11. Anny Mulyani Et Al. - Basisdata Karakteristik Tanah Gambut Di Indonesia

12
143 BASISDATA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI INDONESIA 1 Anny Mulyani, 2 Erni Susanti, 3 Ai Dariah, 3 Maswar, 1 Wahyunto, dan 3 Fahmuddin Agus 1 Peneliti Badan litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor 16114 ([email protected]) 2 Peneliti Badan litbang Pertanian di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Jl. Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111 3 Peneliti Badan litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor 16114 Abstrak. Lahan gambut Indonesia diperkirakan seluas 14,9 juta ha, dominan menyebar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Sifat tanah gambut sangat bervariasi sehingga memerlukan basisdata untuk memudahkan pengelompokan dan pemodelan. Basisdata karakteristik lahan gambut telah disusun berdasarkan hasil penelitian kegiatan kerjasama lingkup Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), meliputi administrasi, letak geografis, penggunaan lahan, ketebalan dan kematangan gambut, jarak dari saluran, kedalaman muka air tanah, berat isi (BD), kandungan bahan organik, kadar abu, kerapatan karbon (C density) dan cadangan karbon di Sumatera (Nanggroe Aceh Darussalam, Jambi, Riau) dan Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan). Data yang terkumpul berasal dari 281 titik pengamatan, 201 titik di Sumatera dan 80 titik di Kalimantan. Jumlah lapisan (jumlah contoh) adalah 2.230, terdiri atas 415 contoh saprik (18,6%), 1.025 hemik (46%), dan 790 fibrik (34,4%). Jumlah sampel kematangan hemik dan saprik dominan di Sumatera (71%) dibandingkan di Kalimantan (50%). Kandungan abu dan BD lapisan saprik di Sumatera lebih tinggi dibandingkan dengan di Kalimantan yang mencirikan bahwa gambut di Sumatera lebih banyak mendapatkan pengayaan bahan mineral dari daerah di sekitarnya. Kandungan karbon berkematangan saprik, hemik, dan fibrik berturut-turut 0,083±0,032; 0,060±0,028; dan 0,049±0,026 t m -3 , dengan BD berturut-turut 0,179±0,104; 0,124±0,008; 0,097±0,059 t m -3 . Variasi kedalaman gambut berkisar antara 50-1.100 cm, akibatnya cadangan karbon menunjukkan variasi sangat besar berkisar antara 162 t ha -1 sampai 6.390 t ha -1 . Variasi cadangan C yang tinggi bukan hanya terjadi antar lokasi yang berbeda, namun juga dalam satu lokasi yang sama (dalam satu hamparan). Penyebaran data di masing-masing provinsi masih belum merata dan sangat terbatas pada beberapa lokasi. Oleh karena itu, basisdata ini perlu dikembangkan sehingga mencakup areal yang lebih luas guna mendukung perencanaan pengelolaan, modeling, dan penelitian lanjutan. Katakunci: Basisdata, gambut, simpanan karbon, berat isi, kerapatan karbon Abstract. Peatland area of Indonesia is estimated around 14.9 million ha, distributed mainly in Sumatra, Kalimantan, and Papua islands. The characteristics of peat soil vary and thus database is needed to facilitate grouping and modeling. We initiated peat soil database from various research projects under the Indonesian Center for Agricultural Land Resources Research and Development including the data of administration, geographical position, land use, peat thickness and maturity, sampling position distance from the drainage canal, water table, bulk density (BD), organic matter content, ash 11

description

Basisdata Karakteristik Tanah Gambut Di Indonesia

Transcript of 11. Anny Mulyani Et Al. - Basisdata Karakteristik Tanah Gambut Di Indonesia

  • 143

    BASISDATA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI INDONESIA

    1Anny Mulyani, 2Erni Susanti, 3Ai Dariah, 3Maswar, 1Wahyunto, dan 3Fahmuddin Agus 1Peneliti Badan litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara

    Pelajar No. 12 Bogor 16114 ([email protected]) 2Peneliti Badan litbang Pertanian di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Jl. Tentara Pelajar

    No. 1 Bogor 16111 3Peneliti Badan litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor 16114

    Abstrak. Lahan gambut Indonesia diperkirakan seluas 14,9 juta ha, dominan menyebar di

    Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Sifat tanah gambut sangat bervariasi sehingga

    memerlukan basisdata untuk memudahkan pengelompokan dan pemodelan. Basisdata

    karakteristik lahan gambut telah disusun berdasarkan hasil penelitian kegiatan kerjasama

    lingkup Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), meliputi

    administrasi, letak geografis, penggunaan lahan, ketebalan dan kematangan gambut, jarak

    dari saluran, kedalaman muka air tanah, berat isi (BD), kandungan bahan organik, kadar

    abu, kerapatan karbon (C density) dan cadangan karbon di Sumatera (Nanggroe Aceh

    Darussalam, Jambi, Riau) dan Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat,

    Kalimantan Selatan). Data yang terkumpul berasal dari 281 titik pengamatan, 201 titik di

