1097_Penanganan Produksi Permukaan.pdf

download 1097_Penanganan Produksi Permukaan.pdf

of 74

Transcript of 1097_Penanganan Produksi Permukaan.pdf

  • TUGAS RESUME

    PENANGANAN PRODUKSI

    PERMUKAAN

    OLEH:

    I GUSTI NGURAH WINDU ASTAWA (113050147)

    JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA

    2 0 0 8

  • BAB I PERSAMAAN ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA

    1.1 Persamaan umum kehilangan tekanan aliran dalam pipa Persamaan gradient aliran :

    dZLw

    dZdv

    gcv

    gcg

    dZdp =

    1.2 Konsep faktor gesekan

    Persamaan Fanning dgvff

    dLdp

    c

    2'2

    =

    Persamaan Darcy-Weisbach atau moody dg

    vffdLdp

    c2

    2=

    Persamaan Hagen Poiseulli (untuk aliran laminar)

    2232

    dgvf

    dLdp

    c

    =

    1.3 Korelasi factor gesekan 1.3.1 Korelasi faktor gesekan untuk pipa halus (smooth pipe)

    Korelasi Drew, Koo dan Mc Adams: f= 0.0056+0.5 32..0ReN digunakan jika bilangan reynold antara 3000 sampai 3x106 (Aliran turbulen)

    Korelasi Blasius f= 0.316 25.0ReN digunakan untuk bilangan reynold sampai dengan 100.000

    1.3.2 Korelasi faktor gesekan untuk pipa halus Korelasi Nikuradse

    )2log(274.11df

    =

    Korelasi Jain

    )25.21log(214.11 9.0ReNdf

    +=

    Digunakan untuk selang kekasaran relative antara 10-6 sampai dengan 10-2 dan selang bilangan reynold 5x103 sampai 108.

    Korelasi Chen

    +

    =

    8981.0

    Re

    1098.1

    Re

    149.78257.2

    log0452.57065.3

    log41NNf f

  • BAB II KORELASI KEHILANGAN TEKANAN GAS DALAM PIPA

    2.1. Korelasi Kehilangan Tekanan gas Dalam Pipa Tegak 2.1.1. Metode Sukkar & Cornell

    Mengembangkan persamaan kehilangan tekanan aliran gas dalam pipa berdasarkan persamaan keseimbangan energi.

    Asumsi-asumsi: Ek diabaikan, dengan pertimbangan pengaruhnya sangat rendah dibandingkan dengan

    energi yang lain. Sistem tidak melakukan kerja. Energi yang hilang sebagai akibat gesekan dianggap mengikuti persamaan Moody,:

    Dimana: f = faktor gesekan v = Kecepatan aliran, ft/det dL = panjang pipa, ft gc = faktor gravitasi, 32,2 lbm.ft/lbf.det2 d = diameter pipa, in

    Specific Volume (V) = f {T,P,M,Z}. Dimana: V = volume specific, cuft/lbm Z = faktor kompresibilitas gas, tak berdimensi T = temperatur, R M = berat molekul gas, lbm/lbmol P = tekanan, psia R = konstanta, 10,73 psi.ft3/lb.-mole.R

    Kecepatan Aliran gas (v):

    &

    Z & T dianggap tetap dan diambil pada harga rata-rata. Gas yang mengalir adalah gas kering. Persamaan dasar aliran fluida dalam pipa:

    Kehilangan tekanan alir gas dalam tubing:

  • Dimana

    Ppr1 = tekanan tereduksi kepala sumur, tanpa satuan. Ppr2 = tekanan tereduksi kepala sumur, tanpa satuan. z = faktor deviasi gas. Q = laju alir gas, MMSCFD = temperatur rata-rata sepanjang pipa L, R Z = jarak vertikal, ft D = diameter dalam pipa, in F = Fator gesekan, tanpa satuan Ppc = tekanan kritik semu, psia

    Prosedur perhitungan tekanan alir gas di dasar sumur berdasarkan tekanan kepala sumur: Langkah 1. Siapkan data [Pwh, Z, d, qg, Tbh, Tsur, f]. Langkah 2. Hitung Pc = 709.6040 - 058.716g & Tc = 170.491+307.344g Langkah 3. Hitung Temp. Rata-rata = (Tbh + Tsur)/2 Langkah 4. Hitung

    Langkah 5. Hitung Ruas Kanan =

    Langkah 6. Hitung Tekanan Kepala Sumur tereduksi.

    Langkah 7. Menentukan harga integral sumbu tegak. Langkah 8. Hasil Langkah 7 Hasil Langkah 5. Langkah 9. Baca harga tekanan tereduksi dasar sumur. Langkah 10. Hitung tekanan dasar sumur.

    2.1.2. Persamaan Cullender & Smith Faktor gesekan

    u/ diameter pipa d < 4.227 in

    u/ diameter pipa d > 4.227 in

    Persamaan kehilangan tekanan alir dasar sumur:

    Jika f, Q, d konstanta bukan f(P) maka

    Dimana: g = specific gravity gas L = panjang tubing, ft

  • D = kedalaman sumur, ft P = tekanan, psia Q = laju alir gas, MMSCF/D

    T = temperatur aliran, R

    Z = faktor comprestibilitas gas, tak berdimensi.

    d = diameter tubing, in f = faktor gesekan, tak berdimensi

    Jika maka

    Perhitungan kehilangan tekanan pada setiap segmen pipa:

    u/ 1 segmen:

    u/ n segmen:

    Jika tubing dibagi 2 kelompok maka persamaan tersebut menjadi: u/ setengah bagian atas tubing

    u/ setengah bagian bawah tubing

    Kedua persamaan tersebut dapat digabung menjadi :

    Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung tekanan alir dasar sumur maupun tekanan di kepala sumur.

    Prosedur perhitungan tekanan kepala sumur atau tekanan dasar sumur: Langkah 1. Siapkan data yang diperlukan. Langkah 2. Hitung faktor gesekan. Langkah 3. Hitung Fr. Langkah 4. Menentukan temperatur aliran gas di setiap segmen. Langkah 5. Hitung ruas kiri u/ setengah pipa bagian atas.

    Langkah 6. Hitung Iwh dengan persamaan

    Langkah 7. Anggap Imf = Iwh. Langkah 8. Hitung Pmf.

    Langkah 9. Hitung Imf dengan persamaan

    Langkah 10. Hitung kembali Pmf. Langkah 11. Bandingkan harga Pmf langkah 10 dan langkah 8.

  • Langkah 12. Jika perbedaan Pmf langkah 11 < dari harga toleransi Pmf = Pmf hasil perhitungan. Jika perbedaan tersebut > dari toleransi yang diberikan maka kembali ke langkah 9, gunakan Pmf (langkah 10) sebagai P anggapan.

    Langkah 13. Ulangi perhitungan dari langkah 5 s/d 12 u/ setengah pipa bagian bawah, diawali dengan anggapan Iwf = Imf. Hitung Pwf dihitung dengan persamaan:

    2.1.3. Persamaan Peffer, Miller & Hill Specific gravity total fluida sumur (persamaan Rzasa & Katz):

    Dimana: = Specific gravity total

    = Specific gravity gas pada kondisi permukaan = Specific gravity minyak/kondensat

    = perbandingan gas kondensat, scf/stb = berat molekul kondensat

    Harga berat molekul kondensat (persamaan Cragoe): Specific gravity total fluida sumur jika sumur gas juga memproduksikan air selain kondensat:

    Laju produksi gas total (gas & kondensat): Dimana GEO adalah:

    Faktor gesekan (persamaan Nikuradse):

    Prosedur perhitungan sama dengan prosedur perhitungan persamaan Cullender & Smith.

    2.1.4. Persamaan Sutopo & Sukarno

    Specific gravity campuran (gas & kondensat):

    Harga berat molekul kondensat (Craft hawkins):

    Laju produksi gas total (gas, kondensat & air):

    Faktor gesekan, Fr (fungsi dari Laju produksi gas total):

  • Prosedur perhitungan sama seperti prosedur perhitungan persamaan Cullender & Smith, hanya berbeda pada persamaan untuk menghitung Specific gravity total, laju produksi total & faktor gesekan.

    2.1.5. Persamaan Shifeng Tian & Adewumi Faktor deviasi gas konstan dalam control volume. Persamaan dapat digunakan untuk memperkirakan kehilangan tekanan aliran pipa gas,

    baik vertikal maupun horizontal.

    Persamaan dasar yang menpresentasikan aliran aliran gas dalam pipa: Persamaan kontinyuitas satu dimensi untuk gas mengalir dalam pipa berdiamater tetap. ; ;

    Dimana: m = massa alir gas, yang berharga konstan sepanjang pipa. A = luas penampang pipa sc = kondisi standard faktor gesekan (f) aliran gas ke arah x:

    , dimana

    faktor gesekan tersebut dihitung dengan persamaan chen:

    Dimana: dan

    Laju alir gas dalam bentuk laju alir volume:

    Persamaan implicit untuk perhitungan tekanan inlet dan outlet (diperlukan pemecahan dengan cara iterasi Newton Rapson):

    2.2. Korelasi Kehilangan Tekanan Alir Gas dalam Pipa Horizontal Asumsi-asumsi: 1. Perubahan energi kinetik diabaikan. 2. Aliran steady state dan isothermal. 3. Aliran horizontal. 4. Tidak ada kerja yang dilakukan oleh dan terhadap gas selama aliran.

    2.2.1. Korelasi Weymouth

  • 2.2.1.1. Aliran pada Pipa Horizontal Umumnya digunakan untuk merencanakan pipa dengan diameter dalam < 12 in.

    Persamaan umum:

    Persamaan faktor gesekan:

    Tekanan rata-rata:

    Keterangan: qg = laju aliran gas, SCF/jam Tb = temperatur standard, R Pb = tekanan standard, psia P1 = tekanan masuk, psia P2 = tekanan keluar, psia d = diameter dalam, ft

    = specific gravity gas

    T = temperatur aliran, R f = aktor gesekan L = panjang pipa, ft Z = faktor deviasi gas, pada P & T

    rata-rata

    2.2.1.2. Aliran pada Pipa Non-horizontal

    Dimana:

    = elevasi outlet dikurangi dengan elevasi inlet. Panjang ekivalen pipa dengan satu harga kemiringan:

    Panjang ekivalen pipa berdasarkan segmen-segmen pipa dengan ketinggian yang berbeda:

    2.2.2. Persamaan Panhandle A Faktor gesekan:

    Aliran gas dalam pipa:

    2.2.3. Persamaan Panhandle B

  • Faktor gesekan

    Aliran gas dalam pipa

    2.3. Effisiensi Pipa Faktor efisiensi dari pipa dengan kandungan dan jenis cairan tertentu.

    Tipe Pipa Kandungan cairan dalam gad (gal/MMcf) Faktor Efisiensi (E)

    Dry Gas Field 0.10 0.92

    Casing head Field 7.20 0.77

    Gas dan Kondensat 800 0.60

    2.4. Ringkasan Persamaan-persamaan Laju Alir Gas pada Pipa Persamaan aliran gas pada pipa secara umum:

    Persamaan a1 a2 a3 a4 a4

    Weymouth 433.5 0.1 0.5 0.5 2.667

    Papndhandle A 435.87 1.0788 0.5394 0.4604 2.6182

    Papndhandle B 737.0 1.02 0.510 0.490 2.530

    2.5. Perkiraan Kehilangan Tekanan Alir Dalam Pipa dengan menggunakan Kurva Pressure Traverse

    Persamaan aliran fluida: Persamaan aliran gas dalam pipa: L & d (dalam feet) L(

    Pressure treverse: Ukuran pipa Panjang pipa/

    Kedalaman sumur Laju produksi Posisi choke Perbandingan gas-cairan

    Dapat diperkirakan: P di kepala sumur P dasar sumur P separator P downstream choke permukaan P upstream choke di tubing

  • BAB IV POLA ALIRAN DAN VARIABEL ALIRAN FLUIDA DUA FASA DALAM PIPA

    Pada keadaan sebenarnya di lapangan, fluida reservoir yang diproduksi melalui sumur dapat terdiri dari campuran cairan dan gas. Pada persamaan kehilangan tekanan aliran dalam pipa, salah satu parameter yang digunakan adalah densitas. Untuk kondisi dua fasa (gas dan airan) maka densitas yang digunakan adalah campuran antara densitas gas dan densitas cairan. Demikian juga halnya untuk viskositas dan sifat-sifat fisik fluida lainnya. Perbedaan densitas yang besar antara gas dan cairan menyebabkan gas dapat bergerak labih cepat dibandingkan cairan. Hal ini menyebabkan perbandingan gas dan cairan pada suatu kondisi tertentu menjadi sulit untuk ditentukan.

