04a Toksisitas Kronis
-
Upload
fadli-archie -
Category
Documents
-
view
218 -
download
1
description
Transcript of 04a Toksisitas Kronis
1
Materi Kuliah Toksikologi
A. KARSINOGENESIS
Latar Belakang Sejarah Zat-zat tertentu dalam lingkungan sejak akhir abad ke-18 diketahui dapat menyebabkan
berbagai macam kanker. Kenyataan-kenyataan tersebut terlihat pada tabel 1. Di antara zat-zat
tersebut, John Hill pada tahun 1761 mengamati adanya peningkatan kanker hidung di antara para
tembakau sedotan, sedangkan Sir Percival Pott (1775) mengamati banyaknya pasien penderita
kanker scrotum dari para tukang pembersih cerobong asap. Pott menghubungkan kanker ini
dengan jelaga dan coal tar. Hasil pengamatan ini tidak diperjelas hingga pada tahun 1916
teramati adanya kanker pada mata kelinci yang diberi coal tar. Coal tar ini lalu difraksionasi
antara tahun 1920 – 1930 dan diperoleh komponen aktif berupa hidrokarbon aromatik polisiklik
seperti dimetil benz(a)antrasena dan benz(a)pirena (lihat gambar 1).
Pada tahun 1860-an, Jerman menjadi pusat pembuatan pewarna sintetik dari amina
aromatik. Sekitar 30 tahun kemudian muncul masalah bahwa zat pewarna tersebut atau zat
antaranya berbahaya. Pada tahun 1895, Ludwig Rehn melaporkan sejumlah karsinoma kandung
kemih pada para pekerja di sekitar pabrik cat tersebut. Kenyataan epidemiologik menunjukkan
bahwa 2-naftil amin kemungkinan sebagai karsinogen dan dibuktikan pada tahun 1938 oleh
Hueper dengan terjadinya tumor kandung kemih pada anjing yang diberi makan dengan 2-naftil
amin.
Tabel 1. Ringkasan sejarah penemuan bahan lingkungan yang menyebabkan
kanker pada manusia.
Karsinogen Organ sasaran Penemu Tahun
Tembakau sedotan Hidung Hill 1761
Jelaga Scrotum Pott 1775
Rokok cerutu Bibir Sommering 1795
Coal tar Kulit Volkman 1875
Zat antara zat warna Kandung kemih Rehn 1895
Sinar-X Kulit Van Trieben 1902
Jus tembakau Rongga mulut Abbe 1915
Sinar matahari Kulit Molesworth 1937
Asap rokok Paru-paru Muller 1939
Asbes Pleura Wagner 1960
Kadmium Prostat Kipling; Waterhouse 1967
2
H3C
CH3
CH3
NH2
N N N(CH3)2N
NO2
O
HN
NOH
NH
N
O
O
(C2H5)2NN O C2H5OC
O
NH2 H2N C
S
NH2
3-metil kolantrena 7,12-dimetil benz(a)antrasena 2-naftil amin
4-dimetil aminoazobenzena 4-nitrokuinolin-1-oksida 3-hidroksi xantin
benzo(a)pirena nitroso dietil amin uretan tiourea
Gambar 1. Struktur beberapa karsinogen kimia sintetik
Inisiasi, Promosi, dan Progressi Induksi kanker oleh zat kimia merupakan proses banyak tahap yang kompleks yang
melibatkan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor endogen. Karsinogenesis biasanya
berlangsung melalui beberapa tahap berurutan sebelum pembentukan neoplasma yang malignan
(gambar 3). Dalam model eksperimental, karsinogenesis dapat dibagi ke dalam sedikitnya tiga
tahap yang disebut inisiasi, promosi, dan progressi.
