109346138-Konsensus-Hipertensi

12
(Perhimpunan Hipertensi Indonesia) KOLOM - Edisi Februari 2007 (Vol.6 No.7) Pendahuluan Tekanan darah tinggi (hipertensi) bila ditinjau dari prevalensi yang cukup tinggi dan akibat yang ditimbulkannya merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi sendiri tidak menunjukkan gejala maka sering baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ misalnya gangguan fungsi jantung atau gangguan koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain. Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Ujung tombak penanggulangan hipertensi berada ditangan dokter/paramedis, baik yang bekerja di puskesmas, poliklinik, maupun praktik pribadi. Konsensus ini terutama ditujukan bagi mereka yang melayani masyarakat umum, karena itu bersifat mendasar dan umum. Data penelitian hipertensi di Indonesia masih jarang, belum ada penelitian yang berskala nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak. Oleh karena itu data yang ada kebanyakan diambil dari pedoman negara maju dan negara tetangga. Pedoman biasanya disepakati oleh para pakar berdasarkan prosedur standar dan ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan. Organisasi profesi yang bersangkutan bersama pemangku kepentingan lain perlu bekerjasama untuk mengembangkan penyusunan pedoman penanggulangan hipertensi ini. Metode Kerja InaSH (Indonesian Society of Hypertension) menunjuk tim penyusun yang terdiri dari tiga orang ditambah tim pakar yang juga berjumlah tiga orang. Tim mengumpulkan data yang relevan yang kemudian disaring dan ditambah oleh tim pakar. Konsensus yang dicapai dibicarakan kembali dengan tim pakar dari seluruh Indonesia yang ditunjuk InaSH berdasarkan usul dari organisasi pendiri InaSH. Setelah itu hasil yang disepakati disampaikan kepada InaSH untuk diedarkan kepada organisasi profesi dan seminat yang terkait. Konsensus antar organisasi yang berminat dalam bidang hipertensi ini dilaporkan kepada IDI dan Depkes. Tim penyusun akan menyampaikannya pada seminar hipertensi InaSH. UMUM Tujuan Penanggulangan hipertensi bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (termasuk serebrovaskular) dan progresivitas penyakit ginjal. Definisi Tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana upaya penurunan tekanan darah akan memberikan manfaat lebih besar dibandingkan dengan tidak melakukan upaya tersebut. Di sadari bahwa tekanan darah adalah suatu kontinuum, di mana risiko kardiovaskular meningkat bila tekanan darah diatas 110/75 mmHg, jadi tidak ada angka yang pasti yang

Transcript of 109346138-Konsensus-Hipertensi

Page 1: 109346138-Konsensus-Hipertensi

(Perhimpunan Hipertensi Indonesia)

KOLOM - Edisi Februari 2007 (Vol.6 No.7)

Pendahuluan

Tekanan darah tinggi (hipertensi) bila ditinjau dari prevalensi yang cukup tinggi dan akibat

yang ditimbulkannya merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi sendiri

tidak menunjukkan gejala maka sering baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ

misalnya gangguan fungsi jantung atau gangguan koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan

fungsi kognitif atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja waktu

pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.

Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan

perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Ujung tombak penanggulangan hipertensi

berada ditangan dokter/paramedis, baik yang bekerja di puskesmas, poliklinik, maupun

praktik pribadi. Konsensus ini terutama ditujukan bagi mereka yang melayani masyarakat

umum, karena itu bersifat mendasar dan umum. Data penelitian hipertensi di Indonesia masih

jarang, belum ada penelitian yang berskala nasional dan meliputi jumlah penderita yang

banyak. Oleh karena itu data yang ada kebanyakan diambil dari pedoman negara maju dan

negara tetangga. Pedoman biasanya disepakati oleh para pakar berdasarkan prosedur standar

dan ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan. Organisasi profesi yang

bersangkutan bersama pemangku kepentingan lain perlu bekerjasama untuk mengembangkan

penyusunan pedoman penanggulangan hipertensi ini.

