11-5-7

download 11-5-7

of 7

Transcript of 11-5-7

  • 7/30/2019 11-5-7

    1/7

    Artikel Asli

    348 Sari Pediatri, Vol. 11, No. 5, Februari 2010

    B

    erbagai manifestasi klinis dapat terjadipada penyakit ginjal stadium akhir (PGSA)seperti nausea, vomitus, lemas, pucat, uremic

    fe tor, edema, pertumbuhan terlambat,osteodistrofi, hipertensi, dan lain-lain. Gejala akibatpenurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan

    dan jelas terlihat setelah laju filtrasi glomerulus (LFG)< 10 ml/menit/1,73 m2. Gejala fisik tidak langsungterlihat oleh karena ginjal yang masih baik mempunyaifungsi ginjal cadangan yang besar (reserve fungsional)dan nefron mempunyai kemampuan mengadaptasikehilangan nefron lainnya. Manifestasi klinis PGSAdisebabkan oleh berbagai faktor akibat penurunanfungsi ginjal dan penimbunan sisa metabolisme proteinyang disebut toksin uremik.1-4 Salah satu gejala yangdisebabkan toksin uremik adalah pruritus. Prurituspada pasien dengan gagal ginjal atau yang sedangmenjalani dialisis disebut dengan pruritus uremik.1-7

    3UXULWXV8UHPLN

    Sudung O. PardedeDepartemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Dr. CiptoMangunkusumo Jakarta

    Pruritus uremik adalah pruritus yang terjadi pada gagal ginjal yang disebabkan oleh toksin uremik,

    dengan prevalensi berkisar antara 20%-50%.. Pruritus uremik dapat mengganggu aktivitas atau pekerjaan,

    mengganggu tidur, dan menurunkan kualitas hidup. Patogenesis pruritus uremik masih belum jelas, tetapi

    ada kaitannya dengan hiperparatiroidisme, hormon parathormon, metabolisme kalsium dan fosfor, inervasi

    kulit abnormal, neuropati somatik, peningkatan kadar histamin, dan reseptor opioid. Faktor neurofisiologik

    memegang peran penting dalam terjadinya pruritus. Patogenesis yang sering diajukan adalah the immuno-

    hypothesisdan hipotesis opioid. Berdasarkan hipotesis ini, berbagai jenis pengobatan dilakukan untuk

    menanggulangi pruritus uremik.

    Meskipun tata laksana pasien penyakit ginjal stadium akhir sudah berkembang pesat, namun tata laksana

    pruritus masih merupakan masalah klinis. Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dengan menggunakan

    salep seperti capsaicin atau takrolimus. Pengobatan sistemik telah dicoba dengan naltrekson, agonis reseptor

    M

    -opioid, dan nalfurafin, agonis reseptorK

    -opioid. Selain itu perlu diperhatikan terapi suportif lainnyaseperti menciptakan suasana yang sejuk. (Sari Pediatri 2010;11(5):348-54).

    Kata kunci: pruritus, uremik, penyakit ginjal stadium akhir

    Alamat korespondensi:Dr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K). Divisi Nefrologi. Departemen Ilmu

    Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jl. Salemba

    no. 6, Jakarta 10430. Telepon: 021-3915179. Fax.021-390 7743.

  • 7/30/2019 11-5-7

    2/7

    349

    Sudung O. Pardede: Pruritus uremik

    Sari Pediatri, Vol. 11, No. 5, Februari 2010

    Hubungan antara uremia dengan pruritus telah lamadiketahui, namun patofisiologi masih belum jelas.Meskipun tata laksana pasien penyakit ginjal stadiumakhir (PGSA) sudah berkembang pesat, namun tatalaksana pruritus masih menjadi masalah klinis.7-9

    Penyebab pruritus

    Tidak semua penyebab pruritus diketahui, beberapakeadaan turut berperan, antara lain hiperfosfatemia,hiperparatiroidisme, akumulasi toksin uremik, danneuropati sensori uremik dini.1-4 Pada PGSA, pruritusdapat terjadi oleh berbagai sebab, baik yang adakaitannya dengan uremia maupun yang tidak berkaitandengan uremia. Penyebab pruritus pada PGSA antaralain,7

    1. Keadaan yang berkaitan dengan uremia:x Pruritus uremikx Xerosis kulitx Anemia karena penyakit ginjal kronikx Hiperparatiroidisme sekunder