    Sumatera dan 80 titik di Kalimantan. Jumlah lapisan (jumlah contoh) adalah 2.230, terdiri

    atas 415 contoh saprik (18,6%), 1.025 hemik (46%), dan 790 fibrik (34,4%). Jumlah

    sampel kematangan hemik dan saprik dominan di Sumatera (71%) dibandingkan di

    Kalimantan (50%). Kandungan abu dan BD lapisan saprik di Sumatera lebih tinggi

    dibandingkan dengan di Kalimantan yang mencirikan bahwa gambut di Sumatera lebih

    banyak mendapatkan pengayaan bahan mineral dari daerah di sekitarnya. Kandungan

    karbon berkematangan saprik, hemik, dan fibrik berturut-turut 0,0830,032; 0,0600,028;

    dan 0,0490,026 t m-3

    , dengan BD berturut-turut 0,1790,104; 0,1240,008; 0,0970,059

    t m-3

    . Variasi kedalaman gambut berkisar antara 50-1.100 cm, akibatnya cadangan karbon

    menunjukkan variasi sangat besar berkisar antara 162 t ha-1

    sampai 6.390 t ha-1

    . Variasi

    cadangan C yang tinggi bukan hanya terjadi antar lokasi yang berbeda, namun juga dalam

    satu lokasi yang sama (dalam satu hamparan). Penyebaran data di masing-masing provinsi

    masih belum merata dan sangat terbatas pada beberapa lokasi. Oleh karena itu, basisdata

    ini perlu dikembangkan sehingga mencakup areal yang lebih luas guna mendukung

    perencanaan pengelolaan, modeling, dan penelitian lanjutan.

    Katakunci: Basisdata, gambut, simpanan karbon, berat isi, kerapatan karbon

    Abstract. Peatland area of Indonesia is estimated around 14.9 million ha, distributed

    mainly in Sumatra, Kalimantan, and Papua islands. The characteristics of peat soil vary

    and thus database is needed to facilitate grouping and modeling. We initiated peat soil

    database from various research projects under the Indonesian Center for Agricultural

    Land Resources Research and Development including the data of administration,

    geographical position, land use, peat thickness and maturity, sampling position distance

    from the drainage canal, water table, bulk density (BD), organic matter content, ash

    11

  • A. Mulyani et al.

    144

    content, carbon density, and carbon stock for sampling points in Sumatra (Naggroe Aceh

    Darussalam, Jambi, and Riau) and Kalimantan (Central Kalimantan, West Kalimantan,

    and South Kalimantan). The database was generated from 281 observation points, 201

    points from Sumatra and 80 points from Kalimantan. The total number of peat layer

    (samples) were 2,230 consisted of 415 (18.6%) sapric, 1,025 (46%) hemic, and 790

    (34.4%) fibric maturities. The number of sapric and hemic samples was dominant (71%)

    in Sumatra, while in Kalimantan it was 50%. The ash content and bulk density of peat in

    Sumatra were higher than those in Kalimantan, indicating a higher mineral soil

    enrichment in Sumatra. Carbon contents of the sapric, hemic, and fibric peats were

    0.0830.032; 0.0600.028; dan 0.0490.026 t m-3

    , while the BD were 0.1790.104;

    0.1240.008; 0.0970.059 t m-3

    , respectively. Peat thickness varied from 50 to 1,100 cm,

    leading to a very wide range of carbon stock of 162 to 6,390 t ha-1

    . The high variation of

    carbon stock was observed not only between sites, but also within the same site. The

    current data is not yet well distributed; it is limited to certain localities. There is a need to

    further develop this database to cover a wider area to support the management planning,

    modeling and further research.

    Keywords: Database, peat, carbon stock, bulk density, carbon density

    PENDAHULUAN

    Indonesia dengan luas daratan sekitar 188,2 juta ha, terdiri dari lahan kering dan lahan

    rawa. Di antara lahan rawa yang luasnya sekitar 33 juta ha, sekitar 20,6 juta ha atau 10,8%

    dari luas daratan Indonesia merupakan lahan gambut. Sebagian besar lahan gambut

    terdapat di tiga pulau besar, yaitu Sumatera (35%), Kalimantan (32%), Papua (30%),

    Sulawesi (3%), dan sisanya (3%) tersebar pada areal yang sempit (Wibowo dan Suyatno,

    1998; Wahyunto et al. 2005a dan 2005b). Berdasarkan hasil updating data/peta lahan

    gambut pada tahun 2011, luas lahan gambut Indonesia menurun menjadi 14,9 juta ha.

    Lahan gambut merupakan tanah organik yang mempunyai kandungan karbon tinggi dan

    salah satu sumberdaya alam yang mempunyai fungsi hidro-orologi, sehingga

    pemanfaatannya untuk lahan pertanian harus sesuai dengan peruntukannya.

