11. Global Public Goods--Iman S

30
Review Journal Impure Public Goods and Technological Interdependencies By Andreas Loschel, Dirk T. G. Rubbelke Journal of Economic Studies Vol.36. No. 6, 2009 pp.596-615 Direviu oleh Iman Sufrian NIM: 1206313974 University Indonesia, Depok Pendahuluan/Latar Belakang Pada bagian ini akan dibahas mengenai konsep barang publik global (global public goods) dan beberapa isu terkait dengan penyediaan suatu global public goods. Selanjutnya akan dibahas suatu essay yang terkait dengan global public goods. Definisi global public goods Kaul, Inge, Isabelle Grunberg dan Marc A. Stern (1999) mendefinisikan global public good sebagai suatu barang publik yang memenuhi 3 karakteristik sebagai berikut: 1. Non- rivalrous Barang yang memiliki karakteristik dapat dikonsumsi secara bersama dan penggunaan secara bersama dan penggunaan bersama tersebut tidak akan mengurangi manfaat yang diterima oleh semua pengguna barang publik; 2. Non-excludable Pemanfaatan suatu barang publik global tidak dapat dibatasi sekelompok konsumen tertentu (dapat dimanfaatkan oleh semua orang); 1

description

global public goods

Transcript of 11. Global Public Goods--Iman S

Page 1: 11. Global Public Goods--Iman S

Review Journal

Impure Public Goods and Technological Interdependencies

By Andreas Loschel, Dirk T. G. Rubbelke

Journal of Economic Studies Vol.36. No. 6, 2009 pp.596-615

Direviu oleh Iman Sufrian

NIM: 1206313974

University Indonesia, Depok

Pendahuluan/Latar Belakang

Pada bagian ini akan dibahas mengenai konsep barang publik global (global public

goods) dan beberapa isu terkait dengan penyediaan suatu global public goods. Selanjutnya

akan dibahas suatu essay yang terkait dengan global public goods.

Definisi global public goods

Kaul, Inge, Isabelle Grunberg dan Marc A. Stern (1999) mendefinisikan global public good sebagai suatu barang publik yang memenuhi 3 karakteristik sebagai berikut: 1. Non- rivalrous

Barang yang memiliki karakteristik dapat dikonsumsi secara bersama dan penggunaan secara bersama dan penggunaan bersama tersebut tidak akan mengurangi manfaat yang diterima oleh semua pengguna barang publik;

2. Non-excludablePemanfaatan suatu barang publik global tidak dapat dibatasi sekelompok konsumen tertentu (dapat dimanfaatkan oleh semua orang);

3. Available worldwide Barang yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh pengguna tanpa dibatasi oleh wilayah geografis.

Konsep global public goods merupakan suatu perluasan/pengembangan gagasan klasik Samuelson (1954) mengenai barang publik dalam konteks globalisasi ekonomi. Konsep teoritis tradisional dari barang publik tidak mengklasifikasikan suatu barang publik berdasarkan wilayah geografis baik untuk produksi maupun konsumsinya. Namun, istilah global public goods digunakan untuk suatu barang publik yang non-rival dan non – excludable di seluruh dunia, untuk membedakan dengan barang publik yang hanya tersedia dalam satu wilayah nasional.

1

Page 2: 11. Global Public Goods--Iman S

Contoh global public goodsBeberapa contoh dari global public good adalah ilmu pengetahuan (Stiglitz), keamanan internasional, perlindungan hutan tropis (Loschel, Rubbelke; 2009), mitigasi perubahan iklim, stabilitas sistem keuangan global, keamanan global, ilmu pengetahuan, dan kesehatan global (Shaffer, Gregory; 2012).

Tantangan definisi tradisionalTantangan signifikan yang ada pada definisi klasik suatu barang publik, pada umumnya juga relevan dengan definisi " barang publik global" . Kaul et al . (2003), menunjukkan bahwa sebenarnya ada tiga jenis barang publik. Ketiga kelompok barang publik tersebut adalah sebagai berikut: 1) Kelompok barang publik yang secara inheren non-excludable tidak dapat dibuat

dikecualikan (memiliki sifat non excludable), baik karena secara inheren terpisahkan atau karena biaya membatasi akses manfaat suatu barang publik tidak mugkin atau sangat mahal untuk dilakukan. Contoh sederhana kelompok ini adalah sinar matahari.

2) Kelompok barang publik yang didisain menjadi suatu barang yang secara inheren milik publik. Contohnya termasuk sistem peradilan suatu negara atau sistem pendidikan dasar di suatu negara.

3) Kelompok barang yang bersifat publik by default , baik karena kurangnya kejelian atau pengetahuan dalam desain. Contoh dari jenis ini adalah lapisan ozon dan kerusakan yang dilakukan terhadap lingkungan dengan emisi chlorofluorocarbon ( CFC ) sebelum orang memahami potensi kerusakan.

Many of the challenges to traditional definitions have to do with how to handle externalities, which pose fundamental economic policy problems when individuals, households, governments or firms do not include, in their total cost accounting, the indirect costs of or the benefits from their economic transactions.[6] Private goods producers, for example, can lower their total costs, and therefore their prices, by externalizing (not including) certain costs, such as the costs of preventing air or water pollution that is a by-product of their production methods. Such a company, then, becomes a corporate free rider, driving up the cost of the "public goods" of clean air and water, which are often transnational resources.

Agen ekonomi seperti individu, rumah tangga, pemerintah atau produsen seringkali tidak memperhitungkan biaya atau manfaat tidak langsung (indirect cost/benefit) dari transaksi ekonomi mereka walaupun hampir semua suatu transaksi ekonomi menimbulkan biaya atau manfaat tidak langsung. Hal tersebut lazim disebut dengan eksternalitas. Permasalahan mendasar dalam perumusan kebijakan ekonomi adalah menangani suatu eksternalitas ketika hal tersebut tidak diperhitungkan oleh agen ekonomi yang melakukan suatu aktivitas yang menimbulkan eksternalitas. Sebagai contoh, produsen barang privat dapat menurunkan biaya produksi total mereka dan karena harga jual produk mereka, dengan eksternalisasi (tidak memasukkan) biaya-biaya tertentu, seperti biaya untuk mencegah pencemaran udara atau pencemaran air walaupun pencemaran udara dan pencemaran air merupakan bagian dari “produk” dari proses produksi mereka. Produsen ini, kemudian menjadi “free rider”, dan menaikkan biaya barang publik dalam bentuk udara dan air bersih. Udara dan air bersih sering sumber daya transnasional.

