09 Rony Statistika vs Realitas
Click here to load reader
Transcript of 09 Rony Statistika vs Realitas
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 1
STATISTIKA VS REALITAS
“SEBUAH FENOMENA PERBANDINGAN
YANG TIDAK RELEVAN”
Oleh :
RONY UCOK CAHYADI
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 2
Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah menjadi epidemi
laten dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat, khususnya di negara-negara
berkembang. Dalam konteks masyarakat Indonesia, masalah ini menjadi lebih pelik
dan kompleks bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama, tetapi juga
karena sejalan dengan terjadinya krisis multidimensional yang terus dihadapi oleh
masyarakat bangsa Indonesia, akibat kondisi ini sehingga membuat Indonesia
menduduki peringkat ke 63 dari 178 negara di dunia sebagai salah satu negara gagal
atau Failed State Index (FSI) 2012 yang dipublikasikan di Washington DC
berdasarkan hasil penelitian dari The Fund for Peace.
Penelitian yang dilakukan oleh The Fund for Peace memang bukan
berdasarkan hal-hal yang bersifat ekonomis semata sesuai dengan nama badan nirlaba
yang melakukan riset tersebut yang menjadi fokus utama adalah masalah keamanan
dilihat dalam persepektif yang luas, sehingga sepertinya pemerintah masih bias
menutup mata dan telinga dengan hasil penelitian tersebut. Satu indikator penting
yang rasanya tidak mungkin diabaikan karena merupakan salah satu masalah utama
yang menyebabkan tingginya angka kemiskinan di Indonesia adalah rendahnya
tingkat intelektualitas sumber daya manusia (SDM) yang ada, hal tersebut dibuktikan
dengan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia untuk periode tahun
2011 hanya sebesar 0,617 dan berada di peringkat ke 124 dari 187 negara di dunia.
Dampak rendahnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia yang disebabkan
rendahnya tingkat pendidikan ini menggambarkan rendahnya kemampuan masyarakat
Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Selain itu menurut data tahun 2011
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 3
yang cukup mencengangkan lainnya Indonesia termasuk peringkat ke 5 di dunia
balitanya yang mengalami kekurangan gizi atau gizi buruk. Tidak dapat dibayangkan
kalau generasi penerus bangsa ini banyak yang menderita kekurangan gizi atau
mengalami gizi buruk akan separah apa dampak yang diakibatkan dengan kondisi
tersebut di kemudian hari.
Beberapa penyebab rendahnya gizi balita di Indonesia dan Indeks
Pembangunan Manusia Indonesia adalah terjadinya krisis pangan sebagai akibat dari
tingginya harga bahan pangan disebabkan menurunnya produksi bahan pangan dan
untuk memenuhi kuota kebutuhan bahan pangan nasional maka pemerintah
mengambil kebijakan untuk mengimpor bahan pangan dari luar negeri dengan jumlah
yang besar, Indonesia adalah salah satu negara pengimpor bahan pangan terbesar di
dunia (beras sekitar 2,5 juta ton/thn, gula 2,0 juta ton/thn, kedelai 1,5 juta
ton/thn, sapi 85 ribu ton/thn, garam 0,5 juta ton/thn) yang akhirnya berdampak pada
harga bahan pangan yang melambung tinggi padahal daya beli masyarakat sangat
minim, selain faktor tersebut diatas faktor pemicu terjadinya kelaparan dan gizi buruk
adalah ketidak mampuan masyarakat untuk membeli kebutuhan pokoknya,
bagaimana mungkin masyarakat dapat hidup “makmur” jika pemenuhan terhadap
kebutuhan dasarnya saja rmereka tidak mampu? Data lain yang membuat dahi juga
mengernyit, ternyata lebih kurang 60 juta penduduk Indonesia tidak memiliki akses
terhadap sanitasi yang baik, dan sekitar 50 juta penduduk Indonesia tidak memiliki
akses terhadap sumber air yang bersih, betapa menyedihkannya melihat angka-angka
realitas ini yang mengakibatkan depresi sosial-ekonomi yang tinggi terhadap
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 4
masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang akhirnya melakukan tindakan
kriminal, bisa dibuktikan juga dengan makin meningkatnya angka kriminalitas di
Indonesia.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sampai dengan bulan Maret tahun 2011
angka kemiskinan di Indonesia adalah 12,49%, sedangkan menurut Bank Dunia lebih
kurang 40%, perbedaan disebabkan adanya ”rekayasa” sistemik dalam melakukan
pendataan yang sulit untuk dihindarkan. Ini tidak hanya berkaitan dengan proses
pengumpulan dan pengolahan data yang sering berubah, tetapi juga definisi
kemiskinan itu sendiri, BPS secara tegas membatasi diri dengan mendefinisikan
kemiskinan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal.
