05 Jaka Sriyana
-
Upload
daldiri-zainin-lazuardi -
Category
Documents
-
view
86 -
download
0
description
Transcript of 05 Jaka Sriyana
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 1/12
Jurnal Ekonomi PembangunanVolume 12, Nomor 1, Juni 2011, hlm.56-66
DISPARITAS FISKAL ANTARDAERAHDI PROVINSI JAWA TENGAH *
Jaka Sriyana
Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, YogyakartaCondong catur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283, Indonesia Telepon : +62-274-881546
E-mail: [email protected]
Diterima 29 Desember 2010 /Disetujui 15 Mei 2011
Abstract: Local fiscal capacity plays a crucial role in the implementation of regional develop-ment. This study aims to examine the fiscal disparities among regions in Central Java prov-ince in 2007-2009 period. The research method used is the average difference test against vari-ous classes/groups of local fiscal variables, namely level of independence and the degree to
fiscal dependency. From the results of the analysis, indicate a significant disparity between thecity/county. For the analysis of disparities in fiscal independence, indicate a disparity of highand relatively constant. As for the analysis of disparities in fiscal dependence, indicate a rela-tively low disparities between city/county. These results imply that the city and district inCentral Java province has continued in fiscal independence vary widely but tend to havenearly the same fiscal dependency. This condition will affect the low level of local governmentdiscretion in planning and execution of development in the region.
Keywords: fiscal capacity, fiscal dependency, fiscal disparities, regional development
Abstrak: Kemampuan fiskal daerah memainkan peranan yang sangat penting dalam pelak-sanaan pembangunan daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan/ disparitas
fiskal antardaerah di Provinsi Jawa Tengah pada periode 2007-2009. Metode yang digunakanadalah uji beda rata terhadap berbagai kelas /kelompok variabel fiskal daerah, yaitu tingkatkemandirian dan tingat ketergantungan fiskal. Dari hasil analisis menunjukkan adanya dis- paritas yang cukup besar antarkota/kabupaten. Untuk analisis disparitas kemandirian fiskalmenunjukkan adanya disparitas yang tinggi dan cenderung konstan selama tiga tahun yangdiamati. Adapun untuk analisis disparitas ketergantungan fiskal menunjukkan adanya dis- paritas yang relatif rendah antarkota/kabupaten selama tiga tahun yang diamati. Hasil inimemberikan implikasi bahwa kota dan kabupaten di provinsi Jawa Tengah secara terus mene-rus memiliki kemandirian fiskal yang sangat bervariasi namun cenderung memiliki ketergan-tungan fiskal yang hampir sama. Kondisi ini akan berdampak pada rendahnya diskresi pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di daerah.
Kata kunci: kemampuan fiskal, ketergantungan fiskal, disparitas fiskal, pembangunan daerah
PENDAHULUAN
Perkembangan tata kelola pembangunan dae-rah dalam sepuluh tahun terakhir di Indonesiatelah ditandai dengan perubahan mendasar pa-
Penelitian ini terlaksana atas biaya dari skim Penelitian Stra-tegis Nasional, Direktorat Penelitian dan Pengabdian Ma-syarakat (DP2M), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2010.
da dua aspek, yaitu aspek politik dan aspekekonomi. Pada aspek politik tercermin padasemakin kuatnya kewenangan daerah dalammenentukan berbagai kebijakan di daerah,sedangkan dimensi ekonomi ditandai denganadanya kebijakan transfer fiskal dari peme-rintah pusat kepada pemerintah daerah yangsemakin besar. Dua hal tersebut merupakankonsekuensi dari diberlakukannya UU 32/2004
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 2/12
Disparitas Fiskal Antardaerah (Jaka Sriyana) 57
dan UU 33/2004, yang pada dasarnya ber-tujuan untuk memperkecil ketimpangan ke-uangan antara pemerintah pusat dan pemerin-tah daerah (vertical imbalance), mengoreksiketimpangan antardaerah dalam kemampuan
keuangan (horizontal imbalance), dan meningkat-kan kualitas pelayanan kepada masyarakat,serta meningkatkan partisipasi masyarakat da-lam pengambilan keputusan di sektor publik.
Desentralisasi pada dasarnya adalah pena-taan mekanisme pengelolaan kebijakan dengankewenangan yang lebih besar diberikan kepadadaerah agar penyelenggaraan pemerintahandan pelaksanaan pembangunan lebih efektifdan efisien. Pemerintah daerah dianggap lebihmengetahui kebutuhan dan kondisi daerahnya,
serta keinginan masyarakat di daerah masing-masing dibandingkan pemerintah pusat. Peme-rintah daerah juga diharapkan dapat merealisa-sikan pendapatan yang mereka terima denganmembelanjakan dana tersebut sesuai dengankebutuhan masyarakat di daerah masing-masing. Desentralisasi juga merupakan pelim-pahan sebagian wewenang dan pertanggung- jawaban yang diikuti dengan pemberian wewe-nang untuk mengelola sumber-sumber keuang-an untuk membiayai kegiatan operasional danpenyediaan pelayanan publik ( public service).Pelimpahan wewenang tersebut berkaitan de-ngan fungsi-fungsi manajemen urusan peme-rintahan dan bidang keuangan pemerintahdaerah (local government financial management)dari pemerintah pusat kepada pemerintahandaerah.
