10 BAB II.docx

30
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep Teori Luka Tekan 2.1.1.1 Definisi Luka Tekan Luka tekan memiliki sinonim antara lain luka dekubitus, bed sores, dan  pressure sores. Luka dekubitus merupakan area yang terlokalisir dengan jaringan mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi, 2007).  National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) mendefinisikan luka tekan sebagai daerah yang mengalami penekanan terus    menerus pada daerah tertentu, biasanya pada tonjolan tulang, mengakibatkan iskemia, kematian sel, dan nekrosis jaringan (Salcido, Popescu, Potter, Talavera, Kolaski, Allen, & Lorenzo, 2012). 2.1.1.2 Lokasi Luka Tekan Daerah di mana tonjolan tulang dengan sedikit lapisan otot d an lemak, seperti tulang pinggul, tulang ekor, tumit kaki, siku, pergelangan, punggung, dan  belakang kepala merupakan daerah paling rentan mengalami luka tekan (Berman, 2011). Sedangkan menurut Sari (2007), daerah - daerah yang paling sering mengalami luka tekan tergantung kepada area yang sering mengalami tekanan, yaitu :

Transcript of 10 BAB II.docx

BAB IIKAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka2.1.1 Konsep Teori Luka Tekan2.1.1.1 Definisi Luka Tekan Luka tekan memiliki sinonim antara lain luka dekubitus, bed sores, dan pressure sores. Luka dekubitus merupakan area yang terlokalisir dengan jaringan mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi, 2007). National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) mendefinisikan luka tekan sebagai daerah yang mengalami penekanan terus menerus pada daerah tertentu, biasanya pada tonjolan tulang, mengakibatkan iskemia, kematian sel, dan nekrosis jaringan (Salcido, Popescu, Potter, Talavera, Kolaski, Allen, & Lorenzo, 2012).2.1.1.2 Lokasi Luka Tekan12

23

Daerah di mana tonjolan tulang dengan sedikit lapisan otot dan lemak, seperti tulang pinggul, tulang ekor, tumit kaki, siku, pergelangan, punggung, dan belakang kepala merupakan daerah paling rentan mengalami luka tekan (Berman, 2011). Sedangkan menurut Sari (2007), daerah - daerah yang paling sering mengalami luka tekan tergantung kepada area yang sering mengalami tekanan, yaitu :11

a. Pada posisi terlentang yaitu daerah belakang kepala, sakrum dan tumitb. Pada posisi duduk yaitu daerah ischium atau koksik.c. Posisi lateral yaitu pada daerah trochanter.Hal serupa disampaikan oleh Salcido et al. (2012), lokasi luka tekan termasuk pada daerah ischium (28%), sakrum (17 27%), daerah trochanter (12 19%), dan tumit (9 18%). Sedangkan menurut Cox (2011), sacrum merupakan lokasi yang paling sering mengalami luka tekan sebesar 58%, pantat 34%, tumit 5%, dan lokasi lainnya 3%. Hasil penelitian Alderden, Whitney, Taylor, & Zaratkiewicz, (2011) mendukung hasil penelitian Cox, yaitu luka tekan terjadi paling banyak di sacrum sebanyak 37%.

Gambar 2.1. Area tubuh yang beresiko menimbulkan kejadian luka tekan (Torrance, 1983 dalam Morison 2004)

2.1.1.3 Faktor faktor yang mempengaruhi luka tekan Mobilitas

Aktivitas

Persepsi sensori

Perkembangan luka tekanTekanan

Faktor ekstrinsik Kelembaban Gesekan Tenaga yang merobek

Faktor intrinsik Nutrisi Umur Tekanan arteriol

Faktor hipotesis yang lain :Stres emosionalMerokokTemperatur kulit

Toleransi jaringan

Bagan 2.1 Skema konseptual penelitian etiologi luka tekan yang menghubungkan antara faktor risiko kunci luka tekan (durasi dan intensitas tekanan) dan faktor risiko lain (diadaptasi dari Braden & Bergstrom, 2000 dalam Bergstrom, 2005)

1) Tekanan Menurut Suriadi et al. (2007), tekanan permukaan merupakan faktor risiko yang signifikan pada perkembangan kejadian luka tekan. Pasien dengan tekanan permukaan lebih tinggi berarti memiliki risiko terjadinya luka tekan. Suriadi et al. (2007) juga menyatakan bahwa tekanan permukaan diidentifikasikan sebagai faktor penting dalam kejadian luka tekan dan dapat dikaji dengan menggunakan instrumen yang secara objektif melengkapi persepsi sensori, aktifitas, dan mobilitas. Frankel et al. (2007) juga menyatakan bahwa luka tekan terjadi pada pasien dengan penekanan.2) Mobilitas dan aktivitasMobilitas merupakan kemampuan untuk mengubah dan mengatur letak tubuh, sedangkan aktivitas merupakan kemampuan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain (Sari, 2007). Menurut Cox (2011), pasien yang mengalami gangguan mobilisasi dan pasien kritis yang bergantung kepada tenaga kesehatan baik dalam mengubah posisi atau berpindah tempat, meningkatkan risiko untuk mengalami gesekan / pergeseran yang kuat sehingga dapat menyebabkan luka tekan. Hasil penelitian serupa diungkapkan oleh Cox (2011) bahwa pada pasien dengan luka tekan stage II atau lebih yang terpapar pergeseran / pergesekan lebih tinggi memiliki 6 kali risiko lebih besar mengalami luka tekan daripada yang terpapar lebih rendah. Oleh karena itu, diperlukan penggunaan alat untuk memindahkan pasien dan memindahkan pasien dengan aman untuk mengurangi efek dari gesekan / pergeseran pada kulit pasien.

3) Persepsi sensoriLuka tekan dapat terjadi pada pasien dengan mobilitas normal akan tetapi sensitifitas terhadap nyeri mengalami penurunan, seperti pada pasien diabetes mellitus, cedera medulla spinalis, dan stroke (Corwin, 2009 hal.134)4) KelembabanKelembaban dari cairan yang hilang atau inkontinensia menyebabkan maserasi jaringan, di mana akan menyebabkan jaringan rentan terhadap kerusakan akibat penekanan, robekan, dan gesekan. Suriadi et al. (2007) juga mengemukakan bahwa kelembaban merupakan faktor risiko terjadinya luka tekan. Kelembaban dapat disebabkan oleh inkontinensia fekal, luka yang mengeluarkan cairan, dan berkeringat karena demam.5) GesekanGesekan adalah kekuatan dari dua permukaan yang bergerak berlawanan satu sama lain (Salcido et al., 2012). Gesekan dan peningkatan keofisien tahanan terjadi ketika pemindahan pasien dengan sprei dan bantalan permukaan lain dapat menyebabkan trauma jaringan baik mikroskopik maupun makroskopik. 6) RobekanMenurut Sibbald, Goodman, Norton, Krasner, & Ayello (2012), robekan merupakan gaya pada asetiap area yang terdesak sejajar pada bidang atau pergerakan kerangka aksial ke arah yang berlawanan dengan permukaan kulit. Contohnya adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler lebih dari 30o. Sibbald et al. (2012) menyarankan untuk meminimalkan robekan adalah dengan tidak meninggikan bagian kepala tempat tidur lebih dari 30o dan menghindari peluncuran atau pergeseran ketika memindahkan pasien.7) Status nutrisiKondisi nutrisi yang buruk meningkatkan angka kejadian luka tekan. Hal ini dibuktikan melalui penelitian Idowu et al. (2011) bahwa sebanyak 86.8% yaitu 33 dari 38 pasien dengan nutrisi yang buruk mengalami kejadian luka tekan, sedangkan pada kelompok pasien dengan keadaan nutrisi yang baik, sebanyak 27 dari 67 pasien atau sekitar 40.3 % mengalami luka tekan. Malnutrisi merupakan salah satu faktor risiko kejadian luka tekan (Brewer et al., 2010).8) Indeks masa tubuhIndeks masa tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) adalah pengukuran yang membandingkan berat badan dan tinggi badan sesorang.Rumus BMI = BB dalam kg / (TB dalam meter)2Interpretasi IMT (Kompas, 2006 dalam Nugroho, 2008 hal.105) sebagai berikut :< 18.5= Berat badan kurang18.5 24.9= Berat badan normal25.0 29.9 = Berat badan lebih30.0 34.9 = Obesitas I35.0 39.9= Obesitas II> 39.9= Sangat obes Menurut Van Gilder et al. (2006) dalam Tschannen et al. (2012) luka tekan lebih sering terjadi pada pasien dengan BMI rendah (lower BMI) dari pada pasien dengan kategori BMI lainnya. Hal lain dikemukakan oleh Brewer et al. (2010) bahwa obesitas merupakan faktor risiko yang penting dalam perkembangan terjadiya luka tekan.9) UsiaLansia memiliki risiko tinggi untuk mengalami luka tekan, sehingga luka tekan menjadi masalah klinis yang umum pada populasi lansia (Watson, 2003 hal.179, Lueckenotte, 1998 hal.69). Lansia mengalami perubahan kulit yang berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain (Nugroho, 2008 hal.90, Watson, 2003 hal.179) :(1) Berkurangnya jaringan lemak subkutan.(2) Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas, sehingga rentan mengalami kerusakan dan deformasi.(3) Menurunnya efisiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.(4) Terdapat kecenderungan lanjut usia mengalami imobilisasi sehingga berpotensi terjadi luka tekan karena mengakibatkan penurunan elastisitas kulit dan perfusi darah ke kulit. (5) Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arterivenosus yang kurang kompeten mengakibatkan penurunan perfusi kulit secara progresif.Cox (2011) menyebutkan bahwa usia merupakan prediktor yang signifikan terhadap kejadian luka tekan, dimana rata rata usia pasien dengan luka tekan yaitu 73 tahun, sedangkan rata rata usia pasien yang tidak mengalami luka tekan adalah 67 tahun. Sedangkan pada hasil penelitian lain, faktor usia diragukan dalam memprediksi kejadian luka tekan. Hasil penelitian Frankel et al. (2007) dan Suriadi et al. (2007) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan usia pada kelompok pasien dengan atau tanpa luka tekan. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Idowu et al. (2011) bahwa usia tdak memiliki hubungan terhadap kejadian luka tekan. 10) MerokokMerokok memiliki dampak buruk terhadap kesehatan perokok, baik perokok aktif, maupun perokok pasif karena dalam rokok terdapat zat zat yang berbahaya bagi tubuh. Kandungan zat zat dalam rokok antara lain nikotin, karbon monoksida, tar, kadmium, akrolein, amoniak, asam format, hydrogen sianida, nitrous oxid, formaldehid, fenol, asetol, hidogen sulfide, piridin, metal klorida, dan methanol. Nikotin menghambat pelepasan prostasiklin sehingga menyebabkan vasokonstriksi (Tur et al, 1992 dalam Suriadi et al., 2007). Karbon monoksida mempunyai kemampuan berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah lebih kuat dibandingkan dengan kemampuan oksigen mengikat hemoglobin sehingga perfusi oksigen ke jaringan akan berkurang. Mekanisme kompensasi yang dilakukan tubuh adalah pembuluh darah mengalami spasme. Jika proses ini berlangsung lama dan terus menerus, maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis sehingga mengalami penyempitan. Kedua kondisi ini dapat menyebabkan iskemia jaringan dan akibatnya dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Suriadi et al. (2007) menyatakan bahwa mengkonsumsi nikotin dan tar dalam jumlah banyak dari rokok memiliki kontribusi dalam peningkatan risiko kejadian luka tekan pada pasien di ICU. Perokok yang memiliki risiko mengalami luka tekan adalah yang mengkonsumsi rokok lebih dari atau sama dengan 10 batang perhari dalam 1 tahun terakhir. Sedangkan yang tidak berisiko adalah yang mengkonsumsi kurang dari 10 batang perhari atau yang berhenti merokok lebih dari sama dengan 10 batang perhari lebih dari 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, serta pasien yang tidak merokok (Suriadi et al., 2008)11) Tekanan darahHipotensi merupakan faktor risiko instrinsik tambahan terhadap pembentukan luka tekan (Salcido et al., 2012). Dalam keadaan hipotensi / tekanan darah rendah, darah akan diprioritaskan untuk organ vital, sehingga darah dari kulit dialihkan ke organ vital. Hal ini menyebabkan penurunan toleransi kulit terhadap tekanan. Tekanan yang lebih sedikit akan mampu melawan tahanan kapiler yang sudah rendah sehingga memperburuk perfusi ke daerah kulit (Kale, 2009). Penurunan oksigenasi dan perfusi jaringan dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga dapat menyebabka terjadinya luka tekan.Hasil penelitian Cox (2011), pasien yang mengalami luka tekan memiliki tekanan darah diastolik rata rata lebih rendah ( 30BMI di bawah rata rata 15 kg = 4Tidak yakin = 2

C. Pola makan pasien buruk atau kurang nafsu makanTidak = 0Ya = 1Skor NutrisiJika > 2 maka perlu pengkajian / intervensi nutrisi

KontinensiaMobilitasRisiko Khusus

Malnutrisi jaringanDefisit neurologisBedah / Trauma Mayor

Komplet/ kateterisasiInkontinensia urineInkontinensia fekalInkontinensia ganda0

1

2

3PenuhGelisah/resahApatisTerbatasBedbound seperti traksiChairbound seperti kursi roda01234

5Kakheksia terminalGagal organ multipleGagal organ single (respirasi, ginjal, jantung)Penyakit vaskuler periferAnemia (Hb < 8)Merokok8

8

5

5

2

1Diabetes, M.S., CVAMotorik / SensorikParaplegia (maksimal 6)4-6

4-6

4-6Ortopedik / SpinalDi atas meja operasi > 2 jamDi atas meja operasi > 6 jam5

5

8

SKORObat obatan : Sitotoksik jangka panjang / Steroid dosis tinggi, Anti inflamasiMax 4

10+ berisikoDiterjemahkan dari Skala Waterlow 1985 dengan revisi 2005 (www.judy-waterlow.co.uk)

15+ risiko tinggi

20+ risiko sangat tinggi

2.1.2.5 Skala Modifikasi Braden Suriadi SanadaSkala modifikasi Braden Suriadi Sanada merupakan instrumen pengkajian risiko kejadian luka tekan gabungan antara Skala Braden dan Skala Suriadi Sanada. Penelitian mengenai validitas skala Braden telah dilakukan di Indonesia dan menunjukkan hasil yang baik. Menurut hasil penelitian Suriadi et al. (2006) yang melakukan penelitian mengenai pengkajian risiko terjadinya luka tekan dengan skala Braden, multi-pad pressure evaluator, dan skala Braden ditambah multi - pad pressure evaluator menunjukkan bahwa luas kurva di bawah kurva ROC adalah 0.79 pada skala Braden, 0.77 pada multi-pad pressure evaluator, dan skala Braden ditambah dengan multi-pad pressure evaluator adalah sebesar 0.81. Multi pad pressure evaluator merupakan alat untuk mengkaji tekanan permukaan. Tekanan permukaan, kelembaban kulit, merokok, dan suhu tubuh merupakan faktor risiko yang sangat penting pada terjadinya luka tekan di pelayanan intensif di Indonesia (Suriadi et al., 2007). Suriadi et al. (2008) mengembangkan instrumen pengkajian risiko luka tekan berdasarkan faktor risiko hasil penelitian terdahulu yaitu skala Suriadi Sanada. Skala ini memiliki rentang skor 0 9 dimana skor yang lebih tinggi mengindikasikan risiko luka tekan yang lebih tinggi. Skala Modifikasi Braden Suriadi Sanada ini mencakup 9 sub skala, yaitu : persepsi sensori, kelembaban, aktifitas, mobilitas, nutrisi, gesekan, dan robekan, interface pressure, suhu tubuh, dan merokok. Pengaturan skor pada skala modifikasi ini, disesuaikan untuk menyelaraskan. Pada 5 sub skala (persepsi sensori, kelembaban, aktifitas, mobilitas, nutrisi) akan mendapatkan skor dari 1 4, di mana 4 menggambarkan kondisi terbaik.. sedangkan pada sub skala terakhir (gesekan dan robekan) akan mendapat skor 1 3 dengan 3 menggambarkan kondisi terbaik. Pada sub skala interface pressure, skor 0 dan 3, dimana 3 adalah kondisi terbaik, pada sub skala suhu tubuh, skor 0 dan 4, dimana 4 adalah kondisi terbaik, dan sub skala merokok dengan skor 0 dan 2 dengan 2 adalah kondisi terbaik.Tabel 2.5 Skala Modifikasi Braden Suriadi Sanada

FAKTORDESKRIPSISKOR

Persepsi Sensori

Kemampuan untuk merespon secara tepat terhadap rasa tidak nyaman yang berhubungan dengan tekanan1. Keterbatasan penuhTidak ada respon (tidak mengerang, menyentak, atau menggenggam) terhadap rangsangan nyeri karena menurunnya tingkat kesadaran atau sedasi, atau terbatasnya kemampuan untuk merasakan nyeri yang sebagian besar pada permukaan tubuh.2. Sangat terbatasHanya dapat merespon terhadap rangsangan nyeri. Namun tidak dapat menyampaikan rasa tidak nyaman kecuali dengan mengerang atau sikap gelisah, atau mempunyai gangguan sensori yang menyebabkan terbatasnya kemampuan untuk merasakan nyeri atau tidak nyaman pada lebih dari bagian tubuh.3. Keterbatasan ringanDapat merespon panggilan tetapi tidak selalu dapat menyampaikan respon rasa tidak nyaman atau keinginan untuk merubah posisi badan. Memiliki beberapa gangguan sensori yang membatasinya untuk dapat merasakan nyeri atau tidak nyaman pada satu atau kedua ekstremitasnya.4. Tidak ada gangguanDapat merespon panggilan. Tidak memiliki penurunan sensori sehingga dapat menyatakan rasa nyeri atau rasa tidak nyaman.

Kelembaban

Tingkatan keadaan dimana kulit menjadi lembab1. Selalu lembabKulit selalu dalam keadaan lembab oleh keringat, urit dan lainnya, keadaan lembab dapat dilihat pada setiap kali pasien bergerak atau dibalik.2. Umumnya lembabKulit sering terlihat lembab akan tetapi tidak selalu. Pakaian pasien dan atau tempat tidur harus diganti setidaknya satu kali setiap pergantian dinas.3. Kadang kadang lembabKulit kadang kadang lembab. Penggantian pakaian pasien dan atau alas tempat tidur selain jadwal rutin, perlu diganti minimal satu kali sehari.4. Jarang lembabKulit biasanya dalam keadaan kering, pakaian pasien dan atau alas tempat tidur diganti sesuai dengan jadwal rutin penggantian.

Aktivitas

Tingkat aktivitas1. Total di tempat tidurHanya terbaring di tempat tidur.2. Dapat dudukKemampuan untuk bisa berjalan sangat terbatas atau tidak bisa sama sekali dan tidak mampu menahan berat badan dan atau harus dibantu untuk kembali ke kursi atau kursi roda.3. Berjalan kadang kadangSelama siang hari kadang kadang dapat berjalan, tetapi jarak sangat dekat saja, dengan atau tanpa bantuan. Lebih banyak menghabiskan waktunya di atas tempat tidur atau di kursi pada setiap pergantian dinas4. Dapat berjalanBerjalan keluar ruangan sedikitnya 2 (dua) kal sehari dan berjalan di dalam ruangan sedikitnya sekali setiap jam selama waktu terjaga

Mobilitas

Kemampuan untuk merubah dan mengatur posisi badan1. Tidak mampu bergerak sama sekaliTidak dapat merubah posisi badan atau ekstremitas bahkan posisi yang ringan sekalipun tanpa adanya bantuan.2. Sangat terbatasKadang kadang merubah posisi badan atau ekstremitas, akan tetapi tidak dapat merubah posisi sesering mungkin atau bergerak secara efektif (merubah posisi badan terhadap tekanan) secara mandiri.3. Tidak ada masalahBergerak secara mandiri baik di kursi maupun di atas tempat tidur dan memiliki kekuatan otot yang cukup untuk menjada posisi badan sepenuhnya selama bergerak. Dapat mengatur posisi yang baik di tempat tidur ataupun di kursi kapan saja.4. Tanpa keterbatasanDapat merubah posisi badan secara tepat dan sering mengatur posisi badan tanpa adanya bantuan.

Nutrisi

Pola kebiasaan makan1. Sangat burukTidak pernah menghabiskan makanan. Jarang makan lebih 1/3 dari makanan yang diberikan. Makan mengandung protein sebanyak 2 porsi atau kurang setiap harinya. Kurang mengkonsumsi cairan. Tidak mengkonsumsi cairan suplemen. Atau pasien dipuasakan, dan atau mengkonsumsi makanan cairan atau mendapatkan cairan infuse melalui intravena lebih dari 5 hari.2. Kurang mencukupiJarang sekali menghabiskan makanan dan biasanya hanya menghabiskan kira kira dari makanan yang diberikan. Pemasukan makanan yang mengandung protein hanya tiga porsi setiap harinya. Kadang kadang mengkonsumsi makanan suplemen. Atau mendapatkan makanan cairan atau selang NGT dengan jumlah kurang dari kebutuhan optimum per hari.3. MencukupiSatu hari makan tiga kali. Setiap makan mengkonsumsi sebanyak 4 porsi makanan yang mengandung protein setiap harinya. Kadang menolak untuk makan, tapi biasanya mengkonsumsi makanan suplemen bila diberikan. Atau mendapatkan makanan melalui selang NGT atau cairan infuse berkalori tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi4. Sangat baikMenghabiskan setiap makanan yang diberikan. Tidak pernah menolak. Biasanya mengkonsumsi 4 porsi atau lebih menu protein. Kadang mengemil. Tidak memerlukan makanan suplemen.

Pergesekan dan pergeseran1. BermasalahMemerlukan bantuan sedang sampai maksimal untuk bergerak. Tidak mungkin memindahkan badan tanpa bergesekan dengan alas tempat tidur. Sering merosot e bawah di atas tempat tidur atau kursi, dan seringkali memerlukan bantuan yang maksimal untuk pengembalian posisi semula. Kekakuan pada otot, kontraktur atau gelisah yang sering menimbulkan terjadinya gesekan yang terus menerus.2. Potensial bermasalahBergerak lemah atau memerlukan bantuan minimal. Selama bergerak kulit kemungkinan bergesekan dengan alas tempat tidur, kursi, sabuk pengekangan atau alat bantu lain. Hampir selalu mampu menjaga badan dengan cukup baik di kursi ataupun di tempat tidur, namun kadang kadang merosot ke bawah.3. Keterbatasan ringanSering mengubah posisi badan atau ekstremitas secara mandiri meskipun hanya dengan gerakan ringan.

Tekanan Permukaan 0. RisikoTekanan permukaan 35 mmHg (bony prominence : at sacrum)3.. Tidak berisiko Tekanan permukaan 35 mmHg (bony prominence : at sacrum)

Suhu Tubuh0. RisikoSuhu tubuh 37.4oC4. Tidak berisikoSuhu tubuh 37.4oC

Merokok0. RisikoMerokok 10 batang rokok perhari sebelum dirawat di rumah sakit. Berhenti merokok 10 batang rokok setiap harinya selama satu bulan dan satu tahun sebelum dirawat 2.. Tidak berisiko Merokok < 10 batang perhari sebelum dirawat di rumah sakit.Merokok < 10 batang perhari, atau 10 batang rokok perhari dan berhenti merokok > 1 tahun.Dan atau tidak merokok

TOTAL SKOR

2.1.3 Komplikasi Luka TekanLuka tekan yang dialami pasien dapat menyebabkan masalah bagi pasien, yaitu menurunkan kualitas hidup akibat ketidaknyamanan, kehilangan kemampuan mobilisasi dan kemandirian, dan menyebabkan isolasi sosial, bahkan pada beberapa kasus dapat menyebabkan kematian (Redelings et al., 2005 dalam Brewer et al., 2010). Pasien yang mengalami luka tekan, memiliki risiko morbiditas dan mortalitas lebih tinggi (Salcido et al., 2012).Luka tekan dianggap sebagai beban pembiayaan pada sistem kesehatan. Luka kronik yang tidak kunjung sembuh mengakibatkan peningkatan lama hari rawat dan kematian, dan pasien berisiko lebih besar mengalami komplikasi seperti selulitis, osteomeolitis, dan sepsis (Sibbald et al., 2012). Luka tekan memiliki dampak pada kondisi ekonomi ekonomi. Peningkatan lama hari rawat akan berdampak pada peningkatan biaya perawatan pasien. Pada tahun 2000, National Health Service di Inggris memperkirakan biaya langsung yang berhubungan dengan perawatan luka tekan adalah antara 1.4 milyar Euro hingga 2.1 milyar Euro (Iglesias, Nixon, Cranny, et al., 2006 dalam Elliot, McKinley, & Fox 2012).

2.2 Kerangka Pemikiran Mobilitas Aktivitas Persepsi sensoriFAKTOR EKSTRINSIK Kelembaban Gesekan Robekan / tenaga yang merobekFAKTOR INTRINSIK Nutrisi Umur Tekanan ArteriolarFAKTOR HIPOTESIS LAINStress emosionalMerokokTemperatur kulit

TekananToleransi jaringan

Waktu 2 jam

Risiko terjadinya luka tekan

Skala pengkajian luka tekan

SKALA BRADEN SURIADI SANADAPersepsi sensoriKelembabanAktifitasMobilitasNutrisiGesekan dan robekanTekanan permukaanSuhu TubuhMerokokSKALA BRADENPersepsi sensoriKelembabanAktifitasMobilitasNutrisiGesekan dan robekan

Hasil prediksi kejadian luka tekan

Tidak berisikoBerisiko

Pengamatan dengan lembar observasi berdasarkan NPUAP

Terjadi luka tekanTidak terjadi luka tekan

Bagan 2.4 Kerangka Pemikiran2.3 HipotesisHa : Terdapat perbedaan validitas Skala Braden dan Skala Modifikasi Braden Suriadi Sanada dalam memprediksi risiko kejadian luka tekan pada pasien kritis di Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

Ho : Tidak terdapat perbedaan validitas Skala Braden dan Skala Modifikasi Braden Suriadi Sanada dalam memprediksi risiko kejadian luka tekan pada pasien kritis di Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.