1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang -...
Transcript of 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang -...
2
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Dalam penyelenggaraan pemerintahan pada suatu Negara, sangat dibutuhkan adanya suatu
pengawasan. Pengawasan itu sendiri diterapkan pada seluruh elemen pemerintahan dengan
tujuan untuk mendukung terwujudnya good governance dan clean government. Selain itu,
terwujudnya good governance dan clean government juga dapat digunakan untuk menjawab
tuntutan dari masyarakat yang menginginkan adanya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih,
adil, dan transparan. Seluruh elemen Pemerintahan yang dimaksudkan yaitu tidak hanya pada
Pemerintahan pusat, tetapi juga pada Pemerintahan daerah.
Apalagi kita ketahui saat ini, di Indonesia telah diberlakukan adanya otonomi daerah yang
merupakan sistem yang menjadi penghubung antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Sistem ini lebih dikenal dengan sistem desentralisasi, yang artinya berupa penyerahan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah. Dengan kata lain, pemerintah daerah berhak
untuk mengatur kegiatan rumah tangganya sendiri. Untuk itu diperlukan adanya sebuah
pengawasan yang bertujuan untuk mencegah dan memperbaiki penyimpangan dan kesalahan
yang dapat mengganggu dan menghambat pencapaian tujuan organisasi itu sendiri.
Seperti yang telah tercantum dalam Kep. Mendagri No.35 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Penyelenggaraan Pengawasan Pemerintah Daerah Tahun 2007, adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota.
2. Pemeriksaan kasus kasus pengaduan masyarakat yang disampaikan langsung oleh
masyarakat dan yang diterima dari instansi maupun pelimpahan penanganan kasus dari
instansi lain.
3. Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan Kepala DaerahDaerah.
4. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu terpadu.
5. Pemeriksaan pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan
6. Pemeriksaan khusus untuk halltertentu
3
Dari Kep. Mendagri No.35 Tahun 2006 tentang Kebijakan Penyelenggaraan Pengawasan
Pemerintah Daerah Tahun 2007, dapat dilihat bahwa pengawasan dan pemeriksaan merupakan
hal yang wajib dilakukan guna mewujudkan Pemerintahan Daerah yang baik. Untuk pengawasan
pada pemerintahan Daerah sendiri, kegiatan tersebut dilakukan oleh Inspektorat daerah.
Inspektorat daerah merupakan Badan Pengawas yang mempunyai tugas menyelenggarakan
kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah dan tugas lain yang diberikan oleh kepala
daerah, sehingga dalam tugasnya inspektorat sama dengan auditor internal (Falah, 2006).
Inspektorat juga bertugas mengawasi setiap kegiatan instansi-instansi, dinas-dinas ataupun
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam menjalankan sistem administrasinya, misalnya
pelaksanaan pertanggung jawaban anggaran dalam proses pelaksanaan keuangan, serta prosedur
pengelolaan keuangan yang harus dilaporkan sesuai batasan waktu tertib administrasi.
Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat ditujukan untuk memonitor mekanisme
pelaksanaan kegiatan dalam pencapaian tujuan, sehingga dapat tepat sasaran untuk mencapai
hasil yang efektif, efisien dan ekonomis. Inspektorat akan memberikan penilaian yang objektif
dan tidak memihak (independent), serta bekerja secara profesional dalam melakukan kegiatan
pengawasan di suatu Daerah Kota/ kabupaten. Dalam melakukan pengawasannya, Inspektorat
menggunakan SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) sebagai acuan kerjanya. Seperti
yang telah diterapkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang menyatakan bahwa SPIP bertujuan untuk
memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya tujuan penyelenggaraan pemerintah
negara, kendala pelaporan keuangan, pengamatan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Berikut merupakan item-item SPIP yang telah dipraktikkan di lingkungan Pemerintahan di
berbagai negara, meliputi:
1. Lingkungan pengendalian.
Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara
lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan
mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.
4
2. Penilaian risiko.
Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi
baik dari luar maupun dari dalam.
3. Kegiatan pengendalian.
Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah
dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan
organisasi.
4. Informasi dan komunikasi.
Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain
yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat
waktu sehingga memungkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian
dan tanggung jawabnya.
5. Pemantauan.
Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa
rekomendasi hasil audit dan review lainnya dapat segera ditindak lanjuti.
Dari lima item dalam SPIP tersebut, peneliti hanya menggunakan item pertama yaitu
tentang Lingkungan Pengendalian. Lingkungan pengendalian yang dilihat adalah Lingkungan
pengendalian yang ada pada SKPD Kabupaten Semarang. Dalam konteks otonomi daerah di
Indonesia, yang dimaksud dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah Kecamatan
Kabupaten atau Kota yang mempunyai wilayah kerja tertentu yang dipimpin oleh
seorang Camat. Sedangkan seorang Camat sendiri berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada bupati/ wali kota melalui sekretaris daerah. Organisasi kecamatan dipimpin oleh 1
(satu) camat, 1 (satu) sekretaris, paling banyak 5 (lima) seksi yang masing-masing dipimpin oleh
1 (satu) kepala seksi, dan sekretariat membawahi paling banyak 3 (tiga) sub bagian yang masing-
masing dikepalai oleh 1 (satu) kepala sub bagian.
5
Namun terkadang masih terdapat kendala yang dihadapi oleh Inspektorat, kendala tersebut
menimbulkan berbagai masalah yang dapat menghambat tercapainya tujuan yang diharapkan. Di
Indonesia sendiri, tujuan yang ingin dicapai untuk bisa mewujudkan pemerintahan yang baik dan
benar belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan. Masih terdapat kendala atau masalah yang
terjadi seperti kecurangan, korupsi atau belum maksimalnya para staf Inspektorat dalam
melakukan pengawasan yang bisa menimbulkan kerugian material yang besar.
Seperti pada kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kembali memanggil
pejabat di lingkungan pemerintah kota Semarang. KPK memanggil Kepala Inspektorat Kota
Semarang Cahyo Bintarum untuk diperiksa dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan APBD
dengan tersangka Walikota Semarang Soemarmo HS. Selain Cahyo, KPK juga memanggil
Asisten IV Pemkot Semarang Masdiana Safitri. Dua Pegawai Negeri Sipil Kota Semarang I
Gusti Made Agung dan Agus Riyanto juga dipanggil. Semua itu dinilai sebagai bentuk lemahnya
pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat (Suara Merdeka Jawa Tengah. Semarang. 16 April
2012).
