11 Lapbul November 2011.pdf

67

Transcript of 11 Lapbul November 2011.pdf

Page 1: 11 Lapbul November 2011.pdf
Page 2: 11 Lapbul November 2011.pdf

DITERBITKAN OLEH : DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DITJEN KPI / LB / 107 / XII / 2011

Page 3: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

1

DAFTAR ISI DAFTAR ISI....………………………………………...………………………………………............................. 1 KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 2 RINGKASAN EKSEKUTIF...……………………….......…………………………………….......................... 3 DAFTAR GAMBAR........................................................................................................... 6 BAB I KINERJA…………....……...................................................................................... 7 A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral............................ 7 1. Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade……….………………… 7 2. UNCTAD Ad-Hoc Expert Meeting on Green Economy……………………… 13 B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….………………….………….. 18 Pertemuan AEM dan AEC Council dalam Rangkaian the 19th ASEAN

Summit and Related Summits.................................................................………. 18 C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi

Internasional Lainnya.................................................................................... 26 1. Pertemuan 23rd APEC Ministerial Meeting……………………………………….. 26 2. Sidang International Pepper Community (IPC) Sesi ke-39 dan Sidang

IPC Terkait Lainnya.................................................................................. 30 3. Special Meeting International Tripartite Rubber Council (ITRC)…………. 37 4. Sidang ke-34 Assembly Association of Natural Rubber Producing

Countries (ANRPC) dan Sidang ANRPC terkait lainnya……………………. 40 D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral.................................... 43 1. Pertemuan Pertama Annual Trade Talks Indonesia-Inggris............... 43 2. The 3rd Round of Negotiation Indonesia - EFTA Comprehensive

Partnership Agreement (IE-CEPA)…………………………………………………… 46 3. Pertemuan Ke-10 Senior Qfficials Meeting (SOM) Indonesia - Uni

Eropa.................................................................................................. 48 4. Pertemuan Bilateral Indonesia – Brasil…………………………………………… 49 E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa.................................................. 52 1. Sidang Committee on Trade in Financial Services………..……….……….. 52 2. Sidang Working Party on GATS Rules…………..………………………………… 54 3. Sidang Committee on Specific Commitments……….………………………… 55 4. Sidang Informal Council for Trade in Services - Special Session…..….. 56 5. Sidang Working Party on Domestic Regulation................................. 57 BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT......……………....................................... 60 A. Kendala dan Permasalahan….……………………………………………....................... 60 B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……………………………………………………………….. 61 BAB III PENUTUP…..………………………………………………………………………………………………. 63

Page 4: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

2

Page 5: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

2

KATA PENGANTAR

Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional

merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan

Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang

terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora Multilateral, ASEAN,

APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral, serta Perundingan Perdagangan Jasa

setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk

memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan,

dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami

harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini,

dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional

Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.

Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.

Terima kasih.

Jakarta, November 2011

DIREKTORAT JENDERAL KPI

Page 6: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

3

RINGKASAN EKSEKUTIF

Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan November 2011, antara lain:

Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade

Dengan semakin gencarnya isu terkait regulasi teknis, standar, dan penilaian kesesuaian di forum Komite TBT maupun forum-forum lain, Indonesia perlu untuk meningkatkan koordinasi antar institusi dalam penanganan isu ini. Penyusunan regulasi teknis sangat penting untuk mengacu kepada prinsip Good Regulatory Practices dan memenuhi isu transparansi, serta Perjanjian Technical Barriers to Trade.

UNCTAD Ad-Hoc Expert Meeting on Green Economy

Tujuan dari pertemuan ini adalah: (i) Menyusun input yang bersifat substantif untuk UNCTAD XIII dan Rio+20 (UNCSD 2012), terkait dengan Green Economy; (ii) Mengembangkan concern terkait dengan munculnya isu green protectionism dan aid conditionality, serta mengidentifikasi kondisi khusus Green Economy agar dapat menjadi motor untuk mewujudkan sustainable development; (iii) Mengidentifikasi aksi-aksi internasional untuk mempromosikan inklusivitas (inclusiveness), broad based, dan transisi yang fair menuju Green Economy; (iv) Menghasilkan rumusan yang tepat mengenai perdagangan dan kebijakan dalam Green Economy, serta mendiskusikan tools untuk melakukan mapping.

Pertemuan AEM dan AEC Council dalam Rangkaian the 19th ASEAN Summit and Related Summits

Preparatory AEM membahas outcome documents yang akan disampaikan kepada AEC Council untuk direkomendasikan kepada Leaders pada KTT ASEAN, menyiapkan materi yang akan dibahas dalam Pertemuan AEC Council ke-6, serta membahas beberapa isu mendesak yang memerlukan arahan AEM untuk ditindaklanjuti oleh pejabat senior.

Pertemuan 23rd APEC Ministerial Meeting

Pertemuan membahas agenda Support for the Multilateral Trade System dan agenda yang menjadi prioritas APEC tahun 2011, yaitu: Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade, Promoting Green Growth, dan Advancing Regulatory Convergence and Cooperation.

Sidang International Pepper Community (IPC) Sesi ke-39 dan Sidang IPC Terkait Lainnya

Rangkaian Sidang IPC diawali dengan: Quality Committee Meeting ke-17, Executive Meeting of Heads of Delegation, Business Session ke-2, Peppertech Meeting ke-36, Pepper Exporters Meeting ke-42, Meeting of Pepper Exporters and Importers ke-19, dan Plenary Session ke-39.

Page 7: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

4

Special Meeting International Tripartite Rubber Council (ITRC)

Special Meeting bertujuan untuk membahas faktor-faktor penyebab penurunan harga karet alam yang cukup tajam dan usaha-usaha untuk mengantisipasi agar tidak terjadi penurunan harga karet alam lebih lanjut.

Sidang ke-34 Assembly Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) dan Sidang ANRPC terkait lainnya

Rangkaian sidang diawali dengan Sidang Information and Statistics Committee (ISC) ke-5, Sidang Industry Matters Committee (IMC) ke-5, diikuti dengan pelaksanaan Annual Rubber Conference 2011 ke-4, dan diakhiri dengan Sidang Executive Committee ke-39.

Pertemuan Pertama Annual Trade Talks Indonesia-Inggris

Pertemuan dipimpin oleh Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, dan Managing Director Sectors Group, UK Trade & Investment (UKTI). Mengawali pertemuan, kedua Pimpinan menyampaikan bahwa melalui Annual Trade Talks, kedua negara harus terus memperkuat hubungan tersebut melalui kerja sama dan identifikasi permasalahan serta solusinya. Kedua pimpinan rapat kemudian menandatangani Terms of Reference atas pembentukan ATT Indonesia-Inggris.

The 3rd Round of Negotiation Indonesia-EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA)

Perundingan kerja sama ekonomi bilateral antara Indonesia dengan EFTA yang mencakup tujuh bidang kelompok kerja, yaitu: Trade in Goods, Trade in Services, Investment, Rules of Origin and Custom Procedures, Government Procurement, Cooperation and Capacity Building, dan General Provisions serta empat bidang konsultasi yaitu: Sustainable Development, Competition, SPS, dan TBT.

Pertemuan Ke-10 Senior Qfficials Meeting (SOM) Indonesia-Uni Eropa

Pertemuan ini merupakan pertemuan terakhir karena untuk pertemuan berikutnya tingkat perundingan akan dinaikkan menjadi Joint Committee yang diketuai oleh Menteri Luar Negeri kedua belah pihak. Dalam Joint Commission dimaksud juga terdapat Working Group on Trade and Investment (WGTI) yang dipimpin oleh Dirjen KPI, Kementerian Perdagangan yang membawahi tiga Sectoral Working Group (SWG), yaitu: SWG on Sanitary and Phytosanitary, SWG on Industry and Environment, dan SWG on Pharmaceutical and Cosmetics.

Pertemuan Bilateral Indonesia - Brasil

Penandatanganan MoU tersebut adalah sebagai bentuk komitmen kedua negara untuk lebih mempererat hubungan kerja sama di bidang perdagangan dan investasi. Lebih dari pada itu, penandatanganan MoU ini adalah salah satu upaya Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke negara-negara pasar nontradisional, termasuk dengan Brasil yang menjadi mitra dagang utama Indonesia di kawasan Amerika Latin.

Page 8: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

5

Sidang Committee on Trade in Financial Services

Agenda utama sidang antara lain adalah: Adoption of the Annual Report to the Council for Trade in Services, Transitional Review Under Section 18 of the Protocol on the Accession of the Peoples Republic of China, Trade In Financial Services and Development, Recent Development in Financial Services Trade, dan Classification Issues.

Sidang Working Party on GATS Rules

Agenda utama Sidang adalah membahas isu-isu: Emergency Safeguard Measures (ESM), Government Procurement (GP), dan Subsidi.

Sidang Committee on Specific Commitments

Agenda utama yang dibahas pada Sidang ini meliputi: Adoption of the Annual Report to the Council for Trade in Services, Classification Issues: (i) Environmental services; (ii) Audiovisual services; dan (iii) Scheduling Issues.

Sidang Informal Council for Trade in Services - Special Session

Agenda tunggal sidang adalah membahas draf teks Preferential Treatment to Services and Services Suppliers of Least-Developed Countries (LDCs Services Waiver) yang diusulkan oleh Delegasi Norwegia, yang selama ini bertindak sebagai fasilitator.

Sidang Working Party on Domestic Regulation

Agenda utama yang dibahas pada sidang ini meliputi Development of Regulatory Disciplines under GATS Article VI.4 dan Future Work.

Page 9: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

6

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Moving Beyond The Green Economy Discourse High-Level Opening

Session………………………………………………………………………………………………….....

14 Gambar 2 Sesi Foto Bersama Preparatory AEM….…....................................................... 18 Gambar 3 Sesi Foto Bersama APEC Ministerial Meeting................…………………............. 26 Gambar 4 Sesi Foto Bersama Sidang IPC ke-39............................................................... 30 Gambar 5 Penandatanganan TOR Annual Trade Talk RI-UK........................................... 43 Gambar 6 Penandatanganan MoU Hubungan Dagang dan Investasi Indonesia-Brasil.. 50

Page 10: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

7

BAB I KINERJA

A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral

1. Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade

Sidang Reguler Technical Barriers to Trade (TBT) Committee diselenggarakan di Kantor Pusat WTO, Jenewa pada tanggal 10-11 November 2011, didahului dengan penyelenggaraan Workshop on Regulatory Cooperation Between Members pada tanggal 8-9 November 2011.

Indonesia berkepentingan untuk hadir dalam workshop "Regulatory Cooperation Between Members” untuk memperoleh informasi mengenai kerja sama regulasi teknis yang telah dilakukan oleh negara-negara anggota WTO.

Specific Trade Concerns dari Indonesia terhadap Tobacco Plain Packaging Bill 2011

Specific Trade Concerns ini diangkat oleh delegasi Ukraina, Republik Dominika, UE, Meksiko, Nigeria, Kolombia, Peru, Chile, Honduras, Norwegia, Turki, Selandia baru, Indonesia, Zambia, El Savador, Zimbabwe, Jepang, Kuba, Nicaragua, Jordan, Hong Kong Cina, Russian Federation, dan WHO.

Pertanyaan terkait yang diajukan oleh Amerika Serikat antara lain sebagai berikut:

1) Australia dinilai belum memberikan jawaban yang memuaskan dari pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan dalam sidang terdahulu maupun pertanyaan yang disampaikan secara tertulis;

2) Pemerintah Australia diminta untuk mencari alternatif lain yang tidak memberatkan perdagangan selain memberlakukan Tobacco Plain Packaging Bill;

3) Pemerintah Australia dinilai belum memberikan scientific evidence terkait plain packaging bill dengan pengurangan jumlah perokok, di antaranya karena aturan ini merupakan aturan yang belum pernah diberlakukan oleh negara lain di seluruh dunia, sehingga belum ada bukti bahwa kemasan rokok dapat mengurangi konsumsi rokok;

4) Penetapan peraturan dinilai tidak sesuai dengan article 2.2 TBT Agreement;

5) Aturan tentang plain packaging dapat menimbulkan isu pemalsuan rokok;

Page 11: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

8

6) Aturan ini menimbulkan kerugian secara ekonomi bagi negara lain terutama bagi petani;

7) Australia diminta untuk menganalisis terlebih dahulu dampak dari aturan tersebut terhadap kesehatan dan perdagangan sebelum ditetapkan;

8) Norwegia dan Selandia baru menyampaikan dukungan kepada Australia dan menyampaikan bahwa ketentuan tersebut sesuai dengan aturan WHO Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan WTO;

9) Aturan Australia dinilai menyalahi perjanjian TRIPS (Trade-Related aspects of Intellectual Property Rights);

10) WHO menyampaikan bahwa tembakau membahayakan kesehatan manusia, bahkan dapat menimbulkan kematian. WHO menyatakan bahwa kerugian material dari tembakau di dunia lebih besar daripada keuntungan yang dapat diambil. WHO memandang bahwa peraturan yang dikeluarkan Australia dapat mengurangi konsumsi rokok di dunia, Sebagai catatan, hanya sebagian kecil dari anggota WTO yang bukan merupakan anggota FCTC.

Intervensi Indonesia Mengenai Plain Packaging Bill

Indonesia dalam intervensinya telah menyampaikan concern terkait hal ini melalui room document G/TBT/W/336 pada sidang TBT Juni 2011. Indonesia mencatat bahwa Australia telah menyampaikan bahwa tujuan utama pemberlakuan aturan tersebut adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan bahwa Australia berpendapat bahwa kemasan dapat mempengaruhi konsumen untuk tidak mengonsumsi rokok. Berdasarkan hal ini, Australia berasumsi bahwa penerapan Plain Packaging Bill dapat mengurangi konsumsi rokok. Indonesia meminta Pemerintah Australia untuk memberikan perhatian dan memberikan tanggapan tertulis secara resmi atas semua pertanyaan yang disampaikan oleh Indonesia terkait regulasi tersebut.

Tanggapan Australia atas Isu Plain Packaging Bill

Menanggapi comments tersebut, Australia menyatakan bahwa dalam sidang TBT Juni lalu isu ini telah dibahas, dan bahwa aturan ini telah diadopsi pada tanggal 6 Juli 2011. Saat ini aturan tersebut telah diamandemen dengan mengundurkan pemberlakuan dari bulan Juni 2011 ke Desember 2011. Untuk permasalahan cigar dan produk nontembakau, saat ini sedang dilihat kembali. Australia telah menyediakan jawaban tertulis untuk menjawab

Page 12: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

9

semua pertanyaan dari anggota WTO, sehingga Australia memandang bahwa Australia tidak perlu menjawab pertanyaan tersebut kembaii, satu per satu. Menurut Australia, bahkan beberapa dari anggota yang menyampaikan comments tidak melakukan ekspor tobacco products ke Australia.

Specific Trade Concerns dari Indonesia terhadap Brazil Draft Resolution No. 112, November 29, tahun 2010 mengenai Maximum levels of tar, nicotin and carbonmonoxide permitted on tobacco products and prohibition on additives

Indonesia menyampaikan melalui pertemuan bilateral dan sidang bahwa Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perdagangan telah menyampaikan 2 (dua) surat terkait tangapan Indonesia atas rencana pemberlakuan Brazil Draft Resolution No 112, yaitu surat Menteri Perdagangan, serta surat dari Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri kepada ANVISA pada tanggal 22 Maret 2011, akan tetapi belum menerima jawaban. Indonesia meminta pihak Brasil untuk menjawab concern Indonesia melalui surat resmi. Di samping itu, Indonesia juga meminta klarifikasi mengenai penyelenggaraan public hearing yang sedianya akan dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 2011. Isu tentang Draf Resolution No. 112 juga diangkat oleh beberapa Negara lain di antaranya: UE. Meksiko, Republik Dominika, Zimbabwe, Chili, Zambia, dan Russian Federation.

Menjawab concern Indonesia, delegasi Brasil berjanji untuk menelusuri surat dari Pemerintah Indonesia terkait Draft Resolution No. 112, serta menyatakan pada prinsipnya Pemerintah Brasil tidak keberatan untuk tidak segera memberlakukan aturan tersebut. Terkait aturan mengenai daftar additive saat ini Pemerintah Brasil sedang meninjau kembali hal tersebut. Diinformasikan bahwa public hearing akan dilaksanakan pada bulan Desember 2011, dan bahwa rencana penyelenggaraan public hearing tersebut akan dipublikasikan melalui jurnal nasional Brasil. Indonesia diminta untuk secara aktif menghubungi perwakilan Indonesia di Brasil untuk mendapatkan informasi tersebut.