    4.1 Pola Aliran Fluida Dua Fasa dalam Pipa Gas dan cairan yang mengalir secara serentak dalam pipa, akan membentuk distribusi

    fasa gas dan fasa cair, yang berbagai ragam bentuknya, sesuai dengan jumlah fasa gas dan cair yang mengalir. Distribusi fasa gas dan cair tersebut dalam perbandingan tertentu membentuk pola aliran tertentu pula. Bentuk pola aliran tersebut tergantung pada:

    1. Perbedaan sifat fisik gas dan cairan 2. Sifat antar muka gas dan cairtan 3. Sifat membasahi gas dan cairan terhadap dinding dalam pipa Ketiga hal tersebut membentuk distribusi yang rumit antara gas dan cairan yang bergerak

    sepanjang pipa. Secara umum distriubusi gas dan cairan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian fasa yang kontinu dan bagian fasa yang tidak kontinu (diskontinu) Secara umum, dapat terjadi dua kecenderungan dalam pembentukan pola aliran, yaitu:

    1. Pada fasa yang diskontinu, fasa cenderung membentuk butiran. Sebagai contoh jika jumlah yang mengalir kecil, maka gs kan membentuk gelembung-gelelmbung gas (butir-butir gas). Secara sama, jika gas mengalir dalam jumlah yang lebih besar

  • dibandingkan dengan cairan, maka iran akan merupakan fasa diskontinu, dan akan membentuk butir-butir cairan.

    2. Dinding pipa cenderung lebih mudah dibasahi cairan. Hal ini menyebabkan fasa gas akan etrkumpul di bagian tengah pipa, baik dalam bentuk butir-butir gas maupun dalam bentuk kolom gas di tengah-tenah pipa.

    Berdasarkan klasifikasi bentuk aliran atau pola aliran akan membedakan phenomena aliran fluida dua fasa dalam pipa, yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan model secara matematis. Penentuan klasifikasinya sangat rumit, sehingga sampai saat ini belum ada satu kesepakatan tantang pola aliran. Untuk mengatasi hal tersebut dibuat alat ukur pola aliran, yaitu:

    1. Needle contact device. Ujung jarum yang dipasang di bagian tengah pipa, akan bertumbukan dengan fasa gas dan cair dan hasilnya dicatat oleh oscilloscope. Hasil catatan tersebut dikorelasikan dengan bentuk pola aliran yang terjadi.

    2. Continuous X-ray Absorption, yang mengukur secra kontinu gelembung-elembung gas. Fluktuasi hasil pencatatan pengukuran merupakan fungsi dari probabilitas densitas yang mencerminkan konsentrasi gelembung-gelembung gas. Fungsi probabilitas densitas ini menunjukkan sifat-sifat tertentu untuk pola aliran gelembung (bubble flow), slug flow ataupun mist flow.

    4.2. Peta Pola Aliran (Flow Pattern Map) Peta aliran horizontal sebagai fungsi superficial mass flux untuk cairan dan fas, masing-

    masing GL dan GG. Sumbu-sumbu peta pola aliran menuraut Baker adalah:

    Sumbu tegak : Gg

    Sumbu datar : GgGl

    Dimana :

    5.0

    =

    wg

    lg

    } 5.12

    =

    lw

    l

    lw

    4.3. Variabel-Variabel Aliran Fluida Dua Fasa Dalam Pipa 4.3.1.Hold Up

    Liquid hold up didefinisikan sebagai bagian dari segmen pipa pada saat yang ditempati oleh cairan. Definisi ini dapat dituliskan sebagai berikut:

    pipasegmenVolumepipasegmendalamcairanVolumeYL

    =

    Dalam devinisi tersebut, kondisi yang harus dipenuhi adalah bahwa kecepatan aliran gas tidak sama (umumnya lebih besar) dengan kecepatan aliran cairan. Secara percobaan, liquid hold-up ditentukan dengan cara mengukur :

    1. Resistivity

  • 2. Densitas dengan menggunakan densitometer 3. Volume cairan dalam segmen pipa dengan panjang tertentu yang dilengkapi

    dengan quick closing valve pada ujung-ujung segmen. Dari hasil percobaan, liquid hold-up merupakan fungsi dari:

    1. Sifat-sifat fisika gas dan cairan 2. Pola aliran 3. Diameter pipa 4. Kemiringan pipa

    4.3.2. No-Slip hold-up No-slip hold-up adalah hold-up dengan menganggap bahwa kecepatan aliran gas sama dengan kecepatan aliran cairan. Maka no-slip liquid dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:

    qLqgqLL+

    =

    Dimana : qL = laju aliran cairan qg = laju aliran gas seperti halnya liquid hold-up, harga no-slip gas hold-up dapat dinyatakan sebagai :

    qLqgqgLg+

    == 1

    4.3.3. Densitas Fluida Densitas campuran cairan dapat didekati dengan menggunakan persamaan berikut : L = 0f0 + wfw dimana : fo = fraksi minyak = qo/(qo+qw) fw = fraksi air = 1 fo Densitas campuran gas dan cairan dengan salah satu dari tiga persamaan berikut ini : s = LyL + g(1-yL) n = LL + g(1-L) )1(

    )1( 22yL

    LgqLqgLqLqk

    ++

    =

    Dimana : s = slip density n = no-slip density k = kinetic density

    4.3.4. Kecepatan

  • Umumnya variable kecepatan dalam perhitungan kehilangan tekanan aliran dalam pipa dinyatakan dalam kecepatan superficial. Kecepatan superficial cairan VsL dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut :

    AqLVsL =

    Dimana : A = Luas penampang pipa Secara sama kecepatan superficial gas adalah sebagai berikut :

    AqgVsg =

    Oleh karena penampang pipa yang berisi fluida sebanding dengan harga hold-up, maka kecepatan cairan dan gas sebenarnya, dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut :

    AyLqLVL =

    AygqgVg =

    Oleh karena L dan g memunyai harga lebh kecil dari 1, maka kecepatan sebenarnya selalnlbih besar dari pada kecepatan superficial. Kecepatan gabungan flida dua fasa ditenukan berdasarkan laju aliran total, yaitu:

    { }Vs

    VsVslVsVmVmVsyL

    24)( 5.02 ++

    =

    4.3.5. Viskositas L=LyL+gyg

    4.3.6. Tegangan Permukaan L=0f0+wfw

  • BAB V DISTRIBUSI TEMPERATUR ALIR DALAM TUBING

    5.1 Pendahuluan Perpindahan panas fluida yang mengalir dari dasar sumur kepermukaan melalui tubing

    menyebabkan terjadinya penurunan temperatur alir dalam tubing. Untuk perhitungan kehilangan tekanan alir dalam tubing baik untuk aliran 2 fasa atau aliran gas diperlukan dasar sifat fisika fluida yang mengalir, sepeti densitas, viscositas, tegangan permukaan, faktor volume formasi fluida dan sebagainya.

    5.2 Proses perpindahan panas untuk aliran fluida dalam tubing. Kinz dan Tixier menganalisa hasil survey temperatur alir pada sumur gas yang

    digabungkan dengan hasil data analisa Induction log dan Radioaktif log. Berdasarkan proses perpindahan panas tersebut, parameter yang mempengaruhi perpindahan panas adalah: konduktifitas panas formasi, konduktifitas tubing, annulus, casing, dan semen, kapasitas panas fluida dalam sumur gas dan cairan, gradien temperatur dalam arah horizontal, laju alir gas(kondensasi gas selama aliran), jenis aliran panas (konduksi, konveksi, atau radiasi).

    5.3 Persamaan Perpindahan Panas Berdasarkan Panas Energi Dapat ditulis secara matematika, sebagai berikut:

    =

    +

    +

    jdZdWf

    dZdQ

    jdZgvdv

    jgg

    dZdH

    cc

    sin

    Dimana: H = entalphy Z = jarak yang diukur dari dasar sumur Vdv = energi kinetik

  • Wf = kerja yang dilakukan oleh fluida Q = perpindahan panas J = konstanta Joule gc = percepatan gravitasi.

    5.4 Model Matematis Perpindahan Panas Aliran Dalam Tubing Proses perpindahan panas yang dikemukakan oleh Kunz dan Tixier sangat sulit dinyatakan dalam bentuk matematis. Jadi model matematis perpindahan panas aliran dalam tubing sebagai berikut:

    r

    Tk

    c

    rr

    Tr

    T sgvss

    +

    1

    2

    2

    5.5 Korelasi Distribusi Temperatur Alir dalam Tubing 5.5.1 Korelasi Shiu&Beggs Anggapan yangdigunakan dalam penyederhanaan persamaan energi yaitu aliran steady state, tidak ada kerja yang dilakukan oleh fluida terhadap sistim, cairan incompressible, dan energi kinetik diabaikan. 5.5.2 Korelasi Rajiv Sagar Sagar mengembangkan korelasi distribusi temperatur alir dalam tubing berdasarkan model yang lebih baik dibandingkan model shiu&beggs. 5.5.3 Korelasi Hasan & Kabir Hasan dan Kabir menurunkan persaman untuk memperkirakan distribusi temperatur alir dua fasa dalam tubing berdasarkan model matematis perpindahan panas dari fluida dalam tubing ke lapisan disekitar lubang sumur.

    5.6 Korelasi Distribusi Temperatur Alir Gas Dalam Tubing 5.6.1 Persamaan Sukarno & Retnanto Lasem et.al menurunkan persamaan distribusi temperatur alir gas. Persamaan yang diperolehnya sangat kompleks, karena mengandung fungsi Bessel order 1 dan 2, sehingga sulit dalam pemakaiannya. Bertitik tolak dari kesulitan tersebut, sukarno & Retnanto menyederhanakan persamaan Lasem et.al menjadi suatu korelasi distribusi temperatur alir gas, yang jauh lebih sederhana. Variabel variable yang terlibat dikelompokkan dalam bentuk variable tak berdimensi, sehingga dimungkinkan untuk mengembangkan korelasi yang bersifat umum. Hal yang dapat dimanfaatkan, antara lain untuk memperkirakan: saat tercapainya kondisi aliran mantap suatu sumur yang sedang dilakukan uji produksi, distribusi temperatur alir atau statik dalam sumur pada kondisi transien atau mantap.

  • ( )215257,8456,6631 KKkqBq

    kcqBqG

    xGTTe

    ggg

    e

    vgggTTgBHgt

    +=

    Persamaan diatas digunakan untuk memperkirakan distribusi temperatur alir gas dalam tubing dimakan K1 dan K2 dihitung sebagai berikut

    += 21

    576ln4931,05898,0dcK

    Kss

    e

    =ggvs

    e

    BqcxK

    K 456,66312 )7971,0(9542,3

    BAB VI KORELASI KEHILANGAN TEKANAN ALIR FLUIDA DUA FASA DALAM PIPA

    6.1. PENDAHULUAN Sampai saat ini lebih dari 10 korelasi yang tersedia, untuk memperkirakan kehilangan

    tekanan alir fluida dua fasa dalam pipa : - Poettman & Carpenter - Gilbert - Baxendall & Thomas - Duns & Ros - Fancher & Brown - Hagedorn & Brown - Eaton - Orkiszewski

    - Dukler - Aziz, Govier & Fogarasi - Beggs & Brill - Chierichi, Ciucci & Sciocchi - Gray - Mukherjee & Brill - Hasan & Kabir

    6.2. Korelasi Hagedorn & Brown Yakni menggunakan sumur percobaan dengan ukuran tubing berukuran 1.5 nominal sampai dengan 2.5 nominal. Campuran gas dan cairan (minyak & air) dialirkan dari dasar sumur sampai permukaan dan kehilangan tekanan sepanjang pipa tersebut diukur Hagedorn & Brown menurunkan empat bilangan tak berdimensi :

    1. Liquid Velocity Number NLv =1.938 )0.25 ......... (6-1)

    2. Gas Velocity Number

  • Ngv = 1.938vsg )0.25 . (6-2) 3. Pipe Diameter Number

    ND = 120.872d )0.5 . (6-3) 4. Liquid Viscosity Number

    NL = 0.15726 } . (6-4)

    Korelasi Liquid Hold-up Gambar 6.1 dan 6.2 adalah grafik untuk menentukan intermediate variable, yaitu dan

    CNL sedangkan gambar 6.3 adalah grafik korelasi perhitungan liquid hold-up. Prosedur perhitungan Liquid Hold-up adalah sebagai berikut :

    1. Hitung keempat bilangan tak berdimensi, berdasarkan persamaan (6-1) sampai dengan persamaan (6-4).

    2. Hitung harga sumbu-X, pada gambar 6.1, yaitu :

    (6-5) Berdasarkan harga sumbu-X tersebut, tentukan harga .

