11051-9-545152189710.pdf

26
TN-PPJalan-April2007 Modul ke: Fakultas Program Studi Aspek Hukum PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN Budi Santosa, ST. MT 09 FTSP Teknik Sipil

description

11051-9-545152189710.pdf

Transcript of 11051-9-545152189710.pdf

  • TN-PPJalan-April2007

    Modul ke:

    Fakultas

    Program Studi

    Aspek HukumPERATURAN PEMERINTAH

    REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR 34 TAHUN 2006

    TENTANG JALAN

    Budi Santosa, ST. MT

    09FTSP

    Teknik Sipil

  • TN-PPJalan-April2007

    SISTIMATIKA

    PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JALAN

    BAB I KETENTUAN UMUM

    BAB II JALAN UMUM

    BAB III BAGIAN-BAGIAN JALAN DAN

    PEMANFAATAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

    BAB IV IZIN, REKOMENDASI DAN DISPENSASI

    BAB V WEWENANG

    BAB VI PENYELENGGARAAN JALAN

    BAB VII DOKUMEN JALAN

    BAB VIII PERAN MASYARAKAT

    BAB IX JALAN KHUSUS

    BAB X KETENTUAN PERALIHAN

    BAB XI KETENTUAN PENUTUP

    2

  • TN-PPJalan-April2007

    SISTIMATIKA

    BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

    BAB II JALAN UMUMBagian Kesatu Umum Pasal 3Bagian Kedua Sistem Jaringan Jalan Pasal 6Bagian Ketiga Fungsi Jalan, dan Pasal 9

    Persyaratan Teknis JalanBagian Keempat Status Jalan Pasal 25Bagian Kelima Kelas Jalan Pasal 31

    BAB III BAGIAN-BAGIAN JALAN DAN PEMANFAATAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

    Bagian Kesatu Bagian-bagian Jalan Pasal 33

    Bagian Kedua Pemanfaatan Pasal 46

    Bagian-bagian Jalan

    3

  • TN-PPJalan-April2007

    BAB IV IZIN, REKOMENDASI DAN DISPENSASI Pasal 52

    BAB V WEWENANG

    Bagian Kesatu Umum Pasal 57

    Bagian Kedua Pelimpahan dan Penugasan Pasal 59

    Bagian Ketiga Penetapan Pasal 60

    Sistem Jaringan Jalan,

    Fungsi Jalan,

    Status Jalan, dan

    Kelas Jalan Bagian Keempat Perubahan Fungsi Jalan, Pasal 64

    Status Jalan, dan

    Kelas Jalan4

  • TN-PPJalan-April2007

    BAB VI PENYELENGGARAAN JALAN

    Bagian Kesatu Umum Pasal 67

    Bagian Kedua Pengaturan Pasal 68

    Bagian Ketiga Pembinaan Pasal 77

    Bagian Keempat Pembangunan Pasal 83

    Bagian Kelima Pengawasan Pasal 107

    Bagian Keenam Standar Pelayanan Minimal Pasal 112

    BAB VII DOKUMEN JALAN Pasal 114

    BAB VIIIPERAN MASYARAKAT Pasal 118

    BAB IX JALAN KHUSUS Pasal 121

    BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 125

    BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 1265

  • TN-PPJalan-April2007

    6

    PASAL PASAL YANG DITAYANGKAN

    PERSYARATAN TEKNIS (Pasal 12 - 24)

    BAGIAN BAGIAN JALAN (PASAL 33 - 45)

    PEMANFAATAN BAGIAN BAGIAN JALAN (PASAL 46 - 51)

    IZIN, REKOMENDASI DAN DISPENSASI (PASAL 52 - 56)

    WEWENANG (PASAL 57 - 66)

    PEMELIHARAAN JALAN (PASAL 97)

    LAIK FUNGSI JALAN (PASAL 102)

    STANDAR PELAYANAN MINIMAL (PASAL 112)

    PERAN MASYARAKAT (PASAL 118 - 120)

    JALAN KHUSUS (PASAL 121 - 124)

  • TN-PPJalan-April2007

    PERSYARATAN TEKNIS

    Pasal 13

    Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter.