Specific Trade Concerns dari negara-negara anggota WTO terhadap Regulation on the Registration, Evaluation, and Authorization of Chemicals (REACH)

lsu terkait REACH masih diangkat oleh India, Argentina, AS, Saudi Arabia, Australia, Filipina, dan Kuba. Isu yang diangkat oleh negara anggota WTO di antaranya adalah aturan REACH sangat kompleks dan seringkali diubah, sehingga menimbulkan kesulitan bagi industri terutama UKM untuk mengikuti aturan tersebut. Selain itu, aturan terkait Only Representative menimbulkan tambahan biaya bagi UKM. Salah satu kesulitan yang dirasakan industri adalah aturan adanya individual submission bagi importir untuk setiap produk yang diimpor ke UE. Negara anggota WTO meminta UE untuk menyediakan technical guidance

Page 13: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

10

terkait Only Representative. Negara anggota meminta UE untuk mempertimbangkan kemampuan Negara berkembang, misalnya melalui pemberian bantuan teknis bagi UKM untuk memenuhi aturan REACH.

UE menyatakan bahwa sebagian dari concern yang disampaikan Negara-negara anggota WTO telah dijawab dalam sidang-sidang terdahulu. UE menyatakan bahwa UE telah menyelenggarakan forum untuk menyelesaikan permasalahan terkait penerapan REACH, dengan deadline Desember 2011. Informasi mengenai hal ini akan dipublikasikan pada website European Chemicals Industry (ECHA). UE memastikan bahwa ECHA akan terus mendukung industri, dan meminta masukan atas kesulitan yang dialami industri. UE menginformasikan bahwa isu mengenai individual submission sedang dibahas di Brussel, dan usulan mengenai penyusunan technical guidance terkait Only Representative akan disampaikan ke Brussel.

Permintaan Klarifikasi Kepada Australia Terkait Illegal Logging Prohibition Bill 2011

Di sela-sela sidang, delegasi Indonesia menemui delegasi Australia untuk meminta klarifikasi atas isu illegal logging. Pemerintah Indonesia telah menyampaikan tanggapan terkait illegal logging melalui surat dari Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri - Kementerian Perdagangan kepada Senate Standing Committees on Rural Affairs and Transport, akan tetapi hingga saat ini belum menerima jawaban dari pihak Australia.

Delegasi Australia menyampaikan bahwa kemungkinan Pemerintah Australia tidak menanggapi comment yang masuk satu per satu, tetapi memberikan jawaban melalui website. Namun demikian, delegasi Australia berjanji untuk menelusuri surat tersebut.

Specific Trade Concern yang disampaikan AS terkait Technical Guidelines for the Implementation of the Adoption and Supervision of Indonesia National Standards for Obligatory Toy Safety

Specific Trade Concern diangkat oleh delegasi AS secara bilateral dan di dalam agenda persidangan. AS mempertanyakan hal-hal berikut:

Update dari perkembangan draf regulasi teknis pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNl) mainan anak secara wajib;

Bagaimana status notifikasi dari draf regulasi teknis tersebut;

Apakah dalam regulasi teknis tersebut Pemerintah Indonesia mengakui hasil penilaian kesesuaian yang dilakukan oleh lembaga penilaian kesesuaian dari Negara lain;

Bagaimana aturan mengenai penandaan;

Page 14: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

11

Bagaimana time table rencana Indonesia untuk menyusun dan menerapkan rancangan regulasi teknis terkait pemberlakuan SNl mainan anak secara wajib.

Menjawab pertanyaan dari delegasi AS, Indonesia menyatakan bahwa saat ini Pemerintah Indonesia sedang dalam tahap penyiapan rancangan regulasi teknis pemberlakuan SNl mainan anak secara wajib. Karena itu, Pemerintah Indonesia belum dapat menjelaskan time table dari penyusunan dan penerapan rancangan regulasi teknis tersebut. Adapun aturan mengenai prosedur penilaian kesesuaian, Mutual Recognition Agreement (MRA), dan pencantuman tanda akan diatur pada rancangan regulasi teknis dimaksud.

Specific Trade Concern dari UE dan AS terkait Kewajiban Pencantuman Label pada Barang (Peraturan Menteri Perdagangan No. 62/M-DAG/PER/ 12/2009 dan No. 22/M-DAG/PER/5/2010)

Specific Trade Concern diangkat oleh delegasi UE, AS, dan Australia. Ketiga delegasi menanyakan alasan Indonesia mensyaratkan pembubuhan label sebelum barang memasuki daerah pabean Indonesia. Jika alasan Indonesia memberlakukan peraturan ini adalah untuk perlindungan terhadap konsumen, maka pembubuhan label hendaknya dapat dilakukan pada saat barang sudah memasuki wilayah pabean Indonesia. AS secara khusus mengajukan agar pembubuhan label dapat dilakukan di bonded zone wilayah Indonesia. Amerika meminta agar permasalahan ini dapat diselesaikan pada saat Presiden Amerika berkunjung ke Indonesia dalam waktu dekat.

Menjawab hal tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa :

1) Indonesia sebagai Negara kepulauan yang memiliki wilayah cukup luas baik daratan maupun laut memiliki karakteristik khusus letak geografis, kekhususan ini berimplikasi terhadap sulitnya pengawasan terhadap lalu lintas masuknya barang ke wilayah Negara Republik Indonesia, oleh karena itu pemberlakuan label sejak barang memasuki daerah pabean Republik Indonesia, pada saat importir melakukan pemberitahuan impor barang (BC 2.0) pada saat itu dokumen impor harus sudah dilengkapi dengan Surat Keterangan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia (SKPLBI) atau surat pengecualian (SPKPLBI) untuk memastikan bahwa barang yang akan diimpor sudah memenuhi ketentuan pencantuman label.

2) Kewajiban pencantuman label Bahasa Indonesia bagi barang impor berlaku sejak barang memasuki daerah pabean Republik Indonesia, bertujuan untuk:

Page 15: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

12

Melindungi konsumen dari produk yang tidak jelas informasinya;

Mempermudah pelaksanaan pengawasan dan penegakkan hukum kepabeanan di jajaran Bea dan Cukai; dan

Meminimalisir masuk dan beredarnya barang impor ilegal.

3) Pengaturan labelisasi dengan menggunakan stiker pada barang maupun pada kemasan pada dasarnya diperbolehkan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan R.l No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang, terdapat pada lampiran I, II, III, dan IV, dengan ketentuan pada saat barang yang diimpor memasuki daerah pabean Republik Indonesia telah berlabel dalam Bahasa Indonesia.

4) Kekhawatiran terhadap sulitnya pengontrolan barang impor tidak dikhususkan pada tempat labelisasi ulang setelah memasuki kawasan bea cukai semata, tetapi ada kemungkinan daerah perairan/laut yang mungkin saja tidak sepenuhnya dapat diawasi. Oleh karena itu, pengaturan kewajiban label dalam bahasa Indonesia diberlakukan pada saat barang yang diimpor memasuki daerah pabean Republik Indonesia. Selain itu guna penelusuran asal barang.

5) Indonesia menghargai tanggapan yang masuk dari berbagai Negara terkait peraturan ini dan akan dipertimbangkan sebagai bahan masukan dalam merevisi Peraturan dimaksud.

Specific Trade Concern dari Korea, Jepang, dan UE terkait Pemberlakuan Secara Wajib SNI Baja lembaran tipis lapis timah elektrolisa (BjLTE)

Korea dan Jepang meminta klarifikasi dari Indonesia mengenai update tentang penetapan rancangan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) tentang Pemberlakuan SNI BjLTE, serta bahwa menurut Jepang dan Korea, baja merupakan produk intermediate yang seharusnya tidak diatur, sebagaimana produk akhir. UE menyoroti tentang prosedur sertifikasi Indonesia, dan menyatakan bahwa kelihatannya penerapan MRA terkait prosedur penilaian kesesuaian akan sulit untuk dilakukan. Ketiga Negara meminta Indonesia menyediakan timeline dan petunjuk teknis penerapan racangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan SNI BjLTE secara wajib.

Page 16: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

13

Menanggapi hal tersebut. Indonesia menyampaikan bahwa sejauh ini rancangan Permenperin tersebut belum ditetapkan, serta bahwa saat ini Kementerian Perindustrian sedang menyusun dokumen Petunjuk Teknis untuk penerapan SNI BjLTE secara wajib.

Kewajiban Penerapan SNI BjLTE

Jepang juga mengangkat isu penerapan SNI BjLTE secara wajib melalui pertemuan bilateral. Dalam pertemuan bilateral ini beberapa hal yang disampaikan oleh Jepang adalah :

Alasan Indonesia memberlakukan SNI tali kawat baja, baja profil, dan BjLTE secara wajib, mengingat bahwa produk baja tersebut bukan merupakan produk akhir;

Bagaimana agar proses sertifikasi baja dapat berjalan dengan lancar.

Indonesia menanggapi pertanyaan Jepang sebagai berikut:

Bahwa produk tali kawat baja digunakan dalam proses penambangan gas, sehingga sangat terkait dengan keamanan, begitu pula dengan SNI baja profil yang sangat diperlukan untuk keamanan konstruksi gedung. Sedangkan BjLTE digunakan untuk produk kaleng makanan yang juga berkaitan erat dengan keamanan pangan;

Indonesia menyarankan agar isu sertifikasi baja dapat diangkat Jepang melalui forum kerja sama bilateral Indonesia - Jepang (IJEPA).

2. UNCTAD Ad-Hoc Expert Meeting on Green Economy

Ad Hoc Expert Meeting on The Green Economy dilaksanakan pada tanggal 8-10 November 2011, dan diselenggarakan atas kerja sama UNCTAD, UNDESA, dan UNEP.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh delegasi dari berbagai negara, para pakar dari perguruan tinggi, perwakilan organisasi Internasional di bawah The United Nations (UN).

Tujuan dari pertemuan ini adalah :

1) Menyusun input yang bersifat substantif untuk UNCTAD XIII dan Rio+20 (UNCSD 2012), terkait dengan Green Economy - khususnya isu perdagangan, keuangan, dan aspek teknologi;

2) Mengembangkan concern terkait dengan munculnya isu green protectionism dan aid conditionality, serta

Page 17: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

14

mengidentifikasi kondisi khusus Green Economy agar dapat menjadi motor untuk mewujudkan sustainable development;

3) Mengidentifikasi aksi-aksi internasional untuk mempromosikan inklusivitas (inclusiveness), broad based, dan transisi yang fair menuju Green Economy;

4) Menghasilkan rumusan yang tepat mengenai perdagangan dan kebijakan dalam Green Economy, serta mendiskusikan tools untuk melakukan mapping.

Gambar 1. Moving Beyond The Green Economy Discourse High-Level Opening Session

Moving Beyond The Green Economy Discourse

Dalam agenda Moving Beyond The Green Economy Discourse dikemukakan mengenai pentingnya untuk mengangkat konsep Green Economy pada pertemuan Rio+20. Konsep Green Economy muncul sebagai respons terhadap krisis multidimensi yang dihadapi dunia, yaitu: krisis ekonomi, pangan, dan perubahan iklim dengan paradigma baru atau alternatif yang menawarkan pertumbuhan dengan tetap melindungi ekosistem serta berkontribusi dalam penurunan kemiskinan. Oleh karena itu green economy tidak hanya menekankan kepada keseimbangan sumber daya alam dan lingkungan, namun juga masalah-masalah sosial, ekonomi, termasuk salah satunya masalah perdagangan bagi negara-negara berkembang.

Pendekatan one size fits all dalam konteks Green Economy tidak dapat diterapkan, mengingat setiap negara memiliki kondisi yang berbeda dan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang berbeda pula, terutama antara negara maju, negara berkembang, dan Least Developed Countries.

Terdapat tiga isu kunci dalam cakupan Green Economy, yaitu: (i) Poverty eradication; (ii) Environmental sustainability; dan (iii) Inclusiveness of the society.

Page 18: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

15

Transition to a Green Economy

Masa transition to a green economy merupakan tantangan bagi semua negara, terutama bagi negara berkembang dan Least Developed Countries (LDCs), karena masa transisi memerlukan perubahan-perubahan yang tidak sedikit, khususnya dalam bidang teknologi. Dukungan pendanaan dan peningkatan kapasitas.

Masa transisi menuju green economy juga dapat mengakibatkan terjadinya distorsi pasar berupa hambatan Tariff dan Non Tariff Barriers.

Selain beberapa kerugian yang muncul, terdapat potensi manfaat yang cukup besar yaitu dengan adanya pembukaan akses pasar baru untuk: barang-barang ramah lingkungan seperti biofuels; renewable energy seperti wind turbin, photofoltaic; dan lain-lain.

Perdagangan internasional merupakan suatu perantara yang kuat dalam terwujudnya green economy, melalui penerapan kebijakan; green poduct, green technology, green supply, green procurement, dan lain-lain.

Prinsip mutually supportiveness harus selalu menjadi landasan, yaitu: win for development, win for economy, and win for environment.

Cara untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada saat masa transisi menuju green economy, khususnya di negara berkembang dan LDCs adalah dengan capacity building, technical assistant (untuk transfer technology dan financial cooperation).

Dalam masa transisi juga memerlukan upaya berupa respons untuk peningkatan kesadaran masyarakat dan penguatan political will untuk mewujudkan sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Di samping itu juga memerlukan reformasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Kebijakan nasional dan aksi-aksi nyata diperlukan untuk mempercepat penerapan green economy dan green growth, sementara di tingkat internasional diperlukan perubahan struktur kelembagaan yang dapat mendukung negara-negara berkembang memperoleh manfaat dalam masa transisi tersebut.

Dukungan internasional bagi negara-negara berkembang dapat meliputi bantuan peningkatan kapasitas, transfer teknologi, dan bantuan finansial/keuangan termasuk yang berasal dari sumber-sumber baru atau inovatif dalam pendanaan.

Page 19: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

16

Sumber-sumber tersebut antara antara lain: GEF (Green Environment Facility), CDM (Clean Development Mechanism), Aid for Trade, dan Green Climate Fund.

Enhancing Technology Access and Transfer

Teknologi merupakan motor penggerak green economy sehingga efektivitas transfer teknologi sangat penting dalam masa transisi green economy.

Dukungan kebijakan hendaknya ditekankan pada inovasi-inovasi yang ada dan mendorong adopsi dan transfer terhadap green technology.

Dalam jangka pendek diperlukan diseminasi secara meluas tentang teknologi terbaik yang tersedia untuk lebih efisien dalam aktivitas produksi dan konsumsi. Di samping itu difusi teknologi hijau yang sederhana juga sangat penting, misalnya: transisi dari penggunaan kayu bakar ke solar energi, bio gas, dan etanol yang lebih memberikan keuntungan dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Strategi nasional yang bisa diterapkan dalam konteks mengembangkan akses teknologi dan transfer teknologi adalah dengan cara mendorong produksi dan pertumbuhan ekspor dalam pengembangan produk.

Hal penting lain yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi apa yang dimaksud dengan green product, artinya harus ada product space map caranya adalah, antara lain :

1) Highlight green product, bisa dengan menggunakan list yang terdapat dalam WTO tentang Environmental Goods (EGs);

2) Lihat keterkaitan produk tersebut dengan penguatan ekspor;

3) Barang-barang yang termasuk dalam Environmental Goods (Egs) tidak hanya barang-barang dengan teknologi tinggi saja tetapi bisa juga barang- barang yang diproduksi dengan proses ramah lingkungan; dan

4) Menggunakan comparative advantage untuk mengetahui produk unggulan suatu negara;

Product space map berguna untuk project bisa membantu negara untuk melakukan identifikasi mengenai positioning of green product.

Tidak cukupnya investasi dalam green technology transfer di negara-negara berkembang, memerlukan dukungan finansial dan mendorong private sector untuk menjadi jembatan dalam pengembangan teknologi, di samping dukungan dari pemerintah dan perguruan tinggi.

Page 20: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

17

Dalam pertemuan Rio+20 akan mengangkat isu tentang pengembangan, penyerapan, adaptasi, dan difusi green technology melalui penguatan kerja sama internasional dan kolaborasi research and development. Tahun 2012, UNFCCC akan meluncurkan climate technology mechanism untuk memfasilitasi implementasi dalam pengembangan dan transfer technology dalam rangka mendukung aksi-aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang.

Trade issues in the Green Economy

Perdagangan internasional adalah merupakan komponen penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Perdagangan bebas dapat menjembatani penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien dan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan, juga mendukung konservasi, sustainability, dan poverty eradication goals.

Mainstreaming green economy dan sustainable development dalam tataran nasional dan internasional berimplikasi pada perdagangan internasional dan WTO sebagai organisasi internasional yang mengatur mengenai perdagangan bebas memiliki peran yang cukup krusial, di satu sisi harus mendukung hak negara anggota untuk menerapkan measure yang bertujuan pada perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan tetapi di sisi lain harus memastikan bahwa measure tersebut tidak bertentangan dengan WTO rules dan bukan merupakan protectionism.

Pada masa transisi menuju green economy perlu diperhatikan juga mengenai peningkatan persyaratan teknik yang diterapkan oleh negara yang akan berpengaruh pada harga dan mekanisme pasar dalam bentuk pajak dan perizinan tentang penurunan tingkat polusi, sampah, dan efisiensi sumber daya sebagai bagian dari kebijakan untuk mempercepat tercapainya green economy.