Selain dari contoh kasus tersebut, Penelitian ini juga memiliki acuan atau referensi pada
penelitian sebelumnya tentang Audit internal pada sektor publik di Malaysia. penelitian tersebut
meneliti tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh audit internal di Malaysia
(Ahmad, et al.,2009). Perkembangan pesat dalam infrastruktur dan industri diposisikan Malaysia
di dalam globalisasi dan pasar dunia. Ini memperbesar peran penting audit internal untuk
memastikan transparansi, integritas, kualitas dan perbaikan layanan yang bertujuan positif tetap
menjadi titik akhir dari setiap area proses. Penelitian ini mengeksplorasi pentingnya audit
internal di sektor publik Malaysia. Data dikumpulkan dari responden yaitu kepada kepala auditor
internal, auditor internal dan staf lain dari departemen audit internal dari kategori departemen
dan badan-badan sektor publik di Malaysia. Studi ini menyimpulkan bahwa fungsi audit internal
dalam sektor publik di Malaysia dibatasi oleh kekurangan pegawai, terhambat oleh dukungan
memadai dari manajemen puncak, auditor jarang memperpanjang kerjasama penuh mereka. Para
auditor kurang pengetahuan dan pelatihan yang tepat tentang pendekatan audit yang efektif.
Dari contoh kasus yang terjadi di lingkungan Inspektorat Kota Semarang dan juga referensi
tentang Audit internal pada sektor publik di Malaysia, dapat disimpulkan bahwa permasalahan
yang terjadi adalah tentang staf pengawas pada Inspektorat ataupun pada sektor publik yang
6
bertindak selaku auditor internal tersebut belum melakukan tugasnya sesuai dengan aturan yang
berlaku sebagaimana mestinya. Dari masalah tersebut, Penelitian ini dilakukan untuk bisa
melihat persepsi persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di
SKPD Kabupaten Semarang dan juga untuk mengetahui faktor apa yang dapat mempengaruhi
efektivitas fungsi pengawasan dari para staf pengawas Inspektorat.
Kabupaten Semarang dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan Kabupaten Semarang
merupakan domisili dari Peneliti, sehingga mudah untuk dijangkau serta dapat menghemat waktu
dan dana yang digunakan peneliti untuk melakukan Penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui persepsi pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD di
Kabupaten Semarang dan dapat juga memberikan wawasan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pengawas Inspektorat
terhadap SKPD di Kabupaten Semarang.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di
SKPD Kabupaten Semarang ?
2. Bagaimana persepsi pejabat pengawas Inspektorat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas fungsi pengawasan ?
2. Telaah Teoritis
2.1. Audit Internal
Audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi, guna
menelaah atau mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan perusahaan guna memberikan saran-
saran kepada manajemen (Bambang,1999). Sedangkan untuk Auditor Internal menurut Mulyadi
(2002:29), adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun
perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya
penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan
organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian
organisasi.
7
Peran auditor internal adalah:
1. Auditor internal bertanggung jawab kepada manajemen dan dewan, dalam menyediakan
informasi tentang kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian internal dan kualitas
kinerja.
2. Auditor internal memastikan kepatuhan terhadap semua keuangan, personalia, pemberian
pinjaman, pengolahan data, kebijakan dan prosedur administratif lainnya, serta ekonomi,
efisiensi dan efektivitas tentang sumber daya yang digunakan.
3. Audit internal merupakan alat control manajemen utama untuk memberikan keyakinan
kepada manajamen bahwa informasi keuangan diserahkan kepada manajemen untuk
membantu dalam pengambilan keputusan yang handal, akurat dan berdasarkan catatan yang
handal dan dinyatakan untuk memberikan informasi tentang kekurangan dalam organisasi
ataupun sistem pengendalian internal, serta menyoroti pratek manajemen yang memerlukan
tindakan korektif.
Fungsi audit internal menurut Boynton (2003: 8), adalah melaksanakan fungsi pemeriksaan
internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk
menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan. Audit internal juga dapat
berfungsi sebagai alat bantu bagi manajemen untuk menilai efisien dan keefektifan pelaksanaan
struktur pengendalian intern perusahaan, kemudian memberikan hasil berupa saran atau
rekomendasi dan memberi nilai tambah bagi manajemen yang akan dijadikan landasan
mengambil keputusan atau tindak selanjutnya. Dengan demikian, auditor internal pemerintah
daerah memegang peranan yang sangat penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan
transparansi pengelolaan keuangan di daerah.
Kemudian untuk tujuan adanya audit internal menurut Sukrisno Agoes (2004:222), adalah
membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggung jawabnya
dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang
diperiksanya. Tujuan pemeriksaan mencakup pula usaha mengembangkan pengendalian yang
efektif dengan biaya yang wajar. Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor harus
melakukan kegiatan-kegiatan berikut:
8
a. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari system pengendalian
manajemen, pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta
mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
b. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan oleh manajemen.
c. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari
kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.
d. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
e. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh
manajemen.
f. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
efektifitas.
Dalam pelaksanaannya, auditor internal memiliki tanggungjawab seperti memberikan
informasi dan saran-saran kepada manajemen atas kelemahan-kelemahan yang ditemukannya
serta mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas yang ada dalam perusahaan untuk mencapai tujuan
audit dan tujuan organisasi atau perusahaan. Dalam melaksanakan tanggungjawab yang
dibebankan, auditor internal mendapatkan kewenangan dengan diberikannya keleluasan untuk
melakukan audit terhadap catatan-catatan, harta milik, operasi/aktivitas yang sedang berjalan dan
termasuk juga para pegawai badan usaha tersebut.
2.2. Audit Internal Pada Pemerintahan
Pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat selaku auditor internal, baik terhadap laporan
keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen
puncak yang telah ditentukan dan juga ketaatan terhadap peraturan pemerintah yang berlaku.
Inspektorat akan melakukan kegiatan audit secara terus menerus untuk meninjau atau melakukan
tindak lanjut guna memastikan bahwa temuan-temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan telah
dilakukan tindakan penanganan yang tepat. Auditor internal juga harus memastikan apakah suatu
tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil seperti yang diharapkan,
ataukah manajemen senior atau dewan telah menerima risiko akibat tidak melakukan tindakan
korektif terhadap berbagai temuan yang telah dilaporkan oleh auditor internal. Sedangkan
Inspektorat sendiri adalah perangkat yang di tunjuk oleh kepala daerah untuk menjamin agar
9
Pemerintahan Kota atau Kabupaten dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan rencana serta
aturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.
Menurut johnson (1996), tugas-tugas umum auditor internal pada sektor publik meliputi :
a. Memberikan salinan atas rekening yang telah diaudit berupa laporan.
b. Para auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah memberikan pandangan yang
benar dan wajar terhadap urusan operasi manjemen.
c. Auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah memberikan semua informasi di
bawah perundang-undangan yang telah ditetapkan.
d. Auditor internal harus melaporkan jika terdapat ketidakpuasan atas laporan keuangan.
Peran dan fungsi inspektorat secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam
Negeri No 64 tahun 2007. Dalam pasal tersebut, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas
pengawasan urusan pemerintahan, inspektorat mempunyai fungsi dan perannya sendiri.