Pada tingkat pengukuran, BPS menggunakan dua indikator, yaitu nilai rupiah untuk
memenuhi kebutuhan enerji minimal sebesar 2.100 kalori/kapita/hari, dan nilai rata-
rata (dalam rupiah) dari Rp. 47,- hingga Rp. 51,- komoditi dasar non makanan.
Berdasarkan standar perhitungan kemiskinan tersebut, mudah dimengerti bila jumlah
penduduk miskin di Indonesia cenderung sangat rendah. Sementara Bank Dunia
menggunakan perhitungan secara absolut dengan menetapkan batas garis kemiskinan
adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah 2 dolar AS per hari. Perbedaan cara
perhitungan angka kemiskinan antara BPS dengan Bank Dunia bukanlah persoalan
pokoknya, tetapi yang lebih penting adalah langkah-langkah tepat yang harus diambil
untuk dapat mengentaskan kemiskinan.
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 5
Berdasarkan konsep kemiskinan faktor-faktor penyebab terjadinya
kemiskinan adalah sebagai berikut:
1. Faktor Ekonomi, tidak cukup tersedianya sumberdaya yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, baik secara material maupun non-material;
2. Faktor politik, dalam hal ini penekannya adalah kepada tatanan sistem politik
yang dapat menentukan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan
sumberdaya yang ada;
3. Faktor sosial-psikologis, tidak cukup tersedianya jaringan dan struktur sosial
yang mendukung peningkatan produktivitas masyarakat.
Selain itu ada pula faktor-faktor lain baik secara internal dan eksternal yang
menyebabkan terjadinya kemiskinan:
1. Internal (Kemiskinan Alami), rendahnya pendidikan dan nilai-nilai sosial
budaya yang dianut oleh kebanyakan masyarakat Indonesia, malas dan tidak
memiliki etos kerja yang baik, ini mengakibatkan sumber daya alam dan
teknologi yang ada tidak dapat dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin.
Bencana alam juga dapat digolongkan ke dalam faktor internal terjadinya
kemiskinan karena dengan terjadinya bencana alam, maka masyarakat tidak
saja kehilangan harta benda tetapi juga sumber daya alam yang ada menjadi
rusak dan tidak dapat digunakan lagi;
2. Eksternal (Kemiskinan Buatan), ketidakmampuan sistem dan struktur sosial
dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang disebabkan
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 6
kurangnya kompetensi yang dimiliki para pemimpin negara dalam mengelola
segala aset yang ada.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemiskinan
tidak dapat dilepaskan dan berkaitan erat dengan kemampuan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan konsumsi dasarnya dan untuk itu masyarakat tersebut harus
memiliki penghasilan (pekerjaan) yang layak.
