10. Bab II Landasan Teori...2.2.3. Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemberian Motivasi...
Transcript of 10. Bab II Landasan Teori...2.2.3. Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemberian Motivasi...
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kepemimpinan
2.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Menurut Anoraga dalam (Sutrisno, 2016) mengatakan bahwa “kepemimpinan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik
langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang
agar penuh dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti
kehendak pimpinan itu”.
Menurut Sadili dalam (Armelsa & Mutiah, 2019) mengatakan bahwa
“kepemimpinan kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau
bekerja sama dibawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu
tujuan tertentu”.
Menurut Pramudyo dalam (Eva & Lestari, 2018) mengatakan bahwa
“kepemimpinan merupakan perilaku kepemimpinan yang diperlihatkan pimpinan
dalam memimpin dan mengarahkan para karyawannya”.
Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
sebuah kemampuan atau kekuatan dalam mempengaruhi perilaku orang lain untuk
mengendalikan atau mengarahkan dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan
organisasi.
2
2.1.2. Metode Kepemimpinan
Ordward Tead dalam (Kartono, 2014) mengemukakan metode kepemimpinan
dibawah ini :
1. Memberi perintah
Perintah itu timbul dari situasi formal dan relasi kerja. Karena itu perintah adalah
fakta fungsional pada organisasi, kedinasan atau jawatan pemerintah dan swasta,
berbentuk instruksi, komando, peraturan tata tertib, standart praktik atau perilaku
yang harus dipatuhi. Perintah biasanya sudah tercakup dalam tugas, kewajiban, dan
tanggung jawab yang harus dilakukan oleh setiap individu anggota kelompok.
2. Memberikan celaan dan pujian
Celaan harus diberikan secara objektif dan tidak bersifat subjektif. Juga tidak
disertai emosi-emosi yang negatif (benci, dendam, curiga, dan lain-lain). Celaan itu
sebaiknya berupa teguran dan dilakukan secara rahasia, tidak secara terbuka di
muka banyak orang. Celaan diberikan dengn maksud agar orang yang melanggar
atau berbuat kesalahan menyadari kekeliruannya, dan bersedia memperbaiki
perilakunya.
3. Memupuk tingkah laku pribadi pemimpin yang benar
Pemimpin harus bersifat objektif dan jujur. Ia harus menjauhkan diri dari rasa pilih
kasih atau favoritisme karena hal ini bisa menurunkan moral anggota-anggota
lainnya, menumbuhkan keraguan, kemuakan serta kecemburuan sosial. Juga bisa
mengurangi respek anggota pada pemimpin. Pemimpin itu juga bukan agen polisi
atau tukang selidik mencari kesalahan juga bukan penjaga yang selalu mengintip
kelemahan orang.
3
4. Peka terhadap saran-saran.
Sifat pemimpin itu harus luwes dan terbuka, dan peka pada saran-saran eksternal
yang positif sifatnya. Dia harus menghargai pendapat-pendapat orang lain, untuk
kemudian mengkombinasikannya dengan ide-ide sendiri. Dengan begitu dia bisa
membangkitkan inisiatif kelompok untuk memberikan saran-saran yang baik.
5. Memperkuat rasa kesatuan kelompok.
Untuk menghadapi macam-macam tantangan luar dan kekomplekan situasi
masyarakat modern, perlu pemimpin bisa menciptakan rasa kesatuan
kelompoknya, dengan loyalitas tinggi dan kekompakan yang utuh. Hal ini bisa
meningkatkan moral kelompok dan semangat kelompok. Usaha menciptakan
semangat kesatuan ini antara lain , dengan pemberian pakaian seragam, lencana,
emblim, peci, jaket, tanda kehormatan, dan lain-lain.
6. Menciptakan disiplin diri dan disiplin kelompok.
Setiap kelompok akan mengembangkan tata cara dan pola tingkah laku yang
hanya berlaku dalam kelompok sendiri, yang harus ditaati oleh seluruh anggota.
Hal ini penting untuk membangkitkan rasa tanggung jawab, uniformalitas, dan
disiplin kelompok.