2

Page 3: 11. Global Public Goods--Iman S

The transnational nature of such resources points to another problem with a traditional definition of global public goods. Remedies to problems such as air and water pollution are typically legal remedies, and such laws often exist only in the context of geographically-bounded governmental systems.[7] In the case of global public goods—such as climate change mitigation, financial stability, security, knowledge production, and global public health—either international or supranational legal entities (both public and private) must be created to manage these goods.[8] As different types of global public goods often require different types of legal structures to manage them,[8] this can contribute to a proliferation of non-governmental organizations (NGOs) and intergovernmental organizations (IGOs), such as has been the case in the recent past.

Karakteristik transnasional dari suatu sumber daya (seperti : udara bersih dan air bersih) menunjukk adanya permasahalan lain dengan definisi tradisional barang publik global. Mitigasi untuk masalah seperti polusi udara dan air biasanya solusi hukum, dan undang-undang seperti itu sering hanya ada dalam konteks sistem pemerintahan geografis yang terbatas/dibatasi.

Dalam hal global public goods - seperti mitigasi perubahan iklim, stabilitas sistem keuangan global, keamanan global, ilmu pengetahuan, dan kesehatan global – perlu dibentuk institusi hukum internasional atau institusi hukum supranasional (baik publik maupun privat) untuk mengelola barang-barang ini. Perbedaan jenis global public good seringkali memerlukan berbagai jenis struktur hukum untuk mengelolanya, maka keterlibatan/kontribusi organisasi non-pemerintah (NGO) dan organisasi antar pemerintah (IGO) menjadi relevan.

Dengan demikian, masyarakat dapat memodifikasi suatu sifat non-rivalry dan non-excludable dari suatu barang yang mengakibatkan suatu barang dapat menjadi barang publik atau parang privat sebagai hasil dari pilihan kebijakan. Pertimbangan baru dalam menghadapi tantangan-tantangan ini dapat memperluas definisi untuk mengakui bahwa , dalam banyak kasus , barang ada tidak dalam bentuk aslinya tetapi sebagai konstruksi sosial , sangat ditentukan oleh kebijakan dan tindakan manusia kolektif lainnya . [ 5 ]

Implikasi Global Public Goods

Ketika proses globalisasi menyentuh lingkup yang semakin besar dari budaya dan sumber daya alam, cara-cara di mana barang-barang publik global diciptakan, dirancang, dan dikelola

3

Page 4: 11. Global Public Goods--Iman S

memiliki implikasi yang luas. Isu globalisasi, hari ini , adalah justru orang yang berada di luar upaya kebijakan negara, mencerminkan ketidaksesuaian antara ruang lingkup masalah dan otoritas pengambilan keputusan yang berusaha untuk mengatasi masalah tersebut. [ 9 ] Banyak barang-barang yang merupakan barang publik by default mungkin akan lebih baik diklasifikasikan di tingkat kebijakan sebagai common goods ( yang pada tingkat global disebut global common goods - global common), dengan regulasi yang tepat, sampai saat seperti tingkat pengetahuan, pandangan ke depan dan struktur yang mengatur mungkin menjadi tersedia untuk menunjuk sumber daya seperti baik barang publik dan pribadi .

At a time when processes of globalization are encompassing increasingly more cultural and natural resources, the ways in which global public goods are created, designed, and managed have far-reaching implications. Issues of globalization, today, are precisely those that are beyond the policy endeavors of states, reflecting a mismatch between the scope of the problem and the authority of decision-making bodies attempting to address such issues.[9] Many goods that might be public by default would be best designated at the policy level as common goods (global-level common-pool resources or global commons), with appropriate regulation, until such time as levels of knowledge, foresight and governing structures might become available to designate such resources as either private or public goods.

Although not the only example, no better example can be found than the issue of potable water. Water has always been an important and life-sustaining drink to humans and is essential to the survival of all known organisms. Over large parts of the world, humans have inadequate access to potable water and use sources contaminated with disease vectors, pathogens or unacceptable levels of toxins or suspended solids. Drinking or using such water in food preparation leads to widespread waterborne diseases, causing acute and chronic illnesses or death and misery in many countries.[10] While the global water cycle is the subject of advanced scientific study and observation, it is still an incompletely understood process. If availability of water for human consumption is left solely to market forces, those who are most in need of water for subsistence-level survival are also those least likely to be able to purchase it at a market price. Since the water cycle and the natural flows of fresh water resources do not obey the limits of political boundaries, neither can these water resources be managed solely by local- or national-level public authorities. Privatization of such resources can be used as a method of avoiding contentious public policy-making processes, but is likely to produce inequities.[11][12][13] The history of the development of water supply and sanitation in Ecuador and resulting water conflicts there are an example.[14][15] Thoughtful design of transnational or international water management authorities over such global common-pool resources will play a large part in possible solutions to peak water problems.

Moreover, there are a number of global public goods—or global-level common-pool resources—that are necessary conditions for continuing global trade and transactions.[16] Even if one takes a position that globalization has more negative impacts than positive, the economic interdependence of national-level economies has reached a kind of point of no return in terms of continued global economic stability. Thus, continuing global trade and transactions require global public goods such as widespread peace, international economic stability, functioning supranational trade authorities, stable financial and monetary systems, effective law enforcement, relatively healthy populations of consumers and laborers, etc.[16]