    3. Berdasarkan harga NL yang dihitung pada langkah 1, tentukan harga CNL dengan menggunakan gambar 6.2.

    4. Hitung harga sumbu-X, pada gambar 6.3, yaitu : .. (6-6)

    Berdasarkan harga sumbu-X tersebut tentukan (yL/) dengan menggunakan gambar 6.3. 5. Berdasarkan harga dari langkah 2 dan harga yL/ dari langkah

    4, maka dapat dihitung yL, yaitu : ... (6-7)

    Berdasarkan harga yL dari persamaan (6-8), maka gradien tekanan akibat elevasi dihitung dengan persamaan berikut :

    (6-8)

    6.3. Korelasi Beggs dan Brill Begss dan Brill membagi pola aliran sebagai berikut :

    1. Pola aliran Segregated. L < 0.01 dan NFR < L1 atau L 0.0 dan NFR < L2

    2. Pola aliran Transisi L 0.0 dan L2 NFR L3

    3. Pola aliran intermittent

  • 0.01 L 0.4 dan L2 NFR L4 L 0.4 dan L3 NFR L4

    4. Pola Aliran Distributed L < 0.4 dan NFR L2 NFR 0.4 dan NFR > L4

    Parameter-parameter yang diperlukan untuk mendefinisikan masing-masing pola aliran tersebut adalah sebagai berikut :

    .. (6-9)

    .. (6-10) .. (6-11)

    .. (6-12) .. (6-13)

    .. (6-14)

    Korelasi Liquid Hold-up Pola aliran yang dihasilkan oleh Beggs dan Brill berdasarkan pada pengamatan terhadap

    pola aliran pada posisi pipa horizontal. Untuk perhitungan liquid Hold-up pada kedudukan tidak horizontal, perlu dilakukan koreksi.

    yL () = ()yL(0) . (6-15) dimana : yL () = liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa sebesar yL(0) = liquid hold-up pada posisi pipa horizontal = factor koreksi terhadap kemiringan pipa.

    Harga yL(0) ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

    . (6-16) Dimana : a, b dan c adalah konstanta-konstanta yang tergabung pada pola aliran dan ditunjukkan pada Tabel 6.1.

    Tabel 6.1 Konstanta a, b dan c persamaan (6-16) Pola aliran A B C Segregated 0.9800 0.4846 0.0868 Intermittent 0.8450 0.5351 0.0173 distributed 1.0650 0.5824 0.0609

    Faktor koreksi untuk sudut kemiringan pipa ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

  • (6-17) Dimana adalah sudut kemiringan pipa terhadap bidang horizontal. Untuk aliran vertikal, dimana sudut sebesar 900 maka persamaan (6-17) dapat disederhanakan menjadi :

    (6-18) Dimana :

    C adalah konstanta persamaan yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : .. (6-19)

    Dimana konstanta d, e, f dan g ditentukan berdasarkan Tabel 6.2, sesuai dengan pola aliran yang diperkirakan.

    Tabel 6.2. Konstanta d,e, f dan g untuk persamaan (6-19) Pola aliran d e f g

    Segregated up-hill 0.011 -3.7680 3.5390 -1.6140 Intermittent up-hill 2.960 0.3050 -0.4473 0.0978 Distributed up-hill Tidak perlu dikoreksi, C=0

    Semua pola aliran down-hill 4.700 -0.3692 0.1244 -0.5056

    Untuk pola aliran transisi, harga liquid hold-up ditentukan berdasarkan hasil interpolasi antara harga liquid hold-up pada pola aliran segregated dan intermittent, berdasarkan persamaan berikut:

    (6-20) Dimana :

    ;

    Korelasi Faktor Gesekan Beggs dan Brill mendefinisikan faktor gesekan sebagai berikut :

    .. (6-21) Dimana fn adalah faktor gesekan no-slip yang ditentukan berdasarkan diagram Moody untuk smooth pipe atau dengan menggunakan persamaan berikut :

    ... (6-22) Bilangan Reynold pada kondisi no-slip ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

    .. (6-23) .. (6-24)

    Sedangkan harga ftp/fn dihitung dengan persamaan sebagai berikut : .. (6-25)

  • Dimana : . (6-26)

    ... (6-27) Apabila harga 1

  • wm = kecepatan massa campuran, lbm/det A = luas penampang pipa, ft2 d = diameter pipa, ft. faktor gesekan (f), ditentukan berdasarkan korelasi antara dua kelompok tak berdimensi, yaitu :

    (6-32)

    Kehilangan tekanan sebagai akibat akselerasi (percepatan), dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

    Dimana : dvL = vL(P1,T1) vL(P2,T2) dvg = Vg(P1,T1) vg(P2,T2)

    Apabila Ek adalah (dP/dL)acc, maka kehilangan tekanan aliran total dalam pipa horizontal adalah sebagai berikut :

    6.5. Korelasi Hasan dan Kabir Hasan & Kabir mengembangkan korelasi berdasarkan model fisik, prediksi pola aliran, fraksi kehampaan (void fraction) dan kehilangan tekanan selama aliran multifasa dalam dalam sumur vertikal. Metode ini untuk memprediksi fraksi kehampaan dan kehilangan tekanan yang kemudian dikembangkan dengan melakukan perhitungan persamaan untuk gradient tekanan kepala sumur statik, kehilangan tekanan dan kehilangan energi kinetik. Korelasi ini memprediksi empat aliran pola aliran gas atau cairan yang ada dalam aliran vertikal yakni, bubbly, slug, churn dan annular.

    1. Pola aliran transisi a. Aliran Bubbly/Slug-Aliran Transisi

    Hasan dan Kabir mendapatkan fraksi kehampaan pada aliran transisi sekitar 0.25 yang dalam geometri annular (casing/tubing). Hubungan antara void fraksi (fg) dengan kecepatan superficial gas :

    Atau : /

    Menggunakan fg = 0.25 diperoleh :

  • Kenaikan kecepatan taylor bubbly dapat dituliskan :

    dan tergantung diameter pipa, ketika : VT > V, gelembung taylor terkecil paling ujung VT < V, terjadi dalam pipa dengan ukuran kecil.

    b. Transisi ke Aliran Dispersed Bubbly Taitle menggambarkan mixture velocity sebagai berikut :

    c. Slug/Chun-Aliran Transisi Menggunakan hubungan antara gelembung Taylor dan kenaikan kecepatan VT menjadi mixture velocity, VM :

    d. Transisi ke Aliran Annular Kecepatan minimum dapat ditentukan dari kesetimbangan gaya drag pada droplet dan gaya gravitasi dituliskan sebagai berikut :

    atau :

  • 1

    PERSAMAAN ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA

    1.1 Persamaan umum kehilangan tekanan aliran dalam pipa Persamaan gradient aliran :

    dZLw

    dZdv

    gcv

    gcg

    dZdp =

    1.2 Konsep faktor gesekan Persamaan Fanning

    dgvff

    dLdp

    c

    2'2

    =

    Persamaan Darcy-Weisbach atau moody

    dgvff

    dLdp

    c2

    2=

    Persamaan Hagen Poiseulli (untuk aliran laminar)

    2232

    dgvf

    dLdp

    c

    =

    1.3 Korelasi factor gesekan 1.3.1 Korelasi faktor gesekan untuk pipa halus (smooth pipe)

    Korelasi Drew, Koo dan Mc Adams: f= 0.0056+0.5 32..0ReN digunakan jika bilangan reynold antara 3000 sampai 3x106 (Aliran turbulen)

    Korelasi Blasius f= 0.316 25.0ReN digunakan untuk bilangan reynold sampai dengan 100.000

    1.3.2 Korelasi faktor gesekan untuk pipa halus Korelasi Nikuradse

    )2log(274.11df

    =

    Korelasi Jain

    )25.21log(214.11 9.0ReNdf

    +=

    Digunakan untuk selang kekasaran relative antara 10-6 sampai dengan 10-2 dan selang bilangan reynold 5x103 sampai 108.

    Korelasi Chen

    Diagram Moody

    +

    =

    8981.0

    Re

    1098.1

    Re

    149.78257.2

    log0452.57065.3

    log41NNf f

  • 2

    KORELASI KEHILANGAN TEKANAN GAS DALAM PIPA

    2.1. Korelasi Kehilangan Tekanan gas Dalam Pipa Tegak 2.1.1. Metode Sukkar & Cornell

    Mengembangkan persamaan kehilangan tekanan aliran gas dalam pipa berdasarkan persamaan keseimbangan energi.

    Asumsi-asumsi: Ek diabaikan, dengan pertimbangan pengaruhnya sangat rendah dibandingkan

    dengan energi yang lain. Sistem tidak melakukan kerja. Energi yang hilang sebagai akibat gesekan dianggap mengikuti persamaan Moody,:

    Dimana: f = faktor gesekan v = Kecepatan aliran, ft/det dL = panjang pipa, ft gc = faktor gravitasi, 32,2 lbm.ft/lbf.det2 d = diameter pipa, in

    Specific Volume (V) = f {T,P,M,Z}. Dimana: V = volume specific, cuft/lbm Z = faktor kompresibilitas gas, tak berdimensi T = temperatur, R M = berat molekul gas, lbm/lbmol P = tekanan, psia R = konstanta, 10,73 psi.ft3/lb.-mole.R

    Kecepatan Aliran gas (v): &

    Z & T dianggap tetap dan diambil pada harga rata-rata. Gas yang mengalir adalah gas kering. Persamaan dasar aliran fluida dalam pipa:

    Kehilangan tekanan alir gas dalam tubing:

    Dimana

    Ppr1 = tekanan tereduksi kepala sumur, tanpa satuan. Ppr2 = tekanan tereduksi kepala sumur, tanpa satuan. z = faktor deviasi gas. Q = laju alir gas, MMSCFD = temperatur rata-rata sepanjang pipa L, R Z = jarak vertikal, ft

  • 3

    D = diameter dalam pipa, in F = Fator gesekan, tanpa satuan Ppc = tekanan kritik semu, psia

    Prosedur perhitungan tekanan alir gas di dasar sumur berdasarkan tekanan kepala sumur: Langkah 1. Siapkan data [Pwh, Z, d, qg, Tbh, Tsur, f]. Langkah 2. Hitung Pc = 709.6040 - 058.716g & Tc = 170.491+307.344g Langkah 3. Hitung Temp. Rata-rata = (Tbh + Tsur)/2 Langkah 4. Hitung

    Langkah 5. Hitung Ruas Kanan =

    Langkah 6. Hitung Tekanan Kepala Sumur tereduksi. Langkah 7. Menentukan harga integral sumbu tegak. Langkah 8. Hasil Langkah 7 Hasil Langkah 5. Langkah 9. Baca harga tekanan tereduksi dasar sumur. Langkah 10. Hitung tekanan dasar sumur.

    2.1.2. Persamaan Cullender & Smith Faktor gesekan

    u/ diameter pipa d < 4.227 in

    u/ diameter pipa d > 4.227 in Persamaan kehilangan tekanan alir dasar sumur:

    Jika f, Q, d konstanta bukan f(P) maka

    Dimana: g = specific gravity gas L = panjang tubing, ft D = kedalaman sumur, ft P = tekanan, psia Q = laju alir gas, MMSCF/D

    T = temperatur aliran, R Z = faktor comprestibilitas gas, tak

    berdimensi. d = diameter tubing, in f = faktor gesekan, tak berdimensi

    Jika maka

    Perhitungan kehilangan tekanan pada setiap segmen pipa:

    u/ 1 segmen:

    u/ n segmen:

    Jika tubing dibagi 2 kelompok maka persamaan tersebut menjadi: u/ setengah bagian atas tubing

    u/ setengah bagian bawah tubing

  • 4

    Kedua persamaan tersebut dapat digabung menjadi :

    Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung tekanan alir dasar sumur maupun tekanan di kepala sumur.

    Prosedur perhitungan tekanan kepala sumur atau tekanan dasar sumur: Langkah 1. Siapkan data yang diperlukan. Langkah 2. Hitung faktor gesekan. Langkah 3. Hitung Fr. Langkah 4. Menentukan temperatur aliran gas di setiap segmen. Langkah 5. Hitung ruas kiri u/ setengah pipa bagian atas. Langkah 6. Hitung Iwh dengan persamaan

    Langkah 7. Anggap Imf = Iwh. Langkah 8. Hitung Pmf.

    Langkah 9. Hitung Imf dengan persamaan

    Langkah 10. Hitung kembali Pmf. Langkah 11. Bandingkan harga Pmf langkah 10 dan langkah 8. Langkah 12. Jika perbedaan Pmf langkah 11 < dari harga toleransi Pmf = Pmf hasil

    perhitungan. Jika perbedaan tersebut > dari toleransi yang diberikan maka kembali ke langkah 9, gunakan Pmf (langkah 10) sebagai P anggapan.

    Langkah 13. Ulangi perhitungan dari langkah 5 s/d 12 u/ setengah pipa bagian bawah, diawali dengan anggapan Iwf = Imf. Hitung Pwf dihitung dengan persamaan:

    2.1.3. Persamaan Peffer, Miller & Hill Specific gravity total fluida sumur (persamaan Rzasa & Katz):

    Dimana: = Specific gravity total

    = Specific gravity gas pada kondisi permukaan = Specific gravity minyak/kondensat

    = perbandingan gas kondensat, scf/stb = berat molekul kondensat

    Harga berat molekul kondensat (persamaan Cragoe):

  • 5

    Specific gravity total fluida sumur jika sumur gas juga memproduksikan air selain kondensat:

    Laju produksi gas total (gas & kondensat): Dimana GEO adalah:

    Faktor gesekan (persamaan Nikuradse):

    Prosedur perhitungan sama dengan prosedur perhitungan persamaan Cullender & Smith.