Kesiapan negara berkembang untuk merubah teknologi dari business as usual menjadi green technology juga perlu mendapat perhatian khusus karena hal tersebut akan mempengaruhi daya saing komoditi perdagangan negara berkembang dan LDCs dalam perdagangan internasional.

Formulating UNCTAD's Message to Rio+20

Konferensi Rio+20 merupakan forum yang cukup genting bagi semua negara untuk membahas secara tepat mengenai konsep green economy secara tepat dan komprehensif baik bagi negara berkembang dan negara

Page 21: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

18

maju, mengingat green economy akan memperbarui tatanan yang sudah ada seperti green investment, sumber-sumber pendanaan dan pekerjaan di antara negara- negara berdasarkan level pembangunan.

Green Economy Target dan komitmen penurunan emisi tiap negara dari business as usual dalam mengatasi perubahan iklim dan mewujudkan green economy, negara berkembang dan LDCs hanya bisa dicapai dengan adanya technical assistance, capacity building, dan financing resource.

Untuk mencapai green economy sebagai salah satu vehicle untuk mencapai sustainable development bisa tercapai melalui:

1) Mainstreaming isu-isu climate change, sustainability development dalam berbagai fora perundingan;

2) Financing resources untuk mendukung role of green economy;

3) Teknologi dan teknologi transfer; dan 4) Tetap mengacu pada fair trade.

B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN

Pertemuan AEM dan AEC Council dalam Rangkaian the 19th ASEAN Summit and Related Summits

Pertemuan Persiapan Menteri Ekonomi ASEAN (Preparatory AEM) dan Pertemuan Keenam Dewan Menteri Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC Council) dalam rangkaian KTT ASEAN ke-19 berlangsung di Bali pada tanggal 16 November 2011.

Gambar 2. Sesi Foto Bersama Preparatory AEM

Page 22: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

19

Perkembangan Perekonomian Dunia

Pertemuan mencatat laporan Sekjen ASEAN tentang perkembangan perekonomian dunia yang saat ini sedang mengalami ketidakpastian karena beberapa faktor antara lain melambatnya pertumbuhan ekonomi di AS, krisis hutang sistemik di Eropa, pukulan ekonomi Jepang setelah bencana alam. Akumulasi dari faktor-faktor tersebut ditengarai akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia ke depan, tak terkecuali ASEAN. Jika pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi dunia masih pada level 5.1% dan ASEAN pada level 7,6%, maka pertumbuhan ekonomi dunia ke depan diproyeksikan akan berada di bawah angka tersebut. Pertumbuhan ekonomi ASEAN diproyeksikan akan berada pada tingkat 4,9%-5,6%, dan Negara anggota yang mengalami dampak yang paling berat diperkirakan Negara-negara anggota ASEAN yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi melalui ekspor dan foreign direct investment.

Menyikapi hal ini, ASEAN sepakat untuk meningkatkan koordinasi kebijakan makro ekonomi dan fiskal yang bersinergi antara kebijakan regional dengan domestik, memperkuat dan meningkatkan pertumbuhan perdagangan dan investasi intra-ASEAN, serta memastikan dipenuhinya implementasi langkah-langkah strategis untuk AEC Blueprint sesuai dengan kesepakatan sebagai upaya pertahanan ekonomi kawasan dari pengaruh eksternal.

AEC Blueprint and Scorecard

Tingkat implementasi AEC Blueprint secara menyeluruh (2008-2011) per 31 Oktober 2011 yang dicatat dalam AEC Scorecard adalah 75,66% dengan rincian 83,8% untuk Tahap I (2008-2009), dan 68,60% untuk Tahap II (untuk measures yang jatuh tempo pada 31 Oktober 2011), atau 48,26% untuk keseluruhan Tahap II (hingga Desember 2011). Pemenuhan pelaksanaan AEC Blueprint sesuai target waktu masih menjadi tantangan tersendiri bagi Negara-negara anggota ASEAN, terutama adanya keterlambatan ratifikasi, penyesuaian ketentuan domestik dengan kesepakatan yang dicapai, dan hambatan lainnya.

Para Menteri menegaskan kembali komitmennya untuk melaksanakan AEC Blueprint secara konsisten dan mendorong masing-masing Negara anggota untuk membentuk sistem pemantauan implementasi AEC Blueprint di tingkat nasional yang nantinya dapat bersinergi dengan mekanisme pemantauan di tingkat regional melalui ASEAN Integration Monitoring Office (AIMO) yang berada di Sekretariat ASEAN. Para Menteri juga mencatat hasil studi ERIA tentang Enhancing AEC

Page 23: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

20

Scorecard Mechanism yang menyoroti aspek kualitas pelaksanaan komitmen AEC Blueprint.

Trade in Services

Para Menteri mencatat status penyelesaian AFAS Paket 8 yang ditargetkan tuntas pada akhir tahun 2011. Hingga saat ini, hanya 3 (tiga) negara anggota (Singapura, Malaysia, dan Thailand) yang berhasil menyelesaikan komitmen AFAS Paket 8, sedangkan 7 (tujuh) Negara lainnya masih dalam proses konsultasi internal. Pertemuan meminta ketujuh Negara tersebut untuk segera menyampaikan komitmennya ke Sekretariat ASEAN untuk threshold assessment agar target penyelesaian bulan Desember 2011 dapat direalisasikan. Saat ini Indonesia sedang menunggu hasil threshold assessment yang dilakukan oleh Sekretariat ASEAN terhadap daftar komitmen yang telah disampaikan pada pertengahan November 2011. Pertemuan juga menegaskan kembali agar Negara anggota menyampaikan rencana aksinya dalam menghadapi tantangan dan kesulitan dalam memenuhi target integrasi jasa pada tahun 2015 untuk dilaporkan pada AEM Retreat tahun 2012.

Customs Development and Integration

Para Menteri Ekonomi ASEAN menyambut baik perkembangan dan pencapaian di bidang integrasi kepabeanan ASEAN, terutama dalam hal simplifikasi dan modernisasi prosedur/peraturan kepabeanan, seperti: (i) disahkannya ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) 2012; (ii) ditandatanganinya ASEAN-China MoU on Customs; (iii) diselesaikannya amandemen Agreement on Customs; (iv) perkembangan review Strategic Plan for Customs Development (SPCD) 2010-2015; (v) pertukaran ATIGA Form D dalam kerangka ASW; dan (vi) perkembangan ASEAN Customs Transit System (ACTS). Pertemuan juga menggarisbawahi beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti sejalan dengan masukan dunia usaha, yaitu: (i) memastikan implementasi AHTN 2012 sesuai jadwal, yaitu 1 Januari 2012; dan (ii) setiap negara mempercepat pembentukan NSW agar dapat bergabung dalam pilot project ASW.

Sectoral Development under the AEC

AEC Council berpandangan bahwa sektor keuangan, pertanian dan kehutanan, serta sektor energi merupakan sektor-sektor yang perlu mendapat prioritas dalam mewujudkan AEC 2015 sekaligus mempersiapkan diri menghadapi ancaman berbagai krisis (financial, food, dan energy crisis) di masa depan.

Page 24: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

21

Financial Sector AEC Council mencatat capaian di sektor finansial antara lain: (i) ditandatanganinya the Protocol to Implement the 5th Package of Financial Services Commitment; (ii) dibentuknya ASEAN Integration Monitoring Office (AIMO) untuk memperkuat kapasitas monitoring proses integrasi ekonomi kawasan; (iii) dibentuknya ASEAN Infrastructure Fund (AIF) sebagai sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur di ASEAN; (iv) beroperasinya ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) yang bertugas memonitor perkembangan perekonomian regional dan global; dan (v) beroperasinya Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM).

Agriculture and Forestry Cooperation

Para Menteri juga mencatat pencapaian di bidang food security dan kerja sama kehutanan. Capaian yang dilaporkan kepada Menteri antara lain meliputi: (i) implementasi the ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework; (ii) implementasi the Strategic Plan of Action on Food Security (SPS-FS, 2009-2013); (iii) penandatanganan ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserves (APTERR) Agreement; (iv) penandatanganan ASEAN Plus Three Comprehensive Strategy on Food Security and Bio-energy Development; dan (v) peluncuran the ASEAN and International Forest 2011.

Energy Cooperation Kemajuan kerja sama ASEAN di bidang energi juga dilaporkan kepada AEC Council. Laporan ini difokuskan pada upaya efisiensi penggunaan sumber energi tradisional, dan kerja sama di bidang energy conservation dan clean and renewable energy untuk memastikan keamanan energi di kawasan. Para Menteri juga menggarisbawahi pentingnya pengembangan ASEAN Energy Connectivity dalam memperkuat konektivitas ASEAN sebagaimana diamanatkan dalam Master Plan on ASEAN Connectivity. Kerja sama lainnya yang juga telah disepakati oleh para Menteri Energi ASEAN dalam kerangka konektivitas ini adalah: ASEAN Power Grid (APG) dan Trans-ASEAN Gas Pipeline (TAGP). AEC Council juga mencatat implementasi kerja sama energi sesuai dengan ASEAN Plan of Actions on Energi Cooperation (APAEC) 2010-2015 dan EEM/AMEM+3 Work Plan 2011-2012.

ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC)

Para Menteri mencatat laporan perkembangan kerja ACCC dalam memobilisasi sumber pendanaan bagi implementasi proyek-proyek strategis yang telah disepakati dalam Master Plan on ASEAN Connectivity (MP-AC). Dari beberapa negara mitra yang menunjukkan ketertarikannya membantu ASEAN merealisasikan MP-AC, Jepang

Page 25: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

22

merupakan negara mitra yang menunjukkan dukungan secara jelas dengan mengidentifikasi proyek-proyek potensial yang akan mendapat dukungan pembiayaan dari Jepang seperti Roll-on/roll-off (RoRo) Network and Short Sea and Short-Sea Shiping, ASEAN Smart Network, Supply-Chain Visibility and Singapore Straits, and operationalising Mutual Recognition Arrangements (MRAs). Jepang juga menawarkan feasibility study untuk proyek-proyek infrastruktur fisik di Negara-negara Anggota ASEAN melalui Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) dan sumber pembiayaan lainnya.

Para Menteri juga menyambut baik penggunaan ASEAN Infrastructure Fund (AIF) yang pendanaan awalnya diperoleh dari kontribusi ekuitas gabungan dari Negara-negara ASEAN dan Asian Development Bank sebesar US$ 485.200.000. AIF diharakan mampu membiayai sekitar 6 (enam) proyek-proyek infrastruktur ASEAN setiap tahunnya hingga tahun 2020.

The Committee of the Whole (CoW)

Para Menteri menyambut baik diselenggarakannya Pertemuan Kedua CoW pada bulan Maret 2012. Forum CoW dimaksudkan untuk memperkuat koordinasi badan- badan sektoral di bawah AEC Council dalam rangka implementasi komitmen AEC Blueprint. CoW mengidentifikasi beberapa tantangan menuju integrasi AEC 2015, antara lain: (i) resource mobilization; (ii) capacity building untuk pelaksanaan AEC Blueprint dan prakarsa-prakarsa lainnya; (iii) hambatan dalam melakukan transposisi komitmen regional ke dalam legislasi nasional; (iv) outreach kepada stakeholder baik di tingkat regional maupun nasional dalam rangka mendapatkan feedback atas program maupun kebijakan ASEAN; dan (v) kapasitas Sekretariat ASEAN yang terbatas dalam hal strategic thinking, koordinasi, dan SDM. AEC Council mendukung pandangan CoW tentang pentingnya koordinasi di antara badan-badan sektoral dan subregional baik yang berada di bawah komunitas ekonomi maupun komunitas ASEAN lainnya. Pertemuan meminta Sekretariat ASEAN untuk dapat membantu serta memfasilitasi CoW dalam melakukan fungsi koordinasi secara lebih efektif.

Outcome Documents of Economic Pillar

Para Menteri mengonfirmasi dua dokumen penting pilar ekonomi yang telah disepakati oleh AEC Council pada pertemuan retreat di Selangor, Malaysia pada tanggal 14-15 Oktober 2011, yakni: ASEAN Framework for Equitable Economic Development (AF-EED) dan ASEAN Framework for Regional Comprehensive Economic Cooperation (AF-

Page 26: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

23

RCEP). Kedua dokumen telah di-endorse oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada tanggal 17 November 2011. Dalam Pertemuan AEC Council ini, Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan juga menyampaikan dua non-paper dalam rangka tindak-lanjut AF-EED, yakni mengenai financial inclusion dan international remittances. Pertemuan sepakat agar kedua subjek ini diteruskan kepada ASEAN Finance Minister Meeting untuk ditindaklanjuti pada tahun 2012.

Report of the AEC Council to the 19th ASEAN Summit

Sebagaimana dalam setiap pertemuan AEC Council yang berlangsung menjelang KTT ASEAN, AEC Council menyiapkan laporan kepada Kepala Negara/Pemerintahan terkait capaian dan tantangan yang dihadapi ASEAN dalam mengimplementasikan AEC Blueprint serta perkembangan kerja sama ASEAN dengan Negara-negara Mitra. Laporan tersebut meliputi capaian dan perkembangan implementasi masing-masing pilar dari AEC Blueprint, AEC Implementation Scorecard, Support Mechanism for Review and Monitoring, serta Issues to be addressed. Di akhir laporannya, AEC Council meminta arahan dan petunjuk khusus dari Kepala Negara/Pemerintahan terkait: (i) pelaksanaan AEC Blueprint secara tepat waktu; (ii) pengembangan Pilar Ketiga dengan mengadopsi dan mendorong implementasi ASEAN Framework for Equitable Economic Development oleh sektor terkait; dan (iii) pengembangan regional architecture berdasarkan ASEAN Framework for Regional Comprehensive Economic Partnership.

ASEAN-Japan 10 -Year Strategic Economic Roadmap

Pembahasan isu ini hanya berlangsung dalam pertemuan Preparatory AEM. Pertemuan memandang bahwa draf proposal ini merupakan draf penting yang akan menentukan arah kerja sama ekonomi ASEAN dengan Jepang pada 10 tahun ke depan. Oleh karena itu para Menteri berpandangan agar draf ini dikembangkan lebih lanjut dengan menyelaraskannya dengan agenda integrasi ekonomi ASEAN menuju AEC 2015 and Beyond. Sehubungan dengan hal itu, para Menteri sependapat bahwa sesi brainstorming yang diusulkan oleh Jepang untuk dilakukan dalam rangkaian pertemuan AJCEP ke-6 pada bulan Desember 2011 di Tokyo merupakan kesempatan yang baik bagi ASEAN untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan komprehensif sebelum draf roadmap dibahas lebih lanjut pada SEOM 1/43 bulan Januari 2012 dan dilaporkan pada AEM Retreat bulan Februari 2012.

Page 27: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

24

AEM Roadshow to Japan

Para Menteri membahas dan memutuskan bahwa: (i) Roadshow ke Jepang akan dilaksanakan pada tanggal 25-28 April 2012; (ii) Format Roadshow adalah diikuti oleh minimal tiga Menteri, yaitu: AEM Chair, AEM Country Coordinator (dalam hal ini Filipina), dan Sekjen ASEAN, sedangkan AEM lainnya diharapkan dapat berpartisipasi secara sukarela; dan (iii) istilah roadshow diubah dari "AEM Roadshow" menjadi "ASEAN Roadshow". AEM sepakat bahwa diperlukan persiapan yang komprehensif untuk mendapatkan hasil yang maksimal, antara lain dengan memperhatikan: (i) aspek promosi ASEAN; (ii) tujuan daerah yang akan kunjungi; dan (iii) institusi yang potensial untuk dikunjungi. Pertemuan meminta Filipina, Jepang, dan Sekretariat ASEAN untuk segera menyiapkan Program of Activities untuk roadshow tersebut dengan mempertimbangkan beberapa hal tersebut di atas.

Penandatanganan Protokol dengan Korea dan China

Sesuai rencana/target pencapaian tahun ini, maka di sela -sela KTT ASEAN ke-19 telah dilakukan penandatanganan the Second Protocol to Amend the Agreement on Trade in Goods under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea pada tanggal 16 November 2011 oleh para Menteri Ekonomi ASEAN, dilanjutkan dengan penandatanganan oleh Menteri Perdagangan Korea yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri Korea pada tanggal 17 November 2011. Dengan demikian, Protokol ini tuntas ditandatangani oleh semua pihak pada tanggal 17 November 2011 yang selanjutnya menjadi tanggal penandatanganan.

Demikian halnya dengan Protocol to Implement the Second Package of Specific Commitment under the Agreement on Trade in services of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of Southeast Asian Nations and the People's Republic of China, protokol ini ditandatangani lebih dahulu oleh para Menteri Ekonomi ASEAN pada tanggal 16 November, disusul oleh Menteri Perdagangan China pada tanggal 17 November 2011.

