06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

37
Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG Tahun 2013 VI - 1 BAB VI KONSEP PENGEMBANGAN PIP SEMARANG 6.1. Konsep Tata Tapak 6.1.1. Konsep Intensitas Bangunan Lahan kampus PIP Semarang pada Tahun 2013 lebih kurang seluas 743.400 m 2 , dengan luas daerah terbangun (KDB) lebih kurang 21829,50 m 2 atau 29,36%. Luasan RTH yang ada saat ini tersisa lebih kurang 17,27%. Sedangkan luasan terbesar adalah perkerasan halaman termasuk lapangan parkir, lapangan olah raga dan lapangan upacara dan perkerasan jalan dengan total luasan 56,44%. Gambaran lengkap luasan lahan dan bangunan yang ada pada saat ini di PIP Semarang dapat dilihat pada Tabel 4.7 pada Bab IV. Ditinjau dari KDB, kondisi intensitas bangunan PIP Semarang masih cukup memadai sesuai dengan ketentuan tata ruang setempat. Namun RTH yang tersedia kurang dari standar penyediaan RTH untuk kawasan perkotaan yang minimal 30% untuk RTH Publik dan Privat. Sedangkan luasan perkerasan lahan jauh melebihi standar penyediaan prasarana jalan. Sebagai dampak daripada kondisi ini, maka luasan daerah untuk peresapan air hujan pada lahan PIP sangat kurang, dan menjadi salah satu penyebab lamanya genangan air hujan yang terjadi pada lokasi lahan. Jarak antar massa bangunan pada beberapa kondisi eksisting lokasi kurang dari 3,00 meter bahkan hanya 2,00 meter. Ditinjau dari keselamatan kebakaran, jarak bangunan yang terlalu dekat akan lebih mempercepat penjalaran kebakaran. Meskipun demikian pengelola PIP berusaha mengantisipasi keadaan ini dengan memperbanyak jumlah hidran kebakaran khususnya pada lorong-lorong bangunan yang berdekatan. Ditinjau dari tampak/façade bangunan yang berdekatan sangat mengganggu estetika setiap bangunan. Selain itu dampak lain daripada saling berdekatannya massa bangunan satu dengan lainnya adalah berkurangnya kenyamanan bagi setiap pengguna bangunan ditinjau dari aliran udara, pencahayaan, penghawaan, dan gangguan pandangan. Oleh karena itu konsep penataan tapak untuk jarak-jarak antar bangunan sesuai dengan ketentuan minimum jarak antar bangunan untuk bangunan dengan ketinggian 6 lantai adalah 6.00 meter, dan seterusnya sesuai dengan Permen PU Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan

description

Master Plan

Transcript of 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Page 1: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 1

BAB VI KONSEP PENGEMBANGAN PIP SEMARANG

6.1. Konsep Tata Tapak

6.1.1. Konsep Intensitas Bangunan

Lahan kampus PIP Semarang pada Tahun 2013 lebih kurang seluas 743.400 m2,

dengan luas daerah terbangun (KDB) lebih kurang 21829,50 m2 atau 29,36%. Luasan

RTH yang ada saat ini tersisa lebih kurang 17,27%. Sedangkan luasan terbesar adalah

perkerasan halaman termasuk lapangan parkir, lapangan olah raga dan lapangan upacara

dan perkerasan jalan dengan total luasan 56,44%. Gambaran lengkap luasan lahan dan

bangunan yang ada pada saat ini di PIP Semarang dapat dilihat pada Tabel 4.7 pada Bab

IV.

Ditinjau dari KDB, kondisi intensitas bangunan PIP Semarang masih cukup

memadai sesuai dengan ketentuan tata ruang setempat. Namun RTH yang tersedia

kurang dari standar penyediaan RTH untuk kawasan perkotaan yang minimal 30% untuk

RTH Publik dan Privat. Sedangkan luasan perkerasan lahan jauh melebihi standar

penyediaan prasarana jalan.

Sebagai dampak daripada kondisi ini, maka luasan daerah untuk peresapan air

hujan pada lahan PIP sangat kurang, dan menjadi salah satu penyebab lamanya genangan

air hujan yang terjadi pada lokasi lahan.

Jarak antar massa bangunan pada beberapa kondisi eksisting lokasi kurang dari

3,00 meter bahkan hanya 2,00 meter. Ditinjau dari keselamatan kebakaran, jarak

bangunan yang terlalu dekat akan lebih mempercepat penjalaran kebakaran. Meskipun

demikian pengelola PIP berusaha mengantisipasi keadaan ini dengan memperbanyak

jumlah hidran kebakaran khususnya pada lorong-lorong bangunan yang berdekatan.

Ditinjau dari tampak/façade bangunan yang berdekatan sangat mengganggu

estetika setiap bangunan. Selain itu dampak lain daripada saling berdekatannya massa

bangunan satu dengan lainnya adalah berkurangnya kenyamanan bagi setiap pengguna

bangunan ditinjau dari aliran udara, pencahayaan, penghawaan, dan gangguan

pandangan.

Oleh karena itu konsep penataan tapak untuk jarak-jarak antar bangunan sesuai

dengan ketentuan minimum jarak antar bangunan untuk bangunan dengan ketinggian 6

lantai adalah 6.00 meter, dan seterusnya sesuai dengan Permen PU Nomor

26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan

Page 2: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 2

Gedung dan Lingkungan, untuk memberikan ruang akses keselamatan kebakaran dan

prasarana pemadam kebakaran, termasuk mobil PMK.

Gambar 6.1. Jarak antar bangunan gedung bertingkat

Tabel 6.1. Jarak Minimum Antar Bangunan

Sumber: Permen PU Nomor 26/PRT/M/2008

6.1.2. Penataan Site/Zoning

Zoning penataan massa pada kondisi eksisting tidak mengelompok sesuai dengan

fungsi kegiatannya. Misalnya bangunan Pusat Administrasi dan Pimpinan PIP berdekatan

dengan Asrama mahasiswa Putra. Asrama mahasiswa sendiri yang seharusnya terletak

pada zona privat saat ini tersebar pada beberapa lokasi, bahkan berada pada zona publik

yang mempunyai tingkat kebisingan lebih tinggi dan sedikitnya privacy.

Fasilitas Poliklinik sebagai sarana pelayanan publik yang ada saat ini berada pada

zona semi publik yang melintasi zona privat. Masyarakat sekitar yang hendak ke Poliklinik

harus masuk melalui Lapangan Upacara dan garasi kendaraan. Sementara untuk

Workshop dan garasi kendaraan yang seharusnya berada di zona semi publik berada pada

zona semi privat yang harus melintasi zona privat.

Page 3: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 3

Fasilitas penunjang pendidikan seperti Perumahan Dosen dan Karyawan serta

Wisma Tamu yang ada menempati lahan yang cukup luas di sisi selatan dan timur

kompleks, berada pada zona semi publik dengan gangguan kebisingan dari luar, karena

berdekatan dengan jalan lokal kota. Sementara itu lokasi-lokasi untuk laboratorium

tersebar di sisi utara hingga sisi selatan kompleks PIP. Gambaran zoning penataan massa

bangunan kompleks PIP Semarang dapat dilihat pada Gambar 6.2. dan Gambar 6.3.

Page 4: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 4

Gambar 6.2. Analisa Tatanan Massa dan Zoning Bangunan di dalam Kompleks PIP Semarang

Gambar 6.3. Analisa Zoning Massa Asrama Kompi PIP Semarang.

Page 5: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 5

Dengan mempertimbangkan efisiensi lahan dan tata letak bangunan eksisting yang

baru, maka konsep zoning yang diusulkan untuk rencana pengembangan PIP Semarang

hingga Tahun 2034 adalah memisahkan Zona untuk Pembentukan Taruna dan Zona

untuk Diklat Lanjutan Pasis, serta Zona untuk kegiatan Administrasi Akademik dan

Ketarunaan. Adapun konsep zoningnya adalah sebagaimana tergambar pada Gambar 6.4

di bawah ini.

Gambar 6.4. Konsep Zoning PIP Semarang.

6.1.3. Konsep Penyediaan Ruang Terbuka Hijau

Pada awal hingga pertengahan usia PIP Semarang ini, masih Nampak jejak

tatanan massa membentuk cluster-cluster dengan orientasi pada RTH-RTH yang ada,

meliputi RTH Lapangan Upacara, RTH Lapangan Sepak Bola dan RTH Lapangan Tennis.

Pada tahun 2011 terdapat pengembangan Gedung Sistem Navigasi Terpadu dengan

ketinggian 4 lantai, menempati lahan lapangan Tennis seluas dua lanes, sehingga

mengurangi ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) yang ada.

Proporsi penyediaan RTH pada setiap cluster kelompok bangunan tidak merata.