Inspektorat mempunyai fungsi menyusun perencanaan program pengawasan; melakukan
perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; melaksanakan pemeriksaan, pengusutan,
pengujian dan penilaian tugas pengawasan; dan menyelenggarakan tugas lain yang diberikan
sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya. Sedangkan untuk peran Inspektorat sendiri di suatu
daerah adalah untuk membantu pemerintah daerah dalam menanggulangi permasalahan dan
mengawasi setiap kegiatan instansi di dinas SKPD-SKPD dalam menjalankan tugas sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, mengawasi segala kegiatan aparatur pemerintahan dalam segala
kegiatan, serta memonitoring mekanisme dalam pelaksanaan kegiatan dalam pencapai tujuannya.
Pada item-item SPIP menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun
2008, hanya digunakan item lingkungan pengendalian untuk mengetahui persepsi dari para staf
pengawas Inspektorat. Hal ini dikarenakan pada item-item lingkungan pengendalian menjelaskan
tentang hal yang paling mendasar dalam melakukan pengawasan. Item lingkungan pengendalian
menjelaskan, bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan
memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan
mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat. Dengan kata lain, apabila
lingkungan dalam sebuah organisasi telah dapat menimbulkan perilaku positif bagi para staf
pengawas, maka para staf pengawas tersebut akan dapat melakukan kegiatan pengawasan dengan
baik dan juga tetap independent dalam melakukan penilaian terhadap permasalahan yang
10
dihadapi pihak yang diawasi. Selain itu, pada lingkungan pengendalian juga mencakup tentang
penyusunan dan penerapan aturan perilaku, hubungan baik antara pengawas dan pihak yang
diawasi, menilai sikap mental pengawas, dan menilai kinerja dari pihak pengawas.
Hasil kerja para staf pengawas pada Inspektorat dapat dikatakan baik apabila telah dapat
menjalankan tugas mereka guna mengawasi berjalannya kegiatan pada SKPD supaya dapat
sesuai dengan aturan yang berlaku sebagaimana mestinya. Selain itu, terdapat juga faktor-faktor
yang mempengaruhi efektivitas kinerja auditor internal sehingga menghasilkan pengawasan yang
efektif. Seperti pada The Effectiveness of Internal Audit in Malaysian Public Sector, Hung dan
HAN (1998) menyatakan terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi audit internal di
instansi pemerintahan, diantaranya sikap positif dari kontroler untuk pekerjaan audit internal,
pendidikan yang dirancang dengan baik dan pelatihan auditor internal yang berguna untuk
meningkatkan kinerja staf pengawas. Temuan pada penelitian sebelumnya tersebut juga
menunjukkan bahwa rata-rata, evaluasi kinerja secara berkala dari auditor internal, sikap positif
dari kontroler untuk pekerjaan audit internal, dan tingkat pendidikan yang memadai dan
pelatihan auditor internal yang berguna untuk meningkatkan kinerja manajemen. Berbeda
dengan Hung dan Han (1998), annual et. al, 2001 menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas internal audit adalah ketrampilan interpersonal, komitmen auditor internal dan
dukungan dari komite audit dan BOD, kinerja dan integritas auditor, kompetensi audit,
pengetahuan auditor internal terhadap operasi bisnis perusahaan dan industrinya, dan sikap
independen auditor.
Adapula beberapa alasan yang dapat memicu ketidakefektifan audit internal dalam
mengawasi manajemen sektor publik adalah sebagai berikut:
a. Lack of audit manual
Tidak adanya panduan standar audit internal dan rencana audit kerja secara terperinci akan
mempengaruhi kualitas pekerjaan audit terutama untuk audit internal baik non-akuntan ataupun
akuntan yang non-qualified.
11
b. Non-Career Auditors and lack of growth prospect
Karir auditor yang memenuhi syarat professional akuntan memiliki level atau status
dibawah dengan yang dimiliki oleh rekan-rekan professional mereka di departemen keuangan
sebagai auditee. Hal ini memberikan auditee keuntungan dan perasaan superioritas kepada
auditor internal maka mereka dapat menahan akses auditor untuk mendapatkan informasi dengan
ketidakseimbangan proses arus informasi sehingga informasi yang didapatkan auditor adalah
informasi yang mereka ingin sediakan untuk dilihat oleh auditor.
c. Reporting structure and professional independence
Pada masa lalu auditor internal merupakan sebuah unit dari accounts department, tetapi
untuk menjamin independensi auditor, auditor internal harus melaporkan langsung kepada kepala
eksekutif. Perubahan ini berdampak negatif karena kebanyakan kepala eksekutif merupakan
pemegang jabatan politik, yang tidak memiliki kepentingan permanen dan mengarah ke non-
komitmen untuk laporan audit internal.
d. Scope of work
tidak adanya definisi yang tepat dari tugas, hak, keistimewaan dan keterbatasan auditor
internal sehingga dapat menghambat auditor untuk melakukan tugasnya dengan hasil yang
memuaskan.
e. Privileges of office
kurangnya upah yang memadai dan pra-syarat kantor telah membuat beberapa auditor
internal ikut andil dalam melakukan kecurangan.
f. Hazards of office
faktor lain yang menghambat efisiensi audit internal adalah resiko yang dihadapi oleh
auditor internal yang jujur dan berprinsip. Auditor mungkin akan dihadapkan pada masalah-
masalah yang dapat mengganggu kehidupan dan sifat dari auditor internal.
12
3. Metode Penelitian
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer, yang didapatkan dari survei
melalui kuisioner dan wawancara. Kuisioner dan wawancara ini ditujukan kepada seluruh staf
pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang. Kuesioner yang digunakan terdiri dari dua bagian.
Bagian pertama berisi tentang persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan
pengendalian dan bagian kedua berisi tentang faktor yang mempengaruhi efektivitas fungsi
pengawasan para staf pengawas. Kemudian untuk wawancara, terdiri dalam 3 kategori
pertanyaan mengenai kondisi kualitas para staf pengawas di Inspektorat Kabupaten Semarang
dalam melakukan pengawasannya. Wawancara tersebut yang meliputi tentang kompetensi yang
dimiliki oleh para staf pengawas, objektivitas staf pengawas, dan juga kualitas kinerja yang ada
pada Inspektorat Kabupaten Semarang.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi data yang diteliti adalah seluruh staf pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang.
Sedangkan untuk sampelnya sendiri, didapatkan dari seluruh staf pengawas Inspektorat
Kabupaten Semarang yang mengetahui tentang lingkungan pengendalian yang ada pada SKPD
di kabupaten Semarang. Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel
yaitu dengan menggunakan non probability sampling. Dari teknik sampling tersebut, dipilih
purposive sampling karena sampel didapatkan dengan memilih responden yang dinilai benar-
benar memiliki informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Sehingga dari seluruh staf pengawas
Inspektorat Kabupaten Semarang yang berjumlah 38 orang, hanya 20 orang yang dipilih karena
dinilai mengetahui dan berhubungan langsung dalam hal pengawasan terhadap 50 SKPD yang
ada di Kabupaten Semarang. Sedangkan untuk wawancara dilakukan langsung terhadap 6 orang
yang mengerti tentang pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat yang telah ditentukan
sebelumnya. Respondennya terdiri dari Sekertaris, Inspektorat Kabupaten Semarang, Inspektur
Wilayah Bagian I, Inspektur Wilayah Bagian II, Inspektur Wilayah Bagian III, Seksi Pengawas
Pemerintah Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan, Seksi Pengawas Pemerintah Bidang
Pemerintahan.