    Indentifikasi dan karakterisasi lahan gambut sudah banyak dilakukan baik oleh

    Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) maupun instansi lain

    terkait, seperti perguruan tinggi (IPB, UGM, Unibraw, Unpad) dan swasta. BBSDLP sejak

    tahun 1969 (saat itu bernama Lembaga Penelitian Tanah-LPT) telah melakukan

    identifikasi dan karakterisasi lahan gambut di sekitar Delta Sungai Kapuas, Kalimantan

    Barat. Kegiatan serupa juga merupakan bagian dari pemetaan tanah pada Proyek

    Persawahan Pasang Surut (P4S) yang dilakukan pada tahun 1969 sampai tahun 1984.

    Pemetaan lainnya dalam rangka pembukaan lahan untuk daerah transmigrasi melalui

    Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi (P3MT) pada tahun 1979-1984,

    telah dilakukan pemetaan yang lebih detil pada skala 1:25.000-1:50.000 pada kawasan

    yang tidak begitu luas. Pemetaan gambut yang cukup luas dilakukan di Propinsi

    Kalimantan Tengah, yaitu pada Proyek Pengembangan Lahan Gambut yang dilaksanakan

  • Basisdata karakteristik tanah gambut di Indonesia

    145

    pada beberapa tingkatan skala pemetaan, yaitu semi detail (1:50.000), tinjau mendalam

    (1:100.000) sampai tinjau (1:250.000). Pada tahun 2002, pemetaan lahan gambut

    dilakukan dalam skala tinjau (1:250.000) berdasarkan hasil analisis citra satelit dan

    validasi lapangan secara terbatas pada tempat-tempat pewakil.

    Dalam hubungannya dengan isu global tentang perubahan iklim, gambut dijadikan

    salah satu sumber emisi terbesar di Indonesia akibat deforestrasi dan perubahan

    penggunaan lahan, karena lahan gambut mempunyai simpanan karbon yang sangat besar

    dibandingkan dengan lahan mineral. Oleh karena itu, dalam 5 tahun terakhir, penelitian

    dan identifikasi lahan gambut yang lebih detail telah dilakukan dengan berbagai sumber

    dana dan kerjasama penelitian. Metodologi pengukuran dan alat yang digunakan yang

    berupa bor gambut saat ini lebih akurat dibandingkan dengan metode yang lama, sehingga

    dapat mengamati sifat gambut setiap lapisan dan mengambil sampelnya sampai

    kedalaman 10 m.

    Makalah ini disusun untuk memberikan informasi dan gambaran umum data dan

    karaktersitik lahan gambut dari berbagai lokasi penelitian dalam bentuk basisdata

    sederhana, yang diharapkan dapat mempermudah pengguna dalam menghitung simpanan

    karbon dan tujuan lainnya yang terkait.

    BAHAN DAN METODE

    Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penyusunan basisdata karakteristik gambut ini

    adalah hasil penelitian kerjasama lingkup Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan

    Pertanian, melalui kegiatan Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim

    (Agus et al. 2011) yang terdiri:

    1. Peta Potensi Lahan di Kabupaten Aceh Barat, NAD (Wahyunto et al. 2008; Ritung et

    al. 2007)

    2. Assessment of Carbon Stock and Emission from Peatland di Krueng Tripa, Pesisir

    Selatan, Sumatera Barat dan Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur (Agus dan

    Wahdini, 2008).

    3. Penggunaan lahan gambut: Trade off antara Emisi CO2 dan Keuntungan Ekonomi di

    Provinsi Kalteng (BBSDLP-Kementerian Ristek dan Teknologi, 2010).

    4. Pemanfaatan Lahan Gambut di Kabupaten Pontianak dan Kubu Raya, Kalimantan

    Barat. (Wahyunto et al. 2010; Agus et al. 2012)

    5. Karakteristik lahan gambut di empat lokasi ICCTF Jambi, Riau, Kalsel, dan Kalteng

    (BBSDLP, 2010)

    6. Hasil penelitian ReGrIn di Aceh (Maswar, 2011; Siti, 2009)

    7. Hasil penelitian REDD ALERT di Jambi.

    8. Hasil penelitian kerjasama ALLREDDI di Jambi (Agus et al. 2011; Agus et al. 2012)

  • A. Mulyani et al.

    146

    Metode

    Kegiatan karakteristik dan identifikasi lahan gambut telah dilaksanakan sejak tahun

    1969 sampai sekarang. Pengambilan dan penetapan titik pengamatan sangat ditentukan

    oleh tujuan dari masing-masing proyek, sebagian besar berdasarkan tipe penggunaan

    lahan dan sebaran dan tingkat kematangan gambut di masing-masing provinsi

    Untuk penyusunan basisdata ini telah dipilih data yang mempunyai metode,

    pengukuran kedalaman gambut, pengambilan sampel dan metode analisis kandungan

    karbon yang sama, sehingga data yang digunakan adalah data-data terbaru mulai tahun

