04a Toksisitas Kronis

12
1 Materi Kuliah Toksikologi A. KARSINOGENESIS Latar Belakang Sejarah Zat-zat tertentu dalam lingkungan sejak akhir abad ke-18 diketahui dapat menyebabkan berbagai macam kanker. Kenyataan-kenyataan tersebut terlihat pada tabel 1. Di antara zat-zat tersebut, John Hill pada tahun 1761 mengamati adanya peningkatan kanker hidung di antara para tembakau sedotan, sedangkan Sir Percival Pott (1775) mengamati banyaknya pasien penderita kanker scrotum dari para tukang pembersih cerobong asap. Pott menghubungkan kanker ini dengan jelaga dan coal tar. Hasil pengamatan ini tidak diperjelas hingga pada tahun 1916 teramati adanya kanker pada mata kelinci yang diberi coal tar. Coal tar ini lalu difraksionasi antara tahun 1920 1930 dan diperoleh komponen aktif berupa hidrokarbon aromatik polisiklik seperti dimetil benz(a)antrasena dan benz(a)pirena (lihat gambar 1). Pada tahun 1860-an, Jerman menjadi pusat pembuatan pewarna sintetik dari amina aromatik. Sekitar 30 tahun kemudian muncul masalah bahwa zat pewarna tersebut atau zat antaranya berbahaya. Pada tahun 1895, Ludwig Rehn melaporkan sejumlah karsinoma kandung kemih pada para pekerja di sekitar pabrik cat tersebut. Kenyataan epidemiologik menunjukkan bahwa 2-naftil amin kemungkinan sebagai karsinogen dan dibuktikan pada tahun 1938 oleh Hueper dengan terjadinya tumor kandung kemih pada anjing yang diberi makan dengan 2-naftil amin. Tabel 1. Ringkasan sejarah penemuan bahan lingkungan yang menyebabkan kanker pada manusia. Karsinogen Organ sasaran Penemu Tahun Tembakau sedotan Hidung Hill 1761 Jelaga Scrotum Pott 1775 Rokok cerutu Bibir Sommering 1795 Coal tar Kulit Volkman 1875 Zat antara zat warna Kandung kemih Rehn 1895 Sinar-X Kulit Van Trieben 1902 Jus tembakau Rongga mulut Abbe 1915 Sinar matahari Kulit Molesworth 1937 Asap rokok Paru-paru Muller 1939 Asbes Pleura Wagner 1960 Kadmium Prostat Kipling; Waterhouse 1967

description

Farnasu

Transcript of 04a Toksisitas Kronis

Page 1: 04a Toksisitas Kronis

1

Materi Kuliah Toksikologi

A. KARSINOGENESIS

Latar Belakang Sejarah Zat-zat tertentu dalam lingkungan sejak akhir abad ke-18 diketahui dapat menyebabkan

berbagai macam kanker. Kenyataan-kenyataan tersebut terlihat pada tabel 1. Di antara zat-zat

tersebut, John Hill pada tahun 1761 mengamati adanya peningkatan kanker hidung di antara para

tembakau sedotan, sedangkan Sir Percival Pott (1775) mengamati banyaknya pasien penderita

kanker scrotum dari para tukang pembersih cerobong asap. Pott menghubungkan kanker ini

dengan jelaga dan coal tar. Hasil pengamatan ini tidak diperjelas hingga pada tahun 1916

teramati adanya kanker pada mata kelinci yang diberi coal tar. Coal tar ini lalu difraksionasi

antara tahun 1920 – 1930 dan diperoleh komponen aktif berupa hidrokarbon aromatik polisiklik

seperti dimetil benz(a)antrasena dan benz(a)pirena (lihat gambar 1).

