1. Resusitasi Pada Sepsis

18

Click here to load reader

description

1

Transcript of 1. Resusitasi Pada Sepsis

RESUSITASI PASIEN DENGAN SEPSIS BERAT/SYOK SEPTIKJati Listiyanto P.dr,SpAn,KIC

Bagian Anestesi & Terapi intensif FK Undip/RS Dr Kariadi

Semarang

I. PENDAHULUAN

Syok sepsis adalah sepsis yang disertai kegagalan system sirkulasi akut yang ditandai dengan hipotensi arterial yang menetap setelah pemberian cairan yang adekuat. Hipotensi pada sepsis didefinisikan sebagai adanya penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau penurunan MAP < 70 mmHg atau terdapat penurunan tekanan sistolik > 40 mmHg tanpa ada penyebab hipotensi yang lain. Definisi tersebut ditetapkan pertama kali pada tahun 1991 oleh American College of Chest Physician (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine (SCCM).

Pada pertemuan tahun 2001, organisasi-organisasi profesi yang terlibat mengembangkan system pengelompokan sepsis berdasarkan 4 bentuk karakteristik dengan menggunakan akronim PIRO yang artinya : P merupakan singkatan dari predisposisi : menunjukkan kondisi penyakit yang mendasari terjadinya sepsis, dan kondisi ini tentu akan mempengaruhi mortality rate.

I merupakan singkatan infeksi : menunjukkan virulensi danresistensi kuman yang dapat diisolasi dari pasien yang bersangkutan. Asal dari infeksi pada sepsis saat ini antara lain : pneumonia 40%, infeksi intra-abdomen 20%, kateter bakteremia 15%, dan infeksi saluran kencing 10%. Jenis kuman yang menyebabkan sepsis antara lain karena gram negative dan gram positif, atau kombinasi keduanya. Pada 30% kasus bahkan tidak ditemukan kuman. R menunjukkan respons pasien terhadap infeksi dengan melihat berat ringannya tingkat SIRS pasien.

O merupakan singkatan dari Organ failure menunjukkan jumlah orga yang mengalami kegagalan karena sepsis dan SIRS.

Akibat aktivitas dari monosit, makrofag dan neutrofil oleh membran bakteri (LPS, lipopolisakarida pada kuman gram negative dan lipotechoic acid pada kuman gram positif) akan dilepaskan berbagai jenis mediator pada sepsis yang akan mencetuskan proses inflamasi, kaskade coagulasi, gangguan integritas endotel, dan gangguan pada sistem imun. Dari proses di atas, akan terjadi berbagai perubahan patofisiologi pada sepsis, antara alain :