Accession of Hong Kong to ACFTA

Dalam pertemuan Preparatory AEM, dibahas pula keinginan Hong Kong untuk bergabung ke dalam ACFTA. AEM menyimpulkan tiga hal untuk bahan pertimbangan: (i) Perjanjian ACFTA maupun ASEAN Charter tidak memiliki klausul yang mengatur aksesi pihak ketiga ke dalam perjanjian ASEAN; (ii) Status Hong Kong dalam politik

Page 28: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

25

internasional hanya sebagai Special Administrative Regions (SAR) dan merupakan bagian dari China; dan (iii) kebijakan dan struktur ekonomi Hong Kong sangat berbeda dari China dan hal ini dapat melahirkan kesulitan tersendiri, selain juga dapat menjadi preseden bagi pihak lain untuk meminta aksesi ke dalam ASEAN+1 FTAs. AEM menugaskan SEOM untuk mengkaji hal ini lebih dalam dan melaporkannya kepada AEM pada bulan April 2012.

The 1st ASEAN-China TBT Ministerial Meeting

Dalam kesempatan Pertemuan Preparatory SEOM, Sekretariat ASEAN melaporkan beberapa hal yang telah disepakati dalam pertemuan ASEAN-China TBT Ministers yang berlangsung di Nanning pada tanggal 22 Oktober 2011, antara lain: (i) program kerja implementasi Memorandum of Understanding (MoU) on Technical Barrier to Trade (TBT) between ASEAN-China: Implementation Period 2012-2013; (ii) Nanning Joint Statement on Strengthening ASEAN-China Products Quality and Safety Cooperation; dan (iii) Joint Press Statement on Strengthening ASEAN-China Products Quality and Safety Cooperation. Pertemuan ASEAN-China TBT tingkat contact points akan diselenggarakan minimal sekali dalam setahun, sedangkan pertemuan tingkat Menteri akan diselenggarakan sekali dalam dua tahun. Pertemuan tingkat Menteri yang ke-2 akan dilaksanakan di Brunei Darussalam pada tahun 2013.

ASEAN - India

SEOM mendapatkan updates dari Malaysia sebagai ASEAN Country-Coordinator untuk perundingan ASEAN-lndia FTA mengenai perkembangan negosiasi antara ASEAN dan India di tiga bidang, yaitu: (i) Product Specific Rules (PSR), (ii) Services; dan (iii) Investment. Untuk PSRs, ASEAN belum mencapai kesepakatan terkait dengan 40 PSR dan 10 PSR tambahan yang diusulkan oleh India pada pertemuan AITNC ke-29 (usulan tambahan 10 PSR dari India diambil dari Chapter 32 dan 64). Indonesia baru dapat menyetujui 28 dari 40 daftar PSR tersebut dan mengusulkan 10 PSR tambahan tetapi di luar Chapter 32 dan 64 sebagaimana usulan India.

Perundingan di Bidang Services

India masih meminta anggota ASEAN untuk meningkatkan offer-nya setara dengan AANZFTA khususnya di Mode 4 dari subsektor yang menjadi kepentingan India (CRS, Construction and Related Engineering, Environmental Consultancy Services, Other Business Services, dan R&D and Professionals Services), dan sebagai imbalannya India akan memberikan Single MFN Offer kepada seluruh Negara anggota ASEAN.

Page 29: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

26

C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya

1. Pertemuan 23rd APEC Ministerial Meeting

Pertemuan diselenggarakan pada tanggal 11 November 2011 di Honolulu, Hawaii’ Amerika Serikat. Pertemuan dihadiri oleh Menteri Perdagangan dan Menteri Luar Negeri. Format pertemuan terbagi atas dua sesi, yakni Trade Ministers’ Session dan Non-Trade Ministers’ Session, di mana masing-masing sesi diselenggarakan secara bersamaan.

Pertemuan membahas agenda Support for the Multilateral Trade System dan agenda yang menjadi prioritas APEC tahun 2011, yaitu: Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade, Promoting Green Growth, dan Advancing Regulatory Convergence and Cooperation.

Gambar 3. Sesi Foto Bersama APEC Ministerial Meeting

Sistem Perdagangan Multilateral

Para Menteri Perdagangan menyampaikan situasi terakhir perkembangan upaya penyelesaian putaran Doha yang tengah berlangsung di Jenewa serta membahas kebuntuan Doha Development Agenda (DDA)/WTO dan persiapan Konferensi Tingkat Menteri Perdagangan (KTM) ke-8 bulan Desember 2011. Ekonomi APEC sepakat mendukung dipercepatnya penyelesaian DDA. Para Menteri menyatakan agar KTM ke-8 tersebut dapat diarahkan pada isu-isu yang dapat disepakati penyelesaiannya. Indonesia menyampaikan beberapa kriteria, yaitu: (i) “do-ability”; (ii) elemen pembangunan; (iii) berdampak pada kegiatan perdagangan; dan (iv) menjawab tantangan global. Ditambahkan juga bahwa pembahasan isu-isu tersebut

Page 30: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

27

harus dilakukan dalam kerangka penyelesaian perundingan Putaran Doha secara keseluruhan dan seimbang. Guna mendorong proses perundingan di WTO, para Menteri sepakat agar APEC memanfaatkan momentum ini untuk memberikan dorongan politik yang diperlukan. Dalam kaitan ini para Menteri menyepakati Statement on the WTO Doha Development Agenda Negotiations and Resisting Protectionism.

Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade

Agenda ini membahas tiga hal yang merupakan tindak lanjut hasil pertemuan Para Menteri Perdagangan di Big Sky, Montana yaitu: Next Generation on Trade and Investment (NGTI), Supply-Chains Connectivity Action Plan, dan Addressing Barriers to SMEs Trade. Agenda NGTI membahas bagaimana memajukan kebijakan inovatif yang berorientasi pasar, efektif dan tidak diskriminatif, serta bagaimana meningkatan partisipasi UKM dalam rantai produksi global. Hal yang mendasar yang menjadi perbedaan pandangan antar ekonomi pada bahasan kebijakan inovatif adalah terkait kewajiban menghilangkan regulasi domestik yang melarang menjadikan lokasi pengembangan atau kepemilikan atas hak atas kekayaan intelektual sebagai preferensi untuk pengadaan barang/jasa pemerintah.

Sementara pada bahasan partisipasi usaha kecil dan menengah (UKM) dalam rantai produksi global, ekonomi APEC sependapat mengenai pentingnya peran UKM dalam menggerakan roda perekonomian terutama pada saat krisis ekonomi. Dalam hal ini ekonomi APEC sepakat untuk mengupayakan memasukkan elemen keikutsertaan UKM dalam rantai produksi global pada setiap kesepakatan kerja sama perdagangan. Para Menteri Perdagangan APEC sepakat untuk menginformasikan pencapaian atas implementasi inisiatif NGTI pada November 2013 dan mengidentifikasi isu NGTI untuk disampaikan pada Pertemuan Leaders tahun 2012 di Rusia.

Pada bahasan rencana aksi konektivitas mata rantai suplai, dibahas bagaimana meningkatkan perdagangan melalui penerapan batas minimal nilai impor barang yang dikirim melalui jasa titipan/kurir dan pos yang dibebaskan dari bea masuk dan prosedur kepabeanan (de minimis value). Selain itu juga dibahas usulan menerapkan batas minimal yang seragam sebesar USD 100 untuk ekonomi APEC. Terkait hal ini ekonomi APEC sepakat bahwa penerapan batas minimal yang sama hanya diperuntukan bagi ekonomi APEC yang telah siap melalui skema pathfinder, sementara ekonomi

Page 31: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

28

lainnya menerapkan de minimis value sesuai dengan kebutuhan masing-masing ekonomi.

Pada bahasan bagaimana mengatasi hambatan perdagangan bagi UKM terutama meningkatkan akses pasar luar negeri, Para Menteri APEC sepakat berkomitmen untuk melaksanakan aksi untuk mengatasi hambatan perdagangan bagi UKM antara lain terkait akses terhadap keuangan, pemanfaatan teknologi informasi, dan hak atas kekayaan intelektual. Hal ini merupakan tindak lanjut pertemuan menteri perdagangan dan menteri UKM yang telah mengidentifikasi hambatan utama perdagangan bagi UKM yang akan melakukan ekspor.

Green Growth Para Menteri membahas beberapa hal pokok, yakni: liberalisasi perdagangan barang dan jasa yang ramah lingkungan (Environmental Goods and services); pembentukan Kelompok Pakar mengenai Pembalakan Liar dan Perdagangan terkait; perampingan prosedur bagi impor advanced demonstration motor vehicles; pengurangan dan penghapusan subsidi bahan bakar; dan pengembangan kerja sama Low Emission Development Strategies. Pada pembahasan Promoting liberalization of trade and investment in environment goods and services (EGS – Annex C, AELM Statement), hingga penghujung AMM, masih belum tercapai kesepakatan pada isu EGS terkait penurunan tarif menjadi kurang dari 5% pada tahun 2015. Akhirnya para Menteri menyetujui untuk mencantumkan redaksi usulan Ambasador Kirk (Amerika Serikat) pada AMM Statement, sebagai berikut: “We advanced work to promote liberalization in trade and investment in environmental goods and services, and submitted the issue to APEC Leaders’ to consider how best to take this work forward”. Rumusan baru atas hasil rumusan sementara yang belum disepakati pada AMM telah disampaikan oleh Amerika Serikat pada malam hari tanggal 12 November 2011 (sebelum dilaksanakannya AELM pada tanggal 13 November 2011) yaitu: “in 2012, economies will work to develop an APEC list of environmental goods that directly and positively contribute to our green growth and sustainable development objectives, on which we are resolved to reduce by the end of 2015 our applied tariff rates to 5% or less, taking into account economies circumstances, without prejudice to APEC economies’ position in the WTO”. Rumusan ini yang pada akhirnya disepakati di tingkat Leaders dan tercantum dalam the Honolulu Declaration.

Page 32: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

29

Advancing Regulatory Convergence and Cooperation

Pada agenda Advancing Regulatory Convergence and Cooperation, para menteri membahas pelaksanaan praktik-praktik peraturan yang baik, pembentukan APEC Regulatory Cooperation Plan and Standards Related Recommendations on Smart Grid Interoperability (ARCAM), Green Buildings and Solar Technologies. Terkait dengan pelaksanaan praktik-praktik peraturan yang baik (good regulatory practices), para Menteri Ekonomi APEC sepakat atas aksi spesifik untuk memperkuat implementasi praktik-praktik tersebut antara lain melalui: koordinasi internal pembuatan peraturan, penilaian dampak regulasi, dan konsultasi publik, serta melaporkan kemajuan penerapan tersebut pada tahun 2012, penilaian atas hasil laporan pada tahun 2013, serta melaksanakan peningkatan kapasitas guna membantu ekonomi dalam penerapan aksi spesifik ini. Selain itu para Menteri juga menyepakati APEC Regulatory Cooperation Plan sebagai prinsip kerja sama regulasi APEC. Para Menteri juga sepakat untuk meningkatkan kerja sama pada isu teknologi ramah lingkungan yang sedang berkembang melalui rekomendasi standar dan penilaian kesesuaian terkait teknologi smart grid, green building, dan solar technology. Beberapa area kerja sama regulasi lainnya antara lain di bidang kimia, peralatan kesehatan, jasa, dan anggur.

Pada pertemuan AMM para Menteri menyepakati APEC Ministerial Meeting’s Statement berikut lampirannya, yakni: (i) Annex A, Pathfinder to Enhance Supply Chain Connectivity by Establishing a Baseline De Minimis Value; (ii) Annex B, Actions to Address Barriers facing SMEs in Trading in the Region; (iii) Annex C, Facilitating the Diffusion of Advanced Technology and Alternative-Fueled Demonstration Motor Vehicles; (iv) Annex D, Pathfinder on Facilitating Trade in Remanufactured Goods; (v) Annex E, Emerging Green Technologies; dan (vi) Annex F APEC Regulatory Cooperation Plan. Selain itu para Menteri juga telah mengesahkan dokumen APEC Statement on the WTO Doha Development Agenda Negotiations and Resisting Protectionism, Statement on High Level Policy Dialogue on Open Governance and Economic Growth, dan Statement on High Level Policy Dialogue on Disaster Resiliency.

Terkait persiapan pertemuan APEC Economic Leader’s Meeting, para Menteri juga telah membahas draft APEC Economic Leader’s “Honolulu Declaration” yang terdiri dari empat lampiran, yakni: (i) Annex A, Promoting Effective, Non-discriminatory, and Market Driven Innovation Policy;

Page 33: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

30

(ii) Annex B, Enhancing Small and Medium-Sized Enterprises (SMEs) Participation in Global Production Chains; (iii) Annex C, Trade and Investment in Environmental Goods and Services, dan (iv) Annex D, Good Regulatory Practices.

2. Sidang International Pepper Community (IPC) Sesi ke-39 dan Sidang IPC Terkait Lainnya

The 39th Session and Other Meetings of IPC secara resmi dibuka oleh Wakil Menteri Perdagangan pada tanggal 22 November 2010 di Mataram, Lombok, Indonesia. Sidang dihadiri oleh delegasi dari negara-negara anggota yakni: Brasil, India, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, dan Vietnam sebagai anggota serta Kamboja, dan negara konsumen.

Gambar 4. Sesi Foto Bersama Sidang IPC ke-39

Quality Committee Meeting ke-17

Quality Committee Meeting ke-17 dilaksanakan pada tanggal 22 November 2011. Sidang mendiskusikan dan menyepakati hal-hal yang terkait dengan tindak lanjut hasil sidang sebelumnya yaitu:

Review of the IPC Code of Hygiene Practices for Pepper (GMP)

1) Komite membahas pentingnya memiliki Paket GMP terpisah untuk Lada. Oleh karena itu ahli anggota Quality Committee akan melakukan pertemuan terpisah pada bulan Maret 2012 guna membahas persiapan dokumen GMP lada dengan IPC. Wakil dari Association of Brazil Exporters of Pepper (ABEP) akan menyampaikan hal ini kepada Pemerintah Brasil, karena sebagai asosiasi tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan hal ini. Sidang juga memutuskan agar semua negara anggota menyampaikan informasi yang

Page 34: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

31

terkait GMP ke Sekretariat IPC paling lambat bulan Februari 2012.

Pesticide Residues

2) Wakil dari Asosiasi Produsen dan Eksportir Lada Brazil (ABEP) menginformasikan bahwa beberapa pestisida yang tercantum dalam proposal proyek IPC tidak diizinkan untuk digunakan di Brazil. Perwakilan dari negara-negara anggota lainnya juga menginformasikan beberapa pestisida yang tercantum dalam proposal proyek dilarang atau dibatasi untuk digunakan. Oleh karena itu, IPC meminta kepada negara-negara pengkonsumsi lada agar menyerahkan daftar bahan kimia dan batas penggunaan residu yang diizinkan kepada Sekretariat IPC. Indonesia sendiri telah memiliki aturan dalam pemakaian pesticide residue baik untuk lada putih maupun lada hitam, dan data-data terhadap pemakaian ini akan diinformasikan kepada Sekretariat IPC, selambat-lambatnya pada awal tahun 2012. Sementara itu perwakilan dari negara pengonsumsi lada, yakni dari Cyman Island menyampaikan bahwa negara pengekspor atau pemroduksi lada perlu mendapat pendidikan dan pelatihan tentang pesticide residue dari negara pengonsumi lada, karena masalah ini tidak hanya terkait dengan penyakit kanker yang mematikan tapi juga terkait soal harmonisasi regulasi pesticide residue di negara-negara pengekspor dan penghasil lada. Sidang menyetujui proyek ini, di mana IPC juga menganjurkan untuk menjajaki kemungkinan mendapatkan dana dari lembaga donor karena proyek pengujian dan penyiapan sampel yang diusulkan memerlukan biaya tinggi.

Mycotoxins 3) Brasil mulai menginformasikan bahwa tahun 2011 mulai memonitor aflatoxin dalam black pepper dan akan mengumumkan hasilnya pada tahun 2012. India telah mengirimkan hasil tes mycotoxin/aflatoksin kepada Sekretariat IPC, Expert dari Indonesia menginformasikan memiliki data recovery aflatoxin dengan menggunakan metode ASTA dan AOAC, yang akan disampaikan untuk didiskusikan pada Expert Meeting pada bulan Maret 2012. Sedangkan Malaysia akan mengirimkan data pemantauan mycotoxin/aflatoxins kepada Sekretariat IPC sebelum bulan Maret 2012. Perwakilan dari Asosiasi Eksportir Lada Brasil (ABEP) menginformasikan Brasil tidak memiliki masalah dengan mycotoxins dan akan menyampaikannya kepada Sekretariat IPC jika di masa mendatang menghadapi masalah tersebut.

Page 35: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

32

IPC Inter-laboratory Proficiency Testing Programme, 14th Round and Discussion on The Analytical Results and Suggestions

4) International Pepper Community telah menerima hasil pengujian makro/mikro pengujian dari 18 laboratorium yang berpastisipasi dan telah menyelesaikan hasil uji final. Namun, terdapat variasi yang cukup besar terhadap beberapa parameter seperti moisture content dan litter weight, diputuskan bahwa metode uji yang diikuti oleh laboratorium yang berpartisipasi dikumpulkan untuk evaluasi dan akan ditindak lanjuti.