Pada tahun 1860-an, Jerman menjadi pusat pembuatan pewarna sintetik dari amina

aromatik. Sekitar 30 tahun kemudian muncul masalah bahwa zat pewarna tersebut atau zat

antaranya berbahaya. Pada tahun 1895, Ludwig Rehn melaporkan sejumlah karsinoma kandung

kemih pada para pekerja di sekitar pabrik cat tersebut. Kenyataan epidemiologik menunjukkan

bahwa 2-naftil amin kemungkinan sebagai karsinogen dan dibuktikan pada tahun 1938 oleh

Hueper dengan terjadinya tumor kandung kemih pada anjing yang diberi makan dengan 2-naftil

amin.

Tabel 1. Ringkasan sejarah penemuan bahan lingkungan yang menyebabkan

kanker pada manusia.

Karsinogen Organ sasaran Penemu Tahun

Tembakau sedotan Hidung Hill 1761

Jelaga Scrotum Pott 1775

Rokok cerutu Bibir Sommering 1795

Coal tar Kulit Volkman 1875

Zat antara zat warna Kandung kemih Rehn 1895

Sinar-X Kulit Van Trieben 1902

Jus tembakau Rongga mulut Abbe 1915

Sinar matahari Kulit Molesworth 1937

Asap rokok Paru-paru Muller 1939

Asbes Pleura Wagner 1960

Kadmium Prostat Kipling; Waterhouse 1967

Page 2: 04a Toksisitas Kronis

2

H3C

CH3

CH3

NH2

N N N(CH3)2N

NO2

O

HN

NOH

NH

N

O

O

(C2H5)2NN O C2H5OC

O

NH2 H2N C

S

NH2

3-metil kolantrena 7,12-dimetil benz(a)antrasena 2-naftil amin

4-dimetil aminoazobenzena 4-nitrokuinolin-1-oksida 3-hidroksi xantin

benzo(a)pirena nitroso dietil amin uretan tiourea

Gambar 1. Struktur beberapa karsinogen kimia sintetik

Inisiasi, Promosi, dan Progressi Induksi kanker oleh zat kimia merupakan proses banyak tahap yang kompleks yang

melibatkan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor endogen. Karsinogenesis biasanya

berlangsung melalui beberapa tahap berurutan sebelum pembentukan neoplasma yang malignan

(gambar 3). Dalam model eksperimental, karsinogenesis dapat dibagi ke dalam sedikitnya tiga

tahap yang disebut inisiasi, promosi, dan progressi.

INISIASI. Tahap inisiasi diperkirakan sebagai perubahan yang cepat, yang secara esensial

irreversibel, dalam material genetik sel yang mengawali sel untuk perkembangan neoplastik

selanjutnya. Sel ini, yang sering disebut sebagai “sel terinisiasi”, membutuhkan satu putaran

replikasi untuk “menyesuaikan” dengan perubahan genetik. Zat kimia penginisiasi bersifat

elektrofil atau teraktivasi secara metabolik menjadi elektrofil. Zat kimia reaktif ini lalu mengikat

DNA sehingga membentuk perubahan genom sel yang permanen dan terwariskan, tetapi tidak

terekspresikan. Berdasarkan model ini, sel terinisiasi dapat tetap menjadi dorman hingga

terpapar pada zat promotor tumor yang kemudian memungkinkan pertumbuhan klon dari sel

terinisiasi hingga menghasilkan tumor yang sebenarnya.

Page 3: 04a Toksisitas Kronis

3

O

O

CH2CHCH2

N

CH2OC(O)RR'O

O

OOH

HO

OH

OH

OH

CH3 N NH2

CH

O

N

O

O

H2N

H2N NH

H OCNH2

O

OCH3

O

O

OCH3

CH3Cl

OCH3

O

H3CO

safrol

(sassafras)alkaloid pirolizidin

(Senecio, Crotolaria, Heliotropium)

kuersetin

N-metil-N-formil hidrazin

(jamur morel semu yg dpt dimakan)

mitomisin C

(Streptomyces caespitosus)

griseofulvin

(Penicillium griseofulvum)

Gambar 2. Struktur beberapa karsinogen kimia yang terdapat secara alami

PROMOSI. Zat promotor adalah zat kimia yang dengan sendirinya tidak bersifat karsinogen,

tetapi, bila diberikan berulang-ulang dengan dosis yang rendah, akan meningkatkan kejadian

kanker. Promotor dapat meningkatkan jumlah tumor atau menurunkan masa laten. Promotor

biasanya bukan elektrofil dan tidak mengikat DNA.