INISIASI. Tahap inisiasi diperkirakan sebagai perubahan yang cepat, yang secara esensial
irreversibel, dalam material genetik sel yang mengawali sel untuk perkembangan neoplastik
selanjutnya. Sel ini, yang sering disebut sebagai “sel terinisiasi”, membutuhkan satu putaran
replikasi untuk “menyesuaikan” dengan perubahan genetik. Zat kimia penginisiasi bersifat
elektrofil atau teraktivasi secara metabolik menjadi elektrofil. Zat kimia reaktif ini lalu mengikat
DNA sehingga membentuk perubahan genom sel yang permanen dan terwariskan, tetapi tidak
terekspresikan. Berdasarkan model ini, sel terinisiasi dapat tetap menjadi dorman hingga
terpapar pada zat promotor tumor yang kemudian memungkinkan pertumbuhan klon dari sel
terinisiasi hingga menghasilkan tumor yang sebenarnya.
3
O
O
CH2CHCH2
N
CH2OC(O)RR'O
O
OOH
HO
OH
OH
OH
CH3 N NH2
CH
O
N
O
O
H2N
H2N NH
H OCNH2
O
OCH3
O
O
OCH3
CH3Cl
OCH3
O
H3CO
safrol
(sassafras)alkaloid pirolizidin
(Senecio, Crotolaria, Heliotropium)
kuersetin
N-metil-N-formil hidrazin
(jamur morel semu yg dpt dimakan)
mitomisin C
(Streptomyces caespitosus)
griseofulvin
(Penicillium griseofulvum)
Gambar 2. Struktur beberapa karsinogen kimia yang terdapat secara alami
PROMOSI. Zat promotor adalah zat kimia yang dengan sendirinya tidak bersifat karsinogen,
tetapi, bila diberikan berulang-ulang dengan dosis yang rendah, akan meningkatkan kejadian
kanker. Promotor dapat meningkatkan jumlah tumor atau menurunkan masa laten. Promotor
biasanya bukan elektrofil dan tidak mengikat DNA.
PROGRESSI. Perkembangan tumor malignan dari tumor benigna melintasi tahap ketiga yang
disebut progressi, dan melibatkan perubahan genetik lebih lanjut.
Model Inisiasi – Promosi Model inisiasi – promosi dari karsinogenesis banyak tahap pertama kali ditunjukkan pada
kulit mencit, dan model ini kini telah dikarakterisasi dengan baik. Dalam suatu eksperimen
tipikal, zat kimia inisiator seperti dimetil benz(a)antrasena diberikan pada kulit mencit dengan
dosis rendah sehingga sangat kecil, kalaupun ada, tumor yang timbul selama hewan itu hidup.
Setelah interval 1 minggu hingga 1 tahun, kulit yang diberi perlakuan itu dipapari dengan dosis
ganda suatu promotor seperti ester forbol yang terdapat pada minyak kroton. Tumor mulai
muncul 5 hingga 6 minggu setelah pemberian promotor, dan kebanyakan mencit mengalami
tumor 10 hingga 12 minggu setelah pemberian.
4
Karsinogen kimia
Aktivasimetabolik
Reaksi detoksikasi(konjugasi, dll.)
Karsinogen cepatDetoksikasi seluler(ikatan dengan nukleofil lain, dll)
Pengikatan DNA,inisiasi
DNA yang telah berubah Perbaikan DNA
Replikasi
Sel tumor laten
Pertumbuhan, Promosi
Pembentukan tumor
Progressi
Tumor malignan
Metastasis
Gambar 3. Skema kejadian-kejadian utama dalam karsinogenesis kimiawi
Secara eksperimental, proses inisiasi-promosi telah diperlihatkan pada beberapa jaringan
seperti hati, paru-paru, kolon, kelenjar mamae, prostat, dan kandung kemih. Promotor tumor
biasanya spesifik organ, seperti 12-O-tetradekanoil forbol-13-asetat (TPA), suatu ester forbol
yang diisolasi dari minyak kroton, aktif hanya pada kulit. Fenobarbital, DDT, kordan, dan TCDD
merupakan promotor tumor hati, asam empedu adalah promotor pada tumor kolon dan hati, dan
mireks aktif pada kulit dan hati. Meskipun promotor tumor memiliki mekanisme aksi yang
berbeda dan banyak yang spesifik organ, namun semuanya memiliki gambaran operasional
umum dalam protokol inisiasi-promosi sebagai berikut.
