11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja...

41
52 BAB IV PEMBAHAS AN IV.1 Analisis dampak positif ataupun negatif dari diberlakukannya Undang- Undang No.36 tahun 2008 sehubungan dengan perubahan PTKP dan tarif pajak orang pribadi terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta Tebet Pada tanggal 23 September 2008, DPR telah mengesahkan RUU PPh yang baru menjadi Undang-Undang PPh, yaitu Undang-Undang PPh No.36 tahun 2008 yang sudah diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2009. Dalam Undang-Undang PPh No.36 tahun 2008, pemerintah melakukan perubahan dalam dua hal, yaitu nilai PTKP dan tarif PPh Orang Pribadi. Pajak Penghasilan yang akan diterima oleh pemerintah atas pemberlakuan Undang-Undang PPh No.36 tahun 2008 sehubungan perubahan nilai PTKP dan tarif PPh OP dibedakan sesuai lingkup pembahasannya. Dalam lingkup perusahaan atau Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah adalah PPh pasal 21 terutang. Sedangkan dalam lingkup Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari luar perusahaan atau selain dari pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal 25 Orang Pribadi. Perubahan nilai PTKP yang terdapat dalam Undang-Undang No.36 tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 20% atau menjadi Rp 15.840.000,- untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi, dan kenaikan sebesar 10% atau menjadi Rp 1.320.000,- untuk tanggungan istri dan keluarga bila dibandingkan dengan nilai

Transcript of 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja...

Page 1: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

52

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Analisis dampak positif ataupun negatif dari diberlakukannya Undang-

Undang No.36 tahun 2008 sehubungan dengan perubahan PTKP dan tarif

pajak orang pribadi terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP

Pratama Jakarta Tebet

Pada tanggal 23 September 2008, DPR telah mengesahkan RUU PPh

yang baru menjadi Undang-Undang PPh, yaitu Undang-Undang PPh No.36

tahun 2008 yang sudah diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2009. Dalam

Undang-Undang PPh No.36 tahun 2008, pemerintah melakukan perubahan

dalam dua hal, yaitu nilai PTKP dan tarif PPh Orang Pribadi. Pajak Penghasilan

yang akan diterima oleh pemerintah atas pemberlakuan Undang-Undang PPh

No.36 tahun 2008 sehubungan perubahan nilai PTKP dan tarif PPh OP

dibedakan sesuai lingkup pembahasannya. Dalam lingkup perusahaan atau Wajib

Pajak yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja maka PPh yang akan

diterima pemerintah adalah PPh pasal 21 terutang. Sedangkan dalam lingkup

Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari luar perusahaan atau selain dari

pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21

terutang, dan PPh pasal 25 Orang Pribadi.

Perubahan nilai PTKP yang terdapat dalam Undang-Undang No.36 tahun

2008 mengalami kenaikan sebesar 20% atau menjadi Rp 15.840.000,- untuk diri

Wajib Pajak Orang Pribadi, dan kenaikan sebesar 10% atau menjadi Rp

1.320.000,- untuk tanggungan istri dan keluarga bila dibandingkan dengan nilai

Page 2: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

53

PTKP sebelumnya yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan RI

No.137/PMK.03/2005 (yang sudah berlaku pada tanggal 1 januari 2006).

Sedangkan untuk tarif PPh Orang Pribadi, pemerintah menurunkan tarifnya dari

tarif semula yang tertinggi adalah sebesar 35% menjadi 30% dan menghapus

lapisan tarif 10%, sehingga lapisan tarif berkurang dari 5 menjadi 4. Sementara

lapisan Penghasilan Kena Pajak atau Income Bracket yang semula lapisan

tertingginya adalah sebesar Rp 200.000.000,- dinaikkan menjadi Rp

500.000.000,-.

Kemudian untuk tarif PPh Badan, pemerintah menerapkan tarif flat, yang

artinya pemerintah hanya memberlakukan satu lapisan tarif saja. Pada Undang-

Undang PPh yang baru ini tarif Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk

Usaha Tetap disepakati menjadi 28% untuk tahun 2009, dan menjadi 25% di

tahun 2010.

Sebenarnya dengan diberlakukannya Undang-Undang PPh No.36 tahun

2008 ini, pemerintah bermaksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

dengan menyesuaikan tingkat perekonomian yang ada pada saat ini. Jadi

membuat masyarakat ataupun para Wajib Pajak tidak terlalu merasa terbebani

dengan kewajiban pajak yang harus mereka penuhi. Tetapi di sisi lain,

dampaknya terhadap penerimaan negara secara tidak langsung akan mengurangi

jumlah penerimaan PPh untuk pengisian kas APBN dalam jangka pendek ini.

Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis akan menjabarkan mengenai dampak

positif ataupun negatif dari diberlakukannya Undang-Undang No.36 tahun 2008

sehubungan dengan perubahan PTKP dan tarif pajak orang pribadi terhadap

penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta Tebet.

Page 3: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

54

IV.1.1 Analisis dampak positif dari diberlakukannya Undang-Undang No.36 tahun

2008 sehubungan dengan perubahan PTKP dan tarif pajak orang pribadi

terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta Tebet

Dalam menganalisa dampak positif dari diberlakukannya Undang-

Undang PPh No.36 tahun 2008 sehubungan dengan perubahan nilai PTKP dan

tarif pajak orang pribadi terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP

Pratama Jakarta Tebet ini sebenarnya tidak terdapat hal yang begitu signifikan

terhadap penerimaannya. Bahkan sebenarnya yang terjadi adalah adanya

penurunan penerimaan PPh pasal 21 yang disebabkan oleh naiknya nilai PTKP

dan turunnya tarif PPh terhadap jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) para

Wajib Pajak. Tetapi disetiap perubahan itu pasti mengakibatkan efek yang positif

maupun negatif, dan dalam perubahan Undang-Undang ini sebenarnya para

Wajib Pajak lah yang merasakan dampak positifnya. Karena dengan naiknya

nilai PTKP dan turunnya tarif PPh terhadap jumlah PKP mereka, maka jumlah

pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah pun otomatis akan berkurang.

Jika dilihat dari sisi pemerintah, dimana dalam penelitian ini yang

dimaksudkan adalah KPP Pratama jakarta Tebet, dampak positif yang dirasakan

adalah dengan meningkatnya jumlah Wajib Pajak dari tahun ke tahun belakangan

ini. Peningkatan tersebut bisa kita lihat pada tabel berikut:

Page 4: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

55

Tabel 4.1

Daftar Jumlah Wajib Pajak di KPP Pratama Jakarta Tebet

Pada Tahun 2007 s.d. 2009

Jenis Wajib Pajak Jumlah Wajib Pajak per Tahun

2007 2008 2009

Orang Pribadi 22.638 40.316 57.449

Badan 13.242 14.174 14.839

Bendaharawan 123 129 136

GRAND TO TAL 36.003 54.619 72.424

Sumber: KPP Pratama Jakarta Tebet

Dapat kita lihat pada tabel Daftar Jumlah Wajib Pajak KPP Pratama

Jakarta Tebet Pada Tahun 2007 s.d. 2009 diatas, terdapat peningkatan jumlah

Wajib Pajak Orang Pribadi pada tahun 2008 dan 2009. Diikuti juga dengan

meningkatnya jumlah Wajib Pajak Badan dan Bendaharawan. Maksud dari

Bendaharawan disini adalah Bendaharawan Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah, Lembaga Negara lainnya dan

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar Negeri, yang membayar gaji, upah,

tunjangan, honorarium dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan

dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.

Sesuai dengan tabel 4.1 diatas, terdapat peningkatan jumlah Wajib Pajak

disetiap tahunnya. Peningkatan yang sangat drastis terjadi pada jumlah Wajib

Pajak Orang Pribadi di tahun 2008, kenaikan sekitar 78% dari tahun 2007 yang

hanya terdapat 22.638 Wajib Pajak menjadi 40.316 Wajib Pajak di tahun 2008.

Page 5: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

56

Dan kenaikan kembali terjadi di tahun 2009, yaitu sekitar 42% atau terdapat

57.449 Wajib Pajak jika dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak di tahun 2008.

Lalu untuk jumlah Wajib Pajak Badan, peningkatan juga terjadi walaupun tidak

sedrastis kenaikan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi. Di tahun 2007 ke tahun

2008 terjadi kenaikan sebesar 7%, yaitu dari 13.242 Wajib Pajak menjadi 14.174

Wajib Pajak. Sedangkan pada tahun 2009 kenaikan jumlah Wajib Pajak Badan

hanya terjadi sebesar 4% dari tahun 2008, yaitu 14.839 Wajib Pajak, yang artinya

hanya terdapat 665 pendaftar baru untuk Wajib Pajak Badan di tahun 2009.