Sampling Methods for Pepper

5) Sidang sepakat bahwa semua laboratorium yang berpartisipasi harus mengikuti standar metode pengujian dan parameter lainnya yang ditetapkan oleh IPC untuk perbandingan evaluasi.

Trainings

6) International Pepper Community telah melaksanakan program pelatihan Good Agriculture Practice (GAP) di wilayah utama penghasil lada di Indonesia. Vietnam dan Sri Lanka sudah mencapai tahap akhir dalam menerjemahkan GAP IPC, dan Malaysia akan menyelesaikannya dalam waktu dekat. Sidang meminta agar Brasil juga menerjemahkan GAP IPC agar dapat digunakan oleh petani lokal di Brazil. Perwakilan dari Sri Lanka menyampaikan penghargaan kepada IPC atas dukungan pelatihan GAP sehingga petani dari seluruh negara anggota akan mendapatkan keuntungan. Sidang menyetujui usulan Sri Lanka agar IPC mengembangkan perlengkapan tes untuk monitoring kualitas pada farm level oleh penyuluh.

Discussion on the Proposal for Extending the Inter-Laboratory Proficiency Testing Programme to Leading Laboratories in Importing Countries

Sidang menyetujui partisipasi laboratorium di negara pengimpor harus memenuhi ISO/IECI 17025 yang merupakan persyaratan umum dari kompetensi laboratorium pengujian dan kalibrasi. Sekretariat IPC akan mengidentifikasi penyedia sampel yang memenuhi ISO/IEC 17043: Conformity assessment – General Requirement for Proficiency, Testing and International Laboratory Accreditation Cooperation ILAC-G13: Guideline for Requirement for Competence of Providers at Proficiency Test Schemes.

Certificate to the Participating Laboratories in the IPC Inter-labs Proficiency Testing Programme

Sidang sepakat bahwa tujuan utama program adalah untuk menstandardisasi semua percobaan dan metode sampling IPC, serta meminimalisasi kesalahan dan sampling methods, karena IPC tidak memiliki kompetensi untuk memberikan akreditasi dan sertifikasi maka proposal tidak dipertimbangkan.

Page 36: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

33

Discussion and Consideration of the Proposal for Training of Technical Personnel on the Analysis of Various Parameters, by Expert Member of India

Saat ini belum ada permintaan berpartisipasi dari negara anggota untuk berpartisipasi training analisis aneka parameter oleh expert India. Namun, sidang mengusulkan agar Sekretariat IPC meneruskan proposal ini. India mengonfirmasi bersedia menyelenggarakan pelatihan ini dan membiaya aspek lokal penyelenggaraan, sedangkan untuk biaya perjalanan dan akomodasi peserta ditanggung negara anggota masing-masing.

Sidang sepakat atas proposal dari sekretariat IPC dan negara anggota diminta untuk menyampaikan data-data tentang varietas, kematangan panen, lokasi geografis, dan data-data lain kepada Sekretariat IPC.

Other Matters Sekretariat IPC menyetujui usulan Chairperson Committeee on Quality untuk mengembangkan standar IPC untuk Ground Pepper, Crushed pepper, Packaging dan lain-lain. Diputuskan bahwa Sekretariat IPC akan menggabungkan standar, metode analisis, parameter kualitas, dan standar yang saat ini diterapkan di negara anggota dan asosiasi rempah/badan pembuat peraturan makanan seperti USFDA, ASTA, ESA, ANSA, dan lain-lain, serta akan mempresentasikannya pada sidang Quality Committee berikutnya. IPC juga harus mengumpulkan dan menggabungkan medicinal/health values of pepper, aplikasi baru, recipes and other uses of pepper and pepper products.

Heads of Exporters Associations/Commodity Boards Meeting

Pertemuan Heads of Exporters Associations/Commodity Boards Meeting dihadiri oleh para eksportir dari negara anggota dan negara-negara penghasil lada lainnya seperti China dan Kamboja. Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 22 November 2011. Dalam pertemuan ini, sidang menyepakati angka-angka actual 2009, estimasi 2010, dan proyeksi 2011 dari produksi ekspor, impor dan konsumsi domestik, serta data Carry Over Stock Lada yang disajikan oleh masing-masing negara anggota IPC.

Peppertech Meeting ke-36

Pertemuan Peppertech ke-36 dilaksanakan pada tanggal 24 November 2011. Pada pertemuan ini dipresentasikan country paper dari India, Indonesia, Malaysia dan Sri Lanka.

Page 37: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

34

Discussion and Consideration of the Brazilian Proposal to have Black Pepper Germplasm Exchange programme among IPC Member Countries

President ABEP dari Brazil menyampaikan paparan tentang program pertukaran germplasm, namun ilmuwan dari Malaysia menjelaskan bahwa program semacam ini sudah pernah dilakukan oleh IPC pada tahun 1990 dengan melibatkan negara India, Indonesia, Malaysia, namun tidak menguntungkan masing-masing negara. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah program identifikasi, isolasi, dan penggunaan gen resistensi dari piper species melalui pendekatan bio technological. Ahli dari India mengatakan bahwa quarantine dan intellectual property right, exchanging registered genes adalah cara yang baik untuk untuk mengatasi masalah ini. India mengusulkan untuk membentuk sub-Committee mewakili ilmuwan dari negara anggota untuk mengembangkan proposal pengembangan mekanisme yang efektif untuk Program Resistance Genes.

Sri Lanka’s Experience on Integrated Productivity Management/Soil Fertility and IPM as well as Organic Farming

Pakar ahli dari Sri Lanka berbagi tentang pengalaman Sri Lanka dalam meningkatkan produktivitas lada hitam melalui pendekatan terpadu. Salah satu pendekatan ini adalah Productivity Improvement Programme (PIP), yang merupakan program yang sangat komprehensif dilaksanakan oleh Department of Export Agriculture di Sri Lanka untuk meningkatkan budidaya yang ada melalui GAP. Assistant Director of the Dept of Export Agriculture juga memaparkan pengalaman Sri Lanka dalam peningkatan produksi lada melalui tumpang sari teh dan kelapa dan menyampaikan penemuannya bahwa tumpang sari dapat mengurangi biaya pemupukan serta dianggap sebagai solusi kelangkaan lada di Sri Lanka.

Discussion and Consideration of the Revision of the Pepper Harvesting Chart

Masing-masing negara anggota memaparkan dan sepakat terhadap periode masa panen lada di masing-masing negara, yakni: (i) Sri Lanka masa panen pertama antara bulan Juni dan Juli, panen kedua dari Januari sampai Febuari; (ii) Kamboja masa panen adalah Febuari – Mei; (iii) Brasil masa panen Oktober – Desember. Sedangkan India, Indonesia dan Malaysia menginformasikan tidak ada perubahan pada masa panen.

Discussion and consideration on the proposal for monitoring data on Pesticide Residues in Pepper

Sidang sepakat terhadap proposal ini dengan beberapa perbaikan terkait daftar pesticide, karena dalam daftar yang disajikan terdapat nama-nama pesticide yang sudah dilarang digunakan di beberapa negara, oleh karena itu Sidang sepakat agar masing-masing negara anggota mengajukan revisi daftar pesticide kepada Sekretariat IPC untuk merevisi proposal tersebut sebelum disampaikan kepada lembaga pendanaan.

Page 38: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

35

Discussion and Consideration on The Proposal to Conduct International Training cum Workshop on “Phytophthora and other virus diseases management in Black Pepper”

Sidang sepakat atas proposal tersebut. India bersedia menjadi tuan rumah dan akan melaksanakan training the management of Phytophthora and other diseases in Black Pepper. Disarankan agar pelatihan ekstensi dan GAP yang dilakukan di Negara-negara anggota harus diintegrasikan. Tenaga ahli dari Negara non anggota IPC harus dimasukkan dalam training ini. Biaya perjalanan bagi tenaga ahli yang berpastisipasi dalam program ini akan ditanggung oleh masing-masing Negara. Training internasional seperti ini dapat dipertimbangkan oleh IPC sebagaimana tercantum dalam proposal.

Discussion and consideration on the proposal to have training on “Bio-control measures for healthy planting materials and promoting R&D kit for diagnosing virus”

Sidang sepakat dengan proposal pelatihan ini dan akan mengadakan pelatihan di India, karena India sudah pernah menerapkan program dan teknologi ini dan akan membagi pengalaman tersebut kepada negara anggota. Biaya perjalanan ditanggung oleh masing-masing negara. Disepakati juga untuk mengadakan pelatihan yang sesuai dengan praktik-praktik penanaman yang baik yang telah dijalankan oleh masing-masing negara.

IPC Committee on Research and Development &IPC Editorial Board for the IPC technical publication / journal

Masing-masing negara anggota diminta untuk menominasikan warganya untuk menjadi anggota kedua komite ini. Sekretariat IPC meminta agar masing-masing negara mengirimkan dua nama untuk dinominasikan dalam kedua komite ini ini. Sidang juga sepakat agar dalam jurnal juga ditampilkan kisah sukses petani lada, untuk meningkatkan motivasi para penanam lada dan juga untuk memasukkan informasi-informasi lainnya terkait produksi dan pengembangan lada, serta mempublikasikannya melalui website IPC agar bisa dinikmati semua pihak.

Pepper Exporters Meeting ke-42

Pertemuan Eksportir Lada ke-42 dilaksanakan pada tanggal 25 November 2011. Pada pertemuan ini dipresentasikan beberapa paper.

Discussion on the IPC Committee on Marketing, Common Sales Contract and Arbitration Board

Sidang sepakat untuk menghidupkan kembali Komite Marketing IPC dan sebagai Chairman dari perdagangan/industri. Pertemuan memutuskan bahwa subyek pembicaraan rapat saat ini sebaiknya direferensikan ke Marketing Committee dan rancangan kontrak penjualan umum IPC akan didiskusikan dan dipertimbangkan dalam rapat eksportir selanjutnya. Sementara itu, apabila provisi untuk arbitrase tersedia, maka input awal tersebut akan berguna. Hal tersebut juga akan direferensikan ke komite IPC bidang penjualan untuk didiskusikan dan dipertimbangkan lebih lanjut.

Page 39: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

36

Pepperexim Meeting ke-19

Pertemuan Pepperexim ke-19 dilaksanakan pada tanggal 25 November 2011. Pada pertemuan ini dipresentasikan proposal “Sustaining developmental programmes to establish stability in the pepper supply, quality and price and raising incomes of Poor Rural Communities”. Beberapa negara konsumen juga mempresentasikan mengenai perkembangan perdagangan lada.

Sidang sepakat agar masing-masing negara dapat menginformasikan dan memberikan perkembangan terkini mengenai regulasi-regulasi perdagangan komoditi secara umum dan khususnya terhadap lada ke Sekretariat IPC supaya masing-masing negara mendapat informasi akurat terkait perkembangan regulasi di negara-negara IPC.

Executive Meeting of Heads of Delegation ke-39

Executive meeting of Head of Delegations dilaksanakan pada tanggal 23 dan 26 November 2011. Pertemuan merupakan pertemuan antara ketua delegasi dari negara anggota dan dihadiri wakil dari India, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, dan Vietnam. Brasil diwakili oleh wakil dari ABEP karena tidak ada perwakilan dari pemerintah Brazil.

IPC approaches in enlarging IPC membership

Executive Committee menyarankan Eksekutif Direktur untuk menindaklanjuti memperluas keanggotaan negara-negara untuk bergabung dengan IPC antara lain: China, Kamboja, dan Nigeria.

Reorganizing the IPC Session and Meetings

Executive Committee menyetujui proposal mengenai Reorginizing the IPC Session and Meetings dan menyatakan bahwa pengeluaran IPC tidak meningkatkan beban keuangan untuk melaksanakan pertemuan komite-komite.

Consideration and Approval of the IPC Proposal on: 1) Mempertimbangkan proposal dan menyetujui

pengaktifan kembali IPC Committee on Marketing. 2) Komite mempertimbangkan kebutuhan terhadap

masukan teknik pada berbagai aspek untuk pengembangan industri lada, dan menyetujui pembentukan IPC Committee on Research and Development.

3) Komite mempertimbangkan proposal dan menyetujui pendirian IPC Editorial Board dengan fokus pada lada (IPC technical jornal).

4) Komite meminta Sekretariat IPC untuk mengompilasi catatan lengkap tentang pro dan kontra menjadi anggota World Spice Organization (WSO) dan juga

Page 40: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

37

menyurati WSO untuk dibebaskan biaya keanggotaan karena IPC merupakan organisasi inter pemerintah di bawah PBB. Rincian kompilasi dan draf surat akan disirkulasikan kepada negara anggota untuk mendapatkan tanggapan.

Selection of Award Winner for the year 2011

Oleh karena keterlambatan data aplikasi nominasi pemenang, Eksekutif Direktur mengajukan penundaan pemilihan hingga aplikasi nominasi pemenang dari negara anggota diterima oleh IPC. Komite sepakat penghargaan dapat diberikan di negara anggota oleh petugas penghubung masing-masing. Komite memutuskan untuk memperpanjang pengajuan aplikasi penghargaan menjadi sebelum tanggal 31 Desember 2011 dan pemberian penghargaan oleh IPC harus sudah selesai sebelum tanggal 31 Januari 2012. Untuk Indonesia, aplikasi dapat disampaikan sebelum tanggal 31 Maret 2012. Sedangkan Brasil dan Vietnam diminta untuk memberitahukan hal ini kepada pemerintahnya masing-masing.

Amendment of relevant articles in the Rules of Procedures of the IPC regarding Associate Membership

Komite menyetujui perubahan Rule 32 dari IPC Rules and Prosecures, sehingga menjadi: “The travel expenses of the plenipotentiary representative of each member State shall be paid by the Community for attending the regular session each year. The Travel expenses of plenipotentiary delegates of associate member to participate in the Annual IPC Session/ Meetings shall also be paid up to US$ 2,500.00 each year by the Community”.

Plenary Session Pada sidang ini, masing-masing negara anggota tetap menyampaikan country statement. Selain itu, sidang menyepakati dan mengadopsi laporan-laporan dari sidang-sidang IPC terkait lainnya.

Sehubungan dengan Sri Lanka akan menjadi tuan rumah Sidang IPC Sesi ke-40 dan Sidang IPC terkait lainnya tahun 2012, maka dilakukan serah terima chairmanship dari Dirjen KPI kepada Secretary, Ministry of Minor Crop Promotion.

3. Special Meeting International Tripartite Rubber Council (ITRC)

Special Meeting ITRC yang diinisiasi oleh Thailand dan didukung oleh Malaysia dilaksanakan tanggal 19 November 2011 di Bangkok, Thailand. Special Meeting bertujuan untuk membahas faktor-faktor penyebab penurunan harga karet alam yang cukup tajam dan usaha-usaha untuk mengantisipasi agar tidak terjadi penurunan harga karet alam lebih lanjut.

Page 41: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

38

Faktor-faktor Penyebab Penurunan Harga Karet

Dalam pembahasan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan penurunan harga karet alam, berdasarkan pengamatan yang dilakukan anggota Committee on Strategic Market Operation (CSMO), International Rubber Consortium Limited (IRCo), faktor utama yang mempengaruhi adalah krisis utang yang terjadi di Eurozone dan stok karet alam di Qingdao, China yang tercatat sebanyak 200,000 ton. Anggota Board of Director IRCo menambahkan bahwa isu contract default yang banyak dilakukan pengusaha China berperan pula dalam menurunkan harga karet alam.

China’s Purchasing Pattern

Salah satu anggota delegasi Thailand menjelaskan bahwa terdapat perubahan cara pembelian di China (purchasing pattern). End user di China tidak lagi menyimpan stok sehingga stok bukan lagi di pabrik namun di gudang para trading company. Memperhatikan informasi mengenai kelebihan stok di Qingdao sebanyak 200.000 ton dan mempertimbangkan konsumsi domestik China maka stok tersebut akan habis dalam waktu kurang dari 1 bulan. Hanya saja informasi mengenai kelebihan stok tersebut membawa dampak sentimen negatif bagi harga karet alam karena stok normal yang dimiliki China berkisar 80.000 ton.

Pada kenyataannya, jumlah pasokan karet alam ke pasar dunia saat ini masih terkendali, justru pasokan di negara produsen seperti di Indonesia, Thailand, dan Malaysia relatif ketat, salah satu penyebabnya adalah bencana banjir yang melanda Thailand dan musim penghujan yang akan dialami Indonesia dan Malaysia yang dapat mengganggu produksi karet alam.

Mempertimbangkan supply-demand karet alam dunia, dapat disimpulkan bahwa fundamental karet alam masih kuat bahkan pasokan cenderung ketat sehingga penurunan cukup signifikan harga karet alam sebesar 26% dalam beberapa bulan terakhir dipandang abnormal dan tidak beralasan mengingat suplai karet alam ketat, tetapi harga semakin turun. Faktor spekulator di pasar berjangka juga menjadi salah satu topik pembahasan.