4

Page 5: 11. Global Public Goods--Iman S

Meskipun bukan satu-satunya contoh , contoh yang lebih baik dapat ditemukan dari masalah air minum . Air selalu menjadi penting dan minuman mempertahankan hidup bagi manusia dan sangat penting untuk kelangsungan hidup semua organisme dikenal . Selama sebagian besar dunia, manusia memiliki akses memadai terhadap air dan penggunaan sumber minum terkontaminasi dengan vektor penyakit , patogen atau tingkat yang tidak dapat diterima racun atau padatan tersuspensi . Minum atau menggunakan air seperti dalam persiapan makanan menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui air yang meluas , menyebabkan penyakit akut dan kronis atau kematian dan kesengsaraan di banyak negara . [ 10 ] Sementara siklus air global adalah subyek penelitian ilmiah maju dan observasi , itu masih tidak sempurna proses dipahami . Jika ketersediaan air untuk konsumsi manusia yang tersisa hanya kekuatan pasar , mereka yang paling membutuhkan air untuk subsisten tingkat kelangsungan hidup juga mereka paling mungkin untuk dapat membelinya dengan harga pasar . Karena siklus air dan aliran alami dari sumber air bersih tidak mematuhi batas-batas batas-batas politik , tidak dapat sumber daya air dikelola sendiri oleh otoritas publik lokal atau tingkat nasional . Privatisasi sumber daya tersebut dapat digunakan sebagai metode untuk menghindari proses pengambilan kebijakan publik diperdebatkan , tetapi kemungkinan untuk menghasilkan ketidakadilan [ 11 ] . [ 12 ] [ 13 ] Sejarah pengembangan penyediaan air dan sanitasi di Ekuador dan air yang dihasilkan konflik ada contoh . [ 14 ] [ 15 ] desain yang penuh otoritas pengelolaan air transnasional atau internasional atas sumber umum seperti global akan memainkan peranan besar dalam solusi yang mungkin ke puncak masalah air .

Selain itu, ada sejumlah barang atau publik global - tingkat global common -pool sumber daya yang kondisi yang diperlukan untuk melanjutkan perdagangan dan transaksi global. [ 16 ] Bahkan jika seseorang mengambil posisi bahwa globalisasi memiliki dampak yang lebih negatif daripada positif, saling ketergantungan ekonomi ekonomi tingkat nasional telah mencapai semacam point of no return dalam hal stabilitas ekonomi global terus . Dengan demikian , melanjutkan perdagangan dan transaksi global yang membutuhkan barang-barang publik global seperti perdamaian luas , stabilitas ekonomi internasional , berfungsi otoritas perdagangan supranasional , sistem keuangan dan moneter yang stabil , penegakan hukum yang efektif , populasi relatif sehat konsumen dan buruh , dll [ 16 ]

In traditional usage, a Global public good is a good that has the three following properties:[1]

It is non-rivalrous. Consumption of this good by anyone does not reduce the quantity available to other agents.

It is non-excludable. It is impossible to prevent anyone from consuming that good. It is available more-or-less worldwide.

This concept is an extension of American economist Paul Samuelson's classic notion of public goods [2] to the economics of globalization.

The traditional theoretical concept of public goods does not distinguish with regard to the geographical region in which a good may be produced or consumed. However, the term "global public good" has been used to mean a public good which is non-rival and non-excludable throughout the whole world, as opposed to a public good which exists in just one national area. Knowledge has been used as a classic example of a global public good.[3] In some academic literature, it has become associated with the concept of a common heritage of mankind.[4]

5

Page 6: 11. Global Public Goods--Iman S

Challenges to the traditional definitionSignificant challenges exist to the classical definition of "public goods", in general, that are also relevant to the definition of "global public goods". Kaul et al. (2003), suggest that there are actually three types of public goods.[5] First, there are public goods that cannot be made excludable, either because they are inherently indivisible or because the cost of division would be prohibitive. A simple example would be sunlight. Second, there are goods that are inherently public by design. Examples include a nation's judiciary system or basic education system. A third type, they argue, are goods that are public by default, either due to lack of foresight or knowledge in the design. An example of this type would be the ozone layer and damage done to the environment by chlorofluorocarbon (CFC) emissions before anyone understood the potential for damage.

Thus, society can modify the non-rivalry and non-excludability of a good’s benefits such that goods often become private or public as a result of deliberate policy choices. New consideration in the face of these challenges can expand the definition to recognize that, in many cases, goods exist not in their original forms but as social constructs, largely determined by policies and other collective human actions.[5]

Implications

Dalam literature kajian ekonomi mengenai barang publik, biasanya suatu barang

publik diasumsikan sebagai barang publik murni. Yang dimaksud dengan barang publik

murni yaitu tidak ada satupun agen ekonomi yang dapat dikecualikan untuk menerima

manfaat suatu barang publik (non-excludable) dan jika barang publik ini dikonsumsi oleh

seorang konsumen maka konsumen lain tidak terhalang untuk mengkonsumsi barang publik

pada saat yang sama (non rivalry). Asumsi umumnya literatur barang publik, yang

memperlakukan suatu barang publik sebagai barang publik murni biasanya dilandasi motif

untuk menyederhanakan analisis model. Perubahan asumsi model barang publik dengan

karakteristik barang publik tidak murni (impure publik goods) akan membuat model menjadi

lebih kompleks dan tentunya analisis model menjadi lebih kompleks pula.

Namun demikian, pada kenyataannya kebanyakan barang publik sebenarnya tidaklah

memiliki sifat yang murni sebagai barang publik (impure public goods). Dengan memodelkan

suatu barang publik yang memiliki karakteristik sifat yang tidak murni sebagai barang publik,

6

Page 7: 11. Global Public Goods--Iman S

maka hasil analisis model tersebut dapat berbeda dibandingkan dengan model yang

menggunakan asumsi bahwa suatu barang publik merupakan suatu barang publik murni.

Penelitian ini mendiskusikan mengenai dampak/efek suatu alternatif/pilihan-pilihan

teknologi dalam suatu model barang publik tidak murni.

Ikhtisar Essay

Essay ini merupakan suatu kajian/pemodelan global public good dengan

memperlakukannya sebagai suatu barang publik global tidak murni (impure global public

good). Hal ini sejalan dengan karakteristik suatu global public goods pada umumnya. Seperti

yang telah didiskusikan pada bagian pembahasan konsep global public goods, suatu global

public goods pada umumnya memiliki karakteristik joint production yaitu memiliki

karakteristik yang berbeda dalam tingkat publicness (dengan kata lain suatu global public

goods memiliki karakteristik impure global public goods/barang publik global tidak murni).

Adanya karakteristik joint production of several characteristic of different degree of

publicness dari suatu global public goods merupakan argument penulis essay ini (Loschel dan

Rubbelke; 2009) untuk menggunakan pendekatan pemodelan impure global public good.

Dengan pendekatan ini, diharapkan karakteristik substitusi dan komplementer dari suatu

karakteristik subsitusi dan komplementer dari karekteristik barang privat dan barang publik

untuk suatu global public goods dapat diamati dan di

Literatur ekonomi mengenai barang publik biasanya memodelkan suatu barang publik

sebagai barang publik murni, walaupun kebanyakan barang publik tidak memiliki

karakteristik sebagai barang publik murni (pure public good). Pertimbangan asumsi analisis

barang publik sebagai barang publik murni (pure public good) dimaksudkan untuk

kemudahan analisis.