PROGRESSI. Perkembangan tumor malignan dari tumor benigna melintasi tahap ketiga yang

disebut progressi, dan melibatkan perubahan genetik lebih lanjut.

Model Inisiasi – Promosi Model inisiasi – promosi dari karsinogenesis banyak tahap pertama kali ditunjukkan pada

kulit mencit, dan model ini kini telah dikarakterisasi dengan baik. Dalam suatu eksperimen

tipikal, zat kimia inisiator seperti dimetil benz(a)antrasena diberikan pada kulit mencit dengan

dosis rendah sehingga sangat kecil, kalaupun ada, tumor yang timbul selama hewan itu hidup.

Setelah interval 1 minggu hingga 1 tahun, kulit yang diberi perlakuan itu dipapari dengan dosis

ganda suatu promotor seperti ester forbol yang terdapat pada minyak kroton. Tumor mulai

muncul 5 hingga 6 minggu setelah pemberian promotor, dan kebanyakan mencit mengalami

tumor 10 hingga 12 minggu setelah pemberian.

Page 4: 04a Toksisitas Kronis

4

Karsinogen kimia

Aktivasimetabolik

Reaksi detoksikasi(konjugasi, dll.)

Karsinogen cepatDetoksikasi seluler(ikatan dengan nukleofil lain, dll)

Pengikatan DNA,inisiasi

DNA yang telah berubah Perbaikan DNA

Replikasi

Sel tumor laten

Pertumbuhan, Promosi

Pembentukan tumor

Progressi

Tumor malignan

Metastasis

Gambar 3. Skema kejadian-kejadian utama dalam karsinogenesis kimiawi

Secara eksperimental, proses inisiasi-promosi telah diperlihatkan pada beberapa jaringan

seperti hati, paru-paru, kolon, kelenjar mamae, prostat, dan kandung kemih. Promotor tumor

biasanya spesifik organ, seperti 12-O-tetradekanoil forbol-13-asetat (TPA), suatu ester forbol

yang diisolasi dari minyak kroton, aktif hanya pada kulit. Fenobarbital, DDT, kordan, dan TCDD

merupakan promotor tumor hati, asam empedu adalah promotor pada tumor kolon dan hati, dan

mireks aktif pada kulit dan hati. Meskipun promotor tumor memiliki mekanisme aksi yang

berbeda dan banyak yang spesifik organ, namun semuanya memiliki gambaran operasional

umum dalam protokol inisiasi-promosi sebagai berikut.

Page 5: 04a Toksisitas Kronis

5

Inisiator harus diberikan pertama kali; tidak ada atau sangat sedikit tumor yang terjadi

jika promotor yang diberikan pertama kali.

Jika diberikan satu kali pada dosis subkarsinogenik, inisiator tidak menimbulkan tumor

selama hidup hewan; namun dosis inisiator yang berulang-ulang dapat menimbulkan

tumor sekalipun tanpa promotor.

Aksi inisiator irreversibel; tumor yang terjadi hampir sama hasilnya jika interval antara

inisiasi dan promosi diperpanjang dari 1 mingg hingga 1 tahun.

Inisiator adalah suatu elektrofil, atau teraktivasi secara metabolik menjadi elektrofil, yang

berikatan kovalen dengan DNA sehingga menimbulkan perubahan mutagenik.

Fungsi esensial dari promotor tumor adalah melengkapi proses karsinogenik yang

dimulai oleh inisiator.

Promotor tidak ditemukan sebagai elektrofil, tidak tidak diyakini adanya ikatan kovalen

dengan makromolekul.