    2005. Pengukuran kedalaman gambut dan pengambilan sampel menggunakan bor gambut

    (Eijkelkamp peat auger) sedangkan analisis kandungan karbon dengan menggunakan

    metode pengabuan (loss on ignition-LOI). Sifat dan karakteristik lahan gambut pada

    masing-masing lapisan disusun dalam bentuk basisdata sederhana (excel) yang terdiri dari

    sumber data, tahun, batas administrasi (pulau, provinsi, kabupaten, dan kecamatan), letak

    geografis (koordinat), penggunaan lahan, kematangan gambut, kedalaman gambut,

    ketebalan gambut, jarak dari saluran, kedalaman muka air tanah, BD, kandungan bahan

    organik, kadar abu, kerapatan karbon (C density) dan simpanan karbon masing-masing

    lapisan dan total simpanan karbon masing-masing profil. Untuk melihat sebaran titik

    pengamatan di masing-masing lokasi telah dibuat beberapa peta titik pengamatan lahan

    gambut.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kondisi dan Cakupan Data Lahan Gambut

    Hasil kompilasi data dari berbagai sumber data menunjukkan bahwa kondisi dan

    cakupan data sangat bervariasi di masing-masing provinsi. Sebagian lokasi datanya

    tersedia relatif lengkap, baik simpanan dan emisi karbon, maupun tingkat kesuburan

    tanahnya. Data lainnya mencakup simpanan dan emisi karbon (Tabel 1), namun pada

    umumnya data yang tersedia hanya menampilkan data simpanan karbon. Dari Tabel 1

    terlihat bahwa data untuk sebaran gambut di Sumatera lebih banyak (235 titik

    pengamatan) dibanding di Kalimantan (80 titik pengamatan). Data yang dominan adalah

    berupa data simpanan karbon, sedangkan data emisi karbon dan tingkat kesuburan tanah

    masih sangat terbatas. Pengukuran kandungan karbon umumnya dilakukan dengan metode

    pengabuan (LOI-loss on ignition), namun di beberapa lokasi (NAD-ICRAF, 33 titik

    pengamatan) metode pengukuran karbon menggunakan metode Walkey and Black,

    sehingga dalam perhitungan simpanan karbon data tersebut tidak digunakan. Contoh peta

    penyebaran titik pengamatan lahan gambut di Provinsi Jambi disajikan pada Gambar 1.

  • Basisdata karakteristik tanah gambut di Indonesia

    147

    Gambar 1. Peta titik pengamatan di lahan gambut Provinsi Jambi

    Dari kegiatan ICCTF (BBSDLP, 2010) dapat dihimpun basisdata karakteristik dan

    sifat gambut termasuk simpanan karbon cukup banyak yaitu 119 titik pengamatan untuk 4

    provinsi (Riau, Jambi, Kalsel, dan Kalteng). Titik pengamatan yang cukup banyak lagi

    yaitu dari kegiatan ReGrIn sebanyak 62 titik pengamatan di Provinsi NAD, kegiatan

    ALLREDDI terkumpul sebanyak 54 titik pengamatan di Provinsi Jambi, sisanya dari

    berbagai sumber hasil dari kegiatan kerjasama penelitian Balittanah dan BBSDLP.

  • A. Mulyani et al.

    148

    Tabel 1. Potensi ketersediaan data lahan gambut di beberapa provinsi

    Sumber Data/ Kegiatan

    Provinsi Penggunaan

    lahan

    Titik Penga-matan

    Jenis Data

    Simpanan Karbon

    Emisi CO2 Kesuburan

    Ristek 2009 Kalbar Nenas 8 Ada Ada Ada Semak Belukar 3 Ada Ada Ada Hutan Sekunder 3 Ada Ada Ada Ristek 2010 Kalteng Sayuran 1 Tidak Ada Ada Ada Jagung 1 Tidak Ada Ada Ada Semak 1 Tidak Ada Ada Ada ICCTF Kalsel Padi 36 Ada Ada Ada Rumput 2 Ada Ada Ada Jagung 1 Ada Ada Ada Kalteng Karet 24 Ada Ada Ada Jambi Sawit 38 Ada Ada Ada Riau Sawit 17 Ada Ada Ada Semak belukar 1 Ada Ada Ada

    ICRAF*) NAD Hutan skunder 8 Ada

    (Walkey&B) Tidak Ada Tidak ada

    Semak belukar 4 Ada

    (Walkey&B) Tidak Ada Tidak ada

    Sawit 5 Ada

    (Walkey&B) Tidak Ada Tidak ada

    Karet 12 Ada

    (Walkey&B) Tidak Ada Tidak ada

    Sawah bera 3 Ada

    (Walkey&B) Tidak Ada Tidak ada

    Jagung 1 Ada

    (Walkey&B) Tidak Ada Tidak ada

    REDDALERT Jambi Sawit 5 Ada Ada Tidak ada ALLREDDI Jambi Hutan lindung 4 Ada Tidak Ada Ada Hutan skunder 8 Ada Tidak Ada Ada Semak belukar 3 Ada Tidak Ada Ada Sawit 23 Ada Tidak Ada Ada Akasia 10 Ada Tidak Ada Ada Karet 3 Ada Tidak Ada Ada

    Jagung/padi/nenas

    3 Ada Tidak Ada Ada

    ReGrIn NAD Hutan 16 Ada Ada Ada Sawit 19 Ada Ada Ada Karet 15 Ada Ada Ada Semak belukar 12 Ada Ada Ada REALU Kalteng Karet 4 thn 25 Tidak Ada Ada Ada

    Jumlah 315

    *) Data tidak digunakan dalam analisis

    Bahasan terhadap jenis data lebih difokuskan terhadap kematangan dan kedalaman

    gambut, kandungan C-organik, kadar abu, bulk density (BD), simpanan karbon.