Angka yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan peningkatan jumlah

Wajib Pajak Orang Pribadi. Sedangkan untuk Wajib Pajak Bendaharawan

mengalami kenaikan sekitar hampir 5% dari tahun 2007 yang hanya terdapat 123

Wajib Pajak menjadi 129 Wajib pajak di tahun 2008. Kenaikan Wajib Pajak

Bendaharawan terus terjadi di tahun 2009 walaupun tidak terlalu drastis, yaitu

sekitar 5,4% dari tahun 2008 ke 2009, atau sebanyak 136 Wajib Pajak

Bendaharawan. Dan untuk total keseluruhan jumlah Wajib Pajak atau grand total

Wajib Pajak yang mendaftar di KPP Pratama jakarta Tebet terdapat kenaikan

sebesar 52% di tahun 2008, yaitu 54.619 Wajib Pajak dari yang sebelumnya

hanya 36.003 Wajib Pajak di tahun 2007. Lalu menjadi 72.424 Wajib Pajak di

tahun 2009, atau mengalami kenaikan sebesar 33% jika dibandingkan dengan

jumlah Wajib Pajak keseluruhan di tahun 2008.

Penulis akan menguraikan kembali angka kenaikan jumlah Wajib Pajak

yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Tebet dari tahun 2007 sampai tahun 2009.

Seperti yang disajikan di tabel berikut:

Page 6: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

57

Tabel 4.2

Daftar Kenaikan Jumlah Wajib Pajak di KPP Pratama Jakarta Tebet

Pada Tahun 2007 s.d. 2009

Jenis Wajib Pajak Jumlah kenaikan Wajib Pajak yang Mendaftar

2007 - 2008 Kenaikan 2008 - 2009 Kenaikan

Orang Pribadi 17.678 78% 17.133 42%

Badan 932 7% 665 4%

Bendaharawan 6 5% 7 5,4%

Sumber: KPP Pratama Jakarta Tebet

Jika kita lihat tabel 4.2 kembali, kenaikan paling drastis memang terdapat

pada jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di tahun 2008, yaitu sebesar 78% dari

tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh munculnya kebijakan baru di tahun

2008, yaitu Sunset Policy yang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Pajak selaku

lembaga dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia. Didalam pasal

37A Undang-Undang No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan,

terdapat apa yang dinamakan Sunset Policy yang bertujuan untuk memberi

kesempatan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk memperoleh fasilitas

penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pembayaran

pajak atau bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar di tahun-tahun pajak

yang lalu.

Dalam Sunset Policy dijelaskan bahwa para Wajib Pajak Orang Pribadi

yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib

Pajak (NPWP) pada tahun 2008, akan diberikan penghapusan sanksi administrasi

Page 7: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

58

berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang bayar. Wajib pajak orang pribadi

tersebut dapat diberikan penghapusan sanksi administrasi jika memenuhi syarat-

syarat dibawah ini:

1. Secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh nomor pokok wajib

pajak (NPWP) pada tahun 2008

2. Tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan,

penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana perpajakan

3. Menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan) 2007 dan

sebelumnya terhitung sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif

paling lambat 31 Maret 2009

4. Melunasi seluruh pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai akibat dari

penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan pasal 29, pasal

4 ayat 2, dan pasal 15

Wajib pajak yang dalam tahun 2008 menyampaikan pembetulan:

1. SPT tahunan PPh orang pribadi sebelum tahun 2007

2. SPT tahunan PPh badan sebelum tahun 2007

Yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar,

diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan

pelunasan kekurangan pembayaran pajak. Syarat-syarat yang harus dipenuhi

adalah:

1. Telah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) sebelum tahun 2008

Page 8: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

59

2. Terhadap SPT tahunan pajak penghasilan yang dibetulkan belum diterbitkan

Surat Ketetapan Pajak

3. Terhadap SPT tahunan pajak penghasilan yang dibetulkan belum dilakukan

pemeriksaan atau dalam hal dilakukan pemeriksaan pemeriksa pajak belum

menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)

4. Telah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tetapi pemeriksaan bukti

permulaan itu tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan karena tidak

ditemukan adanya bukti permulaan tentang adanya tindak pidana di bidang

perpajakan

5. Tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan,

penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana perpajakan

6. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan tahun 2006 dan sebelumnya

paling lambat tanggal 31 Desember 2008

7. Melunasi seluruh pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai akibat

penyampaian pembetulan surat pemberitahuan tahunan tersebut sebelum

surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan disampaikan.

Dengan adanya kebijakan Sunset Policy ini, antusiasme warga negara

Indonesia yang belum memiliki NPWP menjadi sangat besar untuk memiliki

NPWP. Dengan melihat tingginya antusiasme masyarakat yang hendak

memanfaatkan Sunset Policy pada akhir Desember 2008, maka pemerintah

dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak memperpanjang pelaksanaan Sunset

Policy yang seharusnya berakhir pada 31 Desember 2008 menjadi 28 Febuari

2009. Langkah pemerintah memperpanjang kebijakan penghapusan sanksi

Page 9: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

60

administrasi pajak alias Sunset Policy selama dua bulan tidak sia-sia. Pasalnya,

dari perpanjangan kebijakan tersebut, telah menambah perolehan jumlah nomor

pokok wajib pajak (NPWP). Contohnya saja seperti yang terjadi di KPP Pratama

Jakarta Tebet, yaitu kenaikan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang sungguh

drastis dan hampir mendekati angka 100%.

Dengan meningkatnya jumlah penduduk yang telah memiliki nomor

pokok wajib pajak (NPWP) atau mendaftar sebagai Wajib Pajak, maka

penerimaan negara dalam sektor pajak pun akan bertambah, dan diharapkan

kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat. Hal ini adalah salah satu dampak

positif yang diakibatkan dari diberlakukannya Undang-Undang PPh No.36 tahun

2008 sehubungan dengan perubahan nilai PTKP dan tarif pajak orang pribadi

yang sudah diberlakukan semenjak tanggal 1 Januari 2009. Selain dengan adanya

Sunset Policy, adanya perubahan dalam kenaikan jumlah nilai PTKP dan

turunnya tarif PPh Orang Pribadi juga mengakibatkan masyarakat terdorong

untuk mendaftarkan dirinya menjadi Wajib Pajak dan memiliki NPWP, karena

jumlah pajak yang dibebankan kepada mereka menjadi tidak terlalu besar lagi.

Sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Kepala seksi pengawasan dan

konsultasi III (Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si) dan Kepala seksi

pengolahan data dan informasi (Ibu Sri Hernowati) di KPP Pratama Jakarta

Tebet, mereka juga setuju dengan terus bertambahnya jumlah Wajib Pajak yang

memiliki NPWP, maka penerimaan negara dalam sektor pajak pun akan terus

meningkat dalam jangka panjang.

Page 10: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

61

Dampak positif yang lain adalah dengan bertambahnya penerimaan KPP

Pratama Jakarta Tebet di jenis PPh pasal 25/29 Orang Pribadi. Seperti yang

terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.3

Penerimaan PPh Non Migas KPP Pratama Jakarta Tebet

Pada Tahun 2007 s.d. 2009

Jenis Pajak Penghasilan Netto per Tahun

(dalam Milyar Rupiah) 2007 2008 2009

PPh Pasal 21 120,81 93,39 89,93

PPh Pasal 22 18,77 13,08 19,82

PPh Pasal 22 Impor 32,87 23,79 24,15

PPh Pasal 23 100,01 74,73 49,05

PPh Pasal 25/29 OP 7,97 13,46 19,17

PPh Pasal 25/29 Badan 125,86 94,97 52,43

PPh Pasal 26 12,64 12,33 35,42

PPh Final dan FLN 43,12 47,12 85,81

PPh Non Migas Lainnya 0,044 0,035 0,072

Sumber: KPP Pratama Jakarta Tebet

Untuk pembahasan kali ini, penulis hanya akan menjabarkan mengenai

perubahan yang terjadi pada penerimaan PPh pasal 25/29 Orang Pribadi di KPP

Pratama Jakarta Tebet. Terdapat kenaikan jumlah penerimaan PPh pasal 25/29

OP yang cukup drastis di tahun 2008. Dimana sebelumnya penerimaan PPh pasal

25/29 OP hanya sebesar Rp 7,97 Milyar di tahun 2007, lalu mengalami kenaikan

sebesar 69% di tahun 2008, yaitu menjadi Rp 13,46 Milyar. Sedangkan pada

tahun 2009, dimana Undang-Undang No.36 tahun 2008 sehubungan dengan

Page 11: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

62

perubahan nilai PTKP dan tarif pajak orang pribadi sudah mulai diberlakukan,

masih terdapat kenaikan jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 OP walaupun tidak

terlalu signifikan seperti yang terjadi pada tahun 2007 ke tahun 2008, yaitu

menjadi sebesar Rp 19,17 Milyar atau mengalami kenaikan sebesar 42% dari

tahun sebelumnya.