1. Kerusakan endotel yang akan menyebabkan gangguan integritas kapiler dan menyebabkan kebocoran kapiler. Cairan dari intravaskuler aakan pindah ke interstitial. Bila kapiler yang bocor meliputi area yang luas, maka akan terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstitial. Terjadi kondisi hipovolemik relatif yang dapat berakibat pada gangguan sirkulasi yang dikenal sebagai syok septik. Selain itu mediator-mediator yang bersangkutan akan menyebabkan vasodilatasi. Apabila jumlah kapiler yang terlibat cukup luas, maka vasodilatasi ini dapat menyebabkan suatu syok distributif yang akan memperberat syok septik yang terjadi. Pada keadaan ini aliran darah di mikrosirkulasi akan tertanggu sehingga distribusi oksigen ke jaringan dan organ-organ tubuh juga akan tertanggu. Proses ini akan mencetuskan terjadinya global hipoksia.2. Pada saat yang hampir bersamaan juga terjadi gangguan pada sistem koagulasi terjadi trombosis, dimana trombis-trombis ini akan menyumbat kapiler-kapiler dan menyebabkan iskemia pada bagian distalnya. Bila proses ini mengenai daerah yang cukup luas, maka akan terjadi iskemi pada jaringan organ yang akan mencetuskan gangguan fungsi organ. Masalah yang juga penting pada proses ini adalah terjadinya penekanan pada plasminogen activator inhibitor-1, yang pada keadaan normal akan bertugas untuk menghancurkan trombus-trombus yang terjadi sehingga trombus tidak dapat dihilangkan dan iskemi yang terjadi semakin memperburuk fungsi jaringan atau organ yang terkena. 3. Mediator-mediator tersebut juga akan berperan pada sistem imun menyebabkan terjadi 2 kemungkinan, yaitu supresi atau perangsangan sistem imun dimana keduanya akan berakibat buruk terhadap pasien. Pada sistem imun yang dirancang lebih kuat juga akan mencetuskan proses inflamasi, sedangkan pada depresi system imun akan menyebabkan infeksi yang sulit untuk diatasi.Berdasarkan keadaan-keadaan di atas, maka syok septik dikenal sebagai syok distributif, dimana aliran pada mikrosirkulasi terganggu, yang tidak selalu dapat dideteksi secara klinis karena parameter-parameter makrosirkulasi masih normal. Kerusakan mikrosirkulasi ini akan menyebabkan gangguan pendistribusian O2 ke jaringan dan menyebabkan hipoksia jaringan global.Dalam membahas masalah oksigenisasi jaringan pada sepsis, terdapat beberapa terminologi yang penting, antara lain :

1. Delivery Oxygen (DO2) = jumlah O2 yang diedarkan oleh sistem kardiovaskular ke seluruh tubuh dalam waktu 1 menit. Rumus DO2 adalah = CO (cardiac output) x CaO2 (arterial O2 Content) + PaO2 x 0,003. Perlu diperhatikan juga bahwa CO = SV ( stroke volume x laju jantung/HR ) dan CaO2 = Hb ( haemoglobin ) x SaO2 ( saturasi arterial ) x 1,34. PaO2 x 0,003 seringkali diabaikan karena nilanya kecil sekali.2. VO2 ( konsumsi O2 ) adalah jumlah O2 yang dikonsumsi tubuh setiap menit. Nilai normal dari VO2 adalah 250 cc/menit, kira-kira 25% dari DO2.3. Oxygen Extraction Ratio ( OER ) adalah VO2 / DO2 dalam hal ini nilainya kira-kira 25%.

4. SvO2 adalah saturasi darah vena yang diambil dari kateter CVP ( Central Venous Pressure ). Berdasarkan rumus di atas, kalau 25% O2 dari DO2 akan digunakan oleh jaringan, maka sisa kandungan O2 pada darah vena akan tinggal 70-75%, sehingga nilai saturasi vena dapat mengekpresikan jumlah O2 yang digunakan di jaringan. Biasanya pengukuran saturasi O2 darah vena diambil dari kateter arteri pulmonalis, akan tetapi pemasangan kateter a. pulmonalis lebih sulit dan mahal. Pada suatu penelitian ternyata didapatkan korelasi yang kuat antara saturasi O2 darah yang diambil dari CVP dan dari kateter a. pulmonalis, sehingga saturasi O2 yang diambil dari darah vena dari kateter CVP dapat digunakan untuk tujuan ini. Parameter lain yang dapat dgunakan untuk menilai mikrosirkulasi adalah base deficit dan kadar laktat darah, Oleh karena terjadi gangguan aliran darah pada mikrosirkulasi, maka pendistribusian O2 juga akan terganggu dan akan menyebabkan suatu metabolism anaerob, sehingga meningkatkan kadar laktat dan meningkatkan base deficit. Berdasarkan keadaan-keadaan di atas, maka parameter-parameter tersebut ( kadar laktat dan base deficit ) dapat menjadi marker dari keadaan dimana kebutuhan O2 sudah melampaui konsumsi O2. Kebutuhan O2 adalah volume yang dibutuhkan oleh jaringan untuk berfungsi secara aerob, sedangkan konsumsi O2 adalah jumlah O2 yang benar-benar digunakan oleh jaringan. Pada suatu penelitian didapatkan adanya korelasi antara kadar laktat dan angka mortalitas (makin tinggi kadar laktat maka makin tinggi mortalitas). Kadar laktat 0 2,5 mmol/l angka kematian 4,9%