    Sementara itu, data lokasi titik pengamatan terhadap jarak dari saluran dan muka air tanah

    tidak banyak dibahas karena datanya tidak tersedia untuk seluruh lokasi.

    Dari Gambar 1 terlihat bahwa sebaran titik pengamatan berada di 3 kabupaten

    yaitu Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat. Hanya saja

    sebaran titik tersebut kebanyakan mengikuti jalur aliran sungai dan jalan yang tersedia,

    sedangkan ke arah kubah gambut tidak tersedia data karena sulitnya aksesibilitas untuk

  • Basisdata karakteristik tanah gambut di Indonesia

    149

    dapat menembus bagian kubah (dome). Lahan gambut yang umumnya sudah dibuka dan

    dimanfaatkan untuk pertanian adalah yang dekat sungai atau jalan untuk mempermudah

    pengangkutan hasil produksinya.

    Basisdata Karakteristik dan Sifat Lahan Gambut

    Basisdata karakteristik dan sifat lahan gambut dari Sumatera dan Kalimantan yang

    terhimpun di dalam makalah ini berasal dari 281 titik pengamatan atau 2.230 lapisan

    gambut yang terdiri dari 415 lapisan saprik (18,6%), 1025 lapisan hemik (46%), dan 790

    lapisan fibrik (34,4%). Tabel 2 menunjukkan bahwa kedalaman gambut sangat bervariasi

    baik pada lokasi yang sama ataupun antar lokasi (provinsi). Makin banyak titik

    pengamatan dan luasnya hamparan lahan gambut semakin besar pula variasi kedalaman

    gambut, hal ini terjadi di Provinsi Jambi dimana kisaran kedalaman tanah paling lebar dari

    sangat dangkal sampai sangat dalam >10 m, dengan jumlah titik pengamatan terbanyak

    100 titik yang menyebar di 3 kabupaten dan dari berbagai dome. Demikian juga di

    Provinsi NAD dengan jumlah titik pengamatan 68 titik, kisarannya dari 98-900 cm.

    Sedangkan data di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan berasal

    dari satu hamparan atau satu dome, sehingga variasinya tidak terlalu lebar (standar deviasi

    lebih kecil dibanding di Sumatera), terlihat dari rata-rata kedalaman gambut di

    Kalimantan Barat (472 + 136 cm), Kalimantan Tengah (585 + 78 cm), dan Kalimantan

    Selatan (186 + 81 cm). Gambut di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah

    umumnya termasuk gambut dalam >3 m.

    Tabel 2. Variasi kedalaman gambut di 6 Provinsi NAD, Jambi, Riau, Kalimantan

    Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat

    Lokasi Provinsi (Kabupaten) n Kedalaman Gambut (cm)

    Kisaran Rataan+ St.dev

    Kalbar (Kubu Raya) 13 295-700 472 + 136

    Kalteng (Pulang Pisau) 28 370- 700 585 + 78

    Kalsel (Banjar Baru) 37 50 - 338 186 + 81

    Jambi (Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi)

    100 50 - 1050 297 + 191

    Riau (Bengkalis, Pelalawan) 35 54-697 374 + 231

    NAD (Nagan Raya, Aceh Barat) 68 98 - 900 358 + 257

    Tabel 3 menyajikan data sifat gambut yang terdiri dari kandungan C-organik, BD,

    kandungan abu, dan kandungan C berbasis volume (Cv= C-density). Cv dihitung dengan

    mengalikan antara BD dengan kandungan C-organik (%). Data sifat gambut tersebut

    merupakan rata-rata gabungan antara lokasi yang ada di Sumatera dan Kalimantan.

  • A. Mulyani et al.

    150

    Hasilnya menunjukkan bahwa semakin matang gambut (berkematangan saprik) semakin

    tinggi berat isi, kandungan abu, dan kandungan karbonnya dibandingkan dengan

    kematangan hemik dan fibrik. Untuk gambut dengan kematangan saprik, kandungan

    karbon berbasis volume (Cv) sekitar 0,0830,032, sedangkan gambut berkematangan

    hemik dan fibrik berturut-turut mempunyai kandungan karbon 0,0600,028 dan

    0,0490,026 ton m-3

    .