13
3.3. Metode Pengumpulan Data
1. Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menyusun kuesioner dengan
pertanyaan yang diperoleh dari item lingkungan pengendalian SPIP pada bagian pertama
dan untuk bagian kedua didasarkan pada Ahmad, et al., 2009
2. Penentuan respoden dilakukan dengan cara bertanya kepada sekretariat Inspektorat
mengenai jumlah staf yang mengetahui tentang lingkungan pengendalian yang ada pada
SKPD di Kabupaten Semarang
3. Kemudian memberikan langsung kuesioner kepada responden agar tidak terjadi adanya
salah sasaran sekaligus memberikan penjelasan tentang tujuan dan isi dari kuesioner
kepada responden yang melakukan pengisian
4. Menunggu responden pada saat melakukan pengisian serta membimbing dan membantu
responden pada saat responden mengalami kesulitan atau kurang mengerti dengan maksud
dari pertanyaan yang terdapat pada kuesioner
5. Pada bagian pertama kuesioner, peneliti meminta persepsi dari responden mengenai baik
atau buruknya lingkungan pengendalian menurut staf pengawas Inspektorat. Informasi
yang digunakan di dalam penelitian ini adalah informasi dari internal audit Ahmad, et al.,
2009. (skala 1 : sangat buruk; skala 5 : sangat baik)
6. Pada bagian kedua kuesioner, peneliti meminta persepsi responden mengenai setuju atau
tidaknya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas fungsi staf pengawas.
Informasi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah informasi dari internal audit
Ahmad, et al., 2009. (skala 1 : sangat tidak setuju; skala 5 : sangat setuju)
7. Dari hasil yang diperoleh pada point 5 dan 6, tiap item informasi dihitung rata-ratanya.
8. Untuk melihat tingkat persepsi responden, maka digunakan rumus interval sebagai berikut:
Dimana
I = Interval
K = Kategori jawaban
Max = Nilai tertinggi
Min = Nilai terendah
14
Range Kriteria
1,00 1,80
1,81 - 2,60
2,61 - 3,40
3,41- 4,20
4,21-5,00
Sangat Tidak Setuju/Sangat buruk
Tidak Setuju/buruk
Netral/Cukup
Setuju/Baik
Sangat Setuju/Sangat baik
9. Dalam kuesioner ini juga diberikan ruang kosong untuk menampung informasi yang
dianggap penting oleh responden tentang faktor-faktor lain apa yang mempengaruhi
efektivitas dari fungsi pengawasan.
10. Setelah didapat data-data dari persepsi responden, kemudian dilakukan analisis data dengan
menggunakan metode statistik deskriptif, untuk dapat memaknai data yang telah didapat
dari hasil penelitian.
11. Untuk mendapat informasi yang lebih mendalam, selain menggunakan kuesioner, data
didapat dengan melakukan wawancara mendalam terhadap beberapa responden pada
Inspektorat yang berkompeten mengenai tema yang diangkat dalam Penelitian ini.
3.4. Analisis Data
Setelah didapat data dari hasil penyebaran kuesioner di Inspektorat Kabupaten Semarang,
langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah melakukan analisis data dengan
menggunakan metode statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan
untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
15
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau
generalisasi (Sugiyono, 2008).
Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisis data adalah memasukan data dari
hasil kuesioner kemudian dipisahkan menurut bagian yang terdapat pada kuesioner. Langkah
kedua menjumlahkan skor dari setiap item-item kuesioner. Langkah ketiga mencari rata-rata
pada setiap item-item tersebut. Dari hasil rata-rata tersebut dapat dikelompokan kriteria sesuai
dengan interval yang telah ditetapkan pada metode pengumpulan data sehingga setiap item
kuesioner dapat disimpulkan hasilnya.
4. Temuan dan Pembahasan
4.1. Tugas Pokok dan Fungsi Inspektorat
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 19 tahun 2008 tentang
organisasi dan tata kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat, lembaga teknis
daerah dan kantor pelayanan perijinan terpadu Kabupaten Semarang, tugas pokok dan fungsi
inspektorat Kabupaten Semarang dijabarkan sebagai berikut:
1. Inspektur
Inspektur Kabupaten Semarang mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dan pelaksanaan
pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintah daerah. Sedangkan fungsinya adalah:
a. Perencanaan Program pengawasan.
b. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan.
c. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan.
d. Pembinaan dan pelaksanaan pengawasan daerah meliputi Wilayah I, Wilayah II, Wilayah
III dan Wilayah IV.
e. Pelaksanaan pelayanan ke Sekertariatan Inspektorat.
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2. Sekretariat
Sekrertariat mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan koordinasi pengawasan dan
memberikan pelayanan teknis administrasi, meliputi urusan keuangan, umum dan kepegawaian,
16
perencanaan dan evaluasi, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas inspektorat. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Sekertariat mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rencana kegiatan keSekertariatan.
b. Penyiapan bahan koordinasi dan pengendalian rencana dan program kerja pengawasan.
c. Penghimpunan, pengelolaan, penilaian dan penyimpanan laporan hasil pengawasan.
d. Penyusunan bahan data dalam rangka pembinaan teknis fungsional.
e. Penyusunan, penginventarisasian dan pengolahan data dalam rangka penatausahaan
proses penanganan pengaduan.
f. Penyiapan bahan pembinaan teknis pengawasan.
g. Pengkoordinasian penyiapan bahan penyusunan laporan penyelenggaraan tugas
inspektorat.
h. Pengelolaan urusan keuangan, kepegawaian, dan umum.
i. Pengendalian, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas Sekertariat.
j. Pembinaan dan pengarahan kepada bawahan.
k. Penilaian pelaksanaan tugas bawahan
l. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai bidang tugasnya.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tersebut di atas sekertariat terdiri dari:
a. Sub bagian Perencanaan dan evaluasi mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan
penyusunan, penghimpun, mengolah, menilai dan menyimpan laporan hasil pengawasan
aparat pengawasan fungsional dan melakukan administrasi pengaduan masyarakat, serta
menyusun laporan kegiatan pengawasan.
b. Sub bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas pokok melakukan urusan
kepegawaian, ketatausahaan, rumah tangga, perlengkapan, surat menyurat, perpustakaan,
kehumasan dan protocol.
c. Sub bagian Keuangan mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan rencana kegiatan dan
melaksanakan pengendalian, pembiayaan, pengelolaan administrasi keuangan serta
menyajikan data sebagai bahan evaluasi.