Metode Kerja

InaSH (Indonesian Society of Hypertension) menunjuk tim penyusun yang terdiri dari tiga

orang ditambah tim pakar yang juga berjumlah tiga orang. Tim mengumpulkan data yang

relevan yang kemudian disaring dan ditambah oleh tim pakar. Konsensus yang dicapai

dibicarakan kembali dengan tim pakar dari seluruh Indonesia yang ditunjuk InaSH

berdasarkan usul dari organisasi pendiri InaSH. Setelah itu hasil yang disepakati disampaikan

kepada InaSH untuk diedarkan kepada organisasi profesi dan seminat yang terkait.

Konsensus antar organisasi yang berminat dalam bidang hipertensi ini dilaporkan kepada IDI

dan Depkes. Tim penyusun akan menyampaikannya pada seminar hipertensi InaSH.

UMUM

Tujuan

Penanggulangan hipertensi bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas

kardiovaskular (termasuk serebrovaskular) dan progresivitas penyakit ginjal.

Definisi

Tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana upaya penurunan tekanan darah akan

memberikan manfaat lebih besar dibandingkan dengan tidak melakukan upaya tersebut.

Di sadari bahwa tekanan darah adalah suatu kontinuum, di mana risiko kardiovaskular

meningkat bila tekanan darah diatas 110/75 mmHg, jadi tidak ada angka yang pasti yang

Page 2: 109346138-Konsensus-Hipertensi

dapat menggambarkan bertambahnya risiko tersebut. Suatu angka adalah suatu konsensus

atau kesepakatan bersama.

Metode penguluran tekanan darah

Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar WHO dengan alat standar

manometer air raksa. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran

tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah <160/100 mmHg.

Klasifikasi Hipertensi

Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Tingkatan hipertensi

ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolik.

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi tingkat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi tingkat 2 ≥160 atau ≥100

Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 dan <90

JNC Vll, 2003

Stratifikasi Risiko Hipertensi (Risiko total/absolut)

Stratifikasi risiko hipertensi ditentukan berdasarkan tingginya tekanan darah, adanya faktor

risiko yang lain, adanya kerusakan organ target dan adanya penyakit penyerta tertentu (tabel

2). Oleh karena tuluan utama penanggulangan hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan

mortalitas kardiovaskuler/renal, maka risiko terjadinya gangguan kardivaskuler/renal perlu

distratifikasi lebih lanjut. Telah disepakati secara internasional bahwa risiko kardiovaskular

dihitung secara tradisional berdasarkan studi Framingham (dengan beberapa tambahan faktor

risiko), yaitu tingginya tekanan darah, umur, merokok, dislipidemia, diabetes melitus.

Tambahan faktor risiko yang belum lama di identifikasi yaitu lingkar perut yang dihubungkan

dengan sindrom metabolik dan kadar C-reactive protein (CRP) yang dihubungkan dengan

inflamasi. Disamping itu perlu juga diperhatikan adanya kerusakan organ target dan penyakit

penyerta.

Table 2. Stratifikasi Faktor Risiko dan Rencana Penanggulangan.

Tekanan Darah

(mmHg)

Risiko Grup A

(tidak ada faktor

risiko)

Risiko Grup B (1-2

faktor risiko)

Risiko Grup C

(≥ 3 faktor risiko

atau DM atau

KOT/KKT

TD Sistolik 130-

139 mmHg/TD

Diastolik 80-89

Perubahan Pola

Hidup

Perubahan Pola

Hidup

Perubahan Pola

Hidup + Obat

Page 3: 109346138-Konsensus-Hipertensi

mmHg

TD Sistolik 140-

159 mmHg/TD

Diastolik 90-99

mmHg

Perubahan Pola

Hidup + Obat

Perubahan Pola

Hidup + Obat

Perubahan Pola

Hidup + Obat

TD Sistolik ≥160

mmHg/TD

Diastolik ≥100

mmHg

Perubahan Pola

Hidup + Obat

Perubahan Pola

Hidup + Obat

Perubahan Pola

Hidup + Obat

*Clinical Practice Guidelines - Hypertension, Singapore, 2005

KOT: Kerusakan Organ Target (Target Organ Damage)

KT: Kondisi Klinik Terkait (Associated Clinical Condition)

Kerusakan Organ Target:

• Hipertrofi Ventrikel Kiri (LVH per ECG/ECHO)

• Kenaikan kadar kreatinin

• Microalbuminuria

• Gangguan pembuluh darah (penebalan intima-media, plak sklerotik)

Penyakit penyerta:

• Serebrovaskular (stroke iskemik/perdarahan, TM)