    Tabel 3. Rata-rata dan standar deviasi sifat gambut di Sumatera dan Kalimantan

    Sifat gambut Saprik (n = 415) Hemik (n = 1025) Fibrik (n = 790)

    C-organik (%) 49 9 52 8 53 7

    Bulk Density (t m-3) 0,179 0,104 0,124 0,008 0,097 0,059

    Kandungan abu (%) 12 15 10 13 7 11

    Cv (t m-3) 0,083 0,032 0,060 0,028 0,049 0,026

    Catatan: Cv = kandungan karbon berbasis volume

    Apabila data dipisah untuk masing-masing provinsi menunjukkan bahwa untuk

    gambut dengan kematangan gambut saprik lebih tinggi dibanding hemik dan fibrik. Untuk

    kematangan gambut saprik, BD tertinggi ditemukan untuk Provinsi Jambi (0,183 t m-3

    ),

    Kalteng dan Riau (0,174 t m-3

    ). Untuk kematangan gambut hemik terbesar ditemukan di

    Provinsi Kalteng dan Jambi. Sedangkan untuk fibrik tertinggi ditemukan di Provinsi

    Jambi dan Kalteng (Tabel 4). Demikian juga untuk kandungan karbon berbasis volume

    (Cv) untuk kematangan gambut saprik lebih tinggi dibanding hemik dan fibrik. Namun,

    untuk masing-masing kematangan gambut, meskipun BD tinggi di satu lokasi belum tentu

    kandungan karbonnya per satuan volume tinggi pula. Sebagai contoh, untuk saprik BD

    tertinggi terdapat di Jambi tetapi kandungan karbonnya (Cv) tertinggi terdapat di Kalteng.

    Hal ini terjadi karena kandungan C-organik di Kalteng lebih tinggi (57,07%) dibanding di

    Jambi (48,99%).

    Apabila dihitung secara proporsional terhadap jumlah titik pengamatan,

    kematangan hemik dan saprik lebih dominan di Sumatera (71%) dibandingkan di

    Kalimantan (50%). Kandungan C-organik sangat bervariasi di masing-masing

    kematangan gambut baik di Sumatera maupun Kalimantan. Kandungan abu (Tabel 5) dan

    BD (Tabel 4) lapisan saprik di Sumatera lebih tinggi dibandingkan dengan di Kalimantan.

    Kecuali untuk gambut di Kalimantan Tengah, kadar abu pada lapisan atas (saprik) rendah,

    kemudian pada lapisan bawah (hemik/fibrik) kandungan abunya lebih tinggi. Hal ini

    mencirikan bahwa gambut di Sumatera lebih banyak mendapatkan pengayaan bahan

    mineral dari daerah volkan di sekitarnya sehingga kemungkinan tingkat kesuburan gambut

    di Sumatera akan lebih baik dibandingkan di Kalimantan. Hanya saja, basisdata ini belum

    mencakup data tingkat kesuburan tanahnya sehingga belum bisa membandingkan. Sebagai

    gambaran, hasil analisis kimia tanah gambut di Jambi pada kedalaman 0-20 cm, 20-50 cm,

    dan 50-100 cm pada berbagai penggunaan lahan menunjukkan bahwa pada lapisan atas

  • Basisdata karakteristik tanah gambut di Indonesia

    151

    kandungan P sangat tinggi pada akasia, kelapa sawit, dan karet, sedangkan kandungan N

    tinggi pada kelapa sawit (Gambar 2). Tingginya kandungan P dan N di lapisan atas

    kemungkinan juga karena perlakuan pemupukan (Agus et al. 2011).

    Tabel 4. Rata-rata dan standar deviasi sifat gambut di masing-masing provinsi

    Lokasi Saprik Hemik Fibrik

    BD(t m-3) Cv (t m-3) n BD(t m-3) Cv (t m

    -3) n BD(t m-3) Cv (t m-3) n

    Kalbar 0,150 0,054 0,0750,025 22 0,104 0,019 0,0570,009 25 0,0760,020 0,0430,011 80

    Kalteng 0,174 0,030 0,0940,018 41 0,165 0,036 0,0720,014 14

    3 0,1190,030 0,0560,010 133

    Kalsel 0,164 0,138 0,0760,068 24 0,127 0,093 0,0580,048 57 0,0830,082 0,0380,034 103

    Jambi 0,1830,109 0,0830,031 269 0,163 0,090 0,0770,032 27

    1 0,1290,053 0,0650,024 221

    Riau 0,174 0,052 0,0860,024 48 0,120 0,045 0,0640,019 15

    9 0,090 0,033 0,0480,016 100

    NAD td. td td 0,078 0,037 0,0430,020 36

    4 0,0540,035 0,0310,019 152

    n = jumlah sampel, td = tidak ada data

    Tabel 5. Rata-rata sifat gambut kandungan C-organik dan kadar abu di 6 provinsi

    Saprik

    Saprik Hemik Fibrik Rata-rata

    C-org (%)

    Kadar abu (%)

    C-org (%)

    Kadar abu (%)