5
Inisiator harus diberikan pertama kali; tidak ada atau sangat sedikit tumor yang terjadi
jika promotor yang diberikan pertama kali.
Jika diberikan satu kali pada dosis subkarsinogenik, inisiator tidak menimbulkan tumor
selama hidup hewan; namun dosis inisiator yang berulang-ulang dapat menimbulkan
tumor sekalipun tanpa promotor.
Aksi inisiator irreversibel; tumor yang terjadi hampir sama hasilnya jika interval antara
inisiasi dan promosi diperpanjang dari 1 mingg hingga 1 tahun.
Inisiator adalah suatu elektrofil, atau teraktivasi secara metabolik menjadi elektrofil, yang
berikatan kovalen dengan DNA sehingga menimbulkan perubahan mutagenik.
Fungsi esensial dari promotor tumor adalah melengkapi proses karsinogenik yang
dimulai oleh inisiator.
Promotor tidak ditemukan sebagai elektrofil, tidak tidak diyakini adanya ikatan kovalen
dengan makromolekul.
Aksi promotor adalah reversibel pada tahap-tahap awal dan biasanya membutuhkan
pemaparan berulang; jadi, mungkin ada kadar ambang pemaparan.
Contoh-contoh Promotor Selain promosi karsinogenesis kulit oleh ester forbol, terdapat promotor yang telah
diketahui maupun yang dicurigai sebagai promotor dalam organ lain. Asam empedu diketahui
sebagai promotor karsinogenesis kolon pada hewan uji. Pada manusia, ada keterkaitan kuat
antara asupan tinggi diet lemak dengan kanker usus; karena konsumsi lemak meningkatkan
jumlah asam empedu di usus, peningkatan kanker usus ini mungkin karena efek promosi dari
asam empedu.
Dalam kandung kemih tikus, sakarin dan siklamat merupakanm promotor tumor setelah
dosis inisiasi metil nitrosourea; triptofan adalah promotor tumor kandung kemih pada anjing
yang diperlakukan dengan dosis inisiasi 4-amino bifenil atau 2-naftil amin.
Hormon juga diketahui sebagai pemodifikasi karsinogenesis. Pemberian oral atau injeks
IV dimetil benz antrasena (DMBA) menghasilkan tumor payudara pada mencit betina yang
rentan. Prolaktin akan meningkatkan perkembangan tumor, sedangkan pada hewan yang telah
mengalami perpindahan sel telur hanya sedikit terjadi tumor.
Kokarsinogenesis Kokarsinogen adalah zat diberikan sebelum atau bersamaan dengan karsinogen dan
menghasilkan tumor yang lebih parah daripada bila hanya dengan karsinogen tersebut.
Kokarsinogenesis yang ditimbulkan oleh hormon, virus, faktor imunologik, faktor nutrisi, trauma
fisik dan abrasi kulit. Beberapa mekanisme yang mungkin dari kokarsinogen dalam proses
inisiasi diringkas pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa mekanisme kokarsinogenesis
Peningkatan ambilan karsinogen oleh sel
Peningkatan bioaktivasi prokarsinogen
Penghilangan nukleofil pendetoksifikasi
Penghambatan mekanisme perbaikan DNA
Peningkatan konversi lesi DNA menjadi
perubahan yang permanen
6
Beberapa kokarsinogen telah diteliti sehubungan dengan tumor saluran napas. Debu
silikon dioksida yang tercampur dengan benzo(a)piren bersifat kokarsinogenik untuk kanker
larinks, trakea, dan paru-paru pada hewan uji. Pada penambang uranium, pemaparan debu
uranium memiliki efek sinergis pada pembentukan tumor paru-paru pada pekerja yang perokok.
Efek yang sama telah diamati berkaitan dengan kanker paru-paru pada pekerja asbes.
Dibandingkan dengan kontrol yang tidak perokok maupun bukan pekerja asbes, pekerja asbes
memiliki angka kematian karena kanker paru-paru lima kali lebih tinggi. Bagi perokok yang
bukan pekerja asbes, angka tersebut 11 kali lebih tinggi, tetapi pada perokok yang juga pekerja
asbes angka kanker paru-paru tersebut 50 kali lebih besar daripada populasi kontrol.