Pemodelan barang publik dengan asumsi karakteristik barang publik yang tidak murni

(impure public goods) dipelopori oleh Cornes dan Sandler (1984), yang memodelkan suatu

pendekatan fungsi kepuasan konsumen yang memiliki tiga karakteristik. Cornes dan Sandler

mengusulkan pendekatan ini untuk suatu aktifitas seorang philantropis (agen ekonomi yang

tidak egois/hanya memikirkan kepuasan diri sendiri yang bersedia menyediakan atau

memproduksi suatu barang publik).

7

Page 8: 11. Global Public Goods--Iman S

Penelitian Cornes dan Sandler dikembangkan oleh Andreoni (1986, 1989, 1990).

Penelitian Andreoni menjadi pelopor suatu rangkaian penelitian yang dikaitkan dengan istilah

“warm-glow giving” yaitu suatu fenomena ekonomi yang berusaha menjelaskan alasan

seseorang melakukan tindakan altruis yang tidak murni. Andreoni menyatakan bahwa

tindakan altruis dari seorang agen ekonomi didorong tidak hanya motif meningkatkan

kesejahteraan penerima bantuan namun juga karena pelaku altruis mendapatkan

kepuasan/“utility” dari tindakan altruisnya. Hal ini berbeda dengan tindakan altruis murni

dinama pelaku altruis semata-mata didorong oleh motif meningkatkan kesejahteraan

penerima bantuan dan dirinya tidak mendapatkan kepuasan apapun dari tindakannya maupun

penghargaan dari lingkungan sosialnya.

Analisis model-model lain dari model barang publik tidak murni merupakan suatu

analisis lebih lanjut dari pendekatan yang digunakan oleh Cornes dan Sandler (1984). Hasil

analisis model-model seperti ini tentu tidak bisa didapatkan jika suatu barang publik

dimodelkan sebagai barang publik murni. Cornes dan Sandler (1994), misalnya, melakukan

analisis karakteristik penyediaan bersama suatu barang publik tidak murni antara pemerintah

dengan pihak privat untuk berbagai tingkat karakteristik barang publik suatu komoditas

(karakteristik joint production) dengan menggunakan pendekatan komparatif statis. Analisis

Cornes dan Sandler (1994) menunjukkan bahwa tingkat substitusi dan komplementer dari

karakteristik barang privat dan barang publik yang dihasilkan oleh suatu barang publik

memainkan peran penting terhadap respon atau hasil analisis komparatif statis. Hal ini tentu

saja tidak dapat dilakukan untuk analisis suatu model barang publik yang diasumsikan

memiliki karakteristik barang publik murni. Penelitian lain oleh Ihori (1992, 1994)

melakukan suatu analisis karakteristik komparatif statis suatu barang publik dengan

menggunakan model yang berbeda dari yang digunakan oleh Cornes dan Sandler (1994).

Walaupun analisisnya menjadi lebih kompleks, model barang publik yang tidak murni

dan penyediaan bersama barang oleh pemerintah dan sektor swasta mernjadi suatu alat

analisis yang penting dalam ilmu ekonomi. Karakteristik “joint production”/joint

characteristic dari suatu barang publik tidak murni telah digunakan untuk menganalisis

topik-topik antara lain, seperti perlindungan iklim (climate protection) oleh Sandler (1996),

Rubbelke (2003), Markandya dan Rubelke (2004), konsumsi ramah lingkungan (Kotchen,

2005), pembiayaan stasion radio publik (Kingma dan Hartley, 2001), pengangkutan dan

pengumpulan limbah/sampah (Dubin dan Navarro, 1989) dan bahkan terorisme (Rubbelke,

2005, Pitel dan Rubbelke, 2006).

8

Page 9: 11. Global Public Goods--Iman S

Model barang publik yang tidak murni akan lebih mendapatkan perhatian karena

diskusi barang publik global menjadi suatu topik diskusi yang sedang hangat (Kaul et, al,

1999). Hampir seluruh penyediaan barang publik global merepresentasikan suatu kegiatan

produksi bersama (join production) dari beberapa karakteristik dari tingkat karakteristik

“publik” suatu barang publik yang tidak murni, misalnya, suatu produksi barang publik

global merupakan suatu produksi barang publik yang tidak murni.

Dengan demikian, perlindungan hutan tropis dapat dipandang sebagai suatu barang

publik global yang tidak murni. Karakteristik barang publik murni dari barang publik ini

(perlindungan hutan tropis) adalah perlindungan dari keberagaman hayati yang menyediakan

material genetic yang mengandung khasiat pengobatan untuk berbagai penyakit yang

mengancam manusia. Karakteristik barang publik lain dari perlindungan hutan tropis adalah

memberikan perlindungan bagi iklim secara global (sebagai carbon storage). Namun Sandler

(1997) juga menyatakan bahwa tidak semua keuntungan yang didapatkan dari keberadaan

hutan tropis merupakan barang publik global, karena keberadaan dan perlindungan hutan

tropis merupakan barang privat atau barang publik yang hanya dinikmati oleh negara pemilik

hutan tropis atau negara tetangga pemilik hutan tropis. Keuntungan yang dinikmati secara

terbatas ini bersumber dari misalnya pengurangan/pengendalian erosi tanah dan resapan

air.

Cara pandang ini dapat juga diaplikasikan untuk isu-isu global lain seperti

perlindungan iklim, inisiatif global untuk pemberantasan penyakit atau perlindungan perairan

internasional. Beberapa contoh dari barang publik yang tidak murni untuk dimensi geografis

yang lebih kecil adalah gedung teater dan universitas. Tentunya, terdapat penonton yang

menikmati pertunjukan teater. Namun, menurut Baumol dan Bowen (1966), pertunjukan seni

juga akan meningkatkan identitas lokal serta prestise international. Dengan demikian, kita

dapat mengamati suatu karakteristik privat dari teater (pertunjukan yang dinikmati oleh

penonton teater) dan juga karakteristik publik dari teater (yang dinikmati oleh suatu

kawasan). Contoh lain, pelajar/mahasiswa yang mendapatkan pendidikan di suatu institusi

pendidikan, seperti universitas (karakteristik privat), namun universitas juga memberikan

suatu manfaat bagi kawasan secara keseluruhan karena menarik perusahaan untuk

berinvestasi (karakteristik publik regional).