Evaluasi terhadap pelaksanaan otonomidaerah di Indonesia sejauh ini telah banyakdilakukan oleh beberapa ahli ekonomi yaituHaris (2005), Salam (2005), Hofman, et.al., (2006)
dan Nasara (2010). Haris (2005) dan Salam
(2005) menemukan adanya berbagai masalahyang muncul dalam pelaksanaan otonomi dae-rah, yaitu masih dominannya faktor noneko-nomi dalam penentuan dana transfer, belumterciptanya pemerataan alokasi dana transferkepada daerah, terciptanya disparitas kapasitasfiskal antara kota dan kabupaten. Mengingatbahwa dana transfer merupakan porsi terbesardari pendapatan daerah, maka besaran danatersebut akan sangat menentukan capaian hasilpembangunan.
Hoftman et al. (2006) dalam evaluasinyaterhadap kebijakan transfer fiskal di Indonesiamenjelaskan bahwa pelaksanaan tranfer fiskaldalam bentuk block grant (DAU) belum mampumencapai tujuan utamanya, yaitu menciptakan
pemerataan kapasitas fiskal antardaerah se-hingga akan berdampak pada tercapainya ki-nerja pembangunan di daerah. Hal ini disebab-kan oleh: Pertama, adanya faktor politik yangsangat dominan dalam penentuan transfer fis-kal; Kedua, besaran dana transfer tidak mampumengatasi kebutuhan belanja daerah ( fiscalneeds). Namun demikian dana transfer daripemerintah pusat belum mampu meningkatkanbelanja untuk pembangunan dan pelayananpublik secara signifikan. Bahkan dana dari
pemerintah pusat juga belum mampu mening-katkan pemerataan kemampuan keuangan dae-rah di kota maupun kabupaten.
Menurut Nasara (2010), saat ini telah terja-di berbagai macam ketimpangan hasil pemba-ngunan antardaerah yang dapat dilihat dariberbagai indikator ekonomi, misalnya distribusipendapatan antardaerah (PDRB), kesempatankerja, Indek Pembangunan Manusia (IPM), pen-didikan, dan kesehatan. Kondisi ini merupakanakibat dari kemampuan fiskal antardaerah yangsangat berbeda yang tidak mampu diatasi olehdana transfer. Perubahan kewenangan politikdi daerah secara signifikan, namun belummampu membawa perubahan kewenanganmenggali sumber daya keuangan secara man-diri oleh daerah. Selama sepuluh tahun pelak-sanaan otonomi daerah masih ditandai denganrendahnya kapasitas fiskal daerah dan muncul-nya disparitas kapasitas fiskal antarkota/kabu-paten, maupun antara kota dan kabupatenyang sangat mencolok.
Perbedaan tersebut akan semakin jelas jika
diperbandingkan antara kemampuan fiskalkota dan kabupaten. Antara kota dan kabupa-ten memiliki perbedaan mendasar dalam duahal, yaitu kapasitas fiskal serta kemampuanpelayanan publik. Kota merupakan daerahyang memiliki kapasitas fiskal dan kemampuanlayanan publik tinggi, sedangkan kabupaten,apalagi kabupaten hasil pemekaran memilikikapasitas fiskal dan kemampuan pelayananpublik yang rendah. Namun keduanya terikatoleh fungsi utamanya sebagai public services
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 3/12
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1, Juni 2011: 56-6658
seperti tercantum dalam UU tentang StandarPelayanan Minimum (SPM) sebagai ukuranminimal dalam pelayanan publik.
Fenomena tersebut tentu membawa akibatpada terjadinya perbedaan kinerja pembangun-
an maupun kinerja birokrasi yang berujungpada tidak tercapainya standar minimal pela-yanan publik sebagaimana diamanatkan dalamberbagai peraturan pemerintah sejak tahun2005. Salah satu faktor penyebabnya adalahpelaksanaan transfer fiskal kepada daerah yangtidak mengakomodasi permasalahan aktual didaerah. Selama ini pelaksanaan transfer fiskal justru lebih didominasi oleh faktor politikdengan pertimbangan kepentingan dari sudutpandang pemerintah pusat.
Faktor disparitas kapasitas fiskal antardae-rah kota dan kabupaten merupakan salah satuvariabel penentu transfer fiskal. Antara daerahkota dan kabupaten memiliki perbedaan men-dasar dalam dua hal, yaitu kapasitas fiskal danserta kemampuan pelayanan publik. Daerahtertentu dapat merupakan daerah yang memi-liki kapasaitas fiskal dan kemampuan layananpublik tinggi, sedangkan kabupaten atau kotalain, apalagi kabupaten hasil pemekaran memi-liki kapasitas fiskal dan kemampuan pelayananpublik yang rendah. Namun keduanya terikatoleh fungsi utamanya sebagai public services seperti tercantum dalam UU tentang StandarPelayanan Minimum (SPM) sebagai ukuranminimal dalam pelayanan publik. Oleh karenaitu, perlu suatu kajian yang mendalam tentangberbagai aspek yang melingkupi serta efek dariadanya disparitas fiskal daerah tersebut.
Pengelolaan fiskal merupakan aspek pen-ting dalam mendorong perekonomian suatudaerah kota/kabupaten. Kondisi fiskal yangtercermin di dalam anggaran pemerintah yang
baik, kuat, dan memiliki ketahanan (strength),serta kesinambungan (sustainability) yang baikakan semakin mendukung kinerja perekono-mian daerah secara berkelanjutan. Tata kelolafiskal daerah memiliki berbagai tujuan dalammengarahkan aktivitas ekonomi regional, yaitupeningkatan pertumbuhan ekonomi, stabilisasiharga, pemerataan distribusi pendapatan, danpeningkatan kesempatan kerja (Ahmed danKenneth, 2000; Hondroyiannis dan Papapetrue,2001).