    2. Keadaan yang tidak berkaitan dengan uremia:x Hipersensitivitas karena obatx Penuaanx Hepatitisx Diabetes melitusx Hipotiroidismex Anemia defisiensi besix Tumor limfoproliferatifx Hiperkalsemia

    Insidens dan faktor risiko pruritus uremik

    Pada awal tahun 1970-an, 65%-85% pasien yangmenjalani dialisis mengalami pruritus uremik. Awaltahun 1980-an, angka kejadian pruritus uremik me-nurun hingga 50%-60%. Akhir-akhir ini, prevalensipruritus uremik berkurang menjadi sekitar 20%-50-

    %.9-10 Ke mungkinan disebabkan perbaikan teknikdialisis. Insidens pruritus pada pasien yang menggu-nakan membran permeabel (polisulfon) lebih rendahdibandingkan dengan pada pasien yang menggunakanmembran dialisis yang kurang permeabel (cuprophane).Perbaikan teknis dialisis mengindikasikan terjadipenimbunan pruritogen dengan pemakaian mem-bran yang kurang permeabel.6,9,11,12 Berbeda dengan

    pasien dewasa, pruritus uremik berat sangat jarangditemukan pada anak yang menjalani dialisis. Dari 199anak yang menjalani dialisis, hanya 9,1% mengalamipruritus dan intesitasnya tidak berat.10 Faktor risikoterjadinya pruritus antara lain laki-laki, kadar ureum

    yang tinggi, peningkatan kadar kalsium, fosfor, danmikroglobulin-E2.7

    Toksin uremik

    Salah satu faktor yang berperan pada terjadinyapruritus adalah toksin uremik, yaitu substansia toksikyang berasal dari diet atau substansia endogen yangterjadi karena gagal ginjal. Toksin uremik mempunyaiberat molekul 300-2.000 Dalton (mungkin jugahingga 4.000 Dalton) dan terdiri dari berbagai

    substansia kimiawi heterogen.5 Beberapa di antaranyaadalah produk flora mikrobiologik dalam usus sepertidan aromatik, indol.1 Urea merupakan substansiayang tidak bemuatan (uncharge), tidak terikat dalamplasma, larut dalam air, mudah berdifusi di antarakompartemen air, mudah didialisis, dan tersebardalam cairan tubuh. Selain toksisitas yang rendah, ureamerupakan petanda yang baik pada keadaan uremikkarena merupakan degradasi produk protein. Kreatinintampaknya relatif non toksik.1,5

    Keadaan uremik ditandai dengan penimbunantoksin uremik yaitu berbagai substansia yang dalam

    keadaan normal diekskresi atau dimetabolisme olehginjal. 1,5

    Toksin uremik dibentuk dari,1,5x Produk metabolik protein dan asam amino

    Urea atau nitrogen ureum darah (blood ureanitrogen), kreatinin, asam urat

    Guanidin (metilgianidin,asam guanidinoasetat,asam guanidinosuksinat)

    Asam oksalat, fenol dan asam phyenolat,indol,

    Furans (asam furan propanoat), - go longan amin : a l i pha t i c amine s

    (dimetilamin); aromatik (asam hipurat);poliamin (spermin)

    Peptida dan protein: mikroglobulin -2 Produk metabolisme asam nukleat: asam urat,

    cyclic AMP, pirimidin Elemen inorganik, H+, Na+, Al+, Mg

    2+, K+,

    Ca+, PO4, SO

    4

  • 7/30/2019 11-5-7

    3/7

    350

    Sudung O. Pardede: Pruritus uremik

    Sari Pediatri, Vol. 11, No. 5, Februari 2010

    Mioinositol -2,3-butylene glycolx Enzim: renin, ribonuklease, lisozimx Hormon: hormon paratiroid, glukagon, hormon

    pertumbuhan (growth hormone), kalsitonin,hormon natriuretik

    Patogenesis

    Selama duapuluh tahun ini telah dikemukakan berbagaihipotesis patofisiologi pruritus uremik. Konsep yangpaling sering dikemukakan adalah peran hormonparatiroid (parathormon=PTH), sebab pruritus uremiklebih berat pada pasien dengan hiperparatiroidisme danakan menghilang setelah dilakukan paratiroidektomi.Namun demikian, beberapa laporan tidak mendukungteori ini, karena hal yang sama juga terjadi padapresipitasi kristal kalsium fosfat pada peningkatan

    kadar kalsium dan fosfat serum.2,3.10,13 Pada tahun 1968Massry dkk.14 mengajukan teori bahwa patogenesispruritus uremik berkaitan dengan hiperparatiroidisme,hormon paratiroid hormon, dan metabolisme kalsiumdan fosfor.14 Meskipun paratiroid hormon bukanzat pruritogenik jika disuntikkan ke kulit, tetapipeningkatan Ca x P akan menyebabkan pruritus.7