Hormon juga dapat memainkan peranan penting sebagai modulator karsinogenesis.
Misalnya, tikus jantan umumnya lebih rentan terhadap induksi tumor oleh 2-AAF daripada tikus
betina. Hal ini karena aktivitas sulfotransferase lebih tinggi pada tikus jantan. Aktivitas ini dapat
ditekan pada jatan yang dikebiri dengan pemberian estradiol. Perlakuan ini mengakibatkan
menurunnya kerentanan tikus jantan terhadap karsinogenesis 2-AAF.
Meskipun asap tembakau hanya mengandung relatif kecil karsinogen genotoksik seperti
hidrokarbon aromatik polisiklik dan nitrosamin, namun mengandung sejumlah kokarsinogen dan
promotor dalam bentuk katekol dan senyawa fenolik lainnya. Kokarsinogen dan faktor promosi
dalam asap tembakau dianggap berperan penting dalam seluruh induksi kanker pada perokok.
Konsep inisiasi, promosi, dan kokarsinogenesis ini sangat penting karena banyak zat
kimia yang secara struktural tidak berhubungan dengan karsinogen yang dikenal dan tampak
tidak karsinogenik tetapi menjadi promotor atau kokarsinogen. Dengan demikian yang menjadi
penting adalah pengujian resiko yang meliputi uji aktivitas promosi.
Karsinogen Genotoksik dan Epigenetik Dalam kajian karsinogenesis kimia, ada dua hal penting yang berlaku. Pertama, banyak
zat kimia karsinogenik yang mengubah DNA sel secara irreversibel, mengakibatkan perubahan
sifat keturunan. Kedua, pembentukan kanker bersifat multi-tahap, dengan model yang paling
sederhana adalah inisiasi dan promosi. Dalam proses multi-tahap ini, sedikitnya ada satu tahap
yang harus terlibat dalam perubahan DNA; tahap selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan sel tumor. Jadi, karsinogen dapat didefinisikan sebagai zat yang menginduksi
neoplasma yang biasanya tidak nampak, yang menyebabkan pemunculan dini suatu neoplasma,
atau menyebabkan meningkatnya jumlah tumor. Dengan definisi operasional ini, maka
karsinogen dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu genotoksik dan epigenetik. (Lihat
Tabel 3).
Tabel 3. Contoh-contoh karsinogen genotoksik dan epigenetik
Karsinogen Genotoksik Karsinogen Epigenetik
Zat pengalkilasi
Benzo(a)piren
Vinil klorida
Dimetil nitrosamin
Arsen, nikel, krom
Radiasi
Plastik, asbes
Estrogen, androgen
Ester forbol
Asam empedu
Organoklor
Sakarin
7
Zat kimia genotoksik adalah zat yang dapat merusak atau mengubah DNA, sedangkan
epigenetik menghasilkan efek karsinogen dengan aksi selain genotoksik. Ini meliputi mekanisme
tak langsung seperti perubahan ekspresi gen, imunosupressi, ketidakseimbangan hormonal,
sitotoksisitas, aksi kokarsinogenik, dan efek promosi.
Aktivasi Karsinogen dan Pengikatan Makromolekul Perkembangan penting dalam memahami karsinogenesis kimia bermula dari pengamatan
Elizabeth dan James Miller yang menunjukkan bahwa banyak karsinogen yang secara intrinsik
tidak karsinogenik tetapi memerlukan aktivasi metabolik untuk mengekspresikan potensi
karsinogeniknya. Miller memperkenalkan istilah prokarsinogen, karsinogen proximate, dan
karsinogen ultimate untuk menerangkan proses metabolik ini. Karsinogen kimia yang
memerlukan metabolisme untuk menimbulkan efek karsinogenik disebut prokarsinogen;
metabolit antara prokarsinogen dan karsinogen ultimate adalah karsinogen proximate; dan
produk yang berinteraksi dengan produk komponen seluler dan berperan untuk aktivitas
karsinogenik disebut karsinogen ultimate.
