05_12_2010_007 - Perangi Limbah Reklame

1

Click here to load reader

Transcript of 05_12_2010_007 - Perangi Limbah Reklame

Page 1: 05_12_2010_007 - Perangi Limbah Reklame

Baik bekas reklame, spanduk maupun plastik bekas kemasan pembersih, sebaiknya dicuci sebelum digunakan agar bersih dan bebas dari bahan yang bisa membahayakan kesehatan. Lalu jemur sampai kering.

ANDA yang ting-gal di Jakarta tentu bisa menyebut dua hal yang paling

menghiasi langit Ibu Kota. Se-lain gedung yang menjulang, pemandangan cakrawala Ja-karta kini makin sesak dengan reklame-reklame iklan.

Di satu sisi, reklame ini memberi informasi berbagai produk. Namun, pernahkah Anda memikirkan mengenai limbahnya?

Inilah yang tebersit di benak dua sekawan Karen Isdaryono dan Beike Van Den Broek. Dua wanita Indonesia-Belanda ini penasaran dengan apa yang terjadi setelah reklame itu ditu-runkan.

“Ternyata seperti sampah biasa yang nantinya dibuang. Nah, titik billboard kan makin banyak, jadi nanti sampah-nya dikemanakan?,” ujar Karen, menuturkan awal usaha daur ulang limbah reklame mereka.

Saat ditemui di Kam-pung Bojong Rangkas,

Kabupaten Bogor, Kamis (2/12), wanita 52 tahun itu lalu me-nunjukkan berbagai tas yang dibuat dari kain bekas reklame tersebut. Ya, sejak September 2008, Kar-

en dan Beike akhirnya sepakat mendirikan Dyrt

Indonesia. Daur ulang menjadi solusi

dipilih untuk limbah reklame ini dan hal itu disiratkan dalam nama usaha itu sendiri yang merupakan kependekan dari Do You Recycle To?. Lalu, me-ngapa harus produk fesyen?

Karen menjelaskan, selain karena terinspirasi produk

fesyen daur ulang di luar ne-geri, menurutnya cara ini pa-ling efektif. “Jadi, benar-benar bisa dimanfaatkan orang,” lanjut Karen yang kemudian aktif mengajak perusahaan menyumbangkan sampah re-klamenya.

Bekerja sama dengan perajin tas di Bogor itu, Dyrt dapat menghasilkan 500-1.000 tas daur ulang tiap bulannya. Jika satu tas belanja rata-rata membutuhkan 1 meter mate-rial bahan, dapat dibayangkan berapa banyak kain vinil be-kas yang sudah didaur ulang perusahaan yang berpusat di Fatmawati, Jakarta, ini.

Dyrt tidak sendiri. Masih di Jakarta Selatan, tepatnya di Ci-landak Barat, berdiri Xs Project yang juga memerangi limbah dengan daur ulang.

Bedanya, yayasan yang su-dah berdiri sejak 2002 ini lebih banyak mengolah limbah plas-tik dari bekas kemasan cairan pembersih, pewangi, atau bum-bu penyedap. Sampah ini dibeli dari dua kelompok pemulung

di Cirendeu dan Limo.Dalam sebulan, 400 kuintal

sampah mereka olah. Kini, yayasan yang berawal dari kepedulian seniman Amerika Serikat Ann Wizer ini makin melebarkan sayap dengan mengolah limbah bungkus jok mobil. Segala material bekas ini diubah menjadi tas, dompet, bantal duduk, jas hujan, tempat gitar, hingga tempat Ipad.

Minimalkan limbah baruBaik di tempat pengrajin

Dyrt maupun di markas Xs Project, Anda bisa melihat usaha daur ulang ini bukannya tanpa limbah. Di Bogor, po-tongan-potongan material sisa menumpuk di suatu sisi ruan-gan. Gulungan kain baru juga

tampak di sana, baik Karen maupun konselor Xs Project. Retno Hapsari mengakui material sisa dan kain baru tidak dapat terhindari ka-rena tidak semua bagian produk bisa dibuat dari plastik atau vinil. “Untuk

list (bagian pinggir) atau lapisan dalam masih banyak

pakai kain baru karena plastik tidak lentur,” kata Retno.

Begitupun keduanya me-mastikan material sisa tidak dibuang begitu saja. Material sisa dimanfaatkan lagi untuk produk-produk kecil seperti sarung kartu identitas atau ba-han pengisi bantal duduk.

Juga tetap harus diakui ada bahan lainnya yang mungkin belum sejalan dengan prinsip lingkungan. Salah satunya cara pembersihan lem sisa pada produk tas Dyrt yang masih menggunakan bensin. Un-tuk soal ini, Karen hanya bisa mendorong perajinnya untuk menggunakan air.

Bukan jualan ibaMeskipun berasal dari lim-

bah, siapa saja yang melihat produk dua kelompok ini mungkin sepakat akan daya tariknya. Malah produk tas ransel dari Dyrt dan tas postman serta tas Ipad dari Xs Project harus diakui tidak ada bedanya dengan tas baru.

“Kami memang bukan ingin orang beli karena kasihan, tapi benar-benar bermanfaat untuk mereka dan mereka suka,” kata Retno. Keseriusan Xs Project dalam soal desain ini juga terlihat dari direkrutnya dua desainer produk profesional.