Pungutan PPh pasal 25 terjadi apabila kita menerima atau memperoleh

penghasilan lebih dari satu pemberi kerja atau mempunyai usaha bebas.

Sedangkan untuk PPh pasal 29, terjadi apabila pajak yang terutang untuk suatu

tahun pajak ternyata lebih besar dari pada kredit pajak, maka kekurangan pajak

yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.

Jika melihat dari informasi yang disajikan pada tabel 4.3, khusus untuk

penerimaan PPh pasal 25/29 OP mengalami kenaikan drastis pada tahun 2008,

hal ini bisa saja terjadi akibat adanya Sunset Policy. Tetapi alasan lainnya adalah

makin banyaknya masyarakat Indonesia yang memiliki usaha bebas (pengusaha)

ataupun yang memperoleh penghasilan lebih dari satu pemberi kerja, yang bisa

diartikan bahwa tingkat kemakmuran masyarakat Indonesia berangsur meningkat.

Jika melihat dampak positif dari diberlakukannya Undang-Undang No.36

tahun 2008 sehubungan dengan perubahan nilai PTKP dan tarif pajak orang

pribadi terhadap penerimaan PPh pasal 25/29 OP di KPP Pratama Jakarta Tebet,

memang terdapat peningkatan jumlah penerimaan walaupun tidak terlalu

signifikan, yaitu hanya meningkat sebesar 42% di tahun 2009. Tetapi jika dilihat

dari sisi jumlah masyarakat yang menjadi antusias untuk menjadi Wajib Pajak

dengan memiliki NPWP, maka perubahan Undang-Undang ini akan berdampak

sangat positif di masa yang akan datang. Karena para Wajib Pajak menjadi tidak

Page 12: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

63

terlalu terbebani lagi dengan pungutan pajak, dikarenakan naiknya nilai PTKP

dan turunnya tarif PPh Orang Pribadi.

Dampak positif lainnya dengan telah berlakunya Undang-Undang No.36

tahun 2008 sehubungan dengan perubahan nilai PTKP dan tarif pajak orang

pribadi terhadap penerimaan PPh pasal 25/29 OP di KPP Pratama Jakarta Tebet

adalah tercapainya target yang disusun oleh KPP Pratama Jakarta Tebet untuk

tahun 2009. Tabel target dan realisasi penerimaan PPh pasal 25/29 OP dapat kita

lihat dibawah ini:

Tabel 4.4

Target dan Realisasi Penerimaan PPh Pasal 25/29 OP KPP Pratama Jakarta Tebet

Pada Tahun 2007 s.d. 2009

(dalam Milyar Rupiah)

Tahun Target Realisasi %

2007 14,49 7,97 Turun 45%

2008 30,35 13,46 Turun 55%

2009 17,15 19,17 Naik 12%

Sumber: KPP Pratama Jakarta Tebet

Tidak tercapainya target selama dua tahun (tahun 2007 dan 2008),

membuat KPP Pratama Jakarta Tebet menurunkan target penerimaan PPh pasal

25/29 OP mereka untuk tahun 2009. Ditambah lagi dengan adanya pemindahan

Wajib Pajak dengan pembayaran pajak terbesar ke KPP Madya Jakarta Selatan di

tahun 2007 dan 2008. Sehingga target-target yang sudah disusun tidak dapat

dicapai. Tetapi untuk tahun 2009, dimana Undang-Undang No.36 tahun 2008

sehubungan dengan perubahan nilai PTKP dan tarif pajak orang pribadi mulai

Page 13: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

64

diberlakukan, KPP Pratama Jakarta Tebet memprediksikan bahwa penerimaan

mereka akan turun. Sehingga target penerimaan mereka pun diturunkan menjadi

Rp 17,15 Milyar saja. Namun dalam realisasinya, penerimaan PPh pasal 25/29

OP KPP Pratama Jakarta Tebet mengalami kenaikan 12% dari apa yang sudah

ditargetkan, yaitu menjadi sebesar Rp 19,17 Milyar.

Dalam analisis pembahasan dampak positif dari diberlakukannya

Undang-Undang No.36 tahun 2008 sehubungan dengan perubahan nilai PTKP

dan tarif pajak orang pribadi terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP

Pratama Jakarta Tebet ini memang tidak terlihat hal yang terlalu signifikan untuk

penerimaannya. Tetapi perubahan signifikan terjadi pada meningkatnya jumlah

Wajib Pajak yang mendaftar di KPP Pratama Jakarta Tebet, yang artinya akan

ada peningkatan penerimaan PPh dalam jangka panjang. Walaupun adanya unsur

Sunset Policy juga cukup membantu kenaikan Wajib Pajak yang mendaftar di

KPP Pratama Jakarta Tebet, tetapi efek dari perubahan nilai PTKP dan tarif pajak

orang pribadi sesuai dengan Undang-Undang No.36 tahun 2008 juga tetap ada.

Karena KPP Pratama Jakarta Tebet memprediksikan dengan diberlakukannya

Undang-Undang No.36 tahun 2008 ini, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia

untuk menjadi Wajib Pajak dengan memiliki NPWP akan meningkat, sehingga

akan diikuti pula dengan meningkatnya jumlah penerimaan PPh KPP Pratama

Jakarta Tebet.

Page 14: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

65

IV.1.2 Analisis dampak negatif dari diberlakukannya Undang-Undang No.36

tahun 2008 sehubungan dengan perubahan PTKP dan tarif pajak orang

pribadi terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP Pratama

Jakarta Tebet

Sebenarnya jika kita bicara mengenai dampak negatif dari

diberlakukannya Undang-Undang No.36 tahun 2008 sehubungan dengan

perubahan nilai PTKP dan tarif pajak orang pribadi terhadap penerimaan PPh

Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta Tebet ini hanyalah bersifat sementara,

atau hanya dalam jangka pendek saja efek negatifnya. Dikarenakan dengan

seiring bertambahnya jumlah Wajib Pajak yang mendaftarkan diri, maka

penerimaan PPh pun juga akan bertambah di kemudian hari.

Seperti yang telah kita ketahui, adanya perubahan keempat atas Undang-

Undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan ini memang berpengaruh

besar terhadap jumlah penerimaan PPh Orang Pribadi yang diterima oleh

pemerintah, dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah KPP Pratama Jakarta

Tebet. Adanya penurunan jumlah penerimaan PPh Orang Pribadi tidak semata-

mata merugikan pihak fiskus. Karena sebenarnya ada rencana dibalik perubahan

ini. Selain bertujuan untuk menyesuaikan dengan tingkat perekonomian dan/atau

kesejahteraan masyarakat, dan juga memberikan rasa keadilan, pemerintah

mempunyai rencana agar dengan berkurangnya beban pajak, dalam hal ini adalah

meningkatnya nilai PTKP yang sebelumnya hanya Rp 13.200.000,- untuk Wajib

Pajak diri sendiri, sekarang menjadi Rp 15.840.000,-, dan turunnya tarif PPh

Orang Pribadi, maka diharapkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk

Page 15: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

66

mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak juga menjadi tinggi, sehingga secara

perlahan penerimaan PPh Orang Pribadi ini pun akan naik di masa mendatang.

Tetapi memang setiap perubahan itu mengakibatkan dua efek, yaitu

positif dan negatif. Jika dampak positif dari diberlakukannya Undang-Undang

No.36 tahun 2008 sehubungan dengan perubahan nilai PTKP dan tarif pajak

orang pribadi terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta

Tebet sudah dibahas sebelumnya, maka kali ini penulis akan menjelaskan

mengenai dampak negatif dari adanya perubahan Undang-Undang tentang Pajak

Penghasilan ini.