Kadar laktat 2,5 4 mmol/l angka kematian 9%

Kadar laktat > 4 mmol/l angka kematian 28,4%Penatalaksanaan sepsis secara umum sebaiknya menggunakan rekomendasi dari Surviving Sepsis Campaign (SSC) dan yang direvisi pada 2008 dan 2012. Proses dari SIRS (Sistemic Inflammatory Response Syndrome) menjadi sepsis, sepsis berat dan syok septik biasanya terjadi dalam 24 jam pertama setelah tanda-tanda SIRS atau sepsis muncul. Perubahan ini diakibatkan oleh adanya gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 yang menyebabkan terjadinya berbagai derajat deficit oksigenasi jaringan dan akan mencetuskan hipoksia jaringan global. Rekomendasi dalam SSC menyarankan sebaiknya pencapaian target resusitasi sudah dilaksanakan dalam 6 jam pertama.

II. FASE-FASE TATALAKSANA SYOK SEPTIK3 Fase yang harus diperhatikan untuk syok septik :1. Initial Resuscitation and Infection issues :

a. Initial Resuscitation ( dalam 6 jam pertama )

Dilakukan resusitasi secepatnya pada pasien-pasien yang mengalami hipotensi atau memiliki nilai serum laktat > 4 mmol/l. Tidak perlu menunggu sampai masuk ICU, dapat dilakukan di ruang gawat darurat / ruangan (1C). Target resusitasi yang harus dicapai adalah (1C) :

CVP 8-12 mmHg. Pada pasien dengan ventilasi mekanik diperlukan CVP 12-15 mmHg

MAP 65 mm Hg

Diuresis 0,5 cc/kgBB/jam

Saturasi O2 darah vena sentral 65%

b. Bila saturasi darah vena sentral tidak tercapai maka yang harus dilakukan (2C) Pemberian cairan lebih lanjut

Berikan sel darah merah ( tingkatkan Hb )

Mulai berikan dobutamin max 20 (g/kkBB/menitc. Diagnosis

Ambil pemeriksaan kultur yang tepat sebelum memulai terapi antibiotik. Akan tetapi hal ini tidak boleh memperlambat pemberian antibiotik (1C). Ambil minimal 2 kultur

Satu kultur diambil dari setiap IV kateter yang sudah terpasang > 48 jam.

Ambil kultur dari tempat lain berdasarkan tanda-tanda klinis.

Kriteria diagnosis untuk sepsis;

Sepsis (bukti atau curiga adanya infeksi > 1 dari hal berikut

Variabel Umum

Demam (suhu core > 38,3 C)

Hipotermia (suhu < 36 C)

Takikardia (> 90 x/mnt sesuai usia)

Takipnea

Perubahan mental status

Adanya edema atau balans cairan positif (> 20 ml/kg BB selama 24 jam)Hiperglikemia (Gula darah > 120mg/dl) tanpa adanya DM

Variabel inflamasi

Leukositosis (sel darah putih > 12 000/mm3

Leukopeni (sel darah putih < 4000/mm3

Jumlah sel darah putih normal dengan > 10% bentuk imatur

CRP meningkat (> 2 SD diatas nilai batas normal)

PCT meningkat (> 2SD diatas nilai batas normal

Variabel hemodinamik

Hipotensi arterial (sistolik < 90 mmHg TAR < 60 atau penurunan sistolik > 40 mmHg pada dewasa atau > 2SD dibawah batas normal usia )

Saturasi oksigen mixed vein meningkat (> 70 %)

Indek jantung meningkat (> 3,5 L/mbt/m2 BSA)

Variabel disfungsi organ

Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 < 300)Oligoria akut (produksi urine 0,5 mg/dl)