• Jantung (infark miokard,angina pektoris, gagal jantung, revaskularisasi koroner)

• Ginjal (nefropati diabetik, proteinuria, gangguan fungsi ginjal)

• Pembuluh darah perifer

• Retina /retinopati: (eksudat, perdarahan, edema papil)

Dalam penanggulangan hipertensi perlu dipertimbangkan adanya risiko kardiovaskular,

kerusakan organ target dan penyakit penyerta sebelum bertindak. Penderita dengan faktor

risiko 3 atau lebih atau dengan kerusakan organ target atau diabetes atau penyakit penyerta

tertentu di samping perubahan pola hidup perlu dilakukan penanggulangan dengan obat.

Algoritma Penanggulangan Hipertensi:

Hipertensi Tingkat 1

Tekanan darah ≥ 140/90 - ≤ 159/99 mmHg

Nilai risiko kardiovaskular

Nilai kerusakan organ target

Nilai penyakit penyerta dan diabetes melitus

Mulai usaha perubahan pola hidup

Koreksi faktor risiko kardiovaskular

Page 4: 109346138-Konsensus-Hipertensi

Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes melitus

Tentukan risiko total/absolut

Penanggulangan dengan obat

Hipertensi Tingkat 2

Tekanan darah ≥160/100 mmHg

Penanggulangan dengan obat

Nilai risiko kardiovaskular

Nilai kerusakan organ target

Nilai penyakit penyerta dan diabetes melitus

Tambahkan usaha perubahan pola hidup

Koreksi risiko kardiovaskular

Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes melitus

Penanggulangan Hipertensi dengan Obat Antihipertensi

Penanggulangan hipertensi dengan obat dilakukan bila dengan perubahan pola hidup tekanan

darah belum mencapai target (≥140/90 mmHg) atau >130/80 mmHg pada diabetes atau

penyakit ginjal kronik. Pemilihan obat berdasarkan ada/tidaknya indikasi khusus. Bila tidak

ada indikasi khusus pilihan obat juga tergantung dari derajat Hipertensi (tingkat 1 atau 2).

Algoritma Penanggulangan Hipertensi*

Target tekanan darah tidak terpenuhi (<140/90 mmHg)

atau (<130/80 mmHg pada pasien DM,

penyakit ginjal kronik, ≥ 3 faktor risiko atau

adanya penyakit penyerta tertentu)

Obat antihipertensi inisial

Dengan indikasi khusus Tanpa indikasi khusus

Obat-obatan untuk Hipertensi Tingkat I

Hipertensi Tingkat II

Indikasi khusus tersebut (Sistolik 14-159 mmHg (sistolik >160 mmHg

Ditambah obat antihipertensi atau Diastolik atau diastolik

(diuretik, ACEI, BB, CCB) 90-99 mmHg) > 100 mmHg

Page 5: 109346138-Konsensus-Hipertensi

Diuretik golongan taizid. Kombinasi dua

obat

Dapat dipertimbangkan

Biasanya diuretik

pemberian ACEI, BB, dengan

ACEI

CCB atau kombinasi atau BB atau CCB

Target tekanan darah

Tidak terpenuhi

Optimalkan dosis obat atau beri tambahan

Obat antihipertensi lain. Perimbangkan

Untuk konsultasi dengan dokter spesialis

*JNC VII, 2003

Pilihan Obat pada Indikasi Khusus

Indikasi khusus Diuretik β Blocker ACEI ARB CCB Antialdosteron

Gagal jantung + + + + +

Pasca infark

miokard + + +

Risiko tinggi

PJK + + + +

Diabetes

melitus + + + + +

Penyakit ginjal

kronik + +

Cegah stroke

berulang + +

HIPERTENSI PADA KEADAAN KHUSUS

PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA KELAINAN JANTUNG DAN PEMBULUH

DARAH

Page 6: 109346138-Konsensus-Hipertensi

Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu diperhatikan adalah

penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard), gagal jantung dan penyakit

pembuluh darah perifer.

Penyakit Jantung Iskemik

Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering ditemukan

pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina pektoris stabil, obat

pilihan pertama β blocker (BB) dan sebagai alternatif calcium channel blocker (CCB). Pada

pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris tidak stabil atau infark miokard),

pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan Angiotensin converting enzyme inhibitor

(ACEI) dan kemudian dapat ditambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien

pasca infark rniokard, ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangat menguntungkan

tanpa melupakan penatalaksanean lipid profil yang intensif dan penggunaan aspirin.