Menurut data Biro Pusat Statistik per Agustus 2012 tingkat penggangguran di
Indonesia adalah sebesar 6.14%, tetapi jumlah ini hanya untuk penggangguran
terbuka dan untuk mereka yang masuk dalam kategori umur produktif, sementara
untuk penggangguran jenis lainnya lagi-lagi datanya absurd hampir tidak pernah
dipublikasikan secara luas, selain itu kategori mereka yang digolongkan sebagai
pekerja adalah mereka yang bekerja 1 jam per minggu, luar biasa! Angka statistik
lainnya yang selalu dijadikan kebanggaan adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang mencapai 6,17% sampai dengan triwulan ketiga tahun 2012, tetapi sama seperti
angka statistik jumlah pengangguran kebenaran angka tersebut juga patut
dipertanyakan melihat data realitas diatas yang begitu menyedihkan. Walaupun
seorang peraih Nobel tahun 2007, Eric Maskin dalam konperensi tahunan Human
Development and Capabilities Association (HDCA) ke 11 di Jakarta pada tanggal 5 –
7 September 2012 yang lalu, menyatakan bahwa kondisi tersebut hampir terjadi di
seluruh negara berkembang di dunia, tingginya pertumbuhan ekonomi tidak
diimbangi dengan pemerataan kesejahteraan rakyat.
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 7
Di Indonesia agenda pengentasan kemiskinan selalu menjadi fokus utama
bagi seorang Presiden, tapi masalah kemiskinan di Indonesia seperti tidak dapat
terselesaikan, kenapa ini bisa terjadi? karena pemerintah hanya terfokus kepada
masalah ekonomi secara global, sehingga masalah kemiskinan yang sesungguhnya
menjadi titik sentral tidak pernah tersentuh, masalah kemiskinan adalah masalah
akumulasi finansial, bukan soal tingginya inflasi atau soal turunnya indeks harga
saham serta naiknya suku bunga atau meningkatnya jumlah investasi asing di
Indonesia, tetapi lebih dari itu. Pemerintah selalu berlindung pada angka-angka
statistik yang masih diragukan kebenarannya agar kemiskinan di Indonesia menjadi
terlihat lebih moderat dengan mengesampingkan dan menutup mata terhadap realitas
yang ada. Coba kita berpikir secara arif, benarkah inflasi yang rendah, dimana harga-
harga bahan kebutuhan pokok menjadi sangat rendah akan mampu mengentaskan
kemiskinan? Atau apakah jika investor asing datang berbondong-bondong
menanamkan modalnya di Indonesia maka akan meningkatkan pendapatan perkapita
puluhan juta masyarakat miskin Indonesia? Jawabnya tentu tidak! karena ekonomi
finansial secara makro tidak ada memiliki kaitan secara langsung dengan masalah
kemiskinan, terutama jika menyangkut populasi angka kemiskinan penduduk
Indonesia yang jumlahnya mencapai lebih kurang 30 juta penduduk Indonesia saat
ini, bahkan kalau mengambil perhitungan Bank Dunia angka ini membengkak hampir
mencapai 100 juta orang. Inilah yang disebut dengan kesalahan cara berpikir yang
istilah kerennya epistemicology fallacy. Lalu bagaimanakah solusi yang tepat untuk
mengentaskan kemiskinan? Tentunya dituntut kemauan dan kerja keras dari semua
pihak, terutama pemerintah sebagai leader dan inovatornya, untuk saling bersinergi
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 8
dengan melakukan tindakan nyata. Selain itu pemerintah perlu juga memahami secara
benar indikator-indikator penyebab terjadinya kemiskinan sehingga pola pengentasan
kemiskinan yang tepat dapat dilakukan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik indikator-
indikator kemiskinan adalah sebagai berikut:
1. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar (sandang, pangan dan
papan);
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi dan transportasi);
3. Tidak adanya jaminan masa depan;
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal;
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam;
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat;
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan;
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;
9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita
korban kekerasan dalam rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan
terpencil);
Salah satu upaya pemerintah yang baik adalah melalui Kredit Usaha Rakyat
(KUR). Dalam International Microfinance Conference 2012 pemerintah telah
merancang sebuah strategi untuk mengatasi angka kemiskinan di Indonesia melalui
program KUR tersebut, hal ini merupakan langkah awal yang baik tetapi
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 9
sesungguhnya KUR yang dianggap berhasil itu pun masih perlu diperbaiki dalam
proses pemberian hingga juga pengembaliannya jangan sampai mereka yang
menerima kemudian tidak dapat mengembalikan karena usaha mereka bangkrut.