Walaupun model barang publik tidak murni yang ada sudah dapat diaplikasikan

dalam banyak bidang ekonomi, terdapat suatu permasalahan yang masih belum banyak

9

Page 10: 11. Global Public Goods--Iman S

diteliti atau masih terabaikan, yaitu efek dari suatu alternatif teknologi terhadap hasil hasil

analisis model. Jika faktor teknologi diabaikan, maka keuntungan/manfaat dari “joint

production technology” akan menjadi terlalu besar (overstatement), selanjutnya akan

mengakibatkan suatu tingkat produksi bersama yang tidak efisien. Dalam penelitian ini,

Loschel dan Rubelke (2009) mengilustrasikannya dengan suatu kebijakan perlindungan

iklim. Suatu kebijakan terkait iklim, dalam bentuk pajak lingkungan yang dikenakan atas

konsumsi bahan bakar fosil, cenderung mengakibatkan suatu peningkatan dari efisiensi

energi dan konsekuensinya akan mengurangi tingkat konsumsi bahan bakar fosil.

Pengurangan konsumsi bahan bakar ini, disatu sisi, dapat dikaitkan dengan mitigasi bagi

emisi gas rumah kaca (CO2), yang menghasilkan suatu bentuk perlindungan bagi iklim yang

merupakan manfaat utamanya. Di sisi lain, pengurangan konsumsi bahan bakar ini dapat

dihubungkan dengan suatu manfaat tambahan dalam bentuk penurunan/pengurangan emisi

polutan lain seperti emisi SO2. Pajak konsumsi bahan bakar fosil juga diyakini menghasilkan

suatu mitigasi pengurangan/penurunan jumlah kecelakaan lalu lintas dan korban luka akibat

kecelakaan lalu lintas, pengurangan kemacetan dan pengurangan kebisingan lalu lintas.

Beberapa hasil kajian memperkirakan dampak keuntungan tambahan yang dihasilkan dari

kebijakan pengenaan pajak konsumsi bahan bakar fosil bahkan melebihi manfaat utamanya.

Namun demikian, walaupun seandainya manfaat tambahan dari suatu kebijakan pajak

bahan bakar itu memang benar, tidak dikatakan bahwa manfaat tambahan yang dihasilkan

tersebut (misalnya berkurangnya angka kecelakaan lalu lintas dan korban luka akibat

kecelakaan lalu lintas) hanya dihasilkan semata-mata dari suatu kebijakan perlindungan

iklim. Suatu tambahan fasilitas keamanan berkendara (contohnya: airbag) untuk kendaraan

juga dapat mengurangi angka korban luka dari kecelakaan lalu lintas. Tambahan panjang

jalan juga akan dapat mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas. Peredam suara dapat

memitigasi dampak buruk dari kebisingan lalu lintas. Selanjutnya, instalasi desulfurisasi

merupakan suatu alat yang efektif untuk mengurangi emisi SO2. Alat-alat atau fasilitas ini –

seperti peredam kebisingan, tambahan jalan dan fasilitas keselamatan di dalam mobil – tidak

melindungi memberikan dampak positif bagi iklim. Dengan demikian, menjadi tidak jelas

dari perspektif ekonomi kesejahteraan (welfare economics) apakah menjadi lebih efisien

untuk memitigasi emisi SO2 dengan kebijakan iklim (pajak bahan bakar fosil) atau dengan

penggunaan alat/instalasi desulphurisasi, karena biaya untuk mengimplementasikasn

teknologi yang berbeda akan dapat menghasilkan efek yang berbeda. Jika suatu negara

memperkirakan instalasi desulfurisasi sebagai suatu pilihan yang menarik, maka penggunaan

10

Page 11: 11. Global Public Goods--Iman S

yang luas dari instalasi ini akan mengurangi manfaat tambahan dari kebijakan pajak bahan

bakar fosil, dengan demikian, akan cenderung mengurangi manfaat keseluruhan dari

kebijakan pajak bahan bakar fosil (eco-tax). Seperti yang diungkapkan dari contoh ini, jumlah

dan harga/biaya dari pilihan beberapa teknologi yang secara khusus diproduksi bagi suatu

karakteristik privat suatu barang publik tidak murni merupakan suatu hal yang penting bagi

perkiraan dampak manfaatu suatu kebijakan iklim, dan konsekuensinya, menjadi penting juga

bagi suatu disain kebijakan yang efisien. Perubahan parameter-parameter ini akan berdampak

pada tingkat barang publik yang efisien, yang dalam kajian ini menggunakan contoh tingkat

pajak bahan bakar fosil yang optimal.

Satu kajian literatur yang mempertimbangkan peranan pilihan-pilihan teknologi,

adalah model penyediaan bersama suatu barang publik yang tidak murni yang diusulkan oleh

Posnet dan Sandler (1986). Posnet dan Sandler (1986) menganalisis suatu keputusan

konsumen antara dua komoditas. Komoditas pertama merupakan suatu barang privat yang

permintaannya diasosasikan dan tergantung pada pembiayaan suatu output publik (joint

production). Komoditas lainnya merupakan suatu komoditas privat murni. Dengan demikian,

Posnet dan Sandler mempertimbangkan dua teknologi yang berbeda yang menyediakan

pasokan bagi konsumsi barang privat, teknologi pertama yang diasosiasikan dengan kegiatan

produksi bersama (joint production), dan teknologi kedua yang diasosiasikan tanpa kegiatan

produksi bersama. Ide ini digunakan lagi oleh Loschel dan Rubbelke dalam paper/essay ini,

dimana dalam kajian ini dipaparkan suatu setting yang lebih umum dari model comparative

statis yang diusulkan oleh Cornes dan Sandler (1994). Modifikasi ini diusulkan pertama kali

oleh Rubbelke (2002, 2003). Namun, karena model analisis oleh Rubbelke (2002, 2003) tidak

selalu menemukan hasil yang tidak ambigu, penulis kajian ini (Loschel dan Rubbelke, 2009)

melakukan suatu simulasi numerik dari model komparatif statis. Simulasi ini memungkinkan

dilakukannya suatu perbandingan hasil-hasil yang tidak ambigu dengan analisis yang ambigu.

