Rajawali Pers.

Narayan, Deepa, ed. (2002). Empowerment and

Poverty Reduction: A Sourcebook.

Washington, D.C.: The World Bank.

Ramses, Andy dan La Bakry, ed. (2009). Politik dan

Pemerintahan Indonesia. Jakarta:

Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia.

Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik Sudrajat

(2009). Hukum Administrasi Negara dan

Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung:

Nuansa.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji (2006).

Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada.

Yuliandri (2009). Asas-Asas Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan yang Baik:

Gagasan Pembentukan Undang-Undang

Berkelanjutan. Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2009.

----------- (2009). “Yuliandri Tawarkan Sistem

Perundang-Undangan Berkelanjutan”.

<http://www.padangmedia.com/?mod=ber

ita&id=56327>, diakses pada tanggal 3

Mei 2012.