    Berbagai faktor yang berperan dalam terjadinyapruritus uremik seperti inervasi kulit abnormal,neuropati somatik, peningkatan kadar histamin,reseptor opioid,15 serta faktor neurofisiologik.2,7,13

    Sel mast tersebar secara difus di sepanjang kulit

    dan sebagian besar berdegranulasi.9,16 Sel mast padadermis terletak berdekatan ke saraf aferen C neuronterminal, dan interaksi antara struktur ini berperanpenting dalam mediasi pruritus.7 Sel mast akan mele-paskan berbagai substansia seperti histamin, protease,interleukin-2, dan tumor necrosis factor.7,16 Histamintelah dikenal luas sebagai pruritogenik yang secaralangsung menstimulasi neuron terminal oleh reseptorH1.2,7,9,13 Jumlah sel mast pada pruritus uremik lebihbanyak dibandingkan anak normal dan berkaitandengan peningkatan kadar hormon paratiroid plasma.Kadar histamin pada pasien pruritus uremik lebih

    tinggi dibandingkan dengan pada pasien non-pruritus.9

    Kontroversi tentang sekresi histamin oleh sel mast yangberproliferasi sebagai penyebab pruritus uremik seringmuncul.10 Terjadinya pruritus disebabkan lepasnyahistamin dari sel mast, didukung oleh penelitian ten-tang fototerapi ultraviolet-B yang dapat menurunkan

    jumlah sel mast dan memperbaiki pruritus secarabermakna. Tidak ada korelasi antara jumlah sel mast

    dermis dan kadar histamin serum dengan derajat pruri-tus pada pasien PGSA. Keadaan inflamasi uremik jugamenerangkan tingginya jumlah sel mast di dermis.7

    Sitokin pruritogenik dapat diproduksi di kulit olehberbagai sel teraktivasi yang berdekatan dengan resep-

    tor gatal. Meskipun interleukin-1 bukan pruritogenik,tetapi dapat menyebabkan pelepasan pruritogenik.Pada kulit pasien dialisis terdapat kadar kalsium, mag-nesium, dan fosfat yang tinggi. Meningkatnya kadarion divalen dapat menyebabkan presipitasi kalsiumatau magnesium fosfat yang menyebabkan pruritus.Magnesium berperan dalam modulasi konduksi sarafserta pelepasan histamin dari sel mast. Kalsium jugaberperan pada terjadinya pruritus melalui degranulasisel mast. Pruritus akan berkurang seiring dengan penu-Pruritus akan berkurang seiring dengan penu-runan kadar kalsium dan magnesium.9

    Pada uremia, terdapat perubahan ekspresi relatif

    reseptor P-opioid danN-opioid pada limfosit. Ketidak-seimbangan ekspresi subtipe reseptor opioid berperandalam patogenesis pruritus uremia.9 Substansia Pmenstimulasi reseptor P-opioid pada saraf perifer danotak, dan mengubah keseimbangan antara stimulasiP-opioid danN-opioid untuk menimbulkan gatal. Efekstimulasi reseptor P-opioid dan substansia P dihambatoleh antagonisN-opioid dan nalfurafin. Penelitian padahewan coba dan pasien PGSA telah membuktikanperanan reseptor P-opioid yang meyakinkan pada pru-ritus. Satu penelitian melaporkan adanya enolase neu-ron spesifik intraepidermal-serat saraf immunoreaktif

    pada pasien uremia, sehingga menimbulkan dugaanterdapat inervasi abnormal yang berkesinambungansebagai penyebab pruritus pada penyakit PGSA.7

    Xerosis (kulit kering) sangat sering ditemukanpada pasien PGSA. Meskipun kaitan antara xerosiskulit dengan PGSA tidak konsisten, namun xerosisditemukan dengan prevalensi yang tinggi pada pasienPGSA usia lanjut. Dengan bukti bahwa substansia tubuhterakumulasi dan uremia merupakan keadaan inflamasi,maka pruritus uremik dianggap sebagai suatu reaksikulit terhadap proses inflamasi yang masih berlangsung.Faktor lain penyebab pruritus pada pasien PGSA adalah

    kadar magnesium, aluminium, hipervitaminosis A, danneuropati perifer. Anemia juga diduga sebagai faktorpredisposisi penting meskipun belum ada buktinya.