Untuk itu mungkin pemerintah perlu menyusun langkah-langkah jangka pendek yang
lebih efisien dan efektif. Salah satu syarat penerima KUR adalah mereka yang telah
memiliki usaha minimal selama 6 bulan, lalu bagaimana dengan mereka yang baru
memulai usaha? Disinilah peran serta pemerintah dan juga melibatkan swasta untuk
bergandengan tangan agar tidak hanya menjadi penyalur KUR tetapi pemerintah
harus dapat memastikan bahwa para penerima bantuan tersebut dapat terus menjaga
kelangsungan usahanya bahkan terus meningkat. Beberapa hal yang mungkin dapat
dilakukan oleh pemerintah adalah:
1. Memperluas kesempatan masyarakat untuk memperoleh KUR dengan
syarat-syarat yang lebih mudah. Memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan
setingkat SMP dan SMU di daerah-daerah terpencil, dengan jenis kejuruan
yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat di daerah tersebut.
2. Bantuan tidak hanya dalam bentuk modal usaha tetapi juga peningkatan
ketrampilan kerja dan pelatihan-pelatihan serta pengetahuan yang
berhubungan dengan jenis usaha.
3. Pemerintah juga harus selalu mendampingi penerima KUR dalam
menjalankan usahanya, seperti membantu pemasaran produk usaha,
pengembangan usaha bahkan memberikan masukan terhadap jenis usaha
lainnya jika usaha yang dijalani kurang berhasil.
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 10
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menjadi prioritas dan
strategi dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia adalah dengan meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup agar dapat
diperoleh kualitas hidup yang lebih baik dan hal tersebut tidak hanya bermatra pada
individu saja, yang perlu dilakukan adalah memberikan keterampilan kepada
masyarakat cara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang tepat dan
berhasil guna, tidak hanya semata-mata untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari;
selain itu pemerintah berkewajiban untuk memberikan kesempatan yang lebih merata
kepada semua masyarakat untuk memiliki usaha sendiri dengan bantuan permodalan
dari pemerintah salah satunya melalui KUR; dan juga bantuan dan dukungan nyata
dari pemerintah dalam mengusahakan akses pemasaran bagi penjualan hasil usaha
mereka baik di dalam maupun di luar negeri. Melalui cara ini pengentasan
kemiskinan bukan hanya menjadi hal yang semu belaka yang hanya berdasarkan
angka-angka atau juga dinilai hanya secara makro ekonomi saja agar terlihat lebih
moderat, tetapi dapat terwujud nyata dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Disinilah dituntut komitmen yang tinggi dari para petinggi negeri ini untuk lebih
membukakan mata hati dan pikiran mereka selebar-lebarnya, karena seperti sebuah
tim sepakbola, strategi apapun yang digunakan oleh sebuah tim jika tidak ada
kerjasama yang baik dan juga tidak adanya kejujuran serta ketulusan untuk bersama-
sama saling bahu membahu mencapai tujuan akhir yaitu “kemenangan”, sementara
sekarang yang terjadi adalah dana yang seharusnya digunakan untuk “kemashlatan
umat”, malah dikorupsi, inilah pokok masalah paling utama yang harus segera
dibasmi, karena selama “korupsi” masih menjadi “kewajiban” bagi aparat
“ Rony Ucok Cahyadi ” Page 11
pemerintahan untuk dilakukan maka sebesar apapun dana yang dianggarkan
pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tidak akan pernah dapat diselesaikan.
Jadi bisa disimpulkan bahwa faktor-faktor yang utama dalam pengentasan
kemiskinan harus segera dilakukan oleh pemerintah agar program yang telah
ditetapkan pemerintah dapat berjalan secara optimal. Jika hal ini dapat dilakukan,
maka target yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tidak
perlu menunggu hingga 10-20 tahun ke depan.