Koagulopati (INR > 1,5 atau aPTT > 60)

Ileus paralitik (peristaltic usus menghilang )

Trombositopenia (trombosit < 100,000/mm3)

Hiperbilirubinemia (total bilirubin >4 mg/dl)

Variabel perfusi jaringan

Hiperlaktatemia (laktat > 2)Waktu pengisisn kapiler memanjang atau moutling

Sepsis berat (sepsis + disfungsi organ)

Syok septic ( Sepsis + hipotensi refrakter terhadap pemberian cairan intravena ) dan atau hiperlaktatemia

Kriteria diagnosis untuk Sepsis beratDefinisi sepsis berat = hipoperfusi jaringan akibat sepsis atau disfungsi organ

(salah satu dari dibawah ini akibat infeksi

Hipotensi akibat sepsis

Kadar laktat diatas normal laboratorium

Produksi urin < 0.5 cc /kgBB/ jam lebih dari 2 jam walaupun sudah diresusitasi cairan adekuatARDS dengan PaO2/FiO2 2 mg/dl

Trombosit < 100.000 ml

Koagulopati (INR >1,5 )

d. Terapi antibiotik Mulailah pemberian antibiotik sedini mungkin dan selalu sudah mulai diberikan dalam 1 jam pertama setelah didiagnosis sepsis berat (1D) dan syok septik (1B). Berikan antibiotik dengan spektrum luas, satu jenis atau lebih yang diduga sesuai dengan kumannya dan dapat melakukan penetrasi ke fokal infeksi (1B).

Evaluasi efek antibiotik setiap hari untuk menilai efikasi, kemungkinan resistensi, mencegah toksisitas, dan nilai biayanya (1C).

Pada infeksi Pseudomonas pertimbangkan untuk memberikan terapi empirik antibiotik kombinasi (2D)

Pertimbangkan juga terapi empirik kombinasi antibiotik pada pasien-pasien neutropeni (2D)

Terapi kombinasi 3-5 hari dan dieskalasi diganti dengan antibiotik sesuai kultur (2D)

Lamanya terapi antibiotic tidak lebih dari 7 10 hari, namun dapat lebih lama pada kasus-kasus dengan respons yang lambat, focus yang tidak bisa diatasi dengan sempurna, dan pada gangguan system imun (1D).

Hentikan pemberian antibiotic bila didapatkan bukti penyebabnya adalah non infeksi (1D).

e. Identifikasi sumber infeksi dan Source Control. Identifikasi dari sumber infeksi harus segera dilakukan (1C) dan harus sudah dapat diatasi dalam 6 jam pertama (1D).

Evaluasi pasien-pasien yang dapat dilakukan source control seperti drainase abses, debridement, dan lain-lain (1C).

Lakukan source control setelah memungkinkan yang biasanya dilakukan setelah initial resuscitation dilakukan (1C), kecuali pada kasus-kasus seperti infected pancreatic necrosis, dimana pembedahan sebaiknya ditunda dulu (2B). Pilih teknik source control dengan keuntungan semaksimal mungkin dan dengan tindakan invasif yang seminimal mungkin (1D)

IV akses yang mungkin terjangkit infeksi harus diganti secepatnya (1C).

2. Dukungan hemodinamik dan terapi-terapi tambahana. Terapi cairan Resusitasi cairan dapat dilakukan dengan kristaloid ataupun koloid (1B).

Target CVP 8mmHg ( 12 mmHg pada pasien-pasien dengan ventilasi mekanik) (1C).

Gunakan teknik fluid challenge bila didapatkan perbaikan hemodinamik dengan terapi cairan (1D).

Berikan fluid challenge 1000 cc kristaloid atau 300-500 cc koloid dalam 30 menit. Pada kasus dengan sepsis-induced tissue hypoperfusion biasanya diperlukan jumlah cairan yang lebih banyak (1D).