Rekomendasi Board of Directors

Ketiga negara sepakat bahwa lima rekomendasi yang disampaikan oleh Board of Directors IRCo akan dibahas lebih lanjut pada Pertemuan Tingkat Menteri di bulan Desember 2011 di Bali. Adapun rekomendasi (BoD) tersebut sebagai berikut:

Page 42: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

39

1) Melakukan review terhadap tingkat harga untuk implementasi Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) dan Strategic Market Operation (SMO).

2) Ketiga negara secara bersama-sama melakukan komunikasi dengan Pemerintah China untuk mengatasi isu contract default yang dilakukan pembeli dari China. Hal ini disebabkan banyaknya perusahaan dari China yang membatalkan pembelian (gagal ambil) karena penurunan harga karet alam.

3) ITRC mendukung asosiasi eksportir di negara masing-masing agar tidak melakukan panic selling.

4) Menekankan kembali pentingnya membentuk rubber fund di tiap-tiap negara.

5) Mempertimbangkan kembali implementasi Supply Management Scheme (SMS) mengingat telah banyak terjadi perubahan pada situasi perekonomian dunia.

Agreed Export Tonnage Scheme

Thailand mengusulkan agar untuk mengantisipasi penurunan harga karet alam agar tidak turun lebih jauh maka dapat dilakukan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS).

Indonesia dan Malaysia berpendapat bahwa implementasi AETS harus dilakukan sesuai prosedur. AETS dapat dilaksanakan apabila telah menyentuh alert dan trigger price atau yaitu US$ 200 cents per/kg dan US$ 145 cents per/kg. Dengan harga karet alam masih di kisaran US$ 300 cents per/kg maka AETS belum dapat dilakukan.

Untuk itu, ketiga negara sepakat untuk membuat siaran pers, yang pada intinya menyampaikan bahwa menurunnya harga karet alam saat ini dipandang sebagai sesuatu yang abnormal karena stok karet alam akan semakin menipis beberapa bulan mendatang dikarenakan menurunnya produksi karena memasuki musim penghujan. ITRC akan terus memonitor pergerakan harga karet alam dan akan mengimplementasikan Agreed Export Tonnage Scheme dan Supply Management Scheme apabila diperlukan.

Page 43: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

40

4. Sidang ke-34 Assembly Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) dan Sidang ANRPC terkait lainnya

Sidang dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober - 5 November 2011 di Maikou City, Hainan, China.

Sidang Information and Statistics Committee (ISC) ke-5

Natural Rubber Trends and Statistics

Sidang ISC ke-5 dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober 2011. Sejak bulan November 2009, Sekretariat ANRPC telah mempublikasikan Natural Rubber Trends and Statistics secara bulanan. Sesuai kesepakatan sidang tahun lalu, biaya berlangganan Natural Rubber Trends and Statistics dikenakan bagi nonanggota. Indonesia menyampaikan agar kenaikan biaya berlangganan dilakukan bertahap dan besaran biaya berlangganan agar dapat dibahas lebih lanjut. Negara anggota sepakat untuk membahas isu ini di Sidang Executive Committee.

Negara anggota diminta untuk melengkapi data pada Annual Bulletin of Rubber Statistic dan menyampaikannya ke Sekretariat paling lambat akhir tahun 2011. Bagi negara anggota yang memerlukan waktu dalam mengumpulkan data maka data tersebut dapat disampaikan paling lambat bulan Maret 2012.

Sekretariat melaporkan perkembangan terhadap website ANRPC. Negara anggota sepakat akan pentingnya website ANRPC sebagai sarana informasi bagi negara anggota dan non-anggota sehingga perlu dialokasikan anggaran yang cukup untuk maintenance.

Indonesia menyampaikan akan memberikan data Profile of Smallholding bagian A sesuai format yang disusun Sekretariat dan menginformasikan bahwa data-data lain akan disampaikan pada tahun 2013.

Rencana Pelaksanaan Workshop

Negara anggota sepakat untuk melaksanakan workshop mengenai model supply karet alam dengan memberdayakan resources dan expertise yang tersedia di negara anggota. Workshop yang bertujuan untuk membangun consolidated supply model bagi negara produsen karet alam rencananya akan dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Thailand.

Pelaksanaan workshop mengenai climate change yang diprakarsai oleh ANRPC bekerja sama dengan IRRDB dan IRSG disarankan dapat dilaksanakan paling lambat bulan Juni 2012.

Page 44: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

41

Sidang Industry Matters Committee (IMC) ke-5

Sidang IMC ke-5 dilaksanakan pada tanggal 1 November 2011.

Video Dokumenter Video dokumenter versi awal yang dibuat oleh Thailand ditayangkan kepada negara anggota. Indonesia memberikan tanggapan agar data-data berupa angka yang menunjukkan pentingnya perkebunan karet alam dalam melindungi lingkungan (green crubber cultivation) dapat dimunculkan dalam bentuk sub-title sehingga selain memberikan informasi juga membuat video lebih menarik. Negara anggota sepakat atas usulan tersebut dan menambahkan masukan antara lain perbaikan terhadap audio dan musik latar, memperbanyak tayangan mengenai kepemilikan perkebunan karet yang didominasi oleh petani kecil, pentingnya komoditi karet alam sebagai sarana pengentasan kemiskinan dan peran perkebunan karet alam dalam konservasi tanah. Thailand akan memodifikasi video tersebut dengan memasukkan tanggapan dari negara anggota dan akan mengirimkan versi revisi paling lambat tanggal 30 November 2011. Negara anggota diminta untuk dapat memberikan tanggapan lebih lanjut paling lambat akhir tahun 2011. Video dokumenter akan menjadi hak milik ANRPC dan tersedia di website ANRPC pada bulan Januari 2012.

Negara anggota diminta untuk dapat menginformasikan kepada pejabat karantina di negara masing-masing agar waspada terhadap regulasi karantina tanaman karet alam terkait South American Leaf Blight (SALB).

Working Group of Expert for Supply-Demand Analysis

Terkait anggota pada working group of expert for supply-demand analysis, negara anggota diminta untuk dapat menominasikan wakil pada working group of expert for supply-demand analysis yang akan diaktifkan kembali agar dapat berfungsi sesuai term of reference yang telah ditentukan. Anggota working group ini diharapkan dapat ikut serta dalam workshop untuk membangun consolidated NR supply-demand modelling yang rencananya akan dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Thailand.

Negara anggota sepakat bahwa kolaborasi ANRPC dengan asosiasi dan pihak swasta dilakukan berdasarkan pertimbangan issue-based dengan mengutamakan kepentingan ANRPC.

Page 45: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

42

Negara anggota sepakat untuk melakukan update tahunan terhadap Direktori Eksportir Karet Alam dan Direktori Organisasi Karet. Negara anggota diharapkan dapat melaporkan hal ini kepada Sekretariat paling lambat tanggal 30 Juni setiap tahun.

Annual Rubber Conference 2011

Pada conference tahun ini, perwakilan negara anggota tidak membawakan presentasinya masing-masing melainkan dipresentasikan oleh Senior Economist ANRPC. Presentasi difokuskan pada kebijakan jangka menengah dan jangka panjang di bidang karet alam negara anggota ANRPC dan diikuti dengan diskusi panel yang beranggotakan perwakilan tiap-tiap negara anggota ANRPC sebagai sarana interaksi peserta conference dengan negara anggota.

Dalam diskusi panel di bagian akhir conference yang bertemakan "Towards More Comfortable NR Supply and Reasonably Stable Prices", dapat disimpulkan bahwa keseimbangan terhadap supply-demand dapat dilakukan antara lain melalui replanting dan new planting; terdapat faktor lain selain market fundamental (supply-demand) yang mempengaruhi pasar seperti climate change; diperlukan interaksi antara produsen dan konsumen yang berkelanjutan untuk menciptakan keseimbangan di pasar internasional; pentingnya kerja sama sesama negara produsen dalam menstabilkan harga.

Sidang Executive Committee (Exco) ke-39

Sidang Exco ke-39 dilaksanakan tanggal 3 November 2011.

Terkait revisi terhadap "Constitution, Rules of Procedure, Financial Rules & Procedures" and "Staff Rules & Regulations" ANRPC, Sekretariat diminta untuk menyusun daftar perubahan atau amandemen yang pernah dilakukan dan menyampaikan kepada negara anggota untuk ditanggapi. Pembahasan mengenai hal ini akan dilakukan pada Sidang Exco selanjutnya.

Sesi Dialog dengan Konsumen Utama Karet Alam

Negara anggota sepakat untuk mengadakan sesi dialog dengan konsumen utama karet alam dan menugaskan Sekretariat untuk menyiapkan agenda yang perlu dibahas serta menjajaki kemungkinan mengadakan dialog tersebut. Pertemuan informal ini disarankan dilaksanakan bersamaan dengan Sidang Exco guna memudahkan delegasi dari negara anggota untuk hadir.

Page 46: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

43

Terkait pertukaran informasi dan data statistik dengan IRSG, negara anggota sepakat memberikan complimentary access on reciprocal basis. Selanjutnya, Sekretariat diminta untuk menginformasikan kepada IRSG agar data dan informasi yang diperoleh tersebut tidak untuk diberikan dan/atau dijual kembali kepada pihak ketiga.

Negara anggota sepakat terhadap amandemen Financial Rule No. 5 yaitu basic contribution and the contribution over and above the basic contribution dibayar menggunakan mata uang ringgit.

Sidang ke-34 Assembly

Rangkaian sidang ANRPC tahun 2012 akan diselenggarakan di Indonesia dan tahun 2013 akan dilaksanakan di Sri Lanka.

D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral

1. Pertemuan Pertama Annual Trade Talks Indonesia-Inggris

Pertemuan Pertama ATT Indonesia-lnggris berlangsung di Jakarta pada tanggal 1 November 2011. Pertemuan dipimpin oleh Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, dan Managing Director Sectors Group, UK Trade & Investment (UKTI). Mengawali pertemuan, kedua Pimpinan menyampaikan bahwa melalui Annual Trade Talks, kedua negara harus terus memperkuat hubungan tersebut melalui kerja sama dan identifikasi permasalahan serta solusinya. Kedua pimpinan rapat kemudian menandatangani Terms of Reference atas pembentukan ATT Indonesia-Inggris.

Gambar 5. Penandatanganan TOR Annual Trade Talk RI-UK

Page 47: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

44

Inggris mengajukan beberapa isu yang menjadi concern mereka yaitu sebagai berikut:

Pembatasan FDI dan Import Restrictions pada Sektor Farmasi

1) Inggris meminta Indonesia untuk mempertimbangkan kepemilikan sepenuhnya oleh investor asing atas pharmaceutical manufacturing companies serta dibukanya distribusi farmasi bagi FDI. Inggris juga meminta Indonesia untuk mengurangi batasan-batasan impor yang tertera pada Permenkes No. 1010/2008. Menanggapi hal tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa kepemilikan asing di Indonesia saat ini masih diatur oleh Perpres No. 36/2010 tentang DNI, yaitu maksimal 75%. Kementerian Kesehatan saat ini sedang mengajukan proposal untuk mengamandemen Perpres tersebut pada saat review dua tahun dari sekarang.

Rencana Kenaikan Pajak

2) Inggris meminta konfirmasi mengenai informasi yang beredar bahwa Indonesia akan mengenakan Branch Profit Tax sebesar 20% bagi UK tax resident companies yang merupakan mitra Indonesia dalam Production Sharing Contract. Dalam Indonesia-UK Double Taxation Agreement dinyatakan bahwa UK tax resident companies yang menandatangani kontrak pada tahun 1984 dan setelahnya hanya akan dikenakan pajak 10%. Inggris meminta Indonesia untuk menghormati perjanjian serta kontrak yang telah disepakati kedua negara. Sebagai tanggapan, Indonesia sangat menghormati kesepakatan-kesepakatan antara kedua negara. Indonesia berniat untuk menaikkan pajak karena harus mempertahankan pendapatan Pemerintah Indonesia

Penetapan Kuota Produk Alkohol

3) Inggris menyambut baik perubahan kuota impor produk alkohol ke Indonesia, namun menyayangkan kuota bagi produk kategori C yang terbatas hanya sekitar 65.000 cases dan jauh di bawah permintaan yang diperkirakan mencapai 500.000-600.000 cases. Inggris juga meminta Indonesia untuk mempertimbangkan kemungkinan liberalisasi industri alkohol terhadap FDI. Peraturan Indonesia juga dianggap mendiskriminasi produk impor kategori B dan C dengan adanya penetapan cukai yang lebih rendah bagi produk domestik. Menanggapi hal tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa penetapan kuota dan batasan-batasan terkait produk alkohol dilatarbelakangi oleh sisi religius, budaya masyarakat, dan moral bangsa Indonesia sebagaimana tercantum pada Pasal XX GATT sehingga kebijakan tersebut tidak akan banyak dirubah.

Page 48: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

45

Persyaratan Kesehatan 4) Inggris meminta Indonesia untuk menerbitkan Export Health Certificate untuk produk pig breeding, porcine semen, dan bovine semen. Sebagai tanggapan, Indonesia mempersilahkan Inggris untuk mengirimkan proposal terkait ekspor livestock and genetic material ke Indonesia. Sebaliknya, Indonesia juga akan mengirimkan persyaratan kesehatan yang harus dipenuhi.

Indonesia juga mengemukakan beberapa concerns yaitu sebagai berikut:

Indonesian Sustainable Palm Oil

1) Terkait dengan penerapan prinsip sustainable trade adalah Crude Palm Oil (CPO) selain kopi dan coklat, Indonesia telah menetapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang merupakan standar bagi setiap pelaku usaha terkait palm oil. Oleh karena itu, Indonesia meminta dukungan Inggris dalam melakukan positive campaign terkait produk CPO Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Inggris menyampaikan dukungannya atas upaya Indonesia dengan syarat: (i) pemilihan lahan yang akan digunakan untuk penanaman palm oil secara lebih baik; (ii) memastikan bahwa ISPO memiliki standar yang selevel dengan standar internasional; (iii) merevisi peraturan terkait timber licensing; dan (iv) mempraktikkan transparansi dan menunjukkan kepada publik upaya-upaya yang telah dilakukan Indonesia.

Registration, Evaluation, Authorisation and Restriction of Chemicals (REACH)

2) Indonesia meminta dukungan Inggris terkait REACH mengingat ekspor produk Indonesia ke Inggris banyak yang terkena dampak peraturan tersebut, seperti produk furnitur dan alas kaki. Indonesia juga meminta dukungan berupa kerja sama terkait standar dan technical regulations di Inggris. Sebagai tanggapan, Inggris mencatat concern Indonesia dan akan menyarankan kedua pihak untuk melakukan kerja sama lebih lanjut mengenai REACH dalam forum Working Group on Trade and Investment (WGTI) antara Indonesia dan EU.

3) Terkait standar, BSI menginformasikan bahwa saat ini mereka sedang melakukan inisiatif terkait impor dan peningkatan kualitas testing laboratory di Indonesia.

Page 49: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

46

2. The 3rd Round of Negotiation Indonesia - EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA)

Perundingan ketiga IE-CEPA berlangsung pada tanggal 1-4 November 2011 di Bali.

Trade in Goods Berkenaan dengan hubungan antara chapter trade in goods dengan agreement on agriculture, Indonesia memandang bahwa agreement on agriculture perlu menjadi bagian integral dari chapter trade in goods, sedangkan EFTA memandang agreement on agriculture dilakukan secara terpisah, namun bersama-sama dengan chapter trade in goods keduanya membentuk kerangka dan instrumen IE-CEPA.

Terkait penurunan tarif, EFTA menginginkan tarif kedua belah pihak langsung turun seketika IE-CEPA diberlakukan, Indonesia menginginkan penurunan tarif secara bertahap mengingat perbedaan tingkat ekonomi kedua pihak.

Terkait trade remedies, Indonesia menginginkan agar klausul trade remedies merujuk kepada WTO, sedangkan EFTA menginginkan klausul trade remedies disusun secara khusus mengingat status preferensi IE-CEPA.

Trade in Services Pada perundingan ketiga, Kedua pihak melakukan pertukaran paper terkait isu Movement of Natural Person.

Kedua pihak juga saling mempresentasikan kepentingan dan posisi masing-masing di bidang maritim, turisme, finansial dan kesehatan.

Terdapat kemungkinan untuk melakukan pertukaran request pada perundingan selanjutnya

Investment

EFTA menyetujui usulan Indonesia untuk menambahkan artikel investment promotions. Pembahasan mengenai tindakan konkret terkait hal ini perlu dikoordinasikan dengan WG cooperation.

EFTA mengulang kembali pernyataanya bahwa pihaknya tidak memiliki wewenang untuk memasukan artikel investment protection, dan chapter investment harus berfokus kepada commercial presence di sektor non-jasa.

Rules of Origin EFTA mendorong diterima sistem self declaration untuk eksportir EFTA, namun tetap menerima sistem sertifikasi Indonesia untuk eksportir Indonesia.