Pada cluster bangunan Administrasi Pusat, Gedung Pollux, Auditorium, PMMK dan

Asrama Kompi C, terdapat RTH dengan luasan sangat kecil, dan yang terluas

dipergunakan untuk RTNH Lapangan Upacara dan lapangan olah raga bola. Pada saat

siang hari udara disekitar RTNH terasa panas. Beberapa bangunan tanpa barrier RTH

yaitu bangunan PMMK dan Gedung Administrasi Pusat. Padahal intensitas penggunaan

bangunan-bangunan ini pada siang hari sangat tinggi, kecuali Gedung Auditorium yang

jarang dipergunakan untuk keperluan kegiatan harian.

Zona Privat

(Taruna)

Zona Privat

(Taruna)

Zona Semi Publik

(Pasis)

Zona Semi Privat

(Taruna)

Zona Semi Privat

(Taruna)

Zona Semi Privat

(Taruna)

Zona Privat

(Dosen-

Karyawan)

Zona Servis

Zona

Servis

Zona Buffer

Zona

Buffer

Page 6: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 6

Sebaliknya pada zona banguna-bangunan dengan intensitas kegiatan yang rendah

pada siang hari, mempunyai RTH Lapangan Sepak Bola yang luas. Bangunan-bangunan

yang mengelilinginya yaitu kompleks perumahan dosen dan karyawan, Asrama Kompi A

dan Asrama Taruni, dan Kolam Renang.

Gambar 6.5. Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan RTH PIP Semarang.

Konsep penyediaan RTH PIP Semarang didasarkan pada analisis perhitungan

RTH yang dilakukan pada Bab 3 sebelumnya, memperoleh luasan yang mendekati ideal

30% yaitu sebesar 28,51%. Upaya pendekatan ke luasan ideal dilakukan dengan

memperluas permukaan hijau, sehingga permukaan peresapan air tetap terjaga.

Perkerasan jalan direncanakan lebih efisien dengan memperpendek akses area servis dan

pedestrian penghubung antar bangunan.

Adapun konsep penyediaan RTH adalah sebagai berikut pada Gambar 6.6.

Page 7: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 7

Gambar 6.6. Konsep Penyediaan RTH PIP Semarang.

Konsep penyediaan RTH PIP Semarang meliputi juga konsep pemanfaatan

tanaman yang berfungsi sebagai pelindung/peneduh, barrier/penahan terhadap

kebisingan, penyerap polusi udara, barrier untuk zona yang harus dipisahkan, pengarah

sirkulasi, dan estetika taman. Pemilihan jenis tanaman mengikuti bentuk RTH yang

direncanakan sebagai hasil bentukan massa-massa bangunan baru, mengikuti jenis tanah

dan iklim mikro setempat. Konsep rencana RTH juga mempertimbangkan peningkatan

fungsi taman sebagai salah satu ruang belajar Taruna pada zona-zona asrama.

6.1.4. Konsep Sirkulasi dan Aksesibilitas

Sirkulasi pada kompleks PIP Semarang dibedakan menjadi sirkulasi kendaraan

dan orang. Sirkulasi kendaraan terdiri dari kendaraan pribadi berupa mobil dan sepeda

motor, kendaraan umum, kendaraan servis. Sedangkan sirkulasi orang dibedakan untuk

sirkulasi pengguna fasilitas PIP dan sirkulasi tamu.

Sirkulasi kendaraan mobil pribadi tamu dan dosen/karyawan hanya

diperbolehkan berada pada sisi barat lahan PIP Semarang. Untuk sirkulasi kendaraan

pribadi pengguna fasilitas perumahan boleh memasuki kawasan perumahan dosen dan

karyawan pada zona perumahan di sisi selatan dan timur. Jalan lingkungan ke perumahan

in juga dipergunakan oleh kendaraan servis untuk kegiatan penyediaan catering.

Sedangkan kendaraan sepeda motor untuk mahasiswa training profesi dan tamu berada

pada zona parkir sisi barat, dimana yang ada pada bagian utara berada pada zona publik,

sedangkan pada sisi selatan berada pada zona privat. Kondisi parkir sepeda motor pada

sisi selatan ini kurang menguntungkan dan mengganggu kegiatan belajar siswa pada

Gedung Betelgeuse.

Page 8: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 8

Pintu masuk dan keluar untuk kendaraan mobil dibedakan. Kendaraan masuk dari

sisi pintu utara, sedangkan kendaraan keluar dari sisi selatan. Sedangkan untuk sepeda

motor masuk dan keluar dari sisi utara sama dengan pintu masuk mobil. Kendaraan servis

juga masuk dari pintu utara. Untuk memudahkan pengontrolan secara tersentralisasi,

disarankan pintu keluar dan masuk untuk kawasan PIP ini dari satu pintu saja, sedangkan

pintu lainnya disediakan untuk kebutuhan darurat.

Sirkulasi Mobil Pribadi

Sirkulasi Kendaraan Servis

Gambar 6.7. Analisa Sirkulasi Kendaraan pada PIP Semarang

Pejalan kaki disediakan jalan dan koridor yang semuanya diperkeras. Namun

untuk hubungan antara satu bangunan dengan bangunan lainnya, pedestrian yang

disediakan tidak beratap, sehingga pada saat musim hujan pejalan kaki tidak terlindungi.

Seharusnya setiap bangunan dengan bangunan lainnya dapat dihubungkan dengan

koridor selasar beratap.

Konsep penediaan pedestrian pejalan kaki untuk rencana pengembangan PIP

Semarang hingga Tahun 2034 adalah menata pedestrian eksisting yang ada dengan

mengurangi perkerasan yang tidak efektiv. Lebar pedestrian efektif 1.80 meter dengan

Page 9: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 9

diberi atap sehingga pejalan kaki terlindung dari hujan. Gambaran konsep pengembangan

sirkulasi kendaraan dan orang dapat dilihat pada Gambar 6.8 di bawah ini.

Sirkulasi Mobil/Motor

Sirkulasi Kendaraan Servis

Sirkulasi Kendaraan PMK

Sirkulasi Pejalan Kaki

Gambar 6.8. Konsep Sirkulasi Kendaraan dan Orang pada PIP Semarang

Sirkulasi pejalan kaki disediakan pula untuk penyandang cacat dengan penyediaan

ramp pada perbedaan ketinggian lantai dari trotoar di luar bangunan menuju ke dalam

bangunan, dilengkapi dengan railing pembatas ramp untuk pegangan penyandang cacat

sebagaimana dicontohkan pada Gambar 6.9 berikut ini.

Gambar 6.9. Contoh Railing Pembatas Ramp bagi Penyandang Cacat pada PIP Semarang

Page 10: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 10

6.1.5. Konsep Ketinggian Bangunan

Evaluasi skala ruang pada kondisi susunan massa eksisting dibagi menjadi 2 yaitu

skala ruang sisi luar (dekat dengan jalan raya) dan skala ruang sisi dalam (antar bangunan

dalam area).

1. Skala Ruang Sisi Luar

Ada 4 sisi yang akan dievaluasi yaitu sisi barat, utara, timur dan selatan

a. Sisi barat

Bangunan-bangunan PIP Semarang adalah Laboratorium Dynamic Positioning,

ruang kelas Betelgeuse, ruang kelas Pollux, laboratorium skoci, dan laboratorium

meti. Bangunan-bangunan tersebut memiliki ketinggian 2 hingga 4 lantai.

Bangunan yang paling dekat dengan badan jalan adalah gedung Laboratorium

Dynamic Positioning. Gedung ini memiliki pemunduran hanya 15,00 m dari badan

jalan dengan tinggi bangunan keseluruhan adalah 20,00 m (termasuk atap) , maka

bila dihitung skala ruang yang tercipta adalah D/H = /= (>1). Dengan demikian

skala ruang di sisi barat masih terasa agak lebar.

b. Sisi utara

Bangunan-bangunan PIP Semarang yang berada di sisi utara adalah Laboratorium

navigasi. Gedung Laboratorium navigasi memiliki tinggi total bangunan 15 m

(termasuk atap) dengan pemunduran 15,00 m. Skala ruang yang tercipta di sisi

utara PIP Semarang adalah sebagai berikut:

• D/H Gedung Laboratorium navigasi = 15/15 = 1,0 (=1)

Dari perhitungan, maka dapat dilihat bahwa skala ruang bangunan di sisi utara

masih cukup lebar.

c. Sisi timur

Bangunan-bangunan PIP Semarang yang berada di sisi timur adalah asrama

kompi F, engine hall, laboratorium bengkel, lab.komputer, poliklinik, asrama

kompi C, asrama kompi B, dan komplek perumahan dinas. Bangunan-

bangunan tersebut memiliki ketinggian 2 lantai. Bangunan yang paling dekat

dengan badan jalan adalah gedung asrama kompi B. Ada gedung yang tidak berada

dalam satu tapak yaitu gedung asrama kompi F berada di seberang jalan kawasan

pendidikan dengan ketinggian 3 lantai.

Gedung tersebut memiliki pemunduran m dari badan jalan dengan tinggi

bangunan keseluruhan adalah 12,00 m (termasuk atap) , maka bila dihitung skala

ruang yang tercipta adalah D/H = /= (>1). Dengan demikian skala ruang di sisi

barat masih terasa agak lebar.