Kecepatan pemberian cairan harus diperlambat bila terdapat peningkatan tanpa perbaikan dari tanda-tanda hemodinamik (1D).

Surviving Sepsis Campaign Guideline (SSCG) tahun 2012 memberikan rekomendasi terapi cairan pada sepsis berat sebagai berikut

Terapi cairan pada Sepsis Berat

1. Kristaloid sebagai pilihan terapi awal pada resusitasi sepsis berat dan syok septic (grade IB)2. Tidak menggunakan hydroxyethyl starches (HES) untuk resusitasi cairan sepsis berat / syok septic (grade IB).

3. Albumin pada sepsis berat dan syok septic digunakan saat pasien memerlukan cairan kristaloid dalam jumlah yang banyak (grade 2C).

4. Fluid challenge awal pada sepsis yang mengakibatkan hipoperfusi jaringan yang diduga karena hipovolemia adalah memberikan kristaloid sampai minimal 30 ml/kg ( sebagian bisa diberikan dengan larutan albumin) . Pemberian cairan lebih cepat dan dengan jumlah lebih besar mungkin diperlukan pada beberapa pasien (grade IC).5. Teknik Fluid Challenge dapat diterapkan dengan cara melanjutkan pemberian cairan asalkan ada perbaikan hemodinamik yang didasarkan atas perubahan variable dinamik (misalkan perubahan tekanan nadi,(pulse pressure) , variasi volume sekuncup (stroke volume)atau status Arterial pressure, denyut jantung.

b. Vasopresor

Pertahankan MAP 65 mmHg (1C). Plihan vapopresor yang pertama adalah norepinefrin dan dopamine yang diberikan lewat akses vena sentral (1C).

Epinefrin, fenilefrin, atau vasopressin sebaiknya tidak boleh diberikan sebagai inisial vasopresor pada syok septik (2C). Vasopresin 0,03 unit/menit dapat diberikan bersama dengan norepinefrin dengan antisipasi mungkin tidak akan memberikan efek tambahan. Gunakan epinefrin sebagai pilihan pertama bila norepinefrin dan dopamine tidak memberikan respons yang diinginkan (2B).

Jangan gunakan dopamine dosis rendah sebagai proteksi ginjal (1A).

Pada pasien-pasien yang memerlukan vasopresor, pasang arterial lines segera setelah menungkinkan (1D).

c. Terapi Inotropik Gunakan dobutamin pada pasien-pasien dengan disfungsi miokard yang ditunjukkan dengan cardiac filling pressure yang tinggi dan curah jantung yang rendah (1C). Jangan meningkatkan curah jantung untuk mendapatkan angka supranormal (1B).

d. Steroid Pertimbangkan untuk memberikan hidrokortison pada pasien-pasien dengan respons yang tidak baik setelah pemberian cairan dan vasopresor yang adekuat (2C).

Tidak direkomendasikan untuk melakukan ACTH stimulation test pada pasien-pasien dewasa yang diduga memerlukan terapi hidrokortison (2B).

Hidrokortison lebih dianjurkan dibandingkan deksametason (2B).

Fludrokortison (50 (g secara oral 1x/hari) dapat diberikan bersama-sama dengan pengganti hidrokortison yang tidak mempunyai efek mineralokortikoid. Bila menggunakan hidrokortison maka fludrokortison merupakan optional (2C). Steroid harus diturunkan dosisnya secara titrasi bila vasopresor tidak diperlukan lagi (2D).

Dosis hidrokortison adalah 300 mg/hari (1A).

Jangan memberikan terapi kortikosteroid pada sepsis yang tidak disertai syok kecuali pada pasien-pasien yang sebelumnya sudah mendapat terapi kortikosteroid atau ada riwayat gangguan endokrin (1D).

e. Recombinan human activated protein C (rhAPC) RhAPC dapat dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien-pasien dengan sepsis yang menpunyai prediksi mortalitas yang tinggi, yaitu dengan APACHE II score 25 atau pada MOF, dan bila tidak ada kontraindikasi (2B dan 2C untuk pasien postoperative).