3. Inspektur Pembantu Wilayah
Inspektur Pembantu Wilayah mempunyai tugas pokok membantu inspektur dalam
melaksanakan pengawasan terhadap pengawasan terhadap penyelenggarakan urusan perintahan
17
daerah dan kasus pengaduan di perangkatan daerah sesuai wilayah kerjanya. Untuk melakukan
tugas pokok tersebut, Inspektur pembantu wilayah menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis operasional pengawasan bidang
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan pada wilayah kerjanya.
b. Penyiapan bahan penyusunan rencana kerja pengawasan pada wilayah kerjanya.
c. Pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan.
d. Pelaksanaan pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas-tugas pengawsan di
wilayah kerjanya.
e. Pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan di wilayah kerjanya.
f. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan atas pelaksanaan tugas di wilayah kerjanya.
g. Pembinaan dan pengarahan tugas bawahan.
h. Penilaian pelaksanaan tugas bawahan.
i. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana tersebut di atas, Inspektur
Wilayah Pembantu terdiri dari:
a. Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan mempunyai tugas pokok membantu
Inspektur pembantu dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan
pemerintahan bidang pembanguan, meliputi pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan
penilaian tugas pengawsan dan kasus atas pengaduan serta pelaporan.
b. Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan mempunyai tugas pokok membantu
Inspektur pembantu dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan
pemerintahan, meliputi pemeriksaan, pengusutan, penguian dan penilaian tugas
pengawasan dan kasus atas pengaduan serta pelaporan.
c. Seksi pengawasan Pemerintah Bidang Kemasyarakatan mempunyai tugas pokok
membantu Inspektur Pembantu dalam melakukan pengawasaan terhadap peyelenggaraan
urusan pemerintahan bidang kemasyarakat, meliputi pemeriksaan, pengusutan, pengujian
dan penilaian tugas pengawasan dan kasus atas pengaduan serta pelaporan.
4. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan yang menunjang
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Inspektorat sesuai dengan keahlian bidang masing-masing.
18
4.2. Gambaran secara umum responden penelitian
Secara umum responden pada penelitian ini dibagi menurut jenis kelamin, usia, pendidikan
terakhir, dan lama bekerja. Dari total 20 orang yang berhubungan langsung dengan pengawasan
tersebut, yang bersedia dan tidak berhalangan untuk mengikuti penelitian ini adalah sebanyak 19
orang (95%). Menurut jenis kelamin, penelitian ini didominasi oleh responden laki-laki yaitu
laki-laki berjumlah 11 orang dan perempuan berjumlah 8 orang. Menurut usia, penelitian ini
memiliki lebih banyak responden yang berusia kurang dari sama dengan 50 tahun. Menurut
pendidikan terakhir responden dalam penelitian ini yang berkisar antara D3, S1, dan S2,
didominasi oleh responden yang berpendidikan terakhir S1. Sedangkan untuk masa jabatan
responden dibagi menjadi tiga, yaitu antara 1 sampai 10 tahun, 11 sampai 20 tahun, dan 20 tahun
ke atas, temuan pada penelitian ini menunjukan bahwa penelitian ini didominasi oleh responden
yang memiliki masa jabatan 20 tahun ke atas (lihat lampiran 1, hal. 34).
4.3. Persepsi responden terhadap item-item di dalam kuesioner
4.3.1. Persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD
Kabupaten Semarang
Pada bagian ini diuraikan tentang persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap
lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang seperti yang ditunjukan pada tabel
4.3.1.
Tabel 4.3.1.
Persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD
Kabupaten Semarang
No Item informasi Total
Skor
Rata-
rata Persepsi
Integritas dan nilai etis
1 Penyusunan dan Penerapan aturan perilaku
pada SKPD 73 3.84 Baik
19
No Item informasi Total
Skor
Rata-
rata Persepsi
2 Pemberian keteladanan pelaksanaan aturan
perilaku pada setiap pimpinan SKPD 69 3.63 Baik
3
Penegakan kedisiplin yang tepat atas
penyimpangan terhadap kebijakan dan
prosedur pada lingkungan pengendalian
SKPD
59 3.11 Cukup
4
Penjelasan serta pertanggungjawaban
terhadap adanya intervensi atau pengabaian
pengendalian intern pada SKPD
59 3.11 Cukup
5
Penghapusan kebijakan dan penugasan
yang dapat mendorong perilaku tidak etis di
lingkungan pengendalian SKPD
64 3.37 Cukup
Komitmen terhadap kompetensi
1
Pengidentifikasi serta penetapan kegiatan
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tugas dan fungsi pada masing-masing posisi
72 3.79 Baik
20
No Item informasi Total
Skor
Rata-
rata Persepsi
2
Penyusunan standar kompetensi untuk
setiap tugas dan fungsi pada masing-masing
posisi
66 3.47 Baik
3
Penyelenggarakan pelatihan dan
pembimbingan untuk membantu pegawai
mempertahankan dan meningkatkan
kompetensi pekerjaannya
57 3.00 Cukup
4
Pemilihan pimpinan SKPD yang memiliki
kemampuan manajerial dan pengalaman
teknis yang luas dalam pengelolaannya
63 3.32 Cukup
Kepemimpinan yang kondusif
1 Pertimbangan resiko dalam pengambilan
keputusan 62 3.26 Cukup
2
Pemberian peringatan dini dan peningkatan
efektivitas manajemen risiko dalam
penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah
61 3.21 Cukup
21
No Item informasi Total
Skor
Rata-
rata Persepsi
3
Pemeliharaan dan peningkatan kualitas tata
kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi
Instansi Pemerintah
61 3.21 Cukup
4
Penerapan manajemen berbasis kinerja,
mendukung fungsi tertentu dalam
penerapan SPIP pada lingkungan SKPD
66 3.47 Baik
5
Perlindungan atas aset dan informasi dari
akses dan penggunaan yang tidak sah di
lingkungan SKPD
69 3.63 Baik
6
Interaksi secara intensif dengan pejabat
pada masing-masing instansi atau
organisasi pada tingkatan yang lebih rendah
66 3.47 Baik
7
Respon secara positif terhadap pelaporan
yang berkaitan dengan keuangan,
penganggaran, program dan kegiatan pada
SKPD
60 3.16 Cukup
Struktur organisasi
1 Penyediaan dan pemanfaatan berbagai
bentuk dan sarana komunikasi pada SKPD 61 3.21 Cukup
22
No Item informasi Total
Skor
Rata-
rata Persepsi
2
Pengelolaan, pengembangan dan
pembaharuan sistem informasi secara terus
menerus
60 3.16 Cukup
3 Pemberian kejelasan dan wewenang serta
tanggung jawab di lingkungan SKPD 67 3.53 Baik
4 Pemberian kejelasan hubungan dan jenjang
pelaporan intern dalam SKPD 68 3.58 Baik
Kebijakan praktek SDM
1
Pelaksanaan evaluasi dan penyesuaian
periodik terhadap struktur organisasi pada
SKPD yang sehubungan dengan perubahan
lingkungan strategis
68 3.58 Baik
2 Penelusuran latar belakang calon pegawai
dalam proses rekrutmen pada SKPD 58 3.05 Cukup
3 Supervise periodik yang memadai terhadap
pegawai pada SKPD 60 3.16 Cukup
23
No Item informasi Total
Skor
Rata-
rata Persepsi
4 Penyesuaian dengan ukuran dan sifat
kegiatan di SKPD 62 3.26 Cukup
5 Penetapan jumlah pegawai yang sesuai,
terutama untuk posisi pimpinan di SKPD 57 3.00 Cukup
Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan hasil temuan di atas, dapat dilihat secara rata-rata bahwa setiap item-item
lingkungan pengendalian pada SPIP telah diterapkan dengan cukup baik oleh para staf
pengawas. Responden dalam hal ini adalah para staf inspektorat Kabupaten Semarang, secara
rata-rata menilai setiap item-item lingkungan pengendalian SPIP dengan skor 3. Sehingga jika
dilihat secara keseluruhan, dapat disimpulkan dari hasil pengisian kuesioner oleh responden
tentang persepsi para staf pengawas inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD
Kabupaten Semarang adalah cukup baik. Terdapat 2 persepsi di setiap item lingkungan
pengendalian yang tertera pada bagian pertama untuk hasil kuesioner ini, sebagian dari para
Responden memberikan persepsi baik untuk item lingkungan pengendalian yang ditanyakan dan
sebagian menjawab cukup baik. Untuk 25 pertanyaan yang diperoleh dari item lingkungan
pengendalian yang ditanyakan pada kuesioner bagian pertama ini, terdapat 10 item lingkungan
pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang yang telah dianggap dilakukan baik dan sebanyak
15 lainnya dianggap masih cukup baik dalam penerapannya. Jadi dengan kata lebih banyak item
pertanyaan yang mendapat jawaban cukup baik dibandingkan dengan jawaban baik.