Penurunan jumlah penerimaan PPh pasal 21 terjadi di laporan

pembayaran pajak KPP Pratama jakarta Tebet. Walaupun angka realisasi

penerimaan PPh pasal 21 telah melebihi apa yang ditargetkan oleh KPP Pratama

Jakarta Tebet, tetapi penurunan penerimaan PPh pasal 21 terlihat jelas. Seperti

yang bisa kita lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.5

Target dan Realisasi Penerimaan PPh Pasal 21 KPP Pratama Jakarta Tebet

pada Tahun 2007 s.d. 2009

(dalam Milyar Rupiah)

Tahun Target Realisasi %

2007 131,19 120,81 Turun 8%

2008 66,53 93,39 Naik 40%

2009 81,23 89,93 Naik 11%

Sumber: KPP Pratama Jakarta Tebet

Page 16: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

67

Jika kita melihat tabel Target dan Realisasi Penerimaan PPh Pasal 21

KPP Pratama Jakarta Tebet pada Tahun 2007 s.d. 2009 diatas, memang pada

awalnya (tahun 2007) KPP Pratama Jakarta Tebet terlalu tinggi dalam

menentukan target penerimaan PPh pasal 21 mereka. Sedangkan penerimaan

yang diterima hanya Rp 120,81 Milyar, turun sebesar 8% dari yang sudah

ditargetkan yaitu Rp 131,19 Milyar. Dan untuk tahun 2008, target penerimaan

yang ingin dicapai adalah sebesar Rp 66,53 Milyar, yang dapat direalisasikan

oleh KPP Pratama Jakarta Tebet bahkan lebih besar 40% dari yang sudah

ditargetkan yaitu dapat mencapai Rp 93,39 Milyar. Sedangkan di tahun 2009,

walaupun realisasi penerimaan PPh pasal 21 terus mengalami penurunan, tetapi

jumlah penerimaan PPh pasal 21 KPP Pratama Jakarta tebet kembali dapat

melebihi apa yang sudah ditargetkan. Terdapat jumlah penerimaan lebih besar

11% dari yang sebelumnya ditargetkan hanya akan mendapatkan penerimaan

PPh pasal 21 sebesar Rp 81,23 Milyar, ternyata dalam realisasinya penerimaan

PPh pasal 21 yang didapat adalah sebesar Rp 89,93 Milyar.

Meskipun KPP Pratama Jakarta Tebet dapat memenuhi target penerimaan

PPh pasal 21-nya, tetapi tetap terdapat penurunan didalam penerimaan tersebut.

Seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Page 17: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

68

Tabel 4.6

Penerimaan PPh Pasal 21 KPP Pratama Jakarta Tebet

Pada Tahun 2007 s.d. 2009

Jenis Pajak Penghasilan Netto per Tahun

(dalam Milyar Rupiah) 2007 2008 2009

PPh Pasal 21 120,81 93,39 89,93

Penurunan 23% 4%

Terdapat penurunan jumlah penerimaan PPh pasal 21 yang cukup drastis

jika dilihat dari tahun 2007 ke tahun 2009. Tetapi penurunan jumlah penerimaan

itu terjadi secara bertahap dimulai dari tahun 2008. Dimana sebelumnya pada

tahun 2007 penerimaan PPh pasal 21 KPP Pratama Jakarta Tebet mencapai

angka Rp 120,81 Milyar, kemudian terjadi penurunan sebesar 23% di tahun 2008

yaitu menjadi Rp 93,39 Milyar. Yang artinya, terdapat kerugian sebesar Rp 27,42

Milyar pada tahun 2008 jika dibandingkan dengan penerimaan di tahun 2007.

Sedangkan untuk tahun 2009 penurunan jumlah penerimaan tetap terjadi, tetapi

kali ini hanya turun sebesar 4% jika dibandingkan dengan tahun 2008, yaitu

menjadi Rp 89,93 Milyar, dimana terdapat selisih Rp 3,46 Milyar dari

penerimaan yang didapat pada tahun 2008.

Salah satu alasan adanya penurunan jumlah penerimaan PPh pasal 21

KPP Pratama Jakarta Tebet pada tahun 2008 juga disebabkan oleh adanya

pemindahan beberapa Wajib Pajak dengan pembayaran pajak terbesar ke KPP

Madya Jakarta Selatan. Disamping itu, dengan telah berlakunya Undang-Undang

No.36 tahun 2008 sehubungan dengan perubahan nilai PTKP dan tarif pajak

Page 18: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

69

orang pribadi di tahun 2009, juga mengakibatkan turunnya jumlah penerimaan

PPh pasal 21 di KPP Pratama Jakarta Tebet.

Dampak negatif seperti turunnya jumlah penerimaan PPh di KPP Pratama

Jakarta Tebet memang tidak bisa dihindari dalam jangka pendek ini. Tetapi KPP

Pratama Jakarta Tebet selaku pemerintah ini bisa terus mengupayakan semacam

sosialisasi rutin agar para Wajib Pajak yang sudah terdaftar maupun yang belum

terdaftar menjadi patuh akan administrasi perpajakan mereka. Sehingga dampak

positif pun akan dirasakan dalam jangka panjang nanti, karena melonjaknya

jumlah Wajib Pajak dan kepatuhan para Wajib Pajak itu sendiri.

IV.2 Analisis upaya lain dari KPP Pratama Jakarta Tebet untuk meningkatkan

penerimaan Pajak Penghasilan selain dengan telah berlakunya Undang-

Undang No.36 tahun 2008 sehubungan dengan perubahan PTKP dan tarif

pajak orang pribadi

Upaya lain yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Tebet yang juga

merupakan bagian dari pemerintah ini sebenarnya adalah untuk hasil jangka

panjang yang berhubungan dengan penerimaan pajak. Pajak yang selama ini

diterima oleh pemerintah tidak lain berasal dari Wajib Pajak, karena jika jumlah

Wajib Pajak meningkat maka jumlah PPh yang akan diterima pun juga akan

meningkat. Tetapi permasalahannya adalah tidak semua orang pribadi yang

memiliki penghasilan dari pekerjaannya mau menjadi seorang Wajib Pajak.

Tidak sedikit dari mereka lebih memilih untuk menghindar dari pungutan pajak.

Oleh karena itu, untuk menyadarkan masyarakat agar mau menjadi

seorang Wajib Pajak, diperlukan upaya-upaya khusus yang perlu dipikirkan oleh

Page 19: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

70

pemerintah. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk

meningkatkan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi selain dengan cara

memberlakukan Undang-Undang PPh No.36 tahun 2008 sehubungan dengan

perubahan PTKP dan tarif pajak Orang Pribadi adalah dengan mendorong

seluruh masyarakat yang belum menjadi Wajib Pajak tetapi penghasilannya

sudah melebihi nilai PTKP agar memiliki kesadaran penuh dan tinggi untuk

segera memiliki NPWP, dan menghimbau mereka untuk melaksanakan

kewajiban perpajakannya dengan benar sesuai aturan.

Beberapa upaya lain untuk meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan

dapat ditempuh dengan cara-cara seperti di bawah ini:

1. Menganalisa SPT yang dilaporkan oleh para Wajib Pajak.

Menurut hasil wawancara penulis dengan Kepala seksi pengawasan dan

konsultasi III KPP Pratama Jakarta Tebet, Bapak Hamdi Aniza Pertama, SE.,

Ak., M.Si, beliau mengatakan bahwa upaya yang KPP Pratama Jakarta Tebet

lakukan untuk meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan adalah dengan

membuat analisa terhadap SPT yang dilaporkan oleh para Wajib Pajak,

kemudian akan dihitung kembali berapa jumlah pajak yang seharusnya para

Wajib Pajak bayar. Jika hasil dari analisis yang KPP Pratama Jakarta Tebet

lakukan terdapat selisih yang seharusnya para Wajib Pajak masih ada

kewajiban untuk membayar, biasanya KPP Pratama Jakarta Tebet akan

menghimbau mereka untuk membetulkan SPT-nya. Jika para Wajib Pajak

tersebut tetap tidak mau melakukan pembetulan terhadap SPT-nya, padahal

sudah jelas mereka melakukan kesalahan, maka KPP Pratama Jakarta Tebet

akan melakukan tindakan pemeriksaan. Dan jika terbukti terdapat

Page 20: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

71

kekurangan pembayaran pajak, langkah selanjutnya adalah dengan

mengeluarkan Surat Tagihan.

2. Terbitnya peraturan PPh pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha

Tertentu (WP OP PT) yang lebih menyederhanakan dan memberikan

kepastian hukum kepada WP OP PT.