Gagal Jantung

Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama disebabkan

oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksanaan hipertensi dan profil

lipid yang agresif merupakan upaya pencegahan terjadinya gagal jantung. Pada pasien

asimptomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel rekomendasinya adalah ACEI dan BB.

Pada pasien simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau penyakit jantung "end stage"

direkomendasikan untuk menggunakan ACEI, BB dan Angiotensin receptor blocker (ARB)

bersama dengan pemberian diuretik "loop"

Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk mencegah terjadinya

progresivitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.

Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Arteri Perifer (PAP)

Rekomendasi

Kelas I

Pemberian antihipertensi pada PAP ekstremitas inferior dengan tujuan untuk mencapai target

tekanan darah <140/90 mmHg (untuk non diabetes) atau target tekanan darah <130/80 mmHg

(untuk diabetes).

BB merupakan agen antihipertensi yang efektif dan tidak merupakan kontraindikasi untuk

pasien hipertensi dengan PAP.

Kelas IIa

Penggunaan ACEI pada pasien simptomatik PAP ekstremitas bawah beralasan untuk

menurunkan kejadian kardiovaskular.

Kelas IIb

Penggunaan ACEI pada pasien asimptomatik PAP ekstremitas bawah dapat dipertimbangkan

untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.

Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai dan berpotensi mengeksaserbasi simptom

klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan tersebut harus diperhatikan saat

Page 7: 109346138-Konsensus-Hipertensi

memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar pasien dapat mentoleransi terapi hipertensi

tanpa memperburuk simptom PAP dan penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk

tujuan menurunkan risiko kejadian kardiovaskular.

PENANGGULANGAN HIPERTENSI DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL

Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah hipertensi

menimbulkan gangguan fungsi ginjal (hipertensi lama, hipertensi primer) ataupun gangguan

/penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi.

Masalah ini lebih bersifat diagnostik, karena penanggulangan hipertensi pada umumnya

sama, kecuali pada hipertensi sekunder (renovaskuler, hiperaldosteron primer) dimana

penanggulangan hipertensi banyak dipengaruhi etiologi penyakit.

1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal:

- Pada keadaan ini penting diketahui derajet gangguan fungsi ginjal (CCT,

kreatinin) dan derajat proteinuri.

- Pada CCT< 25 ml/men diuretik golongan thiazid (kecuali metolazon)

tidak efektif.

- Pemakaian golongan ACEI/ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi

ginjal dan kadar kalium.

- Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman.

2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:

- Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan

penurunan asupan garam/ diuretik golongan furosemid/dialisis.

- Penyakit ginjal renovaskuler baik stenosis arteri renalis maupun

aterosklerosis renal dapat ditanggulangi secara intervensi

(stenting/operasi) ataupun medikal (pemakaian ACEI dan ARB tidak

dianjurkan bila diperlukan terapi obat).

- Aldosteronisme primer (baik karena adenoma maupun hiperplasia

kelenjar adrenal) dapat ditanggulangi secara medikal (dengan obat

antialdosteron) ataupun intervensi.

Di samping hipertensi, derajat proteinuri ikut menentukan progresi gangguan fungsi ginjal,

sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian ACEI/ARB dan

CCB golongan non dihidropiridin.

Pedoman Pengobatan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal

l. Tekanan darah diturunkan sampai <130/80 mmHg (untuk mencegah progresi

gangguan fungsi ginjal).

2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi).

3. Bila proteinuria >lg/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah (≤125/75 mmHg).

4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjel pada pemakaian ACEI/ARB (kreatinin

tidak boleh naik >20%) dan kadar kalium (hiperkalemia).

PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA USIA LANJUT

Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia di atas 65 tahun

didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga tinggi,

Page 8: 109346138-Konsensus-Hipertensi

keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi amat

penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.

Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi (Isolated systolic

hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan

darah diastolik. Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik yang disebut

sebagai tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas

yang buruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh kekakuan arteri

atau berkurangnya elastisitas aorta.

Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat dan telah terbukti dapat

mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila:

- TD sistolik ≥ 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik

- TD sistolik ≥ 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainnya

Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ, kekakuan arteri,

penurunan fungsi baroreseptor dan respon simpatik, serta autoregulasi serebral, pengobatan

harus secara bertahap dan hati-hati (start low, go slow) hindarkan pemakaian obat yang dapat

menimbulkan hipotensi ortostatik.

Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia lanjut dimulai dengan

perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk menghindari makanan yang diawetkan

dan penurunan berat pada obesitas, terbukti dapat mengendalikan tekanan darah. Pemberian

obat dilakukan apabila penurunan tidak mencapai target. Kejadian komplikasi hipotensi

ortostatik sering teriadi, sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mengenai

kemungkinan adanya hal ini sebelum pemberian obat.

Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia yang lebih

muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis awal dianjurkan separuh dosis

biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan respon pengobatan dengan

mempertimbangkan kemungkinan efek samping obat. Obat-obat yang biasa dipakai meliputi

diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi teriadinya penyakit jantung kongestif.

Keuntungannya murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Obat lain seperti

golongan ACEI, CCB kerja panjang dan obat-obat lainnya dapat digunakan. Kombinasi 2

atau lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek pengobatan yang optimal.

Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping, terutama kejadian hipotensi

ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan sampai <140 mmHg. Target untuk

tekanan darah diastolik sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik penurunan sampai

tekanan darah diastolik 65 mmHg atau kurang dapat mengakibatkan peningkatan kejadian

stroke. Oleh karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak sampai 65 mmHg.

PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA GANGGUAN NEUROLOGIK

Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita hipertensi dapat

dianggap sebagai "Stroke prone patient". Pengendalian hipertensi sebagai faktor risiko akan

menurunkan kejadian stroke sebanyak 32%. Pengendalian stroke dengan faktor risiko

hipertensi mempunyei penatalaksanaan yang spesifik.

Page 9: 109346138-Konsensus-Hipertensi

Penanggulangan hipertensi tanpa defisit neurologi

Dapat dilakukan sesuai dengan konsensus InaSH. Dilakukan deteksi gangguan organ-organ

otak melalui berbagai kegiatan:

- Perlu perhatian khusus bila penderita hipertensi disertai dengan kesemutan di

muka, sekeliling bibir, ujung-ujung jari dan vertigo, ada kecenderungan

insufisiensi basiler.

- Selain itu keluhan lain, seperti gangguan berbahasa, gangguan daya ingat dan

artikulasi perlu mendapat perhatian lebih lanjut.

Penanggulangan hipertensi dengan tanda-tanda defisit neurologi akut

Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat mempengaruhi morbiditas dan

mortalitas stroke

1.Stroke iskemik akut

• Tidak direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut, kecuali

terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu >220 mmHg atau diastolik >120

mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ

lain.

• Obat-obat anti hipertensi yang sudah dikonsumsi sebelum serangan stroke

diteruskan pada fase awal stroke pemberian obat anti hipertensi yang baru

ditunda sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.

• Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20-25% dari tekanan darah

arterial rerata (MAP).

• Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan/ tekanan darah diastolik 105-120

mmHg, terapi darurat harus ditunda, kecuali terdapat bukti perdarahan intra

serebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut,

edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Jika peninggian tekanan darah

itu menetap pada 2 kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan

Candesartan Cilexetil 4-16 mg oral selang 12 jam. Jika monoterapi oral tidak

berhasil atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan obat

intravena yang tersedia.

• Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20-25% dari

tekanan darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per

kasus.

2. Stroke hemoragik akut

• Batas penurunan tekanan darah maksimal 20-25% dari tekanan darah semula.

• Pada penderita dengan riwayat hipertensi sasaran tekanan darah sistolik 160

mmHg dan diastolik 90 mmHg.

• Bila tekanan darah sistolik >230 mmHg atau tekanan darah diastolik >140

mmHg: berikan nicardipin/ diltiazem/nimodipin drip dan dititrasi dosisnya

sampai dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90

mmHg (dosis dan cara pemberian lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi

emergensi).

• Peningkatan tekanan darah bisa disebabkan stres akibat stroke (efek cushing),

akibat kandung kencing yang penuh, respon fisiologis atau peningkatan tekanan

intrakranial dan harus dipastikan penyebabnya.