Penggabungan dua model komparatif statis mengharuskan dilakukannya suatu analisis

tiga komoditas dan bukan lagi dua komoditas. Dengan perluasan model ini, tingkat substitusi

yang berbeda antara karakteristik barang privat yang diproduksi bersama (joint production)

dan barang privat lain dapat diamati (captured) misalnya ketika mempertimbangkan faktor

heterogenitas antara barang privat/karakteristik komoditas. Hanya terdapat sekelompok

barang publik tertentu yang dipandang dapat merepresentasikan suatu substitusi yang

memadai bagi karakteristik privat produksi bersama (joint production), dan kelompok barang

11

Page 12: 11. Global Public Goods--Iman S

ini diasumsikan diatur oleh suatu otoritas yang terpusat (kelompok barang yang dapat

dipengaruhi oleh kebijakan).

Kemudian Loschel dan Rubelke (2009) melakukan analisis komparatif statis atas

model hasil modifikasi dan penggabungan model Posnet dan Sandler (1986) dan model

Cornes dan Sandler (1994). Perhatian utama dari analisis comparative statis adalah pada dua

parameter yang secara langsung diasosiasikan dengan substitusi: harga dan kuantitasnya.

Selanjutnya, penelitian Loschel dan Rubbelke (2009) ini beranjak lebih jauh dari

analisis komparatif statis dengan melakukan replikasi terhadap pendekatan analisis ke dalam

suatu area simulasi numeric. Loschel dan Rubbelke (2009) menggunakan contoh suatu

barang publik tidak murni yaitu kebijakan iklim di German untuk simulasi komparatif statis

dalam suatu rerangka model simulasi parameter.

Hasil temuan dari simulasi model selanjutnya dibandingkan dengan hasil analisis

komparatif statis. Yang menjadi perhatian utama adalah hasil simulasi yang tidak ditemukan

pada analisis model menjadi perhatian utama. Hasil temuan tersebut digunakan oleh Loschel

dan Rubbelke untuk mengambil kesimpulan kajian ini.

Metodologi

Metodologi yang digunakan oleh penulis essay ini (Loschel dan Rubbelke) yaitu

membangun suatu model barang publik tidak murni dengan menggunakan menggunakan

referensi utama model barang publik tidak murni yang dibangun oleh Cornes dan

Sandler (1994) dimana model barang publik tidak murni dianalisis dengan pendekatan

komparatif statis. Selanjutnya Loschel dan Rubbelke juga mengadopsi model Posnet dan

Sandler (1986) yang memasukkan peran pilihan teknologi dalam model barang publik

tidak murni. Penggabungan dua model ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Rubbelke

(2002, 2003). Namun, hasil analisis model oleh Rubbelke tidak selalu dapat menemukan hasil

yang tidak ambigu.

Pada essay ini, Loschel dan Rubbelke (2009) mengulangi hasil penelitian Rubbelke

(2002,2003) sebelumnya, dan mengembangkannya dengan melakukan simulasi numeric

atas pendekatan komparatif statis dari model yang diusulkan oleh Rubbelke

(2002,2003) dengan menggunakan data terkait kebijakan iklim di Jerman. Simulasi atas

komparatif statis memungkinkan dilakukannya suatu perbandingan dari hasil analisis yang

12

Page 13: 11. Global Public Goods--Iman S

ambigu dari Rubbelke (2002,2003) dengan suatu hasil yang tidak ambigu dari simulasi

model.

Hasil dari simulasi model yang tidak ambigu merupakan temuan penting dari

penelitian ini dan menjadi pijakan Loseche dan Rubbelke untuk mengambil suatu kesimpulan

penelitian.

Tahap-tahap pemodelan yang dilakukan oleh Loschel dan Rubbelke (2009) dalam

kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan spesifikasi model

Pada tahap penentuan spesifikasi model, Loschel dan Rubbelke melakukan hal-hal

sebagai berikut:

a. Menentukan dan mendefinisikan karakteristik dari suatu barang publik tidak murni

yang terdiri dari karakteristik pure public , dan impure public;

b. Menentukan dan mendefinisikan fungsi kepuasan agen ekonomi yang merupakan

fungsi tujuan agen ekonomi dan karakteristik fungsi kepuasan tersebut dimana fungsi

kepuasan ditentukan oleh konsumsi dari 3 komoditi yaitu: barang privat pertama,

barang privat kedua (yang identik dengan yang dihasilkan oleh barang public tidak

murni) dan barang publik tidak murni. Karakteristik fungsi kepuasan agen ekonomi

adalah strictly increasing, strictly quasi-concave dan twice differentiable.

c. Menentukan fungsi kendala dari fungsi tujuan yaitu: kendala anggaran (budget

constraint), asumsi Nash-Cournout, dan jumlah barang privat ke dua dan jumlah

barang public tidak murni adalah tetap (ditetapkan melalui suatu regulasi).

d. Menentukan problem maksimisasi kepuasan agen ekonomi berdasarkan point-poin

sebelumnya (poin a,b dan c).

2. Melakukan analisis model menggunakan pendekatan komparatif statis. Agen ekonomi

dapat memodifikasi tingkat karakteristik dari barang privat kedua dalam model. Analisis

komparatif statis dilakukan untuk melihat dan menganalisis dampak substitusi yang

dihasilkan dari variasi karakteristik barang privat kedua serta variasi harga teknologi yang

menghasilkan karakteristik barang privat kedua.

3. Melakukan simulasi numerik untuk dapat melihat efek variasi teknologi terhadap

ketersediaan barang publik tidak murni saja karena tidak dapat dipastikan melalui analisis

komparatif statis. Data yang digunakan adalah kebijakan pengurangan emisi CO2 di

Jerman.

13

Page 14: 11. Global Public Goods--Iman S

Hasil dan Kesimpulan Model

Berdasarkan analisis komparatif statis dan simulasi numeric dari model, Loschel dan

Rubelke (2009) menyatakan menemukan hal-hal sebagai berikut:

1. Hasil dari analisis komparatif

Pendekatan analisis komparatif statis digunakan untuk melihat dampak substitusi yang

dihasilkan dari variasi karakteristik barang privat kedua serta variasi harga teknologi yang

menghasilkan karakteristik barang privat kedua. Hasil analisis komparatif statis

ditunjukkan bahwa variasi harga teknologi akan menghasilkan efek pendapatan,

sedangkan variasi teknologi memberikan hasil yang ambigu.