Sebagai konsekuensi dari kebutuhan belan- ja dan keterbatasasn penerimaan pemerintahdaerah, hampir semua pemerintah daerahmengalami defisit anggaran. Sejalan dengandefisit fiskal tersebut ternyata dapat membe-
rikan dampak kepada peningkatan pengeluar-an pemerintah. Kondisi defisit fiskal yangdialami pemerintah dan peningkatan penge-luaran pemerintah tersebut akan berdampakpada nilai besaran variabel makro ekonomidaerah. Masalah berikut yang muncul adalahadanya efisiensi perekonomian yang rendah,termasuk pula efisiensi pengelolaan keuangannegara serta terjadinya ancaman terhadap pene-rimaan daerah. Jika kondisi ini terjadi dalam jangka panjang akan dapat mengancam kesi-
nambungan fiskal pada masing-masing daerah.Berbagai kajian terkait dengan kapasitas
dan tata kelola fiskal daerah telah banyak dila-kukan oleh para peneliti sebelumnya (Kurnia,2005; Sebayang, 2005; Pertiwi, 2006). Kurnia(2005) menemukan bahwa efisiensi fiskal dalampengeluaran belanja pemerintah daerah dipe-ngaruhi oleh kesesuaian pengeluaran belanjadengan preferensi masyarakat. Dalam kaitan-nya dengan desentralisasi fiskal, efisiensi aloka-si bisa karena sumber daya yang ada dialo-kasikan di antara berbagai jenis pengeluaranbelanja yang sesuai dengan preferensi masya-rakat daerah. Pengukuran efisiensi alokasi initidak bisa dilakukan secara langsung karenaukuran preferensi marginal masyarakat sulituntuk diketahui. Efisiensi fiskal menyangkutpula aspek sumber penerimaan pemerintahdaerah untuk membiayai pengeluaran belanjapemerintah daerah.
Efisiensi fiskal dalam kaitannya dengansumber penerimaan ini ditentukan oleh tigahal: (1) Apakah pajak dan retribusi daerah yang
dipungut merupakan pajak yang tepat dalamartian bahwa pajak dan retribusi daerah yangdipungut dari objek pajak tertentu langsungterkait dengan target-target pengeluaran terten-tu pula; (2) Dana perimbangan (transfer peme-rintah pusat) seharusnya ditujukan untuk pe-nyesuaian-penyesuaian karena adanya ekster-nalitas tanpa mengganggu kepentingan peme-rintah daerah; (3) Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah (APBD) seharusnya tidak me-nyebabkan tekanan dan dampak negatif terha-
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 4/12
Disparitas Fiskal Antardaerah (Jaka Sriyana) 59
dap stabilitas ekonomi regional. Tinggi rendah-nya efisiensi pengelolaan fiskal akan berdam-pak pada tingkat kapasitas fiskal daerahsehingga akan menimbulkan perbedaan kapasi-tas fiskal antardaerah tersebut.
Berdasarkan analisisnya tentang kinerjafiskal daerah pascakrisis ekonomi 1997, Seba-yang (2005) menyimpulkan terjadinya dispa-ritas kapasitas fiskal antarprovinsi di Indonesiayang sangat signifikan. Pengukuran kinerjakebijakan fiskal daerah pada studi ini menggu-nakan lima variabel (DAU, Belanja Rutin,Pengeluaran untuk Transportasi, Pajak, danRetribusi). Wilayah yang diamati mencakup 26provinsi pada empat periode (1999-2002), danmelibatkan banyak wilayah yang mempunyai
kapasitas yang berbeda, khususnya perbedaankapasitas fiskal. Dari hasill studi tersebut jugaditemukan bahwa kinerja kebijakan fiskalmemiliki ciri yang spesifik. Pada sektor publikmengatasi sumber inefisiensi tidak bisa seflek-sibel sektor swasta. Banyak variabel sudah ber-sifat “ given”, misalnya anggaran daerah biasa-nya sudah tertentu dan sulit diintervensi.