    2.1.4. Persamaan Sutopo & Sukarno Specific gravity campuran (gas & kondensat):

    Harga berat molekul kondensat (Craft hawkins): Laju produksi gas total (gas, kondensat & air):

    Faktor gesekan, Fr (fungsi dari Laju produksi gas total): Prosedur perhitungan sama seperti prosedur perhitungan persamaan Cullender & Smith, hanya berbeda pada persamaan untuk menghitung Specific gravity total, laju produksi total & faktor gesekan.

    2.1.5. Persamaan Shifeng Tian & Adewumi Faktor deviasi gas konstan dalam control volume. Persamaan dapat digunakan untuk memperkirakan kehilangan tekanan aliran pipa

    gas, baik vertikal maupun horizontal. Persamaan dasar yang menpresentasikan aliran aliran gas dalam pipa:

    Persamaan kontinyuitas satu dimensi untuk gas mengalir dalam pipa berdiamater tetap. ; ;

    Dimana: m = massa alir gas, yang berharga konstan sepanjang pipa. A = luas penampang pipa sc = kondisi standard faktor gesekan (f) aliran gas ke arah x:

    , dimana faktor gesekan tersebut dihitung dengan persamaan chen:

    Dimana: dan

    Laju alir gas dalam bentuk laju alir volume:

  • 6

    Persamaan implicit untuk perhitungan tekanan inlet dan outlet (diperlukan pemecahan dengan cara iterasi Newton Rapson):

    2.2. Korelasi Kehilangan Tekanan Alir Gas dalam Pipa Horizontal Asumsi-asumsi: 1. Perubahan energi kinetik diabaikan. 2. Aliran steady state dan isothermal. 3. Aliran horizontal. 4. Tidak ada kerja yang dilakukan oleh dan terhadap gas selama aliran.

    2.2.1. Korelasi Weymouth 2.2.1.1. Aliran pada Pipa Horizontal

    Umumnya digunakan untuk merencanakan pipa dengan diameter dalam < 12 in.

    Persamaan umum:

    Persamaan faktor gesekan:

    Tekanan rata-rata:

    Keterangan: qg = laju aliran gas, SCF/jam Tb = temperatur standard, R Pb = tekanan standard, psia P1 = tekanan masuk, psia P2 = tekanan keluar, psia d = diameter dalam, ft

    = specific gravity gas T = temperatur aliran, R f = faktor gesekan L = panjang pipa, ft Z = faktor deviasi gas, pada P & T

    rata-rata

  • 7

    2.2.1.2. Aliran pada Pipa Non-horizontal

    Dimana:

    = elevasi outlet dikurangi dengan elevasi inlet. Panjang ekivalen pipa dengan satu harga kemiringan:

    Panjang ekivalen pipa berdasarkan segmen-segmen pipa dengan ketinggian yang berbeda:

    2.2.2. Persamaan Panhandle A Faktor gesekan:

    Aliran gas dalam pipa:

    2.2.3. Persamaan Panhandle B Faktor gesekan

    Aliran gas dalam pipa

    2.3. Effisiensi Pipa Faktor efisiensi dari pipa dengan kandungan dan jenis cairan tertentu.

    Tipe Pipa Kandungan cairan dalam gad (gal/MMcf) Faktor Efisiensi (E)

    Dry Gas Field 0.10 0.92

    Casing head Field 7.20 0.77

    Gas dan Kondensat 800 0.60

    2.4. Ringkasan Persamaan-persamaan Laju Alir Gas pada Pipa Persamaan aliran gas pada pipa secara umum:

    Persamaan a1 a2 a3 a4 a4

    Weymouth 433.5 0.1 0.5 0.5 2.667

  • 8

    Papndhandle A 435.87 1.0788 0.5394 0.4604 2.6182

    Papndhandle B 737.0 1.02 0.510 0.490 2.530

    2.5. Perkiraan Kehilangan Tekanan Alir Dalam Pipa dengan menggunakan Kurva Pressure Traverse

    Persamaan aliran fluida: Persamaan aliran gas dalam pipa: L & d (dalam feet) L(

    POLA ALIRAN DAN VARIABEL ALIRAN FLUIDA DUA FASA DALAM PIPA

    Pada keadaan sebenarnya di lapangan, fluida reservoir yang diproduksi melalui sumur dapat terdiri dari campuran cairan dan gas. Pada persamaan kehilangan tekanan aliran dalam pipa, salah satu parameter yang digunakan adalah densitas. Untuk kondisi dua fasa (gas dan airan) maka densitas yang digunakan adalah campuran antara densitas gas dan densitas cairan. Demikian juga halnya untuk viskositas dan sifat-sifat fisik fluida lainnya. Perbedaan densitas yang besar antara gas dan cairan menyebabkan gas dapat bergerak labih cepat dibandingkan cairan. Hal ini menyebabkan perbandingan gas dan cairan pada suatu kondisi tertentu menjadi sulit untuk ditentukan.

    4.1 Pola Aliran Fluida Dua Fasa dalam Pipa

    Gas dan cairan yang mengalir secara serentak dalam pipa, akan membentuk distribusi fasa gas dan fasa cair, yang berbagai ragam bentuknya, sesuai dengan jumlah fasa gas dan cair yang mengalir. Distribusi fasa gas dan cair tersebut dalam perbandingan tertentu membentuk pola aliran tertentu pula. Bentuk pola aliran tersebut tergantung pada:

    1. Perbedaan sifat fisik gas dan cairan 2. Sifat antar muka gas dan cairtan 3. Sifat membasahi gas dan cairan terhadap dinding dalam pipa

    Ketga hal tersebut membentuk distribusi yang rumit antara gas dan cairan yang brgerak sepanjang pipa. Secara umum distriubusi gas dan cairan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian fasa yang kontinu dan bagian fasa yang tidak kontinu (diskontinu) Secara umum, dapat terjadi dua kecenderungan dalam pembentukan pola aliran, yaitu:

    1. Pada fasa yang diskontinu, fasa cenderung membentuk butiran. Sebagai contoh jika jumlah yang mengalir kecil, maka gs kan membentuk gelembung-gelelmbung gas (butir-butir gas). Secara sama, jika gas mengalir dalam jumlah yang lebih besar

    Pressure treverse: Ukuran pipa Panjang pipa/

    Kedalaman sumur Laju produksi Posisi choke Perbandingan gas-cairan

    Dapat diperkirakan: P di kepala sumur P dasar sumur P separator P downstream choke permukaan P upstream choke di tubing

  • 9

    dibandingkan dengan cairan, maka iran akan merupakan fasa diskontinu, dan akan membentuk butir-butir cairan.

    2. Dinding pipa cenderung lebih mudah dibasahi cairan. Hal ini menyebabkan fasa gas akan etrkumpul di bagian tengah pipa, baik dalam bentuk butir-butir gas maupun dalam bentuk kolom gas di tengah-tenah pipa.

    Berdasarkan klasifikasi bentuk aliran atau pola aliran akan membedakan phenomena aliran fluida dua fasa dalam pipa, yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan model secara matematis. Penentuan klasifikasinya sangat rumit, sehingga sampai saat ini belum ada satu kesepakatan tantang pola aliran. Untuk mengatasi hal tersebut dibuat alat ukur pola aliran, yaitu:

    1. Needle contact device. Ujung jarum yang dipasang di bagian tengah pipa, akan bertumbukan dengan fasa gas dan cair dan hasilnya dicatat oleh oscilloscope. Hasil catatan tersebut dikorelasikan dengan bentuk pola aliran yang terjadi.

    2. Continuous X-ray Absorption, yang mengukur secra kontinu gelembung-elembung gas. Fluktuasi hasil pencatatan pengukuran merupakan fungsi dari probabilitas densitas yang mencerminkan konsentrasi gelembung-gelembung gas. Fungsi probabilitas densitas ini menunjukkan sifat-sifat tertentu untuk pola aliran gelembung (bubble flow), slug flow ataupun mist flow.

    4.2. Peta Pola Aliran (Flow Pattern Map) Pta aliran horizontal sebgai fungsi superficial mass flux untuk cairan dan fas, masing-masing GL dan GG. Sumbu-sumbu peta pola aliran menuraut Baker adalah:

    Sumbu tegak : Gg

    Sumbu datar : GgGl

    Dimana :

    5.0

    =

    wg

    lg

    } 5.12

    =

    lw

    l

    lw

    4.3. Variabel-Variabel Aliran Fluida Dua Fasa Dalam Pipa 4.3.1.Hold Up Liquid hold up didefinisikan sebagai bagian dari segmen pipa pada saat yang ditempati leh cairan. Definisi ini dapat dituliskan sebagai berikut:

    pipasegmenVolumepipasegmendalamcairanVolumeYL

    =

    Dalam devinisi tersebut, kondisi yang harus dipenuhi adalah bahwa kecepatan aliran gas tidak sama (umumnya lebih besar) dengan kecepatan aliran cairan. Secara percobaan, liquid hold-up ditentukan dengan cara mengukur :

    1. Resistivity 2. Densitas dengan menggunakan densitometer

  • 10

    3. Volume cairan dalam segmen pipa dengan panjang tertentu yang dilengkapi dengan quick closing valve pada ujung-ujung segmen.

    Dari hasil percobaan, liquid hold-up merupakan fungsi dari:

    1. Sifat-sifat fisika gas dan cairan 2. Pola aliran 3. Diameter pipa 4. Kemiringan pipa

    4.3.2. No-Slip hold-up No-slip hold-up adalah hold-up dengan menganggap bahwa kecepatan aliran gas sama dengan kecepatan aliran cairan. Maka no-slip liquid dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:

    qLqgqLL+

    =

    Dimana : qL = laju aliran cairan qg = laju aliran gas seperti halnya liquid hold-up, harga no-slip gas hold-up dapat dinyatakan sebagai :

    qLqgqgLg+

    == 1

    4.3.3. Densitas Fluida Densitas campuran cairan dapat didekati dengan menggunakan persamaan berikut : L = 0f0 + wfw dimana : fo = fraksi minyak = qo/(qo+qw) fw = fraksi air = 1 fo Densitas campuran gas dan cairan dengan salah satu dari tiga persamaan berikut ini : s = LyL + g(1-yL) n = LL + g(1-L) )1(

    )1( 22yL

    LgqLqgLqLqk

    ++

    =

    Dimana : s = slip density n = no-slip density k = kinetic density

    4.3.4. Kecepatan Umumnya variable kecepatan dalam perhitungan kehilangan tekanan aliran dalam pipa dinyatakan dalam kecepatan superficial. Kecepatan superficial cairan VsL dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut :

    AqLVsL =

    Dimana : A = Luas penampang pipa

  • 11

    Secara sama kecepatan superficial gas adalah sebagai berikut :

    AqgVsg =

    Oleh karena penampang pipa yang berisi fluida sebanding dengan harga hold-up, maka kecepatan cairan dan gas sebenarnya, dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut :

    AyLqLVL =

    AygqgVg =

    Oleh karena L dan g memunyai harga lebh kecil dari 1, maka kecepatan sebenarnya selalnlbih besar dari pada kecepatan superficial. Kecepatan gabungan flida dua fasa ditenukan berdasarkan laju aliran total, yaitu:

    { }Vs

    VsVslVsVmVmVsyL2

    4)( 5.02 ++=

    4.3.5. Viskositas

    L=LyL+gyg

    4.3.6. Tegangan Permukaan

    L=0f0+wfw

    DISTRIBUSI TEMPERATUR ALIR DALAM TUBING

    5.1 Pendahuluan

    Perpindahan panas fluida yang mengalir dari dasar sumur kepermukaan melalui tubing menyebabkan terjadinya penurunan temperatur alir dalam tubing. Untuk perhitungan kehilangan tekanan alir dalam tubing baik untuk aliran 2 fasa atau aliran gas diperlukan dasar sifat fisika fluida yang mengalir, sepeti densitas, viscositas, tegangan permukaan, faktor volume formasi fluida dan sebagainya.

    5.2 Proses perpindahan panas untuk aliran fluida dalam tubing.

    Kinz dan Tixier menganalisa hasil survey temperatur alir pada sumur gas yang digabungkan dengan hasil data analisa Induction log dan Radioaktif log.

    Berdasarkan proses perpindahan panas tersebut, parameter yang mempengaruhi perpindahan panas adalah: konduktifitas panas formasi, konduktifitas tubing, annulus, casing, dan semen, kapasitas panas

  • 12

    fluida dalam sumur gas dan cairan, gradien temperatur dalam arah horizontal, laju alir gas(kondensasi gas selama aliran), jenis aliran panas (konduksi, konveksi, atau radiasi). 5.3 Persamaan Perpindahan Panas Berdasarkan Panas Energi

    Dapat ditulis secara matematika, sebagai berikut:

    =

    +

    +

    jdZdWf

    dZdQ

    jdZgvdv

    jgg

    dZdH

    cc

    sin

    Dimana: H = entalphy

    Z = jarak yang diukur dari dasar sumur Vdv = energi kinetik

    Wf = kerja yang dilakukan oleh fluida Q = perpindahan panas J = konstanta Joule

    gc = percepatan gravitasi.