Page 11: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 11

d. Sisi selatan

Bangunan-bangunan PIP Semarang yang berada di sisi selatan adalah bangunan

perumahan dinas. Bangunan-bangunan tersebut memiliki ketinggian 1 - 2 lantai.

Bangunan yang paling dekat dengan badan jalan adalah gedung Maisone B.

Gedung tersebut memiliki pemunduran 15,00 m dari badan jalan dengan

tinggi bangunan keseluruhan adalah 12,00 m (termasuk atap) , maka bila dihitung

skala ruang yang tercipta adalah D/H = /= (>1). Dengan demikian skala ruang di

sisi barat masih terasa lebar.

Pengaturan ketinggian bangunan dilakukan dengan menata jarak bangunan tinggi

terhadap zona-zonanya. Untuk zona publik, disisi timur ketinggian bangunan sampai

dengan 6 lantai dengan jarak minimum D = H sehingga fasade bangunan pada bagian atas

masih dapat dilihat dengan nyaman dari jalan di sekitar kawasan. Untuk bangunan

dengan ketinggian 8 lantai dimundurkan terhadap sempadan pagar kawasan sehingga

masih tercapai D = H. Sedangkan untuk bangunan di sisi timur, utara dan selatan dengan

kelas jalan lingkungan ketinggian bangunan 5 lantai dengan jarak D = 2/3 H.

6.2. Konsep Arsitektural

6.2.1. Konsep Tampilan Arsitektur

Rancangan arsitektur sebuah kawasan pendidikan selain menekankan kelancaran

dan keefektifan beroperasi unit/bagian secara menyeluruh dan intergratif juga

memperhatikan penampilan arsitektur, yang berpengaruh pada respon subyektif

pengguna maupun pengamat.

Dalam perancangan sebuah kawasan pendidikan ada tiga aspek yang menjadi

pertimbangan, yakni efektifitas (effectiviness), kedekatan/keterhubungan (contiguity),

dan kemungkinan tumbuh/pengembangan (expansion). Ketiga aspek ini dikaji pada dua

skala arsitektur sebagai berikut:

1. Ruang, yang memperhatikan permasalahan-permasalahan sirkulasi pengguna (civitas

akademik, pengunjung, bahan/alat, kendaraan, informasi, dsb), kenyamanan

pengguna secara umum maupun civitas akademik khususnya, dan fleksibilitas

(kemampuan rancangan untuk tumbuh dan berubah).

2. Bangunan, yang melihat permasalahan-permasalahan citra/image (identitas dan

kesan visual), kemudahan pengenalan (legibility) dan pencarian/berorientasi

(wayfinding).

Evaluasi pada dua skala arsitektur di atas (ruang dan bangunan) adalah untuk

mengungkap permasalahan dan potensi arsitektural pada eksisting PIP Semarang.

Page 12: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 12

Evaluasi arsitektural dibatasi pada evaluasi terhadap kondisi fisik bangunan, sedangkan

evaluasi fungsi akan diberikan pada bagian lain yang memfokuskan pada aspek program

arsitektur (architectural programming). Beberapa bagian evaluasi yang terkait dengan

evaluasi tata tapak akan dibahas secara umum.

a. Kenyamanan

Yang dimaksud dengan kenyamanan adalah tampilan bangunan yang

mencerminkan adaptasi dengan iklim mikro dengan bukaan dan ventilasi silang

sebanyak mungkin. Hal ini dapat diterapkan pada massa bangunan-bangunan

yang ruangnya berjajar maksimum dua baris yang masih memungkinkan

terjadinya pertukaran udara. Pada bangunan asrama taruna kenyamanan ruang

hunian dicapai dengan memberikan perteduhan berupa selasar di sekeliling

bangunan guna mengisolir terjadinya paparan sinar matahari langsung.

Pada bangunan-bangunan yang direncanakan dengan massa yang kompak dan

besar untuk mencapai kenyamanan optimal digunakan pengkondisian udara

buatan, walaupun digunakan permukaan dinding dengan banyaknya bukaan kaca

untuk mendapatkan kenyamanan penerangan matahari tidak langsung dan

penghematan penggunaan energi listrik, khususnya untuk mengantisipasi pada

saat kondisi listrik mengalami gangguan.

b. Fleksibilitas

Fleksibilitas penggunaan ruang direncanakan dengan konsep menggunakan sekat

dinding non permanen sebanyak mungkin dan menghidari penggunaan sekat

dinding permanen pada fungsi-fungsi ruang yang membutuhkan fleksibilitas

tinggi. Ruang-ruang yang dimaksud adalah:

• Auditorium, dan ruang-ruang untuk pertemuan sedang dan besar,

• Ruang kerja dengan karyawan yang banyak,

• Kelas yang membutuhkan ruangan besar,

• Laboratorium yang membutuhkan ruangan yang tidak menghambat

instalasi peralatan dan penggunaannya, dan

• Fungsi rekreatif untuk olah raga dan pertemuan untuk orang banyak

6.2.2. Skala Bangunan

a. Citra (image)

Dua hal penting yang dapat dicatat dari kesan visual yang dapat ditangkap dari PIP

Semarang adalah pertama sudah berkurangnya kesan menerima yang diharapkan

Page 13: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 13

pada sebuah fasilitas pelayanan pendidikan pelayaran, kedua ketidak serasian

pada sebagian arsitektur bangunan eksisting dengan bangunan baru.

Walaupun secara umum kesan ramah, bersih, nyaman dan lapang yang

diharapkan pada sebuah kawasan pendidikan sudah tercipta di PIP Semarang ,

kesan menerima di bagian depan komplek sudah mengalami penurunan kualitas.

Arsitektur bangunan utama lebih menonjolkan fungsi awal sebagai kantor,

administrasi dan rekam medik, yang kurang terintegrasi pada keseluruhan citra

kawasan pendidikan pelayaran. Permasalahan kedua yang terkait dengan

ketidakserasian arsitektur di dalam komplek PIP Semarang sesungguhnya timbul

karena belum adanya panduan umum untuk pengembangan kawasan pendidikan

pelayaran. Sehingga yang terjadi adalah setiap bangunan baru cenderung

menampilkan kesan visual baru. Hal ini akan mempengaruhi citra komplek secara

menyeluruh.

Gaya arsitektur modern dengan penggunaan material ramah lingkungan dan

modern dengan sentuhan Arsitektur bercirikan tradisional dan ornamen pada

masa lalu perlu diterapkan untuk menciptakan citra kekhasan keadaan lokal dan

lingkungannya. Ciri-ciri lokalitasnya dapat ditampilkan pada penggunaan elemen

finishing bagian bawah bangunan, kolom, bagian luar jendela/pintu dan bagian

atap. Sedangkan nuansa elemen arsitektur Jawa Tengah dapat diterapkan lebih

kental pada bagian interior setiap bangunan, khususnya untuk bangunan Gedung

Direktorat dan Gedung Auditorium.

b. Kemudahan Pengenalan (Legibility) dan Pencarian/ Berorientasi

(Wayfinding)

Faktor lain yang terkait langsung dengan citra atau kesan visual arsitektur adalah

kemudahan pengenalan dan pencarian/berorientasi. Perlu menghadirkan ikon

khusus sebagai penanda keberadaan PIP Semarang pada lingkungannya sehingga

dapat memberikan arahan yang jelas bagi pengguna. Pola tata masa di dalam

bangunan dengan zoning yang jelas membantu kemudahan pengguna untuk

berorientasi (wayfinding) dan menuju tempat/ bangunan yang dikehendaki.

Sistem penandaan arah ataupun nama tempat/bangunan masih di rasa kurang di

PIP Semarang. Pemberian nama pada tiap bangunan, peta atau penunjuk arah

pada simpul-simpul sirkulasi selain untuk kemudahan kontrol keamanan, juga

untuk menghindarkan pengguna untuk menempuh jalur-jalur sirkulasi yang tidak

diperlukan.

Page 14: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 14

6.3. Konsep Mekanikal dan Elektrikal

Kebutuhan pengembangan mekanikal dan elekteikal pada PIP Semarang

didasarkan pada kebutuhan penyediaan/daya tampung maksimal taruna yang harus

dilayani sesuai dengan SPM PIP, dan kebutuhan pasokan daya listrik dan sumber air

untuk penyelenggaraan kegiatan rutin akademik. Untuk memenuhi kebutuhan mekanikal

dan elektrikal yang direncanakan berikut ini adalah kebutuhan yang harus dipenuhi

secara kuantitas.

A. Perhitungan Kebutuhan Listrik

Estimasi perhitungan daya listrik PIP Semarang hingga pada Tahun 2034 didasarkan

pada perhitungan dengan pendekatan luas per meter persegi kebutuhan penerangan,

beban pengkondisian udara (AC) untuk bangunan-bangunan gedung yang

membutuhkan persyaratan ini, dan muatan untuk titik-titik sambungan listrik.