Masih menurut Bapak Hamdi selaku Kepala seksi pengawasan dan

konsultasi III KPP Pratama Jakarta Tebet, beliau berpendapat bahwa dengan

berubahnya peraturan PPh pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha

Tertentu (WP OP PT) mulai 12 Juli 2010 ini, dapat memberikan

kesederhanaan dan kepastian hukum kepada para WP OP PT. Sehingga

mereka dapat lebih patuh dan tidak merasa terbebani lagi dalam membayar

kewajiban pajaknya. Walaupun tarif PPh pasal 25 WP OP PT ini mengalami

penurunan dari yang sebelumnya adalah sebesar 2% dan diatur dalam

Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-171/PJ/2002, menjadi hanya

0,75% saja dan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-

32/PJ/2010. Perubahan tarif ini memang sangat signifikan, tetapi dengan

diberikannya kesederhanaan dan kepastian hukum dalam membayar pajak,

diharapkan para WP OP PT menjadi lebih patuh dalam membayar pajak, agar

dalam jangka panjang penerimaan Pajak Penghasilan KPP Pratama Jakarta

Tebet akan mengalami peningkatan walaupun perlahan.

Page 21: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

72

3. Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak.

Menurut hasil wawancara penulis dengan Ibu Sri Hernowati selaku

Kepala seksi pengolahan data dan informasi, beliau berpendapat dan

pendapat yang sama juga dilontarkan oleh Bapak Hamdi, bahwa KPP

Pratama Jakarta Tebet melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi pajak

untuk meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan. Maksud ekstensifikasi

disini adalah menjaring orang pribadi yang penghasilannya sudah melebihi

nilai PTKP, tetapi belum memiliki NPWP atau belum mendaftar menjadi

Wajib Pajak untuk segera mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak dengan

memiliki NPWP. Dan bagi para pengusaha yang sudah berkewajiban untuk

memungut PPN tetapi belum mendaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak,

maka akan KPP Pratama Jakarta Tebet himbau kepada mereka untuk

mendaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak. Sedangkan untuk upaya

intensifikasi pajak dilakukan dengan mengoptimalkan penerimaan pajak dari

Wajib Pajak yang sudah terdaftar di KPP Pratama Jakarta Tebet. Para Wajib

Pajak digali lagi kepedulian dan pemahaman perpajakannya agar administrasi

perpajakan mereka tepat. Cara intensifikasi pajak yang lain adalah dengan

melakukan mapping atau pemetaan, profilling atau pembuatan profil dan

benchmarking atau pembandingan. Ketiga kegiatan ini didukung dengan

kegiatan pengumpulan data baik dari internal Direktorat Jenderal Pajak

maupun dari eksternal Direktorat Jenderal Pajak.

Page 22: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

73

4. Penerapan tarif pemotongan atau pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi

Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP.

Bagi Wajib Pajak penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh

Pasal 21 yang tidak mempunyai NPWP dikenai pemotongan 20% lebih tinggi

dari tarif normal. Lalu bagi Wajib Pajak penerima penghasilan yang dikenai

pemotongan PPh Pasal 23 dan pemungutan PPh Pasal 22 yang tidak

mempunyai NPWP, dikenai pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif normal.

5. Bagi Wajib Pajak yang telah mempunyai NPWP dibebaskan dari kewajiban

pembayaran fiskal luar negeri sejak tahun 2009, dan dihapuskan pada tahun

2011.

Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi

orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeri. Sehubungan dengan

pembebasan pembayaran fiskal luar negeri yang mulai berlaku dari 1 Januari

2009, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.80 tahun

2008 tentang pembayaran Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

yang akan ke luar negeri, yang aturan pelaksanaannya diatur dengan

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.53/PJ/2008 tentang tata cara

pembayaran, pengecualian pembayaran, dan pengelolaan administrasi Pajak

Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang akan ke luar

negeri, yang diterbitkan pada tanggal 31 Desember 2008. Kebijakan

penghapusan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi Wajib Pajak yang

memiliki NPWP ini dimaksudkan untuk mendorong para Wajib Pajak agar

memiliki NPWP sehingga dapat memperluas basis pajak. Tetapi pada tahun

Page 23: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

74

2011 ini, bertepatan pada tanggal 1 Januari 2011 pukul 00.00 bagi Wajib

Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah

berusia 21 (dua puluh satu) tahun, kemudian ingin bertolak ke luar negeri,

tidak akan dikenakan kewajiban membayar fiskal luar negeri lagi. Ketentuan

ini ditegaskan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui Surat Edaran Direktur

Jenderal Pajak Nomor SE-141/PJ/2010 pada tanggal 17 Desember 2010. Jadi

bagi Wajib Pajak dalam negeri yang akan ke luar negeri, dan bagi mereka

yang memiliki NPWP maupun yang tidak memiliki NPWP, tidak akan

dikenakan pembayaran fiskal luar negeri lagi.

6. Diberlakukannya peraturan dari Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur

kebijakan wajib memiliki NPWP untuk pengurusan paspor.

Namun rencana Direktorat Jenderal Pajak untuk mensyaratkan

pencantuman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada saat pembuatan

paspor mulai awal tahun 2009 ini belum terealisasi karena penundaan.

Pemberlakuan kebijakan ini mundur lantaran Direktorat Jenderal Pajak telah

sibuk melakukan sosialisasi kebijakan penghapusan sanksi pajak alias sunset

policy pada tahun 2008. Usulan pencantuman NPWP ini merupakan salah

satu upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan ekstensifikasi di

bidang perpajakan, yaitu dengan meningkatkan jumlah Wajib Pajak Orang

Pribadi dalam hal kepemilikan NPWP. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak

juga bisa mengetahui mobilitas masyarakat yang akan pergi ke luar negeri.

Sebenarnya Direktorat Jenderal Pajak sudah pernah menerapkan kewajiban

ini pada 1980an lalu, namun karena persyaratan pembuatan paspor terlalu

Page 24: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

75

banyak sehingga membebani masyarakat dan memperlambat pelayanan

Direktorat Jenderal Imigrasi dalam pembuatan paspor, akhirnya pada saat itu

ketentuan ini dihapuskan.

7. Transaksi valas jumlah tertentu wajib cantumkan NPWP.

Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

No.10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing Terhadap Rupiah

Kepada Bank, yang mulai diberlakukan pada tanggal 13 November 2008.

Ketentuan ini ditujukan untuk menjaga keseimbangan pasokan valas di pasar

dan mengurangi tekanan yang berlebihan terhadap rupiah dan juga

meminimalkan pembelian valas yang kurang bermanfaat. Bagi Warga Negara

Asing (WNA), ketentuan tersebut hanya berlaku bagi pembeli asing melalui

transaksi spot. Sedangkan, bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan

Hukum Indonesia, termasuk perusahaan BUMN, juga dipersyaratkan untuk

menunjukkan NPWP. Untuk transaksi pembelian valas yang melebihi

nominal US$ 100.000 per bulan hanya dapat dilakukan jika mempunyai

underlying transaction. Underlying transaction adalah bukti tertulis yang

harus diserahkan jika melakukan transaksi pembelian valas melebihi

US$ 100.000, yang didalamnya dicantumkan kebutuhan pembeliannya.

Aturan baru ini ditujukan untuk meningkatkan kehati-hatian oleh Bank

sehingga transaksi valas itu jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, serta

bermanfaat untuk sektor riil. Bagi nasabah dan Bank yang lalai atau tidak

dapat menunjukkan dokumen keperluannya, BI akan mengenakan sanksi

berupa pengenaan penalti berupa persenan dari jumlah yang terjual.

Page 25: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

76

Melalui upaya-upaya yang dilakukan KPP Pratama Jakarta Tebet yang

juga merupakan bagian dari pemerintah ini, diharapkan nantinya dapat

mendorong para Wajib Pajak agar memiliki kesadaran tinggi untuk segera

memiliki NPWP, karena jika jumlah Wajib Pajak meningkat maka jumlah PPh

yang akan diterima juga akan meningkat.

IV.3 Analisis upaya lain dari KPP Pratama Jakarta Tebet untuk mendorong

tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam usaha meningkatkan penerimaan

Pajak Penghasilan selain dengan telah berlakunya Undang-Undang No.36

tahun 2008 sehubungan dengan perubahan PTKP dan tarif pajak orang

pribadi

Walaupun jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi sudah mulai meningkat jika

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tetapi hal tersebut belum bisa

menjamin bahwa Wajib Pajak tersebut akan selalu patuh untuk membayar pajak.

Oleh karena itu, masih diperlukan upaya-upaya lain dari pemerintah selain

dengan telah memberlakukan Undang-Undang No.36 tahun 2008 sehubungan

dengan perubahan PTKP dan tarif pajak orang pribadi untuk mengajak atau

membujuk Wajib Pajak tersebut agar mau dan patuh untuk membayar pajak.