Kajian tersebut juga memberikan kesim-pulan bahwa kapasitas fiskal daerah di Indo-nesia sangat bervariasi bahkan cenderung me-nunjukkan adanya kesenjangan kapasitas fiskalantardaerah. Kesenjangan pencapaian efisiensikebijakan fiskal ini juga merupakan gambarankesenjangan kemampuan pengelolaan keuang-an daerah dan kesenjangan sumber daya wila-yah. Ini dapat dilihat dari identifikasi sumberinefisiensi di masing-masing wilayah yangcukup beragam. Ada wilayah yang inefisienpada variabel input, namun banyak pula yanginefisiensi pada variabel output. Wilayah yangmampu membiayai belanja rutin bersumberdari PAD hanya Jawa Timur dan Bali. Kondisi
ini cukup mengkhawatirkan sehingga diperlu-kan upaya lebih lanjut agar daerah mampu“membiayai” pengeluarannya. Dari perhitung-an kinerja kebijakan fiskal menunjukkan ada-nya variasi bobot kinerja yang tinggi. Terdapatdua wilayah yang konsisten mencapai efisiensitertinggi pada pungutan yakni DKI Jakarta dan Jawa Timur. Kedua daerah ini kemudian bisamencapai referensi bagi daerah lain untukpeningkatan kinerja kebijakan fiskalnya danmampu mencapai 100 persen efisiensi selama
empat periode.Pertiwi (2006), mengadakan penelitian ten-
tang tingkat efisiensi pengeluaran pemerintahdaerah kabupaten/kota di Jawa Tengahdi sek-tor pendidikan dan kesehatan. Dengan tujuan
untuk menganalisis besarnya tingkat efisiensipengeluaran pemerintah daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah pada sektor pendidikandan kesehatan. Metode yang digunakan padaanalisis ini adalah menggunakan pendekatannonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA)dengan menggunakan data 35 kabupaten/kotadi Jawa Tengah pada tahun 1999 dan 2002.Analisis ini dimaksudkan untuk pengukuranefisiensi belanja daerah yang melibatkanbanyak input dan banyak output (multi-input
multi-output). Berdasarkan hasil analisis menun- jukkan bahwa tingkat efisiensi pengeluaranpemerintah daerah pada tahun 1999 di setiapkabupaten/kota di Jawa Tengahcenderung be-lum efisien.
Provinsi Jawa Tengah merupakan salahsatu provinsi yang memiliki jumlah kota dankabupaten relatif banyak, yaitu 35 daerah. Ber-dasarkan data-data perkembangan penerimaandaerah maupun transfer fiskal yang diterimamasing-masing daerah menunjukkan adanyaperbedaan yang relatif besar. Kondisi ini dapatdiduga akan melahirkan perbedaan/disparitaskapasitas fiskal maupun ketergantungan fiskalyang relatif besar sehingga akan mengasilkancapaian pembangunan daerah yang berbedapula. Penelitian ini bertujuan untuk mengana-lisis berbagai aspek berkaitan dengan disparitasfiskal antarkota/kabupaten di provinsi terse-but.
METODE PENELITIAN
Data dan Sumbernya
Data yang dianalisis dalam penelitian iniadalah data-data yang menunjukkan indikatorfiskal daerah, yaitu Kemandirian Fiskal (KMF)yang diperoleh dari rasio Pendapatan AsliDaerah (PAD) terhadap belanja total danKetergantungan Fiskal (KTF) yang diperolehdari rasio Dana Alokasi Umum (DAU) terha-dap total belanja. Data-data yang digunakandiambil dari Laporan Statistik Keuangan Dae-
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 5/12
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1, Juni 2011: 56-6660
rah terbitan Biro Pusat Statistik Jakarta untukperiode 2007-2009.
Metode Analisis
Analisis disparitas kapasitas fiskal antarkota/kabupaten dapat dilakukan dengan dua meto-de, yaitu dengan metode uji beda rata-rata(UBR). Metode UBR berguna untuk mengetahuitingkat perbedaan rata-rata variabel fiskal anta-ra kota dengan kabupaten berdasarkan pembe-daan kelompok. Pada penelitian ini variabelfiskal yang dianalisis adalah kemandirian fiskal(KMF) dan ketergantungan fiskal (KTF).Kemandirian fiskal menunjukkan kemampuandaerah membiayai dari sumber pendapatannyasendiri, sedangkan ketergantungan fiskal me-
nunjukkan kebutuhan transfer fiskal dari peme-rintah pusat untuk membiayai belanja daerah. Untuk mengetahui disparitas fiskal antarkota/kabupaten dengan uji beda rata-rata (UBR) ter-hadap variabel indikator fiskal dengan mengujiperbedaan rata berdasarkan pengelompokandata sesuai dengan urutan besaran variabel ma-sing-masing variabel fiskal, yaitu KMF danKTF. Dalam penelitian ini dilakukan pengelom-pokan dan uji sebagai berikut (Tabel 1).
Tabel 1. Prosedur Uji Beda Rata-Rata padaVariabel Fiskal
Kelompok(A)
Diuji terhadapKelompok (B)
Hipotesis Nul(Ho)
20% terendah 80% lainnya µA = µB
40% terendah 60% lainnya µA = µB
40% tertinggi 60% lainnya µA = µB
20% tertinggi 80% lainnya µA = µB
Catatan: µ adalah rata variabel KMF atau KTF untuk masing-
masing kelompok
Berdasarkan uji tersebut, jika hasil uji sta-tistik menunjukkan hipotesis nul (Ho) diterima,maka secara umum dapat dikatakan bahwa ti-dak ada disparitas pada variabel KMF maupunKTF selama periode yang dianalisis. Sebalik-nya, jika hasil uji statistik menunjukkan hipote-sis nul (Ho) ditolak, maka secara umum dapatdikatakan terjadi disparitas pada variabel fiskalmasing-masing. Untuk mengetahui seberapa
besar disparitas yang terjadi, maka tergantungpada kelompok mana dari keempat kriteriatersebut hipotesis nul ditolak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemandirian dan Ketergantungan FiskalKota/Kabupaten
Dari tahun ke tahun perkembangan fiskal yangditunjukkan oleh tingkat kemandirian dan ke-tergantungan fiskal pemerintah daerah kota/kabupaten di Provinsi Jawa Tengah menunjuk-kan variasi yang cukup besar. Variasi tersebutmenggambarkan bahwa kota/provinsi memi-liki kemampuan berbeda-beda dalam meraih
dan pendapatan asli daerah maupun dalammeraih dana transfer dari pemerintah pusat.Pada kenyataannya, kota/kabupaten memerlu-kan dana yang semakin besar untuk membiayaiprogram-program pembangunannya. Sumberpembiayaan ini berasal dari dua sumber pokok,yaitu PAD dan dana perimbangan, yang bagianterbesarnya adalah Dana Alokasi Umum (DAU).Namun dalam perkembangan terakhir danaDAU memegang peranan sekitar 85 persen daritotal kebutuhan pendapatan APBD. Jika belanja
daerah lebih besar dari PAD dan dana perim-bangan, maka APBD akan mengalami defisityang pada umumnya dibiayai dengan SILPAdan utang. Oleh karena itu tinggi rendahnyaPAD dan perimbangan, yang biasa disebutkapasitas fiskal, merupakan kunci pelaksanaanprogram pembangunan di daerah.