Dari hasil perhitungan beban listrik yang direncanakan per-bangunan selanjutnya

dihitung total kebutuhan daya untuk seluruh bangunan untuk mendapatkan

gambaran kapasitas trafo yang harus disediakan dan kapasitas genset sebagai back-

upnya. Dari total kapasitas yang diperoleh disesuaikan dengan ketersediaan trafo dan

genset di pasaran, selanjutnya dibagi ke dalam beberapa sub-zona pelayanan. Dari

kondisi eksisting PIP disuplai daya dari 2 jalur PLN yang berasal dari Jl. Sriwijaya dan

Jl. Mataram. Maka untuk penambahan daya yang dibutuhkan pada perhitungan

rencana nantinya juga bersumber dari dua sambungan yang tersedia tersebut.

B. Perhitungan Kebutuhan Air Conditioning

Estimasi perhitungan kebutuhan AC untuk PIP Semarang hingga pada Tahun 2034

didasarkan pada kebutuhan pendinginan dari bangunan-bangunan yang

membutuhkan persyaratan pengkondisian udara yang meliputi:

1) Gedung Direktorat pada Lantai 1 – 8.

2) Gedung Auditorium pada Lantai 2 – 6, Lantai 1 untuk kantin/pujasera

menggunakan fan karena dinding bangunan terbuka.

3) Gedung Perkuliahan Betelgeuse Baru pada Lantai 2 – 5. Lantai 1 untuk parkir

kendaraan bermotor, dan Lantai 6 untuk Aula menggunakan fan dengan ventilasi

udara pada jendela sisi memanjang untuk mendapatkan penghawaan silang.

4) Gedung Perkuliahan Pollux Baru pada Lantai 1 – 5. Lantai 6 untuk Aula

menggunakan fan dengan ventilasi udara pada jendela sisi memanjang untuk

mendapatkan penghawaan silang.

5) Gedung Diklat Pasis pada Lantai 2 – 6. Lantai 1 untuk parkir kendaraan bermotor.

Page 15: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 15

6) Gedung Laboratorium Terpadu pada Lantai 1 – 3 untuk keseluruhan ruangan.

7) Gedung Poliklinik pada Lantai 1 – 3.

8) Apartemen Dosen pada Lantai 2 – 7. Lantai 1 untuk kebutuhan parkir kendaraan

bermotor.

9) Rusun Karyawan hanya sebagai opsi diperhitungkan penyediaan daya untuk

sambungan AC sebesar 50% dari jumlah seluruh unit hunian yang membutuhkan.

Bentuk gedung Rusunnya sendiri dirancang dengan menggunakan sistem ventilasi

mekanis.

10) Guest House pada Lantai 1 – 3.

11) Sedangkan untuk gedung-gedung asrama tidak memerlukan pengkondisian udara,

kecuali hanya sistem ventilasi mekanis.

Perhitungan instalasi tata udara untuk proyek ini bertujuan untuk mengkondisikan

udara didalam ruangan sesuai dengan standar kenyamanan penghuni, atau pun

keperluan kebutuhan pengkondisian peralatan yang ada diruangan. Sistem

pengkondisian di dalam gedung ini meliputi usaha- usaha sebagai berikut :

a) Menjaga dan mengatur temperatur udara didalam ruangan pada yang relatife

konstan sesuai dengan standar kenyamanan penghuni ataupun kebutuhan

bagi peralatan.

b) Menjaga dan mengatur kelembaban relatif udara didalam ruangan pada batas-

batas yang masih memenuhi sesuai dengan standar kenyamanan yang berlaku

bagi penghuni ataupun kebutuhan peralatan.

c) Membuat aliran udara luar yang segar dan bersih dalam jumlah yang sesuai

dengan kebutuhan.

d) Menambahkan udara luar yang segar dan bersih dalam jumlah yang sesuai

dengan kebutuhan.

e) Menjaga dan mengusahakan agar kebisingan maupun getaran – getaran yang

yang ditimbulkan oleh instalasi tata udara dan ventilasi mekanis, berada pada

tingkat kebisingan yang rendah sesuai dengan noise level yang ditentukan bagi

ruang-ruang tersebut.

Sistem ventilasi mekanis yang akan dirancang antara lain adalah berupa:

a) Mengadakan pertukaran udara secara mekanis/natural di ruang-ruang

seperti, toilet/WC, dapur, dengan tujuan menambah oxygen dan membuang

bau yang tidak sedap, menambahkan O2 serta menurunkan akumulasi panas

(temperature) di ruang M&E.

Page 16: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 16

b) Memberikan tekanan lebih pada tangga kebakaran saat terjadi kebakaran.

Dengan standard maksud agar asap tidak masuk kedalam tangga saat terjadi

evakuasi.

c) Melakukan pengendalian terhadap asap pada saat kebakaran pada lantai yang

bersangkutan maupun lantai lainnya.

Sistem tata udara pada bangunan-bangunan yang menggunakan pengkondisian udara

dengan menggunakan AC Single Split/duct/center. Sistem tata udara yang

direncanakan sesuai dengan standard yang berlaku.

C. Perhitungan Kebutuhan Tata Suara

1) Dasar Perhitungan

Sebagai dasar perencanaan digunakan referensi sebagai berikut :

a. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000

b. Simens Catalog TS 1, part 4, 2nd edition

c. Buyer, A Guide to electro acoustic

Dasar Perencanaan ini dipilih sesuai dengan fungsi ruangan dan fungsi peralatan

serta didasarkan pada beberapa patokan/asumsi sebagai berikut :

1. Noise Level

• Pantry 40 – 45 dB

• M/E Room 45 – 55 dB

• Parkir 60 – 75 dB

• Lobby 40 – 60 dB

• Koridor 40 – 45 dB

• Office 30 - 40

2. Agar suara dari speaker terdengar jelas, maka sound levelnya minimal

mempunyai margin 6 dB diatas noise level. Agar terdengar jelas dan enak

untuk suara music maka margin haruslah 10 dB, sedangkan untuk suara

panggilan/pengumuman, margin haruslah 15 – 20 dB diatas noise.

Margin = Sound Level – Noise level atau

Sound level = Noise Level + Margin (dB)

3. Daya yang keluar dari Power Amplifier harus tidak lebih kecil dari jumlah daya

yang diperlukan oleh loud speaker dalam keadaan emergency warning.

Po (amplifier) > P (emergency)

4. Lebar Frekuensi untuk music Hifi 16 Hz – 16 kHz

Lebar frekuensi untuk paging/public address 100 Hz – 10 kHz

Page 17: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 17

5. Karena kabel antara amplifier dan speaker cukup jauh maka dipilih

pengiriman sinyal suara pada saluran independensi tinggi atau line sinyal

voltage 100 volt.

6. Diusahakan digunakan sebanyak mungkin peralatan dengan spesifikasi yang

sama, untuk memudahkan pemeliharan.

2) Sistem yang Dibutuhkan

1. Program : Car Call, Emergency/Evacuation, Paging.

2. Direncanakan sentral Sound System di ruang Kontrol kantor manajemen.

Sentral Sound System diruang Kontrol digunakan untuk panggilan darurat

(Emergency Paging)

3. Tanda bahaya dan Pengumuman Keadaan Darurat

Keadaan darurat/bahaya misalnya karena adanya gejala sumber kebakaran,

gangguan keamanan atau huru – huru. Informasi yang disampaikan berupa

penjelasan mengenai situasi, pengarahan untuk penyelamatan (evakuasi) atau

tanda bahaya bila keadaan telah betul – betul gawat.

Cara menyampaikan bisa secara selektif atau all-call. Selektif dipilih bila untuk

menghindari kepanikan dan kemacetan pada satu pintu atau jalan keluar.

All-call dipilih bila keadaan sudah tak terkendali lagi.

Emergency call merupakan prioritas pertama yang dapat meng-override

semua siaran.

4. Car Call System

Speaker tersebar diseluruh daerah parkir mobil.

3) Peralatan yang Dipakai

1. Mikrofon : alat transducer yang merubah kekuatan suara (audio), dari orang

atau instrumen musik menjadi besaran arus listrik sehingga bias diperkuat /

diproses oleh peralatan elektronik.

2. Pre-Amplifer : Alat elektronik yang memperkuat singnal listrik dari mikrofon

atau dari sumber signal lainnya pada tahap awal (pendahuluan) sehingga

tegangan output cukup kuat untuk di beri penguat daya (power).

3. Power Amplifier : Alat elektronik yang memperkuat tegangan output dari pre-

amplifier sehingga di dapat daya output signal litrik yang kuat sesui

kebutuhan.

4. Speaker : Alat transducer yang merubah sinyal listrik yang keluar dari power

amplifier menjadi sinyal suara yang kuat sesui dengan kebutuhan pendengar.

Page 18: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 18

5. Mixing : Alat elektronik yang menampung beberapa input sumber sinyal audio

untuk di perkuat oleh pre-amplifier baik secara bersamaan ataupun sendiri-

sendiri berdasarkan pilihan operator.

6. Speaker selector : Alat unuk memilih kesaluran mana sinyal suara akan

diteruskan, apakah akan disalurkan per-lantai (selective) ataukah sekaligus

serentak keseluruh lantai (all- call).

7. M D F : Terminal utama untuk kabel-kabel yang keluar dan sentral sound

system di lantai-lantai tertentu menuju ke masing-masing speaker, atau kabel

sinyal dari program di tempat lain yang akan di interkoneksikan ke sentral

tesebut.