    Albumin serum umumnya ditemukan lebih rendah padapasien dengan pruritus berat dibandingkan dengan tanpagejala. Laporan yang menyebutkan prevalensi HLA-B35 yang tinggi pada pasien PGSA dengan pruritusmengindikasikan adanya predisposisi genetik.7

  • 7/30/2019 11-5-7

    4/7

    351

    Sudung O. Pardede: Pruritus uremik

    Sari Pediatri, Vol. 11, No. 5, Februari 2010

    Akhir-akhir ini, ada dua konsep yang seringdiajukan sebagai patogenesis pruritus uremik.

    a. The immuno-hypothesis

    Semakin banyak bukti yang menyebutkan bahwapruritus uremik lebih disebabkan kelainan sistemikdibandingkan dengan kelainan kulit. Hipotesisimunologi didukung oleh berbagai bukti. GilchrestGA dkk17 pada tahun 1982 melaporkan sejumlahpasien pruritus uremik yang mengalami perbaikandengan sinar ultraviolet B, meskipun penyinaran hanyadilakukan pada separuh badan. Observasi tersebutmembuktikan bahwa radiasi ultraviolet mempunyaiefek sistemik. Sinar ultraviolet B terbukti merupakanmodulator diferensiasi limfosit Th1 dan Th2 danmengurangi ekspresi Th1.17 Beberapa penelitian

    menunjukkan bahwa peningkatan dosis dialisis akanmemperbaiki pruritus uremik. Penurunan kejadianpruritus uremik juga dipengaruhi oleh semakin baikmodalitas dialisis, seperti meningkatnya penilaianterhadap adekuasi dialisis, efikasi dialisis denganpenggunaan membran dialisis high fluxyang terdiri darifiber sintetik seperti polisulfon atau poliakrilnitrit.9,10

    Thalidomid dan takrolimus dilaporkan efektif dalamterapi pruritus uremik. Thalidomid (yang digunakansebagai imunomodulator untuk mengobati reaksi

    graf t-versus-host) menekan produksi TNF-D danmemacu diferensiasi limfosit Th2 dengan supresi

    sel Th-1 yang memproduksi interleukin-2 (IL-2).Takrolimus mensupresi diferensiasi limfosit Th-1 danproduksi IL-2. Pada umumnya setelah transplantasiginjal, pasien tidak mengalami pruritus uremik selamamendapat terapi siklosporin meskipun transplan tidakberfungsi lagi. Semua laporan ini menyimpulkanbahwa mekanisme imunologik berperan penting dalampatogenesis pruritus uremik.10

    Gangguan sistem imun dengan proinflamatoriturut berperan dalam patogenesis pruritus uremik,faktor IL-2 yang disekresi oleh limfosit Th-1 teraktivasiturut berperan. Telah dilaporkan bahwa pemberian

    IL-2 intradermal menimbulkan efek pruritogenik yangcepat tetapi lemah, IL-2 mempunyai kaitan kausaldengan sitokin pruritus uremik dan diferensiasi selT. Penelitian pendahuluan multisenter menetapkanbahwa diferensiasi Th-1 lebih menonjol padapruritus uremik dibandingkan dengan tanpa pruritusuremik, yang dibuktikan dengan pengukuran TNF-Dintrasitoplasmik dalam sel CD4.10

    b. Hipotesis opioid (the opioid hypothesis)

    Konsep patogenetik yang mengubah sistem opiodergikberperan dalam patofisiologi pruritus, pertama kalidilaporkan untuk pruritus kolestatik, didukung

    oleh beberapa bukti. Pertama, beberapa obat agonis-reseptor-P dapat menginduksi pruritus. Kedua, padahewan coba terbukti bahwa kolestasis berhubungandengan peningkatan tonus opioidergik. Ketiga, pem-berian antagonis opiat sangat baik dalam pengobatanpruritus kolestatik. Pruritus kolestatik dapat dime-diasi oleh perubahan patologis susunan saraf pusat.Hipotesis didukung oleh temuan yang menyebutkanbahwaglobal down-regulation reseptor P terjadi padaotak tikus dengan kolestatik, pasien dengan kolesta-tik kronik, dan sindrom opiate withdrawl-likeyangdipresipitasi oleh pemberian antagonis opiat oral.9,10