Upaya-upaya tersebut dapat berupa:

1. Proses sosialisasi kepada seluruh masyarakat.

Sosialisasi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah dengan cara lebih

mengarah kepada sisi pembelajaran kepada seluruh masyarakat. Proses

pembelajaran ini diberlakukan secara merata kepada seluruh masyarakat baik

Page 26: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

77

dari golongan atas, menengah, sampai bawah. Target dari proses

pembelajaran ini pun tidak dibatasi oleh faktor usia, jadi pajak sudah bisa

mulai diperkenalkan pada tahap-tahap awal dalam jenjang pendidikan yaitu

di sekolah-sekolah menengah pertama ataupun menengah atas. Karena

diharapkan dengan dilakukannya proses pembelajaran yang sedini mungkin,

maka dapat diprediksikan bahwa masyarakat akan lebih mengenal dan

memahami pentingnya pajak.

Inti dari proses pembelajaran ini diterapkan sesuai dengan motto yang

diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu “Lunasi Pajaknya, Awasi

Penggunaannya”. Jadi tujuan dari proses sosialisasi ini sebenarnya adalah

untuk lebih mengenalkan definisi dasar dari pajak itu sendiri. Sehingga

nantinya masyarakat akan memahami lebih dalam yang dimaksud dengan

pajak dalam arti sebenarnya. Dan diharapkan juga masyarakat akan memiliki

tingkat kesadaran yang tinggi bahwa betapa pentingnya peran serta mereka

dalam hal pembayaran pajak, karena pajak yang dibayarkan akan menjadi

salah satu sumber dana utama dalam membiayai pembangunan negara.

Selama ini mungkin masyarakat kurang memiliki pembelajaran dan

informasi yang cukup mengenai pajak, sehingga sering timbul

kesalahpahaman atau asumsi negatif mengenai pajak itu sendiri, yang

nantinya akan berakibat pada penurunan tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

Masyarakat sering memiliki pandangan bahwa realisasi dari pajak yang telah

mereka bayarkan ke pemerintah kurang dirasakan manfaatnya. Hal tersebut

menjadi salah satu faktor kurangnya peran serta masyarakat dalam hal

pemenuhan kewajiban pajak. Oleh karena itu, untuk mendorong tingkat

Page 27: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

78

kepatuhan para Wajib Pajak, KPP Pratama Jakarta Tebet selaku pemerintah

harus bisa mengubah cara pandang yang dimiliki masyarakat mengenai pajak.

Usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan pajak kepada

masyarakat sedini mungkin. Dengan adanya proses pembelajaran tersebut,

maka nantinya masyarakat akan dibekali pengetahuan dan informasi-

informasi yang cukup mengenai pajak dalam arti yang sebenarnya.

Kurangnya pengetahuan tentang pajak yang diterima oleh masyarakat

mengakibatkan mereka memiliki pandangan yang negatif terhadap

pemerintah. Terlebih dengan maraknya kasus-kasus penyelewengan pajak

belakangan ini. Dan masyarakat menganggap realisasi dari pajak yang

seharusnya mereka terima itu sangat kurang dari sisi manfaat yang terlihat

dan mereka rasakan dalam aktivitas setiap harinya. Pandangan negatif ini

terjadi karena masyarakat hanya menilainya dari dampak jangka pendeknya

saja. Masyarakat menganggap bahwa realisasi dari pajak itu dapat langsung

mereka nikmati, padahal kesimpulan dari definisi pajak itu sendiri adalah

pungutan yang dilakukan oleh pemerintah dan dapat dipaksakan, tanpa

adanya kontraprestasi ataupun balas jasa secara langsung. Jadi manfaat pajak

itu sendiri bisa masyarakat rasakan dalam kurun waktu jangka panjang.

Mungkin selama ini masyarakat tidak menyadari bahwa pemerintah telah

berusaha semaksimal mungkin untuk memprioritaskan tingkat kenyamanan

sebagai hal yang utama. Hal ini bisa kita perhatikan dari segi keamanan,

kenyamanan, kebersihan dan yang lainnya. Contohnya saja seperti

pembangunan jembatan penyeberangan, jalan tol, flyover, underpass, taman

kota, transportasi busway, dan lain-lain. Jika seluruh masyarakat memiliki

Page 28: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

79

kesadaran tinggi dalam memenuhi kewajiban pajaknya, dan pendistribusian

aliran dana pajak yang dilakukan oleh pemerintah dibuat secara transparan di

hadapan publik, maka nantinya tidak akan terjadi lagi penyimpangan-

penyimpangan di dalamnya. Dan kepercayaan masyarakat terhadap

pemerintah pun akan lebih tinggi dari sebelumnya.

Sosialisasi untuk memperkenalkan pajak kepada publik yang selama ini

telah dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Tebet sebagai bagian dari

Direktorat Jenderal Pajak dan pemerintah adalah seperti mengadakan

seminar-seminar yang secara khusus akan dihadiri oleh para Wajib Pajak,

membuat iklan komersial melalui media cetak maupun elektronik, poster atau

spanduk, dan berbagai cara lainnya demi meningkatkan kepatuhan para

Wajib Pajak dalam membayar pajak.

2. Pemberian kemudahan dan kenyamanan kepada para Wajib Pajak pada saat

memenuhi kewajiban pajaknya, khususnya dalam hal pelayanan maupun

fasilitas.

Berbagai macam pelayanan maupun fasilitas demi memberikan

kemudahan dan kenyamanan kepada para Wajib Pajak dalam memenuhi

kewajiban pajaknya telah diberikan oleh KPP Pratama Jakarta Tebet dan juga

pemerintah, contohnya adalah sebagai berikut:

a) Sistem Drop Box

Menurut hasil wawancara langsung penulis dengan Kepala seksi

pengawasan dan konsultasi III KPP Pratama Jakarta Tebet, Bapak

Hamdi Aniza Pertama, SE., Ak., M.Si, selama ini KPP Pratama Jakarta

Page 29: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

80

Tebet telah melakukan sistem Drop Box. Dimana para Wajib Pajak

dapat langsung menyampaikan SPT Tahunannya di fasilitas Drop Box

mana saja, yang biasanya akan ditempatkan di Kantor Pelayanan Pajak

(KPP), pusat perbelanjaan, pusat bisnis, atau tempat-tempat keramaian

tertentu lainnya.

Fasilitas lain yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak demi

meningkatkan kemudahan dan pelayanan bagi para Wajib Pajak untuk

menyampaikan SPT Tahunan atau e-SPT (SPT elektronik) Tahunannya

yaitu dengan tersedianya Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), Pojok

Pajak, dan Mobil Pajak.

Petugas TPT, Pojok Pajak, Mobil Pajak, dan Drop Box akan

menerima amplop tertutup yang berisi SPT Tahunan atau e-SPT

Tahunan dari Wajib Pajak, termasuk dari Wajib Pajak yang tidak

terdaftar di wilayah kerja KPP di mana TPT, Pojok Pajak, Mobil Pajak,

serta Drop Box tersebut berada, dan langsung memberikan tanda terima

SPT kepada Wajib Pajak. Pegawai yang ditunjuk sebagai petugas

penerima SPT pada TPT, Pojok Pajak, Mobil Pajak, dan Drop Box

wajib menggunakan tanda pengenal pegawai yang sah.

b) Modernisasi dalam sistem pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB)

Modernisasi telah diterapkan dalam pembayaran Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) yang dilakukan melalui Electronic Banking (e-

banking). Peluncuran fasilitas pembayaran PBB ini diselenggarakan

Page 30: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

81

pada tanggal 15 Juli 2008, yang bertempat di Departemen Keuangan,

Jakarta. Peluncuran fasilitas pembayaran PBB untuk objek pajak di

seluruh Indonesia melalui e-banking ini dapat dilakukan melalui ATM

BNI, phonebanking BNI phoneplus, dan BNI Internet Banking.

Untuk sektor pedesaan dan perkotaan, pada tahun 2005 jumlah

objek PBB melalui e-banking mencapai 841.358 dengan jumlah

pembayaran Rp 135,17 Milyar. Sementara pada awal Juli 2008, jumlah

objek PBB adalah sebesar 737.413 dengan jumlah pembayaran Rp

423,28 Milyar. Dengan adanya tambahan program e-banking oleh BNI

ini, diharapkan akan dapat menambah jumlah objek PBB.