D. Perhitungan Kebutuhan Telepon/Data Komputer/CCTV

Perhitungan kebutuhan telepon/data computer/CCTV didasarkan pada 1 (satu)

pesawat cabang telephone /data computer/CCTV untuk melayani lantai seluas = 30

m2. Kebutuhan totalnya dihitung dengan mengalikan jumlah yang diperoleh pada

setiap gedung ditambah dengan total kebutuhan pada gedung-gedung lainnya.

E. Kebutuhan Air Bersih

Estimasi perhitungan kebutuhan air bersih PIP Semarang hingga pada Tahun 2034

didasarkan pada kebutuhan untuk konsumsi air bersih pengguna bangunan gedung

dan kebutuhan air bersih untuk pemadam kebakaran.

1) Untuk bangunan gedung dengan fungsi hunian yang terdiri dari Asrama Kompi A,

B, C, D, E dan F, dan Rumah Susun Karyawan, Apartemen Dosen dan Guest House

membutuhkan air bersih dengan standar pemakaian 120 L/orang.hari. Sedangkan

untuk aktivitas non hunian pada lantai atas Asrama menggunakan standar

penggunaan air bersih 40 L/orang.hari.

2) Untuk bangunan gedung dengan fungsi kelas dan laboratorium membutuhkan air

bersih dengan standar pemakaian 80 L/orang.hari.

3) Untuk bangunan gedung dengan fungsi perkantoran dan auditorium

menggunakan standar pemakaian air bersih sebesar 40 L/orang.hari.

4) Untuk kebutuhan pemadaman kebakaran diperlukan penyediaan air bersih

dengan menggunakan standar dari Permen PU Nomor 20/PRT/M/2009 tentang

Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan dengan

menggunakan rumus:

Page 19: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 19

Dimana:

V = Volume total bangunan (M3)

ARK = Angka Klasifikasi Risiko Kebakaran

AKK = Angka Klasifikasi Konstruksi Bangunan Gedung

FB = Faktor Bahaya dari Bangunan berdekatan sebesar 1,5 kali.

F. Kebutuhan Pengolahan Air Kotor

Estimasi perhitungan kebutuhan pengolahan air kotor diperoleh dari konsumsi air

bersih pada setiap bangunan dikalikan dengan dengan 80% untuk air yang dibuang.

Hasil air kotor yang diolah menjadi air jernih dipergunakan kembali untuk kebutuhan

penyiraman tanaman dan penggelontoran pada closet. Instalasi untuk pengolahan air

kotor menggunakan Bio-tank. Air keluaran dari Bio-tank selanjutnya diolah di dalam

bak penjernih untuk kebutuhan daur ulang diatas.

6.4. Konsep Struktur dan Konstruksi

6.4.1. Konsep Sistem Struktur

Perencanaan suatu struktur bangunan baru memerlukan kajian tersendiri

terhadap model struktur yang direncanakan. Kajian tersebut dilakukan secara integrated

antara struktur atas (upper structure) yang berupa rangka ruang maupun pada struktur

bawah/pondasi (sub structure). Demikian pula halnya pada bangunan kampus PIP,

dimana bangunan tersebut secara fungsional akan memanfaatkan beberapa peralatan

untuk menunjang proses pembangunan mutakhir dengan berat struktur yang sangat

signifikan.

Pembebanan yang diberikan pada struktur terdiri dari berat sendiri struktur

(balok, kolom, pelat beton, dinding bata), beban mati tambahan, beban hidup, beban

angin, dan beban gempa. Besarnya beban yang digunakan dalam perencanaan struktur

adalah sebagai berikut:

1. Beban Mati.

• Berat sendiri struktur: pelat lantai, balok induk, balok anak, dan kolom.

• Beban mati tambahan: spesi, tegal, plumbing, ducting, plafon dan penggantung

plafon.

2. Beban Hidup.

Beban hidup untuk gedung PIP ditentukan berdasarkan Peraturan Pembebanan

Indonesia untuk Gedung 1983, yaitu:

- Lantai dengan Ruang Pertemuan : 400 kg/m2

Page 20: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 20

Koefisien reduksi pembebanan terhadap distribusi beban hidup,

- Untuk perencanaan balok induk dan portal : 0,70

- Untuk peninjauan gempa : 0,30

3. Beban Gempa.

Peninjauan beban gempa pada perencanaan struktur bangunan PIP ini ditinjau

secara analisa dinamis 3 dimensi. Fungsi response spectrum ditetapkan sesuai peta

wilayah gempa untuk daerah Balikpapan adalah wilayah gempa 2 sebagaimana

ketentuan dalam Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung SNI 03 1726 2012 serta mempertimbangkan kondisi tanah

dilokasi rencana bangunan akan dibangun yaitu jenis tanah liat dan gambut.

Parameter-parameter perhitungan gaya gempa berupa base shear mengacu pada

ketentuan yang telah diatur dalam SNI 03 1726 2012.

Peraturan yang digunakan dalam merencanakan sistem struktur:

a. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-

2002. Peraturan ini meliputi persyaratan-persyaratan umum serta ketentuan-

ketentuan teknis perencanaan dan pelaksanaan struktur beton untuk bangunan

gedung atau struktur bangunan lain yang mempunyai kesamaan karakter dengan

struktur bangunan.

b. Tata Cara Perhitungan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-

2002. Peraturan ini meliputi persyaratan-persyaratan umum serta ketentuan-

ketentuan teknis perencanaan dan pelaksanaan struktur baja untuk bangunan

gedung atau struktur bangunan lain yang mempunyai kesamaan karakter dengan

struktur bangunan.

c. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI

03-1726-2012. Peraturan ini memuat syarat-syarat untuk perencanaan tahan

gempa dari struktur-struktur gedung.

d. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971. Peraturan ini masih digunakan untuk

mendukung Peraturan yang baru dan mengisi hal-hal yang tidak diatur dalam SNI

03-2847-2002.

e. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983. Peraturan ini berisi

tentang segala ketentuan mengenai beban yang dikenakan pada suatu struktur.

Dalam upaya melakukan perancangan diperlukan konsep rancangan yang mampu

menjawab permasalahan dengan memahami syarat utama utilitas bangunan. Persyaratan

Page 21: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 21

tersebut adalah bahwa rancangan bangunan dengan pemanfaatannya harus memenuhi 3

aspek penting yaitu:

a. Keselamatan (Safety)

b. Keberlanjutan (Sustainability)

c. Keamanan (Security)

Aspek keselamatan mencakup pengertian keselamatan jiwa dan kesehatan

terhadap masyarakat umum dan staf pelaksana (operator) gedung. Aspek keberlanjutan

ditujukan untuk minimalisasi dampak bagi lingkungan sekitarnya serta mengoptimalkan

sisi operasional dan perawatan bagi fasilitas tersebut. Aspek keamanan ditujukan untuk

melindungi fasilitas dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Selain melindungi isi

bangunan, faktor keamanan dimaksudkan juga untuk melindungi akses-akses terbatas

terkait dengan uraian pada aspek keselamatan.

6.4.2. Konsep Perencanaan Pondasi Bangunan

Dalam perencanaan Pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa

macam type pondasi . Pemilihan type pondasi ini didasarkan atas :

• Fungsi bangunan atas yang akan dipikul oleh pondasi tersebut

• Besarnya beban dan beratnya bangunan atas

• Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan

• Biaya dari pondasi yang dipilih

Dengan penjelasan tersebut diatas, maka dapat dipilih suatu alternatif pondasi

yang sesuai dengan kondisi di lapangan yang tentunya memenuhi kriteria dan sesuai

dengan soil test yang dilakukan fihak laboratorium di lokasi tersebut. Secara umum ada

dua tipe pondasi yang dapat digunakan, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.

A. Pondasi Dangkal

Pondasi dangkal dapat digunakan pada suatu bangunan yang mempunyai reaksi

perletakan yang relatif kecil serta daya dukung tanah permukaan yang cukup tinggi.

Berdasarkan kondisi tanah hasil soil test tipe pondasi dangkal yang dapat digunakan pada

bangunan kampus PIP adalah tipe pondasi telapak (foot plate) yang terbuat dari beton

bertulang. Ilustrasi dari pondasi dangkal tipe telapak beton dapat dilihat pada gambar

berikut:

Page 22: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 22

Gambar 6.10. Ilustrasi Bentuk Pondasi Telapak Beton Bertulang

B. Pondasi Dalam

Pondasi dalam dapat digunakan pada bangunan kampus PIP yang mempunyai reaksi

perletakan yang cukup besar. Penggunaan pondasi dalam tipe tiang pancang atau tiang

bor secara umum dapat digunakan. Proses pelaksanaan pondasi dalam juga perlu

diperhatikan. Untuk pelaksanaan pada daerah yang masih banyak terdapat lahan kosong

dapat menggunakan mesin hammer. Sedangkan pelaksanaan pada wilayah yang sudah

banyak terdapat bangunan di sekitarnya, pemasangan pondasi dalam harus menggunakan

mesin hidrolis dengan sistem injeksi. Ilustrasi dari pondasi dalam tipe tiang pancang

dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 23: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 23

Gambar 6.11. Ilustrasi Bentuk Pondasi Tiang Pancang

6.4.3. Konsep Perencanaan Kolom Balok

Kolom sebagai elemen tekan juga merupakan elemen penting pada konstruksi.