Namun tidak semua karsinogen membutuhkan aktivasi metabolik, dan senyawa-senyawa
yang demikian disebut kasinogen bekerja langsung atau karsinogen primer. (Gambar 4).
Umumnya senyawa-senyawa ini merupakan elektrofil yang sangat reaktif atau berubah secara
nonenzimatik menjadi elektrofil yang reaktif. Terkadang, karsinogen yang bekerja langsung
menimbulkan tumor pada tempat pemaparan. Senyawa seperti ini biasanya sangat reaktif
sehingga menimbulkan masalah lingkungan.
Tetapi kebanyakan karsinogen kimia memerlukan aktivasi metabolik in vivo untuk
menimbulkan efek karsinogenik. Metabolit reaktif atau karsinogen ultimate merupakan elektrofil
kuat, misalnya ion karbonium atau nitrenium. Zat-zat kimia ini dapat membentuk adisi kovalen
secara nonenzimatik dengan berbagai sisi nukleofilik pada makromolekul seluler seperti peptida,
protein, RNA, dan DNA. Karena relatif banyak di dalam sel, maka ikatan dengan protein
biasanya merupakan interaksi makromolekul yang utama dari karsinogen.
H3CO S OCH3
O
O
HN
H2C CH2
O
H2C CH2
CO
(ClCH2CH2)2NCH3 ClCH2OCH2Cl C
O
(H3C)2N Cl
dimetil sulfat etilen imin ß-propiol aseton
mustar nitrogen bis(klorometil)-eter dimetil karbamil
klorida
Gambar 4. Struktur beberapa karsinogen primer
8
Karsinogen elektrofilik juga mengikat asam nukleat, dan ikatan kovalen dengan DNA ini
dianggap sebagai reaksi yang kritis dari karsinogen genotoksik dalam menginisiasi tumor.
Elektrofil tersebut menyerang atom-atom oksigen nukleofilik maupun nitrogen dalam basa-basa
DNA.
Karsinogenesis Radiasi Efek radiasi pengion terhadap sel terinisiasi melalui absorbsi energi yang cukup untuk
melepaskan elektron dari molekul sehingga menyebabkan pembentukan ion bermuatan positif.
Elektron yang lepas tersebut bereaksi dengan molekul-molekul yang didekatnya membentuk ion
bermuatan negatif. Karena air merupakan komponen utama dari sel, maka air paling banyak
mengabsorbsi radiasi pengion, membentuk radikal bebas yang kemudian bereaksi satu sama lain,
dengan molekul air, atau dengan makromolekul di dalam sel. Spesies oksigen reaktif seperti
superoksida, radikal hidroperoksi, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida, terbentuk dan dapat
menyebabkan perusakan oksidatif umum pada makromolekul seluler, termasuk DNA. Radiasi
pengion telah lama dikenal sebagai karsinogenik dan mutagenik.
B. MUTAGENESIS
Mutasi adalah perubahan terwariskan (herediter) yang terjadi dalam informasi genetik
yang tersimpan di dalam DNA sel. Berbagai zat fisika dan kimia yang diketahui menyebabkan
perubahan tersebut antara lain radiasi pengion, mustar belerang dan nitrogen, epoksida, etilen
imin, dan metil sulfonat.
Perubahan DNA sebenarnya tidak berbahaya karena mutasi merupakan balok bangunan
untuk perubahan evolusioner dan memungkinkan spesies untuk beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan. Bahayanya adalah jika mutasi itu tidak terarah, dan efeknya terhadap individu
biasanya negatif. Efek berbahaya dari mutasi di antaranya gangguan fertilitas, kematian
embrionik dan perinatal, malformasi, penyakit keturunan, dan kanker. Para ahli toksikologi
dalam bidang ini berupaya untuk memperkecil pemaparan manusia pada mutagen eksogen untuk
menghindari terjadinya tambahan “muatan genetik” kita.
Umumnya, perubahan material genetik dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu (1)
mutasi titik, yang melibatkan perubahan basa tunggal seperti pertukaran pasangan basa atau
penambahan atau penghilangan satu basa; (2) aberasi kromosom, seperti perenggangan,
pemutusan, translokasi, dan perubahan jumlah kromosom.