    Pada tahun 1984, dilaporkan kasus pertama tentangkeberhasilan pengobatan pruritus uremik dengan an-tagonis opiat nalokson secara intravena.18 Pemberianantagonis opiat pada pruritus uremik berdasarkanasumsi bahwa peptida opiat endogen berperan dalampatogenesis pruritus uremik. Pemberian naltrekson,antagonis reseptor-P menyebabkan keluhan pruritusberkurang secara bermakna, meskipun secara statistiktidak bermakna. Aktivasi ekspresi reseptor-N olehsel dermal dan limfosit dapat mengurangi pruritus.Dengan demikian, jika reseptor ini tidak distimulasiatau reseptor- P overexpressed, maka pasien akan lebih

    mengeluh pruritus.10Stimuli inflamatori yang disebabkan oleh uremia

    dan dialisis akan menyebabkan peningkatan diferensiasilimfosit Th1 dan supresi itch-reducingNreceptorataupeningkatan P-receptordi kulit pasien yang menjalanidialisis. Namun hingga saat ini, hipotesis ini belumdapat dibuktikan. Imunomodulator dan obat antagonisreseptor-N telah terbukti sangat membantu padapruritus yang berat . 10

    Berdasarkan berbagai patogenesis, Keithi-ReddySR (2007) mengemukakan rangkaian patogenesispruritus uremik.x Beberapa substansia menyebabkan lingkungan

    pruritogenik.x Pelepasan histamin oleh sel mast sebagai respons

    terhadap substansia pruritogenik dan menstimulasiC-terminal ujung saraf.

    x Terjadi rangkaian sinyal dari ujung saraf yangmengaktivasi area spesifik susunan saraf pusat danmenyebabkan persepsi pruritus.

  • 7/30/2019 11-5-7

    5/7

    352

    Sudung O. Pardede: Pruritus uremik

    Sari Pediatri, Vol. 11, No. 5, Februari 2010

    x Melalui suatu mekanisme refleks akson langsung,terjadi pelepasan neuropeptida saraf sensorik.

    x Pelepasan neuropeptida lokal akan mengagregasirespons pruritus melalui akumulasi stimulasi selinflamatori dan pengeluaran mediator pruritus.7

    Manifestasi klinis

    Pruritus uremik sering ditemukan pada PGSA, dapatmengganggu aktivitas atau pekerjaan, mengganggutidur, dan menurunkan kualitas hidup. Pruritusdapat bersifat menyeluruh atau lokal. 7 Intensitas dandistribusi pruritus bervariasi dengan derajat keparahanbergantung pada beratnya. Intensitas pruritus mulaidari yang ringan yang timbul sporadik sampai denganyang berat hingga tidak dapat istirahat baik siangmaupun malam hari.10

    Gejala pertama yang terjadi pada uremia adalahpenurunan tenaga dan stamina, nyeri kepala, susahberkonsentrasi, dan malaise. Jika perjalanan penyakitberlangsung lama, dapat terjadi pigmentasi kulityang diaksentuasi oleh sinar matahari. Pruritus beratmenimbulkan ekskoriasi linier yang khas pada kulityang dapat disertai perdarahan dan infeksi, yangdiperberat dengan gangguan fungsi pembekuan danfungsi imunologis yang terjadi pada uremia. Uremic

    frost, ditandai dengan adanya kristal urea yangtertinggal setelah berkeringat, umumnya terlihat di areaintertriginosa kulit terutama jika pasien jarang mandi.1

    Garukan berulang akan menimbulkan ekskoriasi, yangdapat menimbulkan kelainan dermatologik, sepertiliken simpleks, prurigo modularis, papula keratotik,dan hiperkeratosis folikular.7 Pada mulanya pasiendengan pruritus uremik tidak menunjukkan perubahanpada kulit, ekskoriasi akibat garukan dengan atau tanpaimpetigo dapat terjadi secara sekunder. Sekitar 25%-50% pasien dengan pruritus uremik memperlihatkanpruritus generalisata. Pruritus terutama terjadi dipunggung, wajah, dan lengan. Pada 25% pasien,pruritus lebih berat selama atau segera setelah dialisis.Penelitian membuktikan bahwa beratnya pruritus

    berkorelasi dengan rendahnya kelangsungan hidupdan dialisis yang adekuat.7

    Diagnosis

    Istilah pruritus uremik sebenarnya kurang tepatkarena pruritus tidak ditemukan pada PGSA dan

    tidak terdapat pada gagal ginjal akut, tidak berkorelasidengan beratnya uremia, dan pruritus tidak hilangmeskipun dilakukan dialisis, namun demikian istilahini selalu digunakan.7 Diagnosis pruritus uremikditegakkan berdasarkan kriteria,

    x Pruritus timbul segera sebelum onset dialisis, ataupada setiap saat tanpa bukti penyakit aktif yangdapat menyebabkan pruritus.