Sistem post and beam terdiri dari elemen struktur horisontal (balok) diletakkan

sederhana di atas dua elemen struktur vertikal (kolom) yang merupakan konstruksi dasar

yang digunakan sejak dulu. Pada sistem ini, secara sederhana balok dan kolom digunakan

sebagai elemen penting dalam konstruksi.

Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk (Pcr) pada suatu elemen struktur

tekan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Panjang Kolom

Pada umumnya, kapasitas pikul-beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat

panjang elemennya. Selain itu, faktor lain yang menentukan besar beban tekuk

adalah yang berhubungan dengan karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis

material, bentuk, dan ukuran penampang).

2. Kekakuan

Kekakuan elemen struktur sangat dipengaruhi oleh banyaknya material dan

distribusinya. Pada elemen struktur persegi panjang, elemen struktur akan selalu

menekuk pada arah seperti yang diilustrasikan pada di bawah bagian (a). Namun

bentuk berpenampang simetris (misalnya bujursangkar atau lingkaran) tidak

Page 24: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 24

mempunyai arah tekuk khusus seperti penampang segiempat. Ukuran distribusi

material (bentuk dan ukuran penampang) dalam hal ini pada umumnya dapat

dinyatakan dengan momen inersia (I).

3. Kondisi ujung elemen struktur

Apabila ujung-ujung kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai kemampuan

pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang ujung-ujungnya

dijepit. Adanya tahanan ujung menambah kekakuan sehingga juga meningkatkan

kestabilan yang mencegah tekuk. Pengekangan suatu kolom pada suatu arah juga

meningkatkan kekakuan. Fenomena tekuk pada umumnya menyebabkan terjadinya

pengurangan kapasitas pikul-beban elemen tekan. Beban maksimum yang dapat

dipikul kolom pendek ditentukan oleh hancurnya material, bukan tekuk.

Kolom biasanya terdiri dari 2 jenis yaitu kolom pendek dan kolom panjang.Analisis

pada kolom pendek dibagi atas analisa terhadap dua jenis beban yang terjadi pada elemen

tekan tersebut, yaitu:

a. Beban Aksial

Elemen tekan yang mempunyai potensi kegagalan karena hancurnya material

(tegangan langsung) dan mempunyai kapasitas pikul-beban tak tergantung pada

panjang elemen, relatif lebih mudah untuk dianalisis. Apabila beban yang bekerja

bertitik tangkap tepat pada pusat berat penampang elemen, maka yang timbul

adalah tegangan tekan merata yang besarnya.

b. Beban Eksentris

Apabila beban bekerja eksentris (tidak bekerja di pusat berat penampang

melintang), maka distribusi tegangan yang timbul tidak akan merata. Efek beban

eksentris adalah menimbulkan momen lentur pada elemen yang berinteraksi

dengan tegangan tekan langsung. Bahkan apabila beban itu mempunyai

eksentrisitas yang relatif besar, maka di seluruh bagian penampang yang

bersangkutan dapat terjadi tegangan tarik Aturan sepertiga-tengah, yaitu aturan

yang mengusahakan agar beban mempunyai titik tangkap di dalam sepertiga

tengah penampang (daerah Kern) agar tidak terjadi tegangan tarik.

Analisis pada kolom panjang dibagi atas analisa terhadap dua faktor yang terjadi

pada elemen tekan tersebut, yaitu :

Page 25: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 25

a. Tekuk Euler

Beban tekuk kritis untuk kolom yang ujung-ujungnya sendi disebut sebagai beban

tekuk Euler, yang dinyatakan dalam Rumus Euler .Dengan rumus tersebut, dapat

diprediksi bahwa apabila suatu kolom menjadi sangat panjang, beban yang dapat

menimbulkan tekuk pada kolom menjadi semakin kecil menuju nol, dan

sebaliknya. Rumus Euler ini tidak berlaku untuk kolom pendek, karena pada

kolom ini yang lebih menentukan adalah tegangan hancur material. Bila panjang

kolom menjadi dua kali lipat, maka kapasitas pikulbeban akan berkurang menjadi

seperempatnya. Dan bila panjang kolom menjadi setengah dari panjang semula,

maka kapasitas pikul beban akan meningkat menjadi 4 kali. Jadi, beban tekuk

kolom sangat peka terhadap perubahan panjang kolom.

b. Tegangan Tekuk Kritis

Beban tekuk kritis kolom dapat dinyatakan dalam tegangan tekuk kritis (fcr), yaitu

dengan membagi rumus Euler dengan luas penampang A. Jadi persamaan tersebut

adalah :

Unsur L/r disebut sebagai rasio kelangsingan kolom. Tekuk kritis berbanding

terbalik dengan kuadrat rasio kelangsingan. Semakin besar rasio, akan semakin

kecil tegangan kritis yang menyebabkan tekuk. Rasio kelangsingan (L/r) ini

merupakan parameter yang sangat penting dalam peninjauan kolom karena pada

parameter inilah tekuk kolom tergantung. Jari-jari girasi suatu luas terhadap suatu

sumbu adalah jarak suatu titik yang apabila luasnya dipandang terpusat pada titik

tersebut, momen inersia terhadap sumbu akan sama dengan momen inersia luas

terhadap sumbu tersebut. Semakin besar jari-jari girasi penampang, akan semakin

besar pula tahanan penampang terhadap tekuk, walaupun ukuran sebenarnya dari

ketahanan terhadap tekuk adalah rasio L/r.

c. Kondisi Ujung

Pada kolom yang ujung-ujungnya sendi, titik ujungnya mudah berotasi namun

tidak bertranslasi. Hal ini akan memungkinkan kolom tersebut mengalami

deformasi.

d. Bracing

Untuk mengurangi panjang kolom dan meningkatkan kapasitas pikul bebannya,

kolom sering dikekang pada satu atau lebih titik pada panjangnya. Pengekang

(bracing) ini merupakan bagian dari rangka struktur suatu bangunan gedung.

Pada kolom yang diberi pengekang (bracing) di tengah tingginya, maka panjang

efektif kolom menjadi setengah panjangnya, dan kapasitas pikul-beban menjadi

empat kali lipat dibandingkan dengan kolom tanpa pengekang. Mengekang kolom

Page 26: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 26

di titik yang jaraknya 2/3 dari tinggi tidak efektif dalam memperbesar kapasitas

pikul-beban kolom bila dibandingkan dengan mengekang tepat di tengah tinggi

kolom.

e. Kekuatan Kolom Aktual vs Ideal

Apabila suatu kolom diuji secara eksperimental, maka akan diperoleh hasil yang

berbeda antara beban tekuk aktual dengan yang diperoleh secara teoritis. Hal ini

khususnya terjadi pada pada kolom yang panjangnya di sekitar transisi antara

kolom pendek dan kolom panjang. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor

seperti eksentrisitas tak terduga pada beban kolom, ketidak-lurusan awal pada

kolom, adanya tegangan awal pada kolom sebagai akibat dari proses

pembuatannya, ketidakseragaman material, dan sebagainya. Untuk

memeperhitungkan fenomena ini, maka ada prediksi perilaku kolom pada selang

menengah (intermediate range).

f. Momen dan Beban Eksentris

Banyaknya kolom yang mengalami momen dan beban eksentris, dan bukan hanya

gaya aksial. Untuk kolom pendek, cara memperhitungkannya adalah dinyatakan

dengan M = Pe , dan dapat diperhitungkan tegangan kombinasi antara tegangan

aksial dan tegangan lentur. Untuk kolom panjang, ekspresi Euler belum

memperhitungkan adanya momen.

Gambar 6.12. Ilustrasi Bentuk Sambungan Kolom Balok

6.4.4. Sistem Infrastruktur

Sistem infrastruktur yang perlu direncanakan meliputi mekanikal plumbing,

elektrikal, sistem air bersih dan sanitasi lingkungan, sistem jaringan air kotor dan

Page 27: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 27

drainase, sistem pengolahan limbah dan sampah, sistem dinding panahan tanah terhadap

galian dan timbunan, sistem perkerasan jalan dan jembatan, serta sistem dan jaringan

telekomunikasi.

6.5. Konsep Sistem Utilitas Lingkungan

Kelengkapan Jaringan Utilitas akan mendukung maksimalnya fungsi operasional

suatu bangunan, gedung atau kawasan yang mencakup Instalasi Mekanikal, Elektrikal,

Plumbing, Sistem Ventilasi dan Sistem Air Conditioning (MEP dan VHC). Lingkungan

dengan fasilitas akademik yang didukung prasarana laboratorium akan membututuhkan

sistem MEP dengan jaringan kompleks, sehingga harus merupakan suatu sistem yang

handal karena terkait langsung oleh pelayanan.