Dari jawaban para responden mengenai persepsi mereka tentang lingkungan pengendalian
di SKPD Kabupaten Semarang, diduga bahwa para responden menginginkan agar item
pertanyaan dengan persepsi cukup baik supaya bisa diperbaiki atau mungkin bisa ditingkatkan
lagi agar bisa menjadi baik. Responden berpendapat bahwa tidak terjadi masalah besar yang
dialami Inspektorat jika dilihat dari penerapan lingkungan pengendalian pada SKPD di
24
Kabupaten Semarang. Pendapat tersebut dapat disimpulkan jika dilihat dari persepsi pejabat
pengawas Inspektorat dalam kuesioner bagian pertama yang tidak terdapat jawaban buruk atau
sangat buruk. Hal ini didasarkan pada tujuan item lingkungan pengendalian, yang
mengungkapkan bahwa lingkungan pengendalian merupakan hal yang paling mendasar yang
harus diterapkan.
Item lingkungan pengendalian yang mendapat jawaban cukup baik dari pejabat pengawas
Inspektorat harus bisa segera ditingkatkan menjadi baik ataupun lebih baik lagi. Semua itu
dikarenakan keseluruhan dari item lingkungan pengendalian merupakan hal yang penting yang
harus bisa diterapkan dengan baik. Untuk tiap bagian pada item lingkungan pengendalian yang
meliputi integritas dan nilai etis, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif,
struktur organisasi, dan pada kebijakan praktek Sumber Daya Manusia di SKPD Kabupaten
Semarang masih terdapat jawaban cukup baik dalam penerapannya menurut persepsi para
pengawas. Seperti halnya pada tindak lanjut terhadap temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan
serta tindakan penanganannya belum dilakukan dengan baik oleh SKPD di Kabupaten Semarang.
Kemudian tentang penyelenggaraan pelatihan dan pembimbingan, serta pemilihan terhadap
pimpinan SKPD juga dinilai belum baik karena pimpinan SKPD dinilai kurang memiliki
kemampuan manajerial serta pengalaman teknis yang luas.
Berdasarkan penerapan item lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang,
responden beranggapan bahwa memang tidak terdapat masalah yang timbul akibat penerapan
lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang tersebut. Namun menurut responden,
penerapan item lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang harus segera diperbaiki
karena belum seluruhnya item tersebut diterapkan dengan baik oleh SKPD di Kabupaten
Semarang.
4.3.2. Persepsi Responden Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas
Fungsi Para Staf Pengawas
Pada bagian ini diuraikan tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi
Para Staf Pengawas seperti yang ditunjukan pada tabel 4.3.2.
25
Tabel 4.3.2.
Persepsi Responden Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi
Para Staf Pengawas
No Item informasi Total Skor Rata-rata Persepsi
1 Kualitas Pengawas yang mengawasi
SKPD 72 3.79 Setuju
2 Dukungan dari Pimpinan SKPD 76 4.00 Setuju
3 Kecukupan sumber daya manusia
dan dana operasional yang memadai 73 3.84 Setuju
4 Kerjasama diantara staf pengawas 74 3.89 Setuju
Sumber: Data Primer, 2012
Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa secara rata-rata responden menilai item-
item yang diajukan dalam kuesioner merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
efektivitas dalam fungsi pengawasan. Para responden berpendapat bahwa kualitas pengawas
yang mengawasi SKPD berpengaruh terhadap efektivitas fungsi staf pengawas, dikarenakan
pengawas harus memiliki keterampilan dan pengalaman yang memadai agar dapat menjalankan
tugasnya dengan baik. Pelatihan teknis pengawas juga berpengaruh terhadap kualitas pengawas
untuk menjalankan peran, fungsi, dan tanggung jawab sebagai auditor internal. Seperti pada
penelitian sebelumnya The Effectiveness of Internal Audit in Malaysian Public Sector, Hung dan
HAN (1998) menyatakan terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi audit internal di
instansi pemerintahan, diantaranya sikap positif dari kontroler untuk pekerjaan audit internal,
pendidikan yang dirancang dengan baik dan pelatihan auditor internal yang berguna untuk
meningkatkan kinerja staf pengawas.
26
Kemudian untuk dukungan dari pimpinan SKPD, responden menyatakan setuju bahwa
ini juga termasuk faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas dari fungsi pengawasan.
Inspektorat dalam melakukan pengawasan di SKPD harus mendapat dukungan dari pimpinan
SKPD untuk melakukan pertimbangan atas temuan audit. Dengan tidak adanya dukungan dari
pimpinan SKPD maka sulit bagi auditor internal untuk menerapkan fungsi dari audit internal.
Hal ini juga dijelaskan dalam Ahmad, et al. (2009) tentang kurangnya kerjasama dari auditee
dapat menghambat upaya auditor untuk mencapai pekerjaan yang efektif, dimana auditor akan
kesulitan mendapatkan akses penuh untuk melakukan kegiatan pengawasan.
Responden juga setuju mengenai kecukupan sumber daya manusia dan dana operasional
yang memadai merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi staf pengawas.
Kecukupan jumlah staf pengawas yang memadai dan fasilitas yang baik serta anggaran yang
memadai harus diberikan kepada pengawas untuk dapat melakukan pengawasan dengan baik dan
bertanggung jawab. Seperti yang dijelaskan dalam bahasan sebelumnya bahwa jumlah staf
merupakan faktor yang penting dalam pengawasan dan juga harus diimbangi dengan anggaran
yang memadai. Selanjutnya kualitas pengawas adalah faktor yang penting dalam melakukan
pengawasan yang efektif. Jika sumber daya manusia yang berkualitas tentu akan menghasilkan
pekerjaan yang berkualitas juga.