7. Meredam kabar angin dan isu-isu yang tidak benar.
Kesatuan dan efektifitas kerja dari kelompok bisa di guncang oleh gangguan
kabar-kabar angin dan desas desus yang tidak benar, beserta fitnahan-fitnahan dari
luar yang diarahkan pada perorangan atau pada organisasi secara keseluruhan,
Maka pimpinan berkewajiban untuk mengusut sampai tuntas sumber kabar angin
tadi. Dan memberikan peringatan keras atau sanksi tajam pada orang-orang yang
4
mempunyai rasa dendam. Mengalami frustasi, dan mungkin tengah terganggu
ingatannya, sehingga tanpa sadar menyebarkan kabar-kabar angin yang buruk.
2.1.3. Tipe Kepemimpinan
Menurut (Kartono, 2014) ada 8 tipe kepemimpinan sebagai berikut :
1. Tipe Karismatik
Tipe pemimpin Karismatik ini memiliki kekuatan energi daya tarik dan perbawa
yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut
yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Sampai
sekarang pun orang tidak mengetahui benar sebab-sebabnya, mengapa seseorang
itu memiliki karisma begitu besar. Dia dianggap mempunyai kekuatan ghaib
(supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang
diperolehnya sebagai karunia yang mahakuasa. Dia banyak memiliki inspirasi,
keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri.
2. Tipe Paternalistis
Yaitu tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain
sebagai berikut :
a. Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau
anak sendiri yang perlu dikembangkan.
b. Dia bersikap terlalu melindungi (Overly Protective).
c. Jarang dia memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan sendiri.
d. Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk berinisiatif.
5
e. Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan
pada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas
mereka sendiri.
3. Tipe Militeristis
Tipe ini sifatnya sok kemiliter-militeran. Hanya gaya luaran saja yang mencontoh
gaya militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama, tipe ini mirip sekali dengan tipe
kepemimpinan otoriter. Hendaknya dipahami, bahwa tipe kepemimpinan
militeristis itu berbeda sekali dengan kepemimpinan organisasi militer (seorang
tokoh militer). Adapun sifat-sifat pemimpin yang militeris antara lain :
a. Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando terhadap bawahannya
keras sangat otoriter kaku dan seringkali kurang bijaksana.
b. Menghendaki keputusan mutlak dari bawahan.
c. Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacra riyual dan tanda-tanda kebesaran
yang berlebih lebihan.
d. Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya (disiplin
kadaver/mayat)
e. Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya.
4. Tipe Otokratis
Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada kekuatan dan paksaan yang
mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal
pada a one- man show. Dia berambisi sekali untuk merajai situasi. Setiap perintah
dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultsi dengan bawahannya. Anak buah tidak
pernah diberi informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus
dilakukan. Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas
pertimbangan pribadi pemimpin sendiri.
6
5. Tipe Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak memimpin
dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin
tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya semua pekerjaan dan
tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri. Dia merupakan pemimpin
simbol, dan biasanya tidak memiliki keterampilan teknis. Sebab duduknya sebagai
direktur atau pemimpin ketua dewan, komandan, biasanya diperolehnya melalui
penyogokan, suapan atau berkat sistem nepotisme.
6. Tipe Populistis
Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang
tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang-
hutang luar negeri (asing). Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan
(kembali) nasionalisme.
7. Tipe Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu
menyelenggrakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Sedang para
pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan administratur-administraturnya yang
mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan
demikian dapat dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk
memerintah yaitu untuk memantapkan integritas bangsa pada khusunya, dan usaha
pembangunan pada umumnya. Dengan kepemimpinan administratif ini diharapkan
adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, industri, manajemen modern dan
perkembangan sosial di tengah masyarakat.
7
8. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan
yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua
bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri)
dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak
pada “ person atau individu pemimpin”, akan tetapi kekuatan justru terletak pada
partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
2.1.4. Fungsi Kepemimpinan
Menurut Adair dalam (Suwatno & Priansa, 2016) ada 6 fungsi kepemimpinan
yaitu :
1. Perencanaan
a. Mencari semua informasi yang tersedia
b. Mendefinisikan tugas
c. Membuat rencana yang dapat terlaksana dalam rangka membuat keputusan
yang tepat.