    5.4 Model Matematis Perpindahan Panas Aliran Dalam Tubing

    Proses perpindahan panas yang dikemukakan oleh Kunz dan Tixier sangat sulit dinyatakan dalam bentuk matematis.

    Jadi model matematis perpindahan panas aliran dalam tubing sebagai berikut:

    r

    Tk

    c

    rr

    Tr

    T sgvss

    +

    1

    2

    2

    5.5 Korelasi Distribusi Temperatur Alir dalam Tubing

    5.5.1 Korelasi Shiu&Beggs

    Anggapan yangdigunakan dalam penyederhanaan persamaan energi yaitu aliran steady state, tidak ada kerja yang dilakukan oleh fluida terhadap sistim, cairab incompressible, dan energi kinetik diabaikan. 5.5.2 Korelasi Rajiv Sagar Sagar mengembangkan korelasi distribusi temperatur alir dalam tubing berdasarkan model yang lebih baik dibandingkan model shiu&beggs.

    5.5.3 Korelasi Hasan & Kabir

    Hasan dan Kabir menurunkan persaman untuk memperkirakan distribusi temperatur alir dua fasa dalam tubing berdasarkan model matematis perpindahan panas dari fluida dalam tubing ke lapisan disekitar lubang sumur.

    5.6 Korelasi Distribusi Temperatur Alir Gas Dalam Tubing

  • 13

    5.6.1 Persamaan Sukarno & Retnanto

    Lasem et.al menurunkan persamaan distribusi temperatur alir gas. Persamaan yang diperolehnya sangat kompleks, karena mengandung fungsi Bessel order 1 dan 2, sehingga sulit dalam pemakaiannya. Bertitik tolak dari kesulitan tersebut, sukarno & Retnanto menyederhanakan persamaan Lasem et.al menjadi suatu korelasi distribusi temperatur alir gas, yang jauh lebih sederhana. Variabel variable yang terlibat dikelompokkan dalam bentuk variable tak berdimensi, sehingga dimungkinkan untuk mengembangkan korelasi yang bersifat umum. Hal yang dapat dimanfaatkan, antara lain untuk memperkirakan: saat tercapainya kondisi aliran mantap suatu sumur yang sedang dilakukan uji produksi, distribusi temperatur alir atau statik dalam sumur pada kondisi transien atau mantap.

    ( )215257,8456,6631 KKkqBq

    kcqBqG

    xGTTe

    ggg

    e

    vgggTTgBHgt

    +=

    Persamaan diatas digunakan untuk memperkirakan distribusi temperatur alir gas dalam tubing dimakan K1 dan K2 dihitung sebagai berikut

    += 21

    576ln4931,05898,0dcK

    Kss

    e

    =ggvs

    e

    BqcxK

    K 456,66312 )7971,0(9542,3

    KORELASI KEHILANGAN TEKANAN ALIR FLUIDA DUA FASA DALAM PIPA

    6.1. PENDAHULUAN Sampai saat ini lebih dari 10 korelasi yang tersedia, untuk memperkirakan kehilangan

    tekanan alir fluida dua fasa dalam pipa : - Poettman & Carpenter - Gilbert - Baxendall & Thomas - Duns & Ros - Fancher & Brown - Hagedorn & Brown - Eaton - Orkiszewski - Dukler - Aziz, Govier & Fogarasi - Beggs & Brill - Chierichi, Ciucci & Sciocchi - Gray

  • 14

    - Mukherjee & Brill - Hasan & Kabir

    6.2. Korelasi Hagedorn & Brown Yakni menggunakan sumur percobaan dengan ukuran tubing berukuran 1.5 nominal sampai dengan 2.5 nominal. Campuran gas dan cairan (minyak & air) dialirkan dari dasar sumur sampai permukaan dan kehilangan tekanan sepanjang pipa tersebut diukur Hagedorn & Brown menurunkan empat bilangan tak berdimensi :

    1. Liquid Velocity Number NLv =1.938 )0.25 ......... (6-1)

    2. Gas Velocity Number Ngv = 1.938vsg )0.25 . (6-2)

    3. Pipe Diameter Number ND = 120.872d )0.5 . (6-3)

    4. Liquid Viscosity Number NL = 0.15726 } . (6-4)

    Korelasi Liquid Hold-up

    Gambar 6.1 dan 6.2 adalah grafik untuk menentukan intermediate variable, yaitu dan CNL sedangkan gambar 6.3 adalah grafik korelasi perhitungan liquid hold-up. Prosedur perhitungan Liquid Hold-up adalah sebagai berikut :

    1. Hitung keempat bilangan tak berdimensi, berdasarkan persamaan (6-1) sampai dengan persamaan (6-4).

    2. Hitung harga sumbu-X, pada gambar 6.1, yaitu :

    (6-5) Berdasarkan harga sumbu-X tersebut, tentukan harga .

    3. Berdasarkan harga NL yang dihitung pada langkah 1, tentukan harga CNL dengan menggunakan gambar 6.2.

    4. Hitung harga sumbu-X, pada gambar 6.3, yaitu :

    .. (6-6) Berdasarkan harga sumbu-X tersebut tentukan (yL/) dengan menggunakan gambar 6.3.

    5. Berdasarkan harga dari langkah 2 dan harga yL/ dari langkah 4, maka dapat dihitung yL, yaitu :

    ... (6-7) Berdasarkan harga yL dari persamaan (6-8), maka gradien tekanan akibat elevasi dihitung dengan persamaan berikut :

  • 15

    (6-8)

    6.3. Korelasi Beggs dan Brill

    Begss dan Brill membagi pola aliran sebagai berikut : 1. Pola aliran Segregated.

    L < 0.01 dan NFR < L1 atau L 0.0 dan NFR < L2

    2. Pola aliran Transisi L 0.0 dan L2 NFR L3

    3. Pola aliran intermittent 0.01 L 0.4 dan L2 NFR L4 L 0.4 dan L3 NFR L4

    4. Pola Aliran Distributed L < 0.4 dan NFR L2 NFR 0.4 dan NFR > L4

    Parameter-parameter yang diperlukan untuk mendefinisikan masing-masing pola aliran tersebut adalah sebagai berikut :

    .. (6-9)

    .. (6-10) .. (6-11)

    .. (6-12) .. (6-13)

    .. (6-14)

    Korelasi Liquid Hold-up

    Pola aliran yang dihasilkan oleh Beggs dan Brill berdasarkan pada pengamatan terhadap pola aliran pada posisi pipa horizontal. Untuk perhitungan liquid Hold-up pada kedudukan tidak horizontal, perlu dilakukan koreksi.

    yL () = ()yL(0) . (6-15)

    dimana : yL () = liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa sebesar yL(0) = liquid hold-up pada posisi pipa horizontal = factor koreksi terhadap kemiringan pipa.

    Harga yL(0) ditentukan berdasarkan persamaan berikut : . (6-16)

  • 16

    Dimana : a, b dan c adalah konstanta-konstanta yang tergabung pada pola aliran dan ditunjukkan pada Tabel 6.1.

    Tabel 6.1 Konstanta a, b dan c persamaan (6-16)

    Pola aliran A B C

    Segregated 0.9800 0.4846 0.0868

    Intermittent 0.8450 0.5351 0.0173

    distributed 1.0650 0.5824 0.0609

    Faktor koreksi untuk sudut kemiringan pipa ditentukan berdasarkan persamaan berikut : (6-17)

    Dimana adalah sudut kemiringan pipa terhadap bidang horizontal.

    Untuk aliran vertikal, dimana sudut sebesar 900 maka persamaan (6-17) dapat disederhanakan menjadi :

    (6-18) Dimana :

    C adalah konstanta persamaan yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : .. (6-19)

    Dimana konstanta d, e, f dan g ditentukan berdasarkan Tabel 6.2, sesuai dengan pola aliran yang diperkirakan.

    Tabel 6.2. Konstanta d,e, f dan g untuk persamaan (6-19)

    Pola aliran d e f g

    Segregated up-hill 0.011 -3.7680 3.5390 -1.6140

    Intermittent up-hill 2.960 0.3050 -0.4473 0.0978

    Distributed up-hill Tidak perlu dikoreksi, C=0

    Semua pola aliran down-hill 4.700 -0.3692 0.1244 -0.5056

    Untuk pola aliran transisi, harga liquid hold-up ditentukan berdasarkan hasil interpolasi antara harga liquid hold-up pada pola aliran segregated dan intermittent, berdasarkan persamaan berikut :

    (6-20) Dimana :

    ;

  • 17

    Korelasi Faktor Gesekan

    Beggs dan Brill mendefinisikan faktor gesekan sebagai berikut : .. (6-21)

    Dimana fn adalah faktor gesekan no-slip yang ditentukan berdasarkan diagram Moody untuk smooth pipe atau dengan menggunakan persamaan berikut :

    ... (6-22) Bilangan Reynold pada kondisi no-slip ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

    .. (6-23) .. (6-24)

    Sedangkan harga ftp/fn dihitung dengan persamaan sebagai berikut : .. (6-25)

    Dimana : . (6-26)

    ... (6-27) Apabila harga 1

  • 18

    .. (6-30)

    Harga Pb adalah tekanan standar yaitu sebesar 14.65 psi. Fungsi yL tersebut secara grafis ditunjukkan pada Gambar 6.4. (garis putus-putus merupakan garis ekstrapolasi yang dilakukan pada kelompok bilangan tak berdimensi 0.9. Dengan demikian hasil perhitungan mungkin akan memberikan kesalahan pada harga kelompok bilangan tak berdimensi lebih besar dari 0.9)

    Korelasi Gradien Akibat Gesekan

    Eaton menurunkan persamaan gradien tekanan sebagai akibat gesekan adalah sebagai berikut :

    .. (6-31) Dimana : n = no-slip density =

    Vm = kecepatan campuran, ft/det wm = kecepatan massa campuran, lbm/det A = luas penampang pipa, ft2 d = diameter pipa, ft. faktor gesekan (f), ditentukan berdasarkan korelasi antara dua kelompok tak berdimensi, yaitu :

    (6-32)

    Kehilangan tekanan sebagai akibat akselerasi (percepatan), dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

    Dimana : dvL = vL(P1,T1) vL(P2,T2) dvg = Vg(P1,T1) vg(P2,T2)

    Apabila Ek adalah (dP/dL)acc, maka kehilangan tekanan aliran total dalam pipa horizontal adalah sebagai berikut :

    6.5. Korelasi Hasan dan Kabir

    Hasan & Kabir mengembangkan korelasi berdasarkan model fisik, prediksi pola aliran, fraksi kehampaan (void fraction) dan kehilangan tekanan selama aliran multifasa dalam dalam sumur vertikal. Metode ini untuk memprediksi fraksi kehampaan dan kehilangan tekanan yang kemudian dikembangkan dengan melakukan perhitungan persamaan untuk gradient tekanan kepala sumur statik, kehilangan tekanan dan kehilangan energi kinetik.

  • 19

    Korelasi ini memprediksi empat aliran pola aliran gas atau cairan yang ada dalam aliran vertikal yakni, bubbly, slug, churn dan annular.

    1. Pola aliran transisi a. Aliran Bubbly/Slug-Aliran Transisi

    Hasan dan Kabir mendapatkan fraksi kehampaan pada aliran transisi sekitar 0.25 yang dalam geometri annular (casing/tubing). Hubungan antara void fraksi (fg) dengan kecepatan superficial gas :

    Atau : /

    Menggunakan fg = 0.25 diperoleh :

    Kenaikan kecepatan taylor bubbly dapat dituliskan :

    dan tergantung diameter pipa, ketika : VT > V, gelembung taylor terkecil paling ujung VT < V, terjadi dalam pipa dengan ukuran kecil.

    b. Transisi ke Aliran Dispersed Bubbly Taitle menggambarkan mixture velocity sebagai berikut :

    c. Slug/Chun-Aliran Transisi Menggunakan hubungan antara gelembung Taylor dan kenaikan kecepatan VT menjadi mixture velocity, VM :

    d. Transisi ke Aliran Annular Kecepatan minimum dapat ditentukan dari kesetimbangan gaya drag pada droplet dan gaya gravitasi dituliskan sebagai berikut :

    atau :

  • 1

    BAB II KORELASI KEHILANGAN TEKANAN GAS DALAM PIPA

    2.1. Korelasi Kehilangan Tekanan gas Dalam Pipa Tegak 2.1.1. Metode Sukkar & Cornell

    Mengembangkan persamaan kehilangan tekanan aliran gas dalam pipa berdasarkan persamaan keseimbangan energi.

    Asumsi-asumsi:

    Ek diabaikan, dengan pertimbangan pengaruhnya sangat rendah dibandingkan dengan energi yang lain.