Pasien dewasa dengan APACHE II score < 20 atau dengan hanya1 kegagalan organ tidak perlu mendapat rhAPC (1A).

Belum tersedia di Indonesia dan harganya mahal sekali.3. Terapi suportif lain pada syok septica. Pemberian produk darah (transfusi)

Berikan sel darah merah bila Hb turun sampai < 7 gr%, dan target Hb adalah 7 9 gr% pada dewasa (1B). Tingkat Hb lebih tinggi diperlukan pada keadaan-keadaan seperti : iskemik, miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, penyakit jantung sianotik, atau asidosis laktat.

Jangan gunakan terapi erythropoietin untuk terapi anemia pada sepsis (1B).

Jangan gunakan Fresh Frozen Plasma (FPP) pada gangguan fungsi koagulasi yang ditunjukkan dengan pemeriksaan laboratorium kecuali bila jelas ada perdarahan atau akan dilakukan prosedur invasif (2D).

Jangan gunakan terapi Antitrhombin (AT III) (1B).

Berikan platelet pada keadaan : nilai < 5000/mm3 walaupun tanpa perdarahan, nilai trombosit 5000 30.000/mm3 dengan perdarahan yang jelas, diperlukan nilai trombosit > 50.000/mm3 pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan atau tindakan invasif.b. Ventilasi mekanik Target tidal volume yang diberikan 6 cc/kgBB pada pasien dengan Acute Lung Injury (ALI)/ Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) (1B).

PaCO2 dapat ditoleransi agak tinggi untuk mencegah plateau pressure dan tidal volume yang tinggi (permissive hypercapnia) (1C).

Gunakan PEEP untuk mencegah alveolus kolaps pada akhir ekspirasi (1C).

Pertimbangkan untuk menggunakan posisi tengkurap pada pasien-pasien dengan ARDS yang memerlukan FiO2 atau plateau pressure yang tinggi, tapi harus dipertimbangkan stabilitas CVS dan kesulitan perawatan dengan posisi ini.

Posisi pasien yang dilakukan ventilasi mekanik adalah head up antara 30 - 45. Untuk sebagian kecil dari ALI/ARDS dapat dilakukan dengan NIV ( Non Invasive Ventilation) dengan syarat : hemodinamik stabil, pasien mudah dibangunkan, refleks proteksi saluran napas (untuk membebaskan jalan napas) masih intak, dan diharapkan fungsi ventilasi dapat segera membaik (2B).

Gunakan protocol untuk menyapih dan SBT (spontaneous breathing trial) secara regular untuk mengevaluasi kemungkinan dapat dilepas dari ventilator.

Pilihan SBT termasuk dukungan tekanan support yang terendah, dengan PEEP 5 cmH2O, atau dengan T piece

Sebelum SBT dimulai sebaiknya pasien : mudah dibangunkan, hemodinamik stabil, tanpa pavopresor, tidak ada gangguan lain yang potensial memperburuk kondisi pasien, tekanan ventilator dan PEEP serta FiO2 sudah rendah. Jangan gunakan kateter arteri pulmonalis secara rutin pada ALI/ARDS (1A). Gunakan strategi pemberian cairan secara konservatif untuk pasien ALI tanpa tanda-tanda hipoperfusi jaringan (1C).c. Sedasi, analgesi, dan blockade neuromuscular Gunakan protocol sedasi dengan target yang sesuai dengan pasien-pasien sakit kritis yang dilakukan ventilasi mekanik (1B).

Berikan obat-obat sedasi baik secara intermitten maupun infus secara kontinyu untuk mencapai skala sedasi yang diinginkan. Lakukan interupsi setiap hari sesuai dengan siklus diurnal secara titrasi (1B).