    x Terjadi tiga atau lebih episode pruritus selamaperiode kurang dari 2 minggu, dengan gejala terjadibeberapa kali sehari, berakhir dalam beberapamenit, dan mengganggu pasien.

    x Pruritus terjadi dalam pola teratur selama satuperiode enam bulan, tetapi lebih jarang darikeadaan seperti butir 2. 7

    Biopsi kulit pada pruritus uremik tidak dapat

    memberikan kesimpulan.7

    Tata laksana

    Pengobatan pruritus uremik sangat sulit meskipunpengobatan dengan obat tertentu kadang-kadangefektif. Sayangnya tidak ada antipruritus yangberspektrum luas, berbagai obat topikal atau sistemikdapat digunakan untuk menekan rasa gatal.1-4,9

    Beberapa pengobatan telah dicoba seperti eritropoietin,naltrekson, dan pengobatan lain dengan hasil yang

    baik meskipun sering juga tidak memberikan hasil.Pengobatan pruritus uremik kurang efektif disebabkanpatofisiologi pruritus uremik belum jelas.7,10

    Pasien dengan pruritus umumnya memerlukansuasana sejuk, yang dapat dilakukan dengan 1.Menggunakan pakaian yang membuat sejuk, 2.Mempertahankan lingkungan yang tidak terlalu kering,3. Menggunakan showeratau mandi hangat-hangatkuku, 4. Menghindari alkohol atau makanan/minumanpanas atau pedas. Pasien diminta menggunting kukudan menggaruk dengan perlahan untuk mencegahkerusakan kulit.9 Kelainan yang paling sering

    ditemukan pada pruritus uremik adalah xerosis kulit,sehingga pemberian emolient sangat perlu.9 Pemberianemolient seperti gel yang mengandung 80% air terbuktimemberikan hasil yang baik. Penelitian pada duapuluhsatu pasien tanpa kontrol, pasien diobati dengan sabunlunak dan emolient moistuirizing minimal dua kalisehari; 16 membaik dan 9 di antaranya mengalamikesembuhan tanpa gejala pruritus.7

  • 7/30/2019 11-5-7

    6/7

    353

    Sudung O. Pardede: Pruritus uremik

    Sari Pediatri, Vol. 11, No. 5, Februari 2010

    Sinar ultraviolet memberikan hasil yang baikdan aman dalam pengobatan pruritus uremik, telahdilaporkan dalam penelitian uji klinikdouble blind.Mekanisme efek antipruritus sinar ultraviolet belumdiketahui, tetapi diduga terjadi melalui inaktivasi

    substansia pruritogenik bersirkulasi, pembentukanphotoproduct yang mengurangi pruritus, mengubahkonten ion divalen dalam kulit, dan menimbulkandegenerasi saraf kulit.19Sinar ultraviolet B menurunkan

    jumlah se l mast de rmal dengan mempercepa tapoptosis (kematian sel), menyebabkan degenerasisaraf, dan menurunkan konsentrasi ion divalen kulit.Pada pruritus uremik, sinar ultraviolet B dilaporkanmenyebabkan remisi sampai delapan belas bulan.9

    Faktor lain yang juga berperan dalam terjadinyapruritus adalah disfungsi imun dan perubahan polaproduksi limfokin, maka pasien diterapi dengan obat

    yang mempengaruhi limfosit atau limfokin. Asamamino esensiel seperti asam linoleat-J mengurangiproliferasi limfosit dan produksi limfokin sertamengurangi beratnya pruritus. Penelitian prospektifdengan metode randomized, double blind, placebocontrolled, cross over study, krim asam linolenik-J 2,2%dibandingkan dengan plasebo yang diberikan tiga kalisehari selama dua minggu. Kemudian dilakukan terapisilang untuk masing-masing kelompok. Terlihat efekantipruritus asam linolenat-J yang baik.20