2. Pemrakarsaan
a. Memberikan pengarahan pada kelompok mengenai sasaran dan rencana
b. Menjelaskan mengapa menetapkan sasaran atau rencana merupakan hal
penting
3. Pengendalian
a. Memelihara antara kelompok
b. Mempengaruhi tempo
c. Memastikan semua tindakan diambil dalam upaya meraih tujuan
d. Mendorong kelompok mengambil tindakan/keputusan
8
4. Pendukung
a. Mengungkapkan pengakuan terhadap orang dan konstribusi mereka
b. Memberi semangat pada kelompok/individu
c. Menciptakan semangat tim
5. Penginformasian
a. Memperjelas tugas dan rencana
b. Memberi informasi baru pada kelompok
6. Pengevaluasian
a. Pengevaluasian kelayakan gagasan
b. Menguji konsekuensi solusi yang diusulkan
c. Mengevaluasi prestasi kelompok
2.1.5. Asas – Asas Kepemimpinan
Asas – asas Kepemimpinan menurut (Kartono, 2014) yaitu :
1. Kemanusiaan
Mengutamakan sifat-sifat kemanusiaan yaitu pembibingan manusia oleh manusia,
untuk mengembangkan potensi dan kemampuan setiap individu, demi tujuan-
tujuan human.
2. Efisien
Berkaitan dengan terbatasnya sumber-sumber, materi, dan jumlah manusia atau
prinsip penghematan, adanya nilai-nilai ekonomis serta asas-asas manajemen
modern.
3. Kesejahteraan
Kesejahteraan dan kebahagiaan yang lebih merata, menuju taraf kehidupan yang
lebih tinggi.
9
2.2. Motivasi Kerja
2.2.1. Definisi Motivasi Kerja
Menurut Rivai dalam (Erlangga, 2017) berpendapat bahwa motivasi adalah
serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal
yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.
Menurut Sugiyono dalam (Widiyanti, Susilowati, Retnowulan, & Wahyudi,
2019) Motivasi kerja merupakan suatu hal yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan- kegiatan tertentu untuk mencapai keinginannya.
Menurut Stefan Ivanko dalam (Hamali, 2016) mendefinisikan motivasi sebagai
keinginan dan energi seseorang yang diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan.
Motivasi adalah sebab dari tindakan. Upaya mempengaruhi seseorang dalam
rangka memberikan motivasi berarti mendapatkan kemudian ingin berbuat
sesuatu yang diketahui dan seharusnya dilakukan. Motivasi dapat berupa
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik contohnya
kepuasan dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Motivasi ekstrinsik contohnya
imbalan, hukuman, dan perolehan tujuan. Motivasi ekstrinsik disebabkan oleh
insentif positif dan insentif negatif.
Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa motivasi merupakan
kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, memelihara dan mendorong perilaku
manusia. Pemimpin perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat
mempengaruhinya dalam bekerja sesuai dengan keinginan organisasi.
2.2.2. Tujuan Motivasi
Menurut Hasibuan dalam (Pramularso, 2017) tujuan motivasi antara lain :
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan
10
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana hubungan kerja yang baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan.
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
2.2.3. Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemberian Motivasi
Pemberian motivasi kepada para karyawan merupakan kewajiban para
pimpinan, agar para karyawan tersebut dapat lebih meningkatkan volume dan mutu
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. (Sutrisno, 2016) berpendapat bahwa seorang
pimpinan perlu memperhatikan hal-hal berikut agar pemberian motivasi dapat berhasil
seperti yang diharapkan, yaitu :
1. Memahami perilaku bawahan
Pimpinan harus dapat memahami perilaku bawahan, artinya seorang pimpinan
dalam tugas keseluruhan hendaknya dapat memerhatikan , mengamati perilaku
para bawahan masing-masing. Dengan memahami perilaku para bawahan masing-
masing. Dengan memahami perilaku mereka akan lebih memudahkan tugasnya
memberi motivasi kerja. Di sini seorang pemimpin dituntut mengenal seseorang,
karena tidak ada orang yang mempunyai perilaku yang sama.