Transformasi Pasangan Basa Unit mutasi terkecil, transformasi pasangan basa tunggal, disebut mutasi titik. Jika
penggantian tersebut melibatkan jenis basa yang sama, misalnya purin dengan purin, atau
pirimidin dengan pirimidin, maka mutasi tersebut dinamakan transisi pasangan basa. Jika
perubahan itu adalah penggantian purin dengan pirimidin, maka disebut tranversi pasangan basa.
Mutasi titik ini bisa terjadi setidaknya dalam tiga cara, yaitu modifikasi kimiawi, penambahan
analog basa abnormal ke dalam DNA, dan oleh zat pengalkilasi.
9
TRANFORMASI KIMIAWI. Salah satu contoh transformasi kimiawi dari basa-basa adalah
yang ditimbulkan oleh asam nitrit (HNO2). Zat kimia ini dapat mengubah sitosin menjadi urasil
atau adenin menjadi hipoksantin dan diketahui sebagai mutagenik dalam fag, bakteri, dan jamur.
Mekanisme dari reaksi ini dapat dilihat pada Gambar 5.
N
N
deoksiribosa
NH2
O N
HN
deoksiribosa
O
O
HNO2
Gambar 5. Deaminasi sitidin menjadi uridin oleh aksi asam nitrit
PENAMBAHAN ANALOG BASA ABNORMAL. Kebanyakan zat kimia yang aktif dalam
kasus ini adalah zat yang dikembangkan sebagai obat untuk terapi kanker dan memiliki
efektivitas dalam menghasilkan mutasi letal dalam sel kanker yang membelah cepat. Contoh
analog basa antara lain 5-bromourasil, 5-fluorodeoksi uridin, 2-aminopurin, dan 6-
merkaptopurin. Efek penambahan basa abnormal ini dan transformasi basa yang dihasilkan
digambarkan dengan 5-bromourasil. (Gambar 6).
Gambar 6. Replikasi asam nukleat dengan adanya analog basa bromourasil (Bu).
Analog ini akan berpasangan dengan adenin dan guanin. Dalam kasus ini,
hasilnya adalah transisi G-C menjadi A-T
ZAT PENGALKILASI. Zat pengalkilasi adalah zat kimia yang dapat menambahkan gugus
alkil pada DNA. Zat-zat kimia ini menghasilkan ion karbonium yang bermuatan positif
(misalnya CH3+) yang bergabung dengan basa-basa yang kaya elektron di dalam DNA, contoh
klasik dari interaksi elektrofilik-nukleofilik. Beberapa zat pengalkilasi terlihat pada Gambar 7.
Reaksi alkilasi yang cukup terkenal adalah reaksi dimetil nitrosamin (Gambar 8). Alkilasi DNA
mengakibatkan kesalahan pasangan basa maupun pemutusan kromosom.
C - G
A - T
G - C
Bu C - G
A - Bu
G - Bu
G - C
Bu - A
Bu - A
G - C
Bu - G
Bu - A
C - G
A - T
A - T
10
Gambar 7. Struktur beberapa karsinogen pengalkilasi
Sejumlah posisi dalam basa-basa purin dan pirimidin tersedia untuk alkilasi. Misalnya,
adenin dapat teralkilasi pada tiga nitrogen cincin, yaitu N-1, N-2, atau N-7; guanin dapat
mengalami alkilasi pada N-3, N-7, atau O-6; sitosin teralkilasi N-3 atau O-2; dan timin teralkilasi
pada N-3, O-2, dan O-4. (Gambar 9). Di samping alkilasi basa-basa purin dan pirimidin, fosfat
dalam DNA juga dapat mengalami alkilasi.
N N
H3C
H3C
O N N
H3C
HOH2C
O N N
H3C
H
O
HCHO
CH3N2OH+ -
terikat dengan DNA
Gambar 8. Pembentukan zat pemetilasi dari dimetil nitrosamin (DMN). Tahap
pertama membutuhkan aktivasi metabolik untuk membentuk zat antara yang sangat
reaktif yang bergabung secara nonenzimatik dengan DNA.