    Pasal 14

    Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter.

    Pasal 15

    Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.

    Pasal 16

    Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 (lima belas) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.

    7

  • TN-PPJalan-April2007

    Pasal 17

    Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter.

    Pasal 18

    Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter.

    Pasal 19

    Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.

    Pasal 20

    Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.

    8

  • TN-PPJalan-April2007

    Pasal 32

    Spesifikasi jalan bebas hambatan meliputi pengendalian jalan masuk secara penuh,tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapidengan median, paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, dan lebar lajurpaling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

    Spesifikasi jalan raya adalah jalan umum untuk lalu lintas secara menerus denganpengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit2 (dua) lajur setiap arah, lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

    Spesifikasi jalan sedang adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang denganpengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arahdengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter.

    Spesifikasi jalan kecil adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, palingsedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima komalima) meter.

    9

  • TN-PPJalan-April2007

    10

    = RUMAJA

    x

    b

    1,5 m

    5 m

    dc

    a bc

    d

    = RUMIJA = BANGUNAN

    = RUWASJA

    a = lajur lalu lintas , b = bahu jalan ,c = saluran tepi , d = ambang pengaman ,x = b+a+b = badan jalan

    BAGIAN-BAGIAN JALAN

  • TN-PPJalan-April2007

    11

    RUANG MANFAAT JALANPasal 34

    Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan,dan ambang pengamannya.

    Pasal 35

    Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas danangkutan jalan.Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalanserta pengamana konstruksi jalan, badan jalan dilengkapi denganruang bebas.Ruang bebas dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tetentu.Lebar ruang bebas sesuai dengan lebar badan jalan.Tinggi ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor palingrendah 5 meter.Kedalaman ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor palingrendah 1,5 meter dari permukaan jalan.

  • TN-PPJalan-April2007

    12

    RUANG MILIK JALAN

    Pasal 40

    Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebarsebagai berikut:

    jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter; jalan raya 25 (dua puluh lima) meter; jalan sedang 15 (lima belas) meter; dan jalan kecil 11 (sebelas) meter.

  • TN-PPJalan-April2007

    RUANG PENGAWASAN JALAN

    Pasal 44

    Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yangpenggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.

    Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi danpengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.

    Ruang pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik jalanyang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu.

    Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalanditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut:

    jalan arteri primer 15 (lima belas) meter; jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter; jalan lokal primer 7 (tujuh) meter; jalan lingkungan primer 5 (lima) meter; jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter; jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter; jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter; jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter; dan jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.

    13

  • TN-PPJalan-April2007

    PEMANFAATAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

    BANGUNAN UTILITAS

    Pasal 47

    Bangunan utilitas pada jaringan jalan di dalam kota dapat

    ditempatkan di dalam ruang manfaat jalan dengan ketentuan:

    a. Yang berada di atas tanah ditempatkan di luar jarak tertentu dari tepi palingluar bahu jalan atau trotoar sehingga tidak menimbulkan hambatan sampingbagi pemakai jalan; atau

    b. Yang berada di bawah tanah ditempatkan di luar jarak tertentu dari tepipaling luar bahu jalan atau trotoar sehingga tidak mengganggu keamanankonstruksi jalan.

    14

  • TN-PPJalan-April2007

    PEMANFAATAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

    PENANAMAN POHON

    Pasal 50

    a. Pohon pada sistem jaringan jalan di luar kota harus ditanam di luar ruang manfaat jalan.

    b. Pohon pada sistem jaringan jalan di dalam kota dapat ditanam di batas ruang manfaatjalan, median, atau di jalur pemisah.

    15

    PRASARANA MODA TRANSPORTASI LAINPasal 51

    Dalam hal ruang milik jalan digunakan untuk prasarana modatransportasi lain, maka persyaratan teknis dan pengaturanpelaksanaannya ditetapkan bersama oleh penyelenggara jalan daninstansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidangprasarana moda transportasi yang bersangkutan denganmengutamakan kepentingan umum.

  • TN-PPJalan-April2007

    IZIN, REKOMENDASI, DAN DISPENSASI

    Pasal 52

    (1) Pemanfaataan ruang manfaat jalan selain peruntukan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, serta pemanfaatan ruangmilik jalan selain peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 wajibmemperoleh izin.