    Sistem tidak melakukan kerja. Energi yang hilang sebagai akibat gesekan dianggap mengikuti persamaan Moody,:

    Dimana:

    f = faktor gesekan

    v = Kecepatan aliran, ft/det dL = panjang pipa, ft gc = faktor gravitasi, 32,2 lbm.ft/lbf.det2 d = diameter pipa, in

    Specific Volume (V) = f {T,P,M,Z}.

    Dimana:

    V = volume specific, cuft/lbm Z = faktor kompresibilitas gas, tak berdimensi T = temperatur, R

    M = berat molekul gas, lbm/lbmol P = tekanan, psia

    R = konstanta, 10,73 psi.ft3/lb.-mole.R

    Kecepatan Aliran gas (v):

    &

    Z & T dianggap tetap dan diambil pada harga rata-rata. Gas yang mengalir adalah gas kering.

  • 2

    Persamaan dasar aliran fluida dalam pipa:

    Kehilangan tekanan alir gas dalam tubing:

    Dimana

    Ppr1 = tekanan tereduksi kepala sumur, tanpa satuan. Ppr2 = tekanan tereduksi kepala sumur, tanpa satuan. z = faktor deviasi gas. Q = laju alir gas, MMSCFD = temperatur rata-rata sepanjang pipa L, R Z = jarak vertikal, ft D = diameter dalam pipa, in F = Fator gesekan, tanpa satuan

    Ppc = tekanan kritik semu, psia

    Prosedur perhitungan tekanan alir gas di dasar sumur berdasarkan tekanan kepala sumur: Langkah 1. Siapkan data [Pwh, Z, d, qg, Tbh, Tsur, f]. Langkah 2. Hitung Pc = 709.6040 - 058.716g & Tc = 170.491+307.344g Langkah 3. Hitung Temp. Rata-rata = (Tbh + Tsur)/2 Langkah 4. Hitung

    Langkah 5. Hitung Ruas Kanan =

    Langkah 6. Hitung Tekanan Kepala Sumur tereduksi.

    Langkah 7. Menentukan harga integral sumbu tegak. Langkah 8. Hasil Langkah 7 Hasil Langkah 5. Langkah 9. Baca harga tekanan tereduksi dasar sumur. Langkah 10. Hitung tekanan dasar sumur.

  • 3

    2.1.2. Persamaan Cullender & Smith Faktor gesekan

    u/ diameter pipa d < 4.227 in

    u/ diameter pipa d > 4.227 in

    Persamaan kehilangan tekanan alir dasar sumur:

    Jika f, Q, d konstanta bukan f(P) maka

    Dimana:

    g = specific gravity gas

    L = panjang tubing, ft D = kedalaman sumur, ft P = tekanan, psia

    Q = laju alir gas, MMSCF/D

    T = temperatur aliran, R

    Z = faktor comprestibilitas gas, tak berdimensi.

    d = diameter tubing, in f = faktor gesekan, tak berdimensi

    Jika maka

    Perhitungan kehilangan tekanan pada setiap segmen pipa:

    u/ 1 segmen:

    u/ n segmen:

    Jika tubing dibagi 2 kelompok maka persamaan tersebut menjadi: u/ setengah bagian atas tubing

    u/ setengah bagian bawah tubing

    Kedua persamaan tersebut dapat digabung menjadi :

  • 4

    Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung tekanan alir dasar sumur maupun tekanan di kepala sumur.

    Prosedur perhitungan tekanan kepala sumur atau tekanan dasar sumur: Langkah 1. Siapkan data yang diperlukan. Langkah 2. Hitung faktor gesekan.

    Langkah 3. Hitung Fr. Langkah 4. Menentukan temperatur aliran gas di setiap segmen. Langkah 5. Hitung ruas kiri u/ setengah pipa bagian atas.

    Langkah 6. Hitung Iwh dengan persamaan

    Langkah 7. Anggap Imf = Iwh.

    Langkah 8. Hitung Pmf.

    Langkah 9. Hitung Imf dengan persamaan

    Langkah 10. Hitung kembali Pmf. Langkah 11. Bandingkan harga Pmf langkah 10 dan langkah 8. Langkah 12. Jika perbedaan Pmf langkah 11 < dari harga toleransi Pmf = Pmf hasil

    perhitungan. Jika perbedaan tersebut > dari toleransi yang diberikan maka kembali ke langkah 9, gunakan Pmf (langkah 10) sebagai P anggapan.

    Langkah 13. Ulangi perhitungan dari langkah 5 s/d 12 u/ setengah pipa bagian bawah, diawali dengan anggapan Iwf = Imf. Hitung Pwf dihitung dengan persamaan:

    2.1.3. Persamaan Peffer, Miller & Hill

    Specific gravity total fluida sumur (persamaan Rzasa & Katz):

    Dimana:

    = Specific gravity total

    = Specific gravity gas pada kondisi permukaan

  • 5

    = Specific gravity minyak/kondensat

    = perbandingan gas kondensat, scf/stb

    = berat molekul kondensat

    Harga berat molekul kondensat (persamaan Cragoe):

    Specific gravity total fluida sumur jika sumur gas juga memproduksikan air selain kondensat:

    Laju produksi gas total (gas & kondensat):

    Dimana GEO adalah:

    Faktor gesekan (persamaan Nikuradse):

    Prosedur perhitungan sama dengan prosedur perhitungan persamaan Cullender & Smith.

    2.1.4. Persamaan Sutopo & Sukarno

    Specific gravity campuran (gas & kondensat):

    Harga berat molekul kondensat (Craft hawkins):

    Laju produksi gas total (gas, kondensat & air):

    Faktor gesekan, Fr (fungsi dari Laju produksi gas total): Prosedur perhitungan sama seperti prosedur perhitungan persamaan Cullender & Smith, hanya berbeda pada persamaan untuk menghitung Specific gravity total, laju produksi total & faktor gesekan.

    2.1.5. Persamaan Shifeng Tian & Adewumi

    Faktor deviasi gas konstan dalam control volume.

  • 6

    Persamaan dapat digunakan untuk memperkirakan kehilangan tekanan aliran pipa gas, baik vertikal maupun horizontal.

    Persamaan dasar yang menpresentasikan aliran aliran gas dalam pipa: Persamaan kontinyuitas satu dimensi untuk gas mengalir dalam pipa berdiamater

    tetap. ; ;

    Dimana:

    m = massa alir gas, yang berharga konstan sepanjang pipa. A = luas penampang pipa

    sc = kondisi standard faktor gesekan (f) aliran gas ke arah x:

    , dimana

    faktor gesekan tersebut dihitung dengan persamaan chen:

    Dimana: dan

    Laju alir gas dalam bentuk laju alir volume:

    Persamaan implicit untuk perhitungan tekanan inlet dan outlet (diperlukan pemecahan dengan cara iterasi Newton Rapson):

    2.2. Korelasi Kehilangan Tekanan Alir Gas dalam Pipa Horizontal Asumsi-asumsi:

    1. Perubahan energi kinetik diabaikan. 2. Aliran steady state dan isothermal. 3. Aliran horizontal.

    4. Tidak ada kerja yang dilakukan oleh dan terhadap gas selama aliran.

    2.2.1. Korelasi Weymouth

  • 7

    2.2.1.1. Aliran pada Pipa Horizontal Umumnya digunakan untuk merencanakan pipa dengan diameter dalam < 12 in.

    Persamaan umum:

    Persamaan faktor gesekan:

    Tekanan rata-rata:

    Keterangan:

    qg = laju aliran gas, SCF/jam Tb = temperatur standard, R Pb = tekanan standard, psia P1 = tekanan masuk, psia

    P2 = tekanan keluar, psia

    d = diameter dalam, ft

    = specific gravity gas

    T = temperatur aliran, R

    f = faktor gesekan

    L = panjang pipa, ft Z = faktor deviasi gas, pada P & T

    rata-rata

    2.2.1.2. Aliran pada Pipa Non-horizontal

    Dimana:

    = elevasi outlet dikurangi dengan elevasi inlet.

    Panjang ekivalen pipa dengan satu harga kemiringan:

    Panjang ekivalen pipa berdasarkan segmen-segmen pipa dengan ketinggian yang berbeda:

    2.2.2. Persamaan Panhandle A

    Faktor gesekan:

  • 8

    Aliran gas dalam pipa:

    2.2.3. Persamaan Panhandle B

    Faktor gesekan

    Aliran gas dalam pipa

    2.3. Effisiensi Pipa Faktor efisiensi dari pipa dengan kandungan dan jenis cairan tertentu.

    Tipe Pipa Kandungan cairan dalam gad (gal/MMcf) Faktor Efisiensi (E) Dry Gas Field 0.10 0.92

    Casing head Field 7.20 0.77

    Gas dan Kondensat 800 0.60

    2.4. Ringkasan Persamaan-persamaan Laju Alir Gas pada Pipa Persamaan aliran gas pada pipa secara umum:

    Persamaan a1 a2 a3 a4 a4

    Weymouth 433.5 0.1 0.5 0.5 2.667

    Papndhandle A 435.87 1.0788 0.5394 0.4604 2.6182

    Papndhandle B 737.0 1.02 0.510 0.490 2.530

    2.5. Perkiraan Kehilangan Tekanan Alir Dalam Pipa dengan menggunakan Kurva Pressure Traverse

    Persamaan aliran fluida: Persamaan aliran gas dalam pipa: L & d (dalam feet)

    Pressure treverse: Ukuran pipa Panjang pipa/

    Kedalaman sumur Laju produksi Posisi choke Perbandingan gas-cairan

    Dapat diperkirakan: P di kepala sumur P dasar sumur P separator P downstream choke permukaan P upstream choke di tubing

  • 1

    C.PERSAMAAN ALIRAN CAIRAN DALAM PIPA MELALUI DAERAH YANG NAIK TURUN

    Persamaan aliran cairan melalui pipa dapat di turunkan dari persamaan steady state dan kesetimabangan energy yang dapat di tuliskan sebagai berikut:

    Di mana persamaan ini di gunakan karena adanya gesekan antara titik 1 dan titik 2 di dalam pipa atau dapat di sebut juga head loss (ZfL).

    Adapun persamaan head loss yang di karenakan gesekan dapat di tulis dengan persamaan Darcy yaitu sebagai berikut :

    Di mana : ZfL : Head Loss, ft

    f : Faktor gesekan

    L : Panjang pipa, ft v : Kecepatan laju alir, ft/detik d : Diameter dalam pipa

    g : Percepatan gravitasi, ft/detik2

    Di karenakan adanya aliran laminer, factor gesekan, dapat di perkirakan dengan prsamaan empiris sebagai berikut :

    Sedangkan untuk aliran turbulen, factor gesekan dapat d perkirakan dengan persamaan berikut :

    Untuk pipa halus :

    1. Korelasi Blasius (Nre < 105)

  • 2

    2. Korelasi Drew, Kro dan Mc.Adam (1970)

    3. Aliran dengan kecepatan sedang

    4. Aliran dengan sebagian turbulen

    5. Korelasi Prendlli (untuk aliran benar-benar turbulen)

    Untuk pipa kasar :

    1. Korelasi Colebrook

    2. Korelasi Coleebrook (sangat kasar)

    3. Korelasi Swamee dan Jain (1978) untuk 10-6< < 10-2 dan 5000 < Nre < 108

    Persamaan di atas mempunyai kesalahan 1% bila di bandingkan dengan korelasi Colebrook.

    4. Korelasi Nukiradse (untuk aliran yang benar-benar turbulen)

    5. Korelasi Chen

  • 3

    Apabila persamaan tersebut tekanan pada cairan yang mengalir melalui pipa horizontal dapat di tuliskan juga sebagai berikut :

    atau

    Persamaan Hazen-william di gunakan pada aliran cairan dalam pipa horizontal yaitu sebagai berikut :

    Dapat di tuliskan juga hubungan antara kecepatan aliran dan laju alir dalam pipa yaitu sebagai berikut :

    Untuk menentukan Head Loss pada aliran cairan dalam pipa horizontal dapat menggunakan persamaan Hazen-William yaitu :

    Selain itu untuk menentukan tekanan fluida pada dasar sumur dapat di tentukan dengan persamaan sebagai berikut :

    Untuk mendesain pipa yang mengalirkan fluida cair melalui daerah yang berbukit (naik turun) harus memperhitungkan adanya perubahan elevasi dan kehilangan energy karena gesekan atau friksi. Dalam hal seperti itu metode yang relative sederhana untuk peramalan ataupun desain system pipanya adalah dengna menggunakan metode grafis.Metode ini di gunakan dengan asumsi aliran fluidanya yaitu steady state. Dalam metode ini dapat dapat di turunkan dari persamaan kesetimbangan energy sebagai berikut :

  • 4

    Dalam kehilangan energy karena adanya gesekan atau riksi dapat di formulasikan menggunakan persamaan Darcy dan Weishbah yaitu sebagai berikut:

    Dengan menggunakan persamaan di atas , maka persamaan dapat di tulis sebagai berikut :

    Secara diskrit Persamaan di atas juga dapat di tulis sebagai berikut :

    Persamaan di atas dapat juga di tuliskan sebagai berikut :

    Apabila di perhatikan satuan dari komponen pada persamaan di atas, jika Kineti atau velocity head di abaikan maka persamaan di atas berubah menjadi :

    Catatan bahwa :

    atau

    Persamaan di atas dapat juga dituliskan sebagai berikut :

  • 5

    Atau dapat juga di sederhanakn menjadi :

    C.1. Perencanaan Pipa

    Dengan memasukan persamaan diatas maka kita dapat memperoleh persamaan lain yaitu sebagai berikut :

    Harga factor gesekan dapat di hitung dengan model persamaan, jika peramaan Blasius (Nre < 105)di gunakan yaitu :

    Maka persamaan gradient friksinya menjadi :

    Dimana NRe adalah bilangan Reynold yang dapat di hitung dengan menggunakan persamaan berikut :

    Sehingga persamaan Gradien friksinya menjadi :

    C.2. Ukuran Booster

  • 6

    Persamaan Konversi yang di pakai untuk menentukan ukuran Booster yaitu sebagai berikut :

    Persamaan di atas pada dasarnya dapat di turunkan dari persamaan tekanan head berikut :

    Pada sutu system pengaliran cairan sepanjang daerah yang terpasag pipa, mugkin jumlah booster yang akan di pasang lebih dari satu dan dengan ukuran yang berbeda pula. Juga ukuran pipa yang di gunakan dapat berbeda sepanjangjarak tersebut sesuai dengan kebutuhan dan rencana yang akan dibuat.