Sementara di Dyrt, Karen mengaku dirinya berusaha mengikuti perkembangan mode dari majalah. Bukan hanya modelnya yang mengi-kuti perkembangan tren, harga produk ini pun tidak ubahnya tas biasa. Tas belanja Dyrt berkisar Rp175 ribu, semen-tara bungkus laptop Xs Project dihargai Rp120 ribu.

Begitu juga, baik Xs Project maupun Dyrt menilai harga tersebut wajar, meski diakui lebih direspons masyarakat asing. “Lagi pula harga itu bu-kan mengejar profit. Sebesar 5% dari revenue untuk beasiswa anak pemulung dan juga kita jualan untuk membeli sampah lagi,” tutur Retno.

Sayangnya, penghargaan ter-hadap produk daur ulang ini lebih banyak dari luar negeri atau masyarakat ekspatriat di Indonesia. Masyarakat kita yang rela membeli tas palsu jutaan rupiah justru masih enggan mendukung produk ini. (M-1)

[email protected]

Bintang Krisanti

Prihatin dengan banyaknya limbah plastik dan reklame, sejumlah orang mengolahnya menjadi produk fesyen. Dihargai selayaknya produk baru.

Cara Cantik Perangi Limbah Reklame

DAUR ULANG RELKAME: Para pekerja tengah menyelesaikan tas belanja yang dibuat dari kain vinil dari bekas material reklame. Berangkat dari keprihatinan akan limbah bekas spanduk yang terus bertambah, Karen Isdaryono dan Beike Van Den Broek membuat usaha daur ulang menjadi produk fesyen. Selain mereka, kelompok lainnya di Jakarta juga lebih dulu mendaur ulang plastik bekas kemasan cairan pembersih menjadi produk serupa.

FOTO-FOTO: MI/USMAN ISKANDAR

Green Concern | 7MINGGU, 5 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

1

2

3

4

TIPS:

TipsGreen!

Memanfaatkan kaleng atau wadah bekas lainnya sebagai pot tanaman juga bisa mem-bantu mengurangi limbah.

POT SEKALIGUS KOMPOS

INGIN bertanam, tapi tanah di halaman kurang subur? Sebuah yayasan peduli lingkungan, Yayasan Saka Wahana, memiliki

solusi untuk bertanam yang sekaligus menyuburkan tanah.

Ketuanya, Sugeng Widyartono, menciptakan pot yang berfungsi sebagai kompos. Pot tersebut dibuat dari arang tempurung kelapa yang kemudian dijadikan kompos dengan penambahan bio activator.

Serbuk arang dibentuk sebagai pot dengan metode pres. Jadi, jika selama ini kompos dicampurkan ke media tanam (tanah, pasir, sekam), kompos kini dibentuk sebagai wadahnya.

Pot kompos ini juga sekaligus

mengenalkan cara baru bertanam. Dengan cara tanam tersebut, pot organik berfungsi sebagai media semai seperti polybag.

Namun bedanya, tanaman kemudian bisa langsung ditanam dalam tanah berikut potnya. Dengan begitu, tanaman tidak stres dan pot organik yang hancur dalam waktu beberapa minggu di dalam tanah akan membantu memperbaiki unsur hara tanah.

Pot organik buatan Sugeng ini menjadi salah satu produk yang diangkat dalam Penganugerahan Industri Hijau 2010, yakni ajang anugerah dari Kementerian Perindustrian untuk perusahaan yang menghasilkan produk ramah

lingkungan.Pot ini juga sudah dimanfaatkan

perorangan maupun perusahaan, salah satunya adalah PT Freeport Tembagapura yang menggunakan pot organik ini untuk memperbaiki lahan bekas tailing.

Di sisi lain, pot organik ini sebenarnya bisa menjadi solusi limbah tempurung kelapa. Sebagaimana kita tahu, banyak wilayah Nusantara menjadi penghasil besar kelapa.

Ingin sekadar bertanam atau ingin mengembangkan usaha pemanfaatan limbah kelapa, maka simak kisah di balik pot organik ini, langsung bersama Sugeng di Green FM.

(Big/M-1)

Membuat Tas Limbah Sendiri

Gunting kemasan jadi lembaran terbuka dan kelompokkan se-suai dengan jenis dan ukurannya. Satukan lembaran-lembaran ini dengan menjahitnya menggunakan benang kenur agar kuat.Lembaran ini disebut panel yang berfungsi seperti kain yang siap diolah. Sebaiknya jangan gunakan gambar logo atau wajah secara penuh untuk menghindari tuntutan.

Bagian dalam tas yang kasar akibat sambungan-sambungan panel bisa dilapis dengan kain atau material bekas lainnya. Bekas spanduk cocok untuk pelapis bagian dalam ini.

Usahakan semaksimal mungkin menggunakan material limbah. Jika ada bahan sisa dari limbah ini jangan langsung dibuang. Bahan sisa bisa dimanfaatkan sebagai pelapis bagian pinggir tas atau sebagai bahan isian jika Anda membuat bantal duduk dari limbah. (Big/M-1)

Retno HapsariKonselor Xs Project Indonesia

Karen IsdaryonoSalah satu pendiri PT Dyrt Indonesia

FOTO-FOTO: MI/USMAN ISKANDAR