    (2) Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan meliputi bangunanyang ditempatkan di atas, pada, dan di bawah permukaan tanah di ruangmanfaat jalan dan di ruang milik jalan dengan syarat:

    tidak mengganggu kelancaran dan keselamatan pengguna jalanserta tidak membahayakan konstruksi jalan;

    sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

    16

  • TN-PPJalan-April2007

    Pasal 52

    Izin pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan paling sedikit

    memuat hal-hal sebagai berikut: gambar teknis, jenis, dan dimensi bangunan; jangka waktu; kewajiban memelihara dan menjaga bangunan untuk keselamatan umum

    dan menanggung risiko yang terjadi akibat pemasangan bangunan; penunjukan lokasi dan persyaratan teknis pemanfaatan ruang manfaat jalan

    dan ruang milik jalan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri; apabila ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan diperlukan untuk

    penyelenggaraan jalan, pemegang izin yang bersangkutan wajibmengembalikan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan seperti keadaansemula, atas beban biaya pemegang izin yang bersangkutan; dan

    apabila pemegang izin tidak mengembalikan keadaan ruang manfaat jalandan ruang milik jalan sebagaimana dimaksud pada huruf c, penyelenggarajalan dapat mengembalikan keadaan seperti semula atas biaya pemegangizin.

    17

    Izin pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan.

  • TN-PPJalan-April2007

    Pasal 53

    (1) Izin pemanfaatan ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44dan Pasal 45 dikeluarkan oleh instansi pemerintah daerah sesuai dengankewenangannya masing-masing setelah mendapat rekomendasi dari penyelenggarajalan sesuai kewenangannya.

    (2) Rekomendasi penyelenggara jalan kepada instansi pemerintah daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dapat memuat larangan terhadap kegiatan tertentu yangdapat mengganggu pandangan bebas pengemudi dan konstruksi jalan atau perintahmelakukan perbuatan tertentu guna menjamin peruntukan ruang pengawasanjalan.

    Pasal 54

    (1) Penggunaan ruang manfaat jalan yang memerlukan perlakuan khusus terhadapkonstruksi jalan dan jembatan harus mendapat dispensasi dari penyelenggara jalansesuai kewenangannya.

    (2) Semua akibat yang ditimbulkan dalam rangka perlakuan khusus terhadap konstruksijalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawabpemohon dispensasi.

    (3) Perbaikan terhadap kerusakan jalan dan jembatan sebagai akibat pemanfaatanruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawabpemohon dispensasi.

    18

  • TN-PPJalan-April2007

    Pasal 55

    (1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, dan dispensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 pada jalan nasional, kecuali jalan tol, dapat dilimpahkan kepada gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    (2) Pemberian izin, rekomendasi, dan dispensasi oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada jalan nasional, kecuali jalan tol, wajib dilaporkan kepada Menteri.

    (3) Pemberian izin pemanfaatan ruang milik jalan dan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, pemberian rekomendasi penggunaan ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, dan pemberian dispensasi penggunaan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 untuk lintas wilayah kabupaten/kota dapat dikoordinasikan oleh gubernur.

    (4) Pemberian izin pemanfaatan ruang milik jalan dan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, pemberian rekomendasi penggunaan ruang pengawasan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, dan pemberian dispensasi penggunaan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 untuk lintas wilayah provinsi dapat dikoordinasikan oleh Menteri.

    19

  • TN-PPJalan-April2007

    Pasal 56

    (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin pemanfaatan ruang manfaatjalan dan ruang milik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52,pemberian rekomendasi penggunaan ruang pengawasan jalansebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, dan pemberian dispensasipenggunaan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diaturdalam Peraturan Menteri.

    (2) Pengawasan terhadap pelaksanaan pemasangan, pembuatan,penempatan bangunan atau benda, dan penanaman pohon dalamrangka pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalansebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, serta penggunaan ruangpengawasan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53dilaksanakan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan.