    Capsaicin, adalah substansia yang diisolasi daritanaman pepper genus Capsicum, Capsaicin topikal

    dapat menghilangkan substansia P neuron periferC-fibresdan menghambat konduksi nyeri atau pruritussehingga mengurangi rasa nyeri dan gatal.9 Capsaicinsecara bermakna efektif dalam menghilangkan pruritusdan mempunyai efek antipruritus yang lama hinggadelapan minggu setelah pengobatan. Krim capsaicin0,025% atau 0,075% dioleskan 3-5 kali sehari.7

    Beberapa obat yang mengandung anestesi lokal(seperti benzokain, lidokain atau tetrakain/ametokain)dapat digunakan untuk pengobatan pruritus uremik.Strontium nitrat 10-20% topikal mempunyai efekantipruritus dan efektif dalam mengurangi pruritus.9

    Salep takrolimus mengurangi gejala klinis pruritusuremik membaik secara dramatis, meskipun beberapahari setelah salep dihentikan secara perlahan pruritustimbul kembali. Tidak tampak efek samping selamadan setelah pemberian takrolimus. Tampaknya saleptakrolimus aman dan cukup efektif sebagai pengobatan

    jangka pendek terutama pada pruritus berat, namunperlu waspada terhadap efek karsinogenik pada

    pemakaian jangka lama. Salep takrolimus 0,03%diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.10

    Ketidakseimbangan stimulasi reseptor P-opioiddan N-opioid berperan dalam patogenesis pruritus,sehingga manipulasi sistem opioid dapat digunakan

    dalam tata laksana pruritus. Pemberian naltreksonsecara sistemik, suatu antagonis reseptor-P efektifdalam tata laksana pruritus. Pada penelitian denganmetode placebo-control, double blind crossover padapasien pruritus uremik persisten yang resisten denganhemodialisis atau dialisis peritoneal, pemberiannaltrekson menyebabkan perbaikan pada 29,2 %pruritus uremik, tetapi tidak terdapat perbedaanbermakna pada kelompok naltrekson dan plasebo.Naltrekson diberikan selama 4 minggu dengan dosis50 mg/hari.10 Kejadian efek samping naltrekson berupagangguan saluran gastro-intestinal sangat tinggi,

    yaitu 9 di antara 23 pasien mengalami gangguangastrointestinal, sehingga obat ini tidak begitu disukaidalam pengobatan pruritus uremik.7

    Nalfurafin, suatu agonis reseptor N-opioid telahdicoba dalam pengobatan pruritus uremik. Padapenelitian metaanalisis, multisenter, randomized, couble-blind, placebo-controlledterhadap pasien yang mengalamipruritus intraktabel, pasien mendapat nalfurafin 5 Pgatau plasebo secara intravena tiga kali seminggu selama2-4 minggu. Terlihat efek nalfurafin yang berbedabermakna dibandingkan dengan plasebo.21

    Transplantasi ginjal merupakan satu-satunya terapi

    definitif untuk pruritus uremik refrakter berat padapasien PGSA, namun hal ini sering tidak mampulaksana dan tidak dapat dilakukan dengan segera. Olehsebab itu, tata laksana yang dapat dilakukan adalahmengoptimalkan dialisis, pemberian eritropoietin dansuplementasi besi, serta pengobatan hiperparatiroidismesekunder untuk mempertahankan kadar kalsium danfosfor dalam keadaan normal.7

    Keithi-Reddy SR dkk (2007) membuat daftarpilihan terapi pada pasien pruritus uremik: 7

    x Dialisis: transplantasi ginjal, dialisis efisien,eritropoietin

    x Terapi topikal: emolient kulit, capsaicin, streoidtopikal

    x Terapi fisik: fototerapi, akupunktur, saunax Terapi sistemik: diet rendah protein, minyak

    primrose, lidokain dan mexilitin, antagonisopioid, activated charcoal, kolestiramin, antagonisserotonin, paratiroidektomi, thalidomid,nikergolin, nalfurafin

  • 7/30/2019 11-5-7

    7/7

    354

    Sudung O. Pardede: Pruritus uremik

    Sari Pediatri, Vol. 11, No. 5, Februari 2010

    Kesimpulan

    Pruritus uremik sering ditemukan pada pasien penyakitginjal stadium akhir (PGSA), dapat mengganggu tidur,aktivitas atau pekerjaan, sehingga menurunkan kualitas

    hidup. Meskipun tata laksana pruritus uremik seringtidak memuaskan, tetapi beberapa jenis pengobatanmemberikan hasil yang baik.