    C-org (%)

    Kadar abu (%)

    C-org (%)

    Kadar abu (%)

    Kalbar 51,89 10,74 55,58 4,41 57,11 1,77 55,91 3,84

    Kalsel 46,62 0,68 47,37 2,97 49,60 0,37 48,52 1,22

    Kalteng 54,07 4,98 45,15 21,28 48,78 15,85 47,83 16,89

    Jambi 48,99 13,12 50,23 13,41 51,47 11,27 50,15 12,69

    NAD td td 56,22 4,78 57,31 3,16 56,54 4,30

    Riau 50,14 14,56 54,49 5,09 54,65 3,01 53,86 5,67

    Gambar 2. Kandungan P dan N di lahan gambut Jambi pada kedalaman 0-100 cm

    - 20.00 40.00 60.00 80.00

    50-100

    20-50

    0-20

    Bray P2O5 (ppm)

    De

    pth

    (c

    m)

    Oil Palm

    Acacia

    Rubber

    Forest

    0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

    50-100

    20-50

    0-20

    N content (%)

    De

    pth

    (c

    m)

    Oil Palm

    Acacia

    Rubber

    Forest

  • A. Mulyani et al.

    152

    Variasi Simpanan Karbon Lahan Gambut

    Simpanan karbon di lahan gambut pada setiap lapisan per hektarnya dapat dihitung

    dengan menggunakan basisdata yang telah disusun, yaitu dengan mengalikan kolom

    ketebalan gambut dengan kolom C-density dikalikan 10.000 (untuk memperoleh satuan

    per ha). Makin tebal gambut dan makin tinggi kandungan karbonnya (Cv) maka semakin

    tinggi simpanan karbonnya. Berdasarkan hasil pengamatan di 281 titik pengamatan,

    variasi simpanan karbon dalam tanah gambut berkisar antara 162 t ha-1

    (di Kabupaten

    Banjarbaru, Kalimantan Selatan) sampai dengan 6.390 t ha-1

    (di Kabupaten Pulang Pisau,

    Kalimantan Tengah).

    Variasi simpanan C yang tinggi bukan hanya terjadi antar lokasi yang berbeda,

    namun juga dalam satu lokasi yang sama (dalam satu hamparan). Sebagai contoh, variasi

    simpanan karbon di Kalimantan Selatan, tepatnya pada hamparan gambut di Landasan

    Ulin Timur berkisar antara 162-3.275 t ha-1

    (Tabel 6). Rata-rata simpanan karbon tertinggi

    terdapat di Desa Jabireun Raya (Kalimantan Tengah) yaitu sebesar 3.881 t ha-1

    , dengan

    rata-rata kedalaman gambut 585 cm. Selain faktor kedalaman gambutnya yang relatif

    lebih tinggi, rata-rata Cv pada gambut di Kalimantan Tengah juga tertinggi dibanding

    lokasi lainnya, terutama pada tingkat kematangan saprik (Tabel 4). Sedangkan rata-rata

    simpanan karbon terendah terdapat di Desa Syamsudin Noor Kalimantan Selatan yaitu

    sebesar 734 t ha-1

    , dengan rata-rata ketebalan gambut 186 cm dan rata-rata Cv gambut di

    lokasi ini juga relatif rendah (Tabel 4).

    Tabel 6. Variasi simpanan karbon di beberapa areal gambut di NAD, Jambi, Riau,

    Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.

    Lokasi Provinsi (Kabupaten)

    n

    Kedalaman Gambut (cm) Simpanan Karbon

    (t ha-1)

    Kisaran rata2 + St.dev

    Kisaran rata2 + St.dev

    Kalbar (Kubu Raya) 13 295 -700 472 + 136 1.803 - 3.037 2.403 + 406

    Kalteng (Pulang Pisau) 28 370 - 700 585 + 78 1.262 - 6.390 3.881 +757

    Kalsel (Banjar Baru) 37 50 - 338 186 + 81 162 - 3.275 734 + 502

    Jambi (Tajung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi)

    100 50 - 1050 297 + 191 329 - 6.720 2.062 + 1.367

    Riau (Bengkalis, Pelalawan) 35 54-697 3.744 + 231 372 - 4.219 2.172 + 1.288

    NAD (Nagan Raya, Aceh Barat) 68 98 - 900 358 + 257 329 - 3.457 1.388 + 866

    KESIMPULAN DAN SARAN

    1. Berdasarkan basisdata karaktersitik dan sifat gambut yang disusun menunjukkan

    bahwa terdapat variasi yang sangat lebar antara kematangan dan kedalaman gambut,

  • Basisdata karakteristik tanah gambut di Indonesia

    153

    kandungan bahan organik, BD, kadar abu, dan simpanan karbonnya. Semakin dalam

    gambut dan semakin besar kandungan karbonnya berbasis volume maka simpanan

    karbon semakin besar.