Aksi promotor adalah reversibel pada tahap-tahap awal dan biasanya membutuhkan

pemaparan berulang; jadi, mungkin ada kadar ambang pemaparan.

Contoh-contoh Promotor Selain promosi karsinogenesis kulit oleh ester forbol, terdapat promotor yang telah

diketahui maupun yang dicurigai sebagai promotor dalam organ lain. Asam empedu diketahui

sebagai promotor karsinogenesis kolon pada hewan uji. Pada manusia, ada keterkaitan kuat

antara asupan tinggi diet lemak dengan kanker usus; karena konsumsi lemak meningkatkan

jumlah asam empedu di usus, peningkatan kanker usus ini mungkin karena efek promosi dari

asam empedu.

Dalam kandung kemih tikus, sakarin dan siklamat merupakanm promotor tumor setelah

dosis inisiasi metil nitrosourea; triptofan adalah promotor tumor kandung kemih pada anjing

yang diperlakukan dengan dosis inisiasi 4-amino bifenil atau 2-naftil amin.

Hormon juga diketahui sebagai pemodifikasi karsinogenesis. Pemberian oral atau injeks

IV dimetil benz antrasena (DMBA) menghasilkan tumor payudara pada mencit betina yang

rentan. Prolaktin akan meningkatkan perkembangan tumor, sedangkan pada hewan yang telah

mengalami perpindahan sel telur hanya sedikit terjadi tumor.

Kokarsinogenesis Kokarsinogen adalah zat diberikan sebelum atau bersamaan dengan karsinogen dan

menghasilkan tumor yang lebih parah daripada bila hanya dengan karsinogen tersebut.

Kokarsinogenesis yang ditimbulkan oleh hormon, virus, faktor imunologik, faktor nutrisi, trauma

fisik dan abrasi kulit. Beberapa mekanisme yang mungkin dari kokarsinogen dalam proses

inisiasi diringkas pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa mekanisme kokarsinogenesis

Peningkatan ambilan karsinogen oleh sel

Peningkatan bioaktivasi prokarsinogen

Penghilangan nukleofil pendetoksifikasi

Penghambatan mekanisme perbaikan DNA

Peningkatan konversi lesi DNA menjadi

perubahan yang permanen

Page 6: 04a Toksisitas Kronis

6

Beberapa kokarsinogen telah diteliti sehubungan dengan tumor saluran napas. Debu

silikon dioksida yang tercampur dengan benzo(a)piren bersifat kokarsinogenik untuk kanker

larinks, trakea, dan paru-paru pada hewan uji. Pada penambang uranium, pemaparan debu

uranium memiliki efek sinergis pada pembentukan tumor paru-paru pada pekerja yang perokok.

Efek yang sama telah diamati berkaitan dengan kanker paru-paru pada pekerja asbes.

Dibandingkan dengan kontrol yang tidak perokok maupun bukan pekerja asbes, pekerja asbes

memiliki angka kematian karena kanker paru-paru lima kali lebih tinggi. Bagi perokok yang

bukan pekerja asbes, angka tersebut 11 kali lebih tinggi, tetapi pada perokok yang juga pekerja

asbes angka kanker paru-paru tersebut 50 kali lebih besar daripada populasi kontrol.

Hormon juga dapat memainkan peranan penting sebagai modulator karsinogenesis.

Misalnya, tikus jantan umumnya lebih rentan terhadap induksi tumor oleh 2-AAF daripada tikus

betina. Hal ini karena aktivitas sulfotransferase lebih tinggi pada tikus jantan. Aktivitas ini dapat

ditekan pada jatan yang dikebiri dengan pemberian estradiol. Perlakuan ini mengakibatkan

menurunnya kerentanan tikus jantan terhadap karsinogenesis 2-AAF.

Meskipun asap tembakau hanya mengandung relatif kecil karsinogen genotoksik seperti

hidrokarbon aromatik polisiklik dan nitrosamin, namun mengandung sejumlah kokarsinogen dan

promotor dalam bentuk katekol dan senyawa fenolik lainnya. Kokarsinogen dan faktor promosi

dalam asap tembakau dianggap berperan penting dalam seluruh induksi kanker pada perokok.