Adapun jaringan instalasi MEP tersebut adalah :

1. Mekanikal dan Plumbing

a. Sistem Penyedian Air Bersih

b. Instalasi Air Bekas dan Air Kolor

c. Instalasi Perlawanan Kebakaran (Hydrandt dan Sprinkler)

d. Elevator Escalator dan Dumb Waiter

e. Sistem Generating Set (Genset)

f. Instalasi Gas

g. Instalasi Air Conditioning

h. Sistem Pengolahan Limbah (STP)

i. Sistem Drainage Site

2. Elektrikal

a. Sistem Penyediaan Daya Listrik

b. lnstalasi Penerangan dan Daya

c. Sistem Penangkal Petir

d. Instalasi Telepon

e. Instalasi Pengindera Kebakaran (Fire Alarm)

f. Instalasi Tata Suara

g. Sistem Jaringan Komputer (LAN)

h. lnstalasi Master Antena Televisi (MATV)

i. Instalasi Closed Circuit Television (CCTV)

6.5.1. Sistem Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan

Kajian penyediaan dan distribusi air bersih meliputi kajian sebagai berikut:

Page 28: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 28

• Kebutuhan air bersih untuk berbagai fungsi sarana bangunan dalam kawasan

kampus

• Kebutuhan air bersih untuk fungsi laboratorium khusus

• Kebutuhan air untuk sistem pemadam kebakaran

• Kebutuhan air untuk sistem penggelontoran, penyiraman tanaman dan

kebersihan

• Kajian sistem distribusi dan reservoir

Perancangan sistem/prasarana sanitasi didasarkan atas peraturan-peraturan dan

standar-standar serta referensi-referensi sebagai berikut:

• Pedoman Plumbing Indonesia 1979.

• Peraturan Pokok Teknik Penyehatan mengenai air minum dan air buangan,

rancangan 1968 Dirjen Cipta Karya, Direktorat Teknik Penyehatan.

• Peraturan Instalasi Air Minum dari PAM Jawa Tengah.

• Algemeene Voorwarden Voor Drink Water Instalatir (AVWI).

• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

173/Men.Kes/Per/VIII/77, tentang Pengawasan Pencemaran Air dari Badan

Air untuk berbagai kegunaan yang berhubungan dengan kesehatan.

• Peraturan Perburuhan Departemen Tenaga Kerja.

• Peraturan peraturan lain yang berlaku setempat.

• SNI 03-6481-2000 Sistem Plambing 2000

• Perencanaan dan Pemeliharaan sistem Plambing ( Soufyan & Morimura)

• National Plumbing Code Hand Book

Direncanakan kebutuhan air bersih bagi seluruh bangunan akan dicatu oleh

jaringan air bersih PDAM, dan penampungan aliran air hujan ke dalam kolam

penampung.

Untuk menampung air bersih akan disediakan tangki bawah tanah (ground

reservoir) di masing-masing bangunan yang dirancang menampung kebutuhan 1 (satu)

hari operasional jika penyediaan air terjamin. Tetapi jika penyediaan kebutuhan air tidak

selalu lancar, maka perlu dipertimbangkan untuk menambahkan faktor keamanan

terhadap penyediaan air. Penyiraman taman dan cadangan pemadam kebakaran dengan

penggunaan water level control agar cadangan untuk pemadam kebakaran tidak terpakai.

6.5.2. Sistem Jaringan Drainase dan Air Kotor

Dalam merencanakan sistem dan jaringan drainase dan air kotor diperlukan

kajian pendahuluan terhadap:

Page 29: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 29

• Tinggi curah hujan

• Debit aliran permukaan

• Koefisien aliran permukaan

• Banjir tahunan

Penggunaan saluran drainase tipe U-gutter yang terbuat dari bahan beton pracetak sangat

disarankan, seperti pada gambar berikut. Untuk U-gutter ini pada jarak tertentu

dibuatkan lubang-lubang peresapan ke dalam permukaan tanah untuk mempercepat

peresapan air ke dalam tanah manakala terjadi genangan.

Pembangunan long storage dan bosem / tampungan air diperlukan dalam

pembangunan saluran drainase kampus PIP. Long storage dan bosem ini berfungsi untuk

menampung air sementara apabila debit aliran yang terjadi melebihi dari debit rencana.

Pembangunan sistem pintu air juga perlu digunakan pada saat air menggenang tinggi di

dalam PIP Semarang. Pintu air ini berfungsi untuk mengendalikan tinggi air di

lingkungan kampus PIP pada saluran-saluran drainase dari dalam ke luar saluran kota,

dan pada pintu-pintu keluar masuk kendaraan dan orang.

Gambar 6.13. Sistem saluran dari beton pracetak (U gutter) dengan lubang peresapan

Dalam perencanaan drainase digunakan data dari stasiun pengamatan hujan yang

diperoleh dari kantor Badan Meteorologi dan Geofisika di Semarang. Dari catatan data

curah hujan harian maksimum diperoleh curah hujan harian maksimum sebagaimana

berikut:

Curah hujan untuk perencanaan adalah curah hujan harian maksimum dengan periode

ulang 5 tahun. Untuk memperoleh curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu

Page 30: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 30

perlu dilakukan analisa frekuensi. Salah satu metoda analisis harga ekstrim adalah dengan

menggunakan distribusi Gumbel. Untuk dapat melakukan analisis frekuensi ini

diperlukan data dengan panjang minimum 10 tahun.

Persamaan untuk analisis frekuensi dengan metoda Gumbel:

xTr SKXX .+=

Dimana:

TrX : besar curah hujan untuk periode ulang Tr tahun, dalam mm

rT : periode ulang, dalam tahun

X : curah hujan harian maximum rata-rata, dalam mm

xS. : standar deviasi

K : faktor frekuensi

n

nTr

S

YYK

−=

nYdan nS

merupakan fungsi dari besar sampel/data.

−+−=

1loglog303,2834,0

r

rTr T

TY

A. Perhitungan Debit Aliran

Untuk perhitungan debit aliran pada lahan dengan luas kurang dari 80 hektar dapat

menggunakan persamaan debit rasional.

360

CIAQ =

Dimana ;

Q : debit dalam, m3/s

C : koefisien limpasan

I : intensitas hujan, mm/jam

A : luas lahan, hektar

Intensitas curah hujan dapat diperoleh berdasarkan base curve dalam SNI No. 03-3424-

1994 dan curah hujan maksimum harian 24 jam dengan periode ulang 5 tahun.

Berdasarkan curah hujan harian maksimum 24 jam dan asumsi bahwa 90% dari curah

hujan tersebut akan turun dalam empat jam, suatu kurva intensitas durasi hujan dapat

Page 31: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 31

diperoleh dengan menggeser koordinat dari base curve sebesar perbedaan intensitas

hujan untuk durasi 4 jam.

Untuk dapat memperoleh besar intensitas curah hujan perencanaan, maka diperlukan

adanya waktu konsentrasi aliran. Waktu konsentrasi ini merupakan waktu yang

diperlukan dari air dari titik terjauh menuju outlet dimana debit drainase akan dihitung.

Waktu konsentrasi dihitung dengan persamaan berikut :

Tc = t1+t2

T1, Overland flow:

167.0

1 28.33

2

×××=S

nLt d

o

dimana:

t1 = waktu aliran pada permukaan lahan, menit

Lo = panjang jalur lintasan di permukaan lahan, m

nd = koefisien penghambat

S = slope permukaan lahan

Aliran pada saluran:

V

Lt

602 =

dimana:

t2 = waktu tempuh di saluran, menit

L = panjang saluran, m

V = kecepatan aliran yang direncanakan, m/s

Dengan menggunakan waktu konsentrasi maka dapat ditentukan besarnya intensitas

curah hujan dengan menggunakan kurva intensitas – durasi. Harga debit yang harus

dialirkan dari suatu lahan dapat dihitung dengan persamaan rasional dengan

menggunakan koefisien limpasan, C, yang sesuai. Harga koefisien limpasan C untuk

berbagai jenis permukaan lahan adalah sebagaimana pada tabel dibawah ini.

Page 32: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 32

Tabel 6.2. Koefisien Limpasan

No. Kondisi Permukaan

Tanah

Koefisien

Pengaliran (C)

BAHAN

1 Jalan beton & aspal 0,70 – 0,95

2 Jalan kerikil & jalan tanah 0,40 – 0,70

3 Bahu jalan :

- Tanah berbutir halus 0,40 - 0,65

- Tanah berbutir kasar 0,10 – 0,20

- Batuan masif keras 0,70 – 0,85

- Batuan masif lunak 0,60 – 0,75

TATA GUNA LAHAN

1 Daerah perkotaan 0,70 – 0,95

2 Daerah pinggir kota 0,60 – 0,70

3 Daerah industri 0,60 – 0,90

4 Permukiman padat 0,40 – 0,60

5 Permukiman tidak padat 0,40 – 0,60

6 Taman da kebun 0,20 – 0,40

7 Persawahan 0,45 – 0,60

8 Perbukitan 0,70 – 0,80

9 Pegunungan 0,75 – 0,90

Sumber : Pedoman Sistem Drainase Jalan Pd. 02-2006-B, Dep. PU.