Fasilitas ini diberikan untuk memberi kemudahan, kepraktisan,

dan kenyamanan pembayaran PBB bagi nasabah BNI dan BNI Syariah

tanpa terkendala lokasi dan waktu pembayaran. Fasilitas ini juga

merupakan dukungan bagi pemerintah dalam meningkatkan kualitas

layanan pembayaran pajak, sehingga dapat membantu meningkatkan

pajak yang sampai saat ini menjadi sumber utama pendapatan negara.

c) Account Representative

Fungsi Account Representative (AR) adalah sebagai partner

Wajib Pajak, khususnya Wajib Pajak yang menempati 200 besar di

masing-masing Kantor Pelayanan Pajak. Account Representative (AR)

bisa memberikan informasi dan konseling kepada Wajib Pajak. Setiap

Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP akan dilayani dan harus

mengenal Account Representative (AR) nya, karena dialah yang akan

Page 31: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

82

menjadi konsultan pajak pribadi si Wajib Pajak. Wajib Pajak dapat

memeriksa ke KPP setempat untuk mengetahui siapa yang menjadi

Account Representative (AR) nya dan meminta nomor Account

Representative (AR) yang bisa dihubungi tanpa dipungut biaya

tambahan.

Account Representative (AR) dilarang memeras dan menipu

Wajib Pajak. Jika ternyata ada Account Representative (AR) yang

melakukan pelanggaran, maka Wajib Pajak dapat melakukan komplain

ke pusat pengaduan pajak. Dengan adanya pelayanan dalam bentuk

Account Representative (AR) ini, diharapkan tingkat kepatuhan Wajib

Pajak dapat terus meningkat.

d) Elektronik SPT (e-SPT)

Elektronik SPT (e-SPT) adalah aplikasi software yang dibuat oleh

Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh para Wajib Pajak untuk

menambah kemudahan dalam menyampaikan SPT.

Adapun kelebihan dari e-SPT, antara lain penyampaian SPT dapat

dilakukan secara cepat dan aman, karena lampirannya dapat

disampaikan dalam bentuk media CD atau flashdisk, sehingga data

perpajakan terorganisasi dengan baik. Sistem aplikasi e-SPT ini dapat

mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan

sistematis.

Page 32: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

83

e) Elektronik NPWP (e-NPWP)

Elektronik NPWP (e-NPWP) merupakan program aplikasi yang

digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pemberi Kerja atau

Bendaharawan Pemerintah untuk merekam nama dan identitas

pengurus, komisaris, pemegang saham atau pemilik, dan pegawai yang

berpenghasilan diatas PTKP tetapi belum memiliki NPWP.

Dengan adanya pelayanan dalam bentuk e-NPWP diharapkan

tingkat kepatuhan Wajib Pajak akan terus meningkat, dan dapat

menambah jumlah Wajib Pajak dengan menjaring para pegawai yang

berpenghasilan diatas PTKP tetapi belum memiliki NPWP.

f) Beberapa fasilitas pelayanan baru di Kantor Pajak

Ada beberapa fasilitas pelayanan baru yang diterapkan di Kantor

Pelayanan Pajak, antara lain:

• Kode Etik Pegawai

Kode etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan

yang mengikat pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsi serta dalam pergaulan hidup sehari-hari. Kode etik bertujuan

untuk meningkatkan kedisiplinan para pegawai, menjamin

terpeliharanya tata tertib, serta menjamin kelancaran pelaksanaan

tugas dan iklim kerja yang kondusif. Sejak pertama kali diatur

dengan Keputusan Menteri Keuangan No.222/KMK.03/2002, Kode

Etik Pegawai sudah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan

Page 33: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

84

terakhir adalah dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan

No.1/PMK.3/2007. Kode etik yang berisi kewajiban dan larangan

ini wajib dipatuhi setiap pegawai dalam menjalankan tugasnya serta

dalam pergaulan hidupnya sehari-hari. Pegawai yang melakukan

pelanggaran kode etik akan dikenakan sanksi moral dan/atau

hukuman disiplin.

• Intranet

Intranet adalah jaringan komputer yang dikhususkan untuk

penggunaan pada lingkungan didalam batasan suatu organisasi.

Dilihat dari sudut tekhnisinya, intranet didefinisikan sebagai

penggunaan tekhnologi internet dan WWW (World Wide Web)

didalam sebuah jaringan komputer lokal (LAN). Local Area

Network (LAN) adalah sekumpulan komputer yang saling

dihubungkan pada suatu daerah atau lokasi tertentu. Intranet

memaksimalkan penggunaan LAN tersebut dengan menambah

kemampuan-kemampuan internet kedalamnya.

• Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP)

SIDJP adalah sistem informasi dalam administrasi perpajakan

di lingkungan kantor modern Direktorat Jenderal Pajak dengan

menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang

dihubungkan dengan suatu jaringan kerja di kantor pusat.

Penerapan sistem informasi ini di Direktorat Jenderal Pajak

memberikan cukup banyak manfaat. Salah satunya adalah

Page 34: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

85

peringatan dini (early warning) mengenai Wajib Pajak yang belum

memenuhi kewajibannya. Kemudian sistem peringatan ini juga akan

disampaikan ke Wajib Pajak yang bersangkutan. Sebuah surat

teguran akan secara otomatis dikirimkan ke Wajib Pajak jika yang

bersangkutan belum mengirimkan Surat Pemberitahuan

Pembayaran Pajak melewati tanggal tertentu.

• Mesin Antrian – Grade-Q

Mesin antrian yang dalam istilah asing disebut juga Queueing

System merupakan suatu perangkat sistem antrian yang penting

dengan fungsi sederhana yaitu mengatur antrian yang terjadi akibat

semakin banyaknya pelanggan di suatu perusahaan sebagai dampak

meningkatnya kinerja perusahaan tersebut. Perangkat ini merupakan

perangkat yang penting karena saat berada dalam antrian, pelanggan

akan menunggu untuk dipanggil, dan menunggu adalah hal yang

paling membosankan. Oleh karena itu, mesin antrian sangat

diperlukan agar tidak terjadi keluhan dari para pelanggan.

Mesin antrian (Queueing System) Grade Q-Vision merupakan

mesin antrian atau sistem antrian dengan jumlah maksimal 8

(delapan) layanan dan 32 (tiga puluh dua) loket, dilengkapi dengan

display antrian, dan printer termal autocutter untuk nomor antrian.

g) Electronic Filling (e-Filling)

Electronic Filling (e-Filling) merupakan suatu cara penyampaian

Surat Pemberitahuan yang dilakukan melalui sistem online dan real

Page 35: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

86

time. Aplikasi yang digunakan dalam melaksanakan e-filling sering

disebut dengan Application Service Provider (ASP). Application

Service Provider (ASP) adalah perusahaan penyedia jasa aplikasi yang

telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang

dapat menyalurkan Surat Pemberitahuan secara elektronik ke Direktorat

Jenderal Pajak.

h) Electronic Registration (e-Registration)

Sistem pendaftaran Wajib Pajak secara online atau biasa disebut

dengan e-Registration adalah sistem aplikasi sebagai bagian dari sistem

informasi perpajakan di lingkungan kantor Direktorat Jenderal Pajak

dengan berbasis perangkat keras dan perangkat lunak yang

dihubungkan oleh perangkat komunikasi data yang digunakan untuk

mengelola proses pendaftaran Wajib Pajak. Sistem ini terbagi dalam

dua bagian, yaitu sistem yang dipergunakan oleh Wajib Pajak yang

berfungsi sebagai sarana pendaftaran Wajib Pajak secara online, dan

sistem yang dipergunakan oleh petugas pajak yang berfungsi untuk

memproses pendaftaran Wajib Pajak.

3. Memberlakukan Law Enforcement.

Ketika seseorang atau badan hukum telah terdaftar sebagai Wajib Pajak

dan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka kewajiban

selanjutnya adalah memenuhi segala kewajiban perpajakannya. Menurut

catatan Direktorat Jenderal Pajak, tingkat kepatuhan (compliance) Wajib

Page 36: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

87

Pajak masih sangat rendah. Untuk itulah, Direktorat Jenderal Pajak

menegakkan hukum (Law Enforcement) dengan memberikan denda yang

besar atau sanksi yang berat bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan adanya sanksi berupa

denda yang cukup tinggi, diharapkan para Wajib Pajak akan lebih patuh

terhadap administrasi perpajakan Indonesia.