Konsep inisiasi, promosi, dan kokarsinogenesis ini sangat penting karena banyak zat

kimia yang secara struktural tidak berhubungan dengan karsinogen yang dikenal dan tampak

tidak karsinogenik tetapi menjadi promotor atau kokarsinogen. Dengan demikian yang menjadi

penting adalah pengujian resiko yang meliputi uji aktivitas promosi.

Karsinogen Genotoksik dan Epigenetik Dalam kajian karsinogenesis kimia, ada dua hal penting yang berlaku. Pertama, banyak

zat kimia karsinogenik yang mengubah DNA sel secara irreversibel, mengakibatkan perubahan

sifat keturunan. Kedua, pembentukan kanker bersifat multi-tahap, dengan model yang paling

sederhana adalah inisiasi dan promosi. Dalam proses multi-tahap ini, sedikitnya ada satu tahap

yang harus terlibat dalam perubahan DNA; tahap selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan sel tumor. Jadi, karsinogen dapat didefinisikan sebagai zat yang menginduksi

neoplasma yang biasanya tidak nampak, yang menyebabkan pemunculan dini suatu neoplasma,

atau menyebabkan meningkatnya jumlah tumor. Dengan definisi operasional ini, maka

karsinogen dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu genotoksik dan epigenetik. (Lihat

Tabel 3).

Tabel 3. Contoh-contoh karsinogen genotoksik dan epigenetik

Karsinogen Genotoksik Karsinogen Epigenetik

Zat pengalkilasi

Benzo(a)piren

Vinil klorida

Dimetil nitrosamin

Arsen, nikel, krom

Radiasi

Plastik, asbes

Estrogen, androgen

Ester forbol

Asam empedu

Organoklor

Sakarin

Page 7: 04a Toksisitas Kronis

7

Zat kimia genotoksik adalah zat yang dapat merusak atau mengubah DNA, sedangkan

epigenetik menghasilkan efek karsinogen dengan aksi selain genotoksik. Ini meliputi mekanisme

tak langsung seperti perubahan ekspresi gen, imunosupressi, ketidakseimbangan hormonal,

sitotoksisitas, aksi kokarsinogenik, dan efek promosi.

Aktivasi Karsinogen dan Pengikatan Makromolekul Perkembangan penting dalam memahami karsinogenesis kimia bermula dari pengamatan

Elizabeth dan James Miller yang menunjukkan bahwa banyak karsinogen yang secara intrinsik

tidak karsinogenik tetapi memerlukan aktivasi metabolik untuk mengekspresikan potensi

karsinogeniknya. Miller memperkenalkan istilah prokarsinogen, karsinogen proximate, dan

karsinogen ultimate untuk menerangkan proses metabolik ini. Karsinogen kimia yang

memerlukan metabolisme untuk menimbulkan efek karsinogenik disebut prokarsinogen;

metabolit antara prokarsinogen dan karsinogen ultimate adalah karsinogen proximate; dan

produk yang berinteraksi dengan produk komponen seluler dan berperan untuk aktivitas

karsinogenik disebut karsinogen ultimate.

Namun tidak semua karsinogen membutuhkan aktivasi metabolik, dan senyawa-senyawa

yang demikian disebut kasinogen bekerja langsung atau karsinogen primer. (Gambar 4).

Umumnya senyawa-senyawa ini merupakan elektrofil yang sangat reaktif atau berubah secara

nonenzimatik menjadi elektrofil yang reaktif. Terkadang, karsinogen yang bekerja langsung

menimbulkan tumor pada tempat pemaparan. Senyawa seperti ini biasanya sangat reaktif

sehingga menimbulkan masalah lingkungan.