Ukuran kapasitas fiskal sebagai indikatorkemampuan fiskal daerah dalam memenuhikebutuhan belanja dapat dilihat dari besarnyarasio penjumlahan PAD dan dana transferpemerintah pusat terhadap belanja daerah.Indikator lain atas kemampuan fiskal daerahdapat juga diperoleh dari rasio antara PADterhadap belanja daerah, dikenal sebagai ke-mandirian fiskal daerah, sedangkan rasio anta-ra dana transfer terhadap total belanja disebutketergantungan fiskal.
Data-data yang menunjukkan tingkat ke-mandirian fiskal kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah dipaparkan pada Gambar 1, se-dangkan perkembangan ketergantungan fiskaldigambarkan pada Gambar 2. Dari data-data
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 6/12
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 7/12
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1, Juni 2011: 56-6662
Tabel 2. Hasil Uji Beda Rata-Rata pada VariabelKMF Tahun 2007
Kelompok(A)
DiujiTerhadapKelompok
(B)
Nilai p-Valuepada
HasilUji t
Arti HasilUji-t
20%terendah
80% lainnya 0,031a Ada
perbedaan40%
terendah60% lainnya 0,056b
Adaperbedaan
40%tertinggi
60% lainnya 0,082b Ada
perbedaan20%
tertinggi80% lainnya 0,025a
Adaperbedaan
Catatan: a,b, adalah masing-masing signifikan untuk α = 5 dan 10%
Hasil analisis dengan menggunakan datakemandirian fiskal untuk tahun 2008 ditampil-kan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Beda Rata-Rata pada VariabelKMF Tahun 2008
Kelompok(A)
DiujiTerhadapKelompok
(B)
Nilai p-valuepada
hasil uji t
Arti HasilUji-t
20%terendah
80% lainnya 0,031a Ada
perbedaan
40%terendah
60% lainnya 0,075b Ada
perbedaan
40%tertinggi
60% lainnya 0,088b Ada
perbedaan
20%tertinggi
80% lainnya 0,015b Ada
perbedaan
Catatan: a,b, adalah masing-masing signifikan untuk α = 5 dan 10%
Dari hasil analisis menunjukkan adanyaperbedaan yang signifikan antara berbagaikelompok kemandirian fiskal dengan kelompoklainnya pada tahun tersebut. Kelompok kota/kabupaten yang memiliki tingkat kemandirianfiskal 20 persen dan 40 persen terendah ternya-ta memiliki rata-rata yang berbeda secara signi-fikan dengan rata-rata tingkat kemandirian fis-kal kota/kabupaten lainnya. Kelompok kota/kabupaten yang memiliki tingkat kemandirian
fiskal 40 persen dan 20 persen tertinggi ternyata juga memiliki rata-rata yang berbeda secarasignifikan dengan rata-rata tingkat kemandirianfiskal kota/kabupaten lainnya. Hasil ini mem-berikan implikasi adanya disparitas kemandiri-
an fiskal yang kuat antarkota dan kabupaten diprovinsi Jawa Tengah pada tahun tersebut.
Dari hasil analisis untuk data kemandirianfiskal tahun 2009 menunjukkan adanya perbe-daan yang signifikan antara berbagai kelompokkemandirian fiskal dengan kelompok lainnyapada tahun tersebut. Kelompok kota/kabupa-ten yang memiliki tingkat kemandirian fiskal 20persen dan 40 persen terendah serta kelompokkota/kabupaten yang memiliki tingkat keman-dirian fiskal 40 persen dan 20 persen tertinggi
memiliki rata-rata yang berbeda secara signifi-kan dengan rata-rata tingkat kemandirian fiskalkota/kabupaten lainnya. Hasil ini juga meng-gambarkan adanya disparitas kemandirianfiskal yang semakin kuat antarkota dan kabu-paten di provinsi Jawa Tengah pada tahuntersebut.