N N OH3C
H3C
C
NH2
N
O
H3C N O
H3CHN
HN CH3
dimetil nitrosamin, DMN
(N-nitroso dimetil amin)
N-metil-N-nitrosourea
MNU
1,2-dimetil hidrazin
DMH
O SH3C
O
O
CH3 N N NH3C
H3C
H3C N
N O
C NH
NH
NO2
metil metana sulfonat
MMS3,3-dimetil-1-fenil triazena N-metil-N'-nitro-N-nitroso
guanidin, MNNG
11
N
NN
N
NH2
HN
NN
N
O
H2N
*1
*3
* 7
*3
*6
* 7
N
N
NH2
O
3 *
2 *
HN
NO
3 *
2 *
O*6
adenin guanin
sitosin timidin
Gambar 9. Sisi alkilasi DNA pada kondisi fisiologis ditunjukkan dengan bintang (*).
Aberasi Kromosom Istilah klastogenesis digunakan untuk proses yang menghasilkan penambahan,
penghapusan, dan penataan ulang bagian-bagian kromosom yang dapat dideteksi dengan
mikroskop cahaya. Renggangan, yang merupakan lesi akromatik dalam kromosom, dapat
bervariasi dalam panjang dan dianggap karena kehilangan DNA. Pecahan adalah ujung kromatid
yang putus yang terdislokasi tetapi masih termasuk dalam metafase. Beberapa penyakit
keturunan, seperti sindroma Bloom dan anemia Falconi, berhubungan dengan pemutusan
kromosom, tetapi tidak pasti apakah pemutusan itu sebagai sebab atau gejala penyakit. Banyak
zat kimia, demikian pula radiasi pengion, dapat menyebabkan pemecahan kromosom. Zat
pengalkilasi, khususnya zat kimia bifungsional, dapat menyebabkan pemutusan melalui pautan
silang dengan DNA.
Mutasi kromosom merujuk pada perubahan kromosom yang terjadi pemasukan kembali
secara tidak benar bagian-bagian yang putus. Jenis perubahan yang utama adalah penghapusan,
translokasi, duplikasi, dan inversi. Penghapusan dan translokasi relatif mudah terdeteksi dengan
mikroskop.
Aberasi numerik adalah akibat dari pembelahan yang tidak setara dari kromosom dan
menimbulkan sel yang memiliki kromosom yang lebih banyak ataupun lebih sedikit daripada
normal. Sel-sel tersebut bisa hidup bisa pula tidak. Beberapa penyakit keturunan merupakan
akibat dari pembelahan kromosom yang tidak setara (nondisjungsi). Sindroma Down
(mongolisme) berhubungan dengan trisomi kromosom 21, dan kondisi ini ditandai dengan
tengkorak rata dan kecil; hidung pendek, pesek; tulang jari pendek; dan kemunduran mental
12
sedang hingga parah. Ada kelainan yang berhubungan dengan nondisjungsi kromosom sex, yaitu
sindroma Klinefelter (XXY), yang ditandai dengan testis kecil dengan fibrosis dan hialinisasi
tubuli seminiferous dan kegagalan fungsi; dan sindroma Turner (XO), yang ditandai dengan
perawakan pendek, gonad tak berdifferensiasi.
Beberapa zat kimia diketahui menginduksi poliplodi, di antaranya yang dikenal sebagai
racun metafase, seperti kolkisin, racun spindel spesifik yang mengikat tubulin spindel protein
dan menghambat polimerisasinya. Jadi, kolkisin menghentikan mitosis pada tahap metafase,
menyebabkan sel dalam keadaan memiliki jumlah rangkap material kromosom, menyebabkan
sel poliploidi. Senyawa lain yang menyebabkan kelainan yang sama adalah alkaloid vinka, yaitu
vinkristin dan vinblastin, serta podofilotoksin, yang terikat pada sisi yang sama dengan kolkisin.
Poliploidi terkenal pada tumbuhan dan digunakan secara luas dalam pembiakan tumbuhan;
namun, poliploidi pada hewan umumnya merupakan mutasi letal.