Kedua pihak akan membahas kembali isu mengenai FOB, certification, importation by installment, dan artikel importation requirements and principle of territoriality.

Page 50: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

47

Intellectual Property Rights (IPR)

Pada perundingan ketiga, Working Group on Intellectual Property Rights tidak dilaksanakan, dikarenakan ketidaksiapan pihak EFTA.

Government Procurement

Kedua pihak membuka kemungkinan untuk disusunnya klausa transparent and negotiations.

Terdapat beberapa isu yang membutuhkan pembahasan lebih lanjut, isu-isu tersebut antara lain: functional definitions of covered entities, thresholds, exclusions, requirement for financial capacity, commercial and technical abilities, relationship to state enterprises, dan electronic procurement.

Cooperation and Capacity Building

Kedua pihak mengakui adanya perbedaan pendekatan dalam konteks cooperation and capacity building. EFTA tidak dapat menerima usulan Indonesia atas keterkaitan antara capacity building dan market access.

General Provisions

Kedua pihak menyusun suatu consolidated text yang mencerminkan posisi dan kepentingan dari masing-masing pihak.

Artikel-artikel yang perlu dibahas lebih lanjut dalam chapter text general provisions adalah artikel: objectives, geographical scope, relations to other international agreements, central, regional and local government, transparency, joint committee dan communication, serta usulan Indonesia dalam general definitions, confidentiality, taxation exception, dan implementing agreements.

Kedua pihak setuju untuk membahas preamble, dispute settlement, dan final provisions serta pending issues dalam general provisions dalam perundingan berikutnya.

Competition

Secara prinsipiil Indonesia menerima sebagian dari draft text yang diusulkan EFTA karena terdapat persamaan praktik antara kedua belah pihak. Namun masih diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai konsultasi, cooperation, dan joint committee.

Technical Barriers to Trade

Kedua pihak secara terbuka menginformasikan sistem dan regulasi dari masing-masing pihak untuk mengetahui kemungkinan dalam melakukan capacity building. Kedua pihak akan memperdalam diskusi terhadap kemungkinan artikel yang memiliki elemen WTO plus.

Sanitary and Phytosanitary

Kedua pihak secara terbuka menginformasikan sistem dan regulasi dari masing-masing pihak untuk mengetahui kemungkinan dalam melakukan suatu harmonisasi dan capacity building.

Page 51: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

48

Sustainable Development

Kedua pihak membahas usulan EFTA atas chapter trade and sustainable development, dan mendapati perbedaan pendekatan dalam isu lingkungan dan perburuhan.

Trade Facilitation

Dikarenakan pimpinan konsultasi trade facilitation dari Indonesia tidak dapat menghadiri perundingan, maka konsultasi trade facilitation ditunda sampai perundingan berikutnya.

3. Pertemuan Ke-10 Senior Qfficials Meeting (SOM) Indonesia - Uni Eropa

Pertemuan Ke-10 Senior Officials Meeting (SOM) Indonesia-Uni Eropa (UE) dilaksanakan pada tanggal 11 November 2011 di Bogor.

Pertemuan ke-10 SOM Indonesia-UE ini merupakan pertemuan terakhir karena untuk pertemuan berikutnya tingkat perundingan akan dinaikkan menjadi Joint Committee yang diketuai oleh Menteri Luar Negeri kedua belah pihak. Dalam struktur tersebut, SOM akan dipimpin oleh Direktur Jenderal Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri dan berada di bawah pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri yang akan melangsungkan pertemuan setiap dua tahun. Dalam Joint Commission dimaksud juga terdapat Working Group on Trade and Investment (WGTI) yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan yang membawahi tiga Sectoral Working Group (SWG), yaitu: SWG on Sanitary and Phytosanitary, SWG on Industry and Environment, dan SWG on Pharmaceutical and Cosmetics.

Perwakilan Ditjen KPI telah menginformasikan kepada ketua SOM bahwa untuk selanjutnya pertemuan WGTI akan berlangsung satu kali setahun. Sedangkan pertemuan SWGTI dapat melakukan pertemuan teknis sewaktu-waktu ketika diperlukan.

Isu Labelling Mengenai wacana yang diusulkan Uni Eropa tentang kemungkinan proses pelabelan dilakukan di kawasan berikat (bonded zone) atau kawasan ekonomi khusus, Ditjen KPI menyampaikan bahwa berdasarkan hasil diskusi dengan Badan POM dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, usulan tersebut adalah hal yang belum pernah dipraktikkan sebelumnya di Indonesia dan tidak feasible mengingat bahwa kawasan berikat hanya diperuntukkan sebagai tempat berlangsungnya proses pengolahan barang untuk diekspor.

Page 52: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

49

Isu Investasi Regulasi yang berlaku dalam investasi sektor farmasi Indonesia saat ini masih belum memungkinkan perusahaan asing untuk memiliki 100% aset, namun dibatasi hanya 75%. Wacana untuk meningkatkan tingkat kepemilikan hingga menjadi 100% saat ini juga masih dalam pembahasan. Isu ini menjadi pending issue.

Isu Sosialisasi Hasil Rekomendasi Vision Group RI-UE dan Scoping Exercise

Ditjen KPI menyampaikan bahwa Kementerian Perdagangan telah melaksanakan sosialisasi rekomendasi Vision Group di Medan dan telah mengirimkan surat permintaan masukan atas scoping paper Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) RI-UE kepada 62 asosiasi pengusaha dan lembaga pemerintah. Saat ini Ditjen KPI telah menerima respons dari beberapa instansi pemerintahan dan asosiasi pengusaha yang mayoritas merefleksikan kesadaran akan pentingnya suatu kerja sama kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan UE. Masukan dan respons dari para pemangku kepentingan ini akan tercermin dalam counter draft scoping exercise Indonesia yang diharapkan dapat disampaikan pada pertemuan WGTI RI-UE tahun depan.

Selain itu, Menteri Perdagangan juga telah mengirimkan surat ke Presiden Rl tentang hasil rekomendasi Vision Group UE-lndonesia. Dalam pertemuan Presiden Rl dengan Presiden Komisi Eropa pada tanggal 4 November 2011 di Cannes, Perancis, kedua pemimpin menyambut baik hubungan perdagangan Indonesia-UE dan rencana melaksanakan CEPA RI-UE, namun dukungan dari dunia usaha sangat penting dan perlu ditempatkan di baris depan, sehingga peranan pemerintah hanya sebagai fasilitator.

4. Pertemuan Bilateral Indonesia - Brasil

Menindaklanjuti hasil dari Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-2 Indonesia-Brasil yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 3-4 Oktober 2011, maka pada tanggal 16 November 2011 di Bali, telah dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) between the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia and the Ministry of External Relations of the Federative Republic of Brazil on Enhancing the Promotion of Trade and Investment.

Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Menteri Perdagangan Indonesia dan Minister of External Relations, Brazil, di sela-sela berlangsungnya kegiatan ASEAN Summit

Page 53: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

50

ke-19 di Bali. Dalam kunjungannya ke Bali, Menteri Hubungan Eksternal Brasil didampingi oleh pejabat terkait dari unsur pemerintah Brasil dan beberapa delegasi pengusaha yang melakukan misi dagang di samping menghadiri kegiatan ASEAN Summit.

Gambar 6. Penandatanganan MoU Hubungan Dagang dan Investasi Indonesia-Brasil

Tujuan Penandatanganan MoU

Penandatanganan MoU ini merupakan tindak lanjut konkret dari Strategic Partnership Agreement yang ditandatangani oleh Presiden Rl dengan Presiden Brasil pada saat kunjungan Presiden ke Brasil pada tanggal 19-22 November 2008. Penandatanganan MoU tersebut juga adalah sebagai bentuk komitmen kedua negara untuk lebih mempererat hubungan kerja sama di bidang perdagangan dan investasi. Lebih dari pada itu, penandatanganan MoU ini adalah salah satu upaya Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke negara-negara pasar nontradisional, termasuk dengan Brasil yang menjadi mitra dagang utama Indonesia di kawasan Amerika Latin.

Penandatanganan MoU tersebut adalah sebagai bentuk komitmen kedua negara untuk lebih mempererat hubungan kerja sama Indonesia - Brasil di bidang perdagangan dan investasi. Penandatanganan MoU ini merupakan tindak lanjut dari Sidang Komisi Bersama Pertama (SKB ke-1) Indonesia-Brasil yang diadakan pada tanggal 14-15 Oktober 2009 di Brasil, di mana kedua negara sepakat untuk menyusun Terms of Reference (TOR) Working Group on Trade and Investment (WGTI) between Indonesia and Brazil. Salah satu butir dari TOR tersebut adalah disepakatinya pembuatan MoU on Enhancing the Promotion of Trade and Investment antara Indonesia-Brasil.

Page 54: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

51

Program Utama Working Group

MoU ini secara umum menegaskan tentang pentingnya peranan Working Group untuk menyukseskan terwujudnya peningkatan promosi perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Brasil. Di antara yang menjadi program utama Working Group untuk mewujudkan tujuan itu adalah dengan meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi kedua Negara pada tingkat bilateral dan multilateral. Di samping itu adalah memfasilitasi pertukaran informasi dan upaya lainnya yang dibutuhkan oleh sektor publik dan kalangan pengusaha dengan menciptakan iklim bisnis yang kondusif, mengembangkan dan meningkatkan potensi perdagangan dan investasi di masing-masing negara, memfasilitasi diskusi dan pembahasan isu perdagangan dan investasi yang diperlukan oleh stake holder terkait dari kedua Negara.

Peluang Kerja Sama Ekonomi, Perdagangan, dan Investasi

Sebelum dilakukannya penandatanganan MoU, Menteri Perdagangan Rl dan Menteri Hubungan Eksternal Brasil melakukan “bilateral talk” untuk membahas beberapa peluang kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi yang dapat dilakukan oleh kedua negara di masa mendatang. Di antara beberapa poin penting yang dihasilkan dari pertemuan tersebut adalah adanya komitmen kedua negara untuk bersama-sama meningkatkan nilai dan kualitas perdagangan bilateral. Menlu Brasil menyampaikan bahwa terdapat banyak peluang kerja sama yang dapat dikembangkan oleh kedua negara. Di antaranya adalah kerja sama industri pesawat terbang (spare part, pembelian pesawat, investasi, pengembangan bidang teknologi dirgantara), minyak bumi, olympic games.

Kedua negara sepakat untuk sama-sama melakukan kegiatan misi dagang sebagai bagian dari upaya peningkatan perdagangan antara kedua negara. Dan sebagai Negara yang sama-sama mempunyai peran dan pengaruh penting di kawasan masing-masing, Indonesia dan Brasil bertekad untuk memanfaatkan pengaruhnya dalam kerja sama selatan-selatan. Di mana dalam hal ini kedua negara dapat memainkan peranan bersama untuk mewakili kepentingan negara masing-masing dan kepentingan negara berkembang terhadap negara maju.

Page 55: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

52

E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa

1. Sidang Committee on Trade in Financial Services

Sebagai bagian dari rangkaian Services Week, pada tanggal 31 November 2011 di WTO telah dilangsungkan Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS).

Agenda utama sidang antara lain adalah: Adoption of the Annual Report to the Council for Trade in Services, Transitional Review Under Section 18 of the Protocol on the Accession of the Peoples Republic of China, Trade In Financial Services and Development, Recent Development in Financial Services Trade, dan Classification Issues.

Annual Report to the Council for Trade in Services

Terkait dengan Annual Report to the Council for Trade in Services, karena tidak terdapat tanggapan dari delegasi negara anggota maka dokumen tersebut disahkan sebagai laporan CTFS kepada Council for Trade in Services.

Mengenai Transitional Review Under Section 18 of the Protocol on the Accession of the Peoples Republic of China, terdapat 2 delegasi negara anggota, yaitu EU dan Jepang, yang menyampaikan concerns-nya terkait dengan pembukaan pasar jasa di China, sebagai bagian komitmen negara tersebut pada saat melakukan aksesi.

Komunikasi Jepang Delegasi Jepang melalui komunikasinya (S/FIN/W/79) menyampaikan concerns yang berhubungan dengan sektor insurance, banking, dan securities. Hal-hal yang dipertanyakan antara lain adalah mengenai transparansi kebijakan tentang establishment of commercial presence, kebijakan yang mengatur perusahaan asing untuk memberikan pelatihan kepada staf senior dan belum dibukanya automobile third party liability insurance bagi perusahaan asing. Khusus untuk sektor perbankan, Jepang mempertanyakan pembatasan kepemilikan asing (foreign equity participation cap) yang tidak boleh melebihi 20%.

Sedangkan delegasi EU, melalui komunikasinya (S/FIN/W/81), menyampaikan concerns mengenai terdapatnya beberapa regulatory bodies di China yang overlaping kebijakannya. Transparansi mengenai peraturan jasa keuangan dan persyaratan bagi bank asing untuk menjalankan usahanya di China juga dipertanyakan.

Terhadap concerns di atas, delegasi China menyampaikan gambaran umum bahwa negaranya telah melakukan liberalisasi di sektor jasa keuangan, terutama di perbankan dan insurance. Disampaikan bahwa tingkat liberalisasi yang dijalankannya di berbagai sektor jasa sudah dinilai cukup

Page 56: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

53

memadai, yang di antaranya terlihat dari banyaknya kantor cabang perusahaan asing di China

Trade In Financial Services and Development

Menyangkut mata agenda Trade In Financial Services and Development, Ketua CTFS menyampaikan kembali rencana penyelenggaraan workshop mengenai trade in financial services and development pada tahun 2012. Ketua CTFS mengusulkan dilakukannya proses konsultasi informal di antara negara-negara anggota untuk membahas format dan substansi dari workshop. Usulan Ketua CTFS tersebut didukung oleh Delri dan beberapa delegasi negara anggota lain seperti: China, Argentina, Turki, AS, Jepang, dan Korea. Secara khusus, Indonesia mengharapkan dilakukannya sharing experience mengenai crisis management protocol dalam workshop.

Selain memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan workshop, Delri juga menyampaikan statement yang pada intinya berisi pengalaman Indonesia dalam menghadapi krisis keuangan, khususnya dilihat dari perspektif regulatory framework. Disampaikan bahwa, untuk mengatasi dan mencegah krisis pada tahun 2004 Indonesia telah membentuk Indonesia Banking Architecture (API), yang terdiri dari 6 (enam) pilar yaitu: (i) Healthy banking structure; (ii) Effective regulation system; (iii) Effective and independent supervisory regime; (iv) Strong banking industry; (v) Adequate banking infrastructure; dan (vi) Robust consumer protection. Arsitektur tersebut diperlukan untuk upaya penguatan industri perbankan di tanah air.

Recent Development in Financial Services Trade

Pada agenda Recent Development in Financial Services Trade, delegasi Ekuador melalui komunikasinya (S/FIN/W/80) menyampaikan agar dalam 8th Ministerial Conference dapat dibahas paragraf yang akan memberikan referensi terhadap perlunya negara anggota untuk melakukan review terhadap GATS dan Annex on Financial Services dalam rangka memberikan policy space bagi negara-negara berkembang pada saat menghadapi krisis keuangan.

Tanggapan terhadap proposal Ekuador dimaksud cukup beragam. Secara umum tanggapan yang diberikan terfokus pada isu substansi dan format/prosedur bagi formulasi Ministerial Decision. Secara substantif, diperoleh dukungan yang besar untuk pembahasan isu tersebut di CTFS, sebagaimana telah dilakukan sebelumnya. Namun demikian, terdapat perbedaan pandangan yang tajam mengenai keperluan untuk melakukan review terhadap

Page 57: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

54

GATS dan lampirannya. Secara tersirat, banyak delegasi yang tidak comfortable terhadap review, karena prinsip prudential carved-out di bidang jasa keuangan sudah cukup memberikan policy space. Mengenai format Ministerial Decision sendiri, masih terdapat perbedaan pandangan di antara negara anggota mengenai keperluan untuk mengangkat isu tersebut ke tingkat Menteri.

Terkait dengan agenda pembahasan mengenai Classification, Delri menyampaikan pandangannya atas klasifikasi untuk Islamic Banking. Islamic Banking merupakan aktivitas perbankan yang konsisten dengan prinsip secara Islam yang disebut syariah (Sharia), yang melarang adanya interest (riba) dalam kegiatan usahanya. Delri menginformasikan kepada CTFS rencananya untuk menyampaikan paper mengenai Islamic Banking tersebut.

2. Sidang Working Party on GATS Rules

Sebagai bagian dari rangkaian Services Week, pada tanggal 1 November 2011 di WTO, Jenewa telah dilangsungkan Sidang Working Party on GATS Rules (WPGR). Agenda utama Sidang adalah membahas isu-isu Emergency Safeguard Measures (ESM), Government Procurement (GP), dan Subsidi.