Tabel 4. Hasil Uji Beda Rata-Rata pada VariabelKMF Tahun 2009
Kelompok(A)
DiujiTerhadapKelompok
(B)
Nilai p-valuepada
hasil uji t
Arti HasilUji-t
20%terendah
80% lainnya 0,011a Ada
perbedaan
40%terendah
60% lainnya 0,026a Ada
perbedaan
40%tertinggi
60% lainnya 0,032a Ada
perbedaan
20%tertinggi
80% lainnya 0,015a Ada
perbedaan
Catatan: a adalah masing-masing signifikan untuk α = 5
Untuk analisis disparitas dengan menggu-nakan metode dua uji beda rata-rata terhadapketergantungan fiskal untuk masing-masingtahun 2007, 2008 dan 2009 ditampilkan padaTabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7 . Dari hasil analisisuntuk data ketergantungan fiskal tahun 2007menunjukkan adanya perbedaan yang signifi-
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 8/12
Disparitas Fiskal Antardaerah (Jaka Sriyana) 63
kan antara kelompok kota/kabupaten yang me-miliki tingkat ketergantungan 20 persen terting-gi dan 20 persen terendah dengan kelompoklainnya (Tabel 5). Kelompok kota/kabupatenyang memiliki tingkat ketergantungan fiskal 40
persen terendah ternyata memiliki rata-ratayang tidak berbeda secara signifikan denganrata-rata tingkat ketergantungan fiskal kota/kabupaten lainnya. Adapun kelompok kota/ka-bupaten yang memiliki tingkat ketergantunganfiskal 40 persen tertinggi ternyata juga memilikirata-rata yang tidak berbeda secara signifikandengan rata-rata tingkat ketergantungan fiskalkota/kabupaten lainnya. Hasil ini memberikanimplikasi adanya disparitas ketergantunganfiskal yang rendah antarkota dan kabupaten di
provinsi Jawa Tengah pada tahun tersebut.
Tabel 5. Hasil Uji Beda Rata-Rata pada VariabelKTF Tahun 2007
Kelompok(A)
DiujiTerhadapKelompok
(B)
Nilai p-valuepada
hasil uji t
Arti HasilUji-t
20%
terendah
80% lainnya 0,091b Ada
perbedaan
40%terendah
60% lainnya 0,116 Tidak adaperbedaan
40%tertinggi
60% lainnya 0,132 Tidak adaperbedaan
20%tertinggi
80% lainnya 0,085b Adaperbedaan
Catatan: b adalah masing-masing signifikan untuk α = 10%
Hasil analisis untuk 2008 ditampilkan padaTabel 6. Dari hasil analisis untuk data ketergan-tungan fiskal tahun tersebut menunjukkan hasilyang tidak berbeda dengan tahun sebelumnya.Kelompok kota/kabupaten yang memiliki ting-kat ketergantungan 20 persen tertinggi dan 20persen terendah memiliki ketergantungan fiskalyang signifikan dengan kelompok lainnya. Ke-lompok kota/kabupaten yang memiliki tingkatketergantungan fiskal 40 persen terendah dan40 persen tertinggi memiliki rata-rata yang
tidak berbeda secara signifikan dengan rata-rata tingkat ketergantungan fiskal kota/kabu-paten lainnya. Hasil ini juga memberikan impli-kasi adanya disparitas ketergantungan fiskalyang rendah antarkota dan kabupaten di pro-
vinsi Jawa Tengah pada tahun tersebut.
Tabel 6. Hasil Uji Beda Rata-Rata pada VariabelKTF Tahun 2008
Kelompok(A)
DiujiTerhadapKelompok
(B)
Nilai p-valuepada
hasil uji t
Arti HasilUji-t
20%terendah
80% lainnya 0,054b Adaperbedaan
40%terendah
60% lainnya 0,226 Tidak adaperbedaan
40%tertinggi
60% lainnya 0,182 Tidak adaperbedaan
20%tertinggi
80% lainnya 0,067b Adaperbedaan
Catatan: b adalah masing-masing signifikan untuk α = an 10%
Untuk data ketergantungan fiskal untuk2009 seperti ditampilkan pada Tabel 7 membe-rikan hasil yang berbeda dengan analisis tahun
sebelumnya.
Tabel 7. Hasil Uji Beda Rata-Rata pada VariabelKTF Tahun 2009
Kelompok(A)
DiujiTerhadapKelompok
(B)
Nilai p-valuepada
hasil uji t
Arti HasilUji-t
20%terendah
80% lainnya 0,133 Tidak adaperbedaan
40%terendah
60% lainnya 0,126 Tidak adaperbedaan
40%tertinggi
60% lainnya 0,163 Tidak adaperbedaan
20%tertinggi
80% lainnya 0,081b Adaperbedaan
Catatan: b, adalah masing-masing signifikan untuk α = 10%
Dari hasil analisis untuk data ketergan-tungan fiskal tahun tersebut menunjukkan ti-
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 9/12
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1, Juni 2011: 56-6664
dak adanya perbedaan yang signifikan antaraberbagai kelompok ketergantungan fiskal de-ngan kelompok lainnya pada tahun tersebutkecuali untuk kelompok pada kota/kabupatenyang memiliki tingkat ketergantungan 20 per-
sen tertinggi dengan kelompok lainnya. Kelom-pok kota/kabupaten yang memiliki tingkatketergantungan fiskal 20 persen terendah, 40persen terendah dan 40 persen tertinggi memi-liki rata-rata yang tidak berbeda secara signi-fikan dengan rata-rata tingkat ketergantunganfiskal kota/kabupaten lainnya. Hasil ini mem-berikan implikasi hampir tidak adanya dispa-ritas ketergantungan fiskal yang rendah antar-kota dan kabupaten di provinsi Jawa Tengahpada tahun tersebut.