    Daftar Pustaka

    1. Depner TA. The uremic syndrome. Dalam: Greenberg

    A, Cheung AK, Falk RJ, Coffman TM, Jennette JC,

    penyunting, Primer on kidney diseases. Edisi ke-1,

    Toronto: National Kidney Foundation, Academic Press;

    1994.h.253-8.

    2. Lugon JR. Uremic pruritus: a review. Hemodial Int2005;9:190-8

    3. Stahle-Bachkdahl M. Uremic pruritus. Semin Dermatol

    1995;14:297-301.

    4. Chodorowska G, Wysokinski A, Chodorowski J. Uremic

    pruritus in chronic renal patients. Ann Univ Mariae

    Curie Sklodowska, 2004:59;174-9.

    5. Kher KK. Chronic renal failure. Dalam: Kher KK,

    Makker SP, penyunting, Clinical pediatric nephrology.

    Edisi 1. New York: McGraw-Hill Inc; 1992.h.501-41.

    6. Mistik S, Utas S, Ferahbas A, Tokgoz B, Unsal G, Sahan H,

    Ozturk A, Utas C. An epidemiology study of patients

    with uremic pruritu s. J Eur Acad Dermatol Venereol

    2006;20:672-8.

    7. Keithi-Reddy SR, Patel TV, Armstrong AW, Singh AK.

    Uremic pruritus. Kidney Int 2007;72:373-7.

    8. Ponticelli C, Bencini PL. Pruritus in dialysis patients: a neglected

    problem. Nephrol Dial Transplant 1995;12:2174-6

    9. Twycross R, Greaves MW, Handwerker H, Jones EA,

    Libretto SE, Szepietowski JC, dkk. Itch: scratching more

    than the urface. Q J Med 2003;96:7-26.

    10. Mettang T, Pauli-Magnus C, Alscher DM. Uraemic pruritus-

    new concept and insights from recent trials. Nephrol Dial

    Transplant 2002;17:1558-63.

    11. Zucker I, Yosipovitch G, David M, Gafter U, Boner

    G. Prevalence and characterization of uremic pruritus

    in patients undergoing hemodialysis: uremic pruritus is

    still a major problem for patients with end-stage renal

    disease. J Am Acad Dermatol 2005;49:842-6.

    12. Narita I, Alchi B, Omori K, Sato F, Ajiro J, Saga D, dkk.Etiology and prognostic significance of severe uremic

    pruritus in chronic hemodialysis patients. Kidney Int

    2006;69;1626-7.

    13. Urbonas A, Schwartz RA, Szepietowski JC. Uremic pruritus-

    -an update.Am J Nephrol. 2001;21:343-50.

    14. M a s s r y S G , P o p o v t z e r M M , C o b u r n J W .

    Intractabke pruritus as a manifestation secondary

    hyperparathyroidisme in uremia. Disapperance of

    itching after subtotal parathyroidectomi. New Engl J

    Med 1968;279:697-700.

    15. Jo hansso n O, Hil lig es M. St able -B ackda hl M.

    Intraepidermal neuron-specific enclose (NSE)-immunoreactive nerve fibres evidence for sprouting in

    uremic patients on maintenance hemodialysis. Neurosci

    Lett 1989;99:281-6.

    16. Dimkovi N, Djukanovi L, RadmiloviA, Boji P, JuloskiT. Uremic pruritus and skin mast cells. Nephron.

    1992;61:5-9.

    17. Gilchrest GA, Stern RS, Steinman TI, Brown RS, Arndt

    KA, Anderson WW. Clinical features of pruritus among

    patients undergoing maintenance hemodialysis. Arch

    Dermatol 1982;118:154-6.

    18. Andersen LW, Friedberg M, Lokkegaard N. Naloxone in

    treatment of uremic pruritus: a case history. Clin Nephrol1984;21:355-6.

    19. Gilchrest BA, Rowe JW, Brown RS. Relief of uremic

    pruritus with ultraviolet phototherapy. New Engl J Med

    1977;136-8.

    20. Chen YC, Chiu WT, Wu MS. Therapeutic effect of

    of topical gamma-linolenic acid on refractory uremic

    pruritus. Am J Kidney Dis 2006;48:69-76.

    21. Wilkstrom B, Gellert R, Ladefoged SD. Kappa-opioid

    system in uremic pruritus: multicenter, randomized,

    double-blind, placebo-controlled, clinical studies. J Am

    Soc Nephrol 2005;16:3742-7.