2. Hasil simulasi numerik atas model

Untuk memperbaiki hasil dari studi analisis, maka dilakukan simulasi numerik atas model

dengan contoh kebijakan terkait perubahan iklim dalam bentuk pajak bahan bakar fossil

di Jerman. Dalam konteks ini, perlindungan iklim (climate protection) mewakili

karakteristik barang publik global (berupa pengurangan emisi CO2 yang dinikmati

seluruh warga dunia) dari suatu barang publik tidak murni (climate policy),

sedangkan pengurangan polutan SO2 mewakili karakteristik privat dari suatu

barang publik tidak murni (climate policy), dari perspektif negara Jerman (karena

dampak dari pengurangan emisi SO2 hanya dinikmati terbatas oleh masyarakat Jerman).

Sebenarnya, hampir semua pilihan kebijakan untuk mengurangi emisi CO2 akan juga

mengurangi emisi SO2. Namun, emisi SO2 juga dapat dimitigasi secara terpisah

(independen) misalnya dengan suatu instalasi desulfurisasi, yang mewakili suatu

technology yang secara independen merupakan karakteristik privat dari suatu barang

publik yang tidak murni (karena hanya dinikmati oleh warga/penduduk Jerman).

Loschel dan Rubbelke juga mempertimbangkan fakta bahwa tingkat/derajat sifat barang

publik akan bervariasi untuk bagi setiap komunitas. Dengan demikian, dalam suatu

analisis standar bagi polusi udara di tingkat lokal/regional mewakili suatu barang publik

bagi penduduk di masing-masing wilayah. Namun, dalam skala internasional, Loschel

dan Rubbelke (2009) memperlakukan pengurangan polusi udara di tingkat lokal/regional

menjadi suatu barang privat dari perspektif suatu negara walaupun hal itu mewakili suatu

barang publik bagi setiap penduduk yang menikmati kualitas udara yang lebih baik.

Hasil simulasi mengkonfirmasikan temuan dari analisis komparatif statis dalam hal

dampak perubahaan harga dari barang privat yang kedua (barang privat yang dihasilkan

dari barang publik tidak murni). Dengan demikian, suatu peningkatan harga dari suatu

14

Page 15: 11. Global Public Goods--Iman S

kebijakan pengurangan emisi CO2 yang terpisah dari pengurangan emisi SO2 (melalui

pajak bahan bakar fosil) akan menghasilkan suatu efek pendapatan. Konsekuensinya,

kebijakan pengurangan polusi tersebut akan menghasilkan dampak negatif pada

penyediaan barang publik tidak murni, dan selanjutnya akan mengurangi tingkat

perlindungan terhadap iklim secara keseluruhan. Ilustrasi eksplisit dari efek kesejahteraan

dalam rerangka simulasi model menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan akan menurun

ketika pajak bahan bakar fosil ditingkatkan.

Hasil simulasi model dapat menunjukkan dampak yang pasti (tidak ambigu) terhadap

tingkat kesejahteraan, berbeda dengan hasil model analitis yang menunjukkan dampak

yang tidak pasti terhadap dampak kesejahteraan (ambigu). Berdasarkan simulasi numeric

dari model, Loschel dan Rubbelke (2009) menyimpulkan bahwa peningkatan konsumsi

barang privat kedua akan mengurangi manfaat kebijakan barang publik murni (pajak

bahan bakar fosil). Pengurangan manfaat dai bahan bakar fosil selanjutnya akan diikuti

dengan peningkatan kesejahteraan umum (social welfare). Namun tambahan tingkat

kepuasan (utility) akan semakin kecil sejalan dengan peningkatan konsumsi barang privat

kedua.

Hal yang penting lainnya menunjukkan bahwa peningkatan harga dari suatu kebijakan

pengurangan emisi SO2 (misalnya kenaikan harga instalasi desulfurisasi untuk

mengurangi emisi SO2) hanya memberikan dampak yang negative kecil terhadap

peningkatan perlindungan iklim (dhl pengurangan emisi CO2) dibandingkan dengan

dampak yang dihasilkan dari peningkatan dalam suatu kebijakan yang menurunkan emisi

SO2 yang independent terhadap kebijakan iklim. Hal ini berarti bahwa suatu kenaikan

harga instalasi mitigasi emisi SO2 tidak menghasilkan dampak negative yang besar

terhadap tingkat perlindungan iklim (penurunan emisi CO2).

Sebaliknya, suatu peraturan yang mensyaratkan suatu standar yang lebih tinggi dari

pengendalian polusi di tingkat local maupun regional cenderung menghasilkan dampak

yang negative terhadap pada tingkat perlindungan iklim (mitigasi emisi CO2). Namun

demikian kebijakan ini cenderung meningkatkan kesejahteraan, walaupun peningkatan

kesejahteraan akan lebih lambat dari peningkatan pengendalian emisi. Peningkatan

kesejahteraaan dihasilkan dari emisi SO2 yang tidak optimalnya pengendalian emisi SO2.

Berdasarkan perbandingan antara hasil analisis komparatif statis degan hasil simulasi

numerik maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

15

Page 16: 11. Global Public Goods--Iman S

1. Simulasi numerik atas model, dapat mengkonfirmasi hal-hal yang sudah dapat dipastikan

melalui pendekatan analisis komparatif statis (hasil simulasi numeric sejalan dengan hasil

yang tidak ambigu dari analisis komparatif statis).

2. Selanjutnya simulasi numerik atas model juga dapat memperbaiki hasil analisis

komparatif statis melalui kemampuannya untuk mendapatkan hasil yang tidak ambigu

dari efek teknologi yang tidak dapat ditentukan melalui analisis komparatif statis.

Kontribusi Penelitian

Kontribusi signifikan dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman yang lebih

baik mengenai bagaimana dampak teknologi yang dihasilkan secara independent dari suatu

karakteristik barang privat (derajat non excludability dan non-rivalry) dari suatu barang

publik tidak murni terhadap tersedianya barang publik tidak murni.

Pemahaman ini didapatkan dengan menggunakan simulasi numerik atas suatu model

barang publik tidak murni, yang tidak bisa didapatkan dengan pendekatan komparatif statis

semata.