Dari hasil analisis terhadap data kemandi-rian dan ketergantungan fiskal menunjukkantingkat disparitas yang berbeda (Tabel 7). Untukanalisis disparitas kemandirian fiskal menun- jukkan adanya disparitas yang tinggi dan cen-derung konstan selama tiga tahun yang di-amati. Adapun untuk analisis disparitas ber-dasarkan data ketergantungan fiskal menun- jukkan tidak adanya perbedaan yang signifikanantarberbagai kelompok ketergantungan fiskaldengan kelompok lainnya. Hal ini menunjuk-kan adanya kecenderungan adanya disparitasketergantungan fiskal yang relatif rendahantarkota/kabupaten selama tiga tahun. Ber-dasarkan pada uji statistik selama tiga tahunmenunjukkan nilai p-value yang semakin besar,yang berarti adanya pergerakan terjadinya pe-nurunan tingkat disparitas ketergantungan fis-kal. Hasil ini memberikan implikasi bahwa kotadan kabupaten di provinsi Jawa Tengah secaraterus menerus memiliki kemandirian fiskalyang sangat bervariasi namun cenderungmemiliki ketergantungan fiskal yang hampir
sama. Kondisi ini berdampak pada rendahnyadiskresi pemerintah daerah dalam menyusunperencanaan dan pelaksanaan pembangunan didaerah.
SIMPULAN
Meningkatnya kewenangan daerah kota dankabupaten untuk menyelenggarakan pemba-ngunan daerah diperlukan sumber dana yang
semakin besar pula. Di sisi lain sumber keuang-an daerah kota dan kabupaten yang berasaldari Pendapatan Asli Daerah masih relatifrendah dibandingkan kebutuhan belanja dae-rah sehingga menimbulkan tingkat kemandiri-
an fiskal yang rendah serta tingkat ketergan-tungan fiskal yang tinggi. Walaupun terjadi pe-ningkatan penerimaan daerah, namun pening-katan tersebut tidak sebesar peningkatan pe-ngeluaran pemerintah sehingga semakin lamapenerimaan daerah tidak mampu memenuhikebutuhan dana pemerintah untuk menutupbelanja pemerintah daerah. Pemerintah meng-hadapi kekurangan dana untuk memenuhikebutuhan belanja pemerintah guna memenuhituntutan pembangunan maupun belanja publik.
Peningkatan pengeluaran pemerintah telahmengakibatkan penurunan kemandirian fiskal,karena rasio penerimaan daerah terhadapbelanja total semakin rendah. Bahkan variabelyang mencerminkan kemampuan keuangannegara dalam membiayai pengeluaran tersebutterus menerus mengalami penurunan. Selainitu antarkota dan kabupaten di provinsi JawaTengah memiliki disparitas yang tinggi padakemandirian fiskal. Adapun untuk indikatorketergantungan fiskal memiliki tingkat dis-paritas yang relatif rendah. Oleh karena ituuntuk menjaga terjaminnya pelaksanaan pem-bangunan dan pelayanan publik di daerahperlu dilakukan kebijakan peningkatan ke-mandirian fiskal di daerah. Hal ini bertujuanagar pemerintah daerah dapat meningkatkanaktivitas ekonomi yang dapat menjadi sumber-sumber penerimaan daerah.
Tingkat ketergantungan fiskal antarkota/kabupaten di Jawa Tengah juga menunjukkanadanya disparitas yang sangat walaupun dalamtaraf yang relatif rendah. Hal ini menunjukkan
adanya ketidakseimbangan kemampuan ke-uangan antarkota/kabupaten di provinsi terse-but. Hal ini tentu saja akan menimbulkan per-bedaan kemampuan dalam pembangunan danpelayanan publik. Kota dan kabupaten yangumumnya sudah lebih maju justru memilikikemampuan keuangan yang lebih besar dari-pada daerah lainnya sehingga implikasidiasparitas kemadirian dan ketergantunganfiskal akan berdampak pada disparitas kualitaspelayanan publik. Melihat fenomena ini, maka
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 10/12
Disparitas Fiskal Antardaerah (Jaka Sriyana) 65
perlu diambil kebijakan untuk meningkatkankemampuan keuangan di kabupaten dengancara peningkatan transfer kepada kota dankabupaten yang memiliki ketergantungan fiskaltinggi.
Untuk meningkatkan kemampuan keuang-an pemerintah kota dan kabupaten, maka selainpeningkatan penerimaan pajak daerah juga da-pat dilakukan dengan perubahan kebijakanpeningkatan transfer fiskal dari pemerintahpusat kepada daerah. Pemerintah perlu mem-buat formula baru transfer fiskal dengan mem-pertimbangan berbagai variabel ekonomi, fiskaldan demografi bagi kota dan kabupaten. Selainitu juga perlu desain transfer fiskal yang mem-pertimbangkan tingkat ketergantungan fiskal
daerah. Kebijakan praktis yang perlu dilakukanadalah: (1) Revisi UU No 33 Tahun 2004 tentangformula penetapan dana transfer, khsusunyaDAU dengan memasukkan aspek ketergan-tungan fiskal sebagai penentu dana transferdalam bobot yang lebih besar; (2) Peningkatanbesaran dana trasfer fiskal ke daerah yangbesarnya 26 persen total penerimaan APBNuntuk meningkatkan kapasitas fiskal di daerah;(4) Perlunya peningkatan pemerataan transferfiskal dengan mempertimbangkan ketergan-tungan fiskal pada masing-masing daerah kotamaupun kabupaten dalam satu provinsi; (5)Untuk mendorong fungsi perimbangan darihubungan fiskal pusat-daerah, maka sebagiandana DAU harus dialokasikan untuk belanjalangsung sehingga dapat berdampak pada ke-giatan pembangunan daerah; (6) Pemerintahseharusnya mengurangi disparitas jumlah danatransfer untuk menghindari kesenjangan ang-garan antardaerah kota dan kabupaten; (7)Pemerintah daerah perlu melakukan pergeser-an dari alokasi anggaran administrasi yang ter-
lalu besar menuju penerapan kebijakan pembe-rian layanan masyarakat dan pengembanganbisnis serta kegiatan ekonomi masyarakatsehingga dapat meningkatkan potensi pajakdaerah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, S. and Greene, K.V. 2000. Is The Me-
dian Voter A Clear Cut Winner? Com-
paring The Median Voter Theory and
Competing Theory in Explaining Local
Government Spending. Public Choice, 102:
8-24.