Tetapi kebanyakan karsinogen kimia memerlukan aktivasi metabolik in vivo untuk

menimbulkan efek karsinogenik. Metabolit reaktif atau karsinogen ultimate merupakan elektrofil

kuat, misalnya ion karbonium atau nitrenium. Zat-zat kimia ini dapat membentuk adisi kovalen

secara nonenzimatik dengan berbagai sisi nukleofilik pada makromolekul seluler seperti peptida,

protein, RNA, dan DNA. Karena relatif banyak di dalam sel, maka ikatan dengan protein

biasanya merupakan interaksi makromolekul yang utama dari karsinogen.

H3CO S OCH3

O

O

HN

H2C CH2

O

H2C CH2

CO

(ClCH2CH2)2NCH3 ClCH2OCH2Cl C

O

(H3C)2N Cl

dimetil sulfat etilen imin ß-propiol aseton

mustar nitrogen bis(klorometil)-eter dimetil karbamil

klorida

Gambar 4. Struktur beberapa karsinogen primer

Page 8: 04a Toksisitas Kronis

8

Karsinogen elektrofilik juga mengikat asam nukleat, dan ikatan kovalen dengan DNA ini

dianggap sebagai reaksi yang kritis dari karsinogen genotoksik dalam menginisiasi tumor.

Elektrofil tersebut menyerang atom-atom oksigen nukleofilik maupun nitrogen dalam basa-basa

DNA.

Karsinogenesis Radiasi Efek radiasi pengion terhadap sel terinisiasi melalui absorbsi energi yang cukup untuk

melepaskan elektron dari molekul sehingga menyebabkan pembentukan ion bermuatan positif.

Elektron yang lepas tersebut bereaksi dengan molekul-molekul yang didekatnya membentuk ion

bermuatan negatif. Karena air merupakan komponen utama dari sel, maka air paling banyak

mengabsorbsi radiasi pengion, membentuk radikal bebas yang kemudian bereaksi satu sama lain,

dengan molekul air, atau dengan makromolekul di dalam sel. Spesies oksigen reaktif seperti

superoksida, radikal hidroperoksi, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida, terbentuk dan dapat

menyebabkan perusakan oksidatif umum pada makromolekul seluler, termasuk DNA. Radiasi

pengion telah lama dikenal sebagai karsinogenik dan mutagenik.

B. MUTAGENESIS

Mutasi adalah perubahan terwariskan (herediter) yang terjadi dalam informasi genetik

yang tersimpan di dalam DNA sel. Berbagai zat fisika dan kimia yang diketahui menyebabkan

perubahan tersebut antara lain radiasi pengion, mustar belerang dan nitrogen, epoksida, etilen

imin, dan metil sulfonat.

Perubahan DNA sebenarnya tidak berbahaya karena mutasi merupakan balok bangunan

untuk perubahan evolusioner dan memungkinkan spesies untuk beradaptasi terhadap perubahan

lingkungan. Bahayanya adalah jika mutasi itu tidak terarah, dan efeknya terhadap individu

biasanya negatif. Efek berbahaya dari mutasi di antaranya gangguan fertilitas, kematian

embrionik dan perinatal, malformasi, penyakit keturunan, dan kanker. Para ahli toksikologi

dalam bidang ini berupaya untuk memperkecil pemaparan manusia pada mutagen eksogen untuk

menghindari terjadinya tambahan “muatan genetik” kita.

Umumnya, perubahan material genetik dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu (1)

mutasi titik, yang melibatkan perubahan basa tunggal seperti pertukaran pasangan basa atau

penambahan atau penghilangan satu basa; (2) aberasi kromosom, seperti perenggangan,

pemutusan, translokasi, dan perubahan jumlah kromosom.

Transformasi Pasangan Basa Unit mutasi terkecil, transformasi pasangan basa tunggal, disebut mutasi titik. Jika

penggantian tersebut melibatkan jenis basa yang sama, misalnya purin dengan purin, atau

pirimidin dengan pirimidin, maka mutasi tersebut dinamakan transisi pasangan basa. Jika

perubahan itu adalah penggantian purin dengan pirimidin, maka disebut tranversi pasangan basa.