Penggunaan simulasi numerik sebagai pelengkap analisis komparatif statis dari suatu

model barang publik tidak murni dapat direplikasi untuk menilai dampak teknologi yang

dapat dihasilkan secara independen yang juga memberikan efek manfaat tambahan yang

sama dengan yang dihasilkan oleh kebijakan iklim (pajak bahan bakar fosil) yang memiliki

karakteristik barang privat dari barang publik tidak murni misalnya manfaat pengurangan

pengurangan tingkat korban luka akibat kecelakaan lalu lintas dengan adanya fasilitas

keamanan berkendara (contohnya airbag), pengurangan tingkat kebisingan lalu lintas dengan

adanya suatu teknologi untuk meredam suara dan pengurangan tingkat kemacetan lalu lintas

dengan menambah ruas jalan. Jika semua teknologi yang memberikan manfaat tambahan

(ancillary benefits) dari kebijakan pengurangan emisi CO2 melalui pajak bahan bakar fosil

dipertimbangkan, maka manfaat keseluruhan dari kebijakan mitigasi CO2 melalui pajak

bahan bakar fosil akan berkurang secara signifikan ke level yang wajar (tidak overstated).

Implikasi terhadap Kebijakan

Berdasarkan hasil penelitian Loschel dan Rubbelke (2009) ini, seyogyanya ketika

perencana kebijakan merumuskan suatu kebijakan yang bertujuan menyediakan suatu barang

publik perlu membertimbangkan fakta bahwa hampir seluruh barang publik memiliki

karakteristik barang publik yang tidak murni (impure public goods). Artinya, suatu kebijakan

16

Page 17: 11. Global Public Goods--Iman S

yang tujuan utamanya dimaksudkan akan menghasilkan barang publik murni (sebagai

manfaat utama) biasanya juga akan menghasilkan suatu barang dengan karakteristik barang

privat (sebagai manfaat tambahan) sehingga manfaat tambahan ini dapat dipandang sebagai

barang publik tidak murni. Dengan demikian, model barang publik murni tidak cukup baik

digunakan membantu perumusan suatu kebijakan penyediaan barang publik.

Selanjutnya, jika terdapat kemungkinan dihasilkan suatu teknologi untuk

menghasilkan barang privat yang memenuhi karakteristik barang publik tidak murni secara

terpisah/independen maka biaya dan variasi dari teknologi tersebut perlu dipertimbangkaan

untuk menganalisis manfaat dari kebijakan yang akan dirumuskan, agar manfaat dari suatu

kebijakan penyediaan barang public tidak overstated. Dengan demikian pembuat

kebijakan/regulator akan dapat memformulasikan suatu kebijakan yang lebih efisien dari

perspektif ekonomi kesejahteraaan (welfare economic).

17

Page 18: 11. Global Public Goods--Iman S

REFERENCES

Andreas Loschel , Dirk T. G. Rubbelke Impure Publik Goods and Technological

Interdependencies, Journal of Economic Studies Vol.36. No. 6, 2009 pp.596-615

Kaul, Inge, Isabelle Grunberg and Marc A. Stern (eds.) (1999). Global public goods:

international cooperation in the 21st century. NY: Oxford University Press, Inc. ISBN 019-

5130529 (PDF available.)

Samuelson, Paul A. (1954). "The Pure Theory of Public Expenditure". Review of Economics

and Statistics 36 (4): 387–389. doi:10.2307/1925895. JSTOR 1925895.

See also Samuelson, Paul A. (1955). "Diagrammatic Exposition of a Theory of Public

Expenditure". Review of Economics and Statistics 37 (4): 350–356. JSTOR 1925849.

Joseph E. Stiglitz, "Knowledge as a Global Public Good." In Kaul, Inge, Isabelle Grunberg

and Marc A. Stern (eds.) (1999). Global public goods: international cooperation in the 21st

century. NY: Oxford University Press, Inc. ISBN 019-5130529

Baslar, Kemal (1998). The Concept of the Common Heritage of Mankind in International

Law. Martinus Nijhoff Pubs. ISBN 978-90-411-0505-9

Kaul, Inge et al., (eds.) (2003). Providing Global Public Goods: Managing Globalization.

New York: Published for the United Nations Development Programme (UNDP) by Oxford

University Press. ISBN 978-0195157413

Helbling, Thomas (2010). "What Are Externalities?" Finance & Development , 47(4).

Bodansky, Daniel (2012 August). "What’s in a Concept? Global Public Goods, International

Law, and Legitimacy." European Journal of International Law, 23(3) 651-668. doi

10.1093/ejil/chs035 Abstract.

Shaffer, Gregory (2012 August). "International Law and Global Public Goods in a Legal

Pluralist World." European Journal of International Law, 23(3): 669–693. doi

10.1093/ejil/chs036 Abstract.

18

Page 19: 11. Global Public Goods--Iman S

Kaul, Inge (2012). "Rethinking public goods and global public goods." Pp. 37-54 in Éric

Brousseau, Tom Dedeurwaerdere, and Bernd Siebenhüner (eds.), Reflexive Governance for

Global Public Goods. Cambridge, MS: The MIT Press. ISBN 978-0262516983

WHO and UNICEF Progress on Drinking-water and Sanitation: 2012 Update, WHO,

Geneva and UNICEF, New York.

Harrisa, Leila M (2009). "Gender and emergent water governance: comparative overview of

neoliberalized natures and gender dimensions of privatization, devolution and marketization".

Gender, Place & Culture: A Journal of Feminist Geography 16 (4): 387–408.

doi:10.1080/09663690903003918.

Castro, José Esteban (January 2008). "Neoliberal water and sanitation policies as a failed

development strategy: lessons from developing countries". Progress in Development Studies

8 (1): 63–83. doi:10.1177/146499340700800107.

Prasad, Naren (November 2006). "Privatisation Results: Private Sector Participation in Water

Services After 15 Years". Development Policy Review 24 (6): 669–692. doi:10.1111/j.1467-

7679.2006.00353.x.

Terry, Matt (2007)."Ecuador's Water Crisis: Damming the Water Capital of the World."

International Rivers.

Hitz, Julia Apland (2010). "The Water Conflict in Ecuador." State of the planet: blogs from

the Earth Institute, Columbia University.

Brock, Gillian (2009). Global Justice: a Cosmopolitan Account. NY: Oxford University

Press. ISBN 978-0199230938

Hal R. Varian, Microeconomic Analysis (3th edition), WW Norton and Co, 1992.

19