Page 10: 109346138-Konsensus-Hipertensi

PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA DIABETES

• Indikasi pengobatan:

Bila tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg dan / atau tekanan diastolik ≥ 80 mmHg.

• Sasaran (target penurunan) tekanan darah:

- Tekanan darah <130/80 mmHg.

- Bila disertai proteinuria ≥ 19/24 jam: ≤ 125/75 mmHg.

• Pengelolaan:

- Non-farmakologis:

Perubahan gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan, meningkatkan

aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi

garam.

- Farmakologis:

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti hipertensi:

• Pengaruh terhadap profil lipid

• Pengaruh terhadap metabolisme glukosa

• Pengaruh terhadap resistensi insulin

• Pengaruh terhadap hipoglikemia terselubung

Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:

• ACEI

• ARB

• Beta blocker

• Diuretik dosis rendah

• Alfa blocker

• CCB golongan non-dihidropiridin

• Pada diabetisi dengan tekanan darah sistolik antara130-139 mmHg atau tekanan darah

diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan.

Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis.

• Diabetisi dengan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90

mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis secara

langsung.

• Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.

Catatan:

- ACEI, ARB dan CCB golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki

mikroalbuminuria.

- ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.

- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk

toleransi glukosa.

- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.

Page 11: 109346138-Konsensus-Hipertensi

- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis

secara bertahap.

- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.

Penanggulangan Hipertensi pada Kehamilan

Tekanan darah >160/100 mmHg harus diturunkan untuk melindungi ibu terhadap risiko

stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan masa kehamilan, sehingga memperbaiki

kematangan fetus. Obat yang dapat diberikan ialah Methyl Dopa dan Nifedipin.

Obat-obat yang tidak boleh diberikan saet kehamilan adalah ACEI (berkaitan dengan

kemungkinan kelainan perkembangan fetus) dan ARB yang kemungkinan mempunyai efek

sama seperti penyekat ACEI. Diuretik juga tidak digunakan mengingat efek pengurangan

volume plasma yang dapat mengganggu kesehatan janin. Terapi definitif ialah menghentikan

kehamilan atas indikasi preeklampsia berat setelah usia kehamilan > 35 minggu.

Penutup

Konsensus penanggulangan hipertensi ini adalah suatu kesepakatan yang bersifat sederhana

dan ditujukan untuk dokter umum agar dapat menanggulangi hipertensi secara praktis.

Algoritma pengobatan dibuat agar mudah diimplementasikan, disertai pilihan obat yang

tersedia di Indonesia.

Konsensus ini baru berupa usaha awal dari InaSH dan akan dievaluasi ulang secara berkala

sesuai dengan masukan dari penggunanya.

b

ACEI = Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

ARB = Angiotensin Receptor Blocker

BB = β Blocker

CCB = Calcium Channel Blocker

CCT = Creatinine Clearance Test

DASH = Diatary Approaches to Stop Hypertension

EKG = Elektrokardiografi

KKT = Kondisi Klinik Terkait

KOT = Kerusakan Organ Target

MAP = Mean Arterial Blood Pressure

PAP = Penyakit Arteri Periver

PJK = Penyakit Jantung Koroner

PKV = Penyakit Kardivaskular

Daftar Kontributor

Dr. Adre Mayza, SpS

Dr. Aida Lydia, SpPD-KGH

Dr. Ardian Jahja Saputra, SpJP

Dr. Arieska Ann Soenarta, SpJP (K)

Prof. Dr. Asikin Hanafiah, SpJP (K)

Prof. DR. Dr. Endang Susalit, SpPD-KGH

Prof. Dr. Gulardi Hanifa, SpOG (K)

Page 12: 109346138-Konsensus-Hipertensi

Prof. Dr. Harmani Kalim, SpJP (K)

Prof. Dr. Jose Roesma PhD, SpPD-KGH

Dr. Santoso Karo Karo, SpJP (K)

Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, KEMD a/n PERKENI

DR. Dr. Suhardjono, SpPD-KGH, KGer

Prof. Wiguno Prodjosudjadi PhD, SpPD-KGH

Prof. Dr. Yusuf Misbach, SpS (K)

*Konsensus ini sudah diluncurkan dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan

Hipertensi Indonesia, 13-14 Januari 2007 di Jakarta