Mutasi titik ini bisa terjadi setidaknya dalam tiga cara, yaitu modifikasi kimiawi, penambahan

analog basa abnormal ke dalam DNA, dan oleh zat pengalkilasi.

Page 9: 04a Toksisitas Kronis

9

TRANFORMASI KIMIAWI. Salah satu contoh transformasi kimiawi dari basa-basa adalah

yang ditimbulkan oleh asam nitrit (HNO2). Zat kimia ini dapat mengubah sitosin menjadi urasil

atau adenin menjadi hipoksantin dan diketahui sebagai mutagenik dalam fag, bakteri, dan jamur.

Mekanisme dari reaksi ini dapat dilihat pada Gambar 5.

N

N

deoksiribosa

NH2

O N

HN

deoksiribosa

O

O

HNO2

Gambar 5. Deaminasi sitidin menjadi uridin oleh aksi asam nitrit

PENAMBAHAN ANALOG BASA ABNORMAL. Kebanyakan zat kimia yang aktif dalam

kasus ini adalah zat yang dikembangkan sebagai obat untuk terapi kanker dan memiliki

efektivitas dalam menghasilkan mutasi letal dalam sel kanker yang membelah cepat. Contoh

analog basa antara lain 5-bromourasil, 5-fluorodeoksi uridin, 2-aminopurin, dan 6-

merkaptopurin. Efek penambahan basa abnormal ini dan transformasi basa yang dihasilkan

digambarkan dengan 5-bromourasil. (Gambar 6).

Gambar 6. Replikasi asam nukleat dengan adanya analog basa bromourasil (Bu).

Analog ini akan berpasangan dengan adenin dan guanin. Dalam kasus ini,

hasilnya adalah transisi G-C menjadi A-T

ZAT PENGALKILASI. Zat pengalkilasi adalah zat kimia yang dapat menambahkan gugus

alkil pada DNA. Zat-zat kimia ini menghasilkan ion karbonium yang bermuatan positif

(misalnya CH3+) yang bergabung dengan basa-basa yang kaya elektron di dalam DNA, contoh

klasik dari interaksi elektrofilik-nukleofilik. Beberapa zat pengalkilasi terlihat pada Gambar 7.

Reaksi alkilasi yang cukup terkenal adalah reaksi dimetil nitrosamin (Gambar 8). Alkilasi DNA

mengakibatkan kesalahan pasangan basa maupun pemutusan kromosom.

C - G

A - T

G - C

Bu C - G

A - Bu

G - Bu

G - C

Bu - A

Bu - A

G - C

Bu - G

Bu - A

C - G

A - T

A - T

Page 10: 04a Toksisitas Kronis

10

Gambar 7. Struktur beberapa karsinogen pengalkilasi

Sejumlah posisi dalam basa-basa purin dan pirimidin tersedia untuk alkilasi. Misalnya,

adenin dapat teralkilasi pada tiga nitrogen cincin, yaitu N-1, N-2, atau N-7; guanin dapat

mengalami alkilasi pada N-3, N-7, atau O-6; sitosin teralkilasi N-3 atau O-2; dan timin teralkilasi

pada N-3, O-2, dan O-4. (Gambar 9). Di samping alkilasi basa-basa purin dan pirimidin, fosfat

dalam DNA juga dapat mengalami alkilasi.

N N

H3C

H3C

O N N

H3C

HOH2C

O N N

H3C

H

O

HCHO

CH3N2OH+ -

terikat dengan DNA

Gambar 8. Pembentukan zat pemetilasi dari dimetil nitrosamin (DMN). Tahap

pertama membutuhkan aktivasi metabolik untuk membentuk zat antara yang sangat

reaktif yang bergabung secara nonenzimatik dengan DNA.