Hindari penggunaan blok neuromuscular sebisa mungkin dapat dilakukan, dan monitoring dengan train of four bila diberikan obat sedasi secara kontinyu.

d. Kontrol glukosa

Gunakan insulin intravena untuk mengontrol kondisi hiperglikemia pada pasien dengan sepsis berat yang sudah distabilkan di ICU (1B).

Targetnya adalah untuk mempertahankan gula darah pada kadara 15000 mg%, atau 8,3 mmol/l, dengan menggunakan dosis insulin yang divalidasi dan disesuaikan (2C). Berikan kalori/karbohidrat dan monitor kadar gula darah setiap 1 2 jam sekali, dan bila sudah stabil dapat diberikan 4 jam sekali pada pasien-pasien yang mendapat terapi insulin IV kontinyu.

Interpretasi kadar gula darah harus dilakukan dengan hati-hati karena gula darah arterial atau gula darah plasma menyebabkan interpretasi yang di atas estimasi, untuk menghindari hipoglikemia (1B).

e. Penggantian ginjal Intermitten Hemodialisa atau Continuous Veno-Venous Hemofiltration (CVVH) mempunyai outcome yang sama (2B).

CVVH memberikan kemudahan pada pasien-pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil (2D).

f. Terapi bikarbonat

Jangan berikan terapi biknat dengan tujuan untuk memperbaiki hemodinamik, mengurangi pemakaian vasopresor pada saat melakukan terapi pada hipoperfusi yang menyebabkan asidosis laktat (pH < 7,15) (1B).

g. Trombosis Vena Dalam / Profilaksis DEEP Vein Thrombosis (DVT) Untuk profilaksis DVT dapat digunakan UFH (Unfractionated Heparin) ataupun LMWH (Low Molecular Weight Heparin) kecuali bila ada kontraindikasi (1A).

Pada keadaan di mana ada kontraindikasi heparin, gunakan profilaksis secara mekanik seperti stoking yang dapat menyebabkan kompresi (2C). Pada pasien yang berisiko tinggi sebaiknya dipilih LMWH dibandingkan UHF (2C).

h. Profilaksis stress ulcer Untuk profilaksis stress ulcer dapat digunakan H2 blocker (1A) atau proton pump inhibitor (1B). Penggunaan profilaksis perdarahan traktus gastrointestinal bagian atas harus dipertimbangkan untung ruginya dengan adanya risiko VAP ( Ventilator Associated Pneumonia).i. Pertimbangan untuk meminimalkan dukungan terapi Harus selalu dilakukan diskusi dengan pihak keluarga pasien. Selalu informasikan mereka bagaimana keadaan pasien dan ekspektasinya secara realistic (1D).Daftar Pustaka 1. Spronk PE, Zandztra DF, Ince C. Sepsis is a disease of Microcirculation Critical Care , Rivers 2004;8:462 468.

2. Bateman RM. Sharpe MD, Ellis CG. Microvascular Dysfunction in Sepsis hemodynamic, oxygen transport, and NO. critical Care 2003;7: 359-373

3. Vincent Jl, De Backer D. Microvascular dysfunction as a cause of organ dysfunction in severe sepsis. Critical Care 2005;9: S9 124. Rivers E, Intyre ML, Morro DC KK. Early and innovative intervention for severe sepsis and septic syok : taking advantage of a window opportunity CMAJ 2005;173 :1054-1064

5. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R, et al. Surviving Sepsis Campaign : International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Syok. Critical Care Medicine 2008; 36 : 296 327

6. Boldt J. Clinical Review : Hemodynamic monitoring in the intensive care unit. Critical Care 2002; 6 : 52 59

7. Nguyen HB, Corbett SW, Steele R. Implementation of a bundle of quality indicators for the early management of severe syok and septic syok is associated with decreased morality. Critical Care Medicine 2007 ; 35 : 1105 1112.

8. Redjeki, IS. Syok Septik. Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif. Perhimpunan Dokter Spesialis Anaestesiologi dan Reanimasi Indonesia 2009; 36 49.Workshop supporting management severe sepsis/septic syok 20106