Kerjasama diantara staf pengawas menurut responden termasuk faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi fungsi staf pengawas. Dalam melakukan pengawasan, pengawas harus
melakukan kerjasama agar dapat mendapatkan akses penuh di setiap kegiatan dan pencatatan,
sehingga pengawas dapat mengetahui di area-area mana yang memerlukan perbaikan agar SKPD
berjalan sesuai dengan visi, misi,tujuan dan target-target yang telah ditetapkan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kerjasama diantara staf merupakan faktor yang penting dalam mencapai
efektivitas pengawasan. Menurut Ahmad, et al (2009) jika auditor memahami peran dan
tanggung jawabnya masing-masing dan dapat bekerja sama dengan baik maka pihak luar dari
fungsi audi internal dapat menghargai kontribusi mereka terhadap pencapaian tujuan organisasi.
4.4. Faktor-Faktor Lain Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Pengawasan
Sebagian besar responden dari penelitian ini telah menganggap bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas fungsi pengawasan yang disebutkan dalam kuisioner bagian kedua
27
telah mewakili pemikiran mereka. Namun, terdapat beberapa dari responden yang memberikan
pendapat mereka tentang adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi
pengawas selain yang tercantum dalam kuisioner bagian kedua. Terdapat 3 responden yang
memberikan pendapat mereka, diantaranya :
Tabel 4.4.
Faktor-Faktor Lain Yang Mempengaruhi Efektivitas Pengawasan
No
Responden Faktor-Faktor lain yang mempengaruhi fungsi Pengawasan
5 Kepentingan politis berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
5 Menghilangkan budaya ewuh pakewuh (sungkan).
8 Sarana dan prasarana pendukung.
19 Pemanfaatan teknologi untuk mengetahui update peraturan terbaru.
Sumber: Data Primer,2012
4.5. Hasil Wawancara Mendalam
Dalam penelitian ini juga digunakan teknik wawancara yang lebih mendalam guna
mendapatkan informasi yang lebih detail, informasi yang ingin didapatkan adalah informasi yang
tidak dapat terangkum dalam kuesioner (bagian 1-3) yang telah dibagikan. Wawancara ini
dilakukan pada:
Tanggal = 20 – 24 febuari 2012
Waktu = 09.00 – 11.00 WIB
Tempat = Inspektorat Kabupaten Semarang, JL. Letjen Soeprapto 7A Ungaran.
Wawancara mendalam ini sendiri ditujukan kepada :
1. Sekertaris Inspektorat Kabupaten Semarang
2. Inspektur Wilayah Bagian I
3. Inspektur Wilayah Bagian II
4. Inspektur Wilayah Bagian III
5. Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan
6. Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan
Pada wawancara ini, peneliti menanyakan tentang kondisi kualitas pengawasan yang ada
pada Inspektorat Kabupaten Semarang yang meliputi dari segi:
28
1. Kompetensi staf pengawas
2. Objektivitas staf pengawas
3. Kualitas Kerja staf pengawas
Dari segi kompetensi yang dimiliki oleh para staf pengawas Inspektorat Kabupaten
Semarang, dapat dipengaruhi oleh 2 hal. Item yang pertama adalah tentang kualifikasi keahlian
yang dimiliki oleh pengawas. Menurut responden, kualifikasi keahlian dibutuhkan untuk
menunjang kompetensi staf pengawas dalam pengawasan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD). Pelaksana kualifikasi keahlian staf pengawas diperoleh dari Badan Pemeriksa
Keuangan Pembangunan (BPKP) dan Badan Perencana Pembangunan (BPP). Kualifikasi
keahlian yang dimiliki oleh para pengawas adalah berupa sertifikasi yang didapatkan dari
pelatihan dan diklat. Kualifikasi keahlian idealnya dimiliki oleh para pengawas sebelum mereka
menjabat menjadi seorang pengawas, tetapi ada juga yang mendapatkan kualifikasi keahlian
setelah mereka menjabat menjadi pengawas.
Kemudian item kedua dalam pertanyaan adalah mengenai hal lain yang dapat menunjang
kompetensi dari staf pengawas tentang pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas. Menurut
para responden, adanya pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas sangat dibutuhkan karena
bisa menambah wawasan tentang teknik-tenik pengawasan. Dalam hal ini, Inspektur dan Badan
Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) bertanggung jawab dalam memberikan pelatihan
dan pengembangan tenaga pengawas. Untuk pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas yang
diberikan oleh Inspektorat Kabupaten Semarang selama ini berupa Diklat. Diklat yang dilakukan
terdiri dari pemberian materi dan juga tes yang dilakukan sebanyak 4 kali. Dengan adanya Diklat
yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Semarang dalam rangka pelatihan dan pengembangan
terhadap tenaga pengawasnya, dapat dirasakan dampaknya secara signifikan pada kualitas
pengawasan yang dilakukan oleh para pengawas. Sehingga menurut para responden, kualifikasi
keahlian serta pelatihan pengembangan staf pengawas diharapkan dapat membantu
meningkatkan kompentensi dalam kualitas pengawasan di SKPD serta menunjang kinerja staf
pengawas menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.
Kemudian menurut responden, apabila dilihat dari segi obyektivitas staf pengawasnya
dapat dinilai dari beberapa hal diantaranya melalui jalur pelaporan pengawasan di SKPD.
Responden menyatakan bahwa selama ini jalur pelaporan pengawasan di SKPD sudah berjalan
baik, jalur pelaporan pengawasan yang diterapkan, melalui proses sebagai berikut: inspektorat
29
pembantu wilayah I, II, III, dan IV memberikan laporan hasil pemeriksaan kepada sekretaris
inspektorat, kemudian sekretaris melakukan koreksi terhadap hasil pemeriksaan tersebut apabila
dinilai sudah layak (tidak terdapat kesalahan) maka sekretaris akan melanjutkan hasil
pemeriksaan tersebut kepada Inspektur atau Kepala Inspektorat Kabupaten Semarang.
Pelaporan pengawasan yang telah disetujui oleh Inspektur dan telah sesuai dengan Standart
Operasional Pemeriksaan (SOP), akan dikembalikan berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
pada SKPD yang bersangkutan dengan disertai tembusan dari BPK dan Inspektorat provinsi
Jawa Tengah. Dalam hal ini, Inspektur bertanggung jawab kepada Bupati dan Sekretaris Daerah.