Emergency Safeguard Measures

Pada pembahasan Emergency Safeguard Measures (ESM), Ketua WPGR menyampaikan informasi mengenai List of Documents Related to the Negotiations under GATS Article X on Emergency Safeguard Measures yang merupakan kompilasi dokumen terkait pembahasan ESM sejak bulan Juli 1995 sampai dengan bulan Oktober 2011. Adapun list of documents tersebut terdiri dari empat bagian yaitu: (i) Reports of meetings; (ii) Documents submitted by members; (iii) Notes from Chairperson; dan (iv) Background Documents by the Secretariat.

Beberapa delegasi negara anggota menyampaikan dukungannya terhadap penyusunan "documentation guide" tersebut yang diharapkan dapat membantu proses perundingan ESM. Argentina mengusulkan agar documentation guide tersebut dapat di-update paling tidak sekali dalam setahun.

Terkait dengan penerbitan dokumen yang berisi riwayat pembahasan konsep ESM tersebut di atas, delegasi Filipina mewakili negara proponen ESM menyampaikan statement, yang pada intinya menyampaikan terima kasih kepada Sekretariat. Dokumen tersebut dinilai akan membantu

Page 58: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

55

negara-negara anggota untuk melakukan reflection terhadap konsep-konsep yang terkait dengan ESM dan diharapkan akan membantu pembahasan lebih lanjut.

Government Procurement

Terkait dengan isu Government Procurement (GP), tidak ada negara anggota yang menyampaikan pandangannya pada pertemuan kali ini. Ketua WPGR menyampaikan bahwa isu ini akan kembali dibahas pada pertemuan berikutnya.

Subsidi Pada pembahasan isu subsidi, Swiss dan Hongkong mendukung untuk terus dilakukannya pembahasan mengenai isu ini. Namun demikian, tidak terdapat pembahasan lebih mendalam pada isu ini. Ketua WPGR menyampaikan isu subsidi akan kembali dibahas pada pertemuan berikutnya.

3. Sidang Committee on Specific Commitments

Sebagai bagian dari rangkaian Services Week, pada tanggal 2 November 2011 di WTO, Jenewa telah dilangsungkan Sidang Committee on Specific Commitments (CSC).

Agenda utama yang dibahas pada Sidang ini meliputi Adoption of the Annual Report to the Council for Trade in Services, Classification Issues: (i) Environmental services; (ii) Audiovisual services; dan (iii) Scheduling Issues.

Environmental services Pada pembahasan environmental services, diperoleh pandangan bahwa dibutuhkan pemahaman yang jelas tentang kegiatan sebagaimana dicakup dalam sektor ini. Klasifikasi sesuai W/120 dinilai tidak cukup merefleksikan seluruh kegiatan atau sub-sektor yang terdapat di dalamnya. Informal note yang disusun oleh sekretariat juga dipandang masih dapat ditambahkan dengan berbagai jasa lingkungan lainnya. Ketua memutuskan untuk mengadakan konsultasi informal tentang sektor ini untuk mendapatkan lebih banyak masukan dan mendiskusikan lebih lanjut.

Audiovisual services Terkait audiovisual services, disampaikan bahwa kemajuan di bidang teknologi tidak harus berdampak pada perubahan klasifikasi, sebab kemajuan teknologi tidak akan merubah sifat dari jasa tersebut. Maka dari itu dipandang penting untuk memiliki klasifikasi yang bersifat netral terhadap teknologi, sehingga tidak perlu untuk selalu melakukan perubahan.

Di sisi lain terdapat pandangan yang mengatakan bahwa evolusi di bidang teknologi membutuhkan perluasan cakupan klasifikasi, sehingga perlu melakukan diskusi

Page 59: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

56

terkait. Hal ini juga mengarah pada kebutuhan penyusunan kebijakan di masa mendatang yang sesuai dengan perkembangan jasa audiovisual. Ketua akan mempertimbangkan untuk melakukan konsultasi informal pada rangkaian sidang jasa berikutnya.

Scheduling Issues Mengenai scheduling issues, negara anggota membahas isu Economic Needs Test (ENT) untuk mode 4. Negara anggota nampaknya sepakat bahwa terdapat kebutuhan untuk mendiskusikan isu ini dan bagaimana melanjutkan pembahasan. Berbagai pertanyaan telah disampaikan tentang hubungan antara ENT dan kebijakan/peraturan lain, sehingga perlu ditelaah kembali dari sudut pandang General Agreement on Trade in Services (GATS).

Sidang dilanjutkan dengan konsultasi informal antara sejumlah negara anggota, termasuk Indonesia, untuk membahas isu klasifikasi terkait computer and related services (CRS) dan telecommunication services. Dalam hal ini Ketua telah menyampaikan nota tentang Additional Approaches to the Classification of Computer Related Services (CRS) and Telecommunication Services. Tujuan dari konsultasi ini adalah untuk memberikan pemahaman guna meningkatkan kejelasan, kepastian, dan prediktabilitas komitmen spesifik dan penyesuaian penggunaan klasifikasi.

4. Sidang Informal Council for Trade in Services - Special Session

Pada tanggal 28 November 2011 di WTO Jenewa telah dilangsungkan Sidang Informal Council for Trade in Services - Special Session (CTS-SS). Agenda tunggal sidang adalah membahas draf teks Preferential Treatment to Services and Services Suppliers of Least-Developed Countries (LDCs Services Waiver) yang diusulkan oleh Delegasi Norwegia, yang selama ini bertindak sebagai fasilitator.

Dalam sidang yang berlangsung sangat singkat tersebut, dicapai kesepakatan secara ad-referendum terhadap elemen-elemen yang terdapat dalam draf teks tersebut. Kesepakatan dapat tercapai, utamanya setelah Bangladesh (koordinator LDCs) dan delegasi EU dapat menyepakati dua isu utama yang selama ini masih mengganjal, yaitu mengenai scope of waiver dan rules of origin yang terkait dengan pemasok jasa dari LDCs.

Meskipun dalam sidang CTS-SS di atas dapat menyepakati draf teks LDCs Waivers, delegasi EU menyatakan akan menyampaikan pernyataan formal setelah

Page 60: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

57

dilaksanakannya prosedur internal yang akan selesai paling lambat pada saat penyelenggaraan KTM VIII WTO.

Scope of Waiver Mengenai scope, disepakati bahwa waivers tidak hanya mencakup isu akses pasar saja (sesuai Artikel XVI GATS) namun juga mencakup isu di luar akses pasar, sepanjang mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari CTS, sesuai dengan prosedur di dalam annex waiver. Perlunya persetujuan dari CTS tersebut memberikan comfort kepada delegasi negara anggota yang selama ini menginginkan agar waiver hanya mencakup isu akses pasar saja.

Rules of Origin Terkait dengan rules of origin, disepakati bahw pemasok jasa dari LDCs didefinisikan sebagai natural person dari LDCs atau juridical person (badan hukum) yang didirikan di bawah hukum di negara LDCs. Dalam hal badan hukum tersebut dimiliki oleh natural person atau juridical person dari non-LDCs, badan hukum tersebut harus memiliki cakupan operasi komersial yang substantif di suatu wilayah negara LDCs (substantive business operation). Apabila menyangkut commercial presence, perusahaan harus dimiliki dan dikendalikan oleh natural person dari LDCs atau juridical person dari LDCs

Karena telah menjadi kesepakatan dari negara Anggota untuk menjadikan LDCs Services Waiver sebagai salah satu keputusan Menteri pada saat KTM VIII, Ketua CTS-SS akan menyampaikan draf teks tersebut kepada General Council untuk diproses lebih lanjut.

5. Sidang Working Party on Domestic Regulation

Sebagai bagian dari rangkaian Services Week, pada tanggal 4 November 2011 di WTO, Jenewa telah dilangsungkan Sidang Working Party on Domestic Regulation (WPDR).

Agenda utama yang dibahas pada sidang ini meliputi Development of Regulatory Disciplines under GATS Article VI.4 dan Future Work.

Development of Regulatory Disciplines under GATS Article VI.4

Pada agenda Development of Regulatory Disciplines under GATS Article VI.4 pembahasan difokuskan pada isu transparansi. Dalam hal ini negara anggota melakukan pertukaran pandangan tentang definisi measures of general application dan publication sebagai topik bahasan dari isu transparansi yang diusulkan oleh Brasil. Tujuannya adalah untuk menyamakan persepsi dan sejauh mana hal-hal tersebut berlaku terhadap bidang jasa.

Page 61: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

58

Measures of General Application

Terkait measures of general application, diperoleh pandangan dari sejumlah negara anggota seperti Selandia Baru, Hong Kong, India, Kanada, Australia, China, UE, Jepang, dan Indonesia. Pada intinya negara anggota memandang bahwa definisi measures of general application harus dilihat sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 GATS, yaitu meliputi seluruh kebijakan atau peraturan yang berlaku terhadap penyedia jasa terkait lisensi, kualifikasi, dan standar teknis.

Prosedur mengenai Publikasi

Sehubungan dengan itu, setiap negara anggota memiliki kewajiban menurut peraturannya masing-masing untuk mengumumkan rancangan dan naskah peraturan yang akan disahkan. Negara anggota sepakat bahwa publication meliputi dua tahap, yaitu sebelum pengesahan atau saat penyusunan dan setelah pengesahan atau penyebaran informasi tentang peraturan baru.

Pengumuman dilakukan sebagai bagian dari proses konsultasi untuk memperoleh masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan terhadap peraturan yang akan disahkan. Masing-masing negara anggota juga wajib memberikan jangka waktu yang memadai bagi masyarakat dan pemangku kepentingan untuk menyampaikan tanggapan atau masukan.

Di sebagian besar negara anggota, pengimuman dilakukan melalui lembaran negara (gazette) atau website yang diciptakan khusus sebagai wadah penyampaian informasi tentang peraturan-peraturan baru. Dalam hal ini juga terdapat berbagai jenis rancangan peraturan yang tidak wajib atau dikecualikan dari proses pengumuman sebelum pengesahan, yaitu yang sifatnya darurat, menyangkut diplomasi atau keamanan nasional, atau yang hanya bersifat perubahan kecil.

Pada pembahasan Indonesia juga menyampaikan informasi mengenai peraturan yang berlaku di Indonesia. Menurut UU No. 12 Tahun 2011, sebuah rancangan peraturan harus diumumkan sebelum disahkan untuk mendapat tanggapan. Hal tersebut sebagai bentuk partisipasi masyarakat. Indonesia juga menyampaikan bahwa measures of general application adalah kebijakan pemerintah yang mengatur tentang bagaimana jasa disediakan dan diatur untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen.

Page 62: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

59

Secara umum, negara anggota telah memiliki kesamaan pandangan tentang isu transparansi, measures of general application, dan prosedur mengenai publication. Terkait dengan hal tersebut, negara anggota mengharapkan dilakukannya diskusi yang lebih teknis menyangkut hal-hal lain di luar transparansi, terutama isu-isu yang belum dapat disepakati. Rangkuman seluruh pembahasan akan disusun sebagai hasil dari pembahasan isu-isu teknis.

Page 63: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

60

BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT

A. Kendala dan Permasalahan

UNCTAD Ad-Hoc Expert Meeting on Green Economy

Penerapan green economy di Indonesia pada dasarnya tetap mengacu pada one size doesn't fit all sehingga disesuaikan dengan nature dan kondisi di Indonesia. Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah telah memuat prinsip-prinsip green economy di dalam prioritas pembangunan nasional, untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagai visi pembangunan nasional.

Dalam masa transisi diperlukan policy reform dan political will dari pemerintah untuk dapat mengatasi perubahan-perubahan yang diperlukan, seperti dari sisi kebijakan, peraturan, teknologi, pendanaan, dan peningkatan kapasitas.

Rangkaian the 19th ASEAN Summit and Related Summits

Indonesia perlu memastikan ditempuhnya proses notifikasi dari beberapa agreements yang telah diratifikasi ke Sekretariat ASEAN untuk memperbaiki status Scorecard Indonesia.

Sidang International Pepper Community (IPC) Sesi ke-39

Komite membahas pentingnya memiliki Paket Review of the IPC Code of Hygiene Practices for Pepper (GMP) terpisah untuk Lada. Oleh karena itu ahli anggota Quality Committee akan melakukan pertemuan terpisah pada bulan Maret 2012 guna membahas persiapan dokumen GMP lada dengan IPC.

Sidang Association of Natural Rubber Producing Countries

Video dokumenter versi awal yang dibuat oleh Thailand telah ditayangkan kepada negara anggota Association of Natural Rubber Producing Countries. Thailand akan memodifikasi video tersebut dengan memasukkan tanggapan dari negara anggota dan akan mengirimkan versi revisi paling lambat tanggal 30 November 2011. Negara anggota diminta untuk dapat memberikan tanggapan lebih lanjut paling lambat akhir tahun 2011. Rangkaian sidang Association of Natural Rubber Producing Countries berikutnya untuk tahun 2012 akan diselenggarakan di Indonesia

Page 64: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

61

B. Tindak Lanjut Penyelesaian

UNCTAD Ad-Hoc Expert Meeting on Green Economy

Untuk mempercepat perubahan ke arah green technology diperlukan kerja sama internasional dan kolaborasi Research and Development dengan sektor swasta dan perguruan tinggi. Diperlukan peningkatan akses terhadap sumber-sumber pendanaan inovatif dalam mempercepat transfer teknologi, anatara lain: Clean Development Mechanism, Aid for Trade, Green Climate Fund, dan peluncuran melalui g Investasi di bidang teknologi dan bantuan teknis

Dalam perumusan konsep Green Economy penting untuk tetap memperhatikan level of development dari masing-masing negara, konsep Common But Differentiated Responsibilities bagi negara bekembang dan Least Developed Countries (LDCs) hendaknya bisa menjadi dasar untuk meningkatkan daya saing bagi komoditi negara berkembang dan LDCs.

Rangkaian the 19th ASEAN Summit and Related Summits

Kementerian Perdagangan perlu berkoordinasi dengan Sekretariat ASEAN untuk segera mengetahui apakah Indonesia telah memenuhi komitmen AFAS Paket 8 yang harus diselesaikan sebelum akhir tahun 2011.

Kementerian Perdagangan juga perlu segera melakukan koordinasi dengan sektor terkait untuk mendapatkan masukan dalam rangka penyusunan ASEAN - Japan 10- Year Strategic Economic, Roadmap sebelum dibahas pada pertemuan SEOM 1/43 pada bulan Januari 2012.

Menindaklanjuti endorsement oleh Kepala Negara/Pemerintahan, Kementerian Perdagangan perlu segera melakukan sosialisasi tentang dua ASEAN Framework for Equitable Economic Development dan ASEAN Framework for Regional Comprehensive Economic Partnership. Untuk Framework for Equitable Economic Development, Indonesia perlu mengambil prakarsa untuk menindaklanjutinya antara lain dengan membentuk forum diskusi mengenai financial inclusion dan international remittances. Untuk Framework for Regional Conprehensive Economic Partnership, Kementerian Perdagangan perlu segera membahas tindak lanjutnya bersama seluruh kementerian terkait, termasuk pembahasan mengenai template for ASEAN ++ FTAs.

Page 65: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

62

Sidang International Pepper Community (IPC) Sesi ke-39

Terkait Quality Committee Meeting, Indonesia akan menyampaikan informasi yang terkait Review of the IPC Code of Hygiene Practices for Pepper (GMP) ke Sekretariat International Pepper Community sebelum bulan Maret 2012 dan akan dibahas pada pertemuan IPC Quality Experts.

Sidang ke-34 Assembly Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC)

Ditjen KPI akan mengirimkan draf video dokumenter kepada instansi terkait guna memperoleh tanggapan dan masukan dengan penekanan terhadap karet alam sebagai komoditi yang ramah lingkungan. Tanggapan atau masukan dan kliping yang diperoleh akan disampaikan kepada Thailand. Dalam rangka persiapan Indonesia sebagai tuan rumah Sidang ANRPC tahun 2012, perlu dilakukan koordinasi internal dan antar instansi/asosiasi mengenai tempat penyelenggaraan acara. Ditjen KPI akan berkoordinasi dengan Gapkindo untuk menindaklanjuti usulan Sekretariat ANRPC agar rangkaian Sidang ANRP tahun 2012 terutama Annual Rubber Conference dapat dilangsungkan bersamaan dengan Annual Dinner Gapkindo.

Page 66: 11 Lapbul November 2011.pdf

Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode November 2011

63

BAB III PENUTUP

Kesimpulan umum Selama bulan November 2011, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah berpartisipasi dalam berbagai perundingan baik di forum multilateral, regional, dan bilateral. Dari perundingan tersebut diperoleh beberapa hasil kesepakatan, yaitu: Protokol, Trade Agreement, Memorandum of Understanding, Ministers’ Statement, Summary of Decisions, dan Decision Points. Sementara itu sebagian perundingan lainnya sedang dalam proses pembahasan.

Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyadari adanya kendala-kendala dalam mencapai kesepakatan kerja sama perdagangan internasional dalam berbagai perundingan internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal-hal yang belum optimal dilaksanakan pada bulan ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Sedangkan hal-hal yang harus ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada bulan berikutnya oleh unit terkait.

Page 67: 11 Lapbul November 2011.pdf