Ananda, Candra Fajri. 2002. Problems of The Im- plementation of Fiscal Decentralization in Re-
gional Autonomy: The Case of Malang Mu-
nicipality and Trenggalek District. Lapor-
an Penelitian Fakultas Ekonomi, Univer-
sitas Brawijaya, Malang.
Berument, H. 1994. Political Parties and Gov-
ernment Financing: Empirical Evidence
for Industrialized Coutries. Southern Eco-
nomic Journal, 61: 511-518.
Haris, S. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah:Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabili-
tas Pemerintah Daerah. Jakarta: LIPI Press.
Hofman, B., Kadjatmiko, Kaiser, K., dan Sjahrir,
B.S. 2006. Evaluating Fiscal Equalization
in Indonesia. World Bank Policy Research
Working Paper 3911, May.
Hondroyiannis, G., dan Papapetrue, E. 2001. An
Investigation of the Public Deficit and
Government Spending Relationship: Evi-
dence for Greece. Public Choice No. 107:
169 – 182.
Kurnia, A. S. 2006. Model Pengukuran Kinerja
dan Efisiensi Sektor Publik Metode Free
Disposable Hull (FDH). Jurnal Ekonomi
Pembangunan, Volume 11, No. 1, 1-20.
Yogyakarta: Ekonisia FE UII.
Merifield, J. 2000. State Government Expendi-
ture Determinants and Tax Revenue De-
terminants Revissited. Public Choice, 102:
25-50.
Nasara, S. 2010. Pemerataan Antardaerah Seba-
gai Tantangan Utama Transformasi Struk-
tural Pembangunan Ekonomi Indonesia
Masa Depan. Pidato Pengukuhan Guru Be-
sar dalam Bidang Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia, 10 Maret
2010.
OECD. 2002. Fiscal Sustainability: the Contribu-
tion of Fiscal Rules. in: OECD Economic
Outlook 72, pp. 117–136. Paris: Organiza-
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 11/12
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1, Juni 2011: 56-6666
tion for Economic Cooperation and De-
velopment.
Pertiwi, Lela Dina. 2006. Efisiensi Pengeluaran
Pemerintah di Sektor Pendidikan dan Kese-
hatan: Studi Kasus di Jawa TengahTahun1999 dan 2002. Skripsi Sarjana (Tidak di-
publikasikan). Yogyakarta: Fakultas Eko-
nomi, Universitas Islam Indonesia,.
Salam, A. 2005. Menimbang Kembali Kebijakan
Otonomi Daerah. Jakarta: LIPI Press, Ang-
gota IKAPI.
Schuvnecht, Ludger. 2000. Fiscal Policy Cycles
and Public Expenditure in Developing
Countries. Public Choice, 102: 115-130.
Sebayang, A. F. 2005. Kinerja Kebijakan FiskalDaerah di Indonesia Pasca Krisis. Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Volume 10, No. 3,
203-214. Yogyakarta: Ekonisia FE UII.
Simanjuntak, R.A., dan Hidayanto, D. 2005.
Dana Alokasi Umum di Masa Depan,
dalam Dana Alokasi Umum: Konsep, Ham-
batan dan Prospek Di Era Otonomi Daerah.
Jakarta: LPEM Universitas Indonesia.
Sumiyarti dan Imamy, A. F. 2005. Analisis Pen-garuh Perimbangan Pusat-Daerah Terha-
dap Perekonomian Kota Depok. Media
Ekonomi, Vol 11, No. 2, 113-128. Jakarta:
LPFE.
Tanzi, V. & Schuknecht, L. 2000. Public Spending
in the 20th Century. Cambridge: Cambrid-
ge University Press.
Tarigan, A. 2005. Urgensi Penguatan Keuangan
Daerah, Suatu Tinjauan Terhadap Regu-
lasi Daerah dan Implikasinya dalam Pen-yediaan Pelayanan Publik. Perencanaan
Pembangunan, Edisi 04/IX/Jul-Sept. Yog-
yakarta: BPFE, UGM.
7/16/2019 05 Jaka Sriyana
http://slidepdf.com/reader/full/05-jaka-sriyana 12/12
Disparitas Fiskal Antardaerah (Jaka Sriyana) 55
D
disparitas fiskal, 56, 58, 59, 60
F
fiscal capacity, 56
fiscal dependency, 56
fiscal disparities, 56
K
kemampuan fiskal, 56, 57, 60
ketergantungan fiskal, 56, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65
P
pembangunan daerah, 56, 59, 64, 65
R
regional development, 56