    20

  • TN-PPJalan-April2007

    WEWENANG

    Pasal 57

    (1) Wewenang penyelenggaraan jalan umum ada pada Pemerintah danPemerintah Daerah.

    (2) Wewenang penyelenggaraan jalan umum oleh Pemerintah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi penyelenggaraan jalan secara umumdan penyelenggaraan jalan nasional.

    (3) Wewenang penyelenggaraan jalan umum oleh pemerintah daerahsebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyelenggaraan jalanprovinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.

    (4) Penyelenggaraan jalan secara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)meliputi sebagian pengaturan, pembinaan, pembangunan, danpengawasan sesuai dengan kebijakan nasional.

    (5) Penyelenggaraan jalan secara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4)meliputi jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, danjalan desa.

    21

  • TN-PPJalan-April2007

    Pasal 58

    (1) Penyelenggaraan jalan umum oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalamPasal 57 ayat (2) dilaksanakan oleh Menteri.

    (2) Penyelenggaraan jalan provinsi oleh pemerintah daerah sebagaimanadimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) dilaksanakan oleh gubernur atau pejabatyang ditunjuk.

    (3) Penyelenggaraan jalan kabupaten/kota dan jalan desa oleh pemerintah daerahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) dilaksanakan olehbupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk.

    22

  • TN-PPJalan-April2007

    PELIMPAHAN WEWENANG DAN PENUGASAN

    Pasal 59

    (1) Sebagian wewenang Pemerintah dalam pembangunan jalan nasional yangmeliputi perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian danpemeliharaan dapat dilaksanakan oleh pemerintah provinsi.

    (2) Wewenang perencanaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah dalam rangkadekonsentrasi.

    (3) Wewenang pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan pemeliharaansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh gubernur melaluitugas pembantuan.

    (4) Pelaksanaan wewenang dalam rangka dekonsentrasi sebagaimana dimaksud padaayat (2) dan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    23

  • TN-PPJalan-April2007

    PENETAPAN SISTEM JARINGAN JALAN

    Pasal 60

    Sistem jaringan jalan sebagai sistem jaringan jalan primer ditetapkan dengan keputusan Menteri dengan memperhatikan pendapat menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi.

    24

  • TN-PPJalan-April2007

    PENETAPAN FUNGSI JALAN

    Pasal 61

    (1) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya untuk jalan arteri dan jalan kolektoryang menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primerdilakukan secara berkala dengan keputusan Menteri.

    (2) Penetapan ruas-ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelahmendangar pendapat menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidanglalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan tingkat perkembangan wilayah yangtelah dicapai.

    (3) Penetapan ruas-ruas jalan menurut fungsinya dalam sistem jaringan jalan sekunder,jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer selain dimaksud pada ayat (1), jalanlokal dalam sistem jaringan jalan primer, serta jalan lingkungan dalam sistemjaringan jalan primer dilakukan secara berkala dengan keputusan gubernur.

    (4) Penetapan ruas-ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkanusul bupati/walikota yang bersangkutan dengan memperhatikan keputusan Menterisebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan Menteri sebagaimana dimaksuddalam Pasal 60 dan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

    25

  • TN-PPJalan-April2007

    PENETAPAN STATUS JALAN

    Pasal 62

    (1) Penetapan status suatu ruas jalan sebagai jalan nasional dilakukan secara berkaladengan keputusan Menteri dengan memperhatikan fungsi jalan yang telahditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1).

    (2) (2) Penetapan status suatu ruas jalan sebagai jalan provinsi dilakukan dengankeputusan gubernur yang bersangkutan, dengan memperhatikan keputusan Menterisebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan fungsi jalan yang telah ditetapkansebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2).

    (3) Penetapan status suatu ruas jalan sebagai jalan kabupaten dilakukan dengankeputusan bupati yang bersangkutan.

    (4) Penetapan status suatu ruas jalan sebagai jalan kota dilakukan dengan keputusanwalikota yang bersangkutan.

    (5) Penetapan status suatu ruas jalan sebagai jalan desa dilakukan dengan keputusanbupati yang bersangkutan.

    (6) Penetapan ruas-ruas jalan menurut statusnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2),ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan secara berkala dan dengan memperhatikanpedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

    26