    C.3. Perencanaan Pipa untuk Alira Fluida Cair Persamaan persamaan yang di gunakan untuk perencanaan pipa untuk

    aliran fluida cair berikut ini di turunkan dengan cara yang sama seperti yang telah di terangkan di atas.

    q1 : Laju alir Volumetrik, m3/det d1 : Diameter dalam pipa, m (meter) g : Percepatan gravitasi, m/s2

    v : Viscositas Kinematik Fluida yang mengalir, m2/det : Densits fluida yang megalir, kg/m3 L : Panjang / jarak, m V : Kecepatan alir, m/det f : Faktor gesekan, tanpa satuan

    Gf : Gradien gesekan/friksi, m/m (hydraulic) p : Tekanan, Pa

    hfx : Head Loss, m : Kekasaran pipa, m

    s : Ketebalan pipa, m

  • 1

    Pola Aliran dan Variabel Aliran Fluida Dua Fasa Dalam Pipa

    Pada keadaan sebenarnya di lapangan, fluida reservoir yang diproduksi melalui sumur dapat

    terdiri dari campuran cairan dan gas. Pada persamaan kehilangan tekanan aliran dalam pipa,

    salah satu parameter yang digunakan adalah densitas. Untuk kondisi dua fasa (gas dan airan)

    maka densitas yang digunakan adalah campuran antara densitas gas dan densitas cairan.

    Demikian juga halnya untuk viskositas dan sifat-sifat fisik fluida lainnya. Perbedaan densitas

    yang besar antara gas dan cairan menyebabkan gas dapat bergerak labih cepat dibandingkan

    cairan. Hal ini menyebabkan perbandingan gas dan cairan pada suatu kondisi tertentu menjadi

    sulit untuk ditentukan.

    4.1 Pola Aliran Fluida Dua Fasa dalam Pipa

    Gas dan cairan yang mengalir secara serentak dalam pipa, akan membentuk distribusi fasa gas

    dan fasa cair, yang berbagai ragam bentuknya, sesuai dengan jumlah fasa gas dan cair yang

    mengalir. Distribusi fasa gas dan cair tersebut dalam perbandingan tertentu membentuk pola

    aliran tertentu pula. Bentuk pola aliran tersebut tergantung pada:

    1. Perbedaan sifat fisik gas dan cairan

    2. Sifat antar muka gas dan cairtan

    3. Sifat membasahi gas dan cairan terhadap dinding dalam pipa

    Ketga hal tersebut membentuk distribusi yang rumit antara gas dan cairan yang brgerak

    sepanjang pipa. Secara umum distriubusi gas dan cairan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu

    bagian fasa yang kontinu dan bagian fasa yang tidak kontinu (diskontinu) Secara umum, dapat

    terjadi dua kecenderungan dalam pembentukan pola aliran, yaitu:

    1. Pada fasa yang diskontinu, fasa cenderung membentuk butiran. Sebagai contoh jika

    jumlah yang mengalir kecil, maka gs kan membentuk gelembung-gelelmbung gas

    (butir-butir gas). Secara sama, jika gas mengalir dalam jumlah yang lebih besar

    dibandingkan dengan cairan, maka iran akan merupakan fasa diskontinu, dan akan

    membentuk butir-butir cairan.

    2. Dinding pipa cenderung lebih mudah dibasahi cairan. Hal ini menyebabkan fasa gas

    akan etrkumpul di bagian tengah pipa, baik dalam bentuk butir-butir gas maupun

    dalam bentuk kolom gas di tengah-tenah pipa.

    Berdasarkan klasifikasi bentuk aliran atau pola aliran akan membedakan phenomena aliran

    fluida dua fasa dalam pipa, yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan model secara

    matematis. Penentuan klasifikasinya sangat rumit, sehingga sampai saat ini belum ada satu

    kesepakatan tantang pola aliran.

    Untuk mengatasi hal tersebut dibuat alat ukur pola aliran, yaitu:

    1. Needle contact device. Ujung jarum yang dipasang di bagian tengah pipa, akan

    bertumbukan dengan fasa gas dan cair dan hasilnya dicatat oleh oscilloscope. Hasil

    catatan tersebut dikorelasikan dengan bentuk pola aliran yang terjadi.

    2. Continuous X-ray Absorption, yang mengukur secra kontinu gelembung-elembung

    gas. Fluktuasi hasil pencatatan pengukuran merupakan fungsi dari probabilitas

  • 2

    densitas yang mencerminkan konsentrasi gelembung-gelembung gas. Fungsi

    probabilitas densitas ini menunjukkan sifat-sifat tertentu untuk pola aliran

    gelembung (bubble flow), slug flow ataupun mist flow.

    4.2. Peta Pola Aliran (Flow Pattern Map)

    Pta aliran horizontal sebgai fungsi superficial mass flux untuk cairan dan fas, masing-masing GL

    dan GG. Sumbu-sumbu peta pola aliran menuraut Baker adalah:

    Sumbu tegak : Gg

    Sumbu datar : GgGl

    Dimana :

    5.0

    =

    wg

    lg

    } 5.12

    =

    lw

    l

    lw

    4.3. Variabel-Variabel Aliran Fluida Dua Fasa Dalam Pipa

    4.3.1.Hold Up

    Liquid hold up didefinisikan sebagai bagian dari segmen pipa pada saat yang ditempati leh

    cairan. Definisi ini dapat dituliskan sebagai berikut:

    pipasegmenVolumepipasegmendalamcairanVolumeYL

    =

    Dalam devinisi tersebut, kondisi yang harus dipenuhi adalah bahwa kecepatan aliran gas tidak

    sama (umumnya lebih besar) dengan kecepatan aliran cairan.

    Secara percobaan, liquid hold-up ditentukan dengan cara mengukur :

    1. Resistivity

    2. Densitas dengan menggunakan densitometer

    3. Volume cairan dalam segmen pipa dengan panjang tertentu yang dilengkapi

    dengan quick closing valve pada ujung-ujung segmen.

    Dari hasil percobaan, liquid hold-up merupakan fungsi dari:

    1. Sifat-sifat fisika gas dan cairan

    2. Pola aliran

    3. Diameter pipa

    4. Kemiringan pipa

    4.3.2. No-Slip hold-up

    No-slip hold-up adalah hold-up dengan menganggap bahwa kecepatan aliran gas sama dengan

    kecepatan aliran cairan. Maka no-slip liquid dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:

  • 3

    qLqgqLL+

    =

    Dimana : qL = laju aliran cairan

    qg = laju aliran gas

    seperti halnya liquid hold-up, harga no-slip gas hold-up dapat dinyatakan sebagai :

    qLqgqgLg+

    == 1

    4.3.3. Densitas Fluida

    Densitas campuran cairan dapat didekati dengan menggunakan persamaan berikut :

    L = 0f0 + wfw

    dimana : fo = fraksi minyak = qo/(qo+qw)

    fw = fraksi air = 1 fo

    Densitas campuran gas dan cairan dengan salah satu dari tiga persamaan berikut ini :

    s = LyL + g(1-yL)

    n = LL + g(1-L)

    )1()1( 22

    yLLg

    qLqgLqLqk

    ++

    =

    Dimana : s = slip density

    n = no-slip density

    k = kinetic density

    4.3.4. Kecepatan

    Umumnya variable kecepatan dalam perhitungan kehilangan tekanan aliran dalam pipa

    dinyatakan dalam kecepatan superficial. Kecepatan superficial cairan VsL dapat ditulis dalam

    bentuk persamaan berikut :

    AqLVsL =

    Dimana : A = Luas penampang pipa

    Secara sama kecepatan superficial gas adalah sebagai berikut :

    AqgVsg =

    Oleh karena penampang pipa yang berisi fluida sebanding dengan harga hold-up, maka

    kecepatan cairan dan gas sebenarnya, dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut :

    AyLqLVL =

  • 4

    AygqgVg =

    Oleh karena L dan g memunyai harga lebh kecil dari 1, maka kecepatan sebenarnya selalnlbih

    besar dari pada kecepatan superficial. Kecepatan gabungan flida dua fasa ditenukan

    berdasarkan laju aliran total, yaitu:

    { }

    VsVsVslVsVmVmVsyL

    24)( 5.02 ++

    =

    4.3.5. Viskositas

    L=LyL+gyg

    4.3.6. Tegangan Permukaan

    L=0f0+wfw

  • 1

    Distribusi Temperatur Alir Dalam Tubing

    5.1 Pendahuluan Perpindahan panas fluida yang mengalir dari dasar sumur kepermukaan melalui tubing menyebabkan terjadinya penurunan temperatur alir dalam tubing. Untuk perhitungan kehilangan tekanan alir dalam tubing baik untuk aliran 2 fasa atau aliran gas diperlukan dasar sifat fisika fluida yang mengalir, sepeti densitas, viscositas, tegangan permukaan, faktor volume formasi fluida dan sebagainya.

    5.2 Proses perpindahan panas untuk aliran fluida dalam tubing. Kinz dan Tixier menganalisa hasil survey temperatur alir pada sumur gas yang digabungkan dengan hasil data analisa Induction log dan Radioaktif log. Berdasarkan proses perpindahan panas tersebut, parameter yang mempengaruhi perpindahan panas adalah: konduktifitas panas formasi, konduktifitas tubing, annulus, casing, dan semen, kapasitas panas fluida dalam sumur gas dan cairan, gradien temperatur dalam arah horizontal, laju alir gas(kondensasi gas selama aliran), jenis aliran panas (konduksi, konveksi, atau radiasi).

    5.3 Persamaan Perpindahan Panas Berdasarkan Panas Energi Dapat ditulis secara matematika, sebagai berikut:

    =

    +

    +

    jdZdWf

    dZdQ

    jdZgvdv

    jgg

    dZdH

    cc

    sin

    Dimana: H = entalphy Z = jarak yang diukur dari dasar sumur Vdv = energi kinetik Wf = kerja yang dilakukan oleh fluida Q = perpindahan panas J = konstanta Joule gc = percepatan gravitasi.

    5.4 Model Matematis Perpindahan Panas Aliran Dalam Tubing Proses perpindahan panas yang dikemukakan oleh Kunz dan Tixier sangat sulit dinyatakan dalam bentuk matematis. Jadi model matematis perpindahan panas aliran dalam tubing sebagai berikut:

    r

    Tk

    c

    rr

    Tr

    T sgvss

    +

    1

    2

    2

    5.5 Korelasi Distribusi Temperatur Alir dalam Tubing 5.5.1 Korelasi Shiu&Beggs Anggapan yangdigunakan dalam penyederhanaan persamaan energi yaitu aliran steady state, tidak ada kerja yang dilakukan oleh fluida terhadap sistim, cairab incompressible, dan energi kinetik diabaikan.

  • 2

    5.5.2 Korelasi Rajiv Sagar Sagar mengembangkan korelasi distribusi temperatur alir dalam tubing berdasarkan model yang lebih baik dibandingkan model shiu&beggs. 5.5.3 Korelasi Hasan & Kabir Hasan dan Kabir menurunkan persaman untuk memperkirakan distribusi temperatur alir dua fasa dalam tubing berdasarkan model matematis perpindahan panas dari fluida dalam tubing ke lapisan disekitar lubang sumur.