    2. Basisdata yang telah disusun baru berasal dari hasil kegiatan kerjasama lingkup

    BBSDLP yang mencakup 6 provinsi, sehingga masih miskin data dan sebarannya

    belum mewakili untuk seluruh Indonesia. Oleh karena itu, basisdata ini masih perlu

    terus dikembangkan dengan menghimpun data dari instansi terkait terutama yang

    mempunyai metode pengukuran yang sama.

    3. Kondisi dan sebaran data yang ada saat ini di masing-masing provinsi baru mencakup

    data dalam satu hamparan gambut (lokasi ICCTF dan Ristek), kecuali yang di

    Provinsi Jambi sebaran datanya sudah cukup banyak dari berbagai kubah gambut

    yang terdapat di 3 kabupaten. Itupun sebarannya masih mengikuti jalur sungai atau

    jalan karena kesulitan aksesibilitas untuk dapat menjangkaunya.

    4. Basisdata yang telah disempurnakan akan sangat bermanfaat untuk mempermudah

    pengguna dalam melihat karakteristik dan sifat gambut, sebaran titik pengamatan, dan

    sebaran gambut di masing-masing provinsi, serta dapat digunakan untuk menghitung

    simpanan karbon baik pada tingkat provinsi maupun nasional dengan cepat dan

    mudah.

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus, F. and W. Wahdini. 2008. Assessment of Carbon Stock of Peatland at Tripa, Nagan

    Raya District, Nanggroe Aceh Darussalam Province of Indonesia. Indonesian

    Center for Agricultural Land Resources Research and Development and World

    Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor, Indonesia.

    Agus, F., A. Mulyani, E. Susanti, A. Dariah, Wahyunto, dan Maswar. 2011. Variasi

    Simpanan Karbon di Lahan Gambut. Laporan Akhir Konsorsium Penelitian dan

    Pengembangan Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian. Balai Besar Penelitian dan

    Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

    Agus, F., A. Mulyani, Wahyunto, Maswar, and E. Susanti. 2011. Accountability and

    Local Level Initiative to Reduce Emission from Deforestation and Degradation in

    Indonesia (ALLREDDI): Gap Filling and Capacity Building of Peat Soil

    Characteristics. Collaboration between Indonesian Center for Agricultural Land

    Resources Research And Development (ICALRD) and World Agroforestry Centre

    (ICRAF). Bogor.

    Agus, F., Wahyunto, A. Dariah, E. Runtunuwu, E. Susanti, and W. Supriatna. 2012.

    Emission Reduction Options for Peatland in Kubu Raya and Pontianak Districts,

    West Kalimantan, Indonesia. Journal of Oil Palm Research, Vol. 24 (August 2012)

    p. 1378-1387

  • A. Mulyani et al.

    154

    Agus, F., A. Mulyani, A. Dariah, Wahyunto, Maswar, and Erni Susanti. 2012. Peat

    maturity and thickness for carbon stock estimation. Proceedings, 14th

    International

    Peat Congress, 3-8 June 2012, Stockholm, Swedia.

    BBSDLP. 2010. Penggunaan Lahan Gambut: Trade offs antara Emisi CO2 dan

    Keuntungan Ekonomi. Laporan Akhir. Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek,

    Kemenristek dan Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

    Maswar. 2011. Kajian cadangan karbon pada lahan gambut tropika yang didrainase untuk

    tanaman tahunan. Disertasi. Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana,

    Institut Pertanian Bogor.

    Ritung, S., Wahyunto, F. Agus, and H. Hidayat. 2007. Guidelines Land Suitability

    Evaluation with a case map of Aceh Barat District. BBSDLP and World

    Agroforestry Centre, Bogor.

    Wahyunto, S. Ritung, Suparto, dan H. Subagjo. 2005a. Sebaran Gambut dan Kandungan

    Karbon di Sumatra dan Kalimantan. Wetland International Indonesia Programme.

    Bogor.

    Wahyunto, Suparto dan B. Heryanto. 2005b. Sebaran Gambut di Papua. Wetland

    International Indonesia Programme. Bogor.

    Wahyunto, S. Ritung, F. Agus, and Wahyu Wahdini. 2008. Agricultural crop options for

    Aceh Barat District, Nanggroe Aceh Darussalam Province. Indonesian Soil

    Research Institute and World Agroforestry Centre (ICRAF).

    Wahyunto, W. Supriatna, and F. Agus. 2010. Land use change and recommendation for

    sustainable development of peatland for agriculture: Case study at Kubu Raya and

    Pontianak Districts, West Kalimantan. Indonesian J. of Agricultural Science, 11(1):

    32-40.

    Wibowo, P. and N. Suyatno. 1998. An Overview of Indonesia Wetland Sites-II (an

    Update Information): Included in the Indonesia Wetland Database. Wetlands

    International-Indonesia Programme dan Dirjen PHPA. Bogor.

    Siti, F.B. 2009. Pendugaan cadangan karbon dan emisi gas rumah kaca pada tanah gambut

    di hutan dan semak belukar yang telah didrainase. Tesis S2. Program Studi Ilmu

    Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.