Tabel 6.3. Curah Hujan Harian Maksimum dengan Berbagai Periode Ulang.

T

(years)

YT XT

(mm)

I 4hrs

(mm/hr)

2 0.3665 92.0 20.7

5 1.4999 120.5 27.1

10 2.2502 139.4 31.4

25 3.1985 163.2 36.7

50 3.9019 180.9 40.7

100 4.6001 198.4 44.7

Page 33: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 33

Gambar 6.14. Kurva Intensitas – Durasi Hujan.

B. Dimensi Saluran

Perhitungan dimensi saluran dilakukan dengan menggunakan persamaan aliran

seragam sebagaimana berikut:

Persamaan Manning:

SP

A

nV

3/21

=

Di mana:

n : kekasaran Manning

A : luas penmapang basah, m2

P : panjang keliling basah, m

S : kelandaian saluran

Persamaan debit aliran (kontinuitas):

Q = A V

Di mana:

Q : debit aliran, m3/s

V : kecepatan aliran, m/s

6.5.3. Sistem Pengolahan Limbah

Kajian timbulan dan pengumpulan limbah cair meliputi:

• Kajian timbulan air kotor dari sistem sarana sanitasi bangunan

• Kajian timbulan limbah cair dari sarana laboratorium dan workshop

Page 34: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 34

Unit timbulan air buangan dapat diperkirakan dengan mengacu pada jenis

penggunaan lahan dan/atau bangunan tersebut Secara rinci unit timbulan untuk

bermacam-macam penggunaan lahan/bangunan dijelaskan dalam Unit Timbulan Air

Buangan untuk Berbagai Jenis Penggunaan Lahan

Dalam rancangan jaringan pengumpul air buangan, Faktor Puncak perlu

diperhitungkan untuk mengatasi jumlah air buangan rata-rata harian dan musiman yang

sangat berfluktuasi. Faktor Puncak yang Disarankan, menyarankan faktor puncak untuk

berbagai jenis pembangunan.

Limbah B3 yang diproduksi dari laboratorium harus disimpan dengan perlakuan

khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus

dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah

harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel.

Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang,

dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga

harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa

plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau

korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah

dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan

api dan korosi untuk selanjutnya diangkut dan diolah oleh pihak ketiga.

Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki

peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk

peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait

dengan hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan

sebagainya.

6.5.4. Sistem Penanganan Sampah

Pengelolaan sampah di kampus PIP dilakukan untuk mewujudkan lingkungan

kampus yang bersih. Untuk mencapai proses pengolahan sampah yanyg berkelanjutan,

perlu dilakukan kajian perencanaan pengelolaan sampah di kampus PIP dengan tetap

mengedepankan pengelolaan yang berwawasan lingkungan. Perencanaan yang akan

dilakukan mencakup pengumpulan, pewadahan, pengangkutan, dan pengolahan secara

mandiri di lingkungan kampus yang direncanakan dikelola secara mandiri.

Muara dari perencanaan pengelolaan sampah ini adalah pembangunan Instalasi

Pengolah Sampah Terpadu (IPST) yang berlokasi dl dalam Komplek Kampus sendiri.Jenis

pengolahan sampah pada IPST adalah pengolahan sampah organik dan

Page 35: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 35

anorganik.Sampah yang dihasilkan oleh kampus terlebih dahulu dipilah berdasarkan

komponen organik dan anorganik, sebelumnya di sumber telah disediakan pewadahan

yang terpilah yang disinkronisasikan dengan fasilitasi sarana pengumpulan/

pengangkutan yang terpilah juga. Selanjutnya secara umun sampah organik diolah

menjadi kompos, diolah menjadi pupuk cair, ataupun dimanfaatkan sebagai bahan pakan

ternak. Sedangkan sampah anorganik yang bernilai ekonomi dikumpulkan dan dljual ke

bandar untuk didaur ulang. Sampah anorganik yang tidak bernllai ekonomi dibuang ke

TPS sampah kota, atau apabila akan dikelola sendiri maka diperlukan pengadaan

insinerator khusus untuk limbah medis dari poliklinik.

Estimasi timbunan dan komposisi sampah:

a. Timbunan sampah dari sumber gedung perkuliahan dan perkantoran

b. Timbunan sampah dari sumber fasilitas umum

c. Timbunan sampah dari sumber asrama

d. Timbunan sampah dari sumber tempat umum dan lapangan terbuka

Pelaksanaan pengangkutan sampah dalam perencanaan sampah ini yaitu

mengangkut sampah dari bin kontainer dan kontainer dibawa menuju ke IPST. Jenis

kendaraan pengangkut sampah yang digunakan untuk pola pengumpulan komunal

langsung adalah jenis compactor truck dengan kapasitas 6 m3 dan arm roll truck yang

berkapasitas 4 m3. Kendaraan jenis compactor truck memiliki kelebihan dapat

melakukan pengepresan sampah sehingga kapasitas daya tampungnya dapat

ditingkatkan. Dalam pemuatan maupun pembongkaran sampah, compactor truck dan

arm roll truck dilengkapi dengan lengan tarik hidrolik sehnigga dapat bergerak secara

otomatis yang dikendalikan oleh sopir sehingga tidak bersentuhan langsung dengan

sampah.

Sampah diangkut dengan menggunakan compactor truck dan arm roll truck. Pola

pengangkutan yang digunakan untuk kendaraan compactor truck adalah pola

pengangkutan dengan sistem kontainer tetap.

6.6. Konsep Pemgembangan Ruang Sosial

Luasan ruang sosial sebagai wadah kegiatan olah raga dan kegiatan sosial lainnya

pada ruang lantai atas bangunan diestimasi akan dapat menampung kegiatan yang

diharapkan agar para taruna tidak ada yang mempunyai waktu idle pada saat sore hari

diluar jam perkuliahan. Dengan adanya ruang-ruang pada atap ini energi positif dapat

Page 36: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 36

tersalurkan dan ikatan sosial diantara taruna dalam satu angkatan menjadi kuat.

Kompetisi antar angkatan secara positif juga akan dapat tercipta.

Gambar 6.15. Ruang Sosial di Lantai atas Bangunan

Adapun estimasi luas ruang di lantai atas bangunan adalah sebagai berikut:

Tabel 6.4. Luasan Ruang Sosial pada Lantai Atas Bangunan.

NO NAMA BANGUNAN GEDUNG LUAS RUANG SERBAGUNA

(m2)

ESTIMASI FUNGSI

1 Asrama Kompi A Lantai 5 1.525 Futsal, Volley, Bulutangkis, Tennis Meja, Bela Diri

2 Asrama Kompi B Lantai 5 740 Futsal, Volley, Bulutangkis, Tennis Meja, Bela Diri

3 Asrama Kompi C Lantai 5 740 Futsal, Volley, Bulutangkis, Tennis Meja, Bela Diri

4 Asrama Kompi D Lantai 5 450 Futsal, Bela Diri, Tennis Meja 5 Asrama Kompi E Lantai 5 450

6 Asrama Taruni Lantai 4 450 Tennis Meja, Bela Diri,

7 Gedung Jurusan Teknika (Betelgeuse) Lantai 6 1.565 Aula Seminar/OR 8 Gedung Jurusan Nautika (Pollux Baru) Lantai 6 1.565 Aula Seminar/OR 9 Gedung Auditorium Lantai 6 1.350 Auditorium 10 Gedung Direktorat Lantai 8 1.290 Aula Seminar TOTAL 10.125

Sumber: Hasil Analisis, 2013

Page 37: 06 Bab 6_Konsep Pengembangan_Akhir PIP Smg_Final

Penyusunan Studi Kelayakan dan Master Plan PIP SEMARANG

Tahun 2013

VI - 37

Dengan luas total 10.125 m2 dan dipergunakan oleh Taruna sejumlah 2.035 orang

yang ada di darat, maka luasan rata-rata per siswa adalah 5 m2/orang, atau dua kali luas

daripada kondisi eksisting.

6.7. Konsep Pemgembangan Kesehatan

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan Poliklinik PIP Semarang

ditingkatkan kelas pelayanannya dari Poliklinik Pratama pada saat ini menjadi Poliklinik

Utama. Peningkatan kelas ini akan dibarengi dengan penambahan pelayanan Poli Rawat

Jalan dengan penambahan Poli Spesialis Mata dan Poli Spesialis THT, selain Poli yang

saat ini sudah ada yaitu Poli Umum, Poli Gigi, Poli Mata dan THT ( dengan status kerja

sama). Kelengkapan Laboratorium ditambah untuk melayani pemeriksaan laboratorium

lengkap. Laboratorium juga ditambah dengan peralatan rontgen dan ECG, selain

Spirometri dan Audiometri.

Sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan, Poliklinik akan dilengkapi dengan

penambahan jumlah kamar menjadi 8 sampai 16 TT. Dan sebagai upaya peningkatan

kualitas lingkungan akan dilengkapi dengan IPAL untuk limbah cair medis.