N N OH3C

H3C

C

NH2

N

O

H3C N O

H3CHN

HN CH3

dimetil nitrosamin, DMN

(N-nitroso dimetil amin)

N-metil-N-nitrosourea

MNU

1,2-dimetil hidrazin

DMH

O SH3C

O

O

CH3 N N NH3C

H3C

H3C N

N O

C NH

NH

NO2

metil metana sulfonat

MMS3,3-dimetil-1-fenil triazena N-metil-N'-nitro-N-nitroso

guanidin, MNNG

Page 11: 04a Toksisitas Kronis

11

N

NN

N

NH2

HN

NN

N

O

H2N

*1

*3

* 7

*3

*6

* 7

N

N

NH2

O

3 *

2 *

HN

NO

3 *

2 *

O*6

adenin guanin

sitosin timidin

Gambar 9. Sisi alkilasi DNA pada kondisi fisiologis ditunjukkan dengan bintang (*).

Aberasi Kromosom Istilah klastogenesis digunakan untuk proses yang menghasilkan penambahan,

penghapusan, dan penataan ulang bagian-bagian kromosom yang dapat dideteksi dengan

mikroskop cahaya. Renggangan, yang merupakan lesi akromatik dalam kromosom, dapat

bervariasi dalam panjang dan dianggap karena kehilangan DNA. Pecahan adalah ujung kromatid

yang putus yang terdislokasi tetapi masih termasuk dalam metafase. Beberapa penyakit

keturunan, seperti sindroma Bloom dan anemia Falconi, berhubungan dengan pemutusan

kromosom, tetapi tidak pasti apakah pemutusan itu sebagai sebab atau gejala penyakit. Banyak

zat kimia, demikian pula radiasi pengion, dapat menyebabkan pemecahan kromosom. Zat

pengalkilasi, khususnya zat kimia bifungsional, dapat menyebabkan pemutusan melalui pautan

silang dengan DNA.

Mutasi kromosom merujuk pada perubahan kromosom yang terjadi pemasukan kembali

secara tidak benar bagian-bagian yang putus. Jenis perubahan yang utama adalah penghapusan,

translokasi, duplikasi, dan inversi. Penghapusan dan translokasi relatif mudah terdeteksi dengan

mikroskop.

Aberasi numerik adalah akibat dari pembelahan yang tidak setara dari kromosom dan

menimbulkan sel yang memiliki kromosom yang lebih banyak ataupun lebih sedikit daripada

normal. Sel-sel tersebut bisa hidup bisa pula tidak. Beberapa penyakit keturunan merupakan

akibat dari pembelahan kromosom yang tidak setara (nondisjungsi). Sindroma Down

(mongolisme) berhubungan dengan trisomi kromosom 21, dan kondisi ini ditandai dengan

tengkorak rata dan kecil; hidung pendek, pesek; tulang jari pendek; dan kemunduran mental

Page 12: 04a Toksisitas Kronis

12

sedang hingga parah. Ada kelainan yang berhubungan dengan nondisjungsi kromosom sex, yaitu

sindroma Klinefelter (XXY), yang ditandai dengan testis kecil dengan fibrosis dan hialinisasi

tubuli seminiferous dan kegagalan fungsi; dan sindroma Turner (XO), yang ditandai dengan

perawakan pendek, gonad tak berdifferensiasi.

Beberapa zat kimia diketahui menginduksi poliplodi, di antaranya yang dikenal sebagai

racun metafase, seperti kolkisin, racun spindel spesifik yang mengikat tubulin spindel protein

dan menghambat polimerisasinya. Jadi, kolkisin menghentikan mitosis pada tahap metafase,

menyebabkan sel dalam keadaan memiliki jumlah rangkap material kromosom, menyebabkan

sel poliploidi. Senyawa lain yang menyebabkan kelainan yang sama adalah alkaloid vinka, yaitu

vinkristin dan vinblastin, serta podofilotoksin, yang terikat pada sisi yang sama dengan kolkisin.

Poliploidi terkenal pada tumbuhan dan digunakan secara luas dalam pembiakan tumbuhan;

namun, poliploidi pada hewan umumnya merupakan mutasi letal.