    5.6 Korelasi Distribusi Temperatur Alir Gas Dalam Tubing 5.6.1 Persamaan Sukarno & Retnanto Lasem et.al menurunkan persamaan distribusi temperatur alir gas. Persamaan yang diperolehnya sangat kompleks, karena mengandung fungsi Bessel order 1 dan 2, sehingga sulit dalam pemakaiannya. Bertitik tolak dari kesulitan tersebut, sukarno & Retnanto menyederhanakan persamaan Lasem et.al menjadi suatu korelasi distribusi temperatur alir gas, yang jauh lebih sederhana. Variabel variable yang terlibat dikelompokkan dalam bentuk variable tak berdimensi, sehingga dimungkinkan untuk mengembangkan korelasi yang bersifat umum. Hal yang dapat dimanfaatkan, antara lain untuk memperkirakan: saat tercapainya kondisi aliran mantap suatu sumur yang sedang dilakukan uji produksi, distribusi temperatur alir atau statik dalam sumur pada kondisi transien atau mantap.

    ( )215257,8456,6631 KKkqBq

    kcqBqG

    xGTTe

    ggg

    e

    vgggTTgBHgt

    +=

    Persamaan diatas digunakan untuk memperkirakan distribusi temperatur alir gas dalam tubing dimakan K1 dan K2 dihitung sebagai berikut

    += 21

    576ln4931,05898,0dcK

    Kss

    e

    =ggvs

    e

    BqcxK

    K 456,66312 )7971,0(9542,3

  • 1

    BAB VI KORELASI KEHILANGAN TEKANAN ALIR

    FLUIDA DUA FASA DALAM PIPA

    6.1. PENDAHULUAN Sampai saat ini lebih dari 10 korelasi yang tersedia, untuk memperkirakan

    kehilangan tekanan alir fluida dua fasa dalam pipa : - Poettman & Carpenter - Gilbert - Baxendall & Thomas - Duns & Ros - Fancher & Brown - Hagedorn & Brown - Eaton - Orkiszewski - Dukler - Aziz, Govier & Fogarasi - Beggs & Brill - Chierichi, Ciucci & Sciocchi - Gray - Mukherjee & Brill - Hasan & Kabir

    6.2. Korelasi Hagedorn & Brown Yakni menggunakan sumur percobaan dengan ukuran tubing berukuran 1.5 nominal sampai dengan 2.5 nominal. Campuran gas dan cairan (minyak & air) dialirkan dari dasar sumur sampai permukaan dan kehilangan tekanan sepanjang pipa tersebut diukur Hagedorn & Brown menurunkan empat bilangan tak berdimensi :

    1. Liquid Velocity Number NLv =1.938 )0.25 ......... (6-1)

    2. Gas Velocity Number Ngv = 1.938vsg )0.25 . (6-2)

    3. Pipe Diameter Number ND = 120.872d )0.5 . (6-3)

    4. Liquid Viscosity Number

  • 2

    NL = 0.15726 } . (6-4) Korelasi Liquid Hold-up

    Gambar 6.1 dan 6.2 adalah grafik untuk menentukan intermediate variable, yaitu dan CNL sedangkan gambar 6.3 adalah grafik korelasi perhitungan liquid hold-up. Prosedur perhitungan Liquid Hold-up adalah sebagai berikut :

    1. Hitung keempat bilangan tak berdimensi, berdasarkan persamaan (6-1) sampai dengan persamaan (6-4).

    2. Hitung harga sumbu-X, pada gambar 6.1, yaitu :

    (6-5)

    Berdasarkan harga sumbu-X tersebut, tentukan harga . 3. Berdasarkan harga NL yang dihitung pada langkah 1, tentukan harga CNL

    dengan menggunakan gambar 6.2. 4. Hitung harga sumbu-X, pada gambar 6.3, yaitu :

    .. (6-6)

    Berdasarkan harga sumbu-X tersebut tentukan (yL/) dengan menggunakan gambar 6.3.

    5. Berdasarkan harga dari langkah 2 dan harga yL/ dari langkah 4, maka dapat dihitung yL, yaitu :

    ... (6-7)

    Berdasarkan harga yL dari persamaan (6-8), maka gradien tekanan akibat elevasi dihitung dengan persamaan berikut :

    (6-8)

  • 3

    6.3. Korelasi Beggs dan Brill

    Begss dan Brill membagi pola aliran sebagai berikut : 1. Pola aliran Segregated.

    L < 0.01 dan NFR < L1 atau L 0.0 dan NFR < L2

    2. Pola aliran Transisi L 0.0 dan L2 NFR L3

    3. Pola aliran intermittent 0.01 L 0.4 dan L2 NFR L4 L 0.4 dan L3 NFR L4

    4. Pola Aliran Distributed L < 0.4 dan NFR L2 NFR 0.4 dan NFR > L4

    Parameter-parameter yang diperlukan untuk mendefinisikan masing-masing pola aliran tersebut adalah sebagai berikut :

    .. (6-9)

    .. (6-10)

    .. (6-11) .. (6-12)

    .. (6-13) .. (6-14)

    Korelasi Liquid Hold-up

    Pola aliran yang dihasilkan oleh Beggs dan Brill berdasarkan pada pengamatan terhadap pola aliran pada posisi pipa horizontal. Untuk perhitungan liquid Hold-up pada kedudukan tidak horizontal, perlu dilakukan koreksi.

    yL () = ()yL(0) . (6-15)

  • 4

    dimana : yL () = liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa sebesar yL(0) = liquid hold-up pada posisi pipa horizontal = factor koreksi terhadap kemiringan pipa.

    Harga yL(0) ditentukan berdasarkan persamaan berikut : . (6-16)

    Dimana : a, b dan c adalah konstanta-konstanta yang tergabung pada pola aliran dan ditunjukkan pada Tabel 6.1.

    Tabel 6.1 Konstanta a, b dan c persamaan (6-16)

    Pola aliran A B C Segregated 0.9800 0.4846 0.0868 Intermittent 0.8450 0.5351 0.0173 distributed 1.0650 0.5824 0.0609

    Faktor koreksi untuk sudut kemiringan pipa ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

    (6-17) Dimana adalah sudut kemiringan pipa terhadap bidang horizontal.

    Untuk aliran vertikal, dimana sudut sebesar 900 maka persamaan (6-17) dapat disederhanakan menjadi :

    (6-18) Dimana :

    C adalah konstanta persamaan yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

    .. (6-19) Dimana konstanta d, e, f dan g ditentukan berdasarkan Tabel 6.2, sesuai dengan pola aliran yang diperkirakan.

    Tabel 6.2. Konstanta d,e, f dan g untuk persamaan (6-19)

    Pola aliran d e f g Segregated up-hill 0.011 -3.7680 3.5390 -1.6140 Intermittent up-hill 2.960 0.3050 -0.4473 0.0978

  • 5

    Distributed up-hill Tidak perlu dikoreksi, C=0 Semua pola aliran down-hill 4.700 -0.3692 0.1244 -0.5056

    Untuk pola aliran transisi, harga liquid hold-up ditentukan berdasarkan hasil interpolasi antara harga liquid hold-up pada pola aliran segregated dan intermittent, berdasarkan persamaan berikut :

    (6-20) Dimana :

    ;

    Korelasi Faktor Gesekan

    Beggs dan Brill mendefinisikan faktor gesekan sebagai berikut : .. (6-21)

    Dimana fn adalah faktor gesekan no-slip yang ditentukan berdasarkan diagram Moody untuk smooth pipe atau dengan menggunakan persamaan berikut :

    ... (6-22) Bilangan Reynold pada kondisi no-slip ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

    .. (6-23) .. (6-24)

    Sedangkan harga ftp/fn dihitung dengan persamaan sebagai berikut : .. (6-25)

    Dimana : . (6-26)

    ... (6-27) Apabila harga 1

  • 6

    6.4. Korelasi Eaton

    Ukuran pipa yang digunakan adalah 2 dan 4, sepanjang 1700 ft. Sedang harga parameter-parameter yang lain adalah sebagai berikut :

    Laju alir gas, MMsc/hari : 0-10 Laju alir cairan, bbl/hari : 50-5500 Viscositas cairan : 1-13.5 Tekanan system rata-rata : 70-950 Liquid hold-up : 0-1

    Eaton menggunakan empat bilangan tak berdimensi, yaitu Liquid Velocity Number(NLV), Gas Velocity Number (NGV), Pipe Diameter Number (ND) dan Liquid Viscosity Number (NL). Korelasi Liquid Hold-up

    Eaton menggunakan empat bilangan tak berdimensi untuk menentukan korelasi liquid hold-up :

    .. (6-30)

    Harga Pb adalah tekanan standar yaitu sebesar 14.65 psi. Fungsi yL tersebut secara grafis ditunjukkan pada Gambar 6.4. (garis putus-putus merupakan garis ekstrapolasi yang dilakukan pada kelompok bilangan tak berdimensi 0.9. Dengan demikian hasil perhitungan mungkin akan memberikan kesalahan pada harga kelompok bilangan tak berdimensi lebih besar dari 0.9) Korelasi Gradien Akibat Gesekan

    Eaton menurunkan persamaan gradien tekanan sebagai akibat gesekan adalah sebagai berikut :

    .. (6-31) Dimana : n = no-slip density =

  • 7

    Vm = kecepatan campuran, ft/det wm = kecepatan massa campuran, lbm/det A = luas penampang pipa, ft2 d = diameter pipa, ft. faktor gesekan (f), ditentukan berdasarkan korelasi antara dua kelompok tak berdimensi, yaitu :

    (6-32)

    Kehilangan tekanan sebagai akibat akselerasi (percepatan), dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

    Dimana : dvL = vL(P1,T1) vL(P2,T2) dvg = Vg(P1,T1) vg(P2,T2)

    Apabila Ek adalah (dP/dL)acc, maka kehilangan tekanan aliran total dalam pipa horizontal adalah sebagai berikut :

    6.5. Korelasi Hasan dan Kabir

    Hasan & Kabir mengembangkan korelasi berdasarkan model fisik, prediksi pola aliran, fraksi kehampaan (void fraction) dan kehilangan tekanan selama aliran multifasa dalam dalam sumur vertikal. Metode ini untuk memprediksi fraksi kehampaan dan kehilangan tekanan yang kemudian dikembangkan dengan melakukan perhitungan persamaan untuk gradient tekanan kepala sumur statik, kehilangan tekanan dan kehilangan energi kinetik.

    Korelasi ini memprediksi empat aliran pola aliran gas atau cairan yang ada dalam aliran vertikal yakni, bubbly, slug, churn dan annular.

    1. Pola aliran transisi a. Aliran Bubbly/Slug-Aliran Transisi

  • 8

    Hasan dan Kabir mendapatkan fraksi kehampaan pada aliran transisi sekitar 0.25 yang dalam geometri annular (casing/tubing). Hubungan antara void fraksi (fg) dengan kecepatan superficial gas :

    Atau : /

    Menggunakan fg = 0.25 diperoleh :

    Kenaikan kecepatan taylor bubbly dapat dituliskan :

    dan tergantung diameter pipa, ketika : VT > V, gelembung taylor terkecil paling ujung

    VT < V, terjadi dalam pipa dengan ukuran kecil.

    b. Transisi ke Aliran Dispersed Bubbly Taitle menggambarkan mixture velocity sebagai berikut :

    c. Slug/Chun-Aliran Transisi Menggunakan hubungan antara gelembung Taylor dan kenaikan kecepatan VT menjadi mixture velocity, VM :

    d. Transisi ke Aliran Annular Kecepatan minimum dapat ditentukan dari kesetimbangan gaya drag pada droplet dan gaya gravitasi dituliskan sebagai berikut :

    atau :

  • 1

    TUGAS PENANGANAN PRODUKSI PERMUKAAN

    PERHITUNGAN TEKANAN KEPALA SUMUR (Pwh)

    Oleh :

    NAMA : EKO PREHANTORO

    NIM : 113050038

    KELAS : C (KAMIS 07.30-09.20)

    jURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

    YOGYAKARTA

    2008

  • 2

    TUGAS MKA PENANGANAN PRODUKSI PERMUKAAN

    Suatu lapangan Produksi dari beberapa Sucker rod Pump Sumur Produksi, dari reservoir yang dihubungkan kedalam separator, dengan bagan dibawah ini. Data-data karakteristik Reservoar dan data produksi :

    Kekasaran pipa : 0.001 Tekanan Separator : 150 psig Temperatur Separator : 100 F K horizontal : 8.2 mD K Vertical : 0.9 mD H Lapisan : 53 ft Pi : 5651 psi Pb : 1323 psi Co : 1.4 x 10-5 psi-1 Cw : 3 x 10-6 psi-1 Cf : 2.8 x 10-6 psi-1 Ct : 1.29 x 10-5 psi-1 : 1.7 cp B : 1.1 res bbl/STB Rs : 150 scf Sw : 0.34 API : 28 Rw : 0.328 ft ( 7 7/8 well)

    Separator

    Well A-3 300 bbl/D

    200 ft, 1 in

    Well A-1, 400 bbl/D

    800 ft, 1 in

    Well A-2, 700 bbl/D

    800 ft, 1 in 1200 ft, 2 in

    Well A-4, 600 bbl/d

    300 ft , 1 in

    400 ft, 2 in

    20