Dengan adanya jalur pelaporan yang sudah terkonsep di inspektorat, hal ini dapat menunjukkan
bahwa penilaian yang di lakukan pengawas sudah dapat dikatakan obyektif. Kemudian hal lain
yang dapat mempengaruhi obyektivitas yaitu pada pelaksanaan tugas sebagai pengawas dan
ruang gerak pengawas di SKPD. Perlu diketahui bahwa para staf pengawas telah melakukan
tugasnya secara independen, karena adanya kebebasan yang diberikan kepada para staf pengawas
dalam melaksanakan tugasnya. Menurut para staf pengawas pada Inspektorat Kabupaten
Semarang, sudah tidak ada batasan terhadap ruang gerak mereka dalam melakukan pengawasan
pada SKPD yang ada. Kemudian juga menurut responden, tidak terdapat masalah atau konflik
kepentingan antar rekan kerja dalam mengawasi SKPD. Maka objektivitas para staf pengawas
sangat dibutuhkan dalam menunjang kondisi kualitas pengawasan yang ada.
Kemudian untuk kondisi kualitas pengawasan yang terakhir adalah tentang kualitas kinerja
para staf pengawas yang ada pada Inspektorat Kabupaten Semarang. Menurut responden, apabila
dilihat dari segi kualitas kinerja pengawas yang terbagi atas perencanaan pengawasan dan ruang
lingkup pengawas di SKPD, hal tersebut penting untuk menunjang kualitas kerja pengawas
untuk menjadi lebih baik. Perencanaan pengawasan di SKPD sudah dilakukan dengan baik,
dapat dilihat dari pemaparan responden dalam proses perencanaannya, dimulai dari pembuatan
DMP (Daftar Materi Pertanyaan) dari Inspektorat Pembantu Wilyah I, II, III dan IV kemudian
setelah DMP selesai, dilanjutkan dengan program perencanaan pengawas yang telah
dipersiapkan pengawas daerah dengan Gubernur Jawa Tengah agar tidak terjadi tumpang tindih
dalam melakukan pengawasan, perencanaan pengawasan dilakukan 7 hari sebelum pelaksanaan.
Kualitas kerja juga dapat dilihat dari ruang lingkup pengawasan, menurut reponden tidak
terdapat kendala dalam menentukan ruang lingkup pengawasan. Karena perlu diketahui bahwa
30
staf pengawas sebelum melakukan pemeriksaan di SKPD sudah dikoordinasikan dalam
menentukan ruang lingkup pengawasannya, agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaanya.
5. Kesimpulan dan Keterbatasan
Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara yang didapatkan dari penelitian yang telah
dilakukan pada Inspektorat Kabupaten Semarang, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut
penilaian pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang terhadap penerapan pengawasan di SKPD
Kabupaten Semarang telah dilakukan dengan cukup baik. Tindak lanjut yang sebaiknya
dilakukan adalah mempertahankan atau mungkin lebih meningkatkan pada kegiatan pengawasan
inspektorat Kabupaten di SKPD Kabupaten Semarang. Apabila hal tersebut dapat dilakukan
dengan baik, maka akan berdampak baik pula terhadap kualitas pengawasan dalam membantu
pemerintah Kabupaten Semarang.
Kemudian dari aspek-aspek SPIP terutama dilihat dari Lingkungan pengendaliannya telah
dinilai baik oleh para staf pengawas Inspektorat. Hal tersebut didasarkan pada aspek filosofi
manajemen dan gaya operasi, struktur organisasi, kebijakan dan praktik SDM yang tertuang
dalam SPIP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang menjadi
acuan dalam Pengendalian Intern seluruh instansi di Pemerintahan Kota atau Kabupaten.
Selanjutnya berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, beberapa narasumber menganggap
bahwa pelaksanaan praktik pengawasan di SKPD sudah dilaksanakan dengan baik serta tidak
terdapat permasalahan ataupun kendala yang dihadapi oleh pengawas selama ini. Hal ini
ditunjukan dengan adanya kompetensi staf pengawas yang memadai, obyektivitas staf pengawas
dalam pelaksanaan praktik pengawasan, serta kualitas para staf pengawas yang telah sesuai
dengan harapan.
Mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi staf pengawas,
responden berpendapat bahwa kerjasama diantara pengawas merupakan faktor yang paling
mempengaruhi efektivitas fungsi staf pengawasan. Dengan melakukan kerjasama dalam
melakukan pengawasan, maka mempermudah staf pengawas Inspektorat untuk melakukan akses
keseluruh bagian dan mempermudah dalam melakukan pencatatan, sehingga pengawasan dapat
berjalan dengan efektif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil dari kuesioner pada item
kerjasama diantara pengawas secara rata-rata memiliki nilai paling besar diantara item-item
31
lainnya. Dukungan dari pimpinan SKPD, kecukupan sumber daya manusia dan dana operasional
yang memadai, serta kualitas pengawas yang mengawasi SKPD menurut responden merupakan
faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi efektivitas fiungsi staf pengawas. Beberapa
responden juga menambahkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi staf
pengawas, seperti menghilangkan budaya ewuh pakewuh atau sungkan dan juga tentang sarana
prasarana pendukung kegiatan pengawasan untuk lebih diperhatikan.
Setiap penelitian tentu memiliki keterbatasan, demikian halnya dengan penelitian ini.
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah: Pertama, dalam pengisian kuisoner terdapat
beberapa responden dari pengawas inspektorat yang berhalangan hadir dalam penelitian ini.
Kedua, terdapat keterbatasan waktu dalam proses wawancara dengan staf pengawas di
karenakan kepentingan Dinas. Ketiga, penelitian ini masih berada dalam taraf deskriptif
kualitatif, belum terdapat kajian statistik yang mendalam.
32
Daftar Pustaka
Adenijii (2004), Tracey (1994), Johnson (1996), Owler dan Brown (1990), Azubike (2002),
Boynton (2003:8), Guy (2002:410), Sukrisno agoes (2004:222) Effectiveness of Internal
Audit as Instrument of Improving Audit internal
Angus Okechukwu Unegbu, Mohammed Isa Kida, 2011. Effectiveness of Internal Audit as
Instrument of Improving Public Sector Management.
Bastian, Indra, 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta.
Erika, A.R Yulisman. 2011. “Fungsi Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) dalam Pelaksanaan
Pemerintah Daerah di Kabupaten Pesisir Selatan”. 15 September 2011
Halimah, Nasibah Ahmad, Radiah Othman, Rohana Othma, Kamaruzaman Jusoff, 2009. NAD
(2007), Hung dan HAN (1998). The Effectiveness Internal Audit of Malaysian Sector
Public.
Hartadi, Bambang, 1999. Sistem Pengendalian Intern dalam Hubungannya dengan Manajemen
Audit. BPFE Yogyakarta.
Ihalauw, John J.O.I, (2003). Bangun Teori Edisi Milenium. Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 1998. Standar Profesi Akuntan Publik. Salemba Empat, Jakarta.
Suara Merdeka Jawa Tengah. Semarang. 16 April 2012
Supramono dan Intiyas Utami. 2003. Desain Proposal Penelitian, Cetakan 1. Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga
33
Perundang-undangan
Republik Indonesia, Keputusan Mendagri No.35 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Penyelenggaraan Pengawasan Pemerintah Daerah;
________________, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah;
________________, Peraturan Daerah Kabupaten Semarang nomor 19 tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat,
Lembaga Teknis Daerah dan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Semarang;