Law Enforcement dalam bidang pajak yang diberikan oleh pemerintah,

antara lain adalah:

Pada tahun-tahun sebelumnya, bagi Wajib Pajak yang dalam batas waktu

yang telah ditentukan tidak menyampaikan SPT-nya akan dikenakan sanksi

berupa denda sebesar Rp 50.000,- untuk SPT Masa dan Rp 100.000,- untuk

SPT Tahunan. Selama ini, denda atas tidak memasukkan SPT hanya berkisar

Rp 50.000,- sampai dengan Rp 100.000,- saja. Artinya, Wajib Pajak yang

tidak patuh akan memilih membayar denda saja, ketimbang harus

melaporkan SPT-nya. Alhasil, efek jera atas denda ini gagal. Untuk itulah

Direktorat Jenderal Pajak mengamandemen pasal 7 Undang-Undang

Ketentuan Umum Perpajakan, sehingga bagi Wajib pajak yang terlambat

melaporkan SPT, atau tidak menyampaikan SPT, atau sudah menyampaikan

SPT tetapi isinya tidak benar, akan dikenakan denda dan/atau sanksi yang

cukup berat. Jika di tahun-tahun sebelumnya terlambat memasukkan SPT

Tahunan bagi Wajib Pajak Badan hanya dikenakan denda Rp 100.000,-,

maka dengan Undang-Undang yang baru ini denda akan dinaikkan menjadi

10 (sepuluh) kali lipatnya, yaitu menjadi Rp 1.000.000,- untuk SPT Tahunan

dan Rp 500.000,- untuk SPT Masa.

Page 37: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

88

Selanjutnya, bagi Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT dalam

batas waktu yang telah ditentukan, maka akan diberikan teguran berupa Surat

Tagihan Pajak (STP), yang fungsinya adalah untuk melakukan tagihan pajak

dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Apabila setelah

Surat Tagihan Pajak (STP) diterbitkan, tetapi Wajib Pajak masih belum

memenuhi kewajiban perpajakannya, maka pihak Direktorat Jenderal Pajak

akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Dan apabila setelah Surat

Ketetapan Pajak (SKP) diterbitkan tetapi Wajib Pajak masih bersikeras

dengan tidak mau memenuhi kewajiban pajaknya, maka menteri keuangan

berwenang untuk menunjuk pejabat yang nantinya akan diberikan wewenang

juga untuk mengangkat seorang jurusita pajak yang berkewajiban untuk

melaksanakan tindakan penagihan pajak. Selama ini, upaya yang dilakukan

oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak apabila Wajib Pajak tidak memenuhi

kewajiban pajaknya, hanya berhenti pada tahap penerbitan Surat Ketetapan

Pajak (SKP) saja, alhasil efek jera atas upaya ini gagal. Untuk itulah, pada

akhirnya pihak Direktorat Jenderal Pajak menerapkan Law Enforcement bagi

Wajib Pajak yang setelah Surat Ketetepan Pajak (SKP) diterbitkan, tetapi

masih bersikeras dengan tidak mau memenuhi kewajiban pajaknya, maka

akan dilakukan tindakan penyitaan, pelelangan, dan penyanderaan.

Diharapkan dengan diberlakukannya Law Enforcement ini maka para Wajib

Pajak yang tidak patuh untuk memenuhi kewajiban pajaknya akan jera dan

sadar akan kewajiban utamanya sebagai seorang Wajib Pajak yang baik

adalah membayar pajak, karena nantinya iuran pajak yang dibayarkan

tersebut juga akan dinikmati kembali oleh para Wajib Pajak.

Page 38: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

89

4. Rencana modernisasi perpajakan tahap kedua – PINTAR (Project for

Indonesian Tax Administration Reform).

PINTAR (Project for Indonesian Tax Administration Reform) adalah

suatu proyek berskala besar untuk meningkatkan dan menyempurnakan

sistem administrasi perpajakan berbasis teknologi terkini. Selain itu,

PINTAR juga mengembangkan manajemen dan sistem sumber daya manusia

yang berbasis kinerja dan kompetensi dengan memaksimalkan pemanfaatan

sistem teknologi informasi. Hal ini sejalan dengan keputusan organisasi

bahwa Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Sumber Daya

Manusia (SDM) merupakan fokus utama dalam modernisasi tahap dua yang

telah dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Pada prinsipnya, PINTAR akan memperbaiki dan menyempurnakan

proses bisnis dari sistem administrasi perpajakan yang kita miliki.

Pendekatan yang dipakai adalah top down with bottom up contribution, yaitu

merancang dan menerapkan sistem dan proses bisnis yang lebih baik

berdasarkan best practice yang ada di dunia internasional. Pengalaman dari

berbagai negara maju ini akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi

yang ada di Indonesia, baik itu internal maupun eksternal Direktorat Jenderal

Pajak. Input dan usulan dari segenap lini organisasi, baik itu pelaksana di

lapangan sampai dengan pembuat kebijakan di kantor pusat berperan besar

untuk dapat membangun sistem administrasi perpajakan yang applicable dan

handal. Hal ini sejalan dengan upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk dapat

Page 39: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

90

mewujudkan visinya, yaitu menjadi Institusi pemerintah yang

menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif,

efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme

yang tinggi.

Berdasarkan proses bisnis yang telah disempurnakan, kebutuhan TIK

perlu disesuaikan, baik itu hardware, software, infrastruktur, dan juga

manusianya. Perlu digaris bawahi bahwa PINTAR bukanlah membangun

suatu sistem yang sama sekali baru, tetapi merupakan pengembangan serta

penyempurnaan dari sistem dan manajemen informasi yang telah ada di

Direktorat Jenderal Pajak saat ini. Tetapi melihat besarnya perubahan yang

ada, maka skala proyek penyempurnaan di bidang TIK yang akan dilakukan

dalam PINTAR inipun jumlahnya cukup signifikan.

Segenap unit kerja di Direktorat Jenderal Pajak diharapkan dapat

mendukung sistem yang akan dikembangkan ini. Sistem informasi berbasis

teknologi pada Direktorat Jenderal Pajak tidak hanya dimiliki dan menjadi

tanggung jawab oleh unit kerja yang berhubungan langsung dengan TIK atau

unit yang menangani transformasi, tetapi oleh seluruh unit kerja di Direktorat

Jenderal Pajak. Dengan adanya rasa memiliki yang tinggi, sebuah sistem

akan terlaksana serta terjaga dengan baik dalam penyelenggaraannya.

PINTAR dipecah dalam 4 (empat) komponen utama, yaitu: sistem

perpajakan inti (Core Tax System), sumber daya manusia (Human Resources

Page 40: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

91

Management), peningkatan kepatuhan Wajib Pajak (Compliance) serta

manajemen perubahan (Project and Change Management).

Proyek pengembangan sistem perpajakan inti terbagi dalam lima sub

komponen yang terdiri dari: registrasi WP (Registration), proses pengolahan

SPT (Returns Processing), rekening WP (Taxpayers Account), manajemen

dokumen (Document Management) serta infrastruktur TIK (Information

System Architecture). Lima sub komponen pada sistem perpajakan inti ini

dibuat berdasarkan fungsi utama yang ada dalam proses bisnis Wajib Pajak

dalam melaksanakan kewajiban administrasi perpajakannya.

Upaya-upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah dan juga KPP Pratama

Jakarta Tebet untuk mendorong tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam usaha

meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan seperti yang telah dijelaskan dalam

pembahasan diatas, yaitu proses sosialisasi kepada seluruh masyarakat,

pemberian kemudahan kepada Wajib Pajak pada saat memenuhi kewajiban

pajaknya khususnya dalam hal pelayanan atau fasilitas, pemberlakuan Law

Enforcement, dan Rencana modernisasi perpajakan tahap kedua – PINTAR

(Project for Indonesian Tax Administration Reform), maka diharapkan para

Wajib Pajak menjadi tergerak dan tertarik untuk lebih patuh dalam menjalankan

administrasi perpajakannya. Dengan adanya kemudahan, fasilitas atau sarana

memadai dalam proses pembayaran pajak yang dilakukan oleh pemerintah,

diharapkan nantinya para Wajib Pajak merasa lebih nyaman, efisien, dan

fleksibel pada saat melakukan pembayaran pajak. Jika dalam sarana pembayaran

Page 41: 11. Bab IV - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-1-00019-ak 4.pdf · pemberi kerja maka PPh yang akan diterima pemerintah mencakup PPh pasal 21 terutang, dan PPh pasal

92

pajaknya saja Wajib Pajak sudah merasa terbebani, maka dapat dipastikan para

Wajib Pajak juga akan enggan dan tidak akan terdorong untuk memenuhi

kewajiban pajaknya. Oleh karena itu, kemudahan dalam hal administrasi maupun

pembayaran, dan fasilitas atau sarana pembayaran pajak yang memadai menjadi

tugas pertama dan utama yang harus diperbaiki dan senantiasa diperbaharui oleh

KPP Pratama Jakarta Tebet selaku pemerintah untuk mendorong dan

meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam usaha meningkatkan

penerimaan Pajak Penghasilan.