2. Harus berbuat dan berperilaku realistis
Seorang pemimpin mengetahui bahwa kemampuan para bawahan tidak sama,
sehingga dapat memberikan tugas yang kira-kira sama dengan kemampuan mereka
11
masing-masing. Dalam memberi motivasi, bawahan harus menggunakan
pertimbangan-pertimbangan yang logis dan dapat dilakukan oleh bawahan.
3. Tingkat kebutuhan setiap orang berbeda
Tingkat kebutuhan setiap orang tidak sama disebabkan karena adanya
kecenderungan, keinginan, perasaan, dan harapan yang berbeda antara satu orang
dengan orang lain pada waktu yang sama.
4. Mampu menggunakan keahlihan
Seorang pimpinan yang dikehendaki dapat menjadi pelopor dalam setiap hal.
Diharapkan lebih menguasai seluk beluk pekerjaan, mempunyai kiat sendiri dalam
menyelesaikan masalah, apalagi masalah yang dihadapi bawahan dalam
melaksanakan tugas. Untuk itu, mereka dituntut dapat menggunakan keahlihannya.
5. Pemberian motivasi harus mengacu pada orang
Pemberian motivasi adalah untuk orang atau karyawan secara pribadi dan bukan
untuk pimpinan sendiri. Seorang pimpinan harus memperlakukan seorang
bawahan sebagai bawahan, bukan sebagai diri sendiri yang sedang mempunyai
kesadaran tinggi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu,
motivasi harus dapat mendorong setiap karyawan untuk berperilaku dan berbuat
sesuai apa yang diinginkan pemimpin.
6. Harus dapat memberi keteladanan.
Keteladanan merupakan guru yang terbaik, tidak guna seribu kata bila perbuatan
seseorang tidak menggambarkan perbuatannya. Dengan keteladanan seorang
pimpinan, bawahan akan dapat termotivasi bagaimana cara bekerja dengan baik,
berkata, dan berbuat dengan baik.
12
2.2.4. Dimensi Motivasi Kerja
Ada lima dimensi motivasi kerja menurut (Mangkunegara, 2017) yaitu :
1. Fisiologis
Kebutuhan akan makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, dan sexual.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar. Pemimpin perlu
memberikan gaji yang layak kepada pegawai.
2. Rasa aman
Kebutuhan perlindungan dari ancaman, bahaya, dan lingkungan kerja. Pemimpin
perlu memberikan tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan, perumahan, dan dana
pensiun
3. Sosial atau rasa memiliki
Kebutuhan untuk diterima dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi,
serta rasa dicintai dan mencintai. Pemimpin perlu menerima eksistensi/keberadaan
pegawai sebagai anggota kelompok kerja, melakukan interaksi kerja yang baik,
dan hubungan kerja yang harmonis.
4. Harga diri
Kebutuhan untuk dihormati, dihargai oleh orang lain. Pemimpin tidak boleh
sewenang-wenang memperlakukan pegawai karena mereka perlu dihormati, diberi
penghargaan terhadap prestasi kerjanya.
5. Aktualisasi diri
Kebutuhan untuk mengembangkan diri dan potensi, mengemukakan ide-ide,
memberikan penilaian, kritik dan prestasi.
13
2.2.5. Prinsip-Prinsip Dalam Memotivasi Kerja
Menurut Mangkunegara dalam (Hartatik, 2014) terdapat beberapa prinsip
dalam memotivasi kerja karyawan, yaitu :
1. Prinsip Partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut
berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2. Prinsip komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha
pencapaian tugas. Dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah
dimotivasi kerjanya.
3. Prinsip pengakuan andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha
pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah
dimotivasi kerjanya.
4. Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai untuk
sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang
dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi
untuk mencapai tujuan yang diharapkan pemimpin
5. Prinsip memberi perintah
Pemimpin yang memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai,
akan memotivasi pegawai tersebut dalam bekerja sesuai dengan harapan
pemimpin.
14
2.2.6. Proses Motivasi Kerja
Menurut Hasibuan dalam (Hartatik, 2014) proses motivasi adalah sebagai
berikut :
1. Tujuan
Dalam proses motivasi, perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi. Setelah
itu, baru karyawan dimotivasi ke arah tujuan.
2. Mengetahui Kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan
dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan saja.
3. Komunikasi Efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan.
Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya. (misalnya insentif) dan
syarat yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut dapat diperoleh.
4. Integrasi Tujuan
Proses motivasi diperlukan untuk menyatukan tujuan organisasi dan kepentingan
karyawan. Tujuan organisasi adalah needs complex, yaitu untuk memperoleh laba
serta perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan
kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus
disatukan. Untuk itu, penting adanya penyesuaian motivasi.
5. Fasilitas
Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan
individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan.
Misalnya, memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
15
2.3. Konsep Dasar Operasional Dan Perhitungan
2.3.1. Kisi-kisi Operasional Variabel
Kisi-kisi Operasional Variabel Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan
yang penulis gunakan sebagai berikut :
1. Variabel X (Kepemimpinan)
Berikut ini adalah indikator yang penulis jelaskan dalam variabel kepemimpinan
Tabel II.1.
Indikator Variabel X (Kepemimpinan)
No.
Dimensi
Indikator
Nomor
butir
kuesioner
1
Perencanaan
1. Membuat rencana yang dapat
terlaksana
1
2
Pemrakarsaan
2. Membagi tugas pada karyawan
3. Memberikan pengarahan pada
karyawan
2,3
3
Pengendalian
4. Mendorong karyawan mengambil
tindakan/keputusan
4
4
Pendukung
5. Memberi semangat pada karyawan
6. Menciptakan semangat tim kerja
5,6
5
Penginfomasian
7. Memperjelas tugas dan rencana
8. Memberi informasi baru pada
karyawan
7,8
6
Pengevaluasian
9. Mengevaluasi kelayakan gagasan
10. Mengevaluasi prestasi karyawan
9,10
Sumber :(Suwatno & Priansa, 2016)
16
Tabel II.2.
Kisi-Kisi Variabel Motivasi
No.
Dimensi
Indikator
Nomor
butir
kuesioner
1 Kebutuhan
fisiologis
1. Waktu istirahat yang diberikan cukup.
2. Jaminan sosial tenaga kerja dan tunjangan
lainnya telah dipenuhi oleh perusahaan.
1,2
2 Kebutuhan
akan rasa
aman
3. Memiliki sistem pengamanan dan
pengawasan dengan baik.
4. Melengkapi karyawan dengan perlindungan
yang sesuai dengan standart keselamatan kerja.
3,4
3 Kebutuhan
sosial
5. Mempertahankan rasa kekeluargaan dan
kerjasama dalam lingkungan kerja.
6. Bertukar pikiran dengan rekan kerja mengenai
tugas yang dikerjakan bersama-sama.
5,6
4 Kebutuhan
akan harga
diri
7. Penempatan pada posisi pekerjaan yang sesuai
dengan pendidikan dan keterampilan.
8. Pimpinan memberikan pujian maupun
penghargaan ketika tugas dilaksanakan dengan
baik.
7,8
5 Kebutuhan
aktualisasi
diri
9. Perusahaan memberikan kesempatan untuk
mengembangkan potensi diri dalam bekerja.
10. Perusahaan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan prestasi dalam bekerja.
9,10
Sumber : (Mangkunegara, 2017)
2.3.2. Uji Instrumen
Untuk memiliki instrumen penelitian yang dapat diandalkan kemampuannya
harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap alat ukurnya. Dalam menguji
validitas dan reliabilitas untuk perolehan data yang representatif digunakan
pendekatan, sebagai berikut :
17
1. Uji Validitas
Menurut (Priyatno, 2017) uji validitas kuesioner digunakan untuk mengetahui
seberapa besar cermat suatu item dalam mengukur apa yang ingin diukur pada
kuesioner tersebut. Item dapat dikatakan valid jika adanya korelasi yang signifikan
dengan skor totalnya, hal ini menunjukkan adanya dukungan item tersebut dalam
mengungkapkan suatu yang ingin diungkap pada kuesioner tersebut, korelasi
pearson, corrected item total correlation dan analisin faktor. Penguji signifikan
dilakukan dengan kriteria menggunakan r tabel pada tingkat signifikasi 0,05
dengan uji 2 sisi. Jika nilai positif dan r hitung ≥ r tabel maka item dapat
dinyatakan valid, jika r hitung < r tabel maka item dinyatakan tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
Menurut (Priyatno, 2017) uji reabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi
alat ukur pada kuesioner. Metode yang sering digunakan dalam penelitian untuk
mengukur skala rentangan (seperti skala likert 1-5) adalah Cronbach Alpha. Uji
reliabilitas merupakan kelanjutann dari item yang valid saja. Untuk menentukan
apakah instrumen reliabel atau tidak, gunakan batasan 0,6.
Tabel II.3.
Skala Alpha Croncbach’s
Nilai Alpha Cronbach’s Keterangan
0,00 – 0,20 Kurang Reliabel
0,21 – 0,40 Agak Reliabel
0,41 – 0,60 Cukup Reliabel
0,61 – 0,80 Reliabel
0,81 – 1,00 Sangat Reliabel
Sumber : (Priyatno, 2017)
18
2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan
Konsep dasar perhitungan yang penulis gunakan dalam penelitian ini
menggunakan bantuan SPSS (Statistical Product And Service Solution) versi 20.
Analisis data dilakukan untuk menjelaskan tentang masalah perbandingan
kepemimpinan dan motivasi kerja.
1. Populasi
Menurut (Sugiyono, 2016) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.
2. Sampel
Menurut (Sugiyono, 2016) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel
yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya
akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari
populasi harus betul-betul representatif (mewakili).
3. Skala Likert
Menurut (Sugiyono, 2016) skala likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti,
yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
19
SS = SANGAT SETUJU
ST = SETUJU
RG = RAGU-RAGU
TS = TIDAK SETUJU
STS = SANGAT TIDAK SETUJU
4. Uji Koefisien Korelasi
Menurut (Siregar, 2014) “Koefisien korelasi adalah bilangan yang menyatakan
kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih atau juga dapat menentukan arah
dari kedua variabel”
Rumus untuk mencari Uji Koefisien Korelasi :
� = � ∑� − (∑�)(∑)
{� ∑�� − (∑�)�} − {� ∑)� − (∑)�}
Keterangan :
nxy = Koefisien korelasi
n = Total responden
∑� = Total jumlah dari variabel x
∑ = Total jumlah dari variabel y
∑�� = Kuadrat dari total jumlah dari variabel x
∑� = Kuadrat dari total jumlah variabel y
∑� = Hasil perkalian dari total jumlah variabel x dan y
Untuk dapat mengukur kekuatan hubungan antara kedua variabel maka dapat
digunakan pedoman seperti yang tertera pada tabel dibawah ini :
20
Tabel II.4.
Pedoman Untuk Mengukur Hubungan Kedua Variabel
Nilai Korelasi Tingkat Hubungan
0,00 – 0,1999 Sangat lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Cukup
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 0,100 Sangat Kuat
Sumber: (Siregar, 2014)
5. Uji Koefisien Determinasi
Menurut (Siregar, 2014) adalah angka yang menyatakan atau digunakan untuk
mengetahui kontribusi atau sumbangan yang diberikan sebuah variabel atau lebih
X (bebas terhadap variabel Y (terikat).
Rumus untuk mencari Koefisien Determinasi:
Keterangan:
KD: Koefisien Determinasi
R: Koefisien Korelasi
6. Regresi Linear Sederhana
Menurut (Siregar, 2014) adalah salah satu alat yang dapat digunakan dalam
memprediksi permintaan dimasa akan datang berdasarkan masa lalu atau untuk
mengetahui pengaruh satu variabel bebas (independent) terhadap satu variabel tak
bebas (dependent)
Dimana :
Y: Variabel Terikat
X: Variabel Bebas
a dan b: Konstanta
KD = ���100%
Y = a + bX
21
Untuk mencari nilai konstanta a dan b dapat menggunakan rumus berikut ini:
� = (∑�)(∑��)�(∑�)(∑��)
�∑���(∑�)�
� = � ∑� − (∑�)(∑)� ∑�� − (∑�)�
Keterangan:
Y: Subjek dalam variabel; dependent yang di prediksi
a: Harga Y ketika harga X=0 (harga konstan)
b: Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukan angka peningkatan ataupun
penurunan variabel dependent yang didasarkan pada variabel independent.
X: Subyek pada variabel